UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK ETANOL BUNGA KRISAN (Chrysanthemum morifolium) SEBAGAI LARVASIDA TERHADAP LARVA Aedes Aegypti INSTAR III

(1)

ABSTRACT

THE EFFECTIVITY OF KRISAN FLOWER (Chrysanthemum morifolium) ETHANOL EXTRACT AS LARVACIDE TOWARDS Aedes aegypti

INSTAR III LARVAE

By

DEVI PUTRI AMALIA SURYANI

Dengue hemorrhagic fever is one of healthy problem in Indonesia. Larvacide is vector control. Utilization of herbal extract have been developed as larvacides that environmental friendly. This study aim to determine the effectiveness, LC50 and LT50 from krisan flower (Chrysanthemum morifolium) ethanol extract.

Design of this study is randomized control trial with post test only control group design, divide into 6 concentration consists of negative control (0%), 0.25%, 0.5%, 0.75%, 1% and positive control (Abate 1%), and observed at 5 to 4320 minutes. Used sample of 600 larvaes, divided into 25 larvaes each group in 200 ml solution with various concentrations and four with repetitions. This checking is used by Kruskal-Wallis method (p<0.05), Post Hoc Mann Whitney (p<0.05) and Probit test.

The average number result of death larvaes is 92,4%. LC50 value was 13,329% at

20 minutes;10.973% at 40 minutes; 5.319% at 60 minutes; 2.984% at 120 minutes; 1.605% at 240 minutes; 0.565% at 480 minutes. LT50 value was 249.972 minutes at 0.25% concentration; 269.100 minutes at 0.5% concentration; 102.775 minutes at 0.75% concentration; 88.985 minutes at 1% concentration.

Krisan flower (Chrysanthemum morifolium) is effective as natural larvacide with LC50 0.565% and LT50 <4320 minutes.

Keywords : Aedes aegypti, dengue hemorrhagic fever, krisan flower (Chrysanthemum morifolium), larvacide


(2)

ABSTRAK

UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK ETANOL BUNGA KRISAN (Chrysanthemum morifolium) SEBAGAI LARVASIDA TERHADAP

LARVA Aedes Aegypti INSTAR III

Oleh

DEVI PUTRI AMALIA SURYANI

Demam berdarah dengue adalah salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Cara pengendalian vektor salah satunya dengan larvasida. Senyawa yang terdapat dalam tanaman banyak dikembangkan sebagai larvasida ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektifitas, LC50 dan LT50 ekstrak etanol bunga Krisan (Chrysanthemum morifolium).

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Jenis penelitian eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan pola post test only control group design. Perlakuan dibagi menjadi 6 konsentrasi, terdiri dari kontrol negatif (0%), 0,25%, 0,5%, 0,75%, 1% dan kontrol positif (Abate 1%) diamati pada rentang waktu 5 sampai 4320 menit. Sampel 600 larva, tiap kelompok 25 larva 4 kali pengulangan. Uji yang digunakan adalah Kruskal-Wallis (p<0,05) ,Post Hoc Mann Whitney (p<0,05) dan uji Probit.

Rerata prosentase kematian dari seluruh konsentrasi 92,4%. Nilai LC50 13,329% menit ke 20; 10,973% menit ke 40; 5,319% menit ke 60, 2,984% menit ke 120; 1,605% menit ke 240; 0,565% menit ke 480. Nilai LT50 249,972 menit pada konsentrasi 0,25%; 269,1 menit pada konsentrasi 0,5%; 102,775 menit, konsentrasi 0,75%; konsentrasi 1%;88,985 menit

Bunga Krisan (Chrysanthemum morifolium) efektif sebagai larvasida alami. Nilai LC50 adalah 0,565 % dan LT50<4320.

Kata kunci : Aedes aegypti, bunga krisan (Chrysantemum morifolium), demam berdarah dengue, larvasida


(3)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Brebes, Jawa Tengah pada tanggal 23 Desember 1993, sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari bapak H. Masudin dan ibu Hj.Umi Baroroh.

Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak di Baros 01 Brebes, Jawa Tengah, pada tahun 1998 lulus pada tahun 1999. Pendidikan sekolah dasar (SD) ditempuh di SD N 01 Baros tahun 1998 dan lulus pada tahun 2005. Pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) ditempuh di SMP N 1 Ketanggungan, Brebes yang diselesaikan pada tahun 2008. Pendidikan sekolah menengah atas diselesaikan di SMA N 01 Tanjung, Brebes. Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Penghargaan yang pernah diperoleh antara lain pada tahun 2003 memperoleh juara 1 lomba renang antar sekolah sekabupaten Brebes, tahun 2004, 2006 dan 2007 penulis juga menjuarai olahraga renang sekabupaten Brebes dan mewakili kabupaten Brebes dalam olimpiade renang sekarsidenan di Purwokerto.


(4)

Persembahan terindah kepada mama

dan bapak yang telah mendidik saya

sampai saya bisa belajar dan tumbuh,

kuat dan mandiri, ikhlas dan tawakal,

serta mampu melangkah sampai dititik

ini, terima kasih tak terhingga, terima

kasih, terima kasih, terima kasih tak


(5)

SANWACANA

Alhamdulillahhirobbil’alamin, puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang senantiasa mencurahkan segala nikmat dari-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu. Shalawat beriring salam kepada junjungan kita, Rasullulah Muhammad SAW, semoga kita mendapat syafaatnya di hari akhir.

Skripsi dengan judul “Uji Efektifitas Ekstrak Etanol Bunga Krisan (Chrysanthemum morifolium) Sebagai Larvasida terhadap Larva Aedes aegypti Instar III”adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku dekan Fakultas Kedoketran Universitas Lampung;

2. Kepada dr. Ety Apriliana, M.Biomed., selaku Dosen Pembimbing Utama atas kesediaan dan kesabarannya dalam membimbing, kesediaannya waktu untuk membimbing, kesediaannya untuk memberi saran, kritik dan masukan dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini;


(6)

dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. Kepada dr. Betta Kurniawan, M.Kes., selaku Dosen Penguji Utama. Terimakasih atas bimbingan, waktu, ilmu, kritikan dan saran-saran yang telah diberikan;

5. Terimakasih pada dr. Reni Zuraida, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa memberikan pengarahan dan saran-saran dalam proses penyelesaian skripsi ini, dan proses belajar selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

6. Terima kasih yang tak terhingga kepada Ibunda Umi Baroroh, atas doa yang selalu diucapkan, kesabarannya dalam mendidik penulis, perhatian, kasih sayang dan dukungan yang selalu diberikan. Terima kasih yang tak terhingga juga kepada Ayahanda Masudin yang selalu memberikan perhatian, kasih sayang dan dukungan yang ternilai. Terimakasih juga kepada kakak tercinta dr. Putri Rahmawati atas dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini dan kepada adik tercinta Aninda Ayu Hapsarai dan Ayu Zahrani yang selalu mendukung penulis dalam meraih cita-cita.

7. Seluruh staf Dosen FK Universitas Lampung atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita, terima kasih kepada dr. Betta Kurniawan, M.Kes., dr. Ety Apriliana, M.Biomed., dr. Tri Umiana Soleh, M.Kes., dr. Reni Zuraida,


(7)

8. Seluruh staf Tata Usaha FK Universitas Lampung dan pegawai yang turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada mbak Mega, mbak Ida, mba Kori, bapak

Ma’mun dan ibu Sofi yang selalu memberi saran untuk segala pengurusan kelengkapan surat-surat. Tak lupa juga terima kasih untuk mbak Romiana yang mengizinkan peneliti untuk meminjam Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran untuk kepentingan skripsi ini dan tidak lupa terima kasih kepada bapak Syahrudin yang bersedia membuka laboratorium saat waktu masih pagi, peneliti ucapkan terima kasih atas dukungannya;

9. Terima kasih sebanyak-banyaknya kepada teman tim skripsi dan teman seperjuangan dalam meraih cita-cita, Intan Mayangsari, Alvionita Nur Fitriana, Andini Saraswati, yang selalu memberi perhatian, semangat, dukungan, kebersamaan dan kebahagiaan bagi penulis;

10. Terima kasih kepada dr. Arri Kurniawan atas perhatian, bantuan, semangat, kasih sayang dan motivasi untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

11. Terimakasih kepada sahabat baiknya kakak dr. Diah, dr. Tetra, dr. Sandy dan dr. Abi yang telah memberi dukungan, semangat, berbagi pengalaman dan ilmu kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini;

12. Teman-teman angkatan 2011 yang tak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih telah memberikan motivasi, kebersamaan dan ilmu yang tak ternilai;


(8)

14. Teman-teman dari kecil Dian Ayu, Retno Dewi, Rizky, Nur Aeda M, Maya Ulfa, Listiani, Bunga Budi Utami, Fitryah Utami, Syafiqul Anam, Rendy, Mulana Rizky, Amalia Fatmasari, Desi Priyanti, Ulil Azmi, Lastri, Dian Nur cahyani, Crio Ferisandi, Nurul Hidayah dan Irfan Setia Bekti, yang selalu memberikan semangat, motivasi dan pembelajaran hidup kepada penulis sehingga penulis dapat melangkah jauh seperti sekarang ini, terima kasih tak terhingga penulis ucapkan;

Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya. Terima kasih.

