ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI DALALM TENDER PROYEK DILAMPUNG (STUDI KASUS PLTU TARAHAN)

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU
TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM TENDER PROYEK DILAMPUNG
(STUDI KASUS PLTU TARAHAN)
(Skripsi)

Oleh
M. RIEFKHO OKFIAN HOSA

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

ABSTRAK

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU
TINDAK PIDANA KORUPSI DALALM TENDER PROYEK
DILAMPUNG
(STUDI KASUS PLTU TARAHAN)
Oleh
Muhammad Riefkho Okfian Hosa


Tindak Pidana Korupsi adalah tindakan setiap orang yang dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang menimbulkan kerugian terhadap keuangan negara
atau perekonomian negara. Penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana
korupsi harus dilaksanakan secara tegas, lugas dan tepat berdasarkan kepada
keadilan nilai kebenaran dan, bukan berdasarkan kepada suatu kepentingan. Hal
ini sangat berperan penting dalam mewujudkan ketertiban, kepastian hukum dan
kedamaian dalam masyarakat. Berdasarkan latar belakang tersebut yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penegakan hukum pidana
terhadap pelaku tindak pidana korupsi dalam kegiatan usaha barang dan jasa
tender proyek yang ada dilampung dalam studi kasus pada PLTU Tarahan dan apa
saja yang menjadi faktor penghambat dalam proses penegakan hukum pidana
korupsi dalam kegiatan tender proyek PLTU Tarahan di Lampung.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis
normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan
mempelajari dan menelaah peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan penelitian ini. Sedangkan pendekatan secara yuridis empiris dilakukan
untuk mempelajari hukum dalam kenyataan dengan mengadakan penelitian

lapangan berupa wawancara dengan para responden. Pendekatan ini bertujuan
memperoleh data konkret mengenai masalah yang akan diteliti. Data yang
diperoleh kemudian akan diseleksi, diklarifikasikan dan disitematiskan yang
kemudian akan dianalisis dengan metode induktif.
Hasil penelitian dan pembahasan dalam skripsi ini menunjukkan bahwa :
penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi dalam tender
proyek dilampung (studi kasus PLTU Tarahan), yaitu pelaku terbukti melanggar
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20

MUHAMMAD RIEFKHO OKFIAN HOSA
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi majelis hakim
menjatuhkan pidana penjara selama 3 tahun penjara dan denda Rp 200.000.000
(dua ratus juta rupiah) subsider 5 bulan kurungan. Faktor yang menjadi
pengahambat yaitu, faktor penegakan hukum, yaitu aparat hukum terlalu pasif
dalam menunggu laporan mengenai tindak pidana korupsi. faktor masyarakat,
enggan dalam melakukan upaya hukum dalam mempertahankan haknya, faktor
saran dan fasilitas, yaitu sulitnya dalam mendatangkan saksi, pengumpulan barang
bukti dan beberapa orang yang terkait dalam kegiatan korupsi dalam tender
proyek PLTU Tarahan.

Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah diharapkan dalam
penegakan hukum khususnya penanganan kasus tindak pidana korupsi, agar
majelis hakim sebagai pemberi keputusan harus mampu adil dan benar dalam
memberikan hukuman pidana terhadap terdakwa. Karena itu kemampuan hakim
dalam menggali peristiwa hukum harus dipertajam, hakim harus bersifat aktif dan
kreatif dalam menemukannya, karena itu akan menjadi acuan seorang hakim
dalam menjatuhkan suatu putusan selain dari ketentuan undang-undang, sehingga
dalam menjatuhkan suatu putusan dapat mencerminkan rasa keadilan dan tidak
menimbulakn pandangan negative dari masyarakat. Selain itu diharapkan kepada
para penegak hukum.
Kata Kunci : Analisis, Penegakan Hukum, Pelaku Tindak Pidana, Tindak
Pidana Korupsi.

ABSTRACT

ANALYSIS OF THE ENFORCMENT OF CRIMINAL LAW AGAINST
PREPETRATORS OF CORRUPTION IN THE TENDER PROJECT IN
LAMPUNG.
(CASE STUDY PLTU TARAHAN)
By :

Muhammad Riefkho Okfian Hosa

Corruption is an act of any person with the intention of enriching himself or
another person or a corporation, abuse of authority, opportunity or advice
available to him because of the position or positions that cause financial losses to
the state or state economy. Law enforcement against criminals should be
implemented sevcara firm, straightforward and precise berdasrkan the value of
truth and justice, not according to some interests. It is very important in realizing
the order, the rule of law and peace in society. Based on this background that the
problem in this research is how the enforcement of the criminal law against
perpetrators of corruption in business activities tender of goods and services
existing project in Lampung in a case study on the plant PLTU Tarahan..
The method used in this study adlah normative juridical approach and empirical
jurisdiction. Normative juridical approach done by studying and examining
legislation related to this research. While the juridical empirical approach carried
out to study the law in reality by conducting field research in the form of
interviews with the respondents. This approach aims to obtain concrete data on
the problem to be investigated. The data obtained will then be selected, clarified
and disitematiskan which will then be analyzed by the inductive method.
Results of research and discussion in this paper show that: the enforcement of the

criminal law against perpetrators of corruption in the project tender dilampung
(EVAL power plant case study), ie actors proven to have violated Article 3 in
conjunction with Article 18 of Law No. 31 of 1999 on pembrantansan corruption
as amended by Law No. 20 of 2001 on the eradication of corruption and when
actors perform actions in a healthy state actors and aware and therefore disturbed
by the judges impose imprisonment for 3 years in prison and a fine of Rp
150,000,000 (one hundred fifty million dollars) a subsidiary of 3 months in
prison. Things that are the basis for consideration of the judge in a criminal
verdict against the defendant yitu berdasrkan consideration; witnesses, expert

MUHAMMAD RIEFKHO OKFIAN HOSA
witness testimony, the indictment, clues and evidence as well as testimony from
the accused. Besides, it is the judge hearing the judge also must consider
aggravating circumstances and mitigating circumstances for the defendant. It aims
to achieve legal certainty and a sense of justice that does not cause negative view
of society.
Advice can be given in this study are expected in law enforcement, especially the
handling of corruption cases, that the panel of judges as the giver of the decision
must be able to fairly and correctly in providing criminal penalties against the
accused. Because of the ability of judges to explore legal events must be

sharpened, the judge must be active and creative to find it, because it will become
a reference judge in imposing a decision other than the provisions of the law,
resulting in dropping a decision to reflect the sense of justice and poses no
negative view of society.
Key World: Analysis, Law Enforcment, Criminal Offenders, Corruption.

ANALISIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU
TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM TENDER PROYEK DILAMPUNG
(STUDY KASUS PLTU TARAHAN)

Oleh

Muhammad Riefkho Okfian Hosa
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Hukum
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung


UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tulang Bawang Barat 22 oktober 1993,
anak pertama dari Bapak Kholidi dan Ibu Sunmega.

Penulis menempuh pendidikan pada Taman Kanak-Kanak (TK) Melati pada tahun
1999, kemudian melanjutkan pendidikan pada Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4
Panaragan Jaya, Tulang Bawang barat dan

diselesaikan pada tahun 2005,

kemudian penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1
Tumijajar, Tulang Bawang Barat dan diselesaikan pada tahun 2008, setelah itu
penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1
Tumijajar, Tulang Bawang Barat dan diselesaikan pada tahun 2011. Pada tahun
2011 penulis terdaftar sebagai mahsiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung

melalui jalur Ujian Mandiri Lokal (UML).
Penulis juga aktif pada unit kegiatan mahasiswa universitas (UKM-U) Tapak
Suci, sebuah organisasi kemahasiswaan bela diri.

✁to
Berusahalah untuk tiak menjadi manusia yang berhasil tapi
berusahalah menjadi manusia yang berguna. (einstein)

Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan
takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi
orang tersebut adalah tidak akan bertermunya ia dengan
kemajuan selangkahpun.
(bung karno)

Walaupun tidak bisa menjadi pribadi yang pintar,
setidaknya kita bisa menjadi pribadi yang berbeda positif .
(M. Riefkho Okfian Hosa)

Persembahan


Dengan penuh rasa puji dan syukur Kehadirat Allah SWT
pencipta alam semesta beserta isinya.
Skripsi Ini Kupersembahkan Kepada :
Seorang pria yang telah menyayangiku, membesarkanku dan
yang telah memberikanku kehidupan untuk dilahirkan ke
dunia ini, dia lah yang telah menjarai bamyak hal,
terimakasih untuk segalanya papah.
Seorang wanita yang melahirkan, menyayangiku, yang ku
sayangi, yang telah mendidikku, mengajariku bersabar
mengajari suatu hal yang harus dilakukan dan tak harus
dilakukan, wanita yang selalu mendoakanku, wanita yang
sangat aku sayangi, terimakasih untuk semua yang telah kau
berikan padaku mamah.
Kedua adikku Fevitia Sevina Hosa Dan Rafif Nauvaldi
Hosa yang selalu menyayangiku dan yang selalu aku
sayangi.
Sidi ulian, dati tulin serta sidi paksi dan cucung puhunan
yang selalu menyayangiku
Seluruh keluarga besar papah dan mamah yang selalu
memotivasiku, mengajariku menjadi pribadi yang berani

Seluruh sepupu yang selalu mendoakan dan selalu
memberiku semangat untuk terus maju.
Seorang perempuan yang selalu memberiku semangat dalam
melakukan sesuatu, dia yang selalu memotivasiku sampai
sekarang, terimakasih lydia nurul hudayah.
Serta Almamaterku Fakultas Hukum Universitas Lampung
yang aku banggakan.
Semoga Allah SWT selalu melimpahkan nikmat dan
karunianya untuk kita semua sampai akhir zaman, (amien).

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi dengan judul “Analisis Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku
Tindak Pidana Korupsi Dalam Tender Proyek Di Lampung (Studi Kasus
Pltu Tarahan)” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Heryandi S.H.,M.S. selaku Penjabat Dekan Fakultas

Hukum Universitas Lampung
2. Ibu Diah Gustiniati S.H.,M.H. selaku Ketua Jurusan Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung, dan juga selaku pembimbing II
yang selalu memberi masukan dan saran dalam penulisan skripsi ini.
3. Bapak Tri Andrisman S.H.,M.H. selaku pembimbing I yang selalu sabar
membimbing dan mencurahkan pikiran serta masukan kepada penulis
selama menyelesaikan skrsi ini.
4. Bapak Dr. Eddy Rifa’i S.H.,M.H. selaku pembahas I atas masukan serta
saran yang diberikan kepada penulis untuk menyempurnakan penulisan
skripsi ini.

5. Bapak Muhammad Farid S.H.,M.H. selaku pembahas II yang juga
senantisa memberi masukan kepada penulis.
6. Ibu Ati Yuniati S.H.,M.H selaku Pembimbing Akademik Penulis yang
senantiasa membantu penulis.
7. Seluruh staf pengajar dan karyawan Civitas Akademika Fakultas Hukum
Universitas Lampung yang senantiasa memberikan ilmu sehingga penulis
dapat menyelesaikan studinya.
8. Bapak Edi Suandi, Bapak Heni Siswanto, Ibu Nikmah Rosidah selaku
responden dari kepolisian republik indonesia daerah lampung, dan dosendosen fakultas hukum yang telah banyak memberikan bantuan kepada
penulis dalam penulisan skripsi ini selama penulis melakukan penilitian.
9. Teman-teman seperjuangan di fakultas hukum, khususnya kelompok 10
pada saat propti yang telah menjadi Sarjana Ody, Putera, Abang, Budi,
Ines, Ika, Agung, juga Kepada Theo, Rahmawan (Ahong), Mufty (Abah),
Rahmat (Mamet), Andrean, Dery (Mangau), Nico Cahya, Hendra, Kodri,
Imam, dan seluruh teman teman angkatan 2011, serta seluruh mahasiswa
Fakultas Fukum Universitas Lampungterimakasih atas keceriaan dan
kebersamaan selama kit menjadi mahasiswa.
10. Anak-anak Perguruan Seni Beladiri Tapak Suci Universitas Lampung
(TASUNILA), Kak Asri, Kak Bagus, Kak Roni, Kak Dora, Kak Topik,
Mba Hana, Mba Itek, Yudi dan seluruh pengurus serta anggota
TASUNILA terimakasih untuk semuanya.

