Pengolahan dan Analisis Kelayakan Berbagai Jenis Produk Kerajinan Rotan di CV Haramas

(1)

PENGOLAHAN DAN ANALISIS KELAYAKAN BERBAGAI

JENIS PRODUK KERAJINAN ROTAN

DI CV HARAMAS

SKRIPSI

Oleh:

TIWA SOLIDA SIGALINGGING 071201004

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGOLAHAN DAN ANALISIS KELAYAKAN BERBAGAI

JENIS PRODUK KERAJINAN ROTAN

DI CV HARAMAS

SKRIPSI

Oleh:

TIWA SOLIDA SIGALINGGING 071201004

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul : Pengolahan dan Analisis Kelayakan Berbagai Jenis Produk Kerajinan Rotan di CV Haramas

Nama : Tiwa Solida Sigalingging

NIM : 071201004

Departemen : Kehutanan

Program Studi : Manajemen Hutan

Disetujui oleh, Komisi Dosen Pembimbing

Agus Purwoko, S.Hut, M.Si Kansih Sri Hartini, S.Hut, M.P Ketua Anggota

Mengetahui

Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan


(4)

ABSTRACT

TIWA SOLIDA SIGALINGGING. Processing and Feasibility Analysis of Different Types of Rattan Handicraft Products in CV. Haramas. Under the guidance of AGUS PURWOKO and KANSIH SRI HARTINI.

Handicraft business for Indonesian people generally is a business that has long been occupied and is a hereditary business of the previous generation. Rattan widely used commercially due to its flexible nature, strong, and relatively uniform shape. This study aimed to know rattan handicraft production process, product-level feasibility and the most feasible product in CV. Haramas. The research was conducted in March-April 2011 in CV. Haramas, Jl. Bunga Rampai No. 7, Simalingkar B, Medan, North Sumatra. The research was done by using analysis of R / C Ratio and Break Event Point (BEP).

The results showed that the processing of rattan products in CV. Haramas was still simple. Rattan production process in order are: measuring, cutting, bending, assembling, plaiting, cleaning, finishing and packaging. There are three types of products on the CV. Haramas the product with the Code 259 t, Code 259 and Code 262. The three types of products on the CV. Haramas is feasible. Based on the value of R / C ratio and the BEP can be seen that the most appropriate product is the product code of 259 t with a value of R / C ratio that is equal to 1.1447 and the highest value is the lowest BEP each BEP BEP production of 175 units and the production price of Rp 126 668 , 65.


(5)

ABSTRAK

TIWA SOLIDA SIGALINGGING. Pengolahan dan Analisis Kelayakan Berbagai Jenis Produk Kerajinan Rotan di CV. Haramas. Dibimbing oleh AGUS PURWOKO dan KANSIH SRI HARTINI.

Usaha kerajinan bagi masyarakat Indonesia umumnya merupakan usaha yang telah lama ditekuni dan merupakan usaha turun temurun dari generasi sebelumnya. Rotan banyak dimanfaatkan secara komersial karena mempunyai sifat yang lentur, kuat, serta relatif seragam bentuknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses produksi kerajinan rotan, tingkat kelayakan produk dan produk yang paling layak di CV. Haramas. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2011 di CV. Haramas, Jl. Bunga Rampai No 7, Simalingkar B, Medan, Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis R/C Ratio dan Break Event Point (BEP).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan produk rotan di CV. Haramas dilakukan secara sederhana. Proses produksi rotan secara berurutan adalah: pengukuran, pemotongan, pembengkokan, perakitan, pengayaman, pembersihan, penyempurnaan dan pengemasan. Ada tiga jenis produk di CV. Haramas yaitu produk dengan Kode 259 t, Kode 259 dan Kode 262. Ketiga jenis produk di CV. Haramas adalah layak. Berdasarkan nilai R/C ratio dan BEP dapat diketahui bahwa produk yang paling layak adalah produk kode 259 t dengan nilai R/C Ratio tertinggi yaitu sebesar 1,1447 dan nilai BEP terendah yaitu masing-masing BEP produksi 175 unit dan BEP harga produksi Rp 126.668,65.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Simbolon, Kabupaten Samosir pada tanggal 22 Februari 1989 dari ayah Resbin Sigalingging dan ibu Risma Parhusip. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 176391 Samosir dan lulus tahun 2001 kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Budi Mulia Samosir dan lulus tahun 2001. Pada tahun 2007, penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Samosir dan pada tahun yang sama diterima masuk di Program Studi Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur Pemanduan Minat dan Prestasi (PMP).

Selama perkuliahan penulis tergabung dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Sylva USU. Pada tahun 2009, penulis mengikuti kegiatan Praktik Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Aras Napal dan Pulau Sembilan, Kabupaten Langkat. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Perum Perhutani Unit III, KPH Kuningan Jawa Barat pada bulan Januari-Februari 2010. Selanjutnya penulis melaksanakan penelitian di CV. Haramas Jl. Bunga Rampai No 7, Simalingkar B, Medan, Sumatera Utara.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengolahan dan Analisis Kelayakan Berbagai Jenis Produk Kerajinan Rotan di CV. Hara Mas”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan di Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak Agus Purwoko S. Hut, M. Si dan Ibu Kansih Sri Hartini S.Hut, M.P selaku Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis. Penulis juga

menghaturkan pernyataan terima kasih kepada orang tua penulis Resbin Sigalingging dan Risma Parhusip yang telah membesarkan, memelihara

dan mendidik penulis selama ini. Khusus untuk Ibu Ir. Maslin Purba dan Bapak J. Tamba, ST di CV. Haramas, penulis menyampaikan banyak terima kasih atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian.

Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Kehutanan, serta semua rekan mahasiswa yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.


(8)

DAFTAR ISI

Hlm

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN Latar belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Rotan ... 4

Rotan dan Potensinya ... 4

Kegunaan Rotan ... 6

Pemanfaatan Rotan... 7

Pengolahan Rotan dan Produknya ... 9

Pengolahan rotan asalan ... 9

Pengolahan rotan menjadi barang jadi... 11

Cara membuat mebel rotan ... 12

Perkembangan Industri Rotan di Indonesia ... 13

Ekspor Rotan ... 15

Kebijakan Pemerintah Mengenai Tataniaga Rotan ... 16

Analisis Kelayakan Ekonomi ... 17

Gambaran Umum Perusahaan ... 18

Tujuan CV. Haramas ... 19

Stuktur perusahaan ... 19

Tenaga kerja ... 20

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 21

Alat dan Bahan ... 21

Responden ... 21

Metode Pengambilan Data... 21

Analisis Data ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan Baku ... 25

Produksi ... 26

Mesin produksi ... 27

Produk ... 28

Proses produksi ... 29


(9)

Analisis Kelayakan Produk ... 35

Analisis R/C ratio ... 35

Analisis BEP ... 36

Produk yang paling layak ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 39

Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40


(10)

DAFTAR TABEL

No. Hlm

1. Data Umum Tenaga Kerja Berdasarkan Sistem Gaji... 20

2. Volume Pembelian Bahan Baku Rotan di CV. Haramas bulan April 2011 ... 25

3. Mesin-mesin Produksi di CV. Haramas ... 27

4. Harga Produk dan Volume Produksi ... 28

5. Penyusutan Peralatan Produksi di CV. Haramas ... 34

6. Biaya Produksi Produk ... 34

7. Nilai R/C Ratio Produk ... 36


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hlm

1. Beberapa Produk Rotan ... 13

2. Struktur Perusahaan CV. Haramas ... 19

3. (a) Rotan manau, (b) Rotan sega, (c) Rotan cacing batu (d) Rotan batu lantai ... 26

4. Pesanan Produk Rotan Pada Bulan April 2011 di CV. Haramas ... 29

5. (a) Steaming; (b) Proses Pembengkokan ... 31


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hlm 1. Bentuk Kuisioner Penelitian ... 42 2. Perhitungan Biaya Produksi dan Tingkat Kelayakan Produk ... 45 3. Foto-foto Penelitian di CV. Haramas ... 50


(13)

ABSTRACT

TIWA SOLIDA SIGALINGGING. Processing and Feasibility Analysis of Different Types of Rattan Handicraft Products in CV. Haramas. Under the guidance of AGUS PURWOKO and KANSIH SRI HARTINI.

Handicraft business for Indonesian people generally is a business that has long been occupied and is a hereditary business of the previous generation. Rattan widely used commercially due to its flexible nature, strong, and relatively uniform shape. This study aimed to know rattan handicraft production process, product-level feasibility and the most feasible product in CV. Haramas. The research was conducted in March-April 2011 in CV. Haramas, Jl. Bunga Rampai No. 7, Simalingkar B, Medan, North Sumatra. The research was done by using analysis of R / C Ratio and Break Event Point (BEP).

The results showed that the processing of rattan products in CV. Haramas was still simple. Rattan production process in order are: measuring, cutting, bending, assembling, plaiting, cleaning, finishing and packaging. There are three types of products on the CV. Haramas the product with the Code 259 t, Code 259 and Code 262. The three types of products on the CV. Haramas is feasible. Based on the value of R / C ratio and the BEP can be seen that the most appropriate product is the product code of 259 t with a value of R / C ratio that is equal to 1.1447 and the highest value is the lowest BEP each BEP BEP production of 175 units and the production price of Rp 126 668 , 65.


(14)

ABSTRAK

TIWA SOLIDA SIGALINGGING. Pengolahan dan Analisis Kelayakan Berbagai Jenis Produk Kerajinan Rotan di CV. Haramas. Dibimbing oleh AGUS PURWOKO dan KANSIH SRI HARTINI.

Usaha kerajinan bagi masyarakat Indonesia umumnya merupakan usaha yang telah lama ditekuni dan merupakan usaha turun temurun dari generasi sebelumnya. Rotan banyak dimanfaatkan secara komersial karena mempunyai sifat yang lentur, kuat, serta relatif seragam bentuknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses produksi kerajinan rotan, tingkat kelayakan produk dan produk yang paling layak di CV. Haramas. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2011 di CV. Haramas, Jl. Bunga Rampai No 7, Simalingkar B, Medan, Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis R/C Ratio dan Break Event Point (BEP).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan produk rotan di CV. Haramas dilakukan secara sederhana. Proses produksi rotan secara berurutan adalah: pengukuran, pemotongan, pembengkokan, perakitan, pengayaman, pembersihan, penyempurnaan dan pengemasan. Ada tiga jenis produk di CV. Haramas yaitu produk dengan Kode 259 t, Kode 259 dan Kode 262. Ketiga jenis produk di CV. Haramas adalah layak. Berdasarkan nilai R/C ratio dan BEP dapat diketahui bahwa produk yang paling layak adalah produk kode 259 t dengan nilai R/C Ratio tertinggi yaitu sebesar 1,1447 dan nilai BEP terendah yaitu masing-masing BEP produksi 175 unit dan BEP harga produksi Rp 126.668,65.


