Dasar Perspektif Model Dan Pemodelan Pada Pembelajaran Matematika Dan Problem Solving Di Sekolah Menengah Atas (SMA)

DASAR PERSPEKTIF MODEL DAN PEMODELAN
PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DAN
PROBLEM SOLVING DI SEKOLAH
MENENGAH ATAS (SMA)

TESIS

Oleh

ROSMARTINA
087021065/MT

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara

DASAR PERSPEKTIF MODEL DAN PEMODELAN
PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DAN

PROBLEM SOLVING DI SEKOLAH
MENENGAH ATAS (SMA)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam
Program Studi Magister Matematika pada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara

Oleh

ROSMARTINA
087021065/MT

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010


Universitas Sumatera Utara

Judul Tesis

: DASAR PERSPEKTIF MODEL DAN PEMODELAN
PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA
DAN PROBLEM SOLVING DI SEKOLAH
MENENGAH ATAS (SMA)
Nama Mahasiswa : Rosmartina
Nomor Pokok
: 087021065
Program Studi
: Matematika

Menyetujui,
Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Herman Mawengkang)
Ketua


(Dr. Saib Suwilo, M.Sc)
Anggota

Ketua Program Studi,

Dekan,

(Prof. Dr. Herman Mawengkang)

(Prof.Dr.Eddy Marlianto,M.Sc)

Tanggal lulus: 17 Mei 2010

Universitas Sumatera Utara

Telah diuji pada
Tanggal 17 Mei 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua
: Prof. Dr. Herman Mawengkang
Anggota : 1. Dr. Saib Suwilo, M.Sc
2. Dr. Tulus, M.Si
3. Dra. Mardiningsih, M.Si

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Pemodelan matematika adalah sebuah aktifitas matematika yang kompleks, dalam
pengajaran dan pembelajaran dari pemodelan dan aplikasinya, melibatkan banyak
aspek dari pemikiran matematika dan pembelajaran. Model matematika tidak hanya
digunakan dalam pelajaran matematika dan ilmu alam (seperti Fisika, Biologi, Ilmu
Bumi, Meteorologi, dan Tehnik) tetapi juga dalam ilmu sosial (seperti Ekonomi,
Pisikologi, Sosiologi, dan Ilmu Politik). Pembuatan model matematika pada pembelajaran matematika dan problem solving melibatkan pemikiran matematika dan relasi
dengan ilmu pengatahuan lain untuk menemukan penyelesaian masalah dalam kehidupan sehari-hari. Jadi diperlukan strategi pemodelan.Pada tesis ini membicarakan tentang pemodelan dan strateginya pada pembelajaran matematika dan problem solving
di SMA.
Kata kunci : Pemodelan matematika, problem solving untuk siswa SMA

Universitas Sumatera Utara


i

ABSTRACT
Mathematical modeling is a complex mathematical activity, the teaching and learning of modeling and applications involves many aspects, of mathematical thinking and
learning. Mathematical model is not use only in mathematics learning and natural sciences (such as physics, biology, earth science, meteorology and engineering) but also
in the social sciences (such as economic, psychology, sociology and political science).
Mathematical modeling in mathematical learning and problem solving involve mathematical thinking and relations with other knowledge to find out the problem solving
in reality. So it needs a strategy of modeling. In this thesis talks about strategy and
modeling in learning mathematical and problem solving on Senior High School.
Keywords : mathematical modeling, problem solving for senior high School student.

Universitas Sumatera Utara

ii

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah Tuhan yang maha pengasih dan
penyayang, yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini tepat pada waktunya. Tesis merupakan persyaratan akhir pada

Program Studi Magister Matematika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar magister sains pada Program Studi Magister Matematika,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Sumatera
Utara (USU). Tesis ini berjudul ”Dasar Perspektif Model dan Pemodelan pada Pembelajaran Matematika dan Problem Solving di Sekolah Menengah Atas (SMA)”.
Dari hasil penelitian literatur ini penulis mengharapkan memperoleh sebuah
strategi pemodelan pada pembelajaran matematika dan problem solving di tingkat
sekolah menengah atas. Tesis ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap
semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis, para pembaca dan peneliti-peneliti
berikutnya, terutama penelitian di bidang pemodelan pada pembelajaran matematika
dan problem solving di tingkat Sekolah Menengah Atas. Penulis juga berharap saran
dan kritik yang bersifat konstruktif untuk kesempurnaan tesis ini.
Pada kesempatan yang baik ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada; Kepala Bappeda Propinsi Sumatera Utara beserta stafnya yang telah memberikan beasiswa kepada penulis. Kepala
Dinas Pendidikan Kota Medan yang telah memberikan izin untuk mengikuti perkuliahan Program Pascasarjana di Universitas Sumatera Utara, Ibu DRa. Hj. Rebekka
Girsang selaku kepala sekolah SMA Negeri 1 Medan yang telah memberi kesempatan
dan semangat dari awal hingga selesai masa perkuliahan.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesarbesarnya kepada: Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr.dr.Syahril Pasaribu,
DTM&H, M.Sc(CTM),SpA(K), Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Prof. Eddy Marlianto, M.Sc, Ketua Program Studi Magister Matematika Prof.
Dr. Herman Mawengkang, Sekretaris Program Studi Magister Matematika Dr. Saib

Suwilo, M.Sc, yang telah membantu penulis dalam mengikuti Program Studi Magister
Matematika Universitas Sumatera Utara Medan.

Universitas Sumatera Utara

iii

Terima kasih yang sebanyak-banyaknya penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Herman Mawengkang dan Dr.Saib Suwilo, M.Sc, atas bimbingan, bantuan dan perhatian
yang diberikan selama penulisan dan penyelesaian tesis ini.
Selanjutnya ucapan terimakasih setulusnya dari lubuk hati yang paling dalam,
penulis sampaikan kepada para dosen : Prof. Dr. Herman Mawengkang, Dr. Saib
Suwilo M.Sc., Dr. Sutarman M.Sc, Prof. Opim Salim Sitompul,M.Sc, Prof. Dr.
Irianto M.Si, Dr. Tulus M.Sc, Drs. Open Darnius, M.Sc, Drs. Marwan Harahap,
M.Eng, Drs. Sawaluddin, M.I.T, Dra. Mardiningsih, M.Si, Drs. Marihat Situmorang,
M.Sc, Drs.Suwarno Ariswoyo,M.Si, yang telah banyak menyumbangkan ilmu pengetahuannya kepada penulis. Terima kasih penulis ucapkan kepada Misiani, S.Si, selaku staf administrasi program studi Magister Matematika yang telah memberikan
pelayanan yang baik kepada penulis.
Terimakasih yang tiada terhingga kepada ayahanda almarhum Purnawirawan
H.M.Sagala dan ibunda yang tercinta Dra.Hj.Nurhayani Sitompul yang telah membesarkan, mendidik dan menyekolahkan penulis sehingga berkesempatan mengikuti
program studi Magister Matematika pada FMIPA USU Medan. Teristimewa penulis
mengucapkan terimakasih kepada suami tercinta Beny Sinaga yang telah memberi

dukungan moral dan spiritual selama penulis mengikuti masa perkuliahan.
Akhirnya penulis hanya dapat memohon kehadirat Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, agar jasa semua pihak yang telah membantu penulis mendapat
balasan yang baik, amin, amin ya Rabbal Alamin.
Kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang turut membantu
perkuliahan dan penulisan tesis ini hingga selesai.

