Peluang Pengembangan Kerajinan Sangkar Burung Dari Bambu Di Kabupaten Simalungun
PELUANG PENGEMBANGAN KERAJINAN SANGKAR
BURUNG DARI BAMBU DI KABUPATEN SIMALUNGUN
(Studi Kasus : Desa Karang Rejo, Kecamatan Gunung Maligas, Kabupaten Simalungun)WITA HERLINA M SIAGIAN
DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
PELUANG PENGEMBANGAN KERAJINAN SANGKAR
BURUNG DARI BAMBU DI KABUPATEN SIMALUNGUN
(Studi Kasus : Desa Karang Rejo, Kecamatan Gunung Maligas, Kabupaten Simalungun)SKRIPSI
OLEH :
WITA HERLINA M SIAGIAN 040309023
SEP – PKP
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana pada Fakultas Pertanian universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
RINGKASAN PENELITIAN
WITA HERLINA M SIAGIAN (040309023) dengan judul skripsi “PELUANG PENGEMBANGAN KERAJINAN SANGKAR BURUNG DARI BAMBU DI KABUPATEN SIMALUNGUN”. Studi kasus ini di Desa
Karang Rejo Kabupaten Simalungun. Penelitian dibimbing oleh Ibu Ir. Hj. Lily Fauziah, MSi sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Ir. A.T. Hutajulu, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar pendapatan yang di peroleh dalam usaha kerajinan sangkar burung di daerah penelitian; untuk mengetahui kelayakan di kembangkannya usaha sangkar burung secara finansial; untuk mengetahui peluang pengembangan kerajinan sangkar burung didaerah penelitian; untuk mengetahui strategi pengembangan kerajinan sangkar burung di daerah penelitian; untuk mengetahui hambatan apa saja yang dihadapi dalam menjalankan usaha kerajinan sangkar burung dan untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasinya.
Metode penentuan daerah penelitian secara purposive dan metode
pengambilan sampel secara sensus. Metode analisis data dengan analisis Pd = TR – TC, R/C Ratio dan ROI untuk mengetahui Kelayakan
dikembangkannya usaha kerajinan sangkar burung, dan analisis SWOT untuk menetapkan peluang dan strategi pengembangan kerajinan sangkar burung dari bambu, dan metode analisis data secara deskriptif.
Usaha kerajinan sangkar burung memperoleh pendapatan diatas UMP yakni Rp 4.160.541 perbulannya dibandingkan UMP perbulan yakni Rp 905.000.
Berdasarkan analisis finansial, maka usaha kerajinan sangkar burung layak untuk dikembangkan karena nilai R/C ratio rata-rata secara keseluruhan adalah sebesar 1,52 dan ROI diatas tingkat suku bunga yakni 6,25% yaitu 52,03.
Peluang dan strategi usaha kerajinan sangkar burung dapat dilihat dari masalah-masalah yang dihadapi pengusaha adalah memperluas usaha kerajinan sangkar burung, memperluas jaringn pemasaran, kreatif dalam membuat inovasi baru yakni model dan corak sangkar burung, menjaga hubungan baik dengan pelanggan, menciptakan harga kompetitif, memberikan nilai tambah/sentuhan kreatifitas agar sangkar burung semakin menarik, menggunakan pengetahuan yang ada untuk menghadapi isu penyakit yang ada, dan saling bertukar informasi antar pengrajin sangkar burung.
Sehingga secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa usaha kerajinan sangkar burung memiliki peluang yang baik untuk dikembangkan.
(4)
RIWAYAT HIDUP
WITA HERLINA M SIAGIAN dilahirkan di Surabaya pada tanggal 17
April 1986, anak kedua dari empat bersaudara dari orang tua tercinta Bapak Ir.
Hulman Siagian, MM dan Ibu Rokmauhur Sitorus.
Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis sebagai berikut :
1. Tahun 1992, memasuki Sekolah Dasar di SD Katolik Santo Yakobus
Makassar dan tamat tahun 1998.
2. Tahun 1998, Memasuki Sekolah Lanjut Tingkat Pertama di SLTP Swasta
F.Tandean Tebing Tinggi Sumatera Utara dan tamat tahun 2001.
3. Tahun 2001, memasuki Sekolah Menengah Umum di SMU Swasta Sultan
Agung Pematang Siantar dan tamat tahun 2004.
4. Tahun 2004, diterima di Jurusan Sosial Ekonomu Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui SPMB.
5. Pada bulan Juni-Juli 2008, melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di Desa
Saribu Jandi, Kecamatan Silimahuta, Kabupaten Simalungun.
6. Tahun 2009, melaksanakan penelitian skripsi di Desa Karang Rejo,
(5)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat mengakhiri masa
perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi ini berjudul “Peluang Pengembangan Kerajinan Sangkar Burung
Dari Bambu di Kabupaten Simalungun” yang merupakn salah satu syarat untuk
dapat memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penilis menyampaikan terimakasih atas segala
bimbingan dan dorongan moril yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini
khususnya kepada Ibu Ir. Hj. Lily Fauziah, MSi sebagai Ketua Komisi
Pembimbing dan Ibu Ir. A.T. Hutajulu, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing
yang telah memberikan arahan, waktu dan kesabaran dalam menyelesaikan skripsi
ini. Disamping itu penghargaan penulis sampaikan Kepada Bapak Ir. Luhut
Sihombing, MP sebagai Ketua Jurusan Departemen Sosial Ekonomi Pertanian dan
seluruh staff pengajar dan pegawai di Departemen Sosial Ekonomi Pertanain,
seluruh pegawai Tata Usaha di Fakultas Pertanian dan para responden serta
instansi-instansi yang terkait dengan penelitian ini.
Penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
Bapak dan Ibu tercinta yaitu Ir. Hulman Siagian, MM dan Rokmauhur Sitorus
yang tidak henti-hentinya memberi semangat, kasih sayang, pengorbanan baik
(6)
Rina Novita Siagian, SE, adik-adikku Dina Astuty Siagian dan Immanuel
Marojahan Siagian yang juga senantiasa memberi dukungan dan doa pada penulis.
Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimaksih kepada teman-temanku
SEP’04 seperjuangan yang saling berbagi suka-duka yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, November 2009
(7)
DAFTAR ISI
Hal
RINGKASAN PENELITIAN... i
RIWAYAT HIDUP... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL...vii
DAFTAR GAMBAR...viii
DAFTAR LAMPIRAN... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang... 1
Identifikasi Masalah... 5
Tujuan Penelitian... 5
Kegunaan Penelitian... 6
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka... 7
Landasan Teori... 13
Kerangka Pemikiran... 19
METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian... 23
Metode Pengambilan Sampel... 23
Metode Pengumpulan Data... 23
Metode Analisis Data... 23
Defenisi dan Batasan Operasional... 26
Defenisi... 26
(8)
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PENGUSAHA SAMPEL
Deskripsi Daerah Penelitian... 29
Letak Geografis, Batas, Luas Wilayah, dan Iklim... 29
Keadaan Penduduk... 29
Penggunaan Tanah... 33
Sarana dan Prasarana... 33
Karakteristik Pengusaha Sampel... 34
HASIL DAN PEMBAHASAN Tahapan Pembuatan Kerajinan Sangkar Burung... 34
Pendapatan Usaha Kerajinan Sangkar Burung... 38
Penerimaan... 38
Biaya Produksi... 39
Pendapatan Bersih... 39
Kelayakan Dikembangkannya Usaha Kerajinan Sangkar Burung Dari Bambu... 40
R/C Ratio... 42
ROI Ratio... 44
Peluang dan Strategi Pengembangan Kerajinan Sangkar Burung Dari Bambu... ... 44
Menentukan Faktor-Faktor Strategi Eksternal... 44
Menentukan Faktor-Faktor Strategi Internal... 46
Penentuan Alternatif Strategi... 47
Hambatan yang Dihadapi... 52
Upaya-Upaya Mengatasi Hambatan... 55
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...56
Saran... 56
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(9)
DAFTAR TABEL
Hal
1. Banyaknya Perusahaan/Usaha Kerajinan Menurut Kecamatan
Di Kabupaten Simalungun 2006... 3
2. Data Jumlah Perusahaan/Usaha Kerajinan Dari Bambu di Kabupaten Simalungun Tahun 2007... 4
3. Data Jumlah Kerajinan Sangkar Burung Dari Bambu Di Kecamatan Gunung Maligas, Kabupaten Simalungun Tahun 2007... 4
4. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Gunung Maligas Tahun 2007... 31
5. Jumlah Penduduk Menurut Agama yang Dianut Desa Karang Rejo Tahun 2007... 32
6. Jumlah Penduduk Dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Di Desa Karang Rejo Tahun 2007... 32
7. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencahariaan di Desa Karang Rejo Tahun 2007... 33
8. Keadaan Tata Guna Lahan Desa Karang Rejo Tahun 2007... 34
9. Sarana dan Prasarana Desa Karang Rejo Tahun 2007... 34
10. Karakteristik Pengrajin Sampel di Daerah Penelitian... 35
11. Penerimaan Usaha Kerajinan Sangkar Burung Per Pengrajin Per Bulan dan Per Tahun, Tahun 2008... 39
(10)
Tahun 2008... 40
14. Analisis Rata-Rata R/C Ratio Usaha Kerajinan Sangkar Burung
dalam 1 Tahun, Tahun 2008...42
19. Masalah-Masalah yang Dihadapi Pengusaha Berdasarkan
Sumbernya (Internal/Eksternal) dan Klasifikasinya
(11)
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Skema Kerangka Pemikiran... 22
2.Gambar Tahapan Pekerjaan Kerajinan Sangkar Burung... 36
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
1. Karakteristik Pengrajin Sangkar Burung di Desa Karang Rejo Kecamatan
Gunung Maligas Tahun 2008
2. Jumlah Bahan Pembuatan Sangkar Burung Per Pengrajin Per Bulan
3. Jumlah Bahan Pembuatan Sangkar Burung Per Pengrajin Per Tahun
4. Total Biaya Sarana Produksi Pembuatan Kerajinan Sangkar Burung Per
Pengrajin Per Bulan
5. Total Biaya Sarana Produksi Pembuatan Kerajinan Sangkar Burung Per
Pengrajin Per Tahun
6. Jumlah Tenaga Kerja Kerajinan Sangkar Burung Per Pengrajin Per Bulan
7. Biaya Tenaga Kerja Kerajinan Sangkar Burung Per Pengrajin Per Bulan
8. Total Biaya Tenaga Kerja Kerajinan Sangkar Burung dalam 1 Tahun
9. Biaya Penyusutan Peralatan Per Pengrajin dalam 1 Tahun
10. Total Biaya Produksi Kerajinan Sangkar Burung Per Pengrajin Per Bulan
11. Total Biaya Produksi Kerajinan Sangkar Burung Per Pengrajin dalam 1
Tahun
12. Penerimaan Usaha Kerajinan Sangkar Burung Dalam 1 Bulan
13. Penerimaan Usaha Kerajinan Sangkar Burung Dalam 1 Tahun
14. Pendapatan Bersih Per Pengusaha dalam 1 Bulan
15. Pendapatan Bersih Per Pengusaha dalam 1 Tahun
16. Penerimaan, Biaya Produksi, dan R/C Usaha Kerajinan Sangkar Burung
dalam 1 Tahun
(13)
RINGKASAN PENELITIAN
WITA HERLINA M SIAGIAN (040309023) dengan judul skripsi “PELUANG PENGEMBANGAN KERAJINAN SANGKAR BURUNG DARI BAMBU DI KABUPATEN SIMALUNGUN”. Studi kasus ini di Desa
Karang Rejo Kabupaten Simalungun. Penelitian dibimbing oleh Ibu Ir. Hj. Lily Fauziah, MSi sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Ir. A.T. Hutajulu, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar pendapatan yang di peroleh dalam usaha kerajinan sangkar burung di daerah penelitian; untuk mengetahui kelayakan di kembangkannya usaha sangkar burung secara finansial; untuk mengetahui peluang pengembangan kerajinan sangkar burung didaerah penelitian; untuk mengetahui strategi pengembangan kerajinan sangkar burung di daerah penelitian; untuk mengetahui hambatan apa saja yang dihadapi dalam menjalankan usaha kerajinan sangkar burung dan untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasinya.