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna, akan
tetapi sedikit harapan semog skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
kita semua. Amin.
Bandar lampung, 20 Agustus 2015
Penulis

Muhammad Riefkho Okfian Hosa

DAFTAR ISI
Halaman

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup................................................................7
C. Tujuan dan Kegunaan penelitian...................................................................8
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual...............................................................10
E. Sistematika Penulisan...................................................................................16

II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Penegakan Hukum.....................................................................18
B. Tahap-Tahap Penegakan Hukum Pidana.....................................................24
C. Pengertian Korupsi.......................................................................................26
D. Pengertian Tindak Pidana Korupsi...............................................................27
E. Jenis-Jenis Tindak Pidana Korupsi...............................................................31
F. Tinjauan Umum Tender................................................................................33
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah.....................................................................................36
B. Sumber dan Jenis Data.................................................................................37
C. Penentuan Narasumber.................................................................................38
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data..............................................38
E. Analisis data.................................................................................................40
IV. HASIL PENELITIAN DA PEMBAHASAN
A. Krakteristik Narasumber .............................................................................41

B. Gambaran Kasus .........................................................................................43
C. Penegakan Hukum Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana korupsi dalam
tender di PLTU Tarahan...............................................................................45
D. Faktor Penghambat Penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana
korupsi dalam tender proyek di PLTU Tarahan...........................................57
V. PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................61
B. Saran.............................................................................................................62
DAFTAR PUSTAKA

1

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan
daerah Lampung adalah menyelenggarakan pengelolaan keuangan dengan sebaikbaiknya sebagai modal dasar dalam mewujudkan pola pemerintahan dan
pembangunan sebagaimana yang direncanakan dalam konteks pengelolaan
keuangan daerah, setiap pejabat daerah atau aparatur negara di daerah harus
mampu menyelenggarakan dan mengelola keuangan daerah secara efektif, efisien,
transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat
penting, karena bila pengelolaan keuangan tidak dilaksanakan secara baik atau
bahkan terjadi penyalahgunaan atau penyelewengan dalam penggunaannya, maka
hasilnya yang dicapai dari anggaran yang dikeluarkan tidak akan dapat
memperoleh hasil atau kinerja yang diharapkan. Penyelewengan terhadap
keuangan negara oleh pejabat daerah akan menciptakan adanya pemborosan dan
ketidakseimbangan anggaran, sehingga akan merugikan negara secara keuangan.

Dunia usaha pembangunan tidak dapat berdiri sendiri. Banyak aspek dari berbagai
macam perusahaan terlibat langsung maupun tidak langsung dengan dunia usaha
ini. Keterkaitan tersebut kadangkala tidak memberikan prioritas atas dunia usaha,
yang pada akhirnya membuat dunia usaha harus tunduk dan mengikuti peraturan-

2

peraturan dan bahkan seringkali mengutamakan kepentingan sendiri sehingga
mengabaikan aturan-aturan yang telah ada.

Suatu negara memang tidak dapat berjalan dan maju tanpa adanya dunia usaha
yang berkembang secara pesat serta efisien. Namun efisiensi bukanlah suatu
perkataan yang sederhana dan muluk. Banyak makna terkandung di dalamnya,
makna tersebut tidak lain adalah penjabaran dari berbagai macam rambu-rambu,
baik yang terbentuk sebagai suatu aturan main perundang-undangan maupun
hanya dalam bentuk-bentuk kode etik.

Pesatnya perkembangan dunia usaha adakalanya tidak diimbangi dengan
“penciptaan” rambu-rambu pengawas. Dunia usaha yang berkembang pesat
sehingga meninggalkan rambu-rambu yang ada jelas tidak akan menguntungkan
pada akhirnya. Sehingga dengan berbagai macam cara para pelaku dunia usaha
mengabaikan aturan yang ada demi mencapai tujuan yang diinginkan.

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Indonesia merupakan Negara Kesatuan dan
merupakan Negara Hukum yaitu dimana segala hal diatur secara hukum, baik itu
tertulis maupun tidak tertulis. Termasuk juga di bidang dunia usaha terdapat
hukum yang mengaturnya. Di dunia ini mengenal dua macam system hukum yaitu
system hukum common law system dan civil law system. System hukum civil law
system ini berkembang di negara-negara Eropa daratan1. Prinsip utama yang
menjadi dasar sistem hukum Eropa Continental itu ialah “hukum memperoleh
kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk
undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi atau kompilasi
1

Elwi Danil, KORUPSI Konsep, Tindak Pidana, dan Pemberantasannya, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2012, Hlm 15

3

tertentu”. Prinsip dasar ini dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan
tujuan hukum adalah “kepastian hukum”.

Kepastian hukum hanya dapat diwujudkan jika tindakan-tindakan hukum manusia
dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-peraturan hukum yang tertulis.
Hakim hanya berfungsi “menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan dalam
batas-batas wewenangnya”. Putusan seorang hakim dalam suatu perkara hanya
mengikat para pihak yang berperkara saja ( doctrins res ajudicata ).

