Pengaruh lilit batang bawah dabn pupuk fosfat terhadap pertumbuhan stum mata tidur karet ( Hevea brasilliensis Muell Arg.)

PENGARUH LILIT BATANG BAWAH DAN PUPUK FOSFAT
TERHADAP PERTUMBUHAN STUM MATA TIDUR
KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.)

SKRIPSI

Oleh :
RIZKY ANZAH
040301051

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara

PENGARUH LILIT BATANG BAWAH DAN PUPUK FOSFAT
TERHADAP PERTUMBUHAN STUM MATA TIDUR
KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.)


SKRIPSI

Oleh :
RIZKY ANZAH
040301051/BDP-AGRONOMI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara

Judul Skripsi


: Pengaruh lilit batang bawah dabn pupuk fosfat terhadap
pertumbuhan stum mata tidur karet ( Hevea brasilliensis Muell
Arg.)
Nama
: Rizky Anzah
NIM
: 040301051
Departemen
: Budidaya Pertanian
Program Studi : Agronomi

Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing

Ir. Balonggu Siagian, MS
Ketua

Ir. C h a r l o q, MP
Anggota


Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
RIZKY ANZAH: Effect of Girth Rootstock and Phosphate for the Growth Stump of
Hevea Brasilliensis Muell Arg. Supervised by Ir. BALONGGU SIAGIAN, MS and
Ir. CHARLOQ, MP.
Growth of stump by girth stock and gifth phosphate effect. The objective of
the research was to study the effect of girth stock and phosphate for the growth of
Hevea brasilliensis Muell Arg. The research was conducted at experimental field
of Agriclture Faculty, North Sumatera University, Medan with attitude ± 25
metres above on the sea level, from Juni to October 2009. The research was used
the Randomized Group Design with 2 factors. Girth stock level (L) as main factor
with 3 level e.g. 3,6 – 4,6 cm ( L1), 4,7 – 5,7 cm (L2), 5,8 – 6,8 cm (L3) and
phosphate as second factor with 4 level e.g. 0 g (F1), 15 g (F2), 30 g (F3), 45 g
(F4) with 3 replications. The parameters which is noticed were speed of eye stump
out, percentage stump of shoot, length’s shoot, girth’s shoot, leaf’s number,
percentage of stump one umbrella leaf’s.
The result show that girth stock L3 give the best result at the parameters
length’s shoot, turn’s shoot, leaf’s number. The girth stock is not significant to eye
of out time, percentage stump of shoot, and percentage of stump umbrella leaf’s.

The best of the phosphate treatment at the research is F3 to indicate best result by
length shoot parametres. The interaction both factor is significant to length’s
shoot. The combination of treatments that result high length’s shoot is L3F1 (girth
stock 5,8-6,8 cm and phosphate 15 g) already significant to increase growth
stump of rubber.
Key words : girth stock, phosphate, Hevea brasilliensis Muell Arg.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
RIZKY ANZAH: Pengaruh Lilit Batang Bawah dan Pupuk Fosfat Terhadap
Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg). Dibimbing
oleh Ir. BALONGGU SIAGIAN, MS dan Ir. CHARLOQ, MP.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lilit batang bawah dan
pupuk fosfat terhadap pertumbuhan stump mata tidur karet (Hevea brasilliensis
Muell Arg.). Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian USU,
Medan dengan ketinggian tempat sekitar 25 mdpl pada awal Juni sampai Oktober
2009. Metode percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok
(RAK) dengan 2 faktor perlakuan. Lilit batang bawah sebagai faktor utama
dengan 3 taraf perlakuan yaitu 3,6 – 4,6 cm (L1), 4,7 - 5,7 cm (L2) dan 5,8 - 6,8

cm (L3) serta pupuk fosfat sebagai faktor kedua dengan 4 taraf yaitu 0 g (F0), 15
g (F1), 30 g (F2), 45 g (F3) dengan 3 ulangan. Parameter yang diamati adalah
waktu mata melentis, persentase stump bertunas, panjang tunas, lilit batang tunas,
jumlah daun, persentase stum berpayung satu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lilit batang bawah L3 menunjukkan
hasil terbaik pada parameter panjang tunas , lilit batang tunas, jumlah daun. Lilit
batang bawah tidak berpengaruh nyata dengan waktu mata melentis, persentase
stump bertunas, persentase stump berpayung satu. Pupuk fosfat yang terbaik pada
penelitian ini adalah F3 menunjukkan hasil terbaik pada parameter panjang tunas.
Interaksi berpengaruh nyata terhadap parameter panjang tunas. Kombinasi
perlakuan yang menghasilkan panjang tunas tertinggi adalah L3F1 ( lilit batang
bawah 5,8 -6,8 cm dan pupuk fosfat 15 g) yang terbukti mampu meningkatkan
pertumbuhan stump karet.
Kata kunci : lilit batang bawah, phosphate, dan Hevea brasilliensis Muell Arg.

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Rizky Anzah dilahirkan di Patumbak pada 18 Januari 1986 dari pasangan
Rosisyanto dan Khadijah. Penulis adalah anak ke-1 dari 4 bersaudara.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di Sekolah Dasar Negeri
101790 Marindal II Kabupaten Deli Serdang tahun 1998, Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Negeri 1 Patumbak, Kabupaten Deli Serdang
tahun 2001, SMA Negeri 1 (Plus) Matauli Kabupaten Tapanuli Tengah tahun
2004, Kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Sumatera Utara Medan
pada Fakultas Pertanian Program Studi Agronomi tahun 2004.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi wakil dari
mahasiswa fakultas pertanian USU untuk mendampingi petani padi, karet, dan
kelapa sawit di Kabupaten Serdang Bedagai. Penulis juga mewakili USU dalam
kompetisi bisnis TRUST DANONE Tingkat Nasional VII di Jakarta, mewakili
mahasiswa USU dalam pengenalan tanaman hortikultura dan pangan di Thailand
pada tahun 2006.
Selama bulan Juni hingga Juli 2008 mengikuti kegiatan Praktek Kerja
Lapangan di PT. Soeloeng Laoet, Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang
Bedagai. Pernah mengikuti sosialisasi teknologi budidaya pisang barangan di desa
Talun Kenas Deli Serdang oleh AMARTA dan USAID selama satu minggu pada
tahun 2008.