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan ekosistem alam yang memiliki tiga macam produk yaitu kayu, jasa dan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Produk HHBK merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan paling bersinggungan langsung dengan masyarakat sekitar hutan. HHBK terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan usaha dan pendapatan masyarakat sekitar hutan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi penambahan devisa negara. Salah satu produk unggulan HHBK adalah rotan (Sumadiwangsa, 2008).

Dalam tahun-tahun terakhir ini ekspor dari produk industri kerajinan dan mebel dengan bahan baku dari kayu terutama kayu jati semakin menurun jumlahnya, mengingat semakin sedikit pohon jati yang bisa ditebang. Pada saat ini hutan jati sedang dalam proses pembenihan atau penanaman kembali, yang diperkirakan baru dapat dipanen sekitar 30 hingga 60 tahun yang akan datang. Di samping itu adanya ketentuan internasional mengenai ecolabelling bahwa setiap produk yang menggunakan hasil hutan harus disertai persyaratan tebang pilih atau penanaman kembali jenis kayu yang dimanfaatkan. Kondisi ini juga menurunkan volume ekspor kerajinan dan mebel dari kayu hutan. Dengan kondisi tersebut di atas tidak berlebihan jika ekspor produk kerajinan dan mebel perlu ditingkatkan kembali dengan produksi yang menggunakan kayu dari hutan industri maupun bahan baku lainnya yang mudah didapat dan murah (Koeshendra, 2008).

Usaha kerajinan bagi masyarakat Indonesia umumnya merupakan usaha yang telah lama ditekuni dan merupakan usaha turun temurun dari generasi


(16)

sebelumnya. Rotan banyak dimanfaatkan secara komersial karena mempunyai sifat yang lentur, kuat, serta relatif seragam bentuknya. Barang -barang kerajinan rotan yang umumnya banyak diperdagangkan di tingkat lokal adalah keranjang, meubel, tangkai sapu, kurungan burung, tirai, perangkap binatang, pemukul kasur/permadani, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk keperluan ekspor umumnya adalah keranjang dan meubel dalam berbagai model/bentuk. Pada perusahaan yang diteliti produk kerajinan rotan yang ditekuni antara lain kursi, meja, rak buku.

Bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia, produk rotan sudah banyak dikenal terutama pada masyarakat bawah dan menengah. Selain kegiatan pengolahan rotan, maka perdagangan rotan juga telah banyak dilakukan. Terjalinnya hubungan dagang dengan pihak luar negeri memacu kepada bertambahnya peran hasil rotan untuk meningkatkan kontribusi penerimaan negara yang layak untuk diperhitungkan. Sehingga, untuk meningkatkan permintaan luar negeri akan produk rotan, maka perlu dilakukan analisis kelayakan produk untuk menentukan produk terbaik yang akan diproduksi. Selain itu perlu juga membuat desain yang cukup menarik untuk menggugah selera konsumen.

Sebagai komoditi yang mulai dapat diandalkan untuk penerimaan negara, rotan telah dipandang sebagai komoditi perdagangan hasil hutan non-kayu yang cukup penting bagi Indonesia. Produk rotan ini juga telah menambah penerimaan ekspor unggulan selain minyak dan gas bumi, serta dapat disejajarkan dengan penerimaan ekspor utama pertanian. Namun didalam pengolahan, ternyata masih belum cukup memperlihatkan daya saing yang tinggi. Desain yang dimiliki masih


(17)

belum begitu berkembang dari bentuk furniture, keranjang, alat olah raga dan beberapa bentuk produk lainnya. Hal ini diduga karena pemerintah dan instansi lain terkait di daerah masih belum menunjukkan perhatian yang serius sebagaimana perhatian yang selama ini telah diberikan kepada produk hasil hutan lainnya terutama kayu (Muhdi, 2008).

Perumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana proses produksi kerajinan rotan di CV. Haramas?

2. Bagaimana tingkat kelayakan dari berbagai jenis produk rotan di CV. Haramas?

3. Apa jenis produk yang paling layak dan memberikan keuntungan terbesar terhadap CV. Haramas?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui proses produksi kerajinan rotan di CV. Haramas.

2. Mengetahui tingkat kelayakan dari berbagai jenis produk rotan di CV. Haramas.

3. Mengetahui jenis produk yang paling layak dan memberikan keuntungan terbesar terhadap CV. Haramas.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Rotan

Pengelompokan jenis-jenis rotan umumnya didasarkan atas persamaan ciri-ciri karakteristik morfologi organ tanaman, yaitu: akar, batang, daun, bunga, buah dan alat-alat tambahan. Dalam ilmu taksonomi tumbuhan, rotan diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Arecales

Famili : Palmae (Arecaceae) Sub Famili : Calamoideae Genus : Calamus

Spesies : Calamus caesius (rotan sega) (Plantamor, 2008).

Rotan dan Potensinya

Rotan merupakan palem berduri yang memanjat dan hasil hutan bukan kayu yang terpenting di Indonesia. Rotan dapat berbatang tunggal atau berumpun. Rotan yang tumbuh soliter hanya dipanen sekali dan tidak beregenerasi dari tunggul yang terpotong, sedangkan rotan yang tumbuh berumpun dapat dipanen terus-menerus. Habitat rotan pada umumnya pada daerah yang tinggi, tumbuh


(19)

normal pada daerah yang tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering. Sedikit rotan yang mampu bertahan hidup pada daerah yang kering dan daerah yang tergenang air atau banjir berkepanjangan (Dransfield dan Manokaran, 1996).

Rotan sebagaimana asalnya merupakan tumbuhan yang tergolong dalam kelompok palem- paleman yang hidupnya merambat. Golongan ini termasuk dalam sub-famili calamoideae yang mempunyai 13 marga dan sekitar 600 jenis dan hidup pada kawasan hutan hujan tropis di Asia Tenggara. Kelompok rotan pada umumnya tumbuh dan dijumpai pada daerah yang beriklim basah. Beberapa laporan menyebutkan bahwa di Jawa dapat dijumpai sekitar 25 jenis, Sumatera 75 jenis, Kalimantan 100 jenis, Sulawesi mencapai 25 jenis. Dari lebih 50 jenis yang sudah dimanfaatkan dan diperdagangkan di Indonesia, ternyata baru sebagian kecil yang diekspor; antara lain rotan manau, rotan tohiti , rotan irit , rotan sega, rotan semambu, rotan pulut putih, rotan pulut merah yang kesemuanya ini termasuk dalam kelompok calamus (Erwinsyah, 1999) .

Potensi produksi rotan Indonesia sangat besar. Indonesia menempati urutan pertama (75,5%) dalam produksi rotan dunia, urutan berikutnya adalah Malaysia (8,5%), Thailand (7,5%), Filipina (6,6%) dan sisanya (1,9%) diproduksi oleh negara-negara lain. Produksi rotan Indonesia sebagian besar (90%) diekspor ke pasar dunia. Ekspor rotan Indonesai tersebut berupa rotan mentah, rotan setengah jadi, dan barang jadi rotan. Penerimaan devisa rotan menempati urutan kedua setelah kayu dalam ekspor hasil hutan (Muhdi, 2008).

Keberadaan sumber daya rotan yang hampir merata di seluruh wilayah Indonesia merupakan suatu peluang dan tantangan bagi daerah setempat untuk memanfaatkannya menjadi komoditi yang dapat diandalkan terutama untuk


(20)

pembangunan daerah dan untuk modal kesejahteraan masyarakat dan modal bagi pembangunan ekonomi nasional. Dari beberapa tempat penghasil rotan yang tersebar di Indonesia, terutama di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan Irian jaya diketahui bahwa kemampuan produksi rotan adalah berkisar antara 250.000 ton sampai dengan 600.000 ton pertahunnya. Bahkan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur rotan tanaman merupakan penghasil yang sangat penting. Pernah dilaporkan bahwa seluas 30% hutan di Kalimantan Timur merupakan daerah yang ditumbuhi rotan (Hartono, 1998).

Kegunaan Rotan

Rotan secara umum dapat digunakan sebagai bahan untuk mebeler atau furniture, tetapi kenyataannya bagi yang menyenangi bahan dan produk dari rotan dapat digunakan hampir disemua segi kehidupan manusia seperti konstruksi rumah, isi rumah, perkantoran, jembatan, keranjang, tikar, lampit, tali, dll. Rotan merupakan sumber devisa yang sangat besar bagi negara karena Indonesia adalah satu satunya negara terbesar penghasil rotan didunia, rotan sebagai bahan baku pabrik atau industri, home industri, sumber mata pencaharian dan meningkatkan tarap hidup dan perekonomian masyarakat, terutama masyarakat sekitar hutan (Maryana, 2010).

Produk tanaman rotan yang paling penting adalah batangnya. Batang rotan yang sudah tua banyak dimanfaatkan untuk bahan baku kerajinan dan perabot rumah tangga. Batang yang muda digunakan untuk sayuran, akar dan buahnya untuk bahan obat tradisional. Getah rotan dapat digunakan untuk bahan baku pewarnaan pada industri keramik dan farmasi. Manfaat tidak langsung dari rotan adalah kontribusinya meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan,


(21)

peranannya dalam membentuk budaya, ekonomi, dan sosial masyarakat. Batang rotan dapat dibuat bermacam-macam bentuk perabot rumah tangga atau hiasan-hiasan lainnya. Misalnya mebel, kursi, rak, penyekat ruangan, keranjang, tempat tidur, lemari, lampit, sofa, baki, pot bunga, dan sebagainya. Selain itu, batang rotan juga dapat digunakan untuk pembuatan barang-barang anyaman untuk dekorasi, tas tangan, kipas, bola takraw, karpet, dan sebagainya (Januminro, 2000).

Pemanfaatan Rotan

Sebagai komoditi yang mulai dapat diandalkan untuk penerimaan negara, rotan telah dipandang sebagai komoditi perdagangan hasil hutan non-kayu yang cukup penting bagi Indonesia. Produk rotan ini juga telah menambah penerimaan ekspor unggulan selain minyak dan gas bumi, serta dapat disejajarkan dengan penerimaan ekspor utama pertanian lainnya seperti kopi, karet dan minyak sawit. Disamping itu, industri rotan juga memenuhi persyaratan pengembangan ekspor bukan migas karena: (a) memanfaatkan sumberdaya dalam negeri, (b) dapat memperbesar nilai tambah, (c) dapat bersaing di pasar dunia, (d) dapat menyerap tenaga kerja (Muhdi, 2008).