Korupsi terhadap keuangan negara yang dilakukan pejabat daerah merupakan
suatu tindak pidana, seperti yang kita ketahui korupsi merupakan suatu peristiwa
Universal telah terjadi sejak awal perjalanan kehidupan masyarakat dan nampak
dimana saja. Akhir-akhir ini sorotan terhadap korupsi di Indonesia semakin tajam.
Apalagi dikaitkan dengan dana pembangunan atau proyek-proyek pengadaan
barang dan jasa, karena itu apapun alasannya apakah itu disengaja ataupun tidak
disengaja akibat adanya kesalahan prosedur atau sistem tetapi akhirnya berakibat
menimbulkan kerugian terhadap negara secara finansial dapat dikatakan suatu
tindakan korupsi. Bentuk-bentuk penyelewengan terhadap keuangan negara itu
pula dapat bermacam macam seperti : Penambahan anggaran untuk pengadaan
barang dan jasa yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada atupun
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan untuk menguntungkan dri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi sehingga menimbulkan kerugian pada keuangan negara.2

2

Pasal 3 Uu No 31 Tahun 1999 Jo Uu No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi

4

Kegiatan korupsi dalam tender yaitu dalam pengadaan barang dan jasa memang
banyak terjadi. Adanya kelompok tertentu yang melakukan memanfaatkan sesuatu
hal yang bertujuan untuk memperkaya diri sendiri tanpa berfikir akibat yang
ditimbulkan dari kegiatan korupsi tersebut. Sebagai bentuk penguasaan pasar atas
produk bahkan suatu usaha tertentu.

Korupsi dalam dalam kegiatan tender ini bukan saja dapat menarik keuntungan
sebesar-besarnya tetapi juga dapat mengganggu sistem dan mekanisme
perekonomian yang sedang berjalan sebagai akibat distrosi ekonomi yang
ditaburkannya, seiring dengan semakin besarnya penguasaan atas pangsa pasar
dan produk tertentu.

Kegiatan usaha yang tidak sehat dapat terjadi dalam setiap tender pengadaan
barang dan jasa. Dalam kegiatan tender pengadaan barang dan jasa membuat para
pelaku usah tender belomba-lomba untuk memenangkan tender demi mencapai
tujuan yang mereka inginkan yaitu mendapatkan keuntungan yang sebesarbesarnya. Dengan adanya persaingan tersebut mengakibatkan persaingan dalam
kegiatan tender yang mana akhirnya perusahaan-perusahaan secara naluriah ingin
mengalahkan pesaing-pesaingnya agar menjadi yang paling besar, yang paling
hebat dan yang paling kaya.

Di era sekarang ini kegiatan pemberantasan korupsi belum berjalan baik , hal ini
dapat dilihat dari banyaknya pengaduan tentang kasus-kasus yang di didalamnya
terdapat unsur tindak pidana korupsi, namun dalam hal penanganan tindak pidana
korupsi sangat lambat dan akhirmya kasusnya pun menghilang begitu saja tanpa
jejak. Serta putusan hakim dalam tindak pidana korupsi dinilai masih terlalu

5

ringan, jauh dari rasa keadilan dan kebenaran yang selama ini diharapkan oleh
masyarakat.
Posisi seorang hakim dalam sistem penegakan hukum berada pada titik yang
sangat sentral, kondisi ini mengharuskan para hakim ataupun calon hakim untuk
bisa membekali dirinya dengan pengetahuan yang dan ekstra. Mengingat legal
spirit undang-undang korupsi, sebagai usaha untuk memberantas korupsi sebagai
suatu kejahatan luar biasa yang amat sulit pembuktiannya dan melibatkan pelakupelaku yang memegang jabatan, kekuasaan dan wewenang.

Kondisi-kondisi tersebut diduga menjadi penyebab tingginya tingkat korupsi di
Indonesia, khususnya dalam dunia usaha pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Keadaan yang demikian menyebabkan hilangnya persaingan dan mengakibatkan
penggunann sumber daya yang tidak efisien serta menimbulkan pengaruh yang
merugikan bagi kinerja industri dan perkembangan ekonomi negara. Korupsi
merupakan tindakan yang sangat merugikan negara, tidak hanya mengancam
perekonomian dan keuangan negara serta ketatanegaraan negara, selain itu
korupsi juga dapat menghambat pembangunan di indonesia dan menurunkan
tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia.

Korupsi secara pasti menciptakan atau menjadikan pemerintahan yang irasional,
pemerintahan yang penuh dengan keserakahan, dan bukan pemerintahan yang
memang bertekad untuk mensejahterakan masyarakat. Padahal proses pengadaan
barang dan jasa yang dilaksanakan secara kompetitif dan memperhatikan prinsip
persaingan usaha yang sehat akan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat
(publik welfare) karena sebagian besar proyek-proyek pemerintah memang

6

merupakan kegiatan pemerintah atau government spending yang ditujukan untuk
memacu kegiatan dan pertumbuhan ekonomi kenegaraan.3

Di daerah Provinsi Lampung terdapat kasus tindak pidana korupsi tender proyek
pengadaan barang dan jasa yang mana kasus tersebut sudah sampai di pengadilan
tinggi dan sudah diputus. Kasus tesebut adalah kasus korupsi yang dilakukan oleh
Emir Moeis yang mana sebagai penanggung jawab tender proyek pembangunan
PLTU Tarahan Lampung Selatan yang mana di dalamnya terkait tindak pidana
korupsi dalam pengadaan barang dan jasa. Politisi PDI Perjuangan Izedrik Emir
Moeis tersandung kasus dugaan suap proyek pembangunan Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU) di Tarahan, Lampung. Emir disebut menerima uang dari
konsorsium Alstom yang ditransfer ke rekening perusahaan anak Emir yaitu PT
Arta Nusantara Utama (ANU) secara bertahap. Total yang diterima Emir sebesar
357.000 dollar AS.

Penegakan hukum yang kurang tegas dan jelas terhadap pelaku korupsi di dalam
pengadaan barang dan jasa dalam suatu jenis tender, seringkali menjadi pemicu
tindak pidana korupsi ini. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-undang
No. 20 Tahun 2001 memberikan sanksi hukum kepada pelaku melakukan kegiatan
korupsi dalam bidang kegiatan usaha tender pengadaan barang dan jasa. Padahal
korupsi dalam pengadaan barang dan jasa lebih sering dikarenakan dan adanya
perilaku korup para pejabat pemerintahan atau pegawai negeri yang melakukan
kegiatan tender tersebut.