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas segala rahmat,
ridho dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Adapun
judul penelitian yang dipilih adalah “ Pengaruh Lilit Batang Bawah dan Pupuk
Fosfat terhadap Pertumbuhan Stump Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis
Muell Arg.)
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Balonggu Siagian, MS
selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Ir. Charloq, MP selaku anggota komisi
pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan. Ungkapan
terima kasih juga saya sampaikan kepada orangtua tercinta, Ayahanda Rosisyanto
dan Ibunda Khadijah (Alm) atas kasih sayang, dukungan, serta doanya. Kepada
kakek, nenek, paklek dan buklek saya atas doa dan dukungannya. Di samping itu
penghargaan penulis sampaikan kepada adik saya Weny Indriana, Fajar Surya,
teman terbaik saya Michele Ardinata (Izkymie), teman-teman terbaik saya di
Mitra Agro Perkasa Team, teman-teman terbaik saya Kahar, Fariz, Iyan Kabes,
seluruh teman-teman di TRUST DANONE 7th dan teman-teman saya sesama
kelompok tani Bina Prima Nusantara atas segala bantuannya.
Terima kasih juga kepada teman-teman mahasiswa Agronomi dan
Pemuliaan Tanaman angkatan 2004, teman-teman di The Base Camp Club,
teman-teman di Forum Komunikasi Pembaca Kompas tahun 2008-2009 atas

segala dukungan dan bantuannya selama penulis menjalani perkuliahan di kampus
tercinta.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan
sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi

Universitas Sumatera Utara

kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pihak yang membutuhkan.
Medan, Maret 2010

Penulis

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
ABSTRACT ……………………………………………………………….

i


ABSTRAK ………………………………………………………………...

ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……………………………………………

iii

KATA PENGANTAR ……………………………………………………..

iv

DAFTAR ISI ……………………………………………………………….

vi

DAFTAR TABEL ………………………………………………………….

viii


DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………

ix

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….

x

PENDAHULUAN
Latar Belakang …………….…………………………………………………
Tujuan Penelitian ………………….…………………………………………
Hipotesis Penelitian ……………………….…………………………………
Kegunaan Penelitian ………………………............………………………...

1
3
3
3

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman …………………............…………………………………..
Syarat Tumbuh …………………………............……………………………
Iklim ……………………………………......………………………..
Tanah ………………………………………......…………………….
Stum Mata Tidur Karet ..............................………………............……………
Biji ........................................................................................................
Batang Bawah ......................................................................................
Entris ....................................................................................................
Okulasi .................................................................................................
Pupuk Fosfat ………………………………………………............…………
Rootone-F ………………………………………………………............……

4
7
7
8
9
9
9
10
10
11
13

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu …………………………………………………..
Bahan dan Alat ………………………………………………………
Metode Penelitian ……………………………………………………

15
15
15

PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Lahan ………………………………………………………............
Persiapan Media Tanam ………………………………… …………..............
Aplikasi Pupuk Fosfat (TSP) ……….................……………………………..
Persiapan Bahan Tanaman …………………...........…………………………
Penanaman Stum Mata Tidur Karet ………………...........…………………

18
18
18
18
19

Universitas Sumatera Utara

Pemeliharaan Tanaman ……………………………………………………… 19
Penyiraman …………………………………………………….……. 19
Penyulaman ……………………………………………………........… 20
Pengendalian Hama dan Penyakit ……………………………………. 20
Penyiangan ……………………………………………………………. 20
Parameter Yang Diamati ……………………………………………..……….. 20
Kecepatan Mata Stum Melentis ………………………………………. 20
Persentase Stum Bertunas (%) ………………..…………………….... 21
Panjang Tunas (cm)…….…………………………………………..…. 21
Lilit Batang Tunas (mm)………….…………………………….…….. 21
Jumlah Daun (helai)………………………………………….……….. 21
Persentase Stum Berpayung satu ……….........……........……………. 22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ……………………………………………………….…………………. 23
Pembahasan ………………………………………………………………….. 41
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ……………..............……………………………………………..
Saran ……………………………………..……………………………………
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..
LAMPIRAN ………………………………………………………………….

45
45
46
48

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

No.

Hal

1. Rataaan kecepatan mata stump melentis stum karet (hari) dengan
perlakuan lilit batang bawah dan pupuk fosfat pada 1 – 21 HST ............... 24
2. Rataan persentase stump bertunas stum karet (%) dengan perlakuan
lilit batang bawah dan pupuk fosfat pada 1 – 3 MST ................................. 25
3. Rataan panjang tunas stum karet (cm) dengan perlakuan lilit batang
bawah dan pupuk fosfat pada 3 – 13 MST dan rataan panjang tunas
stum karet (cm) dengan interaksi perlakuan lilit batang bawah dan pupuk
fosfat pada 5 MST ..................................................................................... 26
4. Rataan lilit batang tunas stum karet (mm) dengan perlakuan lilit
batang bawah dan pupuk fosfat pada 3 – 13 MST ..................................... 32
5. Rataan jumlah daun stum karet (helai) dengan perlakuan lilit batang
bawah dan pupuk fosfat pada 3 – 13 MST .................................................. 36
6. Rataan persentase stump berpayung satu stum karet (%) dengan
perlakuan lilit batang bawah dan pupuk fosfat pada 13 MST ...................... 39

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

No.

Hal

1. Hubungan pertumbuhan panjang tunas stum karet dengan
perlakuan lilit batang bawah pada 3 – 13 MST ........................................... 28
2. Hubungan pertumbuhan panjang tunas stum karet dengan
perlakuan pupuk fosfat pada 3 – 13 MST .................................................. 29
3. Hubungan pertumbuhan panjang tunas dengan perlakuan pupuk
fosfat pada 9 MST ..................................................................................... 30
4. Hubungan pertumbuhan panjang tunas dengan perlakuan pupuk
fosfat pada 11 MST .................................................................................... 30
5. Pengaruh interaksi pupuk fosfat dan berbagai ukuran lilit batang bawah
terhadap panjang tunas stum karet pada 5 MST .......................................... 31
6. Hubungan pertumbuhan lilit batang tunas stum karet dengan
perlakuan lilit batang bawah pada 3 – 13 MST ................... ........................ 33
7. Hubungan pertumbuhan lilit batang tunas stum karet dengan
perlakuan pupuk fosfat pada 3 – 13 MST ............................................... ..... 34
8. Hubungan pertumbuhan jumlah daun stump karet dengan perlakuan
lilit batang bawah pada 3 – 13 MST ......................................................... ... 37
9. Hubungan pertumbuhan jumlah daun stump karet dengan perlakuan
pupuk fosfat pada 3 – 13 MST ....................................................... .............. 38

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

No.

