16 penyajian detail-detail fakta dan oleh tekanan yang diberikan pada fakta-
faktanya.
2. Berita Harus Lengkap, Adil, dan Berimbang
Keakuratan sesuatu fakta tidak selalu menjamin keakuratan arti. Fakta-fakta yang akurat yang dipilh atau disusun secara longgar atau tidak
adil sama menyesatkannya dengan kesalahan yang sama sekali palsu. Dengan terlalu banyak atau terlalu sedikit memberi tekanan, dengan
menyisipkan fakta-fakta yang tidak relevan atau dengan menghilangkan fakta-fakta yang seharusnya ada disana, pembaca mungkin mendapat
kesan yang palsu. 3.
Berita Harus Objektif
Artinya berita itu selaras dengan kenyataan, tidak berat sebelah, bebas dari prasangka. Lawan objektif adalah subjektif, yaitu sikap yang
diwarnai oleh prasangka pribadi. Memang ada beberapa karya jurnalistik yang lebih persuasif, artinya ada sikap subjektif di dalamnya, dan
objektifitasnya agak kendur, misalnya dalam tulisan editorial atau komentar.
4. Berita Harus Ringkas dan Jelas
Mitchel V. Charnley berpendapat, bahwa pelaporan berita dibuat dan ada untuk melayani. Untuk melayani sebaik-baiknya, wartawan harus
mengembangkan ketentuan-ketentuan yang disepakati tentang bentuk dan cara membuat berita. Berita yang disajikan haruslah dapat dicerna dengan
cepat. Ini artinya suatu tulisan yang ringkas, jelas, dan sederhana. Tulisan
17 berita harus tidak banyak menggunakan kata-kata, harus langsung, dan
padu. 5.
Berita Harus Hangat
Berita adalah padanan kata News dalam bahasa inggris. Kata News itu sendiri menunjukkan adanya unsur waktu apa yang new, apa yang baru,
yaitu lawan dari lama. Berita memang selalu baru, selalu hangat.
E.3.2 Nilai Berita
Pandangan modern tentang nilai berita terutama dihubungkan dengan nama Walter Lippmann, wartawan Amerika yang terkenal pada
awal abad lalu. Ia menggunakan istilah nilai berita untuk pertama kalinya dalam bukunya
“Public Opinion” pada tahun 1992. Disitu ia menyebutkan bahwa suatu berita memiliki nilai layak berita jika di dalamnya ada unsur
kejelasan clarity tentang kejadiannya, ada unsur kejutannya surprise, ada unsur kedekatannya proximity secara geografis, serta ada dampak
impact dan konflik personalnya. Jika diringkaskan, nilai berita itu tidak lebih daripada asumsi-
asumsi intuitif wartawan tentang apa yang menarik bagi khalayak tertentu, yakni apa yang mendapat perhatian mereka. Pengelompokkan tentang nilai
berita ini pertama diberikan oleh Wilbur Schramm dalam tulisannya berjudul “The Naturre of News”. Dalam tulisannya itu Schramm
membedakan jenis-jenis berita dalam dua kelompok, yaitu yang memberikan kepuasan yang tertunda dan yang memberikan kepuasan yang
18 segera kepada pembaca. Di antara berita-berita yang masuk kelompok
kedua adalah berita-berita kriminal dan berita-berita korupsi, berita-berita kecelakaan dan bencana, olahraga dan rekreasi serta peristiwa-peristiwa
sosial. Sedangkan berita-berita yang tertunda antara lain informasi tentang masalah kemasyarakatan, masalah ekonomi, masalah sosial, masalah
ilmiah, pendidikan, keadaan cuaca dan kesehatan Hikmat Kusuma Ningrat, 2006:60.
Tetapi, kriteria tentang nilai berita ini sekarang sudah disederhanakan dan disistematikkan sehingga sebuah unsur kriteria
mencakup jenis-jenis berita yang lebih luas. Inilah kriteria berita atau unsur-unsur nilai berita yang sekarang dipakai dalam memilih berita.
1. Aktualitas
Bagi sebuah surat kabar, semakin aktual berita-beritanya, artinya semakin baru peristiwanya terjadi, semakin tinggi nilai beritanya.
2. Kedekatan
Peristiwa yang mengandung unsur kedekatan dengan pembaca, akan menarik perhatian. Stieler dan Lippmann menyebutkan sebagai kedekatan
secara geografis. 3.