Medan, Mei 2010

Rosmartina

Universitas Sumatera Utara

iv

RIWAYAT HIDUP
Rosmartina Sagala lahir di Binjai pada tanggal 19 Maret 1969, terlahir sebagai anak ke
empat dari sepuluh orang bersaudara yaitu; Dra.Masdelina Sagala, M.Pd, Dra.Tiur
Marondang Sagala, M.Pd, Yusria Sundari Sagala, S.Pd, Rosmartina Sagala,S.Pd,
Dr.Khalid Huda Sagala,Sp.PD, Dra.Swastati Sagala, Serma Khaidir Kamil Saifullah
Sagala, Ratna Dilliana Sagala,S.KM, M.P.H, Ns. Susilawati Sagala, S.Kep, Jalaluddin

Abidinsyah Sagala, S.P dari seorang ayah yang bernama Alm.Purn. H.M. Sagala dan
seorang ibu Dra.Hj. Nurhayani Sitompul.
Masuk Sekolah Dasar (SD) Negeri 104183 Binjai tahun 1976 dan tamat tahun
1982, tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Binjai tahun 1985, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Binjai jurusan Biologi tamat tahun 1988. Tahun
1988 memasuki masa kuliah di program studi D3 Matematika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara (USU)
Medan, memperoleh ijazah diploma tiga dan akta tiga pada tahun 1991, tahun 1992
diangkat sebagai guru Pegawai Negeri Sipil di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1
Baktiya Kabupaten Aceh Utara propinsi Daerah Istimewa (Dista) Aceh yang sekarang
menjadi Nanggro Aceh Darussalam (NAD). Pada tahun 1998 atas permintaan sendiri
mutasi ke SMA Negeri 1 Medan hingga sampai sekarang. Pada tahun 1999 melanjutkan studi strata satu program Pendidikan Dasar dan Menengah (DikDasMen) di
Universitas Negeri Medan (UniMed) jurusan Matematika pada Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam dan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dan
akta empat pada tahun 2001.
Pada tanggal 24 Juli 1996 menikah dengan seorang pemuda yang bernama Benny
Sinaga dan dikaruniai empat orang anak yaitu Fazar Arrizal Hakim Sinaga lahir di
Binjai tanggal 8 Juni 1998, Fathur Rahman Sidiq Sinaga lahir di Binjai tanggal 26
April 2000, Fathonah Fasya Salsabilla br Sinaga lahir di Binjai tanggal 1 September
2004 dan Fadel Ahmad Tamam Sinaga lahir di Binjai 18 Februari 2007.
Pada tahun 2008 melanjutkan pendidikan program studi Magister Matematika
di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Medan.

Universitas Sumatera Utara

v

DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK

i

ABSTRACT

ii

KATA PENGANTAR

iii


RIWAYAT HIDUP

v

DAFTAR ISI

vi

DAFTAR GAMBAR

viii

BAB 1 PENDAHULUAN

1

1.1 Latar Belakang

1

1.2 Rumusan Masalah

3

1.3 Tujuan Penelitian

3

1.4 Manfaat Penelitian

3

1.5 Metodologi Penelitian

3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

5

2.1 Model dan Pemodelan Matematika sebagai Aktivitas Problem
Solving

5

2.2 Proses Berpikir Secara Matematika (Mathematical Thinking)

7

2.3 Model dan Pemodelan pada Pembelajaran Matematika

8

2.3.1 Penilaian dalam Model matematika

11

2.3.2 Proses Pemodelan dalam Problem Solving

11

2.3.3 Model Matematika

14

2.3.4 Karakteristik Kegiatan Pemodelan

15

2.3.5 Jenis Kegiatan Pemodelan

17

2.3.6 Prinsip Kegiatan Pemodelan

18

Universitas Sumatera Utara

vi

2.3.7 Kepatutan, Kegunaan dan Manfaat Kegiatan Pemodelan.
BAB 3 LANDASAN TEORITIS

20
21

3.1 Pembelajaran Matematika

21

3.2 Problem Solving

22

3.2.1 Strategi Problem solving

22

3.2.2 Proses Problem Solving

23

BAB 4 PEMBAHASAN

25

4.1 Model dan Pemodelan pada Pembelajaran Matematika

25

4.2 Strategi Pemodelan pada Pembelajaran Matematika dan Problem
solving

27

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

33

5.1 Kesimpulan

33

5.2 Saran

33

DAFTAR PUSTAKA

34

Universitas Sumatera Utara

vii

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Judul

Halaman

2.1

Proses pemodelan matematika Blum, 1996

13

2.2

Lingkaran pemodelan oleh Blum, 1996

13

2.3

Pembentukan model matematika sebagai alat belajar matematika (Voskoglou,
2006)

14

3.1

Diagram alur proses problem solving oleh Lora K.Kaiser 2003

23

4.1

Proses pemodelan oleh Galbraith & Stillman, 2006

26

Universitas Sumatera Utara

viii

ABSTRAK
Pemodelan matematika adalah sebuah aktifitas matematika yang kompleks, dalam
pengajaran dan pembelajaran dari pemodelan dan aplikasinya, melibatkan banyak
aspek dari pemikiran matematika dan pembelajaran. Model matematika tidak hanya
digunakan dalam pelajaran matematika dan ilmu alam (seperti Fisika, Biologi, Ilmu
Bumi, Meteorologi, dan Tehnik) tetapi juga dalam ilmu sosial (seperti Ekonomi,
Pisikologi, Sosiologi, dan Ilmu Politik). Pembuatan model matematika pada pembelajaran matematika dan problem solving melibatkan pemikiran matematika dan relasi
dengan ilmu pengatahuan lain untuk menemukan penyelesaian masalah dalam kehidupan sehari-hari. Jadi diperlukan strategi pemodelan.Pada tesis ini membicarakan tentang pemodelan dan strateginya pada pembelajaran matematika dan problem solving
di SMA.
Kata kunci : Pemodelan matematika, problem solving untuk siswa SMA

Universitas Sumatera Utara

i

ABSTRACT
Mathematical modeling is a complex mathematical activity, the teaching and learning of modeling and applications involves many aspects, of mathematical thinking and
learning. Mathematical model is not use only in mathematics learning and natural sciences (such as physics, biology, earth science, meteorology and engineering) but also
in the social sciences (such as economic, psychology, sociology and political science).
Mathematical modeling in mathematical learning and problem solving involve mathematical thinking and relations with other knowledge to find out the problem solving
in reality. So it needs a strategy of modeling. In this thesis talks about strategy and
modeling in learning mathematical and problem solving on Senior High School.
Keywords : mathematical modeling, problem solving for senior high School student.

