PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA MATA PELAJARAN PKn DI KELAS VII. A SMP BINA UTAMA KECAMATAN ULU BELU KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

PADA MATA PELAJARAN PKn DI KELAS VII. A SMP BINA UTAMA KECAMATAN ULU BELU

KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh GIYARTO

Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk menjelaskan apakah penerapan model problem based learning dapat mengetahui dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa kelas VII. A SMP Bina Utama Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus Tahun Pelajaran 2012/2013. Penelitian ini dilaksanakan dengan proses pembelajaran yang menerapkan langkah-langkah dengan penerapan model problem based learning pada setiap siklusnya, metode penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas dengan responden kelas VII. A. Hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan oleh peneliti diketahui bahwa pada siklus I rata-rata aktivitas belajar siswa sebesar 54,74%, mengalami peningkatan pada siklus kedua sebesar 7,8% dengan rata-rata aktivitas belajar siswa menjadi 62,54% dan kemudian pada siklus III meningkat lagi sebesar 13,13% dengan rata-rata aktivitas belajar siswa mencapai 75,67%. Dengan demikian, penerapan model problem based learning dengan selalu memotivasi, membimbing, mengarahkan siswa pada setiap proses pembelajaran oleh guru dan serta melibatkan siswa dalam membuat kesimpulan serta melaksanakan umpan balik dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah dan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa kelas VII A SMP Bina Utama Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus Tahun Pelajaran 2012/2013.


(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang (UUPN No. 2 1989, pasal 1). Sehingga dalam mengemban tugasnya guru dituntut dapat mendidik, mengajar dan melatih agar penguasaan konsep lebih tertanam. Keberhasilan pendidikan dipengaruhi oleh perubahan dan pembaharuan dalam segala unsur-unsur yang mendukung pendidikan. Adapun unsur tersebut adalah siswa, guru, alat atau metode, materi dan lingkungan pendidikan. Semua unsur tersebut saling terkait dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Perkembangan dunia pendidikan dari tahun ke tahun mengalami perubahan seiring dengan tantangan dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing di era globalisasi. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh bangsa kita adalah masih rendahnya kualitas pendidikan pada setiap jenjang. Banyak hal yang telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualitas guru, penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku dan alat pelajaran serta perbaikan sarana dan prasarana pendidikan. Namun demikian mutu pendidikan yang dicapai belum seperti apa yang diharapkan. Perbaikan yang telah dilakukan pemerintah


(3)

tidak akan ada artinya jika tanpa dukungan dari guru, orang tua, siswa, dan masyarakat. Berbicara tentang mutu pendidikan tidak akan lepas dengan proses belajar mengajar. Di mana dalam proses belajar mengajar guru harus mampu menjalankan tugas dan peranannya.

Proses pendewasaan manusia telah menjadi pusat perhatian berbagai disiplin dan karenanya lahir berbagai konsep mengenai proses itu. Para pendidik menamakan proses itu sebagai proses pendidikan. Oleh karena itu William Stern dengan teori konvengensinya berpendapat bahwa “manusia menjadi dewasa karena adanya potensi dalam dirinya dan karena lingkungannya” (Dalam Udin S, 1989: 3)

Kedewasaan seseorang tidak hanya diukur dari pengetahuannya saja, tetapi juga bagaimana seseorang dapat menunjukkan prilakunya sesuai dengan tingkat pengetahuan dan pengalamannya terhadap seluruh aspek kehidupannya. Oleh karena itu antara pengetahuan dan pengalaman seseorang harus seimbang atau sebanding dengan sikap moralnya.

Pendidikan yang pada hakekatnya adalah usaha membudayakan manusia atau memanusiakan manusia, memiliki peranan penting dalam mendewasakan seseorang. Dengan pendidikan manusia menjadi berbudaya, manusia akan menjadi bijaksana dalam menentukan sikap moralnya, manusia akan menjadi pribadi yang dewasa dimana seluruh kehidupannya didasari oleh potensi akal dan perasaannya, sehingga kompleksitas kehidupan dapat dijalaninya dengan baik dan benar. Oleh karena itu, masalah pendidikan tidak akan pernah selesai karena manusia sendiri selalu berkembang sejalan dengan dinamika kehidupan.


(4)

Sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan wadah yang tepat untuk mengajar dan mendidik anak-anak agar anak didik mempunyai bekal kemampuan dan keterampilan, guna kehidupan di masa ini dan di masa datang. Oleh karena itu ukuran berhasil tidaknya suatu pendidikan tergantung pada seluruh komponen sekolah dimana seseorang melakukan proses belajar mengajar.

Dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas hasil belajar, faktor guru sangatlah menentukan. Posisi dan peran guru sebagaimana ditegaskan oleh Sardiman (1987: 123) “tidak semata-mata trasfer of knowledge, tetapi juga sebagai pendidik yang melakukan transfer of value dan sekaligus pembimbing yang mengarahkan dan menuntun siswa dalam belajar”. Dari kutipan tersebut di atas, ternyata keberhasilan dalam proses belajar mengajar tidak hanya diukur dari meningkatnya pengetahuan anak, tetapi juga harus meningkat pemahamannya terhadap nilai-nilai moral. Keadaan yang demikian ini menuntut guru untuk dapat meningkatkan kualitas mengajarnya melalui berbagai macam kegiatan konstruktif sehingga dapat memaksimalkan hasil mengajar.

Pemilihan dan penggunaan metode yang tepat sesuai dengan tujuan kompetensi sangat diperlukan. Karena metode merupakan cara yang digunakan oleh guru untuk mengadakan hubungan dengan siswa pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Untuk itu guru sebagai pengarah dan pembimbing tidak hanya pandai dalam memilih metode pembelajaran namun usaha guru-guru untuk mengoptimalkan komponen pembelajaran diperlukan dalam rangka meningkatkan prestasi belajar. Di mana PKn merupakan salah satu mata pelajaran yang penguasaannya memerlukan pengetahuan dan sikap yang disadari siswa sehingga


(5)

metode yang digunakan harus sesuai agar mendapatkan hasil yang maksimal. Pengembangan metode yang tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran akan menjadi kendala untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.

Berdasarkan wawancara dengan siswa dan pengamatan serta pengalaman dalam mengajar bahwa model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran selama ini masih menggunakan cara yang konvensional sehingga kurang maksimal dan membuat siswa menjadi kurang aktif. Berdasarkan pengalaman mangajar peneliti mengalami masalah belajar pada siswa di kelas VII. A Hal tersebut terlihat pada saat proses pembelajaran di kelas berlangsung seperti siswa sulit memecahkan masalah yang disajikan oleh guru dalam pembelajaran PKn, sedangkan yang dihadapi oleh siswa sendiri seperti lambatnya penyelesaian tugas siswa yang diberikan oleh guru, siswa banyak yang bingung tentang pemahaman materi yang disajikan oleh guru, dan aktivitas belajar siswa di kelas pada saat mengikuti proses pembelajaran rendah siswa cenderung asyik mengobrol dengan temannya, mengantuk dan tidak menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru dengan sempurna sesuai dengan yang diharapkan oleh guru.