Hal

1. Bagan lahan penelitian .............................................................................. 48
2. Bagan plot tanaman .................................................................................... 49
3. Jadwal pelaksanaan penelitian ................................................................... 50
4. Deskripsi karet klon PB-260 ...................................................................... 51
5. Hasil analisa tanah .................................................................................... 52
6. Data kecepatan mata stump melentis ......................................................... 53
7. Daftar sidik ragam kecepatan mata stump melentis..................................... 53
8. Data persentase stump bertunas pada 1 MST .............................................. 54
9. Daftar sidik ragam persentase stump bertunas pada 1 MST ........................ 54
10. Data persentase stump bertunas pada 2 MST ............................................. 55
11. Daftar sidik ragam stump bertunas pada 2 MST ......................................... 55
12. Data persentase stump bertunas pada 3 MST .............................................. 56
13. Daftar sidik ragam stump bertunas pada 3 MST ......................................... 56
14. Data panjang tunas pada 3 MST ................................................................ 57
15. Daftar sidik ragam panjang tunas pada 3 MST ........................................... 57
16. Data panjang tunas pada 5 MST ................................................................ 58
17. Daftar sidik ragam panjang tunas pada 5 MST ........................................... 58
18. Data Panjang Tunas pada 7 MST ............................................................... 59
19. Daftar sidik ragam panjang tunas 7 MST.................................................... 59
20. Data panjang tunas pada 9 MST ................................................................. 60
21. Daftar sidik ragam panjang tunas pada 9 MST ........................................... 60

Universitas Sumatera Utara

22. Data panjang tunas pada 11 MST ............................................................... 61
23. Daftar sidik ragam panjang tunas pada 11 MST.......................................... 61
24. Data panjang tunas pada 13 MST ............................................................... 62
25. Data sidik ragam panjang tunas pada 13 MST ............................................ 62
26. Data lilit batang tunas pada 3 MST............................................................. 63
27. Daftar sidik ragam lilit batang tunas pada 3 MST ....................................... 63
28. Data lilit batang tunas pada 5 MST............................................................. 64
29. Daftar sidik ragam lilit batang tunas pada 5 MST ....................................... 64
30. Data lilit batang tunas pada 7 MST............................................................. 65
31. Daftar sidik ragam lilit batang tunas pada 7 MST ....................................... 65
32. Data lilit batang tunas pada 9 MST............................................................. 66
33. Daftar sidik ragam lilit batang tunas 9 MST ............................................... 66
34. Data lilit batang tunas pada 11 MST ........................................................... 67
35. Daftar sidik ragam lilit batang tunas pada 11 MST ..................................... 67
36. Data lilit batang tunas pada 13 MST ........................................................... 68
37. Daftar sidik ragam lilit batang tunas pada 13 MST ..................................... 68
38. Data jumlah daun pada 3 MST ................................................................... 69
39. Daftar sidik ragam jumlah daun pada 3 MST.............................................. 69
40. Data jumlah daun pada 5 MST ................................................................... 70
41. Daftar sidik ragam jumlah daun pada 5 MST ............................................. 70
42. Data jumlah daun pada 7 MST ................................................................... 71
43. Daftar sidik ragam jumlah daun pada 7 MST.............................................. 71
44. Data jumlah daun pada 9 MST ................................................................... 72
45. Daftar sidik ragam jumlah daun pada 9 MST ............................................. 72

Universitas Sumatera Utara

46. Data jumlah daun pada 11 MST ................................................................. 73
47. Daftar sidik ragam jumlah daun pada 11 MST............................................ 73
48. Data jumlah daun pada 13 MST ................................................................. 74
49. Daftar sidik ragam jumlah daun pada 13 MST............................................ 74
50. Data persentase stump berpayung satu pada 13 MST.................................. 75
51. Daftar sidik ragam persentase stump berpayung satu pada 13 MST ............ 75
52. Rangkuman Penelitian .................................................................................. 76
53. Foto-foto penelitian .................................................................................... .. 77

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
RIZKY ANZAH: Effect of Girth Rootstock and Phosphate for the Growth Stump of
Hevea Brasilliensis Muell Arg. Supervised by Ir. BALONGGU SIAGIAN, MS and
Ir. CHARLOQ, MP.
Growth of stump by girth stock and gifth phosphate effect. The objective of
the research was to study the effect of girth stock and phosphate for the growth of
Hevea brasilliensis Muell Arg. The research was conducted at experimental field
of Agriclture Faculty, North Sumatera University, Medan with attitude ± 25
metres above on the sea level, from Juni to October 2009. The research was used
the Randomized Group Design with 2 factors. Girth stock level (L) as main factor
with 3 level e.g. 3,6 – 4,6 cm ( L1), 4,7 – 5,7 cm (L2), 5,8 – 6,8 cm (L3) and
phosphate as second factor with 4 level e.g. 0 g (F1), 15 g (F2), 30 g (F3), 45 g
(F4) with 3 replications. The parameters which is noticed were speed of eye stump
out, percentage stump of shoot, length’s shoot, girth’s shoot, leaf’s number,
percentage of stump one umbrella leaf’s.
The result show that girth stock L3 give the best result at the parameters
length’s shoot, turn’s shoot, leaf’s number. The girth stock is not significant to eye
of out time, percentage stump of shoot, and percentage of stump umbrella leaf’s.
The best of the phosphate treatment at the research is F3 to indicate best result by
length shoot parametres. The interaction both factor is significant to length’s
shoot. The combination of treatments that result high length’s shoot is L3F1 (girth
stock 5,8-6,8 cm and phosphate 15 g) already significant to increase growth
stump of rubber.
Key words : girth stock, phosphate, Hevea brasilliensis Muell Arg.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
RIZKY ANZAH: Pengaruh Lilit Batang Bawah dan Pupuk Fosfat Terhadap
Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg). Dibimbing
oleh Ir. BALONGGU SIAGIAN, MS dan Ir. CHARLOQ, MP.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lilit batang bawah dan
pupuk fosfat terhadap pertumbuhan stump mata tidur karet (Hevea brasilliensis
Muell Arg.). Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian USU,
Medan dengan ketinggian tempat sekitar 25 mdpl pada awal Juni sampai Oktober
2009. Metode percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok
(RAK) dengan 2 faktor perlakuan. Lilit batang bawah sebagai faktor utama
dengan 3 taraf perlakuan yaitu 3,6 – 4,6 cm (L1), 4,7 - 5,7 cm (L2) dan 5,8 - 6,8
cm (L3) serta pupuk fosfat sebagai faktor kedua dengan 4 taraf yaitu 0 g (F0), 15
g (F1), 30 g (F2), 45 g (F3) dengan 3 ulangan. Parameter yang diamati adalah
waktu mata melentis, persentase stump bertunas, panjang tunas, lilit batang tunas,
jumlah daun, persentase stum berpayung satu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lilit batang bawah L3 menunjukkan
hasil terbaik pada parameter panjang tunas , lilit batang tunas, jumlah daun. Lilit
batang bawah tidak berpengaruh nyata dengan waktu mata melentis, persentase
stump bertunas, persentase stump berpayung satu. Pupuk fosfat yang terbaik pada
penelitian ini adalah F3 menunjukkan hasil terbaik pada parameter panjang tunas.
Interaksi berpengaruh nyata terhadap parameter panjang tunas. Kombinasi
perlakuan yang menghasilkan panjang tunas tertinggi adalah L3F1 ( lilit batang
bawah 5,8 -6,8 cm dan pupuk fosfat 15 g) yang terbukti mampu meningkatkan
pertumbuhan stump karet.
Kata kunci : lilit batang bawah, phosphate, dan Hevea brasilliensis Muell Arg.