Universitas Sumatera Utara

ii

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengoptimalkan siswa menguasai konsep dan memecahkan masalah dengan kebiasaan berpikir kritis, logis,
sistematis dan terstruktur. Hal ini tertuang pada kurikulum 2004 (Depdiknas, 2003)
mengenai tujuan pembelajaran matematika sebagai berikut:
1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui
kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi.
2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu,
membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan secara matematis antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan,
grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan.
Berdasarkan kutipan di atas, dalam pembelajaran matematika guru dituntut
agar melatih siswa cara berpikir dan bernalar, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, menarik kesimpulan, mengembangkan aktifitas kreatif, mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi secara matematis.
Pada kurikulum 2004 (Depdiknas, 2003: 4-6) tertulis bahwa; belajar akan
bermakna bagi siswa apabila mereka aktif dengan berbagai cara untuk mengkrontruksi atau membangun sendiri pengetahuannya. Selanjutnya dikatakan, guru diharapkan dalam setiap kesempatan pembelajaran matematika dimulai dengan pengenalan masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata (contextual problem). Dengan
mengajukan masalah-masalah yang kontekstual, siswa secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep-konsep matematika. Dalam pembelajaran matematika, guru
dapat mengkombinasikan berbagai strategi belajar mengajar di dalam kelas.
Universitas Sumatera Utara

1

2
Salah satu metode mengajar matematika yang dapat diterapkan untuk mewujudkan tujuan pendidikan matematika sesuai yang tertuang dalam kurikulum 2004
antara lain adalah model pembelajaran matematika problem solving (penyelesaian
masalah). Problem solving adalah suatu model pembelajaran yang berfokus pada
siswa melalui penciptaan suasana belajar yang aktif dalam proses inkuiri, investigasi
dan mencari pemecahan masalah terhadap masalah yang autentik, bermakna, dan
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Dasar pandangan dalam model dan pemodelan pada pembelajaran matematika dan problem solving merupakan pandangan dari beberapa peneliti tentang model dan pemodelan. Munculnya model-model baru dari model dan model perspektif
dari macam-macam riset problem solving melalui sebuah sintesis dalam literatur yang
masih ada.
Sejumlah peneliti pendidikan telah memulai memfokuskan upaya penelitian terhadap pemodelan matematika di berbagai tingkatan sekolah. Bagaimana siswa dapat
bekerja dengan masalahmasalah yang kurang jelas berhubungan dengan matematika
sekolah dan menuntut siswa untuk menangani situasi yang tidak biasa untuk berpikir
fleksibel dan kreatif (Lesh dan Doerr, 2003a, 2003b).
Penggunaan problem solving pada matematika sekolah sangat penting, ide dari
model matematika yang terdiri dari struktur matematika realita dengan pengertian
matematika (Freudenthal, 1991). Siswa bekerja dengan tipe dari problem solving yaitu
heuristik dan strategi matematika dan hasil rata-rata dari mekanikel dan penyelesaian
tengah (Greer, 1997).
Perspektif yang sangat penting dari model matematika adalah membantu perkembangan pendidikan matematika kritis. Dengan kata lain, model pembelajaran matematika problem solving dalam dunia nyata dapat juga digunakan dalam literatur
matematika kritis. Literatur matematika kritis berperan dalam tujuan dari pembelajaran matematika dan pelajaran ini tidak gampang.

Universitas Sumatera Utara

3
Pemilihan model pembelajaran matematika problem solving adalah kemampuan
yang melibatkan beberapa karakteristik dan tehnik pemecahan masalah dalam perspektif pemodelan, pemikiran matematika (mathematical thinking) dan relasinya dengan ilmu pengetahuan lain.
Para ahli berbeda pendapat penggunaan pemecahan masalah (problem solving)
secara tradisional di dalam pembentukan model matematika (mathematical modeling).
Freudental, (1991) menyatakan bahwa ”praktek problem solving secara tradisional
dalam matematika sekolah, sangat tidak cocok dengan ide pemikiran pemodelan matematika dan matematisasi, sebagaimana pembuatan model matematika merupakan
strukturisasi realita dengan menggunakan bantuan matematika, dimana jenis problem
solving tidak mengandung strategi heuristik matematika”.

1.2 Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam tesis ini adalah bagaimana membuat model dan pemodelan dalam pembelajaran matematika dan problem solving di Sekolah Menengah
Atas (SMA).

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengajukan suatu strategi pemodelan pada pembelajaran matematika dan problem solving.

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah dengan menggunakan model dan pemodelan pada pembelajaran matematika dan problem solving dapat meningkatkan proses pembelajaran
dalam bidang matematika.

1.5 Metodologi Penelitian
Penelitian ini bersifat pengkajian literatur dengan mengumpulkan bahan-bahan dari
textbook dan jurnal yang berhubungan dengan pemodelan pada pembelajaran matematika dan problem solving, mathematical thinking yang diintegrasikan kedalam
strategi pembelajaran matematika. Namun bahasan model dan pemodelan yang dimaksud bukanlah sederajat dengan materi yang ada di perguruan tinggi melainkan
Universitas Sumatera Utara

4
model-model pada pembelajaran matematika diadaptasikan dengan kompetensi dasar
siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal yang utama dalam penelitian ini adalah
pemodelan pada pembelajaran matematika dan problem solving.
Langkah awal meninjau hal-hal yang berhubungan dengan model dan pemodelan
yang bersifat umum. Kemudian ditinjau model pada pembelajaran matematika di
tingkat siswa SMA. Langkah berikutnya meninjau pemodelan pada pembelajaran
matematika dan problem solving di SMA. Langkah selanjutnya membahas strategi
pembelajaran pemodelan matematika yang dipadukan dengan problem solving yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

Universitas Sumatera Utara

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Model dan Pemodelan Matematika sebagai Aktivitas Problem
Solving
Perhimpunan guru-guru matematika nasional di Amerika yaitu National Council of
Teachers of Mathematics (NCTM, 2000) menekankan ”bahwa program pengajaran
haruslah memungkinkan siswa untuk membangun pengetahuan melalui problem solving. Problem solving muncul dalam matematika dan konteks lain, berlaku dan disesuaikan untuk berbagai strategi yang tepat untuk memecahkan masalah, monitor
dan refleksi atas proses problem solving”.
Sejumlah peneliti memunculkan pertanyaan tentang ketepatan pembelajaran
sekarang ini dalam mengajarkan matematika secara umum dan problem solving secara khusus. ”Ketidaktepatan problem solving secara tradisional justru menghasilkan
yang lebih buruk lagi dalam kasus pekerjaan siswa, dengan masalahmasalah yang kurang jelas berhubungan dengan matematika sekolah dan yang menuntut siswa untuk
mengatasi situasi yang belum biasa” (Lesh dan Doerr, 2003).
Polya (1962) menerangkan bahwa: ”dalam istilah problem solving dengan menciptakan kesamaan-kesamaan atau persamaan, siswa akan menerjemahkan situasi
nyata ke dalam istilah matematika, siswa memiliki kesempatan untuk mengalami
bahwa konsep matematika dapat berhubungan dengan kenyataan. Akan tetapi hubungan itu harus diselidiki dengan cermat”. Lebih lanjut Polya (1973) mengajukan
empat tahapan pemecahan masalah (problem solving) yaitu; pemahaman masalah
(understand and explore the problem), membuat rencana pemecahan masalah (find
a strategy), melaksanakan rencana pemecahan masalah (use the strategy to solve the
problem), dan mengevaluasi kembali penyelesaian yang ditemukan (look back and reflection the solution).