Oleh karena hal seperti yang telah diuraikan di atas guru menyadari bahwa perlu adanya usaha yang dapat mengatasi masalah-masalah tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut peneliti ingin meneliti melalui penelitian tindakan kelas tentang penerapan model problem based learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Problem Based Learning adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan


(6)

masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah atau pembelajaran berbasis masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika siswa berhadapan dengan situasi dimana konsep tersebut diterapkan. Selain itu melalui problem Based Learning ini siswa dapat mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara berkesinambungan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Artinya, apa yang mereka lakukan sesuai dengan aplikasi suatu konsep atau teori yang mereka temukan selama pembelajaran berlangsung. Problem Based Learning juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok. Oleh karena hal tersebut diharapkan hasil penelitian ini nantinya akan dapat memberikan kontribusi langsung pada kualitas pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sehingga kompetensi belajar siswa dapat meningkat dan sesuai dengan tujuan pendidikan.

Dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan penerapan pembelajaran model problem based learning diharapkan siswa menjadi aktif, serta dapat mengatasi masalah-masalah yang dihadapi baik oleh guru dan siswa sendiri. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk lebih mengetahui penerapan model problem based learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa kelas VII. A SMP Bina Utama Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus Tahun Pelajaran 2012/2013.


(7)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Siswa lambat dalam penyelesaian tugas yang diberikan oleh guru.

2. Dalam mengikuti pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa banyak yang tidak mengerti atau bingung.

3. Siswa sibuk dengan aktivitasnya sendiri yang tidak berkaitan dengan proses pembelajaran.

4. Siswa tidak mampu menjawab dengan sempurna pertanyaan guru. 5. Siswa sulit memecahkan masalah yang diberikan oleh guru

6. Pembelajaran guru yang tidak menarik bagi sekolah.

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini agar tidak terjadi penyimpangan, dan dapat fokus mengingat banyak metode pembelajaran, maka dalam penelitian ini peneliti membatasi pada penerapan model problem based learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa kelas VII. A SMP Bina Utama Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus Tahun Pelajaran 2012/2013.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah dengan penerapan model problem based learning


(8)

dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa kelas VII. A SMP Bina Utama Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus Tahun Pelajaran 2012/2013?.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan apakah penerapan model problem based learning dapat mengetahui dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa kelas VII. A SMP Bina Utama Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus Tahun Pelajaran 2012/2013.

F. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis

Mengembangkan konsep ilmu pendidikan khususnya Pendidikan Kewarganegaraan yang mengkaji tentang Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam kegiatan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah.

2. Kegunaan Praktis a. Bagi siswa

Membantu siswa yang bermasalah atau mengalami kesulitan pelajaran, memungkinkan siswa terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar, mengembangkan daya nalar serta berpikir lebih kreatif, sehingga siswa termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran.


(9)

b. Bagi Guru

Meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun dan mengembangkan program pembelajaran serta melaksanakan strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa.

c. Bagi Sekolah

Meningkatkan prestasi pembelajaran agar selalu menjadi yang terbaik dan dapat dijadikan salah satu referensi guna perbaikan serta evaluasi proses pembelajaran yang ada di sekolah.

G. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Ilmu

Penelitian ini termasuk ruang lingkup pendidikan khususnya Pendidikan Kewarganegaraan dengan kajian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang membahas tentang penerapan pembelajaran problem based learning dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

2. Ruang Lingkup Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah pembelajaran problem based learning

3. Ruang Lingkup Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII. A SMP Bina Utama Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus Tahun Pelajaran 2012/2013.


(10)

4. Ruang Lingkup Wilayah

Penelitian ini dilakukan di siswa kelas VII. A SMP Bina Utama Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus Tahun Pelajaran 2012/2013.

5. Ruang Lingkup Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan sejak dikeluarkan surat izin penelitian pendahuluan oleh Dekan FKIP Unila sampai dengan penelitian ini selesai.


(11)

II. KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Umum Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu tujuan dari penggunaan model pembelajaran adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa selama belajar. Model pembelajarn itu pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode dan teknik pembelajaran.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan model pembelajaran adalah “cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud di dalam ilmu pengetahuan, cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan”. (Depdikbud, 1988: 580).

Dengan demikian sesuai dengan Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar, bahwa model pembelajaran adalah cara mengajar, artinya


(12)

menciptakan situasi belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran (Depdikbud, 1994: 4).

Menurut Dorin, Demmin dan Gabel (1990: 12) dalam Ella Yulaelawati (2004: 50) “Sebuah model merupakan gambaran mental yang membantu kita menjelaskan sesuatu yang lebih jelas terhadap sesuatu yang tidak dapat dilihat atau dialami secara langsung.”

Sedangkan menurut Ryder (2003: 33) dalam Ella Yulaelawati (2004: 56), “Model seperti mitos dan metaphor yang dapat membantu kita memahami sesuatu. Apakah model itu diturunkan oleh seseorang atau merupakan hasil dari penelitian, setiap model menawarkan pemahaman tertentu secara lebih mudah.”

Selanjutnya menurut Trianto (2007: 3) model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu pola pemikiran yang disajikan secara utuh. Model dapat berupa skema, bagan, gambar dan tabel, karena didalam sebuah model menjelaskan keterkaitan berbagai komponen dalam suatu pola pemikiran yang disajikan secara utuh dan dapat membantu kita melihat kejelasan dan keterkaitan secara lebih cepat, utuh, konsisten dan menyeluruh.


(13)

B. Pengertian Metode Pembelajaran

Mengajar adalah suatu usaha yang sangat kompleks, sehingga sulit menentukan bagaimana sebenarnya mengajar yang baik. Metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan. Sedangkan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik (Darsono, 2000: 24). Menurut Ahmadi (1997: 52) metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh guru atau instruktur. Pengertian lain mengatakan bahwa metode pembelajaran merupakan teknik penyajian yang dikuasai oleh guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, baik secara individual ataupun secara kelompok agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik.

Jadi dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru sebagai media untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hal ini mendorong seorang guru untuk mencari metode yang tepat dalam penyampaian materinya agar dapat diserap dengan baik oleh siswa. Mengajar secara efektif sangat bergantung pada pemilihan dan penggunaan metode mengajar.