Dewasa ini nilai rotan begitu tinggi sehingga setiap batang dari spesies yang komersial atau bernilai tinggi selalu di panen akibat dari jalan untuk penebangan kayu membuka kawasan kawasan yang semula sukar dicapai sekarang sudah terbuka. Pengumpul rotan dapat memasuki kawasan hutan dan memanen rotan dari dalam kawasan yang luas. Bahkan setelah diterbitkan ijin dan retribusi dibayarkan kepada Dinas Kehutanan sangat mudah, ada bukti bukti yang


(22)

menunjukan bahwa panen dilakukan tanpa memperhatikan kelestarian sumber daya (Maryana, 2010).

Dalam pengolahan rotan masih belum cukup memperlihatkan daya saing yang tinggi. Desain yang dimiliki masih belum begitu berkembang dari bentuk furniture, keranjang, alat olahraga dan beberapa bentuk produk lainnya. Hal ini diduga karena pemerintah dan instansi lain terkait di daerah masih belum menunjukkan perhatian yang serius sebagaimana perhatian yang selama ini telah diberikan kepada produk hasil hutan lainnya terutama kayu. Sebagaimana diketahui kayu masih dipakai sebagai barometer keberhasilan ekspor hasil hutan Indonesia (Sumadiwangsa, 2008).

Pemanfaatan hasil rotan alam dan rotan tanaman cukup berpeluang untuk meningkatkan penerimaan ekspor. Beberapa perubahan kebijakan pemerintah yang dilakukan akhir-akhir ini telah memberikan harapan bagi peningkatan penerimaan ekspor rotan Indonesia, sebagaimana dilaporkan bahwa ternyata hasilnya telah menempatkan Indonesia menjadi ekportir produk rotan yang cukup berhasil pada tahun 1991. Namun demikian walaupun telah terjadi peningkatan penerimaan ekspor namun di sisi lain masalah yang dihadapi oleh para petani, pengrajin, industri pengolah rotan dan pedagang rotan di lapangan, menjadikan memanfaatkan rotan masih sangat rendah dan bahkan sering tidak menarik lagi bagi para petani (Hartono, 1998).

Keberadaan industri pengolahan rotan akan sangat tergantung kepada kondisi pasar. Apabila kondisi pasar mendukung, maka perlu terus didukung oleh kelancaran bahan baku. Keberadaan rotan alam pada saat ini adalah sangat mengkhawatirkan apabila mempertimbangkan kualitas hutan yang menurun


(23)

ditambah lagi dengan tekanan yang cukup serius akibat semakin meningkatnya kebutuhan bahan baku rotan itu untuk pemenuhan kapasitas terpasang industri (Erwinsyah, 1999).

Pengolahan Rotan dan Produknya

Pengolahan rotan adalah pengerjaan lanjutan dari rotan bulat (rotan asalan) menjadi barang setengah jadi dan barang jadi atau siap dipakai atau dijual. Pengolahan dalam industri yaitu proses pemisahan rotan bulat menjadi bagian-bagian rotan seperti kulit dan hati, masing-masing bagian-bagian tersebut diolah lagi sesuai tujuan dan pemanfaatannya. Pengolahan rotan terdiri pengolahan rotan berdiameter kecil (< 18 mm) dan rotan berdiamerter besar (> 18 mm).

Pengolahan rotan asalan a. Penggorengan

Tujuan penggorengan adalah untuk menurunkan kadar air agar cepat kering dan juga untuk mencegah terjadinya serangan jamur. Cara penggorengannya adalah potongan-potongan rotan tersebut diikat menjadi suatu bundelan, kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang sudah disiapkan campuran solar dengan minyak kelapa.

b. Penggosokan dan pencucian

Setelah rotan digoreng, ditiriskan beberapa menit, kemudian digosok dengan kain perca (sabut kelapa) atau karung goni yang dicampur dengan serbuk gergaji, agar sisa kotoran terutama getah yang masih menempel pada kulit rotan dapat dilepaskan, sehingga kulit rotan menjadi bersih dan akan dihasilkan warna rotan yang bewarna cerah dan mengkilap. Setelah digoreng rotan dicuci dengan


(24)

air bersih sambil digosok dengan sabut kelapa untuk membersihkan kotoran yang melekat pada batang.

c. Pengeringan

Setelah rotan dicuci lalu dikeringkan dengan cara dijemur pada panas matahari sampai kering dengan kadar air berkisar 15% - 19%. Pengeringan dapat dilakukan dengan menjemur rotan langsung pada terik matahari.

d. Pelurusan dan pemotongan

Sebagian besar rotan secara alami tidak ada yang lurus sempurna, terutama rotan yang berdiameter besar. Pelurusan rotan dilakukan pada jenis rotan berdiameter besar yang secara alamiah tidak lurus. Pelurusan rotan dilakukan dengan alat yang dibuat dari sebatang balok ukuran 10 cm x 10 cm, panjang 1,25 m, dan pada bagian atas diberi lubang koakan untuk memasukkan dan meluruskan rotan. Pemotongan dilakukan untuk menyeragamkan ukuran rotan secara keseluruhan sesuai dengan syarat dan kualitas yang ditentukan/diinginkan.

e. Pengawetan/pemutihan rotan

Pengawetan atau pemutihan rotan bertujuan untuk mengurangi kerusakan dan kemunduran kualitas akibat senyawa berbagai organisme perusak.

Pengawetan rotan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu: 1. Perendaman pada air yang mengalir

2. Perendaman dalam larutan pengawet/pemutih 3. Perebusan dalam larutan bahan pengawet

f. Pengasapan

Pengasapan bertujuan memasukkan asap belerang ke dalam pori-pori rotan untuk membasmi serangan hama penyakit bila rotan disimpan dalam gudang


(25)

terlalu lama dan untuk meningkatkan warna mutu rotan. Lama pengasapan kurang lebih 12-24 jam, tetapi dapat ditambah apabila warna rotan belum cukup putih.

g. Sortasi kualitas

Sortasi kualitas bertujuan untuk menentukan kelas dan kualitas rotan sesuai dengan standar yang berlaku atau syarat yang ditentukan menyangkut diameter, warna, cacat dan lain sebagainya.

h. Pengikatan, penimbangan, dan pembungkusan

Setelah rotan disortir menurut diameter dan tingkat kualitasnya, rotan tersebut diikat dan ditimbangkan menjadi beberapa unit berat berdasrakan jenis rotan, kualitas, dan ukurannya masing-masing. Selanjutnya, rotan yang sudah ditimbang dan diikat dibungkus agar tidak terkena kotoran.

Pengolahan rotan menjadi barang jadi

Proses pembuatan barang jadi sangat tergantung pada kreasi, imajinasi dan keterampilan pembuatannya. Bentuk produk barang jadi dari bahan baku rotan perlu memperhatikan beberapa faktor teknis, antara lain sebagai berikut:

a. Aspek kenyamanan dan keselamatan fisiologis manusia yang akan memanfaatkan dan mempergunakannya.

b. Efisiensi penggunaan bahan, material, tenaga kerja dalam proses produksinya.

c. Hasil olahan harus mencerminkan dan menampilkan keindahan dan estetika.

d. Bahan baku yang digunakan harus sesuai dan serasi dengan bentuk produknya.


(26)

Cara membuat mebel rotan a. Proses perancangan

Proses perancangan merupakan proses imajinasi bentuk produk yang ingin dibuat. Proses perancangan dapat pula berupa kreasi terhadap bentuk yang sudah ada.

b. Pembentukan dan pembuatan tipe mebel

Pembentukan dan pembuatan tipe mebel dilakukan melalui tahap-tahap berikut: 1. Proses pengukuran

Rotan yang akan dipakai untuk komponen pembuatan mebel disiapkan, kemudian diukur secara teliti sesuai dengan ukuran yang tercantum dalam gambar prototipe. Rotan yang dipakai untuk membuat mebel dapat berupa gabungan antara rotan poles halus berkulit atau tanpa kulit dari kelompok rotan berdiameter besar yang digunakan untuk rangka.

2. Pemotongan

Pemotongan perlu memperhatikan tanda atau coretan sebagai hasil pengukuran. Alat yang diperlukan untuk memotong rotan adalah gergaji.

3. Pembengkokan

Alat yang diperlukan untuk membengkokkan rotan adalah engkol (catok), meja kerja, kompor gas/semprot, dan steaming oven. Ada beberapa kerusakan pada proses pembengkokan, seperti pecah, patah dan putusnya serat pada bagian permukaan yang dilengkungkan

4. Perakitan

Perakitan adalah penggabungan potongan atau bahan-bahan komponen mebel yang sudah dipotong dan dibengkokkan. Perakitan memerlukan bahan


(27)

pembantu, antara lain lem kayu, paku (scrop, paku biasa) dan paku T Nedle. Pelaksanaan perakitan dilakukan dengan cara merangkai potongan-potongan rotan dengan mengacu pada bentuk gambar yang telah dibuat baik ukuran, bentuk, letak dan posisinya.

5. Pengikatan

Dilakukan untuk menambah kekuatan dan keindahan bentuk mebel. Bagian yang perlu diikat adalah sambungan-sambungan yang bentuk ikatannya disesuaikan dengan bentuk sambungan dan mengikuti sambungan yang ada.

6. Finishing

Finishing adalah penyempurnaan hasil akhir suatu produk barang jadi mebel rotan. Proses finishing yang dilakukan dengan baik akan menghasilkan bentuk akhir yang indah dan menarik. Kegiatan finishing dapat berupa pewarnaan, pemberian tambahan anyaman atau jok (Januminro, 2000).

Gambar 1. Beberapa produk rotan

Perkembangan Industri Rotan di Indonesia

Industri pengolahan barang jadi dari rotan masih terbatas pada industri rakyat (home industry) seperti furniture, kerajinan dan lain-lainnya. Industri yang bersifat


(28)

Barang-barang dari rotan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan umumnya dihasilkan melalui proses industri yaitu kerajinan. Ciri khas hasil kerajinan yang berbentuk karya seni dihasilkan melalui keterampilan. Di Indonesia orang-orang yang terampil membuat kerajinan disebut perajin, yang jumlahnya cukup banyak dan peralatan yang digunakan sangat sederhana.