Universitas Sumatera Utara

5

6
Menurut Lesh dan Sriraman (2005) yang berisikan tentang matematika dan
sains:
a. Model adalah dasar tentang maksud gambaran, keterangan atau konsep (kuantifikasi, dimensional, koordinasi, atau matematika umum), komputasi dan proses
deduksi yang berkaitan.
b. Model untuk desain atau seni dari sistem yang kompleks dari dalam diri sendiri.
Urutan perspektif sejalan dengan pendapat modern dari Piaget dan Vygotsky
dan juga prakmatis Amerika seperti Jhon Dewey, George Hebert Mead dan Charles
Sanders Pierce. Filosofi perspektif ini menurut Les dan Sriraman berdasarkan pada
pernyataan:
a. Sistem konseptual merupakan buatan manusia, dan juga merupakan dasar sosial
alamiah.
b. Makna dari konstruksi cenderung didistribusikan sebanyak pariasi perwakilan
media (dari bahasa ucapan, bahasa tulisan, diagram dan grafik, model kongkrit
ke metafora berdasarkan pengalaman).
c. Pengetahuan berdasarkan pengalaman sebanyak abstraksi dan cara berpikir
yang memerlukan pemahaman proses pengambilan keputusan kompleks yang
realistis harus mengintegrasikan ide dari disiplin tunggal atau area topic textbook atau teori utama.
d. Seputar pengalaman yang harus dipahami dan dijelaskan oleh manusia adalah
tidak tetap, hal ini merupakan sebagian besar hasil dari kreatifitas manusia.
Jadi terus menerus berubah dan juga pengetahuan diperlukan manusia sebagai
pembentuknya.
Perspektif model dan pemodelan mengadaptasi prinsip-prinsip instruksional Zoltan Deines yang mendesain model aktifitas. Dari Lesh, et.al, (2003) ada enam prinsip
instruksional yaitu;
1. Prinsip realitas (situasi terjamin dan menyambungkan pengetahuan sebelumnya/ pengalaman).
2. Prinsip kontruksi (situasi yang memerlukan perkembangan atau menyaring,
modifikasi, atau memperluas) sebuah kontruksi penting dalam matematika.
Universitas Sumatera Utara

7
3. Prinsip evaluasi diri (situasi yang mewajibkan penilaian diri).
4. Prinsip dokumentasi kontruksi (situasi yang mewajibkan siswa untuk membuka
pikiran tentang situasi).
5. Prinsip konstruksi umum (model umum yang mendekati situasi yang mirip).
6. Prinsip sederhana (apakah situasi penyelesaian masalahnya sederhana).
Pembentukan model luas membatasi situasi penyelesaian masalah dengan struktur matematika, model matematika sebagai proses penyelesaian masalah dari situasi
yang ada. Contoh nyata dari kegiatan pemodelan luas didasari pada prinsip desain
Deines. Suatu usaha untuk meninjau literatur terkait pada makalah dibagi dalam
3 topik diskusi utama. Topik utama pertama memposisikan pemodelan matematika sebagai kegiatan problem solving, topik utama kedua memaparkan prinsip dasar
dalam mendesain kegiatan pemodelan dan topik terahir mendiskusikan keuntungan
bagi siswa dan guru dalam bekerja dengan pemikiran pemodelan yang nyata.

2.2 Proses Berpikir Secara Matematika (Mathematical Thinking)
Schoenfeld, (1992) mendefinisikan berpikir matematis sebagai berikut: ”pengembangan sudut pandang matematika, penilaian proses matematisasi dan abstraksi dan
memiliki predileksi untuk menggunakannya dan pengembangan kompetensi dengan
menggunakan alat-alat teknologi yang diperdagangkan dan menggunakan alat ini untuk mencapai tujuan pemahaman struktur”.
Menurut Ma’moon (2005) berpikir deduktif adalah berhubungan dengan bukti
matematika, karena berpikir deduktif berhubungan untuk berbagai pola yang menggunakan induksi matematika yang ada.

Lebih lanjut Mamoon menyebutkan as-

pek berpikir matematis terdapat enam skala yaitu; generalisasi, induksi, deduksi,
penggunaan simbol, berpikir logika dan bukti matematis. ”Berpikir induktif adalah
berhubungan dengan generalisasi sebagai bagian yang melibatkan pencarian untuk
pola dari kasus yang khusus, digunakan untuk mengidentifikasi pola sehingga ditemukan aturan-aturan yang bersifat umum”.
Proses pemikiran matematika yang digaris bawahi sebagai dasar pemikiran matematika oleh Mason, et.al. (1991) adalah:
1. spesialisasi
Universitas Sumatera Utara

8
2. generalisasi
3. konjektur (penduga, penerka)
4. kepercayaan
Berbagai pendakatan untuk mengembangkan perpikir matematika menurut Mason, et.al. (1991) mendasri pendekatan pada lima asumsi yang penting.
1. Anda dapat berpikir secara matematika
2. Berpikir matematika dapat diperbaiki melalui pertanyaan dan praktek dengan
repleksi
3. Berpikir matematika dapat dipropokasi oleh kejutan, ketegangan dan kontradiksi
4. Suasana yang meragukan, menantang dan repleksi
5. Berpikir matematika adalah sangat membantu dan meningkatkan pemahaman
dunia
Ben-zev, (1996) berpendapat bahwa proses pemikiran matematika mengacu
kepada tipe berpikir induktif sebagai berpikir analogi. Pendapat ini didukung oleh
(Butler, et.al 1970, Dreyfus dan Esenberg, 1996). Dengan cara yang berbeda (Howard
dan Sonia, 2002) menekankan pengembangan berpikir matematika dengan pemodelan
matematika dan belajar secara metakognitip lebih efektip dari pada berpikir secara
analogi.