Dampak Peristiwa yang memiliki dampak luas terhadap masyarakat, misalnya
pengumuman kenaikan harga BBM, memiliki nilai berita tinggi. Mengukur luasnya dampak yang ditimbulkan oleh suatu peristiwa ini juga
dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan, “berapa banyak manusia
19 yang terkena dampaknya, seberapa luas dan untuk berapa lama?” Jawaban
terhadap pertanyaan ini akan menentukan apakah kita menghadapi berita besar atau biasa.
4. Human Interest
Kata Human Interest secara harfiah artinya menarik minat orang. Definisi mengenai istilah Human Interest senantiasa berubah-ubah menurut
redaktur surat kabar masing-masing dan menurut perkembangan jaman. Tetapi, yang pasti adalah bahwa dalam berita human interest terkandung
unsur yang menarik empati, simpati, atau menggugah khalayak yang membacanya.
E.3.3 Berita Dalam Pandangan Konstruksionis
Dalam pandangan konstruksionis, berita itu ibaratnya seperti sebuah drama. Ia bukan menggambarkan realitas, tetapi potret dari arena
pertarungan antara berbagai pihak yang berkaitan dengan peristiwa. Berita bukanlah representasi dari realitas. Berita uang kita baca pada dasarnya
adalah hasil dari konstruksi kerja jurnalistik, bukan kaidah buku jurnalistik. Semua proses konstruksi Mulai dari memilih fakta, sumber,
pemakaian kata, gambar, sampai penyuntingan memberi andil bagaimana realitas tersebut hadir dihadapan khalayak.
Dalam menilai Objektifitas jurnalistik, hasil kerja jurnalistik tidak bisa dinilai dengan menggunakan sebuah standar yang rigid, seperti halnya
positivis. Hal ini karena berita adalah produk dari konstruksi dan
20 pemaknaan atas realitas. Pemaknaan seseorang atas suatu realitas bisa jadi
berbeda dengan orang lain, yang tentunya menghasilkan “realitas” yang berbeda pula. Karenanya, ukuran yang baku dan standar tidak bisa dipakai.
Kalau ada perbedaan antara berita dengan realitas yang sebenarnya maka tidak dianggap sebagai kesalahan, tetapi memang seperti itulah pemaknaan
mereka atas realitas Eriyanto, 2009:24.
E.4 Analisis Framing
Akhir-akhir ini, konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan
penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media. Dalam ranah komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan
atau perspektif multidisipliner untuk menganalisis fenomena atau aktifitas komunikasi, Konsep tentang framing atau frame sendiri bukan murni konsep ilmu
komunikasi, akan tetapi dipinjam dari ilmu kognitif psikologis Dalam praktiknya, analisis framing juga membuka peluang bagi implementasi konsep-
konsep sosiologi, politik, dan kultural untuk menganalisis fenomena komunikasi, sehingga suatu fenomena dapat diapresiasi dan dianalisis berdasarkan konteks
sosiologis, politis, atau kultural yang melingkupinya Sobur, 2009:162. Ada dua apek dalam framing. Pertama : Memilih fakta realitas. Proses
memilih fakta ini didasarkan pada asumsi, wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua
kemungkinan apa yang dipilh Included dan apa yang dibuang exluded.
21 Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta
yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapakan dengan kata, kalimat dan proposisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa,
dan sebagainya. Konsep Framing dalam studi media banyak mendapat pengaruh dari
lapangan psikologi dan sosiologi. Tetapi secara umum, teori framing dapat dilihat dalam dua tradisi, yaitu psikologi dan sosiologi. Pendekatan psikologi terutama
melihat bagaimana pengaruh kognisi seseorang dalam membentuk skema tentang diri, sesuatu, atau gagasan tertentu Eriyanto, 2009:68.
Berdasarkan konsep psikologi, framing dilihat sebagai penempatan informasi dalam konteks yang unik, sehingga elemen-elemen tertentu suatu isu
memperoleh alokasi sumber kognitif individu lebih besar. Konsekuensinya, elemen-elemen yang terseleksi menajadi penting dalam mempengaruhi penilaian
individu dalam penarikan kesimpulan Sobur, 2009:163.
F. Definisi Konseptual F.1 Konstruksi Media