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Komoditas karet memiliki peranan penting dalam perekonomian Nasional,
yaitu sebagai sumber pendapatan lebih dari 10 juta petani dan memberikan
kontribusi yang sangat berarti pada devisa negara yang mencapai sekitar US$ 981
juta pada tahun 2008 (GAPKINDO, 2008). Selain itu, pengembangan perkebunan
karet berperan dalam mendorong pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru di
wilayah-wilayah pengembangan, dan berfungsi sebagai pelestari lingkungan.
Andalan perkebunan karet di Indonesia bertumpu pada perkebunan rakyat, yang
mencakup areal sekitar 83% (2,8 juta ha) dari total areal perkebunan karet
Indonesia (3,3 juta ha), dan memberikan kontribusi sekitar 76% (1,2 juta ton) dari
total produksi karet alam nasional (3,4 juta ton) pada tahun 2008.
(Ditjenbun, 2008).
Program peremajaan dan pengembangan perkebunan karet di Indonesia
dari waktu ke waktu semakin meningkat. Sejalan dengan itu jumlah bahan
tanaman yang dibutuhkan juga semakin banyak. Pada tahun 2010 – 2012
sebanyak ± 400.000 hektar perkebunan karet di seluruh Indonesia yang perlu di
remajakan. Pembuatan batang bawah dilakukan dengan memilih benih yang
berasal dari biji terpilih propelligitim, yaitu biji yang diketahui pohon induknya
bersal dari klon-klon anjuran untuk batang bawah. Oleh sebab itu diperlukan
perhitungan yang cermat dalam menentukan jenis klon yang ditanam. Klon-klon
anjuran yang dikeluarkan oleh lembaga penelitian seperti RRIC-100, PB-330, PB260, PB-340, BPM-109, IRR-118. Dari semua klon di atas yang paling banyak di

Universitas Sumatera Utara

tanam di Sumatera Utara pada saat sekarang ini adalah klon PB-260. Hal ini
dikarenakan klon PB-260 memiliki keunggulan seperti potensi produksi yang
tinggi, tahan terhadap kekeringan alur sadap dan gangguan angin yang kencang.
(Balai Penelitian Sembawa, 2005)
Pemilihan

besarnya

lilit

batang

bawah

tanaman

karet

sangat

mempengaruhi keberhasilan dalam pelaksanaan okulasi. Dimana pemilihan lilit
batang bawah yang tepat merupakan salah satu faktor yang menentukan untuk
menghasilkan bahan tanaman stum mata tidur pada tanaman karet dan juga sangat
mempengaruhi tingkat produksi karet kering pada masa yang akan datang.
Apabila tidak tepat dalam pemilihan lilit batang bawah dapat mempengaruhi
potensi karet kering sebesar 20-25%. Hal ini berarti sangat menentukan
pengembalian modal seperti yang diperhitungkan.
(Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005)
Pemberian pupuk fosfat merupakan salah satu usaha ke arah perbaikan
teknik budidaya yang dapat dilakukan guna mencapai tujuan yang optimal dalam
penyediaan bibit karet stum mata tidur. Pada stadia ini unsur fosfat mempunyai
peranan sangat penting bagi tanaman karet dalam proses pembentukan akar dan
melindungi daerah perakaran batang bawah yang luka sewaktu pembongkaran
dari lokasi pembibitan dan juga proses respirasi sehingga proses metabolisme
pada sistem perakaran batang bawah dapat terbentuk dengan baik. Dengan
pengaruh pupuk fosfat yang sangat penting diawal pertumbuhan stum mata tidur
karet, maka pemberian pupuk fosfat sangat dianjurkan diawal pertumbuhan stum.
Adapun unsur fosfat juga mempunyai peran di dalam pemindahan dan
penggunaan energi (ATP-AMP), pembelahan sel, pertumbuhan jaringan

Universitas Sumatera Utara

meristem, serta pembentukan bagian-bagian generatif seperti bunga, buah, dan
lateks (Sivandyan, 1981).
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai pengaruh lilit batang bawah dan pupuk fosfat terhadap pertumbuhan
stum mata tidur karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh lilit batang bawah
dan pupuk fosfat terhadap pertumbuhan stum mata tidur karet.

Hipotesis Penelitian

Ada perbedaan respons yang nyata pada pertumbuhan stum mata tidur
karet akibat lilit batang bawah, pupuk fosfat serta interaksi antara lilit batang
bawah dan pupuk fosfat.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan. Dan diharapkan dapat pula berguna untuk pihak-pihak
yang berkepentingan dalam dalam budidaya karet.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman
Menurut Setiawan dan Andoko (2005), klasifikasi tanaman karet (Hevea
brasiliensis) adalah sebagai berikut :
Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Euphorbiales

Family

: Euphorbiaceae

Genus

: Hevea

Spesies

: Hevea brasiliensis Muell Arg.