2.3 Model dan Pemodelan pada Pembelajaran Matematika
”Model” sebagai kata benda merupakan gambaran miniatur dari sesuatu, pola sesuatu yang dibuat, contoh untuk meniru atau emulasi, uraian atau analogi yang
digunakan untuk membantu memvisualisasi segala sesuatu yang tidak dapat diamati
secara langsung. Menurut Lesh dan Doerr (2003) model merupakan suatu sistem
konseptual internal plus representasi eksternal dari sistem yang dipergunakan untuk
menginterpretasikan sistem lainnya yang lebih komplek. Lebih lanjut Lesh da n Doerr (2003) menyatakan bahwa definisi model hanya dipergunakan sebagai referensi
terhadap pemikiran dan proses belajar siswa atau guru. Sedangkan untuk tingkat
peneliti dilaksanakan desain eksperimen dari model-model dan persfektif pemodelan.
Universitas Sumatera Utara

9
Dym (2004) mendefinisikan pemodelan adalah sebuah pekerjaan, aktivitas kognitif dimana kita berpikir tentang membuat model dan berpikir tentang menjelaskan
bagaimana alat atau objek itu ada. Menurut English (2006) pemodelan matematika adalah suatu studi tentang konsep dan operasi matematika dalam konteks dunia
real dan pembentukan model-model dalam menggali dan memahami situasi masalah
kompleks yang sesungguhnya.

Salah satu fokus utama dalam proses pemodelan

adalah kompetensi pemodelan. Akan tetapi untuk sementara konsep kompetensi
pemodelan belum dapat dideskripsikan dalam bentuk yang komprehensif. Untuk
kepentingan penelitian Maas (2006) mendefinisikan kompetensi pemodelan adalah
ketrampilan dan kemampuan untuk melaksanakan proses penciptaan model secara
tepat dan berorentasi tujuan dan juga sebagai keinginan untuk mewujudkannya ke
dalam tindakan. Voskogluo (2006) memaparkan bahwa fokus pada pemodelan matematika adalah mentransformasikan dari situasi dunia real ke masalah matematika
melalui penggunaan rangkaian simbol matematika, hubungan dan fungsi. Menurut
Mousoulides, et,al (2007) proses pemodelan dalam problem solving, bahwa tidak ada
prosedur tunggal yang kuat diantara tujuan dan sejumlah strategi untuk mengatasi
setiap kesulitan dalam prosedur.
Proses pemodelan merupakan suatu jenis tugas yang dikaitkan dengan realita.
Karena terdapat sejumlah variasi tugas yang berkaitan dengan realita, perlu diperlihatkan suatu klasifikasi dari persoalan ini. Salah satu fokus utama dalam proses
pemodelan adalah kompetensi pemodelan. Akan tetapi untuk sementara konsep kompetensi pemodelan belum dapat dideskripsikan dalam bentuk yang komprehensif. Hal
ini terbukti dari pertanyaan yang diajukan dalam dokumen diskusi untuk ICMI-Study
di Dormund, Blum & Kaiser (Maas, 2006). Pertanyaan yang muncul antara lain;
Apakah kemampuan pemodelan dan konsep kompetensi pemodelan berbeda? Dapatkah sub ketrampilan dan sub kompetensi dari kompetensi pemodelan diidentifikasi?
Apa karekteristik dari aktifitas siswa yang memiliki sedikit pengalaman tentang pemodelan?
Untuk kepentingan penelitian (Maas, 2006) mendefinisikan kompetensi pemodelan adalah ”keterampilan dan kemampuan untuk melaksanakan proses penciptaan
model secara tepat dan berorientasi tujuan dan juga sebagai keinginan untuk mewujudkannya ke dalam tindakan”.
Frey (Maas, 2006) mendefinisikan kompetensi secara umum. Bahwa ”kompetensi adalah kemauan seseorang untuk memeriksa dan menilai kebenaran fakta
masing-masing, dari edukasi pernyataan dan tugas-tugas secara personal dan untuk
Universitas Sumatera Utara

10
mewujudkannya ke dalam tindakan”. Niss (2004) merincikan kompetensi matematika
yang berarti kemampuan untuk memahami, menilai, melakukan, menggunakan ilmu
matematika dalam berbagai konteks dan situasi baik intra maupun ekstra matematika
dimana ilmu matematika memainkan atau dapat memainkan suatu peran.

2.3.1 Penilaian dalam Model matematika
(1987) menunjukkan bahwa penilaian pemodelan sukar, karena pemodelan adalah proses penyelesaian masalah ruwet, apalagi dalam ujian sebagai alat evaluasi tradisional. Niss (1993) menjelaskan lebih lanjut penilaian yang membutuhkan waktu
dan tidak bisa distandardisasi. Ini tidak berarti bahwa penilaian tidak dapat dilaksanakan di atas dasar suara refleksi dan penalaran dan mengartikulasikan kriteria dan
tunduk pada komunikasi yang jelas.
Sejumlah jenis penilaian yang digunakan untuk mengevaluasi pemodelan siswa
adalah kemampuan dan pemahaman model ditemukan dalam sebuah tinjauan pustaka.
Crouch dan Haines (2004) menggunakan format pilihan ganda, dalam pengembangan beberapa pertanyaan yang terkait dengan tes pemodelan, sementara Bell dan
koleganya (1992) dan Hjalmarson (2005) mengusulkan penggunaan skala penilaian
analitis, dengan menetapkan nilai-nilai titik berbagai dimensi kerja pemodelan.

2.3.2 Proses Pemodelan dalam Problem Solving
Pendekatan pemodelan problem solving menunjukkan bahwa tidak ada satupun
prosedur yang kuat antara strategi dan tujuan dalam satu set ”strategi” untuk mengatasi kesulitan dalam prosedur ini. Memang, pendekatan pemodelan menunjukkan
sejumlah prosedur persidangan antara strategi dan tujuan agar sebuah solusi sukses. Problem solving merupakan sejumlah dari siklus berulang-ulang, di mana siswa
berpindah dari strategi ke tujuan, kembali dan kembali bergerak menuju tujuan untuk menguji hipotesis, mempersempit hasil dan untuk meningkatkan solusi (Lesh &
Doerr, 2003).
Sejumlah karya yang relevan (Lesh et al, 2003; Blum & Niss, 1991) telah mendokumentasikan proses yang berbeda yang terlibat dalam model matematika sebagai
aktivitas problem solving. Diharapkan, siswa terlibat dalam proses berikut:
Universitas Sumatera Utara

11
a. Memahami dan menyederhanakan masalah. Ini termasuk pemahaman teks,
diagram, formula atau tabular informasi dan menarik kesimpulan dari mereka;
menunjukkan pemahaman konsep-konsep yang relevan dan menggunakan informasi dari siswa, latar belakang pengetahuan untuk memahami informasi yang
diberikan.
b. Memanipulasi masalah dan mengembangkan model matematika. Proses ini termasuk mengidentifikasi variabel dan hubungannya dalam masalah, membuat
keputusan mengenai variabel relevansi, membangun hipotesis dan pengambilan, mengorganisir, mengingat dan kritis kontekstual, mengevaluasi informasi;
menggunakan strategi dan heuristik untuk secara matematis menguraikan model.
c. Menafsirkan penyelesaian masalah. Ini termasuk membuat keputusan, menganalisis sistem atau merancang sebuah sistem untuk memenuhi tujuan tertentu,
dan mendiagnosis kerusakan dan mengusulkan sebuah pemecahan.
d. Verifikasi, memvalidasi dan mencerminkan solusi masalah. Ini termasuk membangun dan menerapkan cara-cara yang berbeda representasi untuk problem solving; generalisasi dan solusi berkomunikasi; mengevaluasi solusi dari perspektif
yang berbeda dalam upaya untuk merestrukturisasi solusi dan membuat mereka
lebih sosial atau secara teknis dapat diterima, kritis memeriksa dan merefleksikan pada solusi dan secara umum model pertanyaan (Blum & Kaiser, 1997;
Lesh & Doerr, 2003).

