Tinjauan Kepustakaan Untuk lebih mempermudah pembaca mengetahui isi skripsi ini dan untuk

Perdinan Markos Sianturi : Penelantaran Istri Oleh Suami Sebagai Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dan Penerapan Hukumnya Studi Kasus No: 378Pid.B2007PN-Medan dan STUDI KASUS No: 1921Pid.B2005PN-Medan, 2008. USU Repository © 2009 demi terciptanya masyarkat yang tertib, hukum yang adil dan memberi kepastian hukum bagi masyarkat. Penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan solusi terhadap problematika dalam masyarakat yaitu tindakan penelantaran rumah tangga dalam masyarkat.

E. Tinjauan Kepustakaan Untuk lebih mempermudah pembaca mengetahui isi skripsi ini dan untuk

menjaga tidak terjadi kesalahpahaman, maka perlu kiranya diberikan beberapa uraian sebagai berikut: a Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidanapristiwa pidanaperbuatan pidanaperbuatan- perbuatan yang dihukum strafbar feit mempunyai arti yang sama, seperti yang dikemukakan oleh beberapa sarjana berikut: 6 1. Mezger menyatakan tindak pidana adalah keseluruhan syarat untuk adanya pidana. 2. J.Bauman menyatakan tidak pidana adalah kesluruhan syarat untuk adanya pidana. 3. Karni menyatakan perbuatan pidana adalah delik yang mengandung perbuatan perlawanan hak, yang dilakukan dengan salah dan dosa, oleh orang yang sempurna akal budinya dan kepada siapa perbuatan patut dipertanggungkan. 4. wirjono prodjodikoro menyatakan tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana. 6 Sudarto, Hukum Pidana I,Semarang: Yayasan Sudarto, 1990, hal 41-43 Perdinan Markos Sianturi : Penelantaran Istri Oleh Suami Sebagai Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dan Penerapan Hukumnya Studi Kasus No: 378Pid.B2007PN-Medan dan STUDI KASUS No: 1921Pid.B2005PN-Medan, 2008. USU Repository © 2009 5. W.P.J Pompe menyatakan bahwa menurut hukum positip strafbar feit adalah tindakan daripada feit yang diancam pidana dalam ketentuan Undang-undang. Didalam teori beliau menyatakan bahwa strafbar feit adalah perbuatan yang bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana. Hukum pidana Belanda memakai istilah strafbar feit, kadang-kadang juga delik yang berasal dari bahasa latin delictum. Hukum pidana negara-negara anglo- saxon memakai istilah offense atau criminal act untuk maksud yang sama. Oleh karena KUHP Indonesia bersumber pada WvS Belanda, maka istilah aslinya pun sama yaitu sraffbar feit. Timbulah masalah dalam menterjemahkan istilah strfbaarfeit ke dalam bahasa Indonesia. Moeljatno dan Roeslan Saleh memakai istilah perbuatan pidana meskipun tidak untuk menterjemahkan strafbaar feit itu. Moeljatno menolak istilah peristiwa pidana karena katanya peristiwa itu adalah pengertian yang konkret yang hanya menunjukan kepada suatu kejadian saja, misalnya matinya orang. Hukum pidana tidak melarang orang mati, tetapi melarang adanya orang mati karena perbuatan orang lain. Sekarang ini semua Undang-undang telah memakai istilah tindak pidana, seperti Undang-undang Tindak Pidana Ekonomi, Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi, Undang-undang Tindak Pidana Suap, dan seterusnya. Istilah tindak pidana itupun tidak disetujui oleh Moeljatno, antara lain dikatakan bahwa “tindak” sebagai kata tidak begitu dikenal, maka perundang-undangan yang Perdinan Markos Sianturi : Penelantaran Istri Oleh Suami Sebagai Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dan Penerapan Hukumnya Studi Kasus No: 378Pid.B2007PN-Medan dan STUDI KASUS No: 1921Pid.B2005PN-Medan, 2008. USU Repository © 2009 memakai kata “tindak pidana” baik dalam Pasal-Pasalnya sendiri, maupun dalam penjelasannya hampir selalu memakai pula kata “Perbuatan”. 7 Tetapi A. Z. Abidin menambahkan bahwa lebih baik dipakai istilah padananya saja, yang umum dipakai oleh para sarjana saja, yaitu delik. Memang jika diperhatikan hampir semua penulis memakai istilah “delik” disamping istilahnya sendiri seperti Roeslan Saleh disamping memakai “Perbuatan Pidana” juga memakai istilah “delik”, begitu pula Oemar Seno Adji, disamping memakai istilah “tindak pidana” juga memakai istilah “delik”. 8 Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah setiap pebuatan-perbuatan seseorang yang melanggar hukum baik berupa pelanggaran maupun kejahatan yang memberikan hak kepada pemerintah untuk menjatuhkan sanksi pidana terhadap perbuatan tersebut. Didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana mengenal adanya mengenal adanya delik aduan, yang mana delik tersebut juga ada dua jenis yaitu: Melihat hal tersebut ternyata masih ada kontroversi antara pengertian tindak pidana dan delik pidana akan tetapi penulis akan menggunakan bahasa yang lebih sering digunakan oleh aparat penegak hukum yaitu istilah tindak pidana dengan alasan agar lebih menyesuaikan dengan penggunaan bahasa dalam realita peradilan yang ada saat ini. 9 1. Delik aduan yang absolut 7 Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawaban Dalam Hukum Pidana, Jogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada, 1959, hal 8 Roeslan Saleh, Sifat Melawan Hukum Dari Perbuatan Pidana, Jakarta : Aksara Baru,1983, hal 9 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I,Jakarta: PT Grafindo Persada,2002, hal 129 Perdinan Markos Sianturi : Penelantaran Istri Oleh Suami Sebagai Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dan Penerapan Hukumnya Studi Kasus No: 378Pid.B2007PN-Medan dan STUDI KASUS No: 1921Pid.B2005PN-Medan, 2008. USU Repository © 2009 Yaitu tiap delik yang dalam keadaan apapun hanya dapat dilakukan penuntutan apabila telah adanya pengaduan tentang telah terjadinya suatu tindak pidana. 2. Delik aduan yang relatif Yaitu tiap delik yang memberikan kesempatan kepada pemerintah dalam melakukan penuntutan apabila tidak adanya pengaduan. b Pengertian Kekerasan dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Secara umum pengertian kekerasan adalah: “Perihal yang bersifat, berciri keras:Perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cidera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan atau barang orang lain: Paksaan.” 