Bandar Lampung, Januari 2015m Penulis m


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……… iii

DAFTAR GAMBAR ……….. iv

DAFTAR LAMPIRAN ………... vi

I . PENDAHULUAN ………. 1

1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.2 Rumusan Masalah ………... 4

1.3 Tujuan Penelitian ………... 4

1.4 Manfaat Penelitian ………... 5

1.4.1 Manfaat Teoritis ………... 5

1.4.2 Manfaat Aplikatif ………... 6

II . TINJAUAN PUSTAKA ……….. 8

2.1 Demam Berdarah Dengue ……….. 8

2.1.1 Epidemiologi Demam Berdarah Dengue ………. 9

2.1.2 Patogenesis Infeksi Demam Berdarah Dengue ………... 11

2.1.3 Klasifikasi Demam Berdarah Dengue ………. 12

2.1.4 Pencegahan ……….. 14

2.2 Nyamuk Aedes aegypti ………... 14

2.3 Bunga Krisan (Chrysanthemum morifolium) ………. 20

2.4 Kandungan senyawa kimia bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) ……… 24

2.4.1 Flavonoid ……….. 24

2.4.2 Saponin ………... 25

2.4.3 Polifenol ……… 25

2.4.4 Kepolaritasan senyawa ………... 26

2.5 Kerangka Teori ………... 27

2.6 Kerangka Konsep ……….... 29


(10)

III. METODE PENELITIAN ………... 31

3.1 Desain Penelitian……… 31

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 31

3.3 Populasi dan Sampel ………. 31

3.3.1 Kriteria Inklusi ………. 31

3.3.2 Kriteria Eksklusi ………... 32

3.3.3 Besar Sampel ………... 32

3.4 Variabel Penelitian ……… 32

3.5 Alat dan Bahan Penelitian ………. 32

3.6 Definisi Operasional ……….. 33

3.7 Prosedur Penelitian ……… 35

3.7.1 Pembuatan Larutan Uji ……… 35

3.7.2 Uji Efektivitas ……….. 36

3.7.3 Menentukan Nilai LC50 dan LT50……… 37

3.8 Alur Penelitian ………... 37

3.9 Analisis Data ………... 39

3.9.1 Uji Normalitas Data ………. 39

3.9.1 Analisis Bivariat ………... 39

3.9.3 Uji probit ……….. 39

3.9.4 Etik Penelitian ……….. 40

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 41

4.1 Hasil ……… 41

4.1.1 Analisis data ……… 42

4.1.2 Uji Efektifitas ………... 45

4.2 Pembahasan ……… 50

V. SIMPULAN DAN SARAN ……..…... 56

5.1 Simpulan ……….……… 56

5.2 Saran ……….. 57

DAFTAR PUSTAKA ……….... 58 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan flavonoid pada ekstrak etanol bunga krisan

(Chrysanthemum morifolium)……….... 23

2. Jumlah total sampel………... 32

3. Definisi operasional………….……….. 34

4. Jumlah ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) yang dibutuhkan……… 36

5. Kematian larva Aedes aegypti instar III dalam 480 menit pengamatan……….………...….. 41

6. Hasil uji normalitas data……… 43

7. Hasil uji Kruskal Walis……….. 44

8. Nilai p hasil uji Mann-Whitney antar konsentrasi perlakuan………. 44

9. Jumlah total larva yang mati disetiap waktu pengamatan………. 45

10. Nilai LC50 ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) terhadap larva Aedes aegypti instar III pada berbagai waktu pengamatan……….... 47

11. Nilai LT50 ektrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium)…… 49

12. Perbandingan waktu paparan dalam membunuh 100% larva uji dan nilai LC50 menit ke 480………... 54


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Penyebaran Aedes aegypti……… 9

2. Penyebaran Aedes albopictus………... 10

3. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue ………..……….. 13

4. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti………... 16

5. Telur nyamuk Aedes aegypti (perbesaran 100x)………... 17

6. Perbedaan mesonotum Aedes aegypti dan Aedes albopictus (perbesaran 100x)……… 19

7. Perbedaan mesepimeron Aedes aegypti dan Aedes albopictus (perbesaran 100x)……… 20

8. Perbedaan kaki Aedes aegypti dan Aedes albopictus (perbesaran 100x)… 20

9. Krisan tipe standard dan tipe spray……… ..21

10. Bunga krisan ( Crhysanthemum morifolium)……….. 22

11. Struktur kimia flavonoid………. 24

12. Struktur kimia polifenol………... 25

13. Kerangka teori………. 28

14. Kerangka Konsep………. 30

15. Alur Penelitian………. 38

16. Jumlah Total Larva yang Mati Disetiap Waktu Pengamatan…………... 46


(13)

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Preparasi bahan uji dan uji efektifitas Lampiran 2. Data hasil uji normalitas

Lampiran 3. Uji Kruskal Wallis

Lampiran 4. Output uji Post Hoc Mann Whitney Lampiran 5. Uji Probit


(15)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit menular yang masih menyerang penduduk dunia sampai saat ini. DBD merupakan salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia. Penyakit ini sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa kabupaten atau kota di Indonesia. Pada tahun 2012, kasus DBD di Indonesia dilaporkan sebanyak 90.245 orang dengan kematian 816 orang (Ditjen PP dan PL, 2013).

Angka kejadian DBD di Indonesia khususnya di Bandar Lampung mengalami peningkatan tiap tahunnya. Kejadian terbesar pada tahun 2007 dengan Incidence Rate (IR) 235,5 per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) 0,75%. Menurun pada tahun 2008 dan 2009, lalu kembali meningkat di tahun 2010 sebesar 90,80 per 100.000 penduduk (Dinkes Bandar Lampung, 2011). Angka kesakitan DBD tahun 2012 sebesar 64,44 per 100.000 penduduk diatas IR nasional yaitu 55 per 100.000 penduduk (Profil Kesehatan Prov. Lampung, 2012).

Saat ini belum ada obat maupuan vaksin untuk mengatasi DBD. Penatalaksanaan hanya suportif berupa tirah baring dan pemberian cairan


(16)

intravena. Tindakan pencegahan dengan memberantas sarang nyamuk dan membunuh larva serta nyamuk dewasa merupakan tindakan yang terbaik. Upaya pencegahan yang selama ini dilakukan untuk menanggulangi peningkatan angka kasus DBD adalah dengan pengendalian lingkungan dan pengendalian kimiawi. Pengendalian lingkungan yang telah dilakukan yaitu menutup penampungan air, mengubur barang bekas, menguras penampungan air serta menghindari gigitan nyamuk dengan cara memasang kelambu dan memakai obat anti nyamuk. Sedangkan pengendalian secara kimia yaitu dengan cara penyemprotan menggunakan insektisida sintetik, obat nyamuk semprot, obat nyamuk bakar dan obat nyamuk oles (Depkes RI, 2006).

Pemberantasan vektor secara kimiawi khususnya pemberantasan vektor yang menggunakan insektisida, baik digunakan untuk pemberantasan nyamuk dewasa atau larva akan merangsang terjadinya seleksi pada populasi serangga yang menjadi sasaran. Nyamuk atau larva yang rentan terhadap insektisida tertentu akan mati, sedangkan yang kebal (resistant) tetap hidup. Jumlah yang hidup lama-lama akan bertambah banyak, sehingga terjadi perkembangan kekebalan nyamuk atau larva terhadap insektisida tersebut (Waris, 2013).

Resistensi nyamuk atau larva Aedes aegypti terhadap insektisida atau larvasida kimia merupakan masalah yang membutuhkan alternatif pengendalian lain yang lebih berwawasan lingkungan. Insektisida dari tumbuhan merupakan salah satu sarana pengendalian alternatif yang layak


(17)

dikembangkan. Hal ini dikarenakan senyawa insektisida dari tumbuhan tersebut mudah terurai di lingkungan dan relatif aman terhadap makhluk bukan sasaran. Sumber bahan dari berbagai jenis tumbuhan yang telah diketahui mengandung senyawa seperti fenilpropan, flavonoid, alkaloid, asetogenin, saponin dan tanin yang bersifat sebagai larvasida atau insektisida. Saponin dapat menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus larva sehingga dinding traktus menjadi korosif. Flavonoid merupakan senyawa pertahanan yang dapat bersifat menghambat makan serangga dan juga bersifat toksik (Dinata, 2009).

Bunga krisan sudah lama digunakan sebagai obat tradisional Cina. Digunakan untuk mengobati penyakit seperti demam, sakit kepala, batuk dan gangguan penglihatan secara tradisional (Wijaya, 2012). Bunga krisan terbagi atas beraneka ragam spesies, dimana beberapa spesies bunga krisan telah diteliti efektifitasnya. Chrysanthemum cinerariaefolium merupakan salah satu spesies bunga krisan yang dapat digunakan sebagai pengusir nyamuk (repellent) bagi nyamuk Aedes aegypti (Simanjuntak, 2006).

Penelitian juga telah dilakukan pada bunga krisan spesies Chrysanthemum indicum yang terbukti berpengaruh dan efektif sebagai larvasida terhadap larva Aedes sp. (Setiyowati, 2008). Selain kedua spesies tersebut terdapat juga spesies Chrysanthemum morifolium yang memiliki kandungan senyawa alami potensial seperti flavonoid yang telah diisolasi pada beberapa penelitian sebelumnya. Telah dilakukan identifikasi senyawa flavonoid dan


(18)

senyawa volatil dimana terdapat delapan senyawa flavonoid dan 58 senyawa volatil yang teridentifikasi (Wijaya, 2012).