Universitas Sumatera Utara

12

Gambar 2.1 Proses pemodelan matematika Blum, 1996

Gambar 2.2 Lingkaran pemodelan oleh Blum, 1996

Universitas Sumatera Utara

13
Pembentukan model matematika sebagai alat belajar matematika oleh Vokoglou
(2006)

Gambar 2.3

Pembentukan model matematika sebagai alat belajar matematika
(Voskoglou, 2006)

State 1 (S1) : analisis permasalahan (pemahaman pernyataan dan pengenalan pembatasan dan kebutuhan sistem real)
State 2 (S2) : matematisasi yang meliputi formulasi dari situasi real dalam suatu cara
yang untuk perlakuan matematika dan konstruksi model.
State 3 (S3) : Solusi model yang dicapai oleh manipulasi matematika yang sesuai.
State 4 (S4) : Validasi (kontrol model, yang kemudian dicapai dengan memperkenalkan model, perilaku sistem real di bawah kondisi yang ada sebelum solusi model)
State 5 (S5): Memahami hasil matematika dan implementasinya pada sistem real untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan dunia real yang dimaksud.

2.3.3 Model Matematika
Sebuah model adalah sistem konseptual internal ditambah representasi eksternal dari sistem yang digunakan untuk menafsirkan sistem kompleks lainnya (Lesh &
Doerr, 2003; Lesh, Doerr, Carmona & Hjalmarson, 2003). Biasanya, definisi model
ini hanya digunakan dalam referensi untuk siswa dan guru untuk berpikir dan belajar
(Doerr & Lesh, 2003).
Untuk memberikan konstruksi paralel pada tingkat peneliti, desain eksperimen
dilakukan dari sebuah model dan pemodelan perspektif (sebuah pemodelan desain
eksperimen) harus konsisten dengan definisi ini. Desain diuji oleh percobaan meliputi
dua bagian (mirip dengan model). Yaitu mencakup desain asumsi teoritis (yaitu,
tingkat-peneliti sistem konseptual tentang pengetahuan matematika, model, pengembangan guru, dll) dan asumsi eksternal (yaitu, representasi dari tingkat peneliti, sistem konseptual dalam bentuk intervensi, kurikulum, dll) (Lesh & Doerr, 2003; Lesh
& Sriraman, 2005). Model terdiri dari sistem konseptual internal dan eksternal atau
representasi (Lesh & Doerr, 2003; Lesh et al, 2000). Selain model menggabungkan
sejumlah representasi eksternal (misalnya, sebuah grafik, tabel), membangun model,
siswa mengidentifikasi, memilih dan mengumpulkan data yang relevan, mengungkapkan keterbatasan dan kondisi dari suatu model, menafsirkan solusi dalam konteks,
Universitas Sumatera Utara

14
berkomunikasi secara efektif dan menggambarkan situasi dengan menggunakan berbagai bentuk representasi.
Tingkat guru-model untuk mengajar matematika termasuk tidak hanya komponen matematika, komponen model siswa, tetapi juga unsur-unsur paedagogi dan
metodologis untuk membantu siswa mengembangkan model matematika mereka sendiri (Doerr & Lesh, 2003). Seperti model siswa, model guru terdiri dari dua bagian:
internal dan eksternal sistem konseptual. Namun, dari perspektif model, tidak ada
pemisahan antara eksternal dan sistem konseptual. Melainkan keduanya saling terkait
dalam satu model. Seperti model matematika siswa, perubahan eksternal, perubahan
internal sistem konseptual dan sebaliknya (Lesh & Doerr, 2003).
Prinsip-prinsip dan asumsi-asumsi tentang tingkat siswa dan guru pada pembelajaran matematika harus juga berlaku untuk tingkat peneliti pemodelan. Satu asumsi
adalah bahwa desain peneliti mengembangkan bersama berbagai dimensi seperti model siswa mengembangkan sepanjang beberapa dimensi (Lesh, 2002). Sebagai contoh,
model-model siswa dapat berpindah dari tidak stabil ke stabil atau dari yang sederhana sampai yang kompleks. Sebagai peneliti mempelajari desain, tidak stabil awal
asumsi yang berulang kali diuji dan menjadi lebih berkembang dengan baik dan stabil.
Beberapa asumsi-asumsi atau artefak dapat direvisi pada seluruh studi dan akhirnya
dapat menstabilkan pada beberapa poin untuk situasi tertentu. Ketika asumsi yang
diangkut ke situasi lain, mereka mungkin menjadi tidak stabil lagi. Model siswa
mungkin sangat sederhana pada awalnya.

2.3.4 Karakteristik Kegiatan Pemodelan
Alat-alat yang berbeda yang dirancang dan dibuat untuk memfasilitasi siswa
dan guru, eksternalisasi pemikiran mereka dan situasi masalah pemahaman bertujuan untuk mereka berpikir dan dengan demikian peneliti mengacu pada alat-alat
ini sebagai model yang menggambarkan kegiatan (Lesh et al., 2003; Lesh & English,
2005; Lesh & Sriraman, 2005). Di antara karakteristik pusat kegiatan ini adalah:
a. Untuk mengembangkan sebuah model yang menggambarkan situasi kehidupan
nyata,
b. Model untuk mendorong solver untuk menggambarkan, merevisi, dan memperbaiki ide-ide mereka, dan
c. Model mendorong penggunaan representasi media untuk menjelaskan (dan dokuUniversitas Sumatera Utara