Metode penentuan daerah penelitian secara purposive dan metode
pengambilan sampel secara sensus. Metode analisis data dengan analisis Pd = TR – TC, R/C Ratio dan ROI untuk mengetahui Kelayakan
dikembangkannya usaha kerajinan sangkar burung, dan analisis SWOT untuk menetapkan peluang dan strategi pengembangan kerajinan sangkar burung dari bambu, dan metode analisis data secara deskriptif.
Usaha kerajinan sangkar burung memperoleh pendapatan diatas UMP yakni Rp 4.160.541 perbulannya dibandingkan UMP perbulan yakni Rp 905.000.
Berdasarkan analisis finansial, maka usaha kerajinan sangkar burung layak untuk dikembangkan karena nilai R/C ratio rata-rata secara keseluruhan adalah sebesar 1,52 dan ROI diatas tingkat suku bunga yakni 6,25% yaitu 52,03.
Peluang dan strategi usaha kerajinan sangkar burung dapat dilihat dari masalah-masalah yang dihadapi pengusaha adalah memperluas usaha kerajinan sangkar burung, memperluas jaringn pemasaran, kreatif dalam membuat inovasi baru yakni model dan corak sangkar burung, menjaga hubungan baik dengan pelanggan, menciptakan harga kompetitif, memberikan nilai tambah/sentuhan kreatifitas agar sangkar burung semakin menarik, menggunakan pengetahuan yang ada untuk menghadapi isu penyakit yang ada, dan saling bertukar informasi antar pengrajin sangkar burung.
Sehingga secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa usaha kerajinan sangkar burung memiliki peluang yang baik untuk dikembangkan.
(14)
PENDAHULUAN Latar Belakang
Karakteristik produk pertanian umumnya bersifat musiman dan karenanya
produk tersebut sulit tersedia sepanjang tahun. Implikasinya adalah
diperlukannya manajemen stok (bahan baku) yang terencana secara baik. Produk
pertanian juga bersifat segar (perishable), sehingga produk tersebut sulit untuk
disimpan dalam waktu yang relatif lama. Implikasinya adalah produk pertanian
perlu pemasaran yang cepat, baik penjualan yang berupa produk primer (produk
pertanian yang dijual langsung ke konsumen) maupun produk sekunder (produk
pertanian yang diolah dahulu sebelum dijual) (Soekartawi, 1995).
Berdasarkan sifat produk pertanian yang segar maka produk pertanian
lebih mudah rusak sehingga dalam cara pemanenan, pengangkutan, pengiriman
atau penyimpanan harus dilakukan dengan hati-hati, diperlukan kemasan yang
baik. Saat ini sudah banyak berkembang teknik dan wadah pengemasan produk
pertanian. Seperti yang terbuat dari bahan plastik, gabus, styroform, bambu
ataupun rotan. Bambu disebut juga dengan julukan wonder grass atau rumput
ajaib, Anggota famili Gramineae (rumput-rumputan) itu memamng berbeda
dengan kerabat yang lain. Bambu mencapai tinggi sekitar 30 meter. Sosoknya
yang menjulang dilengkapi ruas-ruas indah beraneka warna, ada yang berwarna
hijau, hitam atau kuning. Itu sebabnya beberapa jenis bambu sering dimanfaatkan
sebagai elemen tanaman (Duryatmo, 2000).
Memang kegunaan tanaman bambu amatlah banyak. Batangnya mempunyai
sifat-sifat yang menguntungkan yaitu kuat, keras, ringan, ukurannya beragam dan
(15)
memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan bangunan, rumah, pagar,
jembatan, alat angkutan (rakit), pipa saluran air, alat musik dan berbagai
peralatan rumah tangga (Husodo, 2004).
Pemanfaatan batang bambu ini terus berkembang sesuai dengan
perkembangan jaman. Sekarang bambu juga digunakan untuk bahan pembuat
kertas, sumpit (chopstick), plywood dari bambu atau plybamboo, furniture, juga
untuk barang-barang kerajinan tangn untuk cenderamata. Hasil kerajinan tangan
dari bambu ini bahkan sudah menjadi komoditi ekspor
(Berlian dan Rahayu, 1995).
Di Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara salah satu jenis
produk pertanian khususnya untuk mengembangkan kreatifitas kerajinan dari
bambu salah satunya adalah sangkar burung. Hal ini disebabkan bambu lebih
murah dan mudah diperoleh serta berbagai kelebihan lainnya yang ada pada
tanaman bambu (Kadariah, 1999).
Usaha kerajianan sangkar burung dari bambu yang telah berakar di daerah
pedesaan merupakan potensi yang besar dalam usaha pengembangan kerajinan
bambu secara nasional, karena dari sinilah berawal tumbuhnya berbagai corak
kreativitas baru dalam mengelolah kerajinan sangkar burung dari bambu sebagai
karya seni (Iwanuono, 2002).
Di Desa Karang Rejo, Kecamatan Gunung Maligas Kabupaten
Simalungun Propinsi Sumatera Utara misalnya banyak terdapat kerajinan bambu.
(16)
Tabel 1. Banyaknya Perusahaan/Usaha Kerajinan Menurut Kecamatan Di Kabupaten Simalungun 2006
No Kecamatan Jumlah Usaha Kerajinan
1 Silimakuta 650
2 Pamatang Silimakuta -
3 Purba 632
4 Haranggaol 381
5 Dolok Pardamean 425
6 Sidamanik 963
7 Pamatang Sidamanik 749
8 Girsang Sipangan Bolon 741
9 Tanah Jawa 710
10 Hatonduhan 830
11 Dolok Panribuan 297
12 Jorlang Hataran 922
13 Panei 180
14 Panombeian 825
15 Raya 492
16 Dolok Silau 486
17 Silau Kahean 843
18 Raya Kahean 890
19 Tapian Dolok 694
20 Dolok Batu Nanggar 462
21 Siantar 127
22 Gunung Malela 394
23 Gunung Maligas 699
24 Huta Bayu Raja 629
25 Jawa Maraja Bah Jambi 127
26 Pematang Bandar 940
27 Bandar Huluan 655
28 Bandar 906
29 Bandar Masilam 914
30 Bosar Maligas 675
31 Ujung Padang 278
Total 18836
(17)
Saat ini usaha kerajinan dari bambu di Kabupaten Simalungun meliputi
usaha-usaha sebagai berikut :
Tabel 2. Data Jumlah Perusahaan/Usaha Kerajinan Dari Bambu di Kabupaten Simalungun Tahun 2007
No Nama Perusahaan/Usaha Kerajinan Jumlah
1 Pembuatan Atap 12
2 Pengrajin Gedek 29
3 Pembuatan Keranjang 432
4 Pembuat Kursi 7
5 Pengrajin Sapu 50
6 Membuat Pin dari Bambu 1
7 Membuat Sangkar Burung 22
8 Membuat Tampah 114
9 Menganyam Tikar 1
10 Anyaman dari Bambu 2
11 Membuat Tutup Keranjang 10
Jumlah 699
Sumber : Badan Pusat Statistik Tahun 2008
Dari Tabel 2 diketahui bahwa jumlah usaha kerajinan dari bambu
sebanyak 699, sedangkan untuk usaha kerajinan sangkar burung sendiri yaitu
sebanyak 22 unit.
Tabel 3. Data Jumlah Kerajinan Sangkar Burung Dari Bambu Di Kecamatan Gunung Maligas, Kabupaten Simalungun Tahun 2007
No Nama Desa/Kecamatan Jumlah (Unit)
1 Desa Karang Rejo 12
2 Desa Bandar Malela 10
Jumlah 22
Sumber : Badan Pusat Statistik Tahun 2008
Dari Tabel 3 diketahui jumlah Kerajinan Sangkar Burung Di Desa Karang
Rejo lebih banyak yakni sebanyak 12 unit, sedangakan di Desa Bandar Malela
sebanyak 10 unit.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang
(18)
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan
penelitian sebagai berikut :
1. Berapa besar pendapatan yang diperoleh dalam usaha kerajinan sangkar
burung di daerah penelitian?
2. Apakah usaha pembuatan sangkar burung layak di kembangkan?
3. Bagaimana peluang pengembangan kerajinan sangkar burung di daerah
penelitian?
4. Bagaimana strategi pengembangan kerajinan sangkar burung di daerah
penelitian?
5. Hambatan apa yang dihadapi dalam menjalankan usaha kerajinan sangkar
burung dan apa upaya yang dilakukan untuk mengatasinya?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui berapa besar pendapatan yang di peroleh dalam usaha
kerajinan sangkar burung di daerah penelitian.
2. Untuk mengetahui kelayakan di kembangkannya usaha sangkar burung
secara finansial.
3. Untuk mengetahui peluang pengembangan kerajinan sangkar burung
didaerah penelitian.
4. Untuk mengetahui strategi pengembangan kerajinan sangkar burung di
(19)
5. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang dihadapi dalam menjalankan
usaha kerajinan sangkar burung dan untuk mengetahui upaya-upaya apa
saja yang dilakukan untuk mengatasinya.
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan informasi tentang peluang pengembangan usaha kerajinan
sangkar burung dari bambu dan refrensi bagi pihak yang berhubungan
dengan penelitian ini.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam
mengambil keputusan untuk pengembangan usaha kerajinan sangkar
(20)
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Tinjauan Pustaka
Bambu merupakan tanaman yang tidak asing lagi bagi manusia
masyarakat indonesia. Tanaman ini sudah menyebar di seluruh kawasan
nusantara. Bambu dapat tumbuh di daerah iklim basah sampai kering, dari
dataran rendah hingga ke daerah pegunungan. Di pedesaan sering kali dijumpai
tanaman bambu rakyat yang ditanam di lahan-lahan tertentu seperti di pekarangan,
tepi sungai, atau batas-batas pemilikan lahan. Pemanfaatan bambu di indonesia
sudah berlangsung sangat lama dan sudah menjadi bagian dari kehidupan
masyarakat desa. Hal ini dapat di lihat dari bangunan rumah yang hampir
semuanya menggunakan bahan dari bambu. Demikian juga dengan peralatan
rumah tangganya (Khotimah, 2002).