(14)

1. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Metode Pemebelajaran

Dalam proses belajar mengajar guru harus selalu mencari cara-cara baru untuk menyesuaikan pengajarannya dengan situasi yang dihadapi. Metode-metode yang digunakan haruslah bervariasi untuk menghindari kejenuhan pada siswa. Namun metode yang bervariasi ini tidak akan menguntungkan bila tidak sesuai dengan situasinya. Baik tidaknya suatu metode pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:

a. Anak didik

Di ruang kelas guru akan berhadapan dengan sejumlah anak dengan latar belakang kehidupan yang berlainan. Status sosial mereka juga bermacam-macam. Demikian juga dengan jenis kelamin serta postur tubuh. Pendek kata dari aspek fisik selalu ada perbedaan dan persamaan pada setiap anak didik. Sedangkan dari segi intelektual pun sama ada perbedaan yang ditunjukkan dari cepat dan lambatnya tanggapan anak didik terhadap rangsangan yang diberikan dalam kegiatan belajar mengajar. Aspek psikologis juga ada perbedaan yaitu adanya anak didik yang pendiam, terbuka, dan lain-lain. Perbedaan dari aspek yang disebutkan di atas mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode yang mana sebaiknya guru ambil untuk menciptakan lingkungan belajar yang kreatif dalam waktu yang relatif lama demi tercapainya tujuan pengajaran yang telah dirumuskan secara operasional.


(15)

b. Tujuan yang akan dicapai

Tujuan adalah sasaran yang dituju dari setiap kegiatan belajar mengajar. Hal ini dapat mempengaruhi penyeleksian metode yang harus digunakan. Metode yang dipilih guru harus sesuai dengan taraf kemampuan yang hendak diisi ke dalam diri setiap anak didik. Jadi metode harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran.

c. Situasi belajar mengajar

Situasi belajar mengajar yang diciptakan guru tidak selamanya sama. Maka guru harus memilih metode mengajar yang sesuai dengan situasi yang diciptakan. Di waktu lain, sesuai dengan sifat bahan dan kemampuan yang ingin dicapai oleh tujuan maka guru menciptakan lingkungan belajar secara berkelompok. Jadi situasi yang diciptakan mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar.

d. Fasilitas belajar mengajar

Fasilitas merupakan hal yang mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar. Fasilitas adalah kelengkapan yang menunjang belajar anak di sekolah. Lengkap tidaknya fasilitas belajar akan mempengaruhi pemilihan metode mengajar.

e. Guru.

Latar belakang pendidikan guru diakui mempengaruhi kompetensi. Kurangnya penguasaan terhadap berbagai jenis metode menjadi kendala dalam memilih dan menentukan metode. Apalagi belum memiliki pengalaman mengajar yang memadai. Tetapi ada juga yang tepat


(16)

memilihnya namun dalam pelaksanaannya menemui kendala disebabkan labilnya kepribadian dan dangkalnya penguasaan atas metode yang digunakan.

Sedangkan kriteria pemilihan metode pembelajaran menurut Slameto (2003: 98) adalah:

a. Tujuan pengajaran, yaitu tingkah laku yang diharapkan dapat ditunjukkan siswa setelah proses belajar mengajar.

b. Materi pengajaran, yaitu bahan yang disajikan dalam pengajaran yang berupa fakta yang memerlukan metode yang berbeda dari metode yang dipakai untuk mengajarkan materi yang berupa konsep, prosedur atau kaidah.

c. Besar kelas (jumlah kelas), yaitu banyaknya siswa yang mengikuti pelajaran dalam kelas yang bersangkutan. Kelas dengan 5-10 orang siswa memerlukan metode pengajaran yang berbeda dibandingkan kelas dengan 50-100 orang siswa.

d. Kemampuan siswa, yaitu kemampuan siswa menangkap dan mengembangkan bahan pengajaran yang diajarkan. Hal ini banyak tergantung pada tingkat kematangan siswa baik mental, fisik dan intelektualnya.

e. Kemampuan guru, yaitu kemampuan dalam menggunakan berbagai jenis metode pengajaran yang optimal.

f. Fasilitas yang tersedia, bahan atau alat bantu serta fasilitas lain yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas pengajaran.

g. Waktu yang tersedia, jumlah waktu yang direncanakan atau dialokasikan untuk menyajikan bahan pengajaran yang sudah ditentukan. Untuk materi yang banyak akan disajikan dalam waktu yang singkat memerlukan metode yang berbeda dengan bahan penyajian yang relatif sedikit tetapi waktu penyajian yang relatif cukup banyak.

Ahmadi (1997: 53) mengemukakan syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam penggunaan metode mengajar adalah:

1. Metode mengajar harus dapat membangkitkan motif, minat atau gairah belajar siswa.

2. Metode mengajar harus dapat menjamin perkembangan kegiatan kepribadian siswa.

3. Metode mengajar harus dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk mewujudkan hasil karya.


(17)

4. Metode mengajar harus dapat merangsang keinginan siswa untuk belajar lebih lanjut, melakukan eksplorasi dan inovasi (pembaharuan).

5. Metode mengajar harus dapat mendidik murid dalam teknik belajar sendiri dan cara memperoleh pengetahuan melalui usaha pribadi. 6. Metode mengajar harus dapat meniadakan penyajian yang bersifat

verbalitas dan menggantinya dengan pengalaman atau situasi yang nyata dan bertujuan.

7. Metode mengajar harus dapat menanamkan dan mengembangkan nilai dan sikap- sikap utama yang diharapkan dalam kebiasaan cara bekerja yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Guru sebagai salah satu sumber belajar berkewajiban menyediakan lingkungan belajar yang kreatif bagi kegiatan belajar anak didik di kelas. Salah satu kegiatan yang harus dilakukan adalah melakukan penentuan dan pemilihan metode. Suatu metode yang digunakan oleh guru untuk mengajar harus benar-benar dikuasai. Sehingga pada saat penggunaannya dapat menciptakan suasana interaksi edukatif.

Untuk menghindari kejenuhan dan berhentinya minat siswa terhadap pelajaran yang disampaikan maka hendaknya guru menggunakan metode yang bervariasi. Bahkan metode yang digunakan dapat menumbuhkan keinginan siswa untuk belajar secara mandiri dengan menggunakan teknik tersendiri. Di dalam kelas guru menyampaikan bahan pelajaran. Bahan pelajaran itu akan kurang memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar lebih lanjut bila penyampaiannya menggunakan strategi yang kurang tepat. Metode-metode yang dipilih dipergunakan berdasarkan manfaatnya, jadi seorang guru dikatakan kompeten bila ia memiliki khazanah cara penyampaian yang kaya dan memiliki kriteria yang akan digunakan untuk memilih cara-cara dalam menyajikan pengalaman belajar mengajar. Dalam proses belajar mengajar juga dibutuhkan alat bantu yang digunakan untuk menghilangkan verbalitas. Sehingga siswa lebih cepat menyerap materi yang telah disampaikan.