Tanaman karet dapat diperbanyak secara generatif (dengan biji) dan
vegetatif (menggunakan klon). Biji yang akan dipakai untuk bibit, terutama untuk
penyediaan

batang

bagian

bawah

harus

sungguh-sungguh

baik

(Setyamidjaja, 1993). Benih karet menghasilkan daun yang berturut-turut, salah
satu yang lebih rendah jatuh sesuai umur mereka dan akar utama akan bertambah
panjangnya. Kemudian sistem cabang di bentuk dimana tergantung pada klon
karet yang berbeda. Biasanya tanaman karet sangat mudah roboh dikarenakan
angin (William, dkk, 1987).
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup
besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 - 25 m. Batang tanaman biasanya
tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi pada bagian atas. Dibeberapa

Universitas Sumatera Utara

kebun karet ada kecondongan arah tumbuh tanaman agak miring ke arah utara.
Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks.
(Anonimous, 2004).
Daun karet berselang-seling, tangkai daunnya panjang dan terdiri dari 3
anak daun yang licin berkilat. Petiola tipis, hijau, berpanjang 3,5-30 cm. Helaian
anak daun bertangkai pendek dan berbentuk lonjong-oblong atau oblong-obovate,
pangkal sempit dan tegang, ujung runcing, sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah
agak cerah, panjangnya 5-35 cm dan lebar 2,5-12,5 cm (Sianturi, 2001).
Daun karet berwarna hijau dan terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai
anak daun. Panjang tangkai anak daun utama 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun
antara 3-10 cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun
yang terdapat pada sehelai daun karet. Anak daun berbentuk elips, memanjang
dengan ujung runcing. Tepinya rata dan gundul, tidak tajam (Anonimus, 2004).
Pohon karet mulai menghasilkan buah pada usia ±4 tahun. Setiap buah
terdiri dari tiga atau empat biji, yang jatuh ke tanah ketika buah matang dan
pecah. Setiap tanaman karet menghasilkan 800 biji (1,3 kg) dua kali setahun, yaitu
untuk daerah Sumatera Utara pada bulan Agustus dan November. Biji terdiri dari
cangkang keras yang tipis dan sebuah kernel. Cangkang juga terdiri dari beberapa
minyak kernel dan cangkang terkadang dicampur bersama, menghasilkan minyak
dengan serat tinggi (www.agroindonesia.com, 2006).
Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas. Masing-masing ruang
berbentuk setengah bola. Jumlah ruang biasanya tiga, kadang-kadang sampai
enam ruang. Garis tengah buah 3-5 cm. Bila buah sudah masak, maka akan pecah
dengan sendirinya. Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi, jumlah biji

Universitas Sumatera Utara

biasanya tiga hingga enam biji, sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar
dengan kulit keras. Warnanya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola
yang khas (Anonimous, 2004).
Bunga majemuk ini terdapat pada ujung ranting yang berdaun. Tiap-tiap
karangan bunga bercabang-cabang. Bunga betina tumbuh pada ujung cabang,
sedangkan bunga jantan terdapat pada seluruh bagian karangan bunga. Jumlah
bunga jantan jauh lebih banyak daripada bunga betina. Bunga berbentuk
“lonceng” berwarna kuning. Ukuran bunga betina lebih besar daripada bunga
jantan. Apabila bunga betina terbuka, putik dengan tiga tangkai putik akan
tampak. Bunga jantan bila telah matang akan mengeluarkan tepung sari yang
berwarna kuning. Bunga karet mempunyai bau dan warna yang menarik dengan
tepung sari dan putik yang agak lengket (Setyamidjaja, 1993).
Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan bunga betina yang terdapat
dalam malai payung tambahan yang jarang. Pangkal tenda bunga berbentuk
lonceng. Pada ujungnya terdapat lima tajuk yang sempit. Panjang tenda 4-8 mm.
Bunga betina berambut vilt. Ukurannya lebih besar sedikit daripada bunga jantan
dan mengandung bakal buah yang beruang tiga. Kepala putik yang akan dibuahi
dalam posisi duduk juga berjumlah tiga buah. Bunga jantan mempunyai sepuluh
benang sari yang tersusun menjadi suatu tiang. Kepala sari terbagi dalam 2
karangan, tersusun satu lebih tinggi daripada yang lain. Paling ujung adalah suatu
bakal buah yang tidak tumbuh sempurna (Anonimous, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Syarat Tumbuh

Iklim
Tanaman karet tumbuh baik di dataran rendah. Yang ideal adalah pada
tinggi 0-200 m dari permukaan laut. Penyebaran perkebunan karet di Indonesia
terbanyak adalah hingga tinggi 400 m dari permukaan laut. Tanaman karet
tumbuh baik di daerah yang mempunyai curah hujan 2000-4000 mm per tahun.
Tanaman karet dapat tumbuh pada suhu diantara 250 hingga 350 C. Suhu terbaik
adalah rata-rata 280 C. Kelembaban nisbi (RH) yang sesuai untuk tanaman karet
adalah rata-rata berkisar diantara 75-90 %. Angin yang bertiup kencang dapat
mengakibatkan patah batang, cabang atau tumbang. Lama penyinaran dan
intensitas cahaya matahari sangat menentukan produktivitas tanaman. Di daerah
yang kurang hujan yang menjadi faktor pembatas adalah kurangnya air,
sebaliknya di daerah yang terlalu banyak hujan, cahaya matahari menjadi
pembatas (Anwar, 2006).
Daerah tropis yang baik ditanami karet mencakup luasan antara 150
Lintang Utara sampai 100 Lintang Selatan. Walaupun daerah itu panas, sebaiknya
tetap menyimpan kelembaban yang cukup. Suhu harian yang diinginkan tanaman
karet rata-rata 250 - 300 C. Dalam sehari tanaman karet membutuhkan sinar
matahari dengan intensitas yang cukup paling tinggi antara 5 – 7 jam (Anonimous,
2004).
Curah hujan tahunan yang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet tidak
kurang dari 2000 mm. Optimal antara 2000 – 4000 mm/tahun, yakni pada
ketinggian sampai 200 m diatas permukaan laut. Untuk pertumbuhan karet yang
baik memerlukan suhu antara 250 - 350 C, dengan suhu optimal rata-rata 280 C.