Bambu merupakan tanaman tahunan yang sering diberi julukan rumput
raksasa. Penghasil rebung ini memang termasuk dalam famili rumput-rumputan
(gramineae) dan masih kerabat dekat dengan padi dan tebu. Tanaman bambu
dimasukkan kedalam subfamili bambusoideae. Salah satu jenis bambu yang
digunakan dala pembuatan sangkar burung yakni Asparagus cochinichinenesis
(Lour.) Merr . Berikut ini urutan klasifikasi bambu tersebut :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monokotiledoneae
Ordo : Lllales
Famili : Lllaceae
(21)
Genus : Asparagus cochinichinenesis
Spesies : Asparagus cochinichinenesis (Lour.) Merr.
(Berlian dan Rahayu, 1995).
Lingkungan yang sesuai untuk tanaman bambu adalah yang bersuhu
sekitar 8,8° C-36° C. Suhu lingkungan ini dipengaruhi juga oleh ketinggian
tempat. Semakin tinggi suatu tempat, semakin rendah suhunya. Tanaman bambu
bisa dijumpai mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian
0 sampai 2.000 m di atas permukaan laut. Walaupun demikian tidak semua jenis
bambu dapat tumbuh dengan baik pada semua ketinggian tempat (Subri, 1999).
Habitat bambu tali di dataran rendah hingga ketinggian 1000 m di atas
permukaan laut. Lahan yang cocok untuknya: subur, berlempung dan tidak
berbatu. Ia menuntut curah hujan yang cukup. Pekebun umumnya memanfaatkan
pangkal batang untuk perbanyakan. Yang dipilih batang berumur 2 tahun
berdiameter 4-7 cm. Bambu tidak cocok dibudidayakan di lahan kering lantaran
berakar serabut (Suroto, 1992).
Agar rumpun berumur panjang, teknik memanen harus
mempertimbangkan musim, umur batang dan tujuan penggunaan. Sebaiknya
bambu ditebang pada akhir musim hujan atau kemarau karena pada saat itu bambu
cukup tahan terhadap serangga dan cendawan serta kondisi bambu lebih kering
dengan kandungan pati rendah. Apabila bambu ditebang pada musim hujan,
kelembaban tinggi dan kandungan pati meningkat sehingga bambu menjadi
incaran hama bubuk. Untuk keperluan kontruksi atau mebel, pilih bambu yang
sudah matang agar kekuatannya maksimal. Periode matang bambu dicapi pada
(22)
berumur lebih muda memiliki kandungan pati tinggi sehingga serangga hama
bubuk pun tinggi. Namun jika dipakai sebagai kerajinan, bambu sebaiknya tidak
terlalu tua atau muda. Bambu tua mudah patah atau retak saat dibentuk,
sebaliknya jika terlalu muda akan membuat hasil kerajinan tidak awet
(Paimin, 2001).
Bambu bahan baku kerajinan tidak boleh terlalu tua atau muda. Untuk
bambu apus misalnya, sangat bagus ditebang ketika umur 8 bulan. Sebab bila
terlalu tua sulit dikerat. Agar tidak rusak, sebelum menebang perhatikan arah
kecondongan batang bambu. Jika batang bambu condong ke timur maka
menebangnya harus dari arah yang sama. Setelah ditebang dapat dilakukan
langkah berikut:
a. Memotong
Untuk memperoleh ukuran yang seragam maka pemotongan bahan
dilakukan sesuai kebutuhan. Peralatan potong yang dipakai adalah gergaji,
parang dan landasan potong.
b. Mengupas
Tujuannya untuk menghilangkan kulit bambu yang dilapisi zat lilin.
Untuk mengupas kulit digunakan pisau mengupas.
c. Membelah
Membelah bertujuan untuk membagi-bagi bambu menjadi beberapa
bagian. Untuk keperluan tersebut dapat digunakan parang atau pisau.
(23)
Agar belahan-belahan bambu lebih tipis dan mempunyai ketebalan yang
sama maka dilakukan perautan. Perautan juga menghasilkan lebar yang sesuai
(Duryatmo, 1999).
Batang bambu yang dipersiapkan untuk bahan kerajinan dipilih
berdasarkan kesesuaian dengan produk kerajinan yang dihasilkan. Jenis-jenis
bambu yang dapat digunakan untuk bahan kerajinan adalah bambu congkoleh,
bambu duri, bambu ori, bambu gombong, bambu hitam, bambu perling, bambu
talang, bambu tali, bambu toli, bambu tutul, bambu tamiang dan sebagainya
(Tarigan, 2002).
Ketahanan bambu lebih rendah dibandingkan dengan kayu. Ketahanan
bambu tergantung pada kondisi iklim dan lingkungan. Bambu tanpa perlakuan
khusus dapat bertahan antara satu sampai tiga tahun jika berinteraksi dengan tanah
dan udara, jika berinteraksi dengan air laut usianya kurang dari satu tahun, jika
diawetkan usianya dapat mencapai 10-15 tahun.
Pada jaman sekarang ini banyak barang-barang yang dibuat dari bahan
sintesis. Barang-barang tersebut memang praktis, tetapi bagi banyak orang
kesannya tidak alami. Padahal selera orang pada hal-hal alami atau back to nature
kembali menjadi trend, sehingga barang-barang yang kesannya alami banyak
diminati konsumen. Untuk memenuhi selera konsumen, salah satunya dapat
dipenuhi dari produk-produk dengan bahan baku bambu (Narbuko, 1997).
Pertumbuhan industri kerajianan bambu yang positif ini akan menunjang
perkembangan sector pariwisata dan juga dapat mengarah kepada pembukaan
lapangan pekerjaan baru. Hal ini sesuai dengan program pemerintah dalam usaha
(24)
berkaitan sektor pariwisata,Untuk mendapatkan hasil atau keuntungan dalam
setiap kegiatan usaha komoditi bambu. Aspek ini bahkan seharusnya sudah
diketahui terlebih dahulu dan telah dipersiapkan sejak awal sebelum
mengusahakan komoditi. Dengan demikian tujuan dalam berusaha diharapkan
dapat mudah tercapai, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan dalam
memasarkan komoditi bambu untuk tujuan pemasaran didalam negeri, dari mulai
yang sederhana hingga yang kompleks. Hal ini tergantung kepada jenis produk
bambu yang akan dipasarkan.untuk dapat sampai kepada konsumen akhir
(Tim Elsppat, 1999).
Untuk bahan kerajinan bambu, batang diolah menjadi aneka bentuk
misalnya kerajinan yang sedang berkembang dan banyak diminati saat ini dan
bahannya tidak sulit untuk di dapat, dan tidak membutuhkan biaya yang terlalu
besar, yaitu kerajinan sangkar burung. Selain kenaikan bahan baku maupun
bahan pembantu yang tidak seimbang dengan kenaikan harga sangkar burung
yang di produksi, banyak faktor yang lain yang sangat menggangu perputaran
modal sehingga menjadi kurang sehat, seperti dengan adanya isu wabah flu
burung, produksipun menjadi penghambat, produksi bisa turun hingga antara 30
% sampai 40 %. Dengan kasus wabah flu burung banyak sekali sangkar burung
yang dengan terpakasa harus di jual dengan harga yang murah daripada harus
disimpan dan hancur dimakan rayap. Dengan itu maka para pengrajin pun
mengurangi kapasitas produksinya (Wasis, 1997).
Dalam proses produksi sangkar burung, pengrajin melakukan beberapa
tahapan-tahapan.
(25)
- Batang bambu di belah atau dipotong sesuai ukuran yang dikehendaki
dengan ketebalan seragam
- Untuk rotan dilingkari dan dilubangi, lalu dilakukan pemasangan tiang
(bambu)
- Setelah itu dilakukannya pemasangan kepala, gantungan dan kawat, lalu
dibuat lantai sangkar burung, alas bawah, sangkar siap untuk dipakai, dan
sudah dapat dijual.
Pengusaha pengrajin sangkar burung di bantu oleh beberapa tenaga kerja
yang rata-rata tenaga kerjanya yakni remaja yang masih sekolah, dengan begitu
pula pengusaha mengharapkan mereka nantinya dapat memperaktekannya
dirumah mereka, dan dapat membuka usaha sendiri (Winarno, 1992).
Tuntutan pasar dan permintaan konsumen sepenuhnya harus mendapat
perhatian yang optimal dari para pengrajin. Naik turun pasang surut dalam
menjalani profesi menjadi pengrajin sangkar burung memang cukup berat dan
hanya mereka yang bisa mengarunginya yang masih bisa bertahan sampai
sekarang .
Di Desa Gunung Maligas, kerajinan sangkar burung semakin berkembang
dan penjualannyapun meluas hingga keluar daerah ataupun kota seperti Tarutung,
Sidikalang, Siborong-borong, Binjai, Pekanbaru, dan Aceh. Untuk memenuhi
ketersediaan bambu maka pengrajin mempunyai tanaman bambu sendiri yang di
tanam tidak jauh dari sekitar tempat tinggalnya, sehingga pengusaha pengrajin
(26)
Landasan Teori
Untuk mengembangkan suatu kerajinan tangan, barang atau jasa tentu
harus ada bahan, tenaga kerja dan jenis pengorbanan lainnya yang tidak dapat
dihindari. Tanpa adanya pengorbanan-pengorbanan tersebut maka peluang untuk
mengembangkan suatu usaha tidak akan berhasil. Saat ini perkembangan
produksi kerajinan sangkar burung mengalami kemajuan yang cukup pesat. Hal
ini sejalan dengan perkembangan didalam penciptaan desain-desain baru yang
banyak laku dipasaran dalam maupun luar negri. Industri kerajianan sangkar
burung yang telah berakar di daerah pedesaan merupakan potensi yang besar
dalam usaha pengembangan industri kerajinan bambu secara nasional, karena dari
sinilah berawal tumbuhnya berbagai corak kreativitas baru dalam mengelolah
bambu sebagai karya seni yang tinggi (Duryatmo, 1999).
Dalam pemasaran kerajinan tangan sangkar burung ini pemasaran yaitu
melalui pemesanan terlebih dengan cara memesan terlebih dahulu berapa jumlah
sangkar burung yang akan dibuat dan pesanan tersebut dapat di kirim ataupun
diambil sendiri.
Selanjutnya perlu diketahui harga pokok persatuan sangkar burung .
Harga pokok ini selanjutnya akan mempengaruhi nilai jual sangkar burung yang
ditetapkan oleh pengrajin. Dari hasil penjualan sangkar burung diperolehlah
penerimaan bagi pengrajin. Untuk mendapatkan hasil atau keuntungan dalam
setiap kegiatan usaha kerajinan sangkar burung, perlu diketahui dan telah
dipersiapkan sejak awal dalam berusaha kerajinan sangkar burung pemasarannya
dapat dilakukan secara langsung oleh pengrajin atau melalui pedagang perantara.
(27)
koperasi atau pengusaha meubel. Dengan melihat harga pasar yang ada pengrajin
dapat menentukan harga tiap sangkar burung. Sehingga panghasilan yang didapat
pengrajin dapat memenuhi kehidupan yang layak bagi pengrajin, seperti dukungan
pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja, sehingga
pemerintah melindungi pengrajin bukan sebaliknya membatasi kenaikan upah,
dengan sudah disahkannya upah minimum propinsi (UMP) oleh pemerintah,
dengan adanya UMP pengrajin juga diharapkan dapat mematuhi ketentuan meski
diakui kesulitan pengrajin sebagai dampak krisis global yang masih berlangsung.