3

Elwi Danil, KORUPSI Konsep, Tindak Pidana, dan Pemberantasannya, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2012, Hlm 24

7

Selain itu pelaku korupsi didalam pengadaan barang dan jasa baik pihak penyedia
atau pengusaha misal pihak pengguna atau pejabat yang terkait seharusnya dapat
dijerat dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No. 31
Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Karena memang perbuatan yang terjadi di dalam
persekongkolan terhadap pengadaan barang dan jasa juga diatur di dalam undangundang pemberantasan tindak pidana korupsi seperti perbuatan yang merugikan
keuangan negara, pegawai negeri menerima hadiah, gratifikasi yang tidak
dilaporkan, dan lain-lain. Sehingga pelaku tindak pidana korupsi pengadaan
barang dan jasa dapat dijerat dengan sanksi berupa pidana penjara sesuai dengan
yang diatur dalam Undang-Undang No. 31 tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Melihat dari sedikit uraian kasus mengenai tindak pidana korupsi yang dilakukan
Emir Moeis. Penulis tertarik menyusun skripsi yang berjudul :“Analisis
Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Dalam Tender
Proyek Di Lampung (Studi Kasus PLTU Tarahan)”

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1 . Permasalahan

Berdasarkan uraian dari latar belakang sebelumnya maka permasalahan yang akan
dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

8

1. Bagaimanakah penegakan hukum bagi pelaku korupsi dalam tender proyek
PLTU Tarahan di Lampung sesuai dengan Undang-Undang No. 31 Tahun
1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi ?
2. Apakah faktor-faktor penghambat dalam penegakan hukum terhadap pelaku
korupsi dalam tender proyek PLTU Tarahan di Lampung jika ditinjau dari
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ?

2 . Ruang Lingkup

Berdasarkan permasalahan di atas maka ruang lingkup penelitian skripsi ini
dibatasi hanya pada kasus yang diambil sebagai penelitian yaitu kasus korupsi
yang terjadi di PLTU Tarahan yang mana kasus tersebut telah diputus di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Adapun ilmu yang digunakan dalam
penelitian ini adalah ilmu hukum pidana yang mengatur tentang pemberantasan
tindak pidana korupsi dan substansi dalam peneltian ini merupakan tindak pidana
khusus yaitu tindak pidana korupsi yang terjadi di Provinsi Lampung.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk menganalisis penegakan hukum pidana bagi pelaku korupsi dalam
tender proyek sesuai dengan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-

9

Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Undang Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat penegakan hukum

terhadap

pelaku korupsi dalam tender proyek sesuai dengan Undang-Undang No. 31
Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Undang Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2. Kegunaan Penelitian

Sejalan dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini di harapkan mengandung
dua kegunaan sebagai berikut :

a. Kegunaan Teoritis

Pembahasan terhadap permasalahan yang telah dirumuskan akan memberikan
informasi dan gambaran tentang perkembangan penindakan hukum pada
tindak pidana korupsi di bidang dunia usaha yaitu tender proyek dalam
pengadaan barang dan jasa pemerintah, yaitu mengenai siapa saja yang dapat
di jerat akibat tindakan korupsi yang dilakukan dalam kegiatan usaha
khususnya tender proyek dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah dan
juga apa saja sanksi hukum yang dapat di berikan kepada pelaku korupsi
dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang mengatur masalah korupsi yang terjadi dalam
tender proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Selain itu penelitian ini di harapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu
hukum pidana khususnya yang berkaitan dengan pemberantsan tindak pidana

10

korupsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UndangUndang Nnomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi

b. Kegunaan Praktis
a.

Secara praktis, penelitian ini di harapkan memberikan kontribusi
pemikiran dan informasi bagi yang membutuhkan bagaimana penegakan
hukum terhadap pelaku korupsi dalam pengadaan barang dan jasa dan
juga bagaimana pemberantasan tindak pidana korupsi mengenai langkah
hukum apa yang dapat di ambil untuk mengatasi kegiatan korupsi dalam
pengadaan barang dan jasa.

b.

Sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana
Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Lampung.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Setiap penelitian akan ada kerangka teoritis yang menjadi acuan dan bertujuan
untuk mengidentifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh
peneliti4. Berdasarkan permasalahan yang ada, teori yang akan digunakan adalah
menggunakan pendapat para ahli hukum tentang tindak pidana korupsi sesuai
dengan kajian hukum pidana yang digunakan penulis untuk dasar dalam
menganalisis permasalahan tersebut.

4

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1986, Hlm 125.

11

Kerangka teoritis adalah konnsep-konsep yang merupakan abstrak dari hasil
penelitian atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan
identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang relevan untuk penelitian.5
Tindak pidana merupakan pengertian dasar hukum pidana (yuridis normatif).
Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.
Kejahatan atau perbuatan jahat dalam arti yuridis normatif adalah seperti yang
terwujud in-abstracto dalam peraturan pidana. Sedangkan kejahatan dalam arti
kriminologis adalah perbuatan manusia yang menyalahi norma yang hidup
dimasyarakat secara konkret.6
Penegakan hukum pidana dapat diempuh dengan dua teori yaitu :
a. penal atau penerapan hukum pidana (criminal law application); upaya
penal adalah upaya dalam penanggulangan kejahatan yang lebih
dititkberatkan pada sifat “refrensive” (pemberantasan) sesudah kejahatan
terjadi.
b. non-penal atau penerapan tanpa pidana (prevention without punishment);
upaya non-penal adalah upaya yang digunakan dalam penanggulangan
kejahatan yang lebih dititkberatkan pada sifat “prefentive” (pencegahan,
pengendalian) sebelum kejahatn itu terjadi.7
Penerapan penanggulangan pidana secara reprensif dilaksanakan dengan
penerapan hukum pidana yakni bertumpu pada KUHP serta undang-undang
khusus yang mengatur tentang korupsi. Sedangkan kejahatan dapat ditanggulangi
dengan cara lain yaitu pencegahan sebelum kejahatan terjadi menggunakan cara
prepentif. Penerapan cara prepentif dapat dilakukan dengan cara antisipasi