Universitas Sumatera Utara

Angin juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet. Angin yang kencang pada
musim-musim tertentu dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman karet yang
berasal

dari

klon-klon

tertentu

yang

peka

terhadap

angin

kencang

(Setyamidjaja, 1993).
Tanah
Hasil karet yang maksimal akan di dapat pada tanah-tanah yang subur.
Selain jenis podsolik merah kuning, tanah latosol dan alluvial juga bisa
dikembangkan untuk penanaman karet. Karet menyukai tanah yang mudah
ditembus air. Tanah yang derajat keasamannya mendekati normal cocok untuk
ditanami karet. Derajat keasaman yang paling cocok adalah 5 - 6. Batas toleransi
pH tanah bagi tanaman karet adalah 4 - 8 (Anonimous, 2004).
Tanaman karet bukanlah tanaman manja, dapat tumbuh pada tanah-tanah
yang mempunyai sifat fisik baik, atau sifat fisiknya dapat diperbaiki. Tanah yang
dikehendaki adalah bersolum dalam, jeluk lapisan dalam lebih dari 1 m,
permukaan air tanah rendah, yaitu + 1 m. Sangat toleran terhadap keasaman tanah,
dapat tumbuh pada pH 3,8 hingga 8,0 tetapi pada pH yang lebih tinggi sangat
menekan pertumbuhan (Sianturi, 2001).
Karet

menghendaki

tanah

dengan

kedalaman,

kegemburan

dan

kemampuan menahan air yang baik serta tidak memiliki lapisan padas di sekitar
lapisan top soil. Nilai pH tanah yang ideal berkisar antara 5 – 6
(www.fao.org, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Stum Mata Tidur Karet
Biji
Bahan tanaman stum mata tidur karet untuk batang bawah berasal dari biji
karet propelligitim klon PB-260. Bahan tanaman karet dari biji PB-260
merupakan klon anjuran yang dikembangkan di Indonesia umumnya dan
Sumatera Utara khususnya.(Woelan, et all,1999).
Tanaman karet PB-260 merupakan klon penghasil lateks yang dianjurkan
untuk dikembangkan di Indonesia mulai tahun 1991. Karakteristik klon PB-260
adalah pertumbuhan lilit batang pada saat tanaman belum menghasilkan dan telah
menghasilkan sedang, tahan terhadap penyakit daun utama (Corynespora,
Colletotrichum, dan Oidium). Potensi produksi awal cukup tinggi dengan rata-rata
produksi aktual 2.107 kg/ha/tahun selama 9 tahun penyadapan dan tidak respon
terhadap stimulan. Lateks berwarna kekuningan. Pengembangan tanaman dapat
dilakukan pada daerah beriklim sedang dan basah (Woelan, et all, 1999).
Batang Bawah
Batang bawah pada stum mata tidur karet merupakan bagian yang
terpenting dari keberhasilannya suatu proses okulasi. Batang bawah yang
memiliki daya gabung yang baik dengan mata entres (scion) sangat diperlukan
sehingga proses penempelan mata tunas dapat berlangsung dengan baik dan
menghasilkan stum dengan mutu yang baik yang dapat dikembangkan secara
massal di perkebunan baik skala kecil maupun skala besar. Batang bawah yang
digunakan sebagai bahan tanaman memiliki ukuran yang beragam yang
disesuaikan dengan umur dan jenis okulasi yang akan dilaksanakan. Ukuran

Universitas Sumatera Utara

batang bawah yang banyak digunakan pemulia stum karet memiliki lilit batang
yang berkisar antara 4,5 – 9 cm. (Sagay dan Omakhafe, 1997).
Entris
Entris (scion) adalah mata tunas pada batang atas yang berasal dari klon
yang dianjurkan. Klon entris yang dianjurkan pada saat sekarang ini adalah klon
yang berasal dari klon PB-260. Entris yang baik adalah entris yang memilii daya
gabung (kompatibel) dengan batang bawah. Entris merupakan salah satu faktor
yang penting dalam menentukan besaran produksi pada saat tanaman karet sedang
berproduksi (tanaman dewasa). (Lasminingsih. dkk, 2006)
Okulasi
Okulasi coklat adalah suatu teknik perbanyakan vegetatif pada tanaman
karet. Pada okulasi coklat umur batang bawah yang digunakan adalah yang sudah
berumur 8-18 bulan di pembibitan atau berdiameter lebih dari 1,5 cm dan
berwarna coklat. Batang atas yang digunakan pada teknik okulasi coklat adalah
yang berasal dari kebun entres yang berwarna hijau kecoklatan sampai coklat,
berbatang lurus, dan bermata tunas dalam keadaan tidur pada saat pemotongan.
Pemotongan ini biasanya dilakukan 10 hari sebelum okulasi dan dimaksudkan
agar tangkai daun gugur sehingga diperoleh mata tunas yang lebih banyak.
(Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005)
Stum mata tidur karet merupakan hasil pembiakan vegetatif (okulasi) atau
sering juga disebut bibit okulasi yang dibongkar setelah mata bengkak
(Sianturi, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Stum okulasi mata tidur (OMT) adalah batang bawah yang telah di okulasi
dengan mata okulasi terpilih.
(Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005)
Okulasi atau penempelan mata tunas bertujuan untuk menyatukan sifatsifat baik yang dimiliki oleh batang bawah (stock) dengan batang atas
(scion/entres) yang ditempelkan padanya. Dewasa ini dikenal tiga cara okulasi,
yaitu okulasi dini, hijau (green budding) dan okulasi coklat (brown budding)
(Setyamidjaja, 1993). Dengan cara okulasi akan terjadi penggabungan sifat-sifat
baik dari dua tanaman dalam waktu yang relatif pendek dan memperlihatkan
pertumbuhan yang seragam. Tujuan utama membuat bibit okulasi adalah agar
produksi bisa lebih tinggi. Stum yang layak dijual adalah stum yang telah berhasil
diokulasi yang berumur 4 – 8 minggu. (Anonimous, 2004).
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan stum meliputi, faktor
kompatibel antara batang atas dengan batang bawah, ukuran lilit batang bawah
yang digunakan, umur entris (scion) yang sesuai dengan batang bawah. Untuk
mengukur keberhasilan suatu stum yang telah siap dipindah tanamkan ke
lapangan adalah yang telah berpayung satu atau yang telah berumur lebih kurang
13 MST. (Lasminingsih. dkk, 2006)
Pupuk Fosfat
Pemupukan merupakan faktor terpenting dalam pertumbuhan tanaman.
Dalam reaksi biokimia tanaman, pupuk fosfat mempunyai peranan penting
sebagai penyimpan dan pemindahan energi kerja osmotis, reaksi fotosintesis dan