(18)

Metode pembelajaran yang diterapkan guru hendaknya dapat mewujudkan hasil karya siswa. Siswa dituntun untuk dapat berfikir kritis dan kreatif dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan ide-idenya. Pemilihan metode yang kurang tepat dengan sifat bahan dan tujuan pembelajaran menyebabkan kelas kurang bergairah dan kondisi siswa kurang kreatif. Sehingga dengan penerapan metode yang tepat dengan berbagai macam indikator tersebut dapat meningkatkan minat siswa pada bahan pelajaran yang disampaikan dan minat yang besar pada akhirnya akan berpengaruh terhadap prestasi yang akan diraihnya.

2. Macam-macam Metode Pembelajaran

Banyak macam metode pembelajaran yang dapat digunakan. Berikut ini adalah 9 macam metode pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar antara lain:

1. Metode ceramah

Metode ceramah adalah suatu cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan atau informasi atau uraian tentang suatu pokok persoalan serta masalah secara lisan (Ibrahim, 2003: 106).

a. Kelebihan metode ceramah 1) Guru lebih menguasai kelas.

2) Mudah mengorganisasikan tempat duduk/kelas. 3) Dapat diikuti oleh jumlah siswa yang besar. 4) Mudah mempersiapkan dan melaksanakannya. 5) Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik.


(19)

b. Kelemahan metode ceramah

1) Mudah menjadi verbalisme (pengertian kata-kata).

2) Yang visual menjadi rugi, yang auditif (mendengar) lebih biasa menerima.

3) Membosankan bila selalu digunakan dan terlalu lama.

4) Sukar menyimpulkan siswa mengerti dan tertarik padaceramahnya. 2. Metode tanya jawab

Metode tanya jawab adalah metode mengajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat dua arah sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa. Guru bertanya siswa menjawab atau siswa bertanya guru menjawab.

a. Kelebihan metode tanya jawab

1) Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa.

2) Merangsang siswa untuk melatih dan mengembangkan daya pikir, termasuk daya ingatan.

3) Mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan mengemukakan pendapat.

b. Kelemahan metode tanya jawab

1) Siswa merasa takut bila guru kurang dapat mendorong siswa untuk berani dengan menciptakan suasana yang tidak tegang.

2) Tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkat berpikir dan mudah dipahami siswa.


(20)

3) Sering membuang banyak waktu.

4) Kurangnya waktu untuk memberikan pertanyaan kepada seluruh siswa.

3. Metode diskusi

Metode diskusi adalah bertukar informasi, berpendapat, dan unsur-unsur pengalaman secara teratur dengan maksud untuk mendapat pengertian bersama yang lebih jelas dan lebih cermat tentang permasalahan atau topik yang sedang dibahas.

a. Kelebihan metode diskusi

1) Merangsang kreatifitas anak didik dalam bentuk ide, gagasan, prakarsa dan terobosan baru dalam pemecahan masalah.

2) Mengembangkan sikap saling menghargai pendapat orang lain. 3) Memperluas wawasan.

4) Membina untuk terbiasa musyawarah dalam memecahkan suatu masalah.

b. Kelemahan metode diskusi

1) Membutuhkan waktu yang panjang.

2) Tidak dapat dipakai untuk kelompok yang besar. 3) Peserta mendapat informasi yang terbatas.

4) Dikuasai orang-orang yang suka berbicara atau ingin menonjolkan diri.


(21)

Metode demonstrasi merupakan metode mengajar yang cukup efektif sebab membantu para siswa untuk memperoleh jawaban dengan mengamati suatu proses atau peristiwa tertentu.

a. Kelebihan metode demonstrasi 1) Menghindari verbalisme.

2) Siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari. 3) Proses pengajaran lebih menarik.

4) Siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara teori dengan kenyataan dan mencoba melakukannya sendiri. b. Kelemahan metode demonstrasi

1) Memerlukan keterampilan guru secara khusus. 2) Kurangnya fasilitas.

3) Membutuhkan waktu yang lama. 5. Metode Eksperimen

Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari (Djamarah, 2002: 95).

a. Kelebihan metode eksperimen

1) Membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaan.

2) Membina siswa membuat terobosan baru.

3) Hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran umat manusia.


(22)

b. Kelemahan metode eksperimen

1) Cenderung sesuai bidang sains dan teknologi. 2) Kesulitan dalam fasilitas.

3) Menuntut ketelitian, kesabaran, dan ketabahan. 4) Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan.

6. Metode latihan (drill)

Metode latihan adalah suatu teknik mengajar yang mendorong siswa untuk melaksanakan kegiatan latihan agar memiliki ketangkasan atau keterampilan yang lebih tinggi dari apa yang dipelajari.

a. Kelebihan metode latihan

1) Untuk memperoleh kecakapan motoris. 2) Untuk memperoleh kecakapan mental

3) Untuk memperoleh kecakapan dalam bentuk asosiasi yang dibuat. 4) Pembentukan kebiasaan serta menambah ketepatan dan

kecepatan pelaksanaan.

5) Pemanfaatan kebiasaan yang tidak membutuhkan konsentrasi. 6) Pembentukan kebiasaaan yang lebih otomatis.

b. Kelemahan metode latihan.

1) Menghambat bakat dan inisiatif siswa.

2) Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan. 3) Monoton, mudah membosankan.


(23)

5) Dapat menimbulkan verbalisme. 7. Metode pemberian tugas (resitasi)

Metode resitasi adalah metode penyajian bahan di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar.

a. Kelebihan metode resitasi

1) Merangsang siswa dalam melaksanakan aktivitas belajar baik individual maupun kelompok.

2) Dapat mengembangkan kemandirian.

3) Membina tanggung jawab dan disiplin siswa. 4) Mengembangkan kreatifitas siswa.

b. Kelemahan metode resitasi 1) Sulit dikontrol.

2) Khusus tugas kelompok yang aktif siswa tertentu. 3) Sulit memberikan tugas yang sesuai perbedaan individu. 4) Menimbulkan kebosanan.

8. Metode Karyawisata

Melalui metode ini siswa-siswa diajak mengunjungi tempat-tempat tertentu di luar sekolah. Tempat-tempat yang akan dikunjungi dan hal-hal yang perlu diamati telah direncanakan terlebih dahulu, dan setelah kegiatan siswa diminta membuat laporan.

a. Kelebihan metode karyawisata

1) Memiliki prinsip pengajaran modern dengan memanfaatkan lingkungan nyata.


(24)

2) Membuat relevansi antara apa yang dipelajari dengan kebutuhan di masyarakat.

3) Merangsang kreatifitas siswa.

4) Bahan pelajaran lebih luas dan aktual. b. Kelemahan metode karyawisata

1) Kurangnya fasilitas.

2) Perlu perencanaan yang matang.