Meski sektor pertanian sebagai salah satu sektor penyumbang terbesar
penyedia lapangan pekerjaan bagi sebagian masyarakat indonesia, namun
pendapatan petani masih sangat minim dari standar upah minimum propinsi
(UMP). Sesuai keputusan Dewan Pengupahan Sumut UMP Sumut mencapai Rp
905.000 per bulan, dimana UMP adalah suatu standar minimum yang digunakan
oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada
pegawai, karyawan atau buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya
(http://ejournal.kpassfm.ac.id).
Membangun pertanian progresif memerlukan kondisi dicapainya
economic of scale karena kondisi tersebut adalah syarat terjadinya peningkatan
surplus ekonomi pengusaha kerajinan yang membuka jalan bagi terjadinya
peningkatan produktifitas, efisiensi, dan daya saing yang utamanya dihasilkan
melalui proses involusi teknologi. Tanpa membangun produktifitas, efisiensi, dan
daya saing yang tinggi, kita tidak akan mampu menang dalam persaingan global
(28)
Usaha pada skala usaha yang luas umumnya bermodal besar, berteknologi
tinggi, manajemennya modern, dan lebih bersifat komersial, sebaliknya usaha
skala kecil umumnya bermodal pas-pasan, teknologinya tradisional, lebih bersifat
usaha sederhana, dan sifat usahanya subsisten (Soekartawi, 2002).
Strategi pembangunan yang berwawasan agribisnis pada dasarnya
menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya yang
sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu :
(1) Menarik dan mendorong munculnya indrustri baru di sektor pertanian;
(2) Menciptakan struktur perekonomian yang tangguh, efisien, dan fleksibel;
(3) Menciptakan nilai tambah;
(4) Meningkatkan penerimaan devisa;
(5) Menciptakan lapangan kerja;
(6) Memperbaiki pembagian pendapatan
(Soekertawi, 2002).
Permintaan adalah faktor penentu kelangsungan bisnis. Tanpa permintaan
tidak mungkin sistem bisnis dapat berjalan. Para wirausahawan harus lihai dalam
menyiasati permintaan. Perilaku permintaan atau dalam bahasa ekonomi dikenal
dengan fungsi permintaan merupakan hubungan antara jumlah barang (termasuk
jasa) dimana konsumen bersedia membeli dengan faktor-faktor yang menentukan
kesediaan konsumen untuk membeli barang tersebut. Faktor yang bersumber dari
sifat-sifat konsumen seperti daya beli ditentukan oleh tingkat pendapatan dan
selera atau preferensi. Faktor yang bersumber dari tingkah laku pesaing yang
menawarkan barang-barang terkait (barang substitusi dan barang komplementer)
(29)
Peningkatan pendapataan pengusaha ditentukan oleh jumlah produksi
yang dapat dihasilkan oleh satu orang pengusaha atau perusahaan, harga penjualan
produksi, dan biaya produksi usaha (Wibowo, 1999).
Tujuan pengusaha berusaha pada masyarakat yang telah memasuki sistem
pasar adalah untuk memperoleh pendapatan bersih yang sebesar-besarnya, dimana
pendapatan bersih adalah penerimaan dikurangi biaya produksi. Agar pendapatan
bersih tinggi maka pengusaha harus mengupayakan penerimaan yang tinggi dan
biaya produksi yang rendah. Pengusaha harus mempunyai keahlian memasarkan,
memilih jenis komoditi yang pasarnya baik, mengupayakan harga input yang
rendah dengan mengatur input produksi, menggunakan teknologi yang baik, dan
mengatur skala produksi yang efisien (Simanjuntak, 2004).
Analisis finansial didasarkan pada keadaan yang sebenarnya dengan
menggunakan data harga yang sebenarnya yang ditemukan dilapangan (real
price). Salah satu alat ukur yang sering dipakai dalam melakukan analisis
finansial adalah arus uang tunai (cashflow analysis) dengan menghitung besarnya
biaya dan penerimaan usaha. Dengan cara ini, akan diketahui besarnya nisbah
(perbandingan) penerimaan (R) dan biaya (C) atau R/C ratio. Analisis ini dapat
dilakukan pada akhir proyek selesai atau dapat pula sewaktu-waktu. Perhitungan
biaya usaha (C) lebih baik jika tidak hanya biaya eksplisit saja yang
diperhitungkan tetapi juga memperhitungkan biaya implisitnya (biaya yang tidak
nyata dikeluarkan oleh pengusaha seperti tenaga kerja dalam keluarga dan lahan
(30)
Studi mengenai aspek finansial merupakan kunci dari suatu kelayakan.
Jika studi aspek finansial memberikan hasil yang tidak layak, maka usulan proyek
akan ditolak karena tidak akan memberikan manfaat secara ekonomi.
Dalam istilah bisnis, ROI (Return On Investment) adalah total nilai biaya
yang diinvestasikan (ditanamkan pada sebuah bisnis) telah kembali, yang berasal
dari akumulasi keuntungan setiap bulannya. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa sebenarnya istilah ROI ini mengacu kepada istilah “balik modal“. Seperti
usaha kerajinan sangkar burung.
Kendala untuk pengembangan usaha saat ini masih terletak pada kendala
yang itu-itu juga seperti skala usaha yang kecil, lemahnya permodalan,
terbatasnya teknologi, dan sederhananya manajemen yang digunakan
(Haming dan Basalamah, 2003).
Karakteritik produk pertanian secara umum adalah :
1. Bersifat musiman, sehingga produk tersebut sulit tersedia sepanjang tahun
2. Bersifat segar (perishable), sehingga sulit disimpan dalam waktu yang relatif
lama
3. Bersifat bulky artinya volumenya besar tetapi nilainya relatif kecil
4. Bersifat lokal dan kondisional artinya tanaman tertentu hanya dapat tumbh dan
berproduksi secara baik pada daerah tertentu pula. Hal ini jugalah yang
menyebabkan perlunya perencanaan yang matang sebelum pengusaha
memulai usahanya (Soekartawi, 2000).
Analisis perencaan strategis merupakan salah satu bidang studi akademis
yang banyak dipelajari secara serius. Hal ini disebabkan karena setiap saat terjadi
(31)
pertumbuhan ekonomi, perubahan teknologi yang semakin canggih, dan
perubahan kondisi demografis yang mengakibatkan berubahnya selera konsumen
secara cepat.
Alat yang digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan
adalah matrik SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana
peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan
dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini dapat menghasilkan
empat set kemungkinan alternatif strategis yaitu :
a) Strategi SO
Strategi ini dibuat berdasrkan jalan pemikiran perusahaan yaitu dengan
menggunakan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang
sebesar-besarnya.
b) Strategi ST
Merupakan strategi dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan
untuk mengatasi ancaman.
c) Startegi WO
Strategi ini dapat diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada
dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.
d) Strategi WT
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif (bertahan) dan
berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman
(32)
Kerangka Pemikiran
Bambu merupakan tanaman multifungsi yang banyak dimanfaatkan
manusia, baik dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga, bahan bangunan
sampai bahan baku industri. Hal ini didukung sifat-sifat yang dimiliki batang
bambu yaitu kuat, tahan lama dan lentur sehingga bambu banyak diusahakan oleh
pengrajin sangkar burung.
Pembuatan kerajinan sangkar burung di Desa Gunung Maligas Kabupaten
Simalungun sudah berlangsung cukup lama dan turun temurun, sulit rasanya
untuk menelusuri siapa yang paling awal menekuni kerajinan sangkar burung ini.
Proses produksi pembuatan sangkar burung yang dimulai dari yang paling
sederhana sampai sekarang berkembang seiring dengan permintaan konsumen dan
tuntutan pasar yang menginginkan perubahan yang lebih baik, indah dan tahan
lama membuat para pengrajin lebih kreatif dan inovatif.
Dalam proses produksi pembuatan kerajinan sangkar burung
membutuhkan biaya produksi. Adapun biaya-biaya produksi yang dikorbankan
dalam pembuatan sangkar burung ini adalah biaya pembelian bambu, biaya bahan
pembantu, upah tenaga kerja dan biaya penyusutan peralatan. Jumlah keseluruhan
biaya yang dikorbankan dalam proses produksi ini menjadi total biaya produksi.
Setelah total biaya produksi diperoleh, maka selanjutnyabperlu diketahui
harga pokok per satuan sangkar burung dengan membagi total biaya produksi di
bagi dengan jumlah produksi. Harga pokok sangkar burung ini selanjutnya akan
(33)
Dari hasil penjualan sangkar burung diperolehlah penerimaan bagi
pengrjin. Selanjutnya untuk mengetahui pendapatan bersih pengrajin, dapat
dihitung dengan mengurangi penerimaan dengan total biaya produksi.
Usaha kerajinan sangkar burung diperkirakan mempunyai peluang yang
baik untuk dikembangkan. Usaha kerajinan sangkar burung dapat meningkatkan
pendapatan dan layak secara finansial untuk dikembangkan. Dengan diketahuinya
kelayakan usaha sangkar burung dari bambu maka dapat diketahui peluang
pengembangannya.
Kelayakan usaha kerajinan sangkar burung dapat dinilai dengan
menganalisis penerimaan dan total biaya produksi. Bila penerimaan lebih besar
daripada pengeluaran maka diperolehlah laba namun bila sebaliknya pengeluaran
lebih besar daripada penerimaan maka pembuatan sangkar burung tersebut
mengalami kerugian. Beberapa kriteria yang digunakan untuk menganalisis
kelayakan dikembangkannya usaha kerajinan sangkar burung adalah analisis R/C
(Return Cost Ratio) dan ROI (Return On Investment) atau tingkat pengembalian
modal. Dari kedua analisis ini dapat diketahui bahwa usaha kerajinan sangkar
(34)
Secara skematis, kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1 : Skema Kerangka Pemikiran :
: Ada hubungan Pengrajin Bambu
Usaha Kerajinan Sangkar Burung
Penerimaan
Output
Produksi Harga Jual
Input
Biaya
Pendapatan
Tidak Layak Layak
(35)
Hipotesis Penelitian
1. Pembuatan sangkar burung memberikan pendapatan di atas UMP (upah
minimum propinsi).
(36)
METODE PENELITIAN
Metode Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja), yakni pengusaha
kerajinan sangkar burung di Desa Karang Rejo, Kecamatan Gunung Maligas,
Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian ini terpilih
karena merupakan salah satu sentra pembuatan kerajinan sangkar burung dengan
jumlah yang paling banyak di Kabupaten Simalungun.
Metode Pengambilan Sampel
Populasi responden dalam penelitian ini adalah pengusaha pengrajin
sangkar burung, terdapat 12 pengrajin di Desa Karang Rejo Kecamatan Gunung
Maligas Kabupaten Simalungun secara sensus.
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada responden
melalui survei dan daftar kuesioner. Data sekunder diperoleh dari lembaga
instansi yang terkait serta literature yang berhubungan dengan penelitian.
Metode Analisis Data
Untuk hipotesis 1 mengenai pendapatan yang diperoleh dalam usaha
pengrajin sangkar burung dengan rumus:
(37)
Keterangan :
Pd = Pendapatan
TR = Total Penerimaan
TC= Total Biaya
(Soekartawi, 1995).
Untuk hipotesis 2 yakni untuk melihat kelayakan di kembangkannya
usaha kerajinan sangkar burung dengan menggunakan perhitungan R/C.
Kelayakan dikembangkannya usaha kerajinan sangkar burung dapat di uji dengan
menggunakan analisis R/C dan ROI.