Bunga krisan spesies Crysanthemum morifolium mengandung senyawa flavonoid yang berfungsi sebagai anti-HIV (Human Immuno Deficiency Virus) (Lee et al., 2012). Selain mengandung senyawa flavonoid, bunga krisan spesies ini juga mengandung senyawa polifenol (Cui et al., 2014). Senyawa polifenol memiliki efek larvasida (Ismatullah et al., 2014). Selain senyawa-senyawa tersebut bunga krisan spesies ini juga mengandung senyawa triterpenoid (Wijaya, 2012). Triterpenoid ini merupakan salah satu subdivisi dari senyawa saponin (Vincken et al., 2007).

Berdasarkan kandungan senyawa-senyawa potensial yang dimiliki oleh bunga krisan spesies ini maka peneliti tertarik untuk mengetahui efektifitas ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:

1.2.1 Apakah ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) efektif digunakan sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III ?

1.2.2 Berapakah Lethal Concentration 50 (LC50) dari ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III ?


(19)

1.2.3 Berapakah Lethal Time 50 (LT50) dari ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III ?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui efektifitas ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III. 1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:

1.3.2.1 Mengetahui nilai LC50 dari ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III.

1.3.2.2 Mengetahui nilai LT50 dari ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) terhadap larva Aedes aegypti instar III.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini yaitu: 1.4.1.1 Bidang ilmu Parasitologi

Menambah referensi mengenai siklus hidup dari nyamuk Aedes aegypti serta cara kerja ekstrak etanol bunga krisan


(20)

(Chrysanthemum morifolium) dalam pemanfaatannya sebagai larvasida.

1.4.1.2 Bidang ilmu Kedokteran Komunitas

Meningkatkan pengetahuan mengenai pengendalian vektor DBD secara alami yang ramah lingkungan.

1.4.1.3 Bidang ilmu Penyakit Dalam

Menambah referensi mengenai cara pengendalian kasus penyakit DBD yaitu dengan menghambat siklus hidup Aedes aegypti pada stadium larva dengan menggunakan ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) sebagai larvasida alami.

1.4.2 Manfaat Aplikatif

Manfaat aplikatif dari penelitian ini yaitu: 1.4.2.1 Bagi peneliti

Menambah pengetahuan peneliti mengenai efektifitas dari ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III. 1.4.2.2 Bagi masyarakat

Membantu masyarakat dalam penanganan penyebaran vektor Aedes aegypti dengan menginformasikan mengenai efektifitas ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) yang merupakan larvasida yang ramah


(21)

lingkungan serta efektif terhadap larva Aedes aegypti instar III.

1.4.2.3 Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

Meningkatkan penelitian dibidang Agromedicine sehingga dapat menunjang pencapaian visi fakultas kedokteran Universitas Lampung 2015 sebagai fakultas kedokteran sepuluh terbaik di Indonesia pada tahun 2025 dengan kekhususan Agromedicine.

1.4.2.4 Bagi peneliti lain

Manfaat penelitian ini bagi peneliti lain yaitu:

a. Dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk dilakukannya penelitian yang serupa berkaitan dengan efek ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III. b. Mencari alternatif biolarvasida lain selain ekstrak etanol

bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III.


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue

Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis dan menginfeksi luas dibanyak negara di Asia Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat menyebabkan demam berdarah baik ringan maupun fatal (Department of Health Hongkong, 2014). DBD ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang terdapat hampir diseluruh daerah Indonesia (Candra, 2010).

Transmisi virus dengue tergantung pada faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor biotik termasuk virus, vektor dan pejamu (host). Faktor abiotik termasuk suhu, kelembaban dan curah hujan (WHO, 2011). Faktor lingkungan juga mempengaruhi kejadian DBD. Faktor lingkungan ini meliputi kondisi geografi dan demografi. Kondisi geografi yaitu ketinggian dari permukaan laut, angin dan iklim (Djati et al., 2012).

Virus dengue adalah genus dari Flavivirus dan familia Flaviviridae dengan ukuran 50 nm, mengandung RNA rantai tunggal sebagai genome. Virion terdiri atas nukleokapsid berbentuk kubus simetris dalam amplop


(23)

lipoprotein. Virus dengue memiliki 4 strain DENV1, DENV2, DENV3 dan DENV4. Infeksi salah satu serotipe virus dapat membentuk sistem imun dari serotipe yang menginfeksi. Apabila terjadi infeksi sekunder dengan serotipe lain atau multipel infeksi dengan serotipe berbeda dapat menyebabkan infeksi dengue berat yaitu Dengue Hemorragic Fever (DHF) atau Dengue Shock Syndrome (DSS) (WHO, 2011).

2.1.1 Epidemiologi Demam Berdarah Dengue

Kasus DBD meningkat pada lima dekade terakhir. Terdapat 50-100 juta kasus infeksi baru yang diperkirakan terjadi lebih dari 100 negara endemik DBD. Setiap tahun ratusan sampai ribuan kasus DBD meningkat dan menyebabkan 20.000 kematian. Pada Asia Tenggara menjadi area endemik dengan laporan kasus dengue sejak tahun 2000-2010 angka kematian mencapai 355.525 kasus (WHO, 2012). Penyebaran vektor DBD di dunia dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.


(24)

Gambar 2. Penyebaran Aedes albopictus (WHO, 2011)

DBD pertama kali ditemukan tahun 1968 di Surabaya dengan 58 kasus pada anak dan diantaranya 24 anak meninggal. DBD menunjukkan kecenderungan peningkatan jumlah kasus dan luas daerah terjangkit. Wilayah diseluruh Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit DBD kecuali daerah yang memiliki ketinggian lebih dari 1.000 meter DPL (Diatas Permukaan Laut). Jumlah kasus DBD di Indonesia tahun 2008 mencapai 137.469 kasus dan jumlah kematian sebanyak 1.187 orang. Tahun 2009 kasus DBD meningkat mencapai 158.912 kasus, jumlah kematian 1.420 orang. Selama tahun 2010, kasus DBD menurun menjadi 156.806 kasus dan jumlah kematian 1.358 orang (Waris, 2013). Dengue di Indonesia memiliki siklus epidemik setiap sembilan hingga sepuluh tahunan. Hal ini terjadi karena perubahan iklim yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor diluar faktor-faktor lain yang mempengaruhinya (Sidiek, 2012).


(25)

DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia pada umumnya dan Provinsi Lampung pada khususnya. Kasus DBD cenderung meningkat dan semakin luas penyebarannya serta berpotensi menimbulkan KLB. IR selama tahun 2004-2012 cenderung berfluktuasi. Angka kesakitan DBD di Provinsi Lampung tahun 2012 sebesar 68,44 per 100.000 penduduk (diatas IR Nasional yaitu 55 per 100.000 penduduk) dengan Angka Bebas Jentik (ABJ) kurang dari 95% namun CFR telah kurang dari 1% (Profil Kesehatan Prov. Lampung, 2012).

2.1.2 Patogenesis infeksi Demam Berdarah Dengue

Terdapat tiga faktor yang berperan dalam timbulnya suatu penyakit termasuk DBDyaitu pejamu, vektor dan lingkungan.

2.1.2.1Pejamu

Virus dengue dapat menginfeksi manusia dan beberapa spesies primata. Manusia merupakan reservoir utama virus dengue di daerah perkotaan. Beberapa variabel yang berkaitan dengan karakteristik pejamu adalah umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, imunitas, status gizi, ras dan perilaku (Widodo, 2012).

2.1.2.2Vektor

Vektor penyakit adalah serangga penyebar penyakit atau Arthropoda yang dapat memindahkan atau menularkan agen infeksi dari sumber infeksi kepada pejamu yang rentan


(26)

melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti, Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain yang kurang berperan. Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes sp. betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita baru. Nyamuk Aedes aegypti sering menggigit manusia pada pagi dan siang hari (Shidiq, 2010).

2.1.2.3Lingkungan

Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor penting yang berkaitan dengan terjadinya infeksi dengue. Lingkungan pemukiman sangat besar peranannya dalam penyebaran penyakit menular. Kondisi perumahan yang tidak memenuhi syarat rumah sehat apabila dilihat dari kondisi kesehatan lingkungan akan berdampak pada masyarakat itu sendiri. Dampaknya dilihat dari terjadinya suatu penyakit yang berbasis lingkungan yang dapat menular seperti DBD (Maria, 2013).

2.1.3 Klasifikasi Demam Berdarah Dengue

Klasifikasi infeksi virus berdasarkan manifestasi klinis menurut WHO tahun 2011 adalah seperti pada Gambar 3.


(27)

Gambar 3. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue (WHO, 2011)

2.1.3.1Dengue Fever (DF)

DF atau demam dengue terjadi pada anak remaja hingga dewasa. Secara umum gejala yang muncul adalah demam akut terkadang bifasik dengan sakit kepala berat, myalgia, atralgia, kemerahan (rash), leukopenia dan trombositopenia. Umumnya muncul gejala perdaraham seperti perdarahan saluran cerna, hipermenorea, dan epistaksis masif.

2.1.3.2Dengue Hemorragic Fever (DHF)

DHF biasanya dapat terjadi pada anak-anak usia 15 tahun hingga dewasa dan dapat terjadi di daerah endemik DBD. Karakteristik DHF adalah onset akut serta demam tinggi dan berhubungan dengan tanda DF pada fase awal demam (early febrile phase) dan timbul ptekie pada uji torniquet.