3) Perlu koordinasi agar tidak tumpah tindih waktu. 4) Mengabaikan unsur studi.

5) Kesulitan mengatur siswa yang banyak. 9. Metode Sosiodrama

Metode yang digunakan untuk mengajarkan nilai-nilai dan memecahkan masalah- masalah yang dihadapi dalam hubungan sosial dengan orang-orang di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dalam pelaksanaannya siswa diberikan peran tertentu dan melaksanakan peran tersebut serta mendiskusikannya di kelas. (Ibrahim, 2003: 107).

a. Kelebihan metode sosiodrama

1) Melatih siswa untuk melatih, memahami dan mengingat isi bahan yang akan didramakan.

2) Melatih siswa berinisiatif dan berkreatif. 3) Memupuk bakat.

4) Menumbuhkan dan membina kerjasama.


(25)

6) Membina tata bahasa siswa. b. Kelemahan metode sosiodrama

1) Kurang kreatif bagi anak yang tidak ikut dalam drama. 2) Banyak memakan waktu.

3) Memerlukan tempat yang luas. 4) Mengganggu kelas lain karena gaduh.

Metode-metode yang sering digunakan dalam kegiatan belajar mengajar PKn adalah metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode latihan dan metode resitasi. Dari pendapat beberapa ahli tersebut maka dapat dikemukakan indikator metode pembelajaran dalam penelitian ini adalah: 1. Mendidik belajar sendiri

2. Menumbuhkan keinginan belajar lebih lanjut 3. Meniadakan verbalitas

4. Kesempatan mewujudkan hasil karya .

C. Model Problem Based Learning

1. Pengertian Problem Based Learning

Model problem based learning adalah model pembelajaran berbasis masalah yang berdasar kepada teori kognitif yang didalamnya termasuk teori belajar kontruktivisme. Menurut teori kontruktivisme, ketrampilan berpikir dan memecahkan masalah dapat dikembangkan jika siswa melakukan sendiri, menemukan, dan memindahkan kompleksitas pengetahuan yang ada. Dalam hal ini, secara sepontanitas peserta didik akan mencocokkan pengetahuan yang


(26)

baru dengan pengetahuan yang dimilikinya kemudian membangun kembali aturan pengetahuannya jika terdapat aturan yang tidak sesuai. Oleh karena itu, guru hendaknya mampu menciptakan suasana belajar yang dapat membantu siswa berlatih memecahkan masalah.

Menurut Wina Sanjaya (2007: 212), model pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat tiga ciri utama dari model ini yaitu :

1. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya model pembelajaran berbasis masalah tidak mengharapkan siswanya sekedar mendengarkan mencatat, menghafal materi pelajaran, akan tetapi siswa aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengelola data, dan akhirnya menyimpulkan.

2. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. 3. Pemecahan masalah dilakukan dengan pendekatan berfikir ilmiah. (Kamdi, 2007: 77). Problem based learning atau pembelajaran berbasis masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

Howard Barrows (2005: 16) menyatakan Problem Based Learning, merepresentasikan metode belajar yang “Learn-by-doing” dan akar dasarnya adalah metode pemagangan (apprenticeship), dimana pemula (siswa) mempelajari pengetahuan dan keterampilan dari bidang yang dipilihnya dengan mengerjakan sesuatu dibawah panduan dan pengajaran seorang yang


(27)

ahli (guru), sampai ia nantinya mampu menghasilkan karyanya sendiri.

Menurut rekomendasi dari Departemen Pendidikan Nasional (dalam Lia 2002: 5) yang menyatakan :

Problem based learning merupakan bagian dari pembelajaran kontektual, yang menyatakan bahwa pembelajaran kontektual adalah konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran yaitu kontruktivisme (contructivsm), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), komunitas belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (refletion), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).

Problem based learning merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada kerangka kerja teoritik konstruktivisme. Dalam model Problem based learning, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga siswa tidak saja mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh sebab itu, siswa tidak saja harus memahami konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan ketrampilan menerapkan metode ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis.

2. Karakteristik Model Problem Based Learning

Problem based learning memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) belajar dimulai dengan satu masalah, (2) memastikan bahwa masalah tersebut


(28)

berhubungan dengan dunia nyata siswa, (3) mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan seputar disiplin ilmu, (4) memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, dan (6) menuntut siswa untuk mendemonstrasi-kan yang telah mereka pelajari dalam bentuk produk atau kinerja.

Berdasarkan uraian di atas, tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model Problem based learning dimulai oleh adanya masalah yang dalam hal ini dapat dimunculkan oleh siswa ataupun guru, kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.

Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok, di samping pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan data, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan, mempresentasikan, berdiskusi, dan membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa model Problem based learning dapat memberikan pengalaman yang kaya pada siswa. Dengan kata lain, penggunaan model problem based learning dapat meningkatkan pemahaman


(29)

siswa tentang apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari.

3. Langkah-Langkah Model Problem Based Learning

Ada beberapa langkah cara menerapkan model problem based learning dalam pembelajaran. Secara umum penerapan model ini dimulai dengan adanya masalah yang harus dipecahkan atau dicari pemecahannya oleh siswa. Masalah tersebut dapat berasal dari siswa atau mungkin juga diberikan oleh guru. Siswa akan memusatkan perhatiannya di sekitar masalah tersebut. Dengan begitu siswa belajar teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah yang menjadi pusat perhatiannya.

Pemecahan masalah dalam model problem based learning harus sesuai dengan langkah-langkah metode ilmiah. Dengan demikian siswa belajar memecahkan masalah secara sistematis dan terencana. Oleh sebab itu, penggunaan model problem based learning dapat memberikan pengalaman belajar melakukaan kerja ilmiah yang sangat baik kepada siswa.

Adapun langkah-langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran model problem based learning ada delapan tahapan (Pannen, 2001: 11), yaitu: (1) identifikasi masalah, (2) mengum-pulkan data, (3) analisis data, (4) pemecahan masalah berdasarkan analisis data, (5) memilih cara pemecahan masalah, (6) merencanakan penerapan pemecahan masalah, (7) ujicoba


(30)

terhadap rencana yang ditetapkan, dan (8) melakukan tindakan untuk pemecahan masalah. Dalam proses pemecahan masalah sehari-hari, seluruh tahapan terjadi dan bergulir dengan sendirinya, demikian pula ketrampilan seseorang harus mencapai seluruh tahapan tersebut.