5

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Grafindo Persada,
Jakarta, 1988, Hal. 25
6
Heni Siswanto, Bahan Ajar Hukum Pidana, Universitas Lampung Bandar Lampung, 2005, Hal.
35
7
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Penganggulangan Kejahatan,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, Hal. 42

12

sebelum terjadi sesuatu peristiwa bisa dilakuakn dengan himbauan-himbauan
kepada masyarakat. Himbauan dapat dilakukan melalui media massa. Media
massa dapat digunakan sebagai salah satu bentuk dalam penanggulangan.
Kriminal dengan memberikan opini atau pendapat publik (public opinion) yang
dapat menjadi tinjauan positif dan negatif. Tinjauan positif jika hal tersebut
dilakkukan untuk memberikan efek jera, serta masyarakat makin taat dan mengerti
untuk tidak melakukan tindak pidana.
Bahwa penegakan hukum menurut pendapat paradigma hukum terhadap
penanggulangan tindak pidana dibidang usaha khususnya dalam kasus tindak
pidana korupsi terdiri dari tiga faktor, yaitu :
a. Faktor perundang-undangan
Bahwa semakin memungkinkan penegakan dalam peraturan hukum
perundang-undangannya, maka semakin baik dalam menegakkan
peraturan hukumnya. Secara umum bahwa peraturan hukum yang baik
adalah hukum yang berlaku secara yuridis, sosiologi dan filosofi.
b. Faktor penegakan hukum
Bahwa faktor penegakan hukum ini menentukan proses penegakan hukum
yaiotu pihak pihak yang menerapkan hukum tersebut. Adapun pihak pihak
ini yang langsung berkaitan dengan proses penegakan hukum pidana
terhadap upaya Polri dalam penanggulangan tindak pidana dibidang dunia
usaha.
c. Faktor kesadaran hukum
Bahwa ini merupakan bagian terpenting dari masyarakat yang menentukan
penegakan hukum dan kesadaran hukum merupakan pandangan yang
hidup dalam masyarakat tentang apa hukum itu, sedangkan kesadaran
masyarakat yang memungkinkan untuk dilaksanakannya penegakan
hukum itu.8
Pembagian ketiga faktor ini dapat dikaitkan dengan masalah penegakan hukum
pidana dan kebijakan kriminal dengan melihat dari teori yang sebenarnya terletak
pada faktor yang mempengaruhinya yaitu :
8

Soerjono Soekanto, Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1983, Hal. 5

13

1. Faktor hukumnya sendiri atau peraturan itu sendiri
2. Faktor penegak, yaitu pihak pihak penegak hukum yang tangguh, terampil,
dan bermoral dalam hal penerapan hukum.
3. Faktor saran dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum
4. Faktor masyarakat, yaitu faktor lingkungan dimana hukum tersebut dapat
diterapkan dan partisipasi masyarakat dalam mendukung penegakan
hukum yang dilakukan.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya cipta, rasa didasarkan pada
karsa manusia didalam pergaulan hidup.9
Kelima faktor diatas saling berkaitan karena meruapkan esensi dari penegakan
hukum guna menanggulangi tindak pidana kejahatn dibidang teknologi dan
informasi.

Masalah penegakan hukum pidana sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang
mempengaruhinya yaitu :

a. Faktor penegak hukum
Yaitu mereka yang secara langsung maupun tidak langsung berkecimpung
dalam upaya menjalankan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat
oleh pemerintah pusat maupun daerah yang sah.
b. Faktor hukum itu sendiri
Yang dimaksud dengan hukum disini adalah peraturan tertulis dalam bentuk
undang undang sebagai landasan dalam proses penegakan hukum guna
melindungi korban dari segi hukum pidana.
c. Faktor sarana atau fasilitas
Upaya penegakan hukum juga sangat dipengaruhi oleh sarana dan fasilitas
tertentu untuk mendukung kelancaran tugas suatu lembaga yang akan
menangani penegakan hukum. Tanpa adanya sarana dan fasilitas maka tidak
mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar.
d. Faktor masyarakat
Masyarakat mempunyai peranan penting dalam upaya penegakan hukum,
bahkan dapat dikatakn sangat penting karena penegakan hukum terutama
hukum pidana berasal dari masyarakat, dan tujuannya untuk mencapai
perdamaian dalam masyarakat.
e. Faktor kebudayaan
Yakni sebagai hasil karya cipta rasa di dasarkan pada karsa manusia di dalam
perhaulan hidup10.

9

Ibid, Hal 10
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Dan Survey, Universitas Indonesia Pers,
Jakarta, 1986, Hlm 125
10

14

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsepkonsep khusus yang mempunyai arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang
diteliti dan juga memberi arah atau pedoman yang jelas dalampenelitian ini.11
Maka harus memahami definisi-definisi sebagai berikut :

a. Analisis adalah upaya penelitian dan tindakan untuk menelaah dan mengamatu
suat peristiwa atau suatu masalah guna mengetahui keadaan yang yang
sebenarnya , sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai hal
tersebut.12 Analisis adalah suatu proses berfikir manusia tentang suatu kejadian
atau perisitwa untuk memberikan suatu jawaban atas kejadian atau peristiwa
tersebut.13
b. Penegakan hukum diartikan sebagai suatu usaha untuk menanggulangi
kejahatan secara rasional, memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna. Dalam
rangka menagggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang
dapat dibedakan kepada pelaku kejahatan , berupa sarana pidana maupun non
hkum pidana yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Apabila
sarana pidana dipanggil untuk menaggulangi kejahatan, berarti akan
dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk

11

Ibid, Hlm. 132.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan , Kamus Besar Bahasa Indonesia , Balai Pustaka ,
Jakarta, 1991 Hal. 37
13
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1995,
Hal 32
12