(28)

2.1.3.3Expanded Dengue Syndrome

Manifestasi tidak biasa pada pasien dengan komplikasi organ seperti ginjal, hati, otak, atau jantung yang berhubungan dengan infeksi dengue dengan kebocoran plasma. Kebanyakan pasien DHF dengan manifestasi komplikasi organ menunjukkan periode syok yang memanjang dengan gagal organ.

2.1.4 Pencegahan

Dengan melakukan 3M plus, yakni secara berkala melakukan pengurasan tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air, mengubur barang-barang bekas, serta menaburkan bubuk lavarsida di tempat penampungan air akan membantu dalam memutus siklus rantai kehidupan nyamuk Aedes aegypti yang cepat berkembang melalui air yang tergenang (CDC, 2013).

2.2 Nyamuk Aedes aegypti

Aedes aegypti merupakan nyamuk yang dapat berperan sebagai vektor berbagai macam penyakit diantaranya DBD. Walaupun beberapa spesies dari Aedes sp. dapat pula berperan sebagai vektor tetapi Aedes aegypti tetap merupakan vektor utama dalam penyebaran penyakit DBD. Di Indonesia, vektor penyakit DBD adalah nyamuk Aedes sp. terutama adalah Aedes aegypti walaupun Aedes albopictus dan Aedes scutellaris dapat juga menjadi vektornya (Palgunadi et al., 2010).


(29)

Aedes aegypti lebih senang pada genangan air yang terdapat di dalam suatu wadah atau container, bukan genangan air di tanah. Tempat perkembangbiakan yang potensial adalah tempat penampungan air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti drum, bak mandi, bak WC, tempayan, ember dan lain-lain. Tempat-tempat perkembangbiakan lainnya terkadang ditemukan pada vas bunga, pot tanaman hias, ban bekas, kaleng bekas, botol bekas, tempat minum burung dan lain-lain. Tempat perkembangbiakan yang disukai adalah yang berwarna gelap, terbuka lebar dan terlindungi dari sinar matahari langsung (Rahayu, 2013). Nyamuk Aedes aegypti menggigit pada siang hari pukul 09.00-10.00 dan sore hari pada pukul 16.00-17.00. Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap dua hari. Protein dari darah manusia diperlukan untuk pematangan telur yang dikandungnya. Setelah menghisap, nyamuk ini akan mencari tempat hinggap (Marsaulina, 2012). Kedudukan taksonomi Aedes aegypti dalam taksonomi hewan adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Diptera Familia : Culicidae Subfamilia : Culicinae Genus : Aedes Spesies : Aedes aegypti


(30)

Morfologi nyamuk Aedes aegypti secara umum sebagaimana serangga lainnya mempunyai tanda pengenal sebagai berikut :

1. Terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, dada, dan perut.

2. Pada kepala terdapat sepasang antena yang berbulu dan moncong yang panjang (proboscis) untuk menusuk kulit hewan atau manusia dan menghisap darahnya.

3. Pada dada ada 3 pasang kaki yang beruas serta sepasang sayap depan

dan sayap belakang yang mengecil yang berfungsi sebagai penyeimbang (Aradilla, 2009).

Aedes aegypti memiliki siklus hidup yang kompleks dengan perubahan signifikan fungsi, serta habitat. Nyamuk betina bertelur pada dinding basah, kemudian telur menetas dan menjadi larva lalu berubah menjadi pupa dan terakhir menjadi nyamuk dewasa baru (CDC, 2014).


(31)

Tahapan daur nyamuk Aedes aegypti meliputi : 2.2.1 Telur

Telur nyamuk Aedes aegypti memiliki dinding bergaris-garis dan membentuk bangunan seperti kasa. Telur berwarna hitam dan diletakkan satu persatu pada dinding perindukan. Panjang telur 1 mm dengan bentuk bulat oval atau memanjang. Telur dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu -2oC sampai 42oC dalam keadaan kering. Telur ini akan menetas jika kelembaban terlalu rendah dalam waktu 4 atau 5 hari. Ciri-ciri dari Telur Nyamuk Aedes aegypti adalah berwarna hitam dengan ukuran ±0,08 mm, dan berbentuk seperti sarang tawon (Mariaty, 2010).

Gambar 5. Telur Nyamuk Aedes aegypti (perbesaran 100x) (CDC, 2014)

2.2.2 Larva

Setelah menetas telur akan berkembang menjadi larva (jentik-jentik). Pada stadium ini kelangsungan hidup larva dipengaruhi suhu, pH air perindukan, ketersediaan makanan, cahaya, kepadatan larva, lingkungan hidup serta adanya predator (Aradilla, 2009). Larva memiliki kepala yang cukup besar serta thorax dan abdomen yang cukup jelas. Larva menggantungkan dirinya pada permukaan air untuk mendapatkan oksigen dari udara. Larva menyaring mikroorganisme


(32)

dan partikel-partikel lainnya dalam air (Palgunadi et al., 2010). Adapun ciri-ciri larva Aedes aegypti adalah:

- Adanya corong udara (siphon) pada segmen terakhir,

- Pada segmen-segmen terakhir tidak ditemukan adanya rambut-rambut berbentuk kipas (Palmate hairs),

- Sepasang rambut serta jumbai pada siphon,

- Pada sisi torak terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya sepasang rambut di kepala,

- Siphon dilengkapi pecten, (Aradilla, 2009).

Terdapat empat tingkat larva sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu:

- Instar I berukuran 1-2 mm, duri-duri (spinae) pada dada belum jelas dan corong pernapasan pada siphon belum jelas,

- Instar II berukuran 2,5-3,5 mm, duri-duri dada belum jelas, corong kepala mulai menghitam,

- Instar III berukuran 4-5 mm, berumur 3-4 hari setelah telur menetas, duri-duri didada mulai jelas dan corong berwarna coklat kehitaman,

- Instar IV berukuran 5-6 mm dengan warna kepala gelap, (Ardiani, 2013).


(33)

2.2.3 Pupa

Kepompong nyamuk Aedes aegypti berbentuk seperti koma, gerakannya lambat dan sering berada dipermukaan air. Setelah 1-2 hari kepompong akan menjadi nyamuk dewasa baru. Siklus nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga nyamuk dewasa memerlukan waktu 7-10 hari. Pupa akan tumbuh baik pada suhu optimal sekitar 28oC-32oC. pertumbuhan pupa nyamuk jantan memerlukan waktu 2 hari, sedangkan nyamuk betina selama lebih dari 2 hari (Djakaria, 2004).

2.2.4 Nyamuk dewasa

Aedes aegypti secara makroskopis memang terlihat hampir sama seperti Aedes albopictus tetapi berbeda pada letak morfologis pada punggung (mesonotum) dimana Aedes aegypti mempunyai punggung berbentuk garis seperti lyre b. dengan dua garis lengkung dan dua garis lurus putih sedangkan Aedes albopictus hanya mempunyai satu strip putih pada mesonotum, perbedaan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Perbedaan Mesonotum (a) Aedes aegypti dan (b) Aedes albopictus (perbesaran 100x) (Rahayu, 2013).

Secara mikroskopis mesepimeron pada mesonotum yang ditunjukan Gambar 6 dan Gambar 7 dimana antara Aedes aegypti dan Aedes albopictus berbeda. Anterior pada kaki Aedes aegypti bagian femur

(a) (a)


(34)

kaki tengah terdapat garis putih memanjang sedangkan pada Aedes albopictus tanpa garis putih memanjang hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 8. Dengan memahami klasifikasi dan morfologi Aedes aegypti dan Aedes albopictus sangat berperan dalam melakukan upaya pengendalian vektor DBD karena Aedes aegypti dan Aedes albopictus mempunyai habitat yang berbeda (Rahayu, 2013).

Gambar 7. Perbedaan mesepimeron (a) Aedes aegypti dan (b) Aedes albopictus (perbesaran 100x) (Rahayu, 2013)

Gambar 8. Perbedaan kaki (a) Aedes aegypti dan (b) Aedes albopictus

(perbesaran 100x) (Rahayu, 2013)

2.3 Bunga Krisan (Chrysanthemum morifolium)

Tanaman di dunia kaya akan kandungan fitokimia. Kandungan yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida sintetik sebagai pengendalian nyamuk. Efikasi dari fitokimia sebagai larvasida nyamuk menurut kandungan kimia alaminya dan berpotensi sebagai larvasida alami antara lain adalah golongan alkali, aromatik sederhana, lakton, esensial oil, terpen, alkaloid, steroid dan salah satunya golongan isoflavonoid (Ghosh et al., 2012).

(b) (b)

(a) (a)


(35)

Krisan merupakan salah satu jenis tanaman hias bunga yang sangat populer dan memiliki nilai ekonomi yang relatif tinggi di Indonesia serta mempungai prospek pemasaran yang cerah. Selain menghasilkan bunga potong dan tanaman hias pot yang dimanfaatkan untuk memperindah ruangan dan menyegarkan suasana, beberapa varietas krisan juga ada yang berkasiat sebagai obat antara lain untuk mengobati sakit batuk, nyeri perut dan sakit kepala akibat peradangan rongga sinus (sinusitis) dan sesak napas. Selain sebagai tanaman hias dan menyembuhkan sesak napas tanaman krisan varietas piretrum mengandung bahan aktif piretrin, cinerin dan jasmolin pada bunganya dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan serangga rumah, lalat, hama gudang, hama sayuran dan buah-buahan serta hama tanaman kehutanan (Widiastuti, 2013).