Pertumbuhan kerajinan relatif tidak banyak dipengaruhi oleh teknologi industri. Pengaruh teknologi industri hanya dirasakan dari segi pengadaan bahan baku. Karena keterbatasan penggunaan teknologi industri ini, maka pengembangan kerajinan rotan rotan akan tetap banyak menyerap tenaga kerja. Modal utama industri kerajinan rotan di Indonesia adalah keterampilan dan kreativitas seni yang dapat dikembangkan melalui latihan-latihan. Masyarakat Indonesia memiliki potensi cukup besar di bidang seni kriya rotan. Hal ini dapat dilihat dari hasil kerajinan rotan dengan bentuk dan desain yang beraneka ragam. Secara garis besar industri kerajinan rotan di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Industri Nonmekanis

Industri nonmekanis terdiri atas industri kerajinan rakyat dan industri barang jadi yang pertumbuhannya tidak tergantung pada ketersediaan bahan baku di satu daerah saja, tetapi lebih tergantung pada keterampilan dan keahlian tenaga kerja.

2. Industri Mekanis

Industri mekanis tumbuh di pusat-pusat produksi rotan. Hasil produksi industri mekanis adalah barang bahan setengah jadi


(29)

Ekspor Rotan

Departemen Perindustrian mendesak ekspor rotan mentah ditutup karena ekspor rotan akan mematikan industri mebel dan kerajinan berbasis rotan dalam negeri. Indonesia merupakan produsen rotan alam terbesar di dunia dengan 22 jenis rotan alam. Banyak produsen lebih memilih mengekspor rotan karena tingginya harga dan permintaan bahan baku dari luar negeri. Hal ini disebabkan karena industri mebel dunia sangat tergantung pada suplai bahan baku dari Indonesia (Wardhana, 2010).

Dalam memasarkan rotan, Indonesia mempunyai kekuatan dan kelemahan. Kekuatannya adalah posisi yang dominan untuk menghasilkan bahan baku dan tenaga kerja yang murah, sedangkan kelemahannya mencakup tingkat keterampilan dari tenaga penghasil, kurangnya penguasaan atas selera konsumen dan kalah bersaing dengan negara pengekspor barang jadi. Kegiatan ekspor akan tetap menempati peranan penting sebagai penggerak ekonomi dalam negeri. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya usaha untuk mendorong kegiatan ekspor, baik yang dilakukan pemerintah maupun pengusaha misalnya dengan dikeluarkannya kebijaksanaan perdagangan luar negeri seperti dikeluarkannya tata niaga ekspor komoditas tertentu dan kebijaksanaan lain. Kebijaksanaan perdagangan di samping berorientasi pasar juga memperkuat sektor produksi (Admin, 2009).

Dalam rangka membuka kesernpatan ekspor secara terkendali bagi produk rotan setengah jadi yang bahan bakunya berasal dari rotan hutan alam dengan tetap mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan industri dalam negeri, dengan sasaran kebijakan :


(30)

a. Untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat petani/pengumpul rotan di daerah penghasil rotan untuk memperoleh manfaat dari hasil sumber daya alam daerah mereka sendiri.

b. Untuk mempertahankan kelangsungan pasokan bahan baku rotan yang diperlukan oleh industri barang jadi rotan di dalam negeri dengan cara menetapkan suatu batas maksimum rotan yang dapat diekspor.

c. Untuk tetap menjaga kelestarian tanaman rotan serta kelestarian alam di daerah penghasil rotan.

(Departemen Perdagangan, 2007).

Kebijakan Pemerintah Mengenai Ekspor Rotan

Pada tahun 1986, pemerintah telah mengeluarkan surat keputusan tentang Tata Niaga Rotan melalui Surat Keputusan Menteri Perdagangan No.274/Kp/X/1986 dengan materi utamanya berupa pelarangan ekspor rotan bahan mentah. Kemudian, dengan pertimbangan bahwa industri rotan barang jadi di dalam negeri telah berkembang dengan baik sejak diberlakukan Tata Niaga Rotan maka dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan No.179/Kp/VI/92 tanggal 8 Juni 1992 tentang Ketentuan Ekspor Rotan yang materi utamanya adalah pencabutan larangan ekspor rotan mentah dan rotan setengah jadi.

Upaya Menteri Perdagangan menjembatani pro dan kontra ekspor rotan dengan mengeluarkan Permendag Nomor 36/M-DAG/PER/8/2009 tanggal 11 Agustus 2009, dalam upaya (i) untuk menjamin pasokan bahan baku bagi industri dalam negeri dengan tetap (ii) menjamin petani/pengumpul mendapatkan manfaat serta sekaligus (iii) menjaga kelestarian rotan; patut didukung. Namun yang diatur dalam Permendag ini bukan berapa yang harus dipasok untuk dalam negeri tetapi


(31)

justru berapa yang boleh diekspor. Walaupun jumlah rotan yang boleh diekspor sudah ditetapkan, namun ijin ekspor hanya diberikan kepada perusahaan yang berdomisili di daerah penghasil rotan saja. Hal ini berarti banyak petani/pengumpul rotan di banyak daerah penghasil rotan akan sulit menjual rotannya hanya karena di daerahnya tidak terdapat eksportir rotan (Sumardjani, 2009).

Analisis Kelayakan Ekonomi

Studi kelayakan usaha adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu usaha/proyek dilaksanakan dengan berhasil. Pengertian keberhasilan ini mungkin bisa ditafsirkan agak berbeda-beda. Ada yang mengartikan dalam artian yang lebih terbatas, terutama digunakan oleh pihak swasta yang lebih berminat tentang manfaat ekonomi suatu investasi, sedangkan bagi pihak pemerintah atau lembaga non-profit, pengertian menguntungkan bisa dalam arti yang lebih relatif. Proyek yang diteliti bisa proyek raksasa sampai proyek sederhana. Semakin besar proyek yang akan dijalankan semakin luas dampak yang terjadi baik dampak ekonomi maupun sosial (Suad dan Suwarsono, 2000).

Suatu usaha dikatakan baik dan layak untuk ditekuni bila dalam perhitungan kelayakan usaha memenuhi keriteria. Adapun beberapa perhitungan yang digunakan untuk menilai kelayakan usaha antara lain Break Event Point (BEP) dan B/C ratio.

Analisis break event adalah suatu analisis yang bertujuan untuk menemukan satu titik, dalam unit atau rupiah, yang menunjukkan biaya sama dengan pendapatan. Dengan mengetahui break even ini diharapkan pada volume penjualan berapa perusahaan mencapai titik impasnya, yaitu tidak rugi ataupun


(32)

tidak untung. Analisis ini memerlukan estimasi mengenai biaya tetap, biaya variabel, dan penjualan. Contoh dari biaya tetap adalah biaya depresiasi, pajak bumi dan bangunan, bunga kredit, dan gaji pimpinan, sedangkan contoh dari biaya variabel adalah biaya tenaga kerja langsung, biaya material, biaya utiliti. Dan untuk pendapatan diasumsikan berbentuk linier dimana besarnya bertambah sesuai dengan pertambahan volume penjualan. Sedangkan metode R/C ratio merupakan perbandingan antara penerimaan total dan biaya total, yang menunjukkan nilai penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan (Aswoko, 2009).

Analisis ekonomi suatu proyek tidak hanya memperhatikan manfaat yang dinikmati dan pengorbanan yang ditanggung oleh perusahaan, tetapi oleh semua pihak dalam perekonomian. Sedangkan analisis yang hanya membatasi manfaat dan pengorbanan dari sudut pandang perusahaan disebut sebagai analisis keuangan atau analisis finansial (Suad dan Suwarsono, 2000).

Gambaran Umum Perusahaan

Perusahaan CV. Haramas yang berlokasi di Jl. Bunga Rampai No. 7, Simalingkar B, Medan berdiri pada tanggal 13 November 2003. Berdirinya perusahaan ini atas dasar inisiatif pengusaha yang telah berpengalaman dalam pembuatan mebel rotan. Perusahaan CV. Haramas bekerja sama dengan perusahaan Jaya Parna Mandiri (JPM) yang menjadi pemasok bahan baku bagi perusahaan ini.

Sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan rotan, CV. Haramas secara terus menerus berusaha meningkatkan desain produk agar menambah pasokan orderan. Kualitas dan desain produk yang baik harus tercapai


(33)

agar keberlangsungan perusahaan dapat terjaga. Hal ini dapat dicapai apabila seluruh komponen yang ada dalam perusahaan bekerjasama membentuk jaringan kerja yang teroganisir sehingga stabilitas perusahaan benar-benar dapat terjaga dengan baik.

Tujuan CV. Haramas

Tujuan didirikannya CV. Haramas antara lain:

1. Memajukan industri rotan dengan kualitas dan desain terbaik

2. Untuk memberikan kontribusi dalam pendapatan devisa negara, khususnya dari ekspor perusahaan

3. Menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan/kesejahteraan masyarakat di sekitar lingkungan perusahaan.

Perusahaan CV. Haramas menggunakan rotan sebagai bahan baku dalam produksinya. Bahan baku tersebut diolah dengan menggunakan mesin-mesin produksi. Rotan dipilih karena sifatnya yang kuat, lentur dan menarik. Selain itu tim kelola perusahaan telah berpengalaman dalam pengelolaan produk rotan. Struktur perusahaan

Struktur organiasasi pada CV. Haramas sangat sederhana yang berbentuk garis. Wewenang dari atas ke bawah, sedang tanggung jawab bergerak dari bawah ke atas. Struktur perusahaan CV. Haramas dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur perusahaan CV. Haramas Pimpinan

Administrasi

Mandor


(34)

Tenaga kerja

Tenaga kerja di CV. Haramas hanya berjumlah 15 orang. Sistem penggajian tenaga kerja di CV. Haramas ada dua yaitu sistem harian dan borongan. Sistem harian menerima gaji setiap minggu, sedangkan sistem borongan menerima gaji setiap bulan. Sistem borongan identik dengan mengejar target. Pada Tabel 1 disajikan data umum tenaga kerja berdasarkan sistem penggajian.

Tabel 1. Data umum tenaga kerja berdasarkan sistem gaji

Sistem Gaji Jumlah Upah/hari

Harian 8 orang Rp 60.000,00

Borongan 7 orang Rp 70.000,00

Tenaga kerja CV. Haramas berasal dari daerah setempat, sehingga dengan adanya CV. Haramas di daerah tersebut memberikan kontribusi dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Bekerja di pabrik rotan ini adalah pekerjaan utama bagi para tenaga kerja.

Selama ± 8 tahun berproduksi, salah satu kendala produksi perusahaan adalah penyesuaian orderan yang tidak tetap dengan jumlah tenaga kerja dan bahan baku yang harus disediakan. Untuk mengatasi kendala tersebut perusahaan terkadang melakukan subkontrak pembuatan produk terhadap perusahaan atau usaha rumah tangga yang lain. Subkontrak dalam hal ini berarti menggaji usaha rumah tangga lain untuk membuat produk dengan waktu yang ditentukan.


(35)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di CV. Haramas, Jl. Bunga Rampai No 7, Simalingkar B, Medan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2011.

Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan adalah kamera digital dan perangkat komputer. Bahan yang digunakan adalah kuisioner.

Responden

Responden dalam penelitian ini adalah pimpinan, staf administrasi dan tenaga kerja dari CV. Haramas. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah bahan baku, proses produksi, dan produk. Parameter pendukung yaitu peralatan yang digunakan dalam proses produksi.

Metode Pengambilan Data

Data yang dibutuhkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi (pengamatan langsung), wawancara dan kuisioner.

Data primer yang dibutuhkan meliputi data umum tenaga kerja, teknis pengolahan kerajinan, biaya produksi, upah tenaga kerja, modal dan produk yang dihasilkan serta data pendukung lainnya. Data sekunder yang dibutuhkan meliputi data umum perusahaan dan data pendukung lainnya yang diperoleh melalui studi pustaka.


(36)

Analisis Data

Aspek sosial ekonomi dalam penelitian ini dianalisis dengan tabulasi data umum tenaga kerja yang diperoleh dari CV. Haramas. Data umum tenaga kerja dikelompokkan dan disusun berdasarkan karakteristiknya.

1. Proses produksi

Untuk mengetahui proses produksi rotan di CV. Haramas diperoleh dengan observasi (pengamatan langsung), wawancara dan kuisioner yang dibagikan kepada para responden.

2. Tingkat kelayakan produk

Menurut Aziz (2003) untuk mengetahui tingkat kelayakan dari berbagai produk hal pertama yang dilakukan adalah menganalisis biaya dan pendapatan. Setelah mengetahui biaya dan pendapatan dilanjutkan dengan pemakaian metode R/C Ratio dan Break Event Point (BEP).

a. Analisis biaya dan pendapatan

Dalam analisis biaya dan pendapatan dilakukan perhitungan biaya produksi total (biaya tetap total dan biaya variabel total). Setelah mengetahui biaya produksi dihitung penerimaan dan keuntungan.

Menurut Aziz (2003) rumus perhitungan biaya produksi, penerimaan dan keuntungan adalah sebagai berikut:

Biaya produksi: TC = TFC + TVC

Keterangan: TC = total cost (biaya total)

TFC = total fixed cost (biaya tetap total )

TVC = total variabel cost (biaya tidak tetap total) Penerimaan: TR = P.Q


(37)

Keterangan: TR = total revenue (penerimaan total) P = price per unit (harga jual per unit) Q = quantity (jumlah produksi)

Keuntungan = TR – TC

Keterangan: TR = total revenue (penerimaan total) TC = total cost (biaya total)

b. Revenue Cost Ratio (R/C)

Metode R/C ratio merupakan perbandingan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. Menurut Kuswadi (2006) untuk menghitung R/C ratio dapat dirumuskan sebagai berikut.

RC = TR TC

Keterangan: TR = total revenue (penerimaan total) TC = total cost (biaya total)

Kriteria penilaian R/C ratio:

R/C < 1 = produk tidak layak secara ekonomi R/C > 1 = produk layak secara ekonomi

c. Pendekatan Break Event Point (BEP)

Analisis Break Event Point adalah suatu analisis yang bertujuan untuk menemukan satu titik, dalam unit atau rupiah, yang menunjukkan biaya sama dengan pendapatan. Menurut Aswoko (2009) perhitungan BEP (konsep titik impas) dapat dilakukan dengan dua rumus yaitu:

- BEP Biaya Produksi = Biaya Total Harga Produk - BEP Harga Produksi = Biaya Total


(38)

3. Produk yang paling layak

Menurut Aswoko (2009) beberapa kriteria produk yang paling layak secara ekonomi antara lain:

1. Keuntungan tertinggi 2. Nilai R/C > 1


(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bahan Baku

Perusahaan CV. Haramas menggunakan bahan baku rotan. Jenis rotan yang digunakan antara lain Rotan manau (Calamus manan), Rotan sega (Calamus caesius), Rotan cacing batu (Calamus melanoloma) dan Rotan batu lantai (Calamus sp). Pada Tabel 2 disajikan volume pembelian bahan baku pada bulan April 2011.

Tabel 2. Volume pembelian bahan baku rotan di CV. Haramas Bulan April 2011

No Jenis Rotan Volume Pembelian Harga Beli

1 Rotan manau (Calamus manan) 3000 batang Rp 14.000,00/btg

2 Rotan sega (Calamuscaesius) 1, 5 ton Rp 11.000,00/kg

3 Rotan cacing batu (Calamus

melanoloma)

1 ton Rp 10.000,00/kg

4 Rotan batu lantai (Calamus sp) 2 ton Rp 5.500,00/kg

Rotan cacing batu dan rotan batu lantai merupakan persediaan bahan baku. Pada bulan April 2011 kedua jenis rotan ini tidak digunakan. Proses produksi pada bulan April 2011 hanya menggunakan rotan manau dan rotan sega.

Bahan baku diperoleh melalui supplyer (pemasok) yaitu perusahaan Jaya Parna Mandiri (JPM). Perusahaan JPM memperoleh bahan baku dari berbagai daerah seperti Tele (Kab. Samosir), Sorkam (Kab. Tapteng) dan Sarula (Kab. Taput). Selain itu ada juga yang diperoleh dari Provinsi Kalimantan Selatan (Banjarmasin) dan Sumatera Barat (Padang). Bahan baku dari pemasok merupakan bahan baku yang sudah matang sehingga tidak ada perlakuan pengawetan. Bagian rotan yang digunakan untuk pembuatan mebel rotan adalah


(40)

batangnya. Batang yang digunakan adalah batang yang sudah tua (Januminro, 2000).

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 3. (a) Rotan manau, (b) rotan sega, (c) rotan cacing batu, (d) rotan batu lantai

Pengangkutan bahan baku dilakukan dengan menggunakan truk. Hal ini dilakukan untuk menghemat waktu dan dana, karena dengan menggunakan truk diharapkan mampu mengangkut rotan dalam volume yang besar. Bahan baku diangkut dari pemasok ke perusahaan untuk selanjutnya dilakukan proses produksi.

Produksi

Rotan merupakan produk hasil hutan bukan kayu yang berperan penting dalam meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan. Peran Indonesia


(41)

sebagai produsen utama rotan, kini bukan lagi sebagai pemasok bahan baku bagi industri mebel rotan di luar negeri, tetapi sudah beralih menjadi pemasok mebel rotan dan barang kerajinan (Muhdi, 2008). Salah satu contoh perusahaan pemasok mebel dan barang kerajianan rotan adalah CV. Haramas.

Proses produksi rotan di CV. Haramas dilakukan secara berkesinambungan. Artinya proses produksi dilakukan secara terus menerus. Hal ini dilakukan untuk memenuhi orderan (pesanan).

Mesin produksi

Mesin-mesin produksi rotan yang digunakan dalam proses produksi di CV. Haramas cukup banyak dan memadai. Mesin-mesin ini memiliki standar pakai (umur) masing-masing. Mesin-mesin yang digunakan dalam proses produksi disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Mesin-mesin produksi di CV. Haramas

No Jenis Mesin Produksi Penggunaan Jumlah

(Unit)

1 Alat Pengisap Debu Alat untuk mengisap debu pada proses

pewarnaan

1

2 Compressor Alat untuk menciptakan gas untuk

menjalankan mesin-mesin produksi

2

3 Genset Alat untuk pembangkit tenaga listrik 1

4 Bandling Alat untuk membengkokkan rotan sesuai

dengan bentuk/desain yang diinginkan

1

5 Steam Alat untuk memanaskan potongan rotan

agar lebih mudah dibengkokkan

1

6 Gan Alat penyemprot warna dan vernis pada

produk rotan

1

7 Tembak Max Alat untuk menembakkan staples untuk

mengikat persambungan rotan

2

8 Bor Duduk Alat untuk membuat lubang sekrup pada

produk (langsung diletakkan di tanah)

2

9 Bor Sekrup Alat untuk membuat lubang sekrup pada

produk (tidak terletak di tanah)

4

10 Bor Korek Alat untuk membuat lubang sekrup dengan

ukuran yang lebih kecil

4


(42)

Peralatan yang ada di CV. Haramas semuanya dalam keadaan baik. Hal ini dikarenakan perusahaan menggunakan proses produksi kontinyu, yaitu perusahaan melakukan proses produksi secara berkesinambungan. Sehingga apabila ada peralatan yang rusak segera diperbaiki agar proses produksi tidak terhambat. Karena apabila proses produksi berhenti, pesanan tidak akan terpenuhi. Produk

Proses pembuatan rotan menjadi barang jadi sangat tergantung pada kreasi, imajinasi dan keterampilan pembuatnya (Januminro, 2000). Desain atau bentuk yang lebih kreatif akan diminati banyak orang. Bahan baku yag digunakan juga harus disesuaikan dengan bentuk produknya.

Produksi di CV. Haramas tergantung pada pesanan (orderan). Bentuk produk yang diproduksi disesuaikan dengan permintaan pembeli (buyer). Perusahaan CV. Haramas tidak melakukan promosi produk karena CV. Haramas memproduksi berdasarkan pesanan.

Pada bulan April 2011 pesanan produk di CV. Haramas ada tiga yaitu Kode 259 t, Kode 259 dan Kode 262. Pemberian kode pada produk ini adalah untuk mempermudah perusahaan dalam proses produksi. Masing-masing jumlah produksi dari produk adalah 200 unit, jadi jumlah seluruh produksi pada bulan April 2011 adalah 600 unit. Pada Tabel 4 disajikan harga produk dan volume produksi di CV. Haramas pada bulan April 2011.

Tabel 4. Harga produk dan volume produksi

No Kode Produk Harga Produk Volume Produksi

1 259 t Rp 145.000,00 200 unit

2 259 Rp 205.000,00 200 unit


(43)

Kode 259 t Kode 259

Kode 262

Gambar 4. Pesanan produk rotan pada Bulan April 2011 di CV. Haramas

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa produk yang paling mahal adalah produk dengan kode 262 yaitu Rp 215.000,00. Hal ini dikarenakan bahan baku yang digunakan untuk produk ini lebih banyak dibandingkan dengan produk lainnya.

Proses produksi

Beberapa langkah dalam proses produksi mebel rotan di CV. Haramas antara lain:

1. Pengukuran

Rotan yang akan dipakai untuk pembuatan kursi atau meja disiapkan dan diukur secara teliti sesuai dengan ukuran yang tertera dalam gambar desain.


(44)

Rotan yang dipakai dan diukur adalah rotan setengah jadi yang diperoleh langsung dari pemasok. Pada proses pengukuran peralatan yang digunakan antara lain meteran dan pensil.