15
men) sistem konseptual.
Kegiatan model dapat dirancang untuk mengarah pada bentuk-bentuk yang
signifikan karena melibatkan matematis oleh kuantifikasi, dimensionis, koordinasi,
menggolongkan, aljabar, dan sistematisasi objek yang relevan, hubungan, tindakan,
pola, dan keteraturan. Contoh model kegiatan bagi siswa untuk mengungkap cara
siswa berpikir tentang situasi kehidupan nyata yang dapat dimodelkan melalui matematika. Solusi model matematis untuk digunakan oleh klien diidentifikasi yang perlu
untuk mengimplementasikan model memadai. Akibatnya, siswa harus jelas menggambarkan proses pemikiran mereka dan tidak membenarkan solusi tunggal, melainkan
semua (atau sebagian besar) optimal dan solusi yang tepat (English, 2003). Keterlibatan siswa dengan hasil tugas matematika dalam mengembangkan konsep-konsep
matematika melalui kebutuhan untuk mengembangkan ide-ide matematika untuk memecahkan masalah. Dengan demikian, mereka diberikan suatu tujuan akhir. Menurut English & Lesh, (2003) untuk mengembangkan sebuah model matematika adalah
menjelaskan, memprediksi, atau memanipulasi jenis situasi kehidupan nyata yang
disajikan kepada mereka. Dengan cara ini, kegiatan pemodelan memungkinkan siswa
untuk mendokumentasikan pemikiran mereka sendiri dan pengembangan pembelajaran.
Tujuan dari kegiatan pemodelan masalah termasuk spesifikasi dan validasi, terlibat dalam pemodelan penggunaan kritis, partisipasi dan kemampuan komunikasi;
kreatif dan pemecahan masalah sikap, aktivitas, kompetensi; memberikan kesempatan
bagi siswa untuk menerapkan praktek matematika yang mereka perlukan sebagai individu dalam masyarakat; untuk berkontribusi gambaran matematika yang seimbang;
untuk membantu dalam memperoleh dan pemahaman konsep matematika (Battye &
Challis, 1997).

2.3.5 Jenis Kegiatan Pemodelan
Kegiatan memunculkan model meliputi tiga jenis produk: alat-alat, konstruksi
dan masalah.
(1) Produk sebagai alat. Peralatan memenuhi fungsional atau peran operasional
dan mereka meliputi: (a) Model. Model digunakan untuk peringkat item, orang
dan tempat; menentukan pembayaran pinjaman dan mungkin membentuk sistem berbasis kompleks seperti operasi keuangan perusahaan, (b) Deskripsi dan
Universitas Sumatera Utara

16
penjelasan. Deskripsi dan penjelasan menggambarkan dan membuktikan hasil
dari suatu eksperimen atau penyelidikan atau mungkin menjelaskan mengapa
sesuatu yang muncul secara matematis dangkal benar adalah tidak benar, (c)
Desain dan rencana. Digunakan di semua lapisan masyarakat, desain dan rencana harus memenuhi kriteria yang rinci dan rumit dan harus dimasukkan
sesuai aturan matematika dan sistem representasi, dan (d) Penilaian instrumen. Mereka digunakan dalam berbagai konteks seperti menilai kemajuan belajar, dan memilih staf dengan ketat, biasanya mengalami perkembangan yang
menggabungkan siklus pengujian, memperbaiki dan menerapkan (Lesh & Doerr,
2003).
(2) Produk sebagai sebuah konstruksi. Sebuah konstruksi biasanya membutuhkan
siswa untuk menggunakan kriteria yang diberikan untuk mengembangkan item
matematika. Sebuah konstruksi dapat berupa: (a) Tata ruang konstruksi, (b)
Asumsi kompleks. Kriteria untuk desain mereka sering berfokus pada defisit
di Wikipedia atau pada anggapan adanya asumsi kebutuhan masyarakat, (c)
Kasus. Kasus menggunakan wacana persuasif untuk mengadopsi sikap pada
masalah, untuk merekomendasikan salah satu tindakan terhadap yang lain, atau
untuk menyorot suatu masalah yang membutuhkan perhatian. Kasus terutama
efektif ketika mereka memanfaatkan data matematika untuk mendukung klaim
mereka dan (d) Penilaian. Mereka adalah produk dari penilaian penerapan alat.
Produk tersebut dapat melayani beberapa tujuan dan biasanya menyarankan
atau tindakan menyiratkan (Lesh & Doerr, 2003).
(3) Soal sebagai produk. Kemampuan untuk mengajukan masalah ini menjadi semakin penting dalam akademis dan konteks kejuruan. Selama siklus pemodelan,
model yang terlibat dalam memunculkan kegiatan masalah siswa yaitu; mereka
berulang kali merevisi atau menyempurnakan tentang konsep mengenai soal
yang diberikan. Selama kegiatan memunculkan model, siswa menemukan cara
untuk menilai kekuatan dan kelemahan dari alternatif cara berpikir dan apakah
respon yang diberikan sesuai dan cukup baik (Lesh & Doerr, 2003; English &
Lesh, 2003).

2.3.6 Prinsip Kegiatan Pemodelan
Salah satu ciri khas dari desain eksperimen adalah bahwa para peneliti membuat, menguji, dan memodifikasi desain dalam penggunaan konteks (Design-Based
Universitas Sumatera Utara

17
Research Collective, 2003). Sebagai contoh, peneliti mungkin menguji kurikulum
yang baru atau metode pengajaran di kelas (misalnya, Erickson & Lehrer, 1998; Verschaffel et al., 1997). Karakteristik ini konsisten dengan model-kegiatan yang meminta
siswa untuk mengembangkan model matematika untuk menjelaskan situasi kehidupan
nyata. Itu pengembangan desain atau model juga sering siklik (Lesh & Lehrer, 2003).
Dalam rangkaian khas siklus, siswa mengungkapkan pikiran dalam beberapa
asumsi atau produk, uji asumsi, dan kemudian merevisi asumsi. Sebagai contoh,
seorang siswa menciptakan sebuah panduan konsumen untuk membeli mobil mengembangkan spreadsheet untuk penilaian karakteristik mobil, meminta anggota lain
dari kelompok atau kelas mereka untuk menguji ketepatan penilaian mereka sebagai
pemandu (untuk menguji produk), dan kemudian direvisi produk didasarkan pada
hasil pengujian untuk meningkatkan solusi mereka (memperbaiki produk) (Hjalmarson, 2005). Revisi siswa dipandu oleh suatu tujuan (end-in-view) yang menggambarkan fungsi terakhir produk harus mampu mereka lakukan (English & Lesh, 2003).
Demikianpula, untuk model desain eksperimen, peneliti harus memiliki tujuan (akhirdalam-pandangan) untuk produk dalam pengembangan. Tujuan (akhir - dalam - pandangan) peneliti harus memandu pengambilan keputusan tentang revisi yang dibuat
untuk produk dari siklus penelitian.
Sebuah peringatan penting adalah bahwa untuk desain eksperimen menggunakan model dan pemodelan perspektif, asumsi dan pemahaman guru (dan peneliti)
dapat berubah sepanjang studi. Sangat penting untuk mendokumentasikan perubahanperubahan seperti yang dibuat (Lesh & Sriraman, 2005).
Sering kali, para peneliti tertarik pada pengembangan tanggapan siswa atau
bagaimana perubahan di dalam sesi atau antara pemodelan sesi. Jadi, ketimbang belajar konstruksi atau memeriksa foto-foto konstruksi secara terpisah, para peneliti
dapat mempelajari perubahan dalam konstruksi sepanjang waktu dan di seluruh
masalah dan individu. Menangkap perubahan dan efek perubahan dapat menjadi
tujuan desain eksperimen dengan model dan pemodelan perspektif. Jadi, baik komponen desain (asumsi teoritis dan artefak) akan berubah sama seperti bagi model siswa,
kedua sistem konseptual internal dan eksternal perubahan gambaran. Ini karakteristik lain bagaimana tingkat peneliti desain eksperimen harus konsisten dengan tingkat
siswa.
Untuk kegiatan pemodelan yang menggambarkan, sebuah komponen penting
adalah konteks lokal yang menempatkan tugas. Konteks membimbing siswa dalam
pengembangan solusi, membantu dalam pengambilan keputusan tentang apakah cara
Universitas Sumatera Utara