● R/C (return cost ratio)
a = R/C
Keterangan :
R = Penerimaan (Rp)
C = Biaya (Rp)
Kriteria :
R/C = 1 usaha tidak untung dan tidak rugi
R/C < 1 usaha rugi (tidak layak)
R/C > 1 usaha untung (layak) (Soekartawi, 1995).
● ROI (return on investment atau tingkat pengembalian modal)
ROI = Laba X 100%
Modal
ROI ≥ suku bunga berlaku maka usaha tersebut layak di kembangkan ROI < suku bunga berlaku maka usaha tidak layak di kembangkan
(38)
Kerajinan sangkar burung di katakana layak di di kembangkan bila analisis
ekonomi menunjukan hasil layak, adapun analisis yang di gunakan untuk menilai
kelayakan di kembangkannya usaha adalah Revenue Cost (R/C) dan Return On
Investment (ROI) (Soekartawi, 2002).
Untuk identifikasi masalah tiga dan empat yakni untuk melihat peluang
dan strategi pengembangan usaha sangkar burung, dengan analisis SWOT
(Strength, Weakness, Opportunities, Threat) yakni melihat kekuatan, kelemahan,
peluang, kelemahan dan strategi pengembangan kerajinan sangkar burung.
Dengan mengidentifikasi berbagai factor secara sistematis untuk merumuskan
strategi suatu usaha (strategi SO, ST, WO, dan WT). Analisis ini didasarkan pada
logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang
(Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(Weakness) dan ancaman (Threat).
Untuk identifikasi masalah lima dianalisis dengan metode deskriptif
dengan mengetahui hambatan atau kendala apa saja dalam pengembangan
kerajinan sangkar burung dan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi
masalah tersebut.
(39)
Defenisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalah pahaman dalam penelitian ini, maka penulis
membuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :
Defenisi
1. Usaha pembuatan sangkar burung adalah usaha kerajinan yang terbuat
dari bahan dasar bambu.
2. Pendapatan bersih adalah jumlah peneriman yang diperoleh pengusaha
dari hasil usaha kerajinan sangkar burung dikurangi biaya produksi.
3. Harga pokok adalah perbandingan antara total biaya produksi dengan
jumlah produksi.
4. Harga jual adalah nilai sangkar burung yang dijual yang harus dibayar
oleh konsumen (pembeli) sangkar burung.
5. Penerimaan merupakan perkalian antara jumlah yang terjual dengan
harga jual yang berlaku.
6. Pendapatan bersih adalah penerimaan setelah dikurangi total biaya
produksi.
7. Biaya merupakan penjumlahan dari semua biaya biaya tetap dengan
biaya tidak tetap.
8. Analisis ekonomi adalah suatu analisis untuk menentukan kelayakan
suatu usaha di kembangkan dari segi ekonomi.
9. R/C (Return Cost Ratio) adalah perbandingan antara penerimaan
penjualan sangkar burung dengan total biaya yang dikeluarkan. Usaha
sangkar burung akan menguntungkan apabila nilai R/C > 1.
(40)
ROI ≥ suku bunga berlaku maka usaha tersebut layak dikembangkan 11. Kesempatan kerja adalah peluang untuk bekerja pada usaha pembuatan
sangkar burung.
12. Peluang pengembangan yaitu kesempatan untuk mengembangkan usaha
dan memperkenalkan produk pertanian kemasyarakat luas.
13. Produksi adalah hasil dari usaha sangkar burung dari bambu yang
dihitung dalam satu bulan dan satu tahun.
14. Produksi adalah hasil dari usaha kerajinan sangkar burung yang dihitung
dengan satuan unit.
15. Produktifitas adalah total produksi sangkar burung yang dihasilkan per
bulan dan pertahunnya.
16. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan pengusaha untuk usaha
sangkar burung selama proses produksi berlangsung sampai siap untuk
dipasarkan.
17. Kelayakan secara finansial adalah ukuran kelayakan usaha kerajinan
sangkar burung sehingga dapat menghasilkan keuntungan yang
proporsional yaitu membandingkan jumlah penerimaan dengan seluruh
biaya produksi.
18. Permintaan pasar adalah jumlah atau kuantitas produk kerajinan sangkar
burung yang diminta oleh pasar (konsumen).
19. Peluang usaha adalah peluang-peluang dari pengembangan usaha
kerajinan sangkar burung dimasa yang akan datang.
(41)
Batasan Operasional
1. Penelitian dilakukan di Desa Karang Rejo, Kecamatan Gunung maligas,
Kabupaten Simalungun.
2. Model sangkar yang diteliti adalah sangkar burung model kurung ayam.
3. Sampel adalah pengusaha yang mengusahakan kerajinan sangkar burung
di Desa Karang Rejo Kecamatan Gunung Maligas Kabupaten
Simalungun.
4. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2009.
5. Sampel penelitian adalah pengusaha pembuatan kerajinan sangkar
(42)
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PENGUSAHA SAMPEL
Deskripsi Daerah Penelitian
Letak Geografis, Batas dan Luas Wilayah
Desa Karang Rejo Kecamatan Gunung Maligas Kabupaten Simalungun
terletak antara 02°,36’-03°,18’ LU dan 98°,32’-99°,35’ BT. Desa Karang Rejo
Kecamatan Gunung Maligas Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara
berada pada ketinggian 101-200 m diatas permukaan laut dengan luas wilayah
3,20 Km², wilayah ini berbatasan dengan :
Sebelah Utara : Kecamatan Pematang Bandar
Sebelah Selatan : Kecamatan Siantar/ Kota Pematang Siantar
Sebelah Timur : Kecamatan Dolok Batu Nanggar
Sebelah Barat : Kecamatan Gunung Malela
Keadaan Penduduk
1. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Jumlah penduduk Desa Karang Rejo terdiri dari 3.933 jiwa (563 KK) dengan
(43)
Tabel 4. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Gunung Maligas Tahun 2007
Kelompok Umur (Tahun)
Laki-laki Perempuan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 0-4 5-9 10-14 1.403 1.337 1.415 1.355 1.400 1.378 2.758 2.737 2.793 10,87 10,79 11,01 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 1.380 1.245 998 1.011 814 804 636 514 1.317 1.270 1.073 939 909 815 599 459 2.697 2.515 2.071 1.950 1.723 1.619 1.235 973 10,63 9,91 8,16 7,69 6,79 6,38 4,87 3,83 55-59 60-64 65-69 70-74 75+ 299 264 178 151 237 255 271 189 165 277 554 535 367 316 514 2,18 1,39 1,44 1,24 2,02
Jumlah Total 12.686 12.671 25.357 100,00
Sumber: BPS Simalungun Kecamatan Gunung Maligas Dalam Angka, 2008
Dari Tabel 4 diketahui bahwa jumlah penduduk Kecamatan Gunung Maligas
pada tahun 2007 sebesar 25.357 jiwa yang terdiri dari 12.686 jiwa laki-laki dan
12.671 jiwa perempuan. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah penduduk
laki-laki lebih banyak daripada penduduk perempuan. Dari Tabel 4 juga
menunjukkan bahwa usia non produktif (0-14 tahun) yang terdiri dari bayi, balita,
anak-anak dan remaja berjumlah 8.288 jiwa. Jumlah usia produktif (15-54 tahun)
(44)
Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Agama Yang Dianut Desa Karang Rejo Tahun 2007
No Agama Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 Islam 3.624 9,64
2 Katholik 3 0,07
3 Protestan 116 3,08
4 Hindu - -
5 Budha 14 0,37
6 Lainnya - -
Jumlah 3.757 100,00
Sumber: BPS Simalungun Kecamatan Gunung Maligas Dalam Angka, 2008
Dari Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah penduduk di desa karang rejo
sebanyak 3.757, dari Tabel diketahui bahwa jumlah penduduk agama islam yang
paling banyak yaitu sebanyak 3.624 orang atau 9,64 % , agama protestan
sebanyak 116 orang atau 3,08 %, agama budha sebanyak 14 orang atau 0,37 %,
agama katholik sebanyak 3 orang atau 0,07 %, agama budha 0, agama hindu 0,
dan lainnya 0.
Tabel 6. Jumlah Penduduk Dan Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Di Desa Karang Rejo Tahun 2007
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 Tidak/Belum Sekolah 704 18,72
2 Tidak Tamat SD 870 23,14
3 SD 1.013 26,94
4 SLTP 634 16,86
5 SLTA 495 13,16
6 Dip I-II 11 0,29
7 Dip. III 8 0,21
8 Dip. IV-S1 22 0,58
9 S2-S3 - -
Jumlah 3.759 100,00
Sumber: BPS Simalungun Kecamatan Gunung Maligas Dalam Angka, 2008
Dari Tabel 6 diketahui jumlah penduduk dan pendidikan tertinggi yang
ditamatkan yaitu sebanyak 3.759 orang, dimana jumlah jumlah pendidikan
tertinggi yang terbanyak yaitu SD sebanyak 1.013 orang, tidak tamat SD sebanyak
(45)
SLTA sebanyak 495 orang, Dip. IV-S1 sebanyak 22 orang, Dip. I-II sebanyak 11
orang, Dip. III sebanyak 8 orang, dan SII-SIII 0.
2. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Untuk Mengetahui jumlah penduduk di Desa Karang Rejo menurut Mata Pencaharian yaitu sebagai berikut :
Tabel 7. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencahariaan di Desa Karang Rejo Tahun 2007
No Mata Pencaharian
Laki-laki Perempuan Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1 Pertanian 119 10 129 5,85
2 Industri 2 - 2 0,09
3 Perdagangan 57 33 90 4,08
4 Transportasi 22 - 22 0,99
5 Jasa/
Pemerintahan
363 113 476 21,61
6 Lainnya 537 946 1483 67,34
Jumlah 1100 1102 2202 100,00
Sumber: BPS Simalungun Kecamatan Gunung Maligas Dalam Angka, 2008
Dari Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang bekerja sebanyak
2202 orang, yaitu laki-laki sebanyak 1100 orang, perempuan 1102 orang, mata
pencaharian penduduk terbesar adalah di bidang jasa atau pemerintahan yaitu
sebesar 476 orang atau 21,61 %, pertanian 129 orang atau 5,85 %, perdagangan 90
orang atau 4,08 %, industri 2 orang atau0,09 %, dan mata pencaharian lainnya
yaitu gabungan dari berbagai macam pekerjaan yang tidak dapat disebutkan satu
(46)
Penggunaan Tanah
Pola penggunaan lahan di Desa Karang Rejo dapat dilihat pada Tabel 4
berikut ini :
Tabel 8. Keadaan Tata Guna Lahan Desa Karang Rejo Tahun 2007 No Jenis Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha)
1 Lahan Sawah 115
2 Tanah Kering 60
3 Bangunan / Pekarangan 143
4 Lain – lain 2
Jumlah 320
Sumber: BPS Simalungun Kecamatan Gunung Maligas Dalam Angka, 2008
Dari Tabel 8 diketahui bahwa lahan yang paling luas adalah bangunan/
pekarangan yaitu sebesar 143 ha, sedangkan lahan sawah sebesar 115 ha, tanah
kering 60 ha, dan lahan lainnya yaitu 2 ha.