Varietas krisan terdiri dari dua tipe utama yaitu tipe standard (single) dan tipe bercabang banyak (spray). Krisan tumbuh dengan baik pada wilayah dataran medium sampai dataran tinggi dengan kisaran ketinggian tempat 700-1200 m (BPTP Yogyakarta, 2006)

Gambar 9. Krisan (a) tipe standard dan (b) tipe spray


(36)

Bunga krisan merupakan bunga majemuk. Didalam satu bonggol bunga terdapat bunga cakram yang berbentuk tabung dan bunga tepi yang berbentuk pita. Bunga tabung dapat berkembang dengan warna yang sama atau berbeda dengan bunga pita. Pada bunga pita terdapat bunga betina (pistil), sedangkan bunga tabung terdiri atas bunga jantan dan bunga betina (biseksual) dan biasanya fertil. Bentuk dan warna bunga krisan yang beranekaragam memungkinkan banyak pilihan bagi konsumen. Tingkatan taksonomi dari bunga krisan sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi: Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Asterales Suku : Asteraceae Marga : Chrysanthemum

Spesies : Chrysanthemum morifolium (Wijaya, 2012)

Gambar 10. Bunga krisan ( Crhysanthemum morifolium) (http://www.finegardening.com)


(37)

Bunga krisan memiliki kandungan senyawa alami yang potensial seperti flavonoid, triterpenoid dan caffeoylquinic acid derivatives yang telah diisolasi pada beberapa penelitian sebelumnya. Senyawa-senyawa menunjukkan efek farmakologi yang sangat luas, diantaranya sebagai penghambat dari aktivitas enzim HIV-1 integrase dan aldose reduktase dan sebagai antioksidan, anti-radang, anti-mutagenik dan anti-aktivitas alergi (Xie et al., 2009).

Pada penelitian oleh Sun et al., (2010), dilakukan identifikasi senyawa flavonoid dan senyawa volatil dari bunga Chrysanthemum morifolium. Pada penelitian ini terdapat delapan senyawa flavonoid dan 58 senyawa volatil yang teridentifikasi. Diantaranya 4 senyawa flavonoid glukosida, yaitu vitexin-2-O-rhamnosida, quercetin-3-galaktosida, luteolin-7-glukosida dan quercetin-3-glukosida. kaempherol, myricetin dan quercetin termasuk kedalam salah satu kelompok flavonoid yaitu flavonol (Wijaya, 2012). Kandungan senyawa flavonoid seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan flavonoid pada ekstrak etanol bunga krisan (C. Morifolium)(Wijaya, 2012).

Senyawa Kadar (mg/gr)

Querectin-3-galactoside 2.46 + 0.02 Luteolin-7-glucoside 50.59 + 0.94 Quercetin-3-glucoside 1.33 + 0.09 Quercitrin 21.38 + 0.80 Myricetin 2.13 + 0.08 Luteolin 5.22 + 0.48 Apigenin 0.70 + 0.10 Kaemferol 0.14 + 0.02 Vitexin-2-O-rhanoside 0.10 + 0.01


(38)

2.4 Kandungan Senyawa Kimia Bunga Krisan (Chrysanthemum morifolium)

2.4.1 Flavonoid

Flavonoid adalah substansi fenol yang mempunyai karakteristik berat molekul rendah dan terdapat pada bunga krisan. Flavonoid dalam tubuh manusia memberikan banyak fungsi seperti antioksidan, antialergenik, antibakterial, antifungal, antiviral dan antikarsinogenik.

Struktur kimia dasar senyawa flavonoid adalah C6-C3-C6 phenyl-benzopyran (Gomez, 2010). Turunan dari golongan senyawa flavonoid seperti pada Gambar 11.

Gambar 11. Struktur kimia flavonoid (Pinheiro et al., 2012)

Berdasarkan penelitian Farias (2010), menunjukan hasil ekstrak tanaman yang mengandung unsur atau senyawa flavonoid memiliki efek toksisitas terhadap larva Aedes aegypti instar III. Penelitian tersebut menunjukkan ekstrak tanaman dengan senyawa flavonoid


(39)

memiliki angka mortalitas lebih dari 60% terhadap larva Aedes aegypti instar III.

2.4.2 Saponin

Saponin adalah suatu glikosida alamiah. Saponin mempunyai aktifitas farmakologi yang cukup luas diantaranya meliputi immunomodulator, anti tumor, anti inflamasi, antivirus, anti jamur, dapat membunuh kerang-kerangan, hipoglikemik, dan efek hypocholesterol. Saponin juga mempunyai sifat bermacam-macam, misalnya terasa manis, pahit, dapat berbentuk buih, dapat menstabilkan emulsi, dapat menyebabkan hemolisis. Terdapat tiga kelas saponin dimana salah satunya adalah kelas triterpenoid. Saponin merupakan salah satu senyawa yang bersifat larvasida. Saponin dapat menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus larva sehingga dinding traktus menjadi korosif (Rahmawati, 2013).

2.4.3 Polifenol

Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan. Polifenol berperan dalam memberi warna pada suatu tumbuhan seperti warna daun saat musim gugur. Bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) merupakan bunga yang kaya akan polifenol yang merupakan senyawa yang dapat digunakan sebagai larvasida (Cui et al., 2014). Struktur kimia senyawa polifenol seperti pada Gambar 12.


(40)

Gambar 12. Struktur kimia polifenol (Cui et al., 2014)

2.4.4 Kepolaritasan Senyawa

Senyawa polar senyawa yang terbentuk akibat adanya suatu ikatan antar elektron pada unsur-unsurnya. Hal ini terjadi karena unsur yang berikatan tersebut mempunyai nilai keelektronegatifitas yang berbeda. Senyawa nonpolar senyawa yang terbentuk akibat adanya suatu ikatan antar elektron pada unsur-unsur yang membentuknya. Hal ini terjadi karena unsur yang berikatan mempunyai nilai elektronegatifitas yang sama atau hampir sama. Ciri-ciri senyawa polar yaitu dapat larut dalam air dan pelarut polar lain, memiliki kutub negatif dan kutub positif, akibat tidak meratanya distribusi elektron, memiliki pasangan elektron bebas (bila bentuk molekul diketahui) atau memiliki perbedaan keelektronegatifan, sedangkan ciri-ciri senyawa nonpolar yaitu tidak larut dalam air dan pelarut polar lain, tidak memiliki kutub negatif dan kutub positif, akibat meratanya distribusi elektron, tidak memiliki pasangan elektron bebas (bila bentuk molekul diketahui)


(41)

atau keelektronegatifannya sama (Pinheiro et al., 2012). Senyawa yang bersifat nonpolar adalah etanol. Etanol dapat digunakan sebagai pelarut sehingga dapat menarik zat aktif, terutama flavonoid dan polifenol yang bersifat nonpolar (Ismatullah et al., 2014).

2.5 Kerangka Teori

Bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) adalah bunga majemuk yang terdiri atas banyak bunga dan sudah lama digunakan sebagai obat tradisional. Penelitian terdahulu, bunga krisan diidentifikasi mengandung senyawa flavonoid sebanyak delapan jenis. Senyawa flavonoid adalah salah satu senyawa yang dapat digunakan sebagai larvasida karena dapat menghambat pencernaan dan bersifat toksik bagi larva nyamuk Aedes aegypti instar III. Selain flavonoid bunga krisan juga mengandung senyawa saponin golongan triterpenoid (Xie et al., 2009). Saponin dapat menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus larva sehingga dinding traktus menjadi korosif (Rahmawati, 2013). Bunga krisan juga mengandung senyawa polifenol yang berfungsi sebagai larvasida (Cui et al., 2014). Kerangka teori pada penelitian ini seperti pada Gambar 13.


(42)

Gambar 13. Kerangka Teori Upaya Pengendalian Vektor

Pengendalian Alami Pengendalian Buatan

Lingkungan Fisik Kimia Mekanik Biologi Genetik

Insektisida Larvasida Ovisida

Ekstrak etanol bunga krisan

(Chrysanthemum morifolium)

Flavonoid Saponin Polifenol

menghambat sistem kerja saluran cerna

larva Triterpenoid

Larva Aedes AegyptiMati

Larva Aedes Aegypti instar III

Menghambat makan serangga dan juga

bersifat toksik

Menurunkan aktifitas enzim pencernaan dan


(43)

2.6 Kerangka Konsep

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, dimana nyamuk Aedes aegypti berperan sebagai vektor penyakit DBD. Nyamuk Aedes aegypti memiliki 4 stadium pertumbuhan, yaitu stadium telur, stadium larva, stadium pupa dan stadium nyamuk dewasa. Pada stadium telur sampai dengan stadium pupa pertumbuhan terjadi pada air bersih. Pemutusan siklus pertumbuhan nyamuk dapat dilakukan saat nyamuk pada stadium larva dengan menggunakan larvasida alami dan sintetis. Kasus resistensi dalam penggunaan larvasida sintesis telah banyak terjadi dilingkungan sehingga masyarakat mulai beralih menggunakan larvasida alami. Senyawa yang dapat digunakan sebagai larvasida salah satunya adalah senyawa flavonoid, polifenol dan senyawa triterpenoid yang merupakan golongan saponin yang dapat ditemukan pada ekstrak etanol bunga krisan. Kerangka konsep dalam penelitian ini seperti pada Gambar 14.