15

mencapai hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan
situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang14.
c. Pelaku, disini pelaku yang dimaksud adalah pelaku usaha yaiutu setiap orang
atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan
hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi.15 Pelaku adalah orang yang melakukan suatu perbuatan yang
merupakan yang merupakan pelaku utama dalam situasi tertentu.16
d. Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
atau setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara, atau perekonomian negara17.
e. Tender, Menuruut Memori Penjelasan atas Pasal 22 dari Undang-Undang No. 5
Tahun 1999, yang dimaksud dengan tender dalam hal ini adalah tawaran untuk

14

Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana, Pt. Citra Aditya Bhakti, Bandung 2002, Hlm
109
15
Http://Www.Wibowtunardy.Com/Pengertian-Pelaku-Usaha-Menurut-Uu-Pk/ Diakses 13
Februari 2015 Pukul 10:23.
16
P.A. Laminating , Dasar Dsasar Hukum Pidana Indonesia , Pt Citra Aditya Bakti , Bandung
1996 , Hal 594.)
17
Dr. Ermansjah Djaja, S.H; M.Si, Meredesain Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika,
Jakarta Timur, 2010, Hlm.18

16

mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan
barang-barang, atau untuk menyediakan suatu jasa18.

E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan hukum terbagi dalam 5 (lima) bab yang saling
berkaitan dan berhubungan. Sistematika dalam penulisan ini adalah sebagai
berikut :

I. PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini, penulis menguraikan mengenai latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan
sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan bab tinjauan pustaka sebagai pengantaer dalam memehami pengertian
umum tentang pokok-pokok bahasan yang merupakan tinjauan yang bersifat
teoritis yang nantinya akan dipergunakan sebagai penunjang pembahasan yang
akan dilakukan dan bahan studi bandingan teori dan praktek.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini memuat memuat metode penelitian yang meliputi langkah-langkah yang
diambil dalam penelitian yaitu tentang pendekatan masalah, sumber dan jenis
data, prosedur pengumpulan dan pengolahan data, serta tahap akhir berupa
analisis data.
18

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999.

17

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan hasil penelitian dan pembahasan berdasarkan rumusan
masalah, yaitu mengenai bagaimana penegakan hukum pidana terhadap pelaku
tindak pidana korupsi dalam tender proyek dilamoung, serta apa sajakah faktor
penghambat dalam penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana
korupsi dalam tender proyek dilampung.

V. PENUTUP

Bab ini merupakan kumpulan tulisan mengenai kesimpulan dan saran.

18

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman prilaku dalam
lalulintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Ditinjau dari sudut subyeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan
oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum
itu melibatkan semua subyek.

Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang
keadilan-keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan 1.
Penegakan hukum pidana adalah suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang
kedilan dalam hukum pidana dalam kepastian hukum dan kemanfaatan sosial
menjadi kenyataan hukum dalam kepastian hukum dan kemanfaatan sosial
menjadi kenyataan hukum dalam setiap hubungan hukum.

Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu dengan mendasarkan pada norma aturan hukum yang berlaku,
berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari
segi subyeknya itu, penegakan hukum itu hanya dartikan sebagai upaya aparatur
penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu,

1

Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung, 1987, Hlm 15

19

apabila

diperlukan,

aparatur

penegak

hukum

itu

diperkenankan

untuk

menggunakan daya paksa.

Pengertian hukum itu dapat pula ditinjau dari dari sudut obyeknya, yaitu dari segi
hukumnya. Dalam hal ini pengertiannya juga mencakup pada nilai-nilai keadilan
yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai kadilan yang
hidup dalam masyarakat. Tetapi dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya
menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Pembedaan antara
formalitas anatara hukum yang tertulis dengan cakupan nilai keadilan yang
kandungannya ini bahkan juga timbul dalam bahasa inggris sendiri. Dengan
dikembangkannya istilah the rule of the law atau dalam istilah the rule of the law
and not of a man versus istilah the rule by law yang berarti the rule of man by
law dalam istilah the rule of law terkandung makna pemerintahan oleh hukum,
tetapi bukan dalam artinya yang formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai
keadilan yang terkandung di dalamnya. Karena itu, digunakan istilah the rule of
just law.

Dalam istilah the rule of law and not of man, dimaksudkan untuk menegaskan
bahwa pada hakikatnya pemerintahan suatu negara hukum modern itu dilakukan
oleh hukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah the rule by law yang
dimaksudkan sebagai pemerintahan oleh orang yang menggunakan hukum
sekedar sebagai alat kekuasaan belaka. Dengan penegakan hukum itu kurang lebih
merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam artian
formil yang sempit maupun arti materiil yang luas, sebagai pedoman prilaku
dalam setiap perbuatan huku, baik oleh para subyek hukum yang bersangkutan

20

maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan
oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang
berlaku dalam kehidupan bermasyarakatdan bernegara. Penegakan hukum adalah
suatu proses yang dilandasi oleh nilai etik, moral dan spiritual yang memberi
keteguhan komitmen dengan tujuan tidak hanya menegakkan kebenaran formal
tetapi juga untuk mencari kebenaran materiil yang diharapkan dapat mendekati
kebenaran yang sifatnya hakiki.

Masalah penegakan hukum merupakan masalah yang rumit dikarenakan oleh
sejumlah faktor yang mempengaruhi seperti :
1. Isi peraturan perundang-undangan;
2. Kelompok kepentingan dalam masyarakat;
3. Budaya hukum; serta
4. Moralitas para penegak hukum yang terlibat dalam proses peradilan2.

Oleh karena itu penegakan hukum akan bertukar aksi dengan lingkungannya,
yang bisa disebut sebagai perukaran aksi dengan unsur manusia, sosial budaya,
politik dan lain sebagainya. Untuk itu dalam menegakkan hukum ada tiga hal
yang harus diperhatikan, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan.
Selain itu penegakan hukum juga dinyatakan sebagai suatu kegiatan menyerasikan
hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaedah-kaedah atau pandanganpandangan yang menetap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai
tahap

akhir

untuk

menciptakan

(social

enginering)

memelihara

mempertahankan (sebagai sosial kontrol) kedamaian pergaulan hidup.