Sarana dan Prasarana
Adapun sarana dan prasarana yang tersedia di Desa Karang Rejo adalah
sebagai berikut :
Tabel 9. Sarana dan Prasarana Desa Karang Rejo Tahun 2007 No Saran dan Prasarana Jumlah (Unit)
1. Sekolah a. SD b. SLTP c. SMU
2 1 1 2. Fasilitas Kesehatan
a. Puskesmas b. Klinik
c. Tenaga Medis
1 1 6 3. Tempat Peribadatan
a. Masjid b. Gereja
7 1
(47)
Sarana dan prasarana belum cukup tersedia dalam membantu dan
mempermudah aktivitas kehidupan dan perekonomian masyarakat Desa Karang
Rejo dan juga untuk usaha kerajinan sangkar burung seperti belum adanya pasar
dan lokasinya jauh dari desa dan belum adanya tempat hiburan bagi masyarakat.
Karakteristik Pengusaha Sampel
Karakteristik sampel dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat
pendidikan, pengalaman berusaha kerajinan sangkar burung dari bambu serta
jumlah produksi kerajinan sangkar burung rata-rata perbulan.
Tabel 10. Karakteristik Pengrajin Sampel di Daerah Penelitian
No. Uraian Rata-rata Rentang
1. Umur (tahun) 42.66 32-60
2. Tingkat Pendidikan (Tahun) 9 6-12
3. Pengalaman Berusaha (Tahun) 13 4-30
4. Jumlah Tanggungan (jiwa) 3.5 2-5
5. Jumlah Produksi Sangkar Burung Per Bulan (unit)
12555 9720-16200
Sumber:Analisis Data Primer, 2008 (Lampiran 1)
Dari Tabel 10 diketahui karakteristik Pengrajin sangkar burung rata-rata
berusia 42.66 tahun. Hal ini menjelaskan bahwa usia pengrajin sangkar burung
berada pada usia produktif. Pengrajin sangkar burung rata-rata telah menempuh
pendidikan formal selama 9 tahun. hal ini berarti seluruh pengrajin telah
menamatkan sekolah dasar dan sebagian telah menamatkan sekolah lanjutan.
Rata-rata pengrajin memiliki pengalaman membuat sangkar burung selama 13
tahun. Lamanya pengalaman berusaha mempengaruhi produksi sangkar burung
yang dihasilkan. Rata-rata produksi sangkar burung sebanyak 12555 unit
perbulan. Jumlah tanggungan yang dimiliki pengrajin sangkar burung rata-rata
(48)
HASIL DAN PEMBAHASAN Tahapan Pekerjaan Kerajinan Sangkar Burung
- Tahap 1
Bambu yang sudah ditebang di bersihkan lalu dihaluskan, lalu dirajut atau
diraut menjadi bulat.
- Tahap2
Rotan dilingkarkan dengan menggunakan alat gulungan rotan, lalu dibulatkan
sesuai dengan ukuran sangkar burung.
- Tahap 3
Pengerjaan selanjutnya rotan dilubangi dengan bor , selesai dilubang dibuat
kerangka sangkar burung.
(49)
- Tahap 4
Selanjutnya bambu yang sudah dirajut/diraut menjadi bulat dimasukkan pada
masing-masing rotan yang sudah dilubangi.
- Tahap 5
Setelah selesai merangka dibuat alas bawah dan tutup alas atas dengan bahan
yaitu papan yang dibentuk sesuai dengan model sangkar dan ditambahkan kawat
pada tutup alas atasnya, agar sangkar dapat digantung.
- Tahap 6
Setelah selesai pengerjaan dilakukan finishing, agar sangkar burung tampak
lebih indah, lebih tahan lama. Finishing ini berupa cet atau di vernis.
Setelah finishing sangkar burung dikeringkan hingga warnanya benar-benar
kering, setelah sangkar burung sudah kering, sangkar burung siap untuk
dipasarkan ke agen.
(50)
(51)
Hasil Penelitian
Pendapatan Bersih Usaha Kerajinan Sangkar Burung
Pendapatan bersih adalah hasil bersih yang diperoleh pengrajin dari usaha
kerajinan sangkar burung yang dinyatakan dalam rupiah, yang diperoleh dari
selisih antara total penerimaan dengan total biaya produksi.
Penerimaan
Penerimaan pengrajin sangkar burung diperoleh dari hasil perkalian antara
produksi sangkar burung yang diperoleh dengan harga jual. Pada waktu diadakan
penelitian, harga jual sangkar burung ditetapkan oleh pengrajin sangkar burung
yaitu Rp 11.500 hingga Rp 12.000,-/Unit. Hasil penjualan sangkar burung tiap
pengusaha dijual secara borongan kepada agen yang dipesan terlebih dahulu.
Untuk melihat jelas tentang penerimaan usaha kerajinan sangkar burung
dapat dilihat pada tabel 11 dibawah ini :
Tabel 11. Penerimaan Usaha Kerajinan Sangkar Burung Per Pengrajin Rata-Rata Per Tahun, Tahun 2008
No Komponen
Pendapatan
Rataan
1 Produksi (unit)
Per Pengrajin Per Tahun (unit)
12555
2 Harga Sangkar Burung (Rp/unit) 11.790
3 Penerimaan (Rp)
Per Pengusaha/ Tahun (Rp)
147.555.000
Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2008 (Lampiran 18)
Dari tabel 11 diketahui bahwa rata-rata jumlah produksi sangkar burung
pertahunnya adalah 12555 unit, dengan harga sangkar burung Rp 11.790 per unit,
dan penerimaan per pengrajin sangkar burung sebesar Rp. 147.555.000,-per
(52)
Biaya Produksi
Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan pengrajin dalam
memproduksi sangkar burung. Biaya produksi terdiri dari sarana produksi, tenaga
kerja, dan penyusutan peralatan. Untuk lebih jelas tentang biaya produksi dapat
dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Biaya Produksi Sangkar Burung Per Pengusaha Per Tahun, Tahun 2008
Ket Biaya Produksi (Rp) Biaya Tenaga Kerja (Rp) Biaya Penyusutan (Rp) Total Biaya (Rp) Total 290.836.400 902.431.000 4.937.950 1.198.224.950
Rataan 24.236.367 75.202.583 411.495 99.852.079 Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2008 (Lampiran 11)
Dari tabel 12 dapat dilihat bahwa total biaya produksi Rp 290.836.400
dengan rataan 24.236.367 per tahunnya, biaya tenaga kerja Rp 902.431.000
dengan rataan Rp 75.202.583 per tahunnya, sedangkan biaya penyusutan dengan
total Rp 4.937.950 dengan rataan Rp 411.495 per tahunnya. Sehingga total biaya
keseluruhannya yaitu Rp 1.198.224.950 dengan rata-rata Rp 99.825.079.
Pendapatan Bersih Usaha Kerajinan Sangkar Burung
Pendapatan pengrajin sangkar burung dihitung dengan analisis tabulasi
sederhana, yaitu pendapatan pengrajin diperoleh dari hasil penerimaan sangkar
burung dikurangi dengan biaya produksi selama proses produksi berlangsung.
Untuk melihat lebih jelas tentang pendapatan bersih usaha kerajinan
sangkar burung per pengrajin per tahun dilihat pada tabel 13 dibawah ini :
Tabel 13. Pendapatan Bersih Usaha Sangkar Burung Per Pengrajin Per Tahun 2008
Keterangan Penerimaan (Rp)
Biaya Produksi (Rp)
Pendapatan (Rp) Tahun Total 1.770.660.000 1.198.224.950 629.723.000
Rataan 147.555.000 99.852.079 52.476.916 Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2008 (Lampiran 15)
(53)
Dari tabel 13 dapat diketahui bahwa rata-rata penerimaan usaha kerajinan
sangkar burung Rp147.555.000Per Pengusaha Per tahun, biaya Rp 99.852.079
pertahunnya. Sedangakan pendapatan pengusaha per Tahun rata-rata Rp
52.476.916. Jika dibandingkan dengan dengan Upah Minimum Propinsi (UMP)
yaitu sebesar Rp. 905.000 per bulannya maka pendapatan pengrajin kerajinan
sangkar burung digolongkan tinggi (> UMP). Hal ini berarti bahwa hipotesis
yang menyatakan pendapatan pengrajin sangkar burung diatas UMP diterima.
Kelayakan Dikembangkannya Usaha Kerajinan Sangkar Burung
Dapat dilihat dengan analisa R/C dan ROI sebagai berikut :
No Keterangan R/C ROI
1 Jumlah 18,18 624,39
2 Rata-Rata 1,52 52,03
Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 16, 17)
Biaya Produksi
Biaya produksi pada usaha kerajinan sangkar burung di Desa Karang Rejo
Kabupaten Simalungun terdiri dari biaya sarana produksi, tenaga kerja, dan biaya
penyusutan yang diukur dalam satuan rupiah.
Untuk biaya sarana produksi terdiri dari biaya bambu, rotan, kawat, papan,
paku dan cet. Biaya sarana produksi rata-rata per bulan dan per tahun dapat
(54)
Tabel 14. Biaya Sarana Produksi Rata-Rata dalam 1 Tahun
No Keterangan Biaya Rata-Rata (Rp)
1 Bambu 1.757.700
2 Rotan 2.184.000
3 Kawat 3.069.000
4 Papan 9.652.000
5 Paku 2.184.000
6 Cet 4.983.000
Total Biaya 24.236.367 Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 5)
Tabel 14 menunjukkan bahwa biaya sarana produksi pertahun sebesar Rp.
24.236.367,- per tahunnya, yakni bambu Rp1.757.700, Rotan Rp 2.184.000,
kawat Rp 3.069.000, papan Rp 9.652.000, paku Rp 2.184.000, dan cet Rp
4.983.000 per tahunnya.
Untuk biaya tenaga kerja, besarnya biaya didasarkan pada jumlah tenaga
kerja yang digunakan. Biaya tenaga kerja rata-rata pada usaha kerajinan sangkar
per tahunnya dapat dilihat pada tabel 15.
Tabel 15. Biaya Tenaga Kerja Rata-Rata dalam 1 Tahun Keterangan Total Biaya Tenaga Kerja
(Rp)
Total 902.431.000
Rataan 75.202.583
Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 13)
Tabel 15 menunjukkan bahwa biaya tenaga kerja rata-rata dalam 1 tahun
adalah sebesar Rp 75.202.583,- per tahunnya.
Untuk biaya penyusutan, diukur dari total nilai penyusutan alat-alat yang
digunakan pada usaha kerajinan sangkar burung di Desa Karang Rejo yang
nilainya dipengaruhi oleh harga beli alat-alat yang digunakan tersebut. Adapun
alat-alat yang digunakan pada usaha kerajinan sangkar burung di Desa Karang
(55)
gergajih potong, gunting, tang, palu/martel, dan pisau. Biaya penyusutan rata-rata
pada usaha kerajinan sangkar burung dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Biaya Penyusutan Rata-Rata dalam 1 Tahun
Keterangan Jumlah Sangkar Burung Biaya Penyusutan (Rp)
Tahun 150660 4.937.950
Rataan 12555 411.495
Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 14c)
Tabel 16 menunjukkan bahwa biaya penyusutan rata-rata dalam 1 tahun
adalah sebesar Rp 411.495.