Langkah mengidentifkasi masalah merupakan tahapan yang sangat penting dalam model problem based learning. Pemilihan masalah yang tepat agar dapat memberikan pengalaman belajar yang mencirikan kerja ilmiah seringkali menjadi masalah bagi guru dan siswa. Artinya, pemilihan masalah yang kurang luas, kurang relevan dengan konteks materi pembelajaran, atau suatu masalah yang sangat menyimpang dengan tingkat berpikir siswa dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran. Oleh sebab itu, sangat penting adanya pendampingan oleh guru pada tahap ini. Walaupun guru tidak melakukan intervensi terhadap masalah tetapi dapat memfokuskan melalui pertanyaan-pertanyaan agar siswa melakukan refleksi lebih dalam terhadap masalah yang dipilih. Dalam hal ini guru harus berperan sebagai fasilitator agar pembelajaran tetap pada bingkai yang direncanakannya.

Selain guru sebagai fasilitator, guru hendaknya juga menyadari arti penting suatu pertanyaan dalam model problem based learning. Pertanyaan hendaknya berbasis “Why” bukan sekedar “How”. Oleh karena itu, setiap tahap dalam pemecahan masalah, ketrampilan siswa dalam tahap tersebut hendaknya tidak


(31)

semata-mata ketrampilan “How”, tetapi kemampuan menjelaskan permasalahan dan bagaimana permasalahan dapat terjadi. Tahapan dalam proses pemecahan masalah digunakan sebagai kerangka atau panduan dalam proses belajar melalui model problem based learning.

D. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

1 Pengertian Belajar

Belajar merupakan proses yang terus terjadi secara berkesinambungan dalam kehidupan manusia baik dilakukan secara sadar atau tidak sadar. Belajar adalah ”merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya” (Sardiman ,2005: 20).

Sebagaimana dikatakan Arikunto (1993: 19) bahwa: ”belajar diartikan sebagai suatu proses yang terjadi karena adanya usaha untuk mangadakan perubahan dalam diri manusia yang melakukan, dengan maksud memperoleh perubahan dalam dirinya baik berupa pengetahuan, keterampilan maupun sikap”. Perubahan tingkah laku tidak akan terjadi tanpa adanya usaha yang dilakukan oleh siswa. Usaha tersebut merupakan aktivitas belajar siswa. Aktivitas merupakan asas yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran, sebagaimana dikatakan Sardiman (2004: 95) bahwa: ”aktivitas belajar merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mangajar”.


(32)

Menurut Hamalik (1983: 24-25) bahwa segala kegiatan belajar yang dilakukan seseorang yang berupa kegiatan mendengarkan, merenungkan, menganalisa, berpikir, membandingkan, dan menghubungkan dengan masa lampau.

Menurut Trursan Hakim (2000: 01) mengatakan bahwa ” belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut di tempatkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan pengetahuan, sikap, pemahaman, daya pikir dan pengetahuan ”.

Menurut Gagne (1984: 12) belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya akibat suatu pengalaman. Galloway dalam Toeti Soekamto (1992: 27) mengatakan belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan faktor-faktor lain berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Sedangkan Morgan menyebutkan bahwa suatu kegiatan dikatakan belajar apabila memiliki tiga ciri-ciri sebagai berikut:

1. Belajar adalah perubahan tingkahlaku.

2. Perubahan terjadi karena latihan dan pengalaman, bukan karena pertumbuhan.

3. Perubahan tersebut harus bersifat permanen dan tetap ada untuk waktu yang cukup lama.

“Belajar adalah proses perubahan di dalam kepribadiaan manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan,


(33)

sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir dan lain-lain kemampuan” ( Thursan Hakim,2005: 1).

Pembelajaran adalah proses membuat orang belajar. Guru bertugas membantu orang belajar dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga siswa dapat belajar dengan mudah, artinya guru harus mengadakan pemilihan terhadap berbagai starategi pembelajaran yang ada, yang paling memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal. Dalam pembelajaran proses belajar tersebut terjadi secara bertujuan dan terkontrol.

Berdasarkan defenisi diatas, yang sangat perlu digaris bawahi adalah bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang diperlihatkan dalam bentuk bertambahnya kualitas dan kuantitas kemampuan orang itu dalam berbagai bidang.

Beberapa aktivitas belajar adalah: a. Mendengarkan

b. Memandang

c. Meraba,membau, dan mencicipi/ mencecap d. Menulis atau mencatat

e. Membaca

f. Membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggarisbawahi g. Mengamati tabel-tabel, diagram-diagram dan bagan-bagan h. Menyusun paper atau kertas kerja

i. Mengingat j. Berpikir


(34)

k. Latihan dan praktek

Meskipun orang mempunyai tujuan tertentu dalam belajar serta telah memilih sikap yang tepat untuk merealisir tujuan itu, namun tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan itu sangat dipengaruhi oleh situasi. Setiap situasi dimanapun dan kapan saja memberikan kesempatan belajar kepada seseorang. Berikut ini prinsip-prinsip belajar yang perlu diperhatikan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam belajar adalah prinsip-prinsip belajar. Adapun prinsip-prinsip belajar tersebut sebagai berikut :

a. Belajar harus berorientasi pada tujuan yang jelas.

b. Proses belajar akan terjadi apabila seseorang dihadapkan pada situasi problematis.

c. Belajar dengan pengertian akan lebih bermakna dari pada belajar dengan hafalan.

d. Belajar merupakan proses kontinu.

e. Belajar memerlukan kemampuan yang kuat. f. Keberhasilan ditentukan oleh banyak factor. g. Belajar memerlakan metode yang tepat.

h. Belajar memerlukan adanya kesesuian antara guru dan murid.

i. Belajar memerlukan kemampuan dalam menangkap intisari pelajaran itu sendiri.


(35)

“Belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap. Kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.” (Witherington, dalam buku Dalyon,1997: 211).

Perwujudan prilaku belajar biasanya lebih sering tampak dalam perubahan-perubahan sebagai berikut :

1. Kecakapan. 2. Keterampilan. 3. Pengamatan.

4. Berpikir asosiatif dengan daya ingat. 5. Berfikir rasional.

6. Sikap. 7. Inhibisi. 8. Apresiasi.

9. Tingkah laku efektif. ( Dalyon, 1997: 213)

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku seesorang yang diperlihatkan dalam bentuk perubahan tingkah laku yang menjadi lebih baik dari sebelumnya. Selain itu, maka belajar dapat disimpulkan juga sebagai suatu serangkaian proses kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman melalui interaksi dengan lingkungannya dengan tujuan perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik.

2. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan proses belajar yang dialami siswa. Pengalaman belajar siswa juga bisa didapatkan dari berbagai informasi seperti


(36)

tulisan-tulisan, didapatkan dari gambar-gambar yang berkaitan dengan materi belajar, dan juga bisa didapatkan dari siaran televisi atau gambaran atas gabungan beberapa objek secara fisik dimana guru akan memberikan arahan atau aturan untuk memandu siswa tersebut.