2. Pemotongan

Dalam proses pemotongan dilakukan dengan mengikuti tanda-tanda yang dibuat dalam pengukuran. Tanda-tanda pengukuran dibuat dengan menggunakan pensil. Alat yang diperlukan adalah gergaji baik gergaji elektrik maupun gergaji manual.

3. Pembengkokan (Bandling)

Setelah dilakukan pemotongan rotan, langkah selanjutnya adalah pembengkokan rotan sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Sebelum dilakukan pembengkokan, potongan-potongan rotan dimasukkan ke dalam steam selama ± 5 menit. Hal ini dilakukan agar jaringan rotan menjadi lunak sehingga mudah untuk dibengkokkan . Alat yang digunakan dalam proses pembengkokan adalah steam, meja kerja dan engkol.

Pada saat pembengkokan terkadang terdapat kerusakan pada bahan baku yaitu pecah ataupun patah. Menurut para pekerja hal ini terjadi karena kurang hati-hati. Hal ini sesuai dengan pernyataan Januminro (2000) yaitu terdapat beberapa kerusakan pada proses pembengkokan, seperti pecah, patah dan putusnya serat pada bagian permukaan yang dilengkungkan. Kerusakan dalam proses pembengkokan dapat terjadi apabila tidak dilakukan dengan hati-hati. Oleh karena itu dalam proses ini dibutuhkan tenaga kerja yang benar-benar mengerti proses pembengkokan rotan.


(45)

(a) (b) Gambar 5. (a) Steaming, (b) Proses pembengkokan 4. Perakitan (Assembling)

Sebelum melakukan perakitan potongan-potongan rotan harus disesuaikan dengan mal (cetakan). Perakitan merupakan proses penggabungan potongan-potongan rotan yang sudah dipotong dan dibengkokkan. Beberapa peralatan yang digunakan dalam proses perakitan adalah bor (melobangi dan memasukkan sekrup agar sambungan rotan lebih kuat), staples dan tembak max. Tembak max digunakan untuk menembakkan staples pada sambungan rotan agar sambungan tersebut kuat.

5. Penganyaman

Beberapa peralatan yang digunakan dalam penganyaman yaitu tembak max dan tali pengikat rotan. Tali pengikat rotan digunakan untuk menambah kekuatan dan keindahan bentuk produk.

6. Pembersihan

Pembersihan dilakukan untuk membuang sisa serabut rotan (apabila ada yang tersisa). Kertas pasir adalah salah satu bahan yang digunakan dalam pembersihan produk dengan cara mengasah pada bagian yang memiliki serabut sehingga produk lebih halus. Pada proses ini dilakukan juga pemasangan sepatu.


(46)

Tujuan dari pemasangan sepatu ini adalah untuk menghindari kontak langsung rotan dengan lantai. Selain itu dengan pemasangan sepatu akan membuat produk lebih menarik.

7. Finishing

Finishing adalah penyempurnaan hasil akhir suatu produk barang jadi rotan. Kegiatan pada proses ini yaitu pewarnaan dan vernis. Alat yang digunakan dalam proses pewarnaan dan vernis adalah gan (alat penyemprot). Setelah proses pewarnaan dan vernis, produk rotan dikeringkan ± 20 menit. Setelah proses finishing dilakukan juga check-in ulang, untuk memastikan sekrup, sepatu dan yang lainnya pada produk tersebut terpasang dengan baik sehingga tidak mengecewakan konsumen.

(a) (b)

Gambar 6. (a) Pewarnaan dan vernis, (b) pengeringan 8. Pengemasan

Setelah seluruh produk di check-in maka dilakukan pengemasan. Pada umumnya bagian yang dikemas hanya bagian ujung kaki kursi dan meja. Setelah proses ini maka produk siap untuk dijual.


(47)

Berdasarkan pengamatan di lapangan proses pembuatan kerajinan rotan masih tetap banyak yang menggunakan keterampilan tangan. Pengaruh teknologi industri hanya dirasakan dari segi pengadaan bahan baku. Hal ini sesuai dengan pernyataan Januminro (2000) yang menyatakan bahwa pertumbuhan kerajinan relatif tidak banyak dipengaruhi oleh teknologi industri. Pada proses produksi terutama dalam menganyam rotan masih menggunakan cara sederhana (secara manual). Meskipun pengolahan dilakukan secara sederhana kerajinan rotan di CV. Haramas memiliki kualitas yang baik dan bentuk atau desain yang menarik konsumen.

Biaya produksi

Besarnya biaya produksi dipengaruhi oleh tingkat pemakaian bahan baku pembantu serta produktivitas tenaga kerja. Biaya produksi terdiri dari biaya tidak tetap dan biaya tetap. Biaya tidak tetap merupakan biaya yang terkait langsung dengan proses pengolahan rotan seperti penggunaan bahan baku. Biaya tetap antara lain adalah : biaya penyusutan alat dan bangunan dan biaya administrasi

Untuk menghitung biaya tetap dibutuhkan biaya penyusutan alat (depresiasi). Depresiasi adalah penurunan nilai dari aset / harta perusahaan yang di pakai dalam operasi perusahaan. Depresiasi menunjukkan penurunan nilai harta perusahaan yang berwujud (tangible assets) , misalnya gedung dan mesin. Menurut Betrianis (2006) untuk menghitung biaya penyusutan peralatan mesin dapat digunakan rumus berikut:

Depresiasi = Harga beli Umur Pakai


(48)

Tabel 5. Penyusutan peralatan produksi di CV. Haramas

No Jenis Mesin Produksi Umur Pakai (tahun) Harga (Rp) Depresiasi/bulan

1 Alat Pengisap Debu 15 15000000 83333

2 Compressor 10 6000000 50000

3 Genset 5 5000000 83333

4 Bandling 10 5000000 41666

5 Steam 5 4000000 66666

6 Gan 5 3000000 50000

7 Tembak Max 5 2500000 41666

8 Bor Duduk 5 2000000 33333

9 Bor Sekrup 5 600000 10000

10 Bor Korek 5 300000 5000

11 Gergaji Elektrik 5 3000000 50000

Total Penyusutan Rp 514.997,00

Berdasarkan tabel di atas diperoleh biaya penyusutan peralatan di CV. Haramas sebesar Rp 514.997,00. Setelah mengetahui biaya penyusutan peralatan maka dapat dihitung masing-masing biaya total produksi untuk setiap produk. Biaya total produksi terdiri dari biaya tetap total dan biaya variabel total. Perhitungan biaya produksi masing-masing produk dapat dilihat pada Lampiran 2. Sementara, rekapitulasi biaya produksi masing-masing produk dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Biaya produksi produk

No Kode Produk TVC (Rp) TFC (Rp) TC (Rp) TR (Rp)

1 259 t 15.310.400 10.023.330 25.333.730 29.000.000

2 259 26.944.200 10.023.330 36.967.530 41.000.000

3 262 29.761.200 10.023.330 39.784.530 43.000.000

Total 72.015.800 10.023.330 102.085.790 113.000.000

Berdasarkan Tabel 6 biaya total (total cost) paling tinggi terdapat pada produk dengan kode 262 yaitu Rp 39.784.530,00. Harga produk ini juga lebih tinggi yaitu sebesar Rp 215.000,00 sehingga menghasilkan penerimaan terbesar (total revenue) yaitu sebesar Rp 43.000.000,00.


(49)

Analisis Kelayakan Produk

Pada penelitian ini analisis yang digunakan untuk melihat tingkat kelayakan produk adalah analisis R/C ratio dan analisis break event point. Analisis BEP yang dilakukan terdiri dari dua yaitu BEP biaya produksi dan BEP harga produksi. BEP biaya produksi dinyatakan dalam unit sedangkan BEP harga produksi dinyatakan dalam rupiah.

Setiap usaha membutuhkan analisis kelayakan. Analisis kelayakan dilakukan untuk mengetahui apakah usaha tersebut baik dan layak untuk ditekuni (Aswoko, 2009). Pada penelitian ini produk yang dianalisis ada tiga jenis yaitu Kode 259 t, kode 259 dan kode 262 .

Analisis R/C ratio

Analisis R/C ratio merupakan perbandingan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. Biaya dalam hal ini termasuk biaya tetap dan biaya variabel. Sementara penerimaan merupakan perkalian dari harga produk dengan volume produksi.

Perhitungan R/C ratio dari masing-masing produk adalah: • Kode 259 t

R/C Ratio = TR/TC

= Rp 29.000.000,00 / Rp 25.333.730,00 = 1,1447

• Kode 259

R/C Ratio = TR/TC

= Rp 41.000.000,00 / Rp 36.967.530,00 = 1,1093

• Kode 262

R/C Ratio = TR/TC

= Rp 43.000.000,00 / Rp 39.784.530,00 = 1,0808

Untuk mempermudah melihat nilai R/C ratio dari setiap produk maka pada Tabel 7 disajikan nilai R/C ratio dari masing-masing produk.


(50)

Tabel 7. Nilai R/C ratio produk

Kode Produk R/C Ratio

259 t 1,1447

259 1,1093

262 1,0808

Berdasarkan Tabel 7 di atas ketiga jenis produk adalah layak. Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C ratio semua produk lebih dari satu. Sesuai dengan pernyataan Kuswadi (2006) dan Aswoko (2009) yang menyatakan bahwa nilai R/C ratio lebih dari satu menunjukkan usaha atau produk tersebut layak secara ekonomi.

Nilai R/C ratio di atas menunjukkan bahwa produk dengan kode 259 t memberikan keuntungan yang lebih besar daripada produk dengan kode 259 dan 262. Maka berdasarkan tabel tersebut dapat dinyatakan bahwa produk yang paling layak adalah produk dengan kode 259 t karena memiliki nilai R/C ratio tertinggi yaitu 1,1447. Hal ini berarti setiap Rp 1000,00 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.147,00. Berdasarkan nilai ini, pendapatan yang diperoleh kecil, maka proses produksi harus dilakukan secara intensif.

Analisis BEP

Analisis break event adalah suatu analisis yang bertujuan untuk menemukan satu titik, dalam unit atau rupiah, yang menunjukkan biaya sama dengan pendapatan. Dalam hal ini secara mudah BEP diartikan sebagai keadaan dimana tidak rugi dan tidak untung (titik impas).