10 10 Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia , Jakarta: Balai Pustaka,edisi ketiga,2001, hal 425 Dalam kenyataan ditengah masyarakat, sejumlah besar kekerasan terhadap perempuan tidak mendapatkan perhatian yang memadai dalam sistem hukum, termasuk aparat hukumnya sendiri dan juga budaya hukum yang ada di dalam masyarakat. Hal ini erat hubungannya dengan makna kekerasan atau persepsi mengenai tindak kekerasan itu sendiri dalam masyarakat. Tindak kekerasan atau Violence pada dasarnya merupakan suatu konsep yang makna dan isinya sangat bergantung pada masyarakat itu sendiri, seperti yang dikemukakan oleh Michael Levi Dikutip dari Michael Levi 1994 Pengertian kekerasan secara yuridis dapat dilihat pada Pasal 89 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yaitu: “membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunkan kekerasan.” Perdinan Markos Sianturi : Penelantaran Istri Oleh Suami Sebagai Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dan Penerapan Hukumnya Studi Kasus No: 378Pid.B2007PN-Medan dan STUDI KASUS No: 1921Pid.B2005PN-Medan, 2008. USU Repository © 2009 Pingsan diartikan hilang ingatan atau tidak sadar akan dirinya. Kemudian, yang dimaksud tidak berdaya dapat diartikan tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali sehingga tidak mampu mengadakan perlawanan sama sekali, tetapi seseorang tiadak berdaya itu masih dapat mengetahui yang terjadi pada dirinya. Pengertian kekerasan seperti tersebut diatas dapat dikatakan penganiayaan. 11 Dari dua definisi tersebut diatas terlihat untuk siapa Undang-undang ini diberlakukan tidaklah semata-mata untuk kepentingan perempuan saja, tetapi untuk semua orang dan mereka yang mengalami subordinasi. Dikutip dari Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga menurut Pasal 1 Uandang- Undang 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga sebenarnya adalah: Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama permpuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaraan rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Menurut draft Usulan Perbaikan Atas Rancangan Undang-undang Anti Kekerasan dalam Rumah Tangga yang diusulkan oleh Badan Legislatif DPR tanggal 6 Mei 2003, dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah: Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berkibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, dan atau psikologis, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang dalam lingkup rumah tangga. 11 R.Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor: Politeae, 1993, hal 98 Perdinan Markos Sianturi : Penelantaran Istri Oleh Suami Sebagai Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dan Penerapan Hukumnya Studi Kasus No: 378Pid.B2007PN-Medan dan STUDI KASUS No: 1921Pid.B2005PN-Medan, 2008. USU Repository © 2009 Schafer dan Caentano 1998 dalam Elizabet Kandel Englander menyatakan bahwa pihak yang mengalami suberdinasi dalam kenyataanya bukan hanya perempuan, baik yang dewasa maupun anak-anak, melainkan juga laki-laki, baik dewasa maupun anak-anak. Hanya saja selama ini fakta menunjukan bahwa korban yang mengalami Kekerasan dalam Rumah Tangga sebagian besar adalah perempuan. c Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga Kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga, menurut Pasal 5 Undang- undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga meliputi: kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran rumah tangga. Kekerasan fisik menurut Pasal 6 Undang-undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah: “Perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.” Jika dibandingkan dengan draft Rancangan Undang-undang Kekerasan dalam Rumah Tangga yang dibuat oleh Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan, kekerasan fisik diartikan sebagai: “sakit, cedera, luka, atau cacat pada tubuh seseorang. Dari kedua definisi di atas terdapat perbedaan-perbedaan, bahkan dalam penjelasan Undang-undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang dimasud dengan rasa sakit adalah: “kondisi seseorang mengalami penderitaan dan menjadi tidak berdaya paling singkat dalam waktu 1 x 24 jam. Kemudian yang dimasud dengan kekerasan psikis menurut Pasal 7 Undang-undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah: Perdinan Markos Sianturi : Penelantaran Istri Oleh Suami Sebagai Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dan Penerapan Hukumnya Studi Kasus No: 378Pid.B2007PN-Medan dan STUDI KASUS No: 1921Pid.B2005PN-Medan, 2008. USU Repository © 2009 “Perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada sesorang.” Contoh-contoh perbuatan yang dikategorikan kekerasan psikis adalah sebagai berikut: menghina, mengancam, atau menakut-nakuti sebagai sarana untuk memaksakan kehendak, mengisolasi istri dari dunia luar. Selanjutnya yang dimaksud dengan kekerasan seksual menurut Pasal 8 Undang-undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah: a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut. b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersil danatau tujuan tertentu. Dalam Undang-undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga hanya memberi penjelasan pada Pasal 8 huruf a bahwa: “Yang dimaksud dengan kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara yang tidak wajar danatau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil danatau tujuan tertentu.” Kemudian, untuk penjelasan Pasal 8 huruf b hanya disebutkan cukup jelas. Jika dicermati, penjelasan huruf a ini seharusnya diperuntukan untuk huruf b. Selanjutnya, penelantaran rumah tangga menurut Pasal 9 Undang-undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah: 1. Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkungan rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. 2. Penelataran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi danatau melarang untuk bekerja yang layak di dalam dan atau diluar rumah sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut. Perdinan Markos Sianturi : Penelantaran Istri Oleh Suami Sebagai Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dan Penerapan Hukumnya Studi Kasus No: 378Pid.B2007PN-Medan dan STUDI KASUS No: 1921Pid.B2005PN-Medan, 2008. USU Repository © 2009