Sugiartini dalam Ristina (2009: 15) mengemukakan mengenai pembelajaran sebagai berikut:

Pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya yang sistemik dan disengaja untuk menciptakan kondisi-kondisi agar terjadi kegiatan belajar membelajarkan. Dalam kegiatan itu terjadi interaksi antara kedua belah pihak, yaitu peserta didik (warga belajar) yang melakukan kegiatan belajar, dengan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan.

Disimpulkan bahwa pembelajaran itu merupakan proses interaksi belajar mengajar antara kedua belah pihak, yaitu antara siswa dan guru guna terjadinya perubahan, pembentukan, dan diharapkan nantinya memiliki pola perilaku yang lebih baik ke depan. Pembelajaran juga merupakan salah satu cara untuk mencapai tujuan yang merupakan keberhasilan guru dan siswa.

Silberman (2002: XXVI) bahwa teknik-teknik pembelajaran yang digunakan pada pembelajaran dirancang untuk bagaimana mendorong para peserta didik dengan lembut untuk berpikir, merasakan, dan menerapkan, yang termasuk di dalamnya adalah:

a. Full-class learning (belajar sepenuhnya di dalam kelas) Petunjuk dari pengajar yang merangsang seluruh kelas.

b. Class-discussion (diskusi kelas) Dialog dan debat mengenai pokok-pokok bahasan utama.


(37)

c. Question prompting (Cepatnya pertanyaan) Siswa meminta klarifikasi penjelasan.

d. Collaborative learning (belajar dengan bekerja sama) Tugas-tugas dikerjakan dengan kerja sama dalam kelompok-kelompok kecil peserta didik.

e. Peer teaching (belajar dengan sebaya) Petunjuk diberikan oleh peserta didik.

f. Independent learning (belajar mandiri) Aktivitas-aktivitas belajar dilakukan secara individual.

g. Affective learning (belajar afektif) Aktivitas-aktivitas yang membantu peserta didik untuk menguji perasaan-perasaan, nilai-nilai dan perilaku mereka.

h. Skill development (pengembangan keterampilan) Mempelajari dan mempraktikkan keterampilan-keterampilan, baik teknis maupun non teknis.

Dengan demikian, pembelajaran dapat meliputi segala pengalaman yang diaplikasikan guru kepada siswanya. Makin intensif pengalaman yang dihayati peserta didik maka kualitas pembelajarannya pun semakin tinggi. Intensitas pengalaman belajar ini dapat dilihat dari tingginya keterlibatan siswa dalam proses belajar, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.

3. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Semua pendidikan yang dirancang tentulah mempunyai tujuan nasional, tujuan pendidikan khusus (misalnya pendidikan tinggi), tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional. Tujuan-tujuan itu semua dibuat berdasarkan suatu rumusan yang jelas dan terukur bermuara pada perubahan-perubahan segi sistem berfikir, pengetahuan, keterampilan dan sikap anak didik seperti apa yang hendak dicapai setelah mereka berhasil dengan baik menyelesaikan pendidikannya.


(38)

Upaya utama yang dapat mencapai perubahan-perubahan segi sistem berfikir, pengetahuan, keterampilan dan sikap anak didik antara lain ialah melalui proses belajar-mengajar (pembelajaran) dan kegiatan akademik lainnya baik yang direncanakan maupun spontan.

Mengusahakan terciptanya kondisi dan situasi yang kondusif yang menunjang berlangsungnya kegiatan pembelajaran yang tenang dalam lingkungan sekolah adalah tanggung jawab semua warga sekolah. Namun pengaruh guru pada perubahan-perubahan segi sistem berfikir, pengetahuan, keterampilan dan sikap anak didik amatlah besar karena berlangsung atau tidaknya proses pembelajaran (belajar-mengajar) secara benar, bergantung pada pribadi dan tingkat kecerdasan guru, sedangkan unsur lainnya berfungsi sebagai penunjang belaka.

Demikian halnya dengan proses pembelajaran (belajar-mengajar) PKn, proses pembelajaran PKn adalah proses menyampaikan, menanamkan, mengembangkan, dan mempertahankan nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945 kepada anak didik agar menjadi manusia dan warga Negara Indonesia yang berkarakter dan demokratis.

Berdasarkan Paradigma Baru PKn yang dituangkan dalam Standar Proses PKn (2006: 95), Proses pembelajaran PKn memuat uraian tentang :

1. Tujuan (instructional objectives) mata pelajaran yang dirumuskan berupa ramuan dari sumber bahan yang diangkat dari rasionel program.


(39)

2. Pengalaman belajar (learning experiences) yang direncanakan baik menyangkut bidang teori, praktikum maupun pengalaman di lapangan.

3. Topik dan Sub-topik yang akan disajikan, yang dianggap penting dan esensial sebagai bahan ajar (instructional materials) yang akan dijadikan pembekalan yang cocok untuk pelaksanaan spektrum tugas mendukung kompetensi yang diharapkan.

4. Cara dan Teknik penyajian (course offering style) yang dipilihkan dan serasi dengan sifat dan cirri bahan ajar.

5. Takaran waktu yang dianggap memadai untuk penyajian bahan ajar baik yang bersifat klasikal, laboratorer maupun kerja lapangan (field work) dan,

6. Bahan sumber yang cocok sebagai buku-dasar (text book), maupun referensi guna pengayaan (enrichment) melengkapi bahan ajar. Mata pelajaran PKn merupakan bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolah dan diterima sebagai wahana utama serta esensi pendidikan demokrasi di Indonesia yang dilaksanakan melalui:

Paradigma baru Pendidikan Kewarganegaran pasca KBK (Standar isi BSNP): a. Civics Intellegence, yaitu kecerdasan dan daya nalar warga negara

baik dalam dimensi spiritual, rasional, emosional maupun sosial. b. Civics Responsibility, yaitu kecerdasan akan hak dan kewajiban

sebagai warga negara yang bertanggung jawab, dan

c. Civics Participation, yaitu kemampuan berpartisipasi warga negara atas dasar tanggung jawabnya, baik secara individual, sosial, maupun sebagai pemimpin hari depan.

Hakikat mata pelajaran PKn merupakan suatu upaya untuk mengartikan, menyalurkan, dan membina peran warga negara dari berbagai aspek kehidupan agar terbentuk sebagai warga negara yang baik yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. serta memiliki tujuan dan program yang sejalan


(40)

dengan upaya pembentukan manusia dan warga negara Indonesia yang berkarakter dan demokratis. Maka PKn memiliki peranan yang sangat besar dalam penanaman nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, pembelajaran PKn diharapkan dapat mentransformasikan, menanamkan, pengembangkan, serta mempertahankan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945.


(41)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas atau class room action research adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar, sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam kelas secara bersama (Arikunto, 2007: 3).

Penelitian ini akan dilakukan untuk menguji cobakan suatu model pembelajaran yaitu model problem based learning apakah dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa Kelas VII. A Bina Utama Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus.