(44)

Gambar 14. Kerangka Konsep

2.7 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium)efektif sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III.

Variabel Bebas Variabel Terikat

Ekstrak Etanol Bunga Krisan (Chrysanthemum morifolium)

Dosis I 0% kontrol (-)

Dosis II 0,25%

Dosis III 0,25 %

Dosis IV 0,75%

Dosis V 1%

Abate 1% kontrol (+)

Larva

Aedes aegypti Instar III


(45)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain Penelitian pada penelitian ini adalah eksperimental dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan pola post test only control group design.

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September–Oktober 2014 di Laboratoriun Parasitologi Fakultas Kedokteran dan Pembuatan Ekstrak dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah larva nyamuk Aedes aegypti instar III. Dengan bibit telur nyamuk didapatkan dari Loka Litbang P2B2 Ciamis. Sampel pada penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria inklusi, kriteria eksklusi dan besar sampel.

3.3.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu larva Aedes aegypti yang mencapai instar III dan larva bergerak aktif.


(46)

3.3.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini yaitu bukan larva bebas, larva yang bergerak pasif dan larva mati sebelum penelitian

3.3.3 Besar Sampel

Berdasarkan acuan WHO tahun 2005, jumlah sampel larva 25 dengan empat kali pengulangan. Sehingga pada penelitian ini membutuhankan total sebanyak 600 larva dengan rincian sebagai seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah total sampel

Perlakuan Dosis Jumlah Larva x Pengulangan Total

Kontrol negative 0% 25 larva x 4 100 larva Perlakuan I 0.25% 25 larva x 4 100 larva Perlakuan II 0.5% 25 larva x 4 100 larva Perlakuan III 0.75% 25 larva x 4 100 larva Perlakuan IV 1% 25 larva x 4 100 larva Kontrol positif Abate 25 larva x 4 100 larva Total 600 Larva

3.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian terdiri dari dua jenis, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) dengan konsentrasi 0,25%, 0,50%, 0,75%, 1% dan kontrol 0%. Sedangkan variabel terikat pada penelitian ini adalah larva nyamuk Aedes aegypti instar III.

3.5 Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya alat-alat yang digunakan untuk preparasi bahan uji yaitu dua buah baskom dengan diameter 25 cm, kain kasa dan gelas plastik. Alat yang digunakan untuk


(47)

pembuatan larutan uji yaitu timbangan, blender, toples, baskom, saringan dan evaporator. Alat untuk uji efektifitas yaitu pipet larva, pipet tetes, batang pengaduk, gelas ukur 250 ml dan gelas plastik sebanyak 24 gelas.

3.6 Definisi Operasional

Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian dan agar ruang lingkup penelitian tidak terlalu luas maka dibuat definisi operasional sebagai seperti pada Tabel 3.


(48)

Tabel 3. Definisi operasional Efektivitas : Ekstrak etanol bunga Krisan (Chrysanth emum morifolium )

Efektif apabila dapat mematikan 90-10% larva uji (Komisi Pestisida, 1995).

Lethal concentration

50 (LC50) merupakan konsentrasi yang mampu membunuh 50% dari total jumlah larva uji.

Lethal Time 50 (LT50)

merupakan waktu yang dibutuhkan untuk membunuh 50% larva uji pada konsentrasi tertentu Analisis data dengan Uji Probit Software penghitu ngan statistik

Mematikan 90-10% larva uji (Komisi Pestisida, 1995).

Numerik Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat

Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur Variabel bebas : Berbagai konsentrasi ekstrak etanol bunga krisan ( Chrysanth emum morifolium )

Ekstrak etanol bunga krisan

(Chrysanthemum

morifolium) didapatkan

dengan proses maserasi dengan etanol dan dinyatakan dalam persen (%) dimana masing-masing

konsentrasi dibuat

dengan cara

pengenceran.

Menimbang ekstrak dan menghitung dengan rumus M1V1=M2 V2 Analitical balance electric, Refracto-meter, gelas ukur, kalkulator Didapatkan ekstrak etanol bunga krisan dengan konsentrasi 0%, 0,25%, 0,50%, 0,75%, dan 1% Kategorik Variable Terikat: Larva Aedes aegypti instar III

Larva yang tidak bergerak saat disentuh dengan jarum didaerah

siphon atau lehernya.

Tubuh larva kaku dan larva yang hampir mati juga dikategorikan dalam larva mati. Ciri-ciri larva yang hampir mati adalah larva tersebut tidak dapat meraih permukaan air atau tidak bergerak aktif ketika air digerakan (WHO, 2005). Mengamati pergerakan larva dan dicatat. Parameter: mortalitas larva Aedes aegypti instar III Hand counter, jarum lectio, kalkulator

Larva Aedes

aegypti

instar III yang mati


(49)

3.7 Prosedur Penelitian

[

3.7.1 Pembuatan Larutan Uji

Pembuatan ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) ini menggunakan bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) yang didapat dari salah satu toko bunga yang terdapat di Bandar Lampung. Pelarutnya berupa etanol 96 %. Bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) sebanyak 1 kg yang telah didapat dipotong dari tangkainya kemudian dibersihkan dengan menggunakan air kemudian dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari lalu diblender kering (tanpa air). Setelah diblender serbuk bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) ditimbang terlebih dahulu. Bunga krisan yang telah diblender dan ditimbang direndam selama 24 jam didalam etanol 96 % sebanyak 100 ml. Setelah direndam selanjutnya bahan tersebut dievaporasi dalam suhu 40oC untuk memisahkan pelarut dari zat-zat yang terlarut, kemudian disaring sehingga diperoleh hasil akhirnya berupa ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) dengan konsentrasi 100%. Untuk membuat berbagai konsentrasi yang diperlukan dapat digunakan digunakan rumus sebagai berikut:

VІ MІ = VЇ MЇ. Keterangan :

VІ = Volume larutan yang akan diencerkan (ml)


(50)

VЇ = Volume larutan (air + ekstrak) yang diinginkan (ml)

MЇ = Konsentrasi ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) yang akan dibuat (%)

Tabel 4. Jumlah ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) yang dibutuhkan.

VІ = VЇ . MЇ Pengulangan (VІ x 4)

100 % 200 ml 1 % 2 ml 8 ml 100 % 200 ml 0,75 % 1,5 ml 6 ml 100 % 200 ml 0,5 % 1 ml 4 ml 100 % 200 ml 0,25 % 0,5 ml 2 ml

Total

3.7.2 Uji Efektivitas

Larutan uji yang digunakan adalah ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) dengan konsentrasi 0,25 %, 0,5 %, 0,75 %, dan 1 %. Uji efektifitas ini dilakukan untuk menentukan nilai LC50, LT50 dan konsentrasi yang paling efektif sebaga larvasida terhadap larva Aedes aegypti. Ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) dengan berbagai konsentrasi tersebut diletakkan dalam gelas plastik. Larva diletakkan ke dalam gelas plastik yang berisi berbagai konsetrasi ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) dengan menggunakan pipet larva. Masing-masing perlakuan berisi 25 larva Aedes aegypti instar III dengan jumlah pengulangan sebanyak 4 kali.

Menurut WHO (2005) pengamatan pada setiap kelompok sampel dilakukan dalam 4320 menit dan peneliti membagi pencatatan waktu


(51)

selama perlakuan yaitu dengan interval waktu 5, 10, 20, 40, 60, 120, 240, 480, 1440, 2880 dan 4320. Pengukuran berakhir pada menit ke 4320 dengan cara menghitung larva yang mati disetiap waktu pengamatan.

3.7.3 Menentukan Nilai LC50 dan LT50

Kelompok perlakuan terdiri dari satu kontrol negatif, empat konsentrasi ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) dan satu kontrol positif. Jumlah total larva adalah 600 larva yang dibagi menjadi 25 larva disetiap konsentrasi pada satu kali pengulangan. Penentuan nilai LC50 dan LT50 dengan analisis probit menggunakan software statistik pada komputer. Nilai LC50 diperoleh dengan menghitung jumlah larva yang mati disetiap waktu pengamatan, sedangkan nilai LT50 diperoleh dengan menghitung kematian larva disetiap kelompok konsentrasi.

3.8 Alur Penelitian

Ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) diencerkan dalam berbagai konsentrasi yaitu konsentrasi 0%, 0,25%, 0,5%, 0,75% dan 1 % yang kemudian diujikan pada larva Aedes aegypti yang telah dikelompokan dimana setiap kelompok terdiri dari 25 larva Aedes aegypti instar III dan dilakukan pengulangan sebanyak empat kali, dengan alur penelitian seperti pada Gambar 15.


(52)

Gambar 15. Alur Penelitian

Tiap kelompok dilakukan pengulangan

sebanyak 4x

Diamati setiap menit

ke-5, 10, 20, 40, 60, 120, 240, 480, 1440, 2880 dan 4320

Hitung jumlah larva yang mati

Analisis Dosis I

0%

Ekstrak Etanol Bunga Krisan (Chrysanthemum morifolium)

Dosis II 0,25% Dosis III 0,5% Abate 1% Kelompok I Kontrol Negatif Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V Kelompok Kontrol Positif Dosis IV 0,75% Dosis V 1%


(53)

3.9 Analisis Data

3.9.1 Uji Normalitas Data

Pada data yang diperoleh dilakukan uji normalitas data yaitu dengan Shapiro Wilk. Uji normalitas data ini dilakukan pada data dengan sampel kurang dari 50.