F. Metode Penelitian 1.

Dokumen yang terkait

Pencabutan Delik Aduan Dalam Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dan Akibatnya Dalam Peradilan Pidana (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. Reg. : 1276/Pid.B/2007PN.LP)

3 144 102

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN PENELANTARAN OLEH SUAMI DALAM RUMAH TANGGA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

3 29 59

Penerapan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Tindak Pidana Penelantaran Anak (Studi Putusan No: 2632 Pid.B/2013/PN-Mdn dan Putusan No: 498 Pid.B/2014/PN-Rap)

2 48 113

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI (Studi kasus di Poltabes Padang).

0 3 6

Penerapan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Tindak Pidana Penelantaran Anak (Studi Putusan No: 2632 Pid.B 2013 PN-Mdn dan Putusan No: 498 Pid.B 2014 PN-Rap)

0 0 7

Penerapan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Tindak Pidana Penelantaran Anak (Studi Putusan No: 2632 Pid.B 2013 PN-Mdn dan Putusan No: 498 Pid.B 2014 PN-Rap)

0 0 1

Penerapan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Tindak Pidana Penelantaran Anak (Studi Putusan No: 2632 Pid.B 2013 PN-Mdn dan Putusan No: 498 Pid.B 2014 PN-Rap)

0 0 25

Penerapan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Tindak Pidana Penelantaran Anak (Studi Putusan No: 2632 Pid.B 2013 PN-Mdn dan Putusan No: 498 Pid.B 2014 PN-Rap)

0 0 34

Penerapan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Tindak Pidana Penelantaran Anak (Studi Putusan No: 2632 Pid.B 2013 PN-Mdn dan Putusan No: 498 Pid.B 2014 PN-Rap)

0 0 2

PENELANTARAN RUMAH TANGGA TERHADAP ISTRI SEBAGAI BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDI KASUS DI LRC-KJHAM SEMARANG) SKRIPSI Diajukan guna memenuhi persyarat

0 0 10