Biaya produksi pada usaha kerajinan sangkar burung di Desa Karang Rejo
adalah total biaya dari biaya sarana produksi, biaya tenaga kerja, dan biaya
penyusutan. Biaya produksi rata-rata pada usaha kerajinan sangkar burung dalam
1 tahun dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Biaya Produksi Rata-Rata dalam 1 Tahun
Keterangan Jumlah Sangkar Burung Biaya Produksi (Rp)
Tahun 150660 1.198.224.950
Rataan 12555 99.852.079
Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran16)
Tabel 17 menunjukkan bahwa biaya produksi rata-rata dalam 1 tahun
adalah sebaesar Rp. 99.852.079.
R/C Ratio
Analisis kelayakan dikembangkannya usaha sangat perlu dilakukan dalam
setiap usaha kerajinan yang akan dijalankan ataupun yang sedang dijalankan.
Dari analisis ini dapat diketahui bagaimana tingkat penerimaan dan pendapatan
bersih yang diperoleh.
Untuk mengetahui kelayakan usaha kerajinan sangkar burung dianalisis
(56)
membandingkan nilai penerimaan (revenue) usaha kerajinan sangkar burung
dengan total biaya produksi (cost) yang dikorbankan dengan batasan sebagai
berikut :
• R/C Ratio > 1, maka usaha kerajinan sangkar burung menguntungkan dan layak untuk dikembangkan
• R/C Ratio < 1, maka usaha kerajinan sangkar burung rugi dan tidak layak untuk dikembangkan
• R/C Ratio = 1, maka usaha kerajinan sangkar burung berada pada titik impas (Break Event Point).
Untuk mengetahui nilai R/C pada usaha kerajinan sangkar burung didaerah
penelitian dapat dilihat pad tabel 18.
Tabel 18. Analisis Rata-Rata R/C Ratio Usaha Kerajinan Sangkar Burung Dalam 1 Tahun, Tahun 2008
Keterangan Rata-Rata Penerimaan
Rata-Rata Total Biaya
Produksi
Nilai R/C Ratio
Per Tahun 147.555.000 99.852.079 1,52
Sumber : Analisis Data Primer Tahun 2008 (Lampiran 21)
Dari tabel 18 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata R/C adalah 1,52per
tahunnya artinya menunjukkan bahwa dari Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan
diperoleh keuntungan sebesar 1,52 hal ini berarti R/C Ratio > 1 yang artinya
usaha kerajinan sangkar burung didaerah penelitian layak untuk dikembangkan.
Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa usaha kerajinan sangkar burung layak
(57)
ROI
Berdasarkan nilai ROI (tingkat pengembalian modal) dapat diketahui
bagaimana peluang usaha kerajinan sangkar burung dari bambu di daerah
penelitian. Nilai ROI per pengrajin rata-rata per tahun sebesar 52,03%
artinyasetiap penanaman modal sebesar Rp 100 akan diperoleh keuntungan bersih
sebesar Rp 52,03.
Nilai ROI diatas tingkat suku bunga (6,25%) menunjukkan bahwa usaha
kerajinan sangkar burung dari bambu layak diusahakan. Dengan demikian
hipotesis yang menyatakan usaha kerajinan sangkar burung adalah usaha yang
menguntungkan dan layak untuk diusahakan diterima.
Peluang dan Strategi Pengembangan Usaha Kerajinan Sangkar Burung Menentukan Faktor-Faktor Strategi Eksternal
Adapun faktor-faktor strategi eksternal dalam pengembangan usaha
kerajinan sangkar burung di Desa Karang Rejo adalah sebagai berikut :
a. Peluang
- Permintaan pasar terhadap sangkar burung cukup tinggi.
Dari hasil wawancara terhadap pengusaha sampel dilapangan, diketahui
bahwa pengusaha masih sulit untuk memenuhi permintaan pelanggan
mereka. Permintaan tidak hanya dari sekitar desa saja, tetapi juga di kota
hingga keluar kota. Padahal permintaan tersebut masih untuk keperluan
hobi saja, juga motif yang beranekaragam, dan aneka warna sesuai dengan
permintaan dan selera pelanggan.
(58)
Relasi-relasi yang dapat menampung produksi kerajinan sangkar burung.
- Harga sangkar burung relatif stabil
Harga sangkar burung antara pengrajin dengan pengrajin lainnya tidak
berbeda, pengrajin mengikuti harga pasar.
- Pembeli membuat hubungan yang baik dengan pengrajin
Pembeli memahami bahwa produksi sangkar burung ini masih dirasakan
kurang sehingga ia harus membuat hubungan yang baik dengan
pengrajin. Untuk sangkar burung yaitu dengan memesan terlebih dahulu,
pemesan datang untuk mengambil pesanan, dan mencari alternatif
pemecahan masalah yang dihadapi pengrajin.
b. Ancaman
- Adanya persaingan bentuk dan motif
Pengrajin dituntut lebih kreatif dalam membuat design sangkar burung,
warna yang dipilih, serta ketahanan bahan dan warna, sehingga dapat
menyaingi pengrajin lainnya dalam menciptakan model-model sangkar
burung yang lebih baik lagi
- Serangan hama dan penyakit
Serangan hama penyakit yang ada dilingkungan merupakan ancaman bagi
pengrajin sangkar burung, misalnya penyakit flu burung, dan hari libur
atau hari besar menyebabkan terhambatnya produksi sangkar burung. Hal
ini akan mengakibatkan penurunan pendapatan pada pengusaha sangkar
burung.
(59)
Kurang berperannya antar pengrajin dapat mengakibatkan
informasi-informasi tentang perkembangan kerajinan sangkar burung saat ini.
Pengrajin juga tidak dapat berdiskusi tentang masalah yang dihadapi serta
bagaimana mengatasi masalah. Hal ini juga akan berakibat terhadap
kemajuan usahanya.
Menentukan Faktor Strategi Internal
Adapun faktor-faktor strategi internal dalam pengembangan usaha
kerajinan sangkar burung di Desa Karang Rejo adalah sebagai berikut :
a. Kekuatan
- Tanaman bambu mudah diperoleh
sebagian besar penduduk memeiliki tanaman bambu yang ditanam tidak
jauh dari tempat tinggalnya
- Keterampilan pengrajin tinggi
Rata-rata pengrajin sudah berpengalaman lebih dari 9 tahun dapat dilihat
pada lampiran 1, sehingga pengrajin tidak kesulitan lagi dalam membuat
sangkar burung, pengrajin hanya tinggal mengembangkan ide-idenya
dalam membuat model baru untuk mengembangkan usahanya.
b. Kelemahan
- Modal terbatas
Modal terbatas dapat diketahui dari input produksi yang dimiliki rata-rata
pengrajin sampel masih terbatas. Hal ini dapat mengakibatkan produktifitas
usaha mereka tidak optimal.
(60)
Kebanyakan pengrajin tidak begitu memperhatikan model sangkar
burungnya yang monoton, kurang kreatif membuat model baru, corak dan
warna, baik untuk memberi nilai tambah berupa sentuhan seni dan kreatifitas
agar lebih menarik. Hanya kurang dari 10 dari 30 pengrajin sangkar burung
ini yang memiliki keterampilan yang lebih dalam membuat kerajinan
sangkar burung dari bambu ini. Hali ini berdampak juga terhadap
pendapatan pengrajin.
Penentuan Alternatif Strategi
Penentuan alternatif strategi yang sesuai bagi pengembangan usaha
kerajinan sangkar burung dari bambu adalah dengan cara membuat matrik SWOT.
Matrik SWOT ini dibangun berdasarkan faktor-faktor strategi baik eksternal
maupun internal yang terdiri dari peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan.
Berdasarkan Matrik SWOT maka dapat disusun empat strategi utama yaitu
SO, WO, ST, dan WT. Alternatif strategi bagi pengembangan usaha kerajinan
(61)
Penentuan Strategi dengan Matrik SWOT
Internal
Eksternal
Kekuatan (S) Kelemahan (W)
1. Tanaman bambu mudah diperoleh
2. Keterampilan pengrajin tinggi
1. Modal terbatas
2.Kurangnya seni dan hobby
Peluang (O) Strategi ‘SO’ Strategi ‘WO’
1. Permintaan pasar terhadap sangkar burung cukup tinggi 2. Relasi mendukung 3. Harga sangkar burung
relatif stabil 4. Pembeli membuat
hubungan yang baik dengan pengrajin
1. Memperluas jaringan pemasaran (S1, S2, O2, O3, O4)
2. Menjaga hubungan baik dengan pelanggan (S2, O4)
1. Inisiatif kredit untuk menambah modal (W1, O1, O2, O3, O4) 2. Sangkar burung
dipasarkan setiap hari (S1, O2, O4)
3. Mengikuti pelatihan-pelatihan untuk menambah kreatifitas (O2, O4)
Ancaman (T) Strategi ‘ST’ Strategi ‘WT’
1. Adanya persaingan bentuk dan motif 2. Serangan hama
penyakit
3. Lembaga-lembaga yang terkait kurang berperan
1.Menciptakan harga kompetitif (S2, T1) 2.Memanfaatkan
pengetahuan pengrajin dalam memberikan sentuhan kreatifitas agar kerajinan sangkar burung tetap menarik (S2, T1)
3. Menggunakan
pengetahuan yang ada dalam menghadapi serangan penyakit pada lingkungan (S2, T2) 4. Komunikasi antar
pengrajin ditambah, agar informasi semakin bertambah (S2, T3)
1. Meminta pemerintah agar peduli dalam pengembangn kerajinan sangkar burung, dan
menambah informasi mengenai kerajinan sangkar burung (W1, T3)
2. Mencari informasi dari koran, radio, dinas terkait untuk menambah
pengetahuan tentang teknologi (W2, T1, T2)
Gambar 2. Penentuan Strategi dengan Matrik SWOT
(62)
Strategi ‘SO’
Strategi pengembangan usaha kerajinan sangkar burung dari bambu di
Desa Karang Rejo dengan menggunakan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan
peluang yang ada, yaitu :
1. Memperluas jaringan pemasaran (S1, S2, O2, O3, O4)
Bertujuan untuk meningkatkan hasil produksi kerajinan sangkar burung untuk
memenuhi permintaan pasar yang tinggi dengan didukung oleh harga yang
relatif stabil sehingga dapat meningkatkan pendapatan pengusaha.
2. Menjaga hubungan baik dengan pelanggan (S2, O4)
Bertujuan agar pelanggan tidk beralih ke pengrajin lain yang dapat
menyebabkan kerugian bagi pengusaha yang bersangkutan.
Strategi ‘WO’
Strategi pengembangan usaha kerajinan sangkar burung di Desa Karang
Rejo dengan meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang yang ada,
yaitu :
1. Inisiatif kredit untuk menambah modal (W1, O1, O2, O3, O4)
Skala usaha yang lebih luas umumnya bermodal besar namun demikian dapat
memperkecil biaya usaha kerajinannya, sehingga dapat meningkatkan
pendapatan keluarga.
2. Sangkar burung dipasarkan setiap hari (S1, O2, O4)
Informasi pasar yang tinggi dengan didukung oleh hubungan yang baik
(63)
dihasilkan setiap harinya terjual, Sehingga kerajinan sangkar burung terjual
semuanya.
3. Mengikuti pelatihan-pelatihan untuk menambah kreatifitas (O2, O4)
Pengrajin dapat mengetahui bagaimana cara memberikan nilai tambah pada
kerajinan sangkar burung sehingga pengrajin dapat meningkatkan pendapatan
keluarganya.