2

Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, 1987, Sinar Baru, Bandung, 1987, Hlm 20

dan

21

Setiap insan manusia dalam pergaulan hidup pada dasarnya mempunyai
pandangan-pandangan tertentu mengenai apa yang baik dan apa yang buruk.
Pandangan-pandangan tersebut senantiasa terwujud didalam pasangan-pasangan
tertentu, misalnya ada pasangan nilai ketertiban dengan ketentraman, nilai
kepentingan umum dengan kepentingan pribadi, nilai kelestarian dengan nilai
inovatisme, dan sebagainya. Didalam penegakan hukum, pasangan nilai-nilai
tersebut perlu diserasikan, misalnyanya perlu penyerasian antara nilai ketertiban
denga nilai ketentraman. Sebab nilai ketertiban bertitik tolak pada keterkaitan,
sedangkan nilai ketentraman titik tolaknya adalah kebebasan.

Sebagai suatu proses, penegakan hukum tidak terlepas dengan adanya gangguan
yaitu gangguan terhadap penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada
ketidakserasian antara “tritunggal”, yaitu nilai kaidah dan pola prilaku. Gangguan
tersebut terjadi apabila ada ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan
yang menjelma didalam kaedah-kaedah yang bersimpang-siur, dan pola prilaku
yang tidak terarah yang mengganggu kedamaian pergaulan hidup.

Pernyataan diatas menunjukkan bahwa pebegakan hukum akan berjalan dengan
baik bila ada keserasian antara nilai, kaedah, dan pola prilaku dalam masyarakat.
Tanpa adanya keserasian itu maka penegakan hukum tidak akan berjalan dengan
baik seperti yang diharapkan, seseorang sosiologi hukum, Lawrence M. Friedman
menyatakan bahwa :
“Hukum dalam mekanismenya atau dalam penegakan hukum adalah
sebagai suatu sistem yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya dan

22

saling mempengaruhi serta menggambarkan satu kesatuan dalam
mencapai tujuannya atau sasarannya”3.
Hukum sebagai sistem dibedakan dalam tiga sub sistem, yaitu :
1. Sub sistem nilai atau substansi yang merupakan suatu nilai atau norma baik
berbentuk tertulis (peraturan perundang-undangan) atau dalam bentuk yang
tidak tertulis (kebiasaan).
2. Sub sistem legal actor atau sub sistem legal structure, dapat berupa lembagalembaga atau berupa aparat hukum yang bertugas dan berperan dalam
mengimplementasikan atau mengaktualisasikan substansi hukum dan sifatsifatnya yang abstrak menjadi hukum yang bersifat konkret.
3. Sub sistem legal culture (budaya hukum), yaitu berupa perasaan hukum, opini
hukum, pendapat hukum, atau kesadaran hukum dan masyarakat, yang
memberikan pengaruh terhadap keberlakuan substansi hukum maupun
terhadap aparat hukum4.
Sehubungan dengan sitem budaya hukum (legal culture), pada umumnya
dinegara-negara yang sedang berkembang bahkan di negara maju seperti Amerika
Serikat sendiri, khususnya pada bangsa Amerika yang berasal dari timur yaitu
Cina dan Jepang budaya hukum lebih memberikan pengaruh terhadap
keberlakuan hukum sebagai efektifitas hukum secara konkret yang mencerminkan
bagaimana budaya hukum dan suatu masyarakat. Sebagai suatu sistem, hukum
dalam arti substansi tidak mempunyai pengaruh apa-apa atau tidak mempunyai
arti sama sekali tanpa adanya penegak hukum yang menerapkannya, dan di pihak
lain penegak hukum pun dalam menjalankan perannya untuk pelaksanaan
penegakan hukum dipengaruhi oleh budaya hukum. Hal ini menunjukkan bahwa
antara sub sistem yang satu dengan sub sistem yang lainnya dalam mekanismenya
tidak dapat berdiri sendiri-sendiri tetapi merupakan satu-kesatuan.

3

Lawrence M. Friedmen, American Law An Introduction Second Edition, Tatanusa, Jakarta ,
2001, Hlm 45
4
Bambang Poerrnomo, Pola Dasar Teori Asas Umum Hukum Acara Pidana Dan Penegakan
Hukum Pidana, Liberty, Yogyakarta, 199, Hlm 70

23

Adapun fungsi sistem hukum, yaitu :
1. Fungsi kontrol sosial (social control), dimana semua hukum adalah
berfungsi seabagai kontrol sosial dan pemerintah.
2. Berfungsi sebagai cara penyelesaian sengketa (dispute settlement) dan
konflik (conflict). Penyelesaian sengketa ini biasanya untuk penyelesaian
yang sifatnya berbentuk pertentangan lokal berskala kecil (micro).
Sebaliknya pertentangan-pertentangan yang bersifat makro dinamakan
konflik.
3. Funsi redistribusi atau fungsi rekayasa sosial (redistributive function or
social enginering function) fungsi ini mengarah pada penggunaan hukum
untuk menjadikan perubahan sosial yang berencana yang ditentukan oleh
pemerintah.
4. Fungsi pemeliharaan sosial (social maintenance function) fungsi ini
berguna untuk menegakkan struktur hukum agar tetap berjalan sesuai
dengan aturan mainnya (rule of the game)5.
Berdasarkan hal tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa fungsi penegakan hukum
adalah untuk mengaktualisasikan aturan-aturan hukum agar sesuai dengan yang
dicita-citakan oleh hukum itu sendiri, yakni mewujudkan sikap atau tingkah laku
manusia sesuai dengan bingkai (frame work) yang telah ditetapkan oleh suatu
undang-undang atau hukum.

1. Unsur-unsur penegakan hukum di Indonesia

Secara umum penegakan hukum dapat diartikan sebagai tindakan menerapkan
perangkat sarana hukum tertentu untuk memaksakan sanksi hukum guna
menjamin penataan terhadap ketentuan