3.9.2 Analisis Bivariat

Untuk mengetahui adanya perbedaan antara perlakuan yang diberikan maka digunakan analisis bivariat One Way Anova, tetapi bila sebaran data tidak normal atau varian data tidak sama, dapat dilakukan uji alternatif, yaitu uji Kruskal Wallis. Uji ini bertujuan untuk mengetahui paling tidak terdapat perbedaan antara dua kelompok perlakuan. Apabila pada uji tersebut didapatkan hasil yang signifikan (bermakna) yaitu p<0.05 maka dilakukan analisis Post Hoc untuk mengetahui kelompok perlakuan yang bermakna. Uji Post Hoc untuk One Way Anova adalah Bonferroni sedangkan untuk Kruskal Wallis adalah Mann Whitney.

3.9.3 Uji probit

Untuk menilai toksisitas suatu insektisida dapat menggunakan suatu metode pengujian dengan analisis probit. Lethal Concentration merupakan suatu ukuran untuk mengukur daya racun dari jenis pestisida terhadap serangga uji. Pada uji efektifitas ditunjukkan LC50 yang berarti berapa persen konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian 50% dari hewan percobaan. LT50 merupakan waktu yang


(54)

dibutuhkan untuk mematikan 50% larva uji. Nilai subletal ditentukan dengan analisis Probit. Analisis ini diolah dengan software penghitungan statistik pada komputer.

3.10 Etik Penelitian

Penelitian uji efektifitas ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) sebagai larvasida larva Aedes aegypti instar III telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor surat 1938/UN26/DT/2014. Surat lolos kaji etik terlampir.


(55)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

5.1.1 Simpulan Umum

Ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) efektif sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III.

5.1.2 Simpulan Khusus

Simpulan khusus dari penelitian ini yaitu:

5.1.2.1 Nilai LC50 ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) yaitu 0,565%.

5.1.2.2 Nilai LT50 ekstrak etanol bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) kurang dari 4320 menit.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan agar :

5.2.1 Melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kandungan senyawa fitokimia yang terkandung dalam bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) dan pada bagian lainnya seperti daun dan batang, sebagai alternatif larvasida alami yang ramah lingkungan.


(56)

5.2.2 Penelitian lanjutan mengenai efek larvasida ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) dengan pelarut etanol 70% atau menggunakan pelarut air sehingga dapat dibandingkan efektifitasnya dan efek terhadap lingkungan.

5.2.3 Melakukan penelitian mengenai uji efek larvasida menggunakan tanaman lain yang mengandung senyawa seperti flavonoid, saponin, tanin, polifenol dan lainnya.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Adriani F. 2013. Hubungan Keberadaan Jentik Aedes aegypti dan pelaksanaan 3M Plus dengan kejadian penyakit DBD di Lingkungan XVIII Kelurahan Binjai Kota Medan tahun 2012 (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan. p3-4.

Aradilla AS. 2009. Uji Efektifitas larvasida ekstrak ethanol daun mimba (Azadirachta indica) terhadap larva Aedes aegypti (Skripsi). Universitas Diponegoro. Semarang. p15, 41-42.

Arifianti L, Oktarina RD, Kusumawati I. 2014. Pengaruh jenis pelarut terhadap kadar sinensetin dalam ekstrak daun Orthosiphon stamineus Benth. J of Planta Husada. 2(1) : 1-3.

Candra A. 2010. Demam berdarah dengue: epidemiologi, patogenesis, dan faktor risiko penularan. J of Aspirator. 2(2):110-119.

Cania E, Setyaningrum E. 2013. Uji efektifitas larvasida daun legundi (Vitex trifolia) terhadap larva Aedes aegypti. J of Universitas Lampung.2(4):52-60.

CDC. 2013. Prevention of Dengue and the Aedes aegypti mosquito (leaflet). National Center for Emerging and Zoonotic Infectious Diseases Division of Vector-Borne Diseases. Puerto Rico, North America.

CDC. 2014. Gambar Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti. http://www.cdc.gov/Dengue/entomologyEcology/m_lifecycle.html. diakses pada 18 September 2014.


(58)

David JP, Rey D, Cuany A, Bride JM, Meyran JC. 2002. Larvacidal properties of decomposed leaf litter in the subalpine mosquito breeding sites. J of Enviro Toxicol Chem. 21(1):6-8.

Departemen Kesehatan. 2006. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: DEPKES RI.

Departement of Health Hongkong. 2014, Dengue Fever. Department of Health The Government of the Hong Kong Special Administrative Region. Hongkong. Dinas Kota Bandar Lampung. 2011. Data Jumlah Kasus DBD 2001-2010 di kota

Bandar Lampung. Lampung. P10-15.

Dinata A. 2009. Mengatasi DBD dengan kulit jengkol. www.miqraindonesia. blogspot.com. Diakses tanggal 16 September 2014.

Ditjen PP dan PL. 2013. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Depkes RI. Jakarta. p20-35.

Djakaria, S. 2004. Pendahuluan Entomologi. Parasitologi Kedokteran Edisi Ke-3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. p60-61.

Djati AP, Rahayujati B, Raharto S. 2010. Faktor Risiko Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Wonosari Kabupaten Gunung Kidul Provinsi DIY Tahun 2010 (Skripsi). UNSOED. Purwokerto. p21-22.

Farias DF. 2010. Water extract of brazilian legominous seeds as rich sources of larvacidal compound against Aedes aegypti. J of An Acad Bras Cienc. Brazil. 82(3):585-94.

Ghosh A, Chowdhury N, Chandra G. 2012. Plant extracts as potential mosquito larvacides. J of Medical Research. India. 135(5):581-598.


(59)

Ismatullah A, Kurniawan B, Wintoko R, Setianingrum E. 2013. Uji efektifitas larvasida ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) terhadap larva Aedes aegypti Instar III. J of Universitas Lampung. P1-4.

Komariah, Pratita S, Malaka T. 2012. Pengendalian Vektor. J of STIK Bina Husada. Palembang. 6(1):34-37.

Komisi pestisida. 1995. Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida. Komisi Pestisida. Bandung.

Krisan (Chrysantheumum morifolium). http://www.finegardening.com. Diakses pada 22 September 2014.

Maria I, Ishak H, Selomo M. 2013. Faktor risiko kejadian demam berdarah dengue (DBD) di kota Makassar tahun 2013. J of UNHAS. Makassar. p1-3.

Mariaty PD. 2010. Kedudukan taksonomi dan morfologi nyamuk Aedes aegypti. J of UAJY. p5-6.

Marsaulina . 2012. Demam berdarah dengue. J of Universitas Sumatra Utara. Palembang. p2-5.

Palgunadi BU, Rahayu A. 2012. Aedes aegypti sebagai vektor penyakit demam berdarah dengue. J of UWKS. Surabaya. p23-25.

Pinheiro PF, Justino GC. 2012. Structural analysis of flavonoids and relate compounds a review of spectroscopic applications (Clinical Review). University of Lisbon, Portugal. Portugal. p33.


(60)

Rahmawati P. 2013. Uji Efektifitas buah manggis (Garsinia mangostana linn) sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti (Skripsi). Universitas Lampung. Lampung. p27-29.

Setyowati E. 2008. Pengaruh perasan bunga krisan (chrysanthemum indicum) terhadap larva Aedes sp (Skripsi). Universitas Indonesia. Jakarta p13-20.

Shidiq P. 2010. Keefektifan penyuluhan keluarga terhadap pemberantasan demam berdarah dengue di kabupaten bondowoso (Tesis). Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta. P27-28.

Sidiek A. 2012. Hubungan tingkat pengetahuan ibu mengenai penyakit DBD terhadap kejadian penyakit DBD pada anak (Skripsi). Universitas Diponegoro Semarang. p16-18.

Simanjuntak RE. 2006. Pengaruh pemberian beberapa konsentrasi hasil maserasi bunga krisan (Chrysantemum cinerariaefolium) terhadap kematian nyamuk Aedes aegypti (Skripsi). Universitas Sumatra Utara. p27-30.

Sudaryanto B. 2006. Teknologi Budidaya Tanaman Hias Krisan. BPTP. Yogyakarta. p4-5.

Sun QL, Hua S, Ye JH, Zheng XQ, Liang YR. 2010. Flavonoids and volatiles in Chrysanthemum morifolium ramat flower from tongxiang country in China. J of Afr Biotechnol. 9(23):3817-3821.

Vincken JP, Heng L, Groot AD, Gruppen H. 2007. Saponins, classification an occurance in the to plant kingdom. J of Phytochemistry. 68(3) : 275.

Waris L, Yuana WT. 2013. Pengetahuan dan perilaku masyarakat terhadap demam berdarah dengue di kecamatan batulicin kabupaten tanah bumbu provinsi Kalimantan Selatan. J of Epidemiologi and Zoonosis. 4(3):144-149.


(61)

Widodo NP. 2012. Faktor yang berhubungan dengan kejadian demam berdarah dengue (DBD) di kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat. (Tesis). Universitas Indonesia. Jakarta. p1-2.

Wijaya NI. 2012. Penentuan jenis eksplan dan konsentrasi asam 2,4-diklorofenoksiasetat pada induksi kalus krisan (Chrysanthemum morifolium) cv. puspita pelangi sebagai sumber flavonoid (Thesis). Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta. p24-26.

World Health Organization. 2005. Guidelines for Laboratory and Field Testing of Mosquito Larvicides. Swiss: World Health Organizatin. p8-11.

