❏ Ikhwanuddin Nasution
Estetisasi Amir Hamzah terhadap Gerakan Kebangsaan
LOGAT JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA
Volume III No. 1 April Tahun 2007
ESTETISASI AMIR HAMZAH TERHADAP GERAKAN KEBANGSAAN
Ikhwanuddin Nasution
Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara
Abstract
Amir Hamzah’s estheticism to nationality movement began from the mind conflicts that felt from external world. He contemplated inward and then realized it in masterpiece forms,
such as poem and prose. From the form, the masterpieces of Amir Hamzah were still tied with compatibility esthetics, but from the contents they showed the existence of stress
esthetics. Key words: compatibility, stress, and anxiety
1. PENDAHULUAN
Amir Hamzah yang dikenal sebagai Raja Penyair Pujangga Baru dilahirkan di Langkat, 28 Pebruari
1911, seorang bangsawan yang hidup di lingkungan kesultanan. Amir Hamzah juga seorang
terpelajar, mula-mula ia sekolah di HIS Tanjung Pura, kemudian pindah ke Medan masuk Mulo,
ketika kelas dua pindah ke Jakarta dan setelah tamat dari Mulo, ia masuk AMS bagian sastra
Timur di Surakarta sampai tamat, baru kemudian masuk Sekolah Tinggi Hukum sampai mencapai
sarjana muda, ia tidak melanjutkannya. Amir Hamzah kembali ke Tanjung Pura karena
panggilan keluarga untuk bekerja di kesultanan Langkat dan menikah. Pada saat terjadi pergolakan
revolusi di Sumatera Utara saat itu Sumatera Timur, 1946, Amir Hamzah bersama beberapa
keluarganya diculik dan dibunuh.
Amir Hamzah sangat berperan dalam perkembangan sastra Indonesia, ia termasuk
bagian dari Angkatan Pujangag Baru Angkatan ’33. Teeuw 1980:123 mengatakan bahwa faktor
bahasa amat penting untuk menjelaskan peranan utama yang dimainkan oleh orang-orang Sumatera
–terutama orang Minangkabau– dalam perkembangan sastra Indonesia sebelum perang,
bahasa mereka paling dekat dengan bahasa Melayu dalam bentuknya yang akan berkembang menjadi
bahasa Indonesia. Namun, di antara orang Sumatera itu, Amir Hamzahlah orang Melayu
sejati. Amir Hamzah dipupuk dan diasuh dalam suasana kesusastraan dan kebudayaan Melayu.
Tentu saja, bahasa yang dikenalnya sejak kecil itu merupakan suatu inspirasi bagi Amir Hamzah.
Akan tetapi, Amir Hamzah bukanlah orang Melayu yang murni dalam arti kata bahwa
kehidupan dan kebudayaannya tidak pernah disentuh oleh pengaruh-pengaruh asing. Malahan,
hampir semua puisinya ditulis jauh dari alam Melayu, yakni di Jawa, ketika ia tinggal dan
belajar di sana dan sebagai seorang Indonesia muda, bukan sebagai orang Melayu. Kala itu, ia
memainkan peranan aktif dalam kumpulan Pujangga Baru. Pada dasarnya, ia lebih banyak
memperoleh pendidikan Barat, walaupun ia pernah mendapat didikan pada aliran Timur di AMS.
Bahkan kumpulan puisinya Buah Rindu dipersembahkannya “Ke bawah Paduka Indonesia-
Raya”.
Bahasa yang lama dan bentuk-bentuk puisi lama medapat jiwa baru dalam tangan Amir
Hamzah. Ia tidak menghindarikan bentuk syair tetapi di tanggannya bentuk itu mendapat isi yang
sesungguhnya. Kata-kata dalam puisi-puisinya bukan saja berirama, tetapi juga mempunyai
makna yang dalam Hooykaas 1951:45. Simorangkir-Simanjuntak 1961:87 mengatakan
bahwa penyair besar ini menempatkan kata-kata Malayu lama dalam bentuk, bunyi, dan irama yang
amat bagus, sehingga untaian kata-katanya itu masuk meresap ke dalam kalbu, tetapi sebagai
barang yang murni-mulia, puisi-puisinya tidak dapat diukur dengan ukuran sehari-hari. Oleh
karena itulah Jassin 1955:19 mengatakan bahwa tidak banyak orang yang dapat merasakan
kedalaman puisi-puisi Amir Hamzah. Sebab selain bahasanya yang sulit, yang menambah kelamnya
puisi-puisinya itu, juga karena perbandingan- perbandingan yang tidak biasa.
2. KEBIMBANGAN ESTETIKA