Universitas Sumatera Utara

glikolisis serta pada akhirnya berpengaruh terhadap pertumbuhan dan juga
produksi tanaman. (Arifin dan Sugiono, 2010)
Diharapkan dengan pemakaian pupuk fosfat alam dapat mengurangi
ketergantungan terhadap pemakaian pupuk fosfat buatan pabrik. Salah satu cara
yang dipandang mungkin untuk dilaksanakan dalam program pemupukan fosfat
pada tanaman karet yang murah dan efisien. (Hardjono, 1992)
Tindakan pemupukan P meliputi, pelapukan bahan mengandung P,
serapan akar dan jasad renik, jerapan dan pelindian, merupakan pengendali pokok
kesetimbangan antar bentuk-bentuk P yang ada dalam sistem larutan tanah.
Pemahaman

kimiawi

tanah

memudahkan

peramalan

ketersediaan

atau

pengangkutan P-alami dan P-pupuk dalam tanah. Pemahaman dan kemampuan
meramal ketersediaan P dilakukan selama bertahun-tahun melalui penelitian dan
pengkajian kimiawi tanah dan pengukuran pertumbuhan tanaman pada berbagai
jenis keadaan tanah. (Poerwowidodo, 1992)
Pupuk fosfat yang diserap oleh tanaman berbentuk ion H2PO4 atau ion
(HPO4)2- . Jenis ion yang diserap tanaman tergantung pada pH sistem tanah, pupuk
dan tanaman, yang mempunyai ketersediaan tinggi pada pH 5,5 – 7. kepekatan
H2PO4 yang tinggi dalam larutan memungkinkan tanaman mengangkutnya dalam
takaran besar. Kandungan unsur fosfat pada pupuk yang ada dijual di pasar yaitu :
- Superfosfat Tunggal (ES) mengandung 18 sampai 19 persen P2O5
- Superfosfat Rangkap (DS) mengandung lebih kurang 36 persen P2O5
- Superfosfat Triple (TSP) mengandung lebih kurang 48 persen P2O5.
( Hasibuan, 2006)

Universitas Sumatera Utara

Rootone – F

Pada umumnya campuran dari beberapa zat pengatur tumbuh lebih efektif
dibandingkan dengan zat pengatur tumbuh tunggal, seperti pada zat pengatur
tumbuh rootone-f adalah formulasi dari beberapa zat : Napthalene Acetic Acid
(NAA), Indole Acetic Acid (IAA), dan IBA yang berbentuk tepung berwarna
putih kotor dan sukar larut dalam air. Komposisi bahan aktif rootone-f adalah
Napthalene Acetamida (NAA) 0,067 %; 2-metil-1-Napthalene Acetatamida
(MNAD) 0,013 %; 2-metil-1-naftalenasetat 0.33%; 3-Indol butyric Acid (IBA)
0,057 % dan Thyram (Tetramithiuram disulfat) 4,00 %. NAD, NAA, DAN IBA
merupakan senyawa organik yang dapat mempercepat dan memperbanyak
perakaran stum. Thyram merupakan senyawa organik yang berfungsi sebagai
fungisida. (Astuti,2006)
Pada zat pengatur tumbuh Rootone-f

Indodole Acetic Acid (IAA)

berperan di dalam mempercepat pemanjangan sel-sel pada jaringan meristem akar
tanaman. Indole Butyric Acid (IBA) dan Napthalene Acetamida (NAA) pada zat
pengatur tumbuh Rootone-f mempunyai peran yang sangat penting dalam
pembentukan akar lanjutan dari akar-akar lateral yaitu pada pembentukan rambutrambut akar. ( Salisbury dan Ross, 1995)
Penggunaan Rootone-f pada stum tanaman karet digunakan untuk
membantu mempercepat pertumbuhan sistem perakaran pada stump. Zat pengatur
tumbuh yang dikandung oleh Rootone-f yaitu IAA, IBA dan NAA bekerja pada
jaringan meristem akar sehingga membentuk sistem perakaran baru pada stum
karet. ( Pusat Penelitian Karet, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Rootone-f merupakan bahan paduan hormon tumbuh akar, fungisida,
bubuk kalk (kapur). Rootone-f tampak berperan baik sebagai penghambat
pertumbuhan jamur patogen pada tunas, sehingga menahan serangan patogen
selama pertumbuhan tunas. Pada stum ditanam secara berdiri, dehidrasi terjadi
lebih cepat pada batang stum di bagian atas permukaan tanah, sehingga tunas di
bagian atas permukaan tanah mengalami penguapan berlebih, sementara akar
sebagai alat pengambil air dari tanah belum tersedia. Ketidakseimbangan ini
menyebabkan tunas tumbuh sebentar lalu layu (Chromaini, 2004).

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan. Dengan ketinggian tempat + 25 meter di
atas permukaan laut. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Mei 2009
sampai dengan September 2009.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah stum mata tidur
karet klon PB-260, pupuk TSP, pupuk urea sebagai pupuk dasar, top soil ultisol
sebagai media tanam, air, kertas label, polybag dengan ukuran 40 cm x 18 cm,
bambu sebagai pagar, kawat sebagai pengikat bambu, insektisida Lebaycid 500
EC, fungisida dithane M-45 dan curater, rootone-f dengan konsentrasi 500 ppm
dan bahan-bahan lain yang mendukung pelaksanaan penelitian ini.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, gembor,
meteran, pisau tajam, jangka sorong, gembor, handsprayer, benang, kalkulator,
timbangan analitik, gelas ukur, alat tulis dan alat-alat lain yang mendukung dalam
pelaksanaan penelitian ini.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial
dengan 2 faktor perlakuan yaitu :

Universitas Sumatera Utara

Faktor I : Lilit Batang Bawah (L) dengan 3 taraf yaitu :
L1 : Lilit Batang Bawah = 3,6 – 4,6 cm
L2 : Lilit Batang Bawah = 4,7 – 5,7 cm
L3 : Lilit Batang Bawah = 5,8 – 6,8 cm
Faktor II : Pupuk Fosfat TSP (F) dengan 4 taraf yaitu :
F0 : Pupuk Fosfat 0 g/tanaman
F1 : Pupuk Fosfat 15 g/tanaman
F2 : Pupuk Fosfat 30 g/tanaman
F3 : Pupuk Fosfat 45 g/tanaman
Maka diperoleh 12 kombinasi perlakuan sebagai berikut :
L1F0