World Health Organization. 2011. Comprehensive Guideline for Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO Regional South-East Asia. p9.11-12.

World Health Organization. 2012. Incidence of dengue fever and dengue hemorrhagic fever (Bulletin). India: World Health Organization. p55-56

Xie YY, Yuan D, Yang JY, Wang LH, Wu CF. 2009. Cytotoxic activity of flavonoids from the flowers of Chrysanthemum morifolium on human colon cancer colon205 cells. J of Asian Natural Product Research. 11(9):771-778


(1)

57

5.2.2 Penelitian lanjutan mengenai efek larvasida ekstrak bunga krisan (Chrysanthemum morifolium) dengan pelarut etanol 70% atau menggunakan pelarut air sehingga dapat dibandingkan efektifitasnya dan efek terhadap lingkungan.

5.2.3 Melakukan penelitian mengenai uji efek larvasida menggunakan tanaman lain yang mengandung senyawa seperti flavonoid, saponin, tanin, polifenol dan lainnya.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Adriani F. 2013. Hubungan Keberadaan Jentik Aedes aegypti dan pelaksanaan 3M Plus dengan kejadian penyakit DBD di Lingkungan XVIII Kelurahan Binjai Kota Medan tahun 2012 (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan. p3-4. Aradilla AS. 2009. Uji Efektifitas larvasida ekstrak ethanol daun mimba (Azadirachta indica) terhadap larva Aedes aegypti (Skripsi). Universitas Diponegoro. Semarang. p15, 41-42.

Arifianti L, Oktarina RD, Kusumawati I. 2014. Pengaruh jenis pelarut terhadap kadar sinensetin dalam ekstrak daun Orthosiphon stamineus Benth. J of Planta Husada. 2(1) : 1-3.

Candra A. 2010. Demam berdarah dengue: epidemiologi, patogenesis, dan faktor risiko penularan. J of Aspirator. 2(2):110-119.

Cania E, Setyaningrum E. 2013. Uji efektifitas larvasida daun legundi (Vitex trifolia) terhadap larva Aedes aegypti. J of Universitas Lampung.2(4):52-60.

CDC. 2013. Prevention of Dengue and the Aedes aegypti mosquito (leaflet). National Center for Emerging and Zoonotic Infectious Diseases Division of Vector-Borne Diseases. Puerto Rico, North America.

CDC. 2014. Gambar Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti. http://www.cdc.gov/Dengue/entomologyEcology/m_lifecycle.html. diakses pada 18 September 2014.


(3)

Cui Y, Wang X, Xue J, Liu J, Xie M. 2014. Chrysanthemum morifolium extract attenuates high-fat milk-induced fatty liver through peroxisome proliferator-activated receptor α-mediated mechanism in mice. J of Nutr Res. 34(3):267.

David JP, Rey D, Cuany A, Bride JM, Meyran JC. 2002. Larvacidal properties of decomposed leaf litter in the subalpine mosquito breeding sites. J of Enviro Toxicol Chem. 21(1):6-8.

Departemen Kesehatan. 2006. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: DEPKES RI.

Departement of Health Hongkong. 2014, Dengue Fever. Department of Health The Government of the Hong Kong Special Administrative Region. Hongkong. Dinas Kota Bandar Lampung. 2011. Data Jumlah Kasus DBD 2001-2010 di kota

Bandar Lampung. Lampung. P10-15.

Dinata A. 2009. Mengatasi DBD dengan kulit jengkol. www.miqraindonesia. blogspot.com. Diakses tanggal 16 September 2014.

Ditjen PP dan PL. 2013. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Depkes RI. Jakarta. p20-35.

Djakaria, S. 2004. Pendahuluan Entomologi. Parasitologi Kedokteran Edisi Ke-3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. p60-61.

Djati AP, Rahayujati B, Raharto S. 2010. Faktor Risiko Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Wonosari Kabupaten Gunung Kidul Provinsi DIY Tahun 2010 (Skripsi). UNSOED. Purwokerto. p21-22.

Farias DF. 2010. Water extract of brazilian legominous seeds as rich sources of larvacidal compound against Aedes aegypti. J of An Acad Bras Cienc. Brazil. 82(3):585-94.

Ghosh A, Chowdhury N, Chandra G. 2012. Plant extracts as potential mosquito larvacides. J of Medical Research. India. 135(5):581-598.


(4)

Gomez S, Holguin NF, Hemandez AP, Miramontes P, Mitnik DG. 2010. Computational molecular characterization of the flavonoid rutin. J of Chemistry Central Journal. 4(1):12.

Ismatullah A, Kurniawan B, Wintoko R, Setianingrum E. 2013. Uji efektifitas larvasida ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) terhadap larva Aedes aegypti Instar III. J of Universitas Lampung. P1-4.

Komariah, Pratita S, Malaka T. 2012. Pengendalian Vektor. J of STIK Bina Husada. Palembang. 6(1):34-37.

Komisi pestisida. 1995. Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida. Komisi Pestisida. Bandung.

Krisan (Chrysantheumum morifolium). http://www.finegardening.com. Diakses pada 22 September 2014.

Maria I, Ishak H, Selomo M. 2013. Faktor risiko kejadian demam berdarah dengue (DBD) di kota Makassar tahun 2013. J of UNHAS. Makassar. p1-3.

Mariaty PD. 2010. Kedudukan taksonomi dan morfologi nyamuk Aedes aegypti. J of UAJY. p5-6.

Marsaulina . 2012. Demam berdarah dengue. J of Universitas Sumatra Utara. Palembang. p2-5.

Palgunadi BU, Rahayu A. 2012. Aedes aegypti sebagai vektor penyakit demam berdarah dengue. J of UWKS. Surabaya. p23-25.

Pinheiro PF, Justino GC. 2012. Structural analysis of flavonoids and relate compounds a review of spectroscopic applications (Clinical Review). University of Lisbon, Portugal. Portugal. p33.

Profil Kesehatan Provinsi Lampung. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Lampung tahun 2012. Lampung: Dinas Kesehatan Provinsi Lampung.


(5)

Rahayu DF, Ustiawan A. 2013. Identifikasi Aedes aegypti dan Aedes albopictus. J of Balaba. 9(1):7-10.

Rahmawati P. 2013. Uji Efektifitas buah manggis (Garsinia mangostana linn) sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti (Skripsi). Universitas Lampung. Lampung. p27-29.

Setyowati E. 2008. Pengaruh perasan bunga krisan (chrysanthemum indicum) terhadap larva Aedes sp (Skripsi). Universitas Indonesia. Jakarta p13-20.

Shidiq P. 2010. Keefektifan penyuluhan keluarga terhadap pemberantasan demam berdarah dengue di kabupaten bondowoso (Tesis). Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta. P27-28.

Sidiek A. 2012. Hubungan tingkat pengetahuan ibu mengenai penyakit DBD terhadap kejadian penyakit DBD pada anak (Skripsi). Universitas Diponegoro Semarang. p16-18.

Simanjuntak RE. 2006. Pengaruh pemberian beberapa konsentrasi hasil maserasi bunga krisan (Chrysantemum cinerariaefolium) terhadap kematian nyamuk Aedes aegypti (Skripsi). Universitas Sumatra Utara. p27-30.

Sudaryanto B. 2006. Teknologi Budidaya Tanaman Hias Krisan. BPTP. Yogyakarta. p4-5.

Sun QL, Hua S, Ye JH, Zheng XQ, Liang YR. 2010. Flavonoids and volatiles in Chrysanthemum morifolium ramat flower from tongxiang country in China. J of Afr Biotechnol. 9(23):3817-3821.

Vincken JP, Heng L, Groot AD, Gruppen H. 2007. Saponins, classification an occurance in the to plant kingdom. J of Phytochemistry. 68(3) : 275.

Waris L, Yuana WT. 2013. Pengetahuan dan perilaku masyarakat terhadap demam berdarah dengue di kecamatan batulicin kabupaten tanah bumbu provinsi Kalimantan Selatan. J of Epidemiologi and Zoonosis. 4(3):144-149.


(6)

Widiastuti L. 2013. Macam media dan sistem irigasi untuk pengakaran stek pucuk krisan standar (Chrysanthemum morifolium). J of Agronomika. 8(1):149-153.

Widodo NP. 2012. Faktor yang berhubungan dengan kejadian demam berdarah dengue (DBD) di kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat. (Tesis). Universitas Indonesia. Jakarta. p1-2.

Wijaya NI. 2012. Penentuan jenis eksplan dan konsentrasi asam 2,4-diklorofenoksiasetat pada induksi kalus krisan (Chrysanthemum morifolium) cv. puspita pelangi sebagai sumber flavonoid (Thesis). Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta. p24-26.

World Health Organization. 2005. Guidelines for Laboratory and Field Testing of Mosquito Larvicides. Swiss: World Health Organizatin. p8-11.

World Health Organization. 2011. Comprehensive Guideline for Prevention and Control of Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. India: WHO Regional South-East Asia. p9.11-12.

World Health Organization. 2012. Incidence of dengue fever and dengue hemorrhagic fever (Bulletin). India: World Health Organization. p55-56

Xie YY, Yuan D, Yang JY, Wang LH, Wu CF. 2009. Cytotoxic activity of flavonoids from the flowers of Chrysanthemum morifolium on human colon cancer colon205 cells. J of Asian Natural Product Research. 11(9):771-778