Perhitungan BEP (BEP biaya produksi dan BEP harga produksi) dari masing-masing produk adalah sebagai berikut:

• Kode 259 t

BEP Biaya Produksi = TC/P

= Rp 25.333.730,00/Rp 145.000,00 = 174,71 = 175 unit


(51)

BEP Harga Produksi = TC/Total Produksi = Rp 25.333.730,00/200 = Rp 126.668,65/Produk • Kode 259

BEP Biaya Produksi = TC/P

= Rp 36.967.530,00/Rp 205.000,00 = 180,32 = 180 unit

BEP Harga Produksi = TC/Total Produksi = Rp 36.967.530,00/200 = Rp 184.837,65/Produk • Kode 262

BEP Biaya Produksi = TC/P

= Rp 39.784.530,00/Rp 215.000,00 = 185,04 = 185 unit

BEP Harga Produksi = TC/Total Produksi = Rp 39.784.530,00/200 = Rp 198.922,65/Produk

Sementara rekapitulasi nilai BEP untuk masing-masing produk dapat dilihat pada Tabel 8. Nilai BEP disajikan dalam bentuk unit (BEP biaya produksi) dan bentuk rupiah (BEP harga produksi).

Tabel 8. Nilai BEP produk Kode Produk BEP Biaya Produksi (Unit) Produksi (Unit) Selisih (Unit) BEP Harga Produksi (Rp) Harga Produk (Rp) Selisih (Rp)

259 t 175 200 25 126.668,65 145.000 18.311,35

259 180 200 20 184.837,65 205.000 20.162,35

262 185 200 15 198.922,65 215.000 16.077,35

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai BEP terendah terdapat pada produk dengan kode 259 t yaitu BEP produksi 175 unit dan BEP harga produksi Rp 126.668,65. Sesuai dengan pernyataan Aswoko (2009) bahwa kriteria produk yang paling layak adalah nilai BEP terendah. Oleh karena itu berdasarkan data yang tercantum pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa produk yang paling layak adalah produk dengan kode 259 t.


(52)

Nilai BEP Biaya Produksi pada produk dengan kode 259 t sebesar 175 unit. Artinya, titik balik modal usaha produksi tercapai jika jumlah produksi 175 biji. Sementara nilai BEP Harga Produksi sebesar Rp 126.668,65 artinya titik

balik modal usaha produksi tercapai apabila harga produk mencapai Rp 126.668,65. Harga produk yang ditetapkan oleh pengusaha lebih besar

daripada harga produk pada saat BEP yang berarti bahwa produk rotan di CV. Haramas menguntungkan.

Produk yang paling layak

Untuk menghasilkan produk yang layak CV. Haramas memproduksi kerajinan rotan yang berkualitas supaya dapat bersaing dengan produk sejenis dari perusahaan lain di pasaran. Kualitas produk yang sudah baik perlu dipertahankan dan ditingkatkan lagi, agar kepuasan konsumen dapat tercapai.

Produk yang paling layak berarti produk yang memberikan keuntungan terbesar terhadap perusahaan. Berdasarkan keterangan Aswoko (2009) bahwa produk yang paling layak memiliki beberapa kriteria yaitu keuntungan tertinggi, nilai R/C ratio lebih dari satu dan nilai BEP terendah maka dapat disimpulkan bahwa produk yang paling layak adalah produk dengan kode 259 t. Hal ini dapat dilihat dengan nilai R/C Ratio kode 259 t tertinggi yaitu sebesar 1,1447 dan nilai BEP terendah yaitu masing-masing BEP produksi 175 unit dan BEP harga produksi Rp 126.668,65. Jadi, berdasarkan Tabel 7 dan Tabel 8 di atas, urutan tingkat kelayakan dari produk adalah produk dengan Kode 259 t, Kode 259 dan Kode 262.


(53)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Proses produksi rotan di CV. Haramas dilakukan secara sederhana. Proses produksi rotan secara berurutan adalah: pengukuran, pemotongan, pembengkokan (bandling), perakitan, pengayaman, pembersihan, penyempurnaan (finishing) dan pengemasan.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga jenis produk di CV. Haramas adalah layak. Urutan produk yang paling layak adalah kode 259 t, Kode 259 dan Kode 262.

3. Berdasarkan nilai R/C ratio dan BEP tersebut dapat diketahui bahwa produk yang paling layak adalah produk kode 259 t dengan nilai R/C Ratio tertinggi yaitu sebesar 1,1447 dan nilai BEP terendah yaitu masing-masing BEP produksi 175 unit dan BEP harga produksi Rp 126.668,65.

Saran

Perusahaan CV. Haramas merupakan industri tradisional yang berproduksi berdasarkan pesanan. Untuk mengubah sistem produksi ini maka perlu dilakukan ekstensifikasi pasar sehingga perusahaan tidak berproduksi berdasarkan pesanan. Selain itu, dibutuhkan perhatian dari semua pihak dalam pengembangan produk kerajinan rotan seperti pelatihan-pelatihan tentang pembuatan kerajinan rotan untuk meningkatkan keterampilan pembuatan kerajinan rotan.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2009. Kalah Bersaing dengan Negara Pengekspor Barang Jadi.

Afri, S.A; Andayani, W; Himmah, B; Tri, W.W; Affianto, A. 2002. Hutan Rakyat, Sosial Ekonomi dan Pemasaran. Cetakan Pertama. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta

Aswoko, G dan Taqyuddin. 2009. Perhitungan Kelayakan Usaha Gaharu.

Aziz, N. 2003. Pengantar Mikro Ekonomi. Bayumedia. Malang Azwar, S. 2004. Metode Penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Betrianis. 2006. Penyusutan dan Alokasi Biaya Overhead. Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Depok

Departemen Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. 2008. Gambaran Umum Hasil Hutan Bukan Kayu (Rotan dan Bambu) di Provinsi Sumatera Utara. Departemen Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, Medan

Departemen Perdagangan. 2007. Kebijakan Umum di Bidang Ekspor. Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri. Jakarta

Dransfield, J. dan N. Manokaran. 1996. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 6 Rotan. Gadjah Mada University Press. Bogor

Erwinsyah. 1999. Kebijakan Pemerintah dan Pengaruhnya terhadap Pengusahaan Rotan di Indonesia. Environmental Policy and Institutional Strengthening IQC. Jakarta

Hartono. 1998. Prospek Industri Rotan dan Saran Penanganan yang Diperlukan. Jakarta

Januminro, CFM. 2000. Rotan Indonesia Potensi Budidaya Pemungutan Pengolahan Standar Mutu dan Prospek Pengusahaan. Kanisius.Yogyakarta

Kuswadi. 2006. Analisis Keekonomian Proyek. Penerbit ANDI. Yogyakarta Koeshendra. 2008. Studi Kelayakan Bisnis Kerajinan. http/


(55)

Maryana, I. 2010. Rotan Primadona Hasil Hutan Non Kayu. [15 November 2010]

Muhdi. 2008. Prospek, Pemasaran dan Kebijakan Hasil Hutan Bukan Kayu Rotan. USU e-Repository. Medan

Plantamor. 2008. Informasi Spesies Rotan. http://www.plantamor.com [13 November 2010]

Rismayani. 2007. Usahatani dan Pemasaran Hasil Pertanian. USU Press. Medan Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Cetakan Pertama. UI Press. Jakarta Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian. UMM Press Malang

Sumadiwangsa, E. S. 2008. Pengembangan Teknologi Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu. Makalah Seminar Nasional Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu. Fakultas Kehutanan IPB Bogor. Bogor

Sumardjani, L. 2009. Antara Larangan Ekspor dan Kelestarian Rotan.

Suryopamungkas, K. 2006. Pemanfaatan Limbah Rotan untuk Produk Aksesori Interior dengan Fungsi Sederhana. Institut Teknologi Bandung. Bandung. http://www.fsrd.itb.ac.id [06 Maret 2010]

Wardhana, S. 2010. Menurunnya Nilai Ekspor Produk dari Rotan. [06 Maret 2010]

Yayasan Prosea. 1994. Rotan: Pembudidayaan dan Prospek Pengembangannya. Prosea Indonesia-Yayasan Prosea, Bogor


(56)

Lampiran 1

KUISIONER

INSTRUMEN PENELITIAN

PENGOLAHAN DAN ANALISIS KELAYAKAN BERBAGAI JENIS PRODUK KERAJINAN ROTAN DI CV HARAMAS

PENELITI :

Nama : Tiwa Solida Sigalingging

NIM : 071201004

Program Studi : Manajemen Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(57)

I. Identitas Responden

1. Nama :

2. Usia :

3. Jenis Kelamin :

4. Pekerjaan :

II. Profil Perusahaan

1. Nama Perusahaan :

2. Bentuk Usaha :

3. Alamat :

4. Pemilik :

5. Tahun Berdiri :

6. Sumber Dana/Modal :

III. Bahan Baku Rotan

1. Jenis Rotan :

2. Asal Pembelian Rotan :

3. Harga Beli :

4. Vol. Pembelian/Minggu : (kg)

5. Transportasi :

6. Perlakuan Pengawetan :

IV. Produksi

1. Alat yang digunakan : 2. Jumlah Produksi/hari : 3. Cara Pembuatan Produk

Meja :

Kursi :

Sofa :

Lainnya :

4. Biaya Produksi/Unit : Meja :Rp…. Kursi :Rp…..


(58)

Sofa :Rp….. Lainnya :Rp….. 5. Harga Jual/Unit : Meja :Rp….

Kursi :Rp….. Sofa :Rp….. Lainnya :Rp…..

6. Apakah perusahaan bekerja sama dengan perusahaan lain yang membutuhkan produk dari CV Haramas?

a. Iya, yaitu perusahaan…….. b. Tidak, karena………. 7. Kendala Produksi :

8. Solusi :

IV. Produk

1. Jenis Produk yang dihasilkan

Meja, jenisnya :

Kursi, jenisnya :

Sofa, jenisnya :

Lainnya :

2. Gaya (desain) mebel (Jawaban dapat diisi lebih dari satu) a. Sederhana

b. Klasik c. Modern

3. Desain mebel ditentukan oleh (Jawaban dapat diisi lebih dari satu) a. Perusahaan sendiri

b. Saingan/perusahaan lain

c. Order (pesanan) dari pelanggan d. Kebutuhan masyarakat saat ini 3. Produk Andalan CV Haramas ……. 4. Promosi Produk

a. Periklanan dan penjualan tatap muka b. Diskon


(59)

Lampiran 2. Perhitungan Biaya Produksi 1. Kode 259 t

Biaya Variabel Bahan Baku dan Biaya Lain

Jumlah yang dibutuhkan/produk

Harga (Rp) Total (Rp)

Manau Natural (28/30) mm

2,25 btg x 200 14.000/btg 6.300.000

Manau (18/20) mm

1,25 btg x 200 8.000/btg 2.000.000

Plastik pengikat 0,1 kg x 200 40.000/kg 800.000

Sekrup 2,5 inchi 4 biji x 200 78/biji 62.400

Sekrup 2 inchi 4 biji x 200 67/biji 53.600

Sekrup 1,5 inchi 24 biji x 200 38/biji 182.400

Staples 19 mm 20 biji x 200 4/biji 16.000

Staples 13 mm 60 biji x 200 3/biji 36.000

Sepatu 4 biji x 200 200/biji 160.000

Upah Tenaga Kerja

- 15.000/meja 3.000.000

Cat Vernis - 10.000/meja 2.000.000

Biaya Kontainer - 2.000/meja 400.000

THC (Total Handling Cost + dokumen)