L2F0

L3F0

L1F1

L2F1

L3F1

L1F2

L2F2

L3F2

L1F3

L2F3

L3F3

Jumlah ulangan

:3

Jumlah plot

: 36

Jumlah stum per plot

:8

Jumlah stum sampel per plot

:4

Jumlah stum sampel seluruhnya : 144
Jumlah stum seluruhnya

: 288

Jarak antar polybag

: 20 cm

Jarak antar blok

: 50 cm

Jarak antar plot

: 30 cm

Ukuran plot

: 100 x 150 cm

Universitas Sumatera Utara

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
berdasarkan model linier sebagai berikut:
Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk
Dimana :
Yijk

= Hasil pengamatan dari blok ke-i dengan lilit batang bawah pada j dan
pemberian pupuk fosfat pada k

µ

= Nilai tengah

ρi

= Efek blok ke-i

αj

= Pengaruh lilit batang bawah pada j

Βk

= Pengaruh pemberian pupuk fosfat pada k

(αβ)jk = Efek interaksi lilit batang bawah pada j dan pemberian pupuk fosfat pada
k
εijk = Efek galat pada blok ke-i yang mempunyai lilit batang bawah pada pada j
dan pemberian pupuk fosfat pada k
Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan
uji beda rataan yaitu Uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5%.

Universitas Sumatera Utara

PELAKSANAAN PENELITIAN

Persiapan Lahan

Lahan yang digunakan untuk penelitian, terlebih dahulu dibersihkan dari
kotoran-kotoran, gulma, batu-batu kerikil dan sampah lainnya. Kemudian
dilakukan pembuatan plot percobaan den gan ukuran 150 x 100 cm, jarak antar
plot 30 cm dan jarak antar blok 50 cm.

Persiapan Media Tanam

Media tanam terdiri dari top soil ultisol. Top soil ultisol terlebih dahulu
dibersihkan dari sisa-sisa tanaman dan kotoran. Kemudian media tanam tersebut
dimasukkan ke dalam polybag berdiameter 18 cm dengan tinggi 35 cm. Media
tanam diisikan ke polybag hingga setinggi 32-35 cm.
Aplikasi Pupuk Fosfat (TSP)
Aplikasi pupuk fosfat (TSP) diberikan pada bagian permukaan tanah pada
polibag tanaman stum mata tidur. Pemberian pupuk fosfat (TSP) dilakukan pada
saat penanaman stum. Adapun cara pemberiannya adalah dengan cara membuat
lubang di atas permukaan tanah polibag lalu pupuk dimasukkan ke dalam lubang
tersebut kemudian ditutup kembali dengan tanah.

Persiapan Bahan Tanaman

Bahan tanaman diambil dari tanaman karet yang sudah berhasil diokulasi
coklat (stum mata tidur) yang berumur ± 8 bulan, dengan pertumbuhan sehat dan

Universitas Sumatera Utara

normal. Stum diperoleh dari PT. Bridgestone Sumatra Rubber Estate di Dolok
Merangir, Kabupaten Simalungun. Stum dipilih yang baik dan seragam
penampilannya, seleksi meliputi keseragaman besar batang, tinggi mata okulasi
dan kondisi perakaran. Stum yang diambil berbatang lurus, sehat, mempunyai
mata okulasi yang berwarna hijau dengan panjang batang 25-30 cm. Pengambilan
bahan tanaman (stum) dilakukan pada sore hari.

Penanaman Stum Mata Tidur Karet

Jumlah stum per polybag sebanyak 1 batang, penanaman stum dilakukan
pada sore hari. Sebelum ditanam, terlebih dahulu stum direndam dengan larutan
rootone-f 500 ppm selama 15 menit. Penanaman dilakukan dengan memasukkan
stum secara tegak tepat di bagian tengah polybag. Panjang akar tunggang yang
digunakan adalah 10-13 cm. Stum yang terbenam dalam media adalah sedalam
10-15 cm. Kemudian media tanam di siram dengan air hingga kapasitas lapang.

Pemeliharaan Tanaman

Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi dan sore hari secara merata
pada seluruh tanaman dengan menggunakan gembor dan air bersih, dan
disesuaikan dengan kondisi dilapangan. Volume penyiraman yang diberikan untuk
tiap-tiap bibit adalah ± 500 ml.

Universitas Sumatera Utara

Penyulaman
Penyulaman dilakukan guna mengganti tanaman yang rusak akibat hama,
penyakit ataupun kerusakan mekanis lainnya. Batas waktu penyulaman adalah
2 minggu setelah tanam.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dilakukan dengan metode manual dan kimia.
Sedangkan pengendalian penyakit dilakukan dengan metode kimia. Secara kimia
menggunakan insektisida Lebaycid 500 EC untuk mengendalikan serangan hama
dan fungisida Dithane M-45 dan curater untuk mengendalikan penyakit, dengan
konsentrasi 2-3 gram/liter air.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan bila ditemukan gulma di areal penelitian.
Penyiangan di lakukan secara manual, untuk gulma yang terdapat dalam polybag,
sedangkan yang berada di luar polybag di bersihkan dengan menggunakan
cangkul.
Parameter Yang Diamati
Kecepatan Mata Stum Melentis
Kecepatan keluarnya tunas diamati dengan menghitung mata tunas yang
melentis setiap hari sejak tanam hingga 3 minggu setelah tanam. Adapun ciri-ciri
tunas mata melentis adalah mata tunas okulasi membengkak dan berwarna hijau.
Kecepatan mata stum melentis =

N1T1+ N2T2 + . . . . + N21T21
Jumlah Total Stum Sampel Yang
Melentis

Universitas Sumatera Utara

N = jumlah stum yang melentis pada satuan waktu tertentu.
T = jumlah waktu melentis (3 minggu)
Persentase Stum Bertunas (%)
Persentase stum bertunas dihitung setiap minggunya hingga tiga minggu
setelah tanam yaitu dengan menghitung stum sampel yang bertunas dibagi jumlah
stum sampel pada masing-masing plot dikali 100%.
Persentase stum bertunas