18
berpikir adalah ”buruk” atau ”baik”, dan membantu mereka dalam tujuan (akhirdalam-pandangan) dalam konteks yang nyata kepada para siswa (English & Lesh,
2003). Konteks menempatkan kegunaan desain dan bantuan pembangunan sejak
produk akhir akan berguna dalam konteks itu (Design - Based Research Collective,
2003). Namun, hal ini tidak menunjukkan bahwa produk - produk yang tidak digeneralisasikan ke situasi lain (atau konteks). Seperti dengan memunculkan kegiatan
pemodelan di mana siswa mengembangkan produk untuk klien tertentu yang digeneralisasikan ke situasi lain (sama terstruktur), desain juga harus digeneralisasikan ke
situasi pendidikan lainnya. Syarat ini berarti bahwa peneliti perlu menggariskan tepat
kondisi di mana desain digunakan dan modifikasi yang mungkin perlu dibuat untuk
desain yang sesuai untuk situasi yang berbeda (Design-Based Research Collective,
2003).
Kolaborasi juga merupakan komponen eksperimen model desain mengikuti perspektif bahwa asumsi paralel tentang belajar siswa. Kolaborator dapat meliputi
peneliti, guru dan siswa melanjutkan sepanjang beberapa tingkat perkembangan yang
mirip dengan percobaan multi mengajar (Kelly & Lesh, 2000; Lesh & Kelly, 2000;
Schorr & Lesh, 2003).
Peneliti perlu guru untuk membantu merancang, menguji dan mengimplementasikan produk. Produk harus dikembangkan oleh pertanyaan guru tentang praktek
mereka sendiri dalam pikiran (misalnya pribadi kebermaknaan), dan peneliti dapat
memberikan bantuan sumber daya untuk pengembangan guru (Design-Based Research Collective, 2003). Mungkin juga ada beberapa guru atau peneliti terlibat
dalam pengembangan produk. Karakteristik ini dapat membantu triangulasi dari
penafsiran tentang hasil dan generalisasi hasil jika produk telah diuji di beberapa
konteks.
Kolaborasi juga membantu dokumentasi hasil dengan mengharuskan bahwa
strategi atau peralatan yang perlu dikomunikasikan kepada orang lain untuk komentar
(misalnya, individu guru mengembangkan cara berpikir lembaran atau peta konsep
untuk berbagi dengan kelompok) (Koellner-Clark & Lesh, 2003).

2.3.7 Kepatutan, Kegunaan dan Manfaat Kegiatan Pemodelan.
Untuk penelitian sangat penting bahwa pendidik mengambil siswa di luar ruang kelas tradisional, di mana jarang meluas pemikiran pemecahan masalah atau
kemampuan matematika mereka. Ada kebutuhan yang kuat untuk menerapkan moUniversitas Sumatera Utara

19
del berharga dari pengalaman di SD dan sekolah menengah, jika guru membuat model
matematika dengan cara yang sukses dalam pemecahan masalah bagi siswa (Blum &
Niss, 1991).
Kegiatan pemodelan telah ditemukan tepat untuk meningkatkan kapasitas siswa
dan guru untuk terlibat dalam pemecahan masalah, dengan demikian meletakkan
dasar untuk menjelajahi sistem kompleks (Lesh et al, 2003). Kegiatan-kegiatan ini
sangat inovatif untuk pengalaman belajar (English, 2003). Sejumlah fitur terkait
telah muncul, menunjukkan sejumlah manfaat.

Universitas Sumatera Utara

BAB 3
LANDASAN TEORITIS

3.1 Pembelajaran Matematika
Tujuan pembelajaran matematika adalah untuk membentuk pola pikir logis, sistematis, analitis dan kreatif. Untuk mencapai tujuan ini, inovasi pembelajaran matematika
berperan untuk mengatasi masalah pembelajaran matematika di sekolah menengah
dengan mempertimbangkan kebutuhan realistik siswa di lingkungan hidup sehari-hari.
Teori-teori pembelajaran matematika yang trend saat ini adalah pembelajaran
konstektual dan telah berkembang di negara-negara maju dengan berbagai nama. Di
Belanda berkembang Realistic Mathematics of Education (RME), menjelaskan bahwa
pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa. Di Amerika
berkembang Constekstual of Teaching and Learning (CTL), yang intinya membantu
guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi
siswa untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka.
Di Michigan berkembang Bonnected Mathematics Project (MP) yang bertujuan
mengintregasikan ide matematika ke dalam konteks kehidupan nyata dengan harapan
siswa dapat memahami apa yang dapat dipelajarinya dengan baik dan mudah. Para
peneliti menganjurkan pembelajaran di kelas-kelas di Indonesia adalah pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL).
Terdapat tujuh prinsip pembelajaran kontekstual (Depdiknas, 2006) yaitu; membangun pemahaman (kontrukvism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning),
masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection),
dan penilaian autentik (authentic assessment). Meskipun demikian pendekatan pembelajaran matematika dengan metode kontekstual bukan salah satu jalan ke luar
untuk diterapkan setiap sekolah.
Metode pembelajaran bersifat independent. Guru diberikan kebebasan memilihnya, tetapi perlu pertimbangan tingkat efektifitas dan efisiensi penggunaannya.
Khususnya pembelajaran pemodelan matematika. Kaiser, et.al, (2006) menyatakan
bahwa; ”teori belajar mengajar model matematika sangat jauh dari lengkap. Kita
akan mengklaim dan harus mengembangkan teori global untuk belajar mengajar model matematika, dalam pengertian sistem dari sudut pandang yang berhubungan
dengan tingkat didaktik; tujuan belajar, alasan fundamental untuk pengembangan
Universitas Sumatera Utara

20

21
tujuan pada level yang berbeda dari sistem pendidikan, ide yang diujikan tentang
bagaimana mendukung implementasi tujuan belajar guru dan juga tantangan didaktik dan dilema yang berhubungan dengan cara pengorganisasian pengajaran, analitis berbau teoritis ide tentang mengakses alat/sarana belajar dalam aktifitas pemodelan”.

3.2 Problem Solving
Problem solving adal