Strategi ‘ST’
Strategi pengembangan usaha kerajinan sangkar burung di Desa Karang
Rejo dengan menggunakan seluruh kekuatan untuk mengatasi ancaman yang ada,
yaitu :
1. Menciptakan harga kompetitif (S2, T1)
Bertujuan agar pasar kerajinan sangkar burung tetap ada, sehingga usaha
kerajinan sangkar burung tetap exist.
2. Memanfaatkan pengetahuan pengrajin dalam memberikan sentuhan kreatifitas
agar kerajinan sangkar burung tetap menarik (S2, T1)
Bertujuan agar konsumen khususnya bagi yang hobby memelihara burung
tetap senang memakai sangkar burung.
3. Menggunakan pengetahuan yang ada dalam menghadapi serangan penyakit
pada lingkungan (S2, T2)
Bertujuan agar produksi yang dihasilkan setiap harinya optimal sehingga
keuntungan yang diperoleh pengusaha maksimal.
4. Komunikasi antar pengrajin ditambah, agar informasi semakin bertambah (S2, T3)
(64)
Bertujuan agar terjalin kerjasama yang baik dan dapat memecahkan masalah
secara bersama-sama, sehingga tujuan lebih mudah tercapai yaitu memperoleh
laba yang maksimal.
Strategi ‘WT’
1. Meminta pemerintah agar peduli dalam pengembangn kerajinan sangkar
burung, dan menambah informasi mengenai kerajinan sangkar burung (W1, T3) Bertujuan untuk memberikan pelatihan kepada pengrajin yang hobby
membuat sangkar burung dengan inovasi dan corak yang baru dan berbeda, dan
cara-cara pembuatannya, sehingga produksi optimal.
2. Mencari informasi dari koran, radio, dinas terkait untuk menambah
pengetahuan tentang teknologi (W2, T1, T2)
Pengrajin perlu mengetahui informasi tentang teknologi, terlebih karena
sangkar burung motif dan coraknya diberbagai daerah dan kota sudah semakin
banyak dengan menggunakan alat dan teknologi yang lebih canggih, sehingga
sangat membantu dalam memproduksi kerajinan sangkar burung. Sehingga
dapat menjadi sebuah usaha berwawasan agribisnis, yang pada akhirnya juga
(65)
Hambatan yang Dihadapi dan Upaya Untuk Mengatasinya Hambatan
Dalam pengembangan usaha kerajinan sangkar burung di daerah
penelitian, banyak ditemukan berbagai kendala yang dihadapi oleh pengusaha
sangkar burung dari bambu, baik masalah internal maupun masalah eksternal.
Kendala-kendala tersebut dapat menghambat pengembangan usaha kerajinan
sangkar burung di daerah penelitian.
Dibawah ini akan diuraikan kendala-kendala atau hambatan yang dihadapi
oleh pengusaha dalam pengembangan usaha kerajinan sangkar burung, yaitu :
1. Modal terbatas
Modal merupakan salah satu kendala yang menghambat dalam
pengembangan usaha kerajinan sangkar burung dari bambu. Modal yang dimiliki
pengusaha umumnya adalah modal sendiri. Untuk memperluas skala produksi
akan membutuhkan tambahan input produksi (tenaga kerja, bahan-bahan dan
alat-alat kerajinan) sehingga dibutuhkan modal tambahan.
Alasan pengusaha tidak meminjam modal adalah karena bunga kredit yang
ditawarkan terlalu besar, sehingga sulit dalam pembayaran. Akibat terbatasnya
modal, juga menyebabkan pengusaha kurang kreatifitas dan corak yang dihasilkan
dalam pembuatan sangkar burung.
Sebagaimana diketahui, Desa Karang Rejo Kabupaten Simalungun sarana
dan prasarana yang dibutuhkan cukup memadai, sehingga dalam pemasaran tidak
sulit sehingga sangkar burung yang dipesan diambil sendiri oleh pemesan sendiri.
(1)
memelihara burung, dan lebih berhati-hati. Sehingga adanya wabah flu burung sangat mengganggu penjualan dari kerajinan sangkar burung itu sendiri.
5. Lembaga-lembaga terkait kurang berperan
Kurangnya dukungan pemerintah dan pelatihan keterampilan, di daerah penelitian, pengrajin tidak pernah mengikuti pelatihan kerajinan khususnya kerajinan sangkar burung dari bambu. Sehingga banyak pengrajin yang kurang kreatif dalam mengembangkan model-model baru dan corok yang baru dalam pembuatan kerajinan sangkar burung dari bambu. Begitu juga informasi yang sangat minim seperti buku khususnya untuk kerajinan sangkar burung dari bambu, dan cara penegmbangan sangkar burung ini sendiri.
Untuk lebih jelasnya, masalah-masalah yang dihadapi pengusaha dalam pengembangan kerajinan sangkar burung di Desa Karang Rejo dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Masalah-Masalah yang Dihadapi Pengusaha Berdasarkan Sumbernya (Internal/Eksternal) dan Klasifikasinya (Kelemahan/Ancaman)
No. Kendala-Kendala Sumber Klasifikasi
Internal Eksternal Kelemahan Ancaman 1. 2. 3. 4. 5. Modal terbatas Kurangnya seni dan hobby
Adanya persaingan model dan motif Serangan hama dan penyakit dilingkungan Lembaga-lembaga terkait kurang berperan
v v v v v v v v v v
(2)
Upaya-upaya yang Dapat Dilakukan Untuk Mengatasi Kendala yang Dihadapi dalam Usaha Kerajinan Sangkar Burung Dari Bambu
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala yang dihadapi dalam usaha kerajinan sangkar burung dari bambu adalah sebagai berikut 1. Membentuk Mitra Usaha
Adanya mitra usaha sangat diperlukan untuk kemudahan dalam menjalankan produksi agar lebih menguntungkan. Dalam usaha pembuatan kerajinan sangkar burung dari bambu yang digunakan untuk memelihara burung bisa melakukan kerjasama (bermitra) dengan agen pembuat kerajinan untuk rumah tangga. Dengan adanya mitra usaha ini pengrajin lebih mudah dalam memasarkan sangkar burungnya dengan harga sesuai kesepakatan bersama.
2. Membuat Variasi Model dan Corak Sangkar Burung
Untuk memperluas pasar kerajinan sangkar burung dan agar pengrajin memperoleh penghasilan maka sebaiknya pengrajin tidak hanya membuat model sangkar burung yang lama atau biasa saja dan monoton. Akan tetapi melakukan variasi dengan membuat model dan corak yang baru. Sehingga pengraji masih tetap dapat mendapatkan penghasilan dari membuat kerajinan sangkar burung.
(3)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Rata-rata pendapatan pengusaha sangkar burung dari bambu didaerah penelitian adalah sebesar Rp 52.476.916 pertahunnya artinya pengrajin didaerah penelitian memiliki pendapatan diatas UMP.
2. Berdasarkan analisis finansial, nilai R/C Ratio rata-rata secara keseluruhan adalah sebesar1,52 yang lebih besar dari 1 dan ROI Rp 52,03 diatas tingkat suku bunga (6,25%) maka usaha kerajinan sangkar burung dari bambu layak untuk dikembangakan.
3. Peluang dan strategi pengembangan usaha kerajinan sangkar burung di masa yang akan datang dilihat dari masalah-masalah yang dihadapi pengrajin adalah memperluas usaha kerajinan sangkar burung, memperluas jaringn pemasaran, kreatif dalam membuat inovasi baru yakni model dan corak sangkar burung, menjaga hubungan baik dengan pelanggan, menciptakan harga kompetitif, memberikan nilai tambah/sentuhan kreatifitas agar sangkar burung semakin menarik, menggunakan pengetahuan yang ada untuk menghadapi isu penyakit yang ada, dan saling bertukar informasi antar pengrajin sangkar burung.
Saran
1. Kepada Pengrajin
- Agar meningkatkan produktifitas kerajinan sangkar burung dengan menciptakan model-model terbaru yang lebih menarik, seperti bahan atau alat-alat yang digunakan.
(4)
- Agar meningkatkan keterampilan dalam hal menangni pasar. Misalnya dalam memberi nilai tambah pada sangkar burung dengan membuat bentuk yang menarik sehingga dapat meningkatkan pendapatan.
- Agar menjajaki pasar nasional dan ekspor yaitu bekerjasama dengan pengusaha sangkar burung yang ada di berbagai daerah di Indonesia untuk meningkatkan produksi dan pengembangan usaha kerajinan sangkar burung.
2. Kepada Pemerintah
Peranan dan turut campur pemerintah dalam mendukung kerajinan dari bambu seoerti sangkar burung yang dapat dikembangkan, dalam hal menciptakan kresi-kreasi baru yang dapat membuka lapangan pekerjaan sehingga membantu pendapatan keluarga, sehingga kreatifitas tercipta hingga kenegara luar.
3. Kepada Peneliti
Diharapkan melakukan penelitian lebih lanjut terhadap perkembangan usaha kerajinan sangkar burung dilihat dari jumlah dan nilai eksportnya.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Berlian, N. V. A dan E. Rahayu. 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar Swadaya, Jakarta.
BPS, 2008. Gunung Maligas Dalam Angka 2008. BPS, Simalungun. Duryatmo, S. 1999. ”Bambu Tali Multifungsi”. Trubus.
Haming, M. dan S. Basalamah, 2003. Studi Kelayakan Investasi: Proyek dan Bisnis. Jakarta: PPM
Husodo, S.Y., B. Saragih, H.S. Dillon, dan M. Nasution, 2004. Pertanian Mandiri. Jakarta: Penebar Swadaya
Iwanuono, S., 2002. Kiat Sukses Berwirausaha: Strategi Baru Mengelola Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia
Kadariah, Karlina, L. dan C.Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta.
Khotimah, K. dkk. 2002. Evaluasi Proyek dan Perencanaan Usaha. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Narbuko, C. dan A. Achmadi, 1997. Metodologi Penelitian. Bumi Aksara: Jakarta
Paimin, F.R. 2001. ”Agar Bambu Tahan Lama”. Trubus
Rangkuti, F. 1998. Analisis SWOT Teknik Membedah Bisnis. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sahara, D., dkk., 2004. Peluang Pengembangan Kerajinan Sangkar Burung. BPTP Sumatera Utara.
(6)
Simanjuntak, S.B., 2004. Bahan Kuliah: Pengantar Ilmu Pertanian. Medan: USU-Press.
Soekartawi, 1995. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
, 2000. Pengantar Agroindustri. Jakarta: RajaGrafindo Persada , 2002. Analisis Usahatani. Jakarta: UI-Press
Subri, M. 1999. Ekonomi Sumberdaya Manusia. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Surota, 1992. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan Kerja.
Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Suryana, A. A. Pakpahan dan A. Djauhari. 1990. Diversifikasi Pertanian Dalam Proses Mempercepat Laju Pembangunan Nasional. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Tarigan, K. 2002. Ekonomi Pertanian, FP USU, Medan.
Tim Elsppat, 1999. Pengawetan Kayu dan Bambu. Puspa Swara, Jakarta. Tohir, A. Kaslan. 1991. Usaha Tani Indonesia. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Wasis, 1997. Pengantar Ekonomi Perusahaan Alumni, Bandung.
Wibowo, R., 1999. Refleksi Pertanian: Tanaman Pangan & Hortikultura Nusantara. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Winarno, F.G. 1992. Rebung, Teknologi dan Pengolahan. Sinar Harapan, Jakarta.