- 1.500/meja 300.000

Biaya Variabel Total 15.310.400

Biaya Tetap

Jenis Biaya Jumlah (Rp)

Gaji Pimpinan (1 orang) 4.000.000

Administrasi (1 orang) 2.500.000


(60)

Listrik 8.333

Penyusutan Peralatan 514.997

Sewa Gedung 1.000.000

Biaya Tetap Total 10.023.330

TC = TVC + TFC

= Rp 15.310.400,00 + Rp 10.023.330,00 TC = Rp 25.333.730,00

TR = P x Q

= Rp 145.000,00 x 200 TR = Rp 29.000.000,00 Keuntungan = TR – TC

= Rp 29.000.000,00 - Rp 25.333.730,00 = Rp 3.666.270,00

2. Kode 259 Biaya Variabel Bahan Baku dan Biaya Lain

Jumlah yang dibutuhkan/produk

Harga (Rp) Total (Rp)

Manau Natural (28/30) mm

3 btg x 200 14.000/btg 8.400.000

Manau (16/18) mm

1,75 btg x 200 7.000/btg 2.450.000

Sega (7/8) mm 1,25 kg x 200 12.000/kg 3.000.000 Sega (10/12) mm 0,15 kg x 200 12.000/kg 360.000 Plastik pengikat 0,25 kg x 200 40.000/kg 2.000.000

Sekrup 2,5 inchi 8 biji x 200 78/biji 124.800

Sekrup 1,75 inchi 4 biji x 200 60/biji 48.000 Sekrup 1,5 inchi 24 biji x 200 38/biji 182.400

Staples 22 mm 30 biji x 200 5/biji 30.000

Staples 20 mm 80 biji x 200 5/biji 80.000

Staples 19 mm 50 biji x 200 4/biji 40.000

Staples 16 mm 30 biji x 200 4,5/biji 27.000

Staples 10 mm 70 biji x 200 3/biji 42.000

Sepatu 4 biji x 200 200/biji 160.000

Upah Tenaga Kerja

- 23.000/meja 4.600.000


(61)

Biaya Kontainer - 4.000/meja 800.000 THC (Total

Handling Cost + dokumen)

- 3.000/meja 600.000

Biaya Variabel Total 26.944.200

TC = TVC + TFC

= Rp 26.944.200,00+ Rp 10.023.330,00 TC = Rp 36.967.530,00

TR = P x Q

= Rp 205.000,00 x 200 TR = Rp 41.000.000,00 Keuntungan = TR – TC

= Rp 41.000.000,00 - Rp 36.967.530,00 = Rp 4.032.470,00

3. Kode 259 Biaya Variabel Bahan Baku dan Biaya Lain

Jumlah yang dibutuhkan/produk

Harga (Rp) Total (Rp)

Manau Natural (28/30) mm

3,75 btg x 200 14.000/btg 10.500.000

Manau (18/20) mm

1,5 btg x 200 8.000/btg 2.400.000

Sega (9/10) mm 1,25 kg x 200 12.000/kg 3.000.000 Plastik pengikat 0,3 kg x 200 40.000/kg 2.400.000 Sekrup 2,5 inchi 16 biji x 200 78/biji 249.600 Sekrup 1,75 inchi 6 biji x 200 60/biji 72.000 Sekrup 1,5 inchi 21 biji x 200 38/biji 159.600

Staples 25 mm 50 biji x 200 6/biji 60.000

Staples 22 mm 50 biji x 200 5/biji 50.000

Staples 19 mm 80 biji x 200 4/biji 40.000

Staples 16 mm 100 biji x 200 4,5/biji 90.000

Staples 10 mm 300 biji x 200 3/biji 180.000

Sepatu 4 biji x 200 200/biji 160.000

Upah Tenaga Kerja

- 25.000/meja 5.000.000


(62)

Biaya Kontainer - 4.000/meja 800.000 THC (Total

Handling Cost + dokumen)

- 3.000/meja 600.000

Biaya Variabel Total 29.761.200

TC = TVC + TFC

= Rp 29.761.200,00+ Rp 10.023.330,00 TC = Rp 39.784.530,00

TR = P x Q

= Rp 215.000,00 x 200 TR = Rp 43.000.000,00 Keuntungan = TR – TC

= Rp 43.000.000,00 - Rp 39.784.530,00 = Rp 3.215.470,00


(63)

Lampiran 3. Foto-foto Penelitian di CV. Haramas

1. Wawancara dengan Pemilik 2. Perakitan Produk Rotan CV. Haramas

3. Produk yang sudah dirangkai 4. Gergaji Elektrik (Alat Pemotong)


(64)

7. Alat Pengisap Debu 8. Alat menembakkan staples


(1)

Lampiran 2. Perhitungan Biaya Produksi

1. Kode 259 t Biaya Variabel Bahan Baku dan Biaya Lain

Jumlah yang dibutuhkan/produk

Harga (Rp) Total (Rp)

Manau Natural (28/30) mm

2,25 btg x 200 14.000/btg 6.300.000

Manau (18/20) mm

1,25 btg x 200 8.000/btg 2.000.000

Plastik pengikat 0,1 kg x 200 40.000/kg 800.000 Sekrup 2,5 inchi 4 biji x 200 78/biji 62.400 Sekrup 2 inchi 4 biji x 200 67/biji 53.600 Sekrup 1,5 inchi 24 biji x 200 38/biji 182.400 Staples 19 mm 20 biji x 200 4/biji 16.000 Staples 13 mm 60 biji x 200 3/biji 36.000

Sepatu 4 biji x 200 200/biji 160.000

Upah Tenaga Kerja

- 15.000/meja 3.000.000

Cat Vernis - 10.000/meja 2.000.000

Biaya Kontainer - 2.000/meja 400.000

THC (Total Handling Cost + dokumen)

- 1.500/meja 300.000

Biaya Variabel Total 15.310.400

Biaya Tetap

Jenis Biaya Jumlah (Rp)

Gaji Pimpinan (1 orang) 4.000.000

Administrasi (1 orang) 2.500.000


(2)

Listrik 8.333

Penyusutan Peralatan 514.997

Sewa Gedung 1.000.000

Biaya Tetap Total 10.023.330 TC = TVC + TFC

= Rp 15.310.400,00 + Rp 10.023.330,00 TC = Rp 25.333.730,00

TR = P x Q

= Rp 145.000,00 x 200 TR = Rp 29.000.000,00 Keuntungan = TR – TC

= Rp 29.000.000,00 - Rp 25.333.730,00 = Rp 3.666.270,00

2. Kode 259 Biaya Variabel Bahan Baku dan Biaya Lain

Jumlah yang dibutuhkan/produk

Harga (Rp) Total (Rp) Manau Natural

(28/30) mm

3 btg x 200 14.000/btg 8.400.000 Manau (16/18)

mm

1,75 btg x 200 7.000/btg 2.450.000 Sega (7/8) mm 1,25 kg x 200 12.000/kg 3.000.000 Sega (10/12) mm 0,15 kg x 200 12.000/kg 360.000 Plastik pengikat 0,25 kg x 200 40.000/kg 2.000.000 Sekrup 2,5 inchi 8 biji x 200 78/biji 124.800 Sekrup 1,75 inchi 4 biji x 200 60/biji 48.000 Sekrup 1,5 inchi 24 biji x 200 38/biji 182.400 Staples 22 mm 30 biji x 200 5/biji 30.000 Staples 20 mm 80 biji x 200 5/biji 80.000 Staples 19 mm 50 biji x 200 4/biji 40.000 Staples 16 mm 30 biji x 200 4,5/biji 27.000 Staples 10 mm 70 biji x 200 3/biji 42.000

Sepatu 4 biji x 200 200/biji 160.000

Upah Tenaga Kerja

- 23.000/meja 4.600.000


(3)

Biaya Kontainer - 4.000/meja 800.000 THC (Total

Handling Cost + dokumen)

- 3.000/meja 600.000

Biaya Variabel Total 26.944.200

TC = TVC + TFC

= Rp 26.944.200,00+ Rp 10.023.330,00 TC = Rp 36.967.530,00

TR = P x Q

= Rp 205.000,00 x 200 TR = Rp 41.000.000,00 Keuntungan = TR – TC

= Rp 41.000.000,00 - Rp 36.967.530,00 = Rp 4.032.470,00

3. Kode 259 Biaya Variabel Bahan Baku dan Biaya Lain

Jumlah yang dibutuhkan/produk

Harga (Rp) Total (Rp) Manau Natural

(28/30) mm

3,75 btg x 200 14.000/btg 10.500.000 Manau (18/20)

mm

1,5 btg x 200 8.000/btg 2.400.000 Sega (9/10) mm 1,25 kg x 200 12.000/kg 3.000.000 Plastik pengikat 0,3 kg x 200 40.000/kg 2.400.000 Sekrup 2,5 inchi 16 biji x 200 78/biji 249.600 Sekrup 1,75 inchi 6 biji x 200 60/biji 72.000 Sekrup 1,5 inchi 21 biji x 200 38/biji 159.600 Staples 25 mm 50 biji x 200 6/biji 60.000 Staples 22 mm 50 biji x 200 5/biji 50.000 Staples 19 mm 80 biji x 200 4/biji 40.000 Staples 16 mm 100 biji x 200 4,5/biji 90.000 Staples 10 mm 300 biji x 200 3/biji 180.000

Sepatu 4 biji x 200 200/biji 160.000

Upah Tenaga Kerja

- 25.000/meja 5.000.000


(4)

Biaya Kontainer - 4.000/meja 800.000 THC (Total

Handling Cost + dokumen)

- 3.000/meja 600.000

Biaya Variabel Total 29.761.200

TC = TVC + TFC

= Rp 29.761.200,00+ Rp 10.023.330,00 TC = Rp 39.784.530,00

TR = P x Q

= Rp 215.000,00 x 200 TR = Rp 43.000.000,00 Keuntungan = TR – TC

= Rp 43.000.000,00 - Rp 39.784.530,00 = Rp 3.215.470,00


(5)

Lampiran 3. Foto-foto Penelitian di CV. Haramas

1. Wawancara dengan Pemilik 2. Perakitan Produk Rotan CV. Haramas

3. Produk yang sudah dirangkai 4. Gergaji Elektrik (Alat Pemotong)


(6)

7. Alat Pengisap Debu 8. Alat menembakkan staples