Dalam penerapan model problem based learning ini peneliti berusaha untuk mengkaji hubungan sebab akibat dan mencari pengaruh yang terjadi dalam


(42)

pelaksanaan model problem based learning terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah belajar siswa.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2012/2013 yaitu bulan Juli sampai dengan Desember 2012.

2. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kelas VII. A Bina Utama Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus.

C. Subyek dan Obyek Penelitian

1 Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa Kelas VII. A Bina Utama Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus. Tahun Pelajaran 2012/2013 sebanyak 37 peserta didik. Dengan latar belakang berasal dari ekonomi keluarga hampir 85% menengah kebawah dan berada di daerah pedesaan. Dan sebagian besar


(43)

peserta didik yang masuk ke Kelas VII. A Bina Utama Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus kemampuan pemecahan masalah dalam belajarnya rendah.

2 Obyek Penelitian

Obyek dalam penelitian ini adalah proses peningkatan kemampuan pemecahan masalah belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

D. Faktor yang Diteliti

Faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah :

1. Pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat memberikan kemudahan dalam belajar memecahkn masalah serta dengan penerapan model problem based learning siswa tidak lagi pasif dalam proses pembelajaran di kelas. Melalui model problem based learning ini diharapkan siswa dapat mengembangkan konsep-konsep dan ketrampilan sosial yang diperlukan pada suatu proses pembelajaran.

2. Kemampuan guru dalam menerapkan pelaksanaan model problem based learning.


(44)

E. Definisi Operasional Penelitian

Model problem based learning dilaksanakan oleh siswa dilakukan secara individu. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang dibutuhkan, tujuannya memotivasi pesertab didik terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang akan dipilih. Guru membantu siswa mengidentifikasikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang telah dipilih sebelumnya selanjutnya guru membantu siswa dalam menyiapkan karya seperti l;aporan serta memntu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka yang mereka lakukan.

Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang bersifat siklus dan terdiri dari empat rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam siklus berulang. Empat kegiatan utama yang ada pada setiap siklus, yaitu

a. Planning

b. Acting

c. Observasi dan

d. Reflecting


(45)

Mc Taggart dalam Arikunto (2006: 16) Rangkaian rencana penelitian tindakan dalam penelitihan ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2. Model Penelitian Tindakan (Arikunto ,2006: 16) Perencanaan

Refleksi

Pengamatan SIKLUS I

Refleksi

Pelaksanaan

Perencanaan Pengamatan

SIKLUS II

Perencanaan

Pelaksanaan

Refleksi SIKLUS III Pelaksanaan

Pengamatan


(46)

F. Teknik Pengumpulan Data

Salah satu cara untuk melengkapai penelitian ini dengan menggunakan teknik pengumpulan data, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lengkap yang nantinya dapat mendukung keberhasilan penelitian. Usaha untuk mengumpulan data penelitian ini, maka digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut.

1. Teknik pokok

a. Observasi

Peneliti melakukan observasi terhadap proses pembelajaran yang dilakukan berdasarkan skenario model pembelajaran yang telah dipersiapkan.

b. Tes

Tes disajikan dalam bentuk diskusi antar kelompok, untuk mengetahui hasil belajar siswa. Untuk mengetahui hasil belajar siswa tersebut dapat dilihat dari jumlah poin-poin yang diperoleh setiap anggota kelompok.


(47)

c. Dokumentasi

Teknik dekomentasi digunakan untuk mendapatkan data-data primer yang berupa data jumlah siswa, foto aktivitas pembelajaran, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan lembar penilaian.

G. Teknik Analisis Data

1. Data Kualitatif

Data kualitatif diperoleh dari data aktifitas siswa, dimana siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Dalam hal ini, data kualitatif menggunakan metode focus group discussion, dimana setiap kelompok diberikan pertanyaan yang telah

dibuat oleh peneliti sesuai dengan materi yang diberikan. Focus group discussion adalah suatu metode riset yang oleh Irwanto (1981:1) didefinisikan

sebagai suatu proses pengumpulan informasi mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok.

(Setiap siswa diamati aktivitasnya secara klasikal dalam setiap pertemuan dengan memberi tanda checklist (  ) pada lembar observasi yang telah disediakan sesuai dengan indikator yang telah ditentukan. Indikator siswa dikatakan aktif jika lebih dari atau sama dengan 75% frekuensi yang


(48)

ditetapkan perindikator dilakukan siswa.setelah selesai diobservasi dihitung jumlah aktivitas yang dilakukan siswa, lalu dipersentasikan.

Data pada siklus I dan II diolah menjadi persentase aktivitas siswa. Seorang siswa dikategorikan aktif apabila minimal 75% dari jenis kegiatan yang ada dilakukan. Jadi, siswa dikatakan aktif jika telah melakukan 5 indikator aktivitas dari 6 indikator aktivitas yang ada. Pemilihan persentase keaktifan siswa didukung oleh Arikunto (1989 : 17) yaitu:

a. 81%-100% adalah aktivitas siswa sangat baik a. 61%-80% adalah aktivitas siswa baik

b. 41%-60% adalah aktivitas siswa cukup c. 21%-40% adalah aktivitas siswa kurang d. 0%-20% adalah aktivitas siswa kurang sekali

Menentukan persentase siswa aktif dengan menggunakan rumus : P = F x 100 %

N Keterangan :

P = Angka persentase


(49)

N = Jumlah individu (Sudijono, 1996)

2. Data Kuantatif

Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah belajar siswa setelah diterapkan model problem based learning diambil dari pengamatan dalam kegiatan pembelajaran selama penelitian sebagai upaya untuk mengetahui kesesuain antara perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Data diperoleh dengan menggunakan lembar pengamatan aktivitas belajar siswa dengan menggunakan tanda checklist ().

Adapun kisi-kisi instrumen observasi pengamatan aktivitas belajar siswa adalah sebagai berikut :

Tabel 6: Kisi-Kisi Observasi Aktivitas Belajar Siswa

NO INDIKATOR Skor

3 2 1

1. Kecepatan penyelesaian tugas 2. Kesabaran

3. Kelengkapan laporan 4. Keuletan/Kesulitan

menghadapi rintangan 5. Arah Sikap

Jumlah skor Persentase (%)


(50)

Kriteria keberhasilan penelitian ini adalah adanya peningkatan kemampuan pemecahan masalah belajar siswa (on task) dimana 75% dari seluruh siswa masuk dalam kategori motivasi tinggi

Keterangan : 3. Tinggi 2 Sedang 1. Rendah


(51)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan oleh peneliti, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan model problem based learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas VII. A SMP Bina Utama Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus tahun pelajaran 2012/2013, dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian pada siklus I rata-rata aktivitas belajar siswa sebesar 54,74%, meningkat pada siklus kedua sebesar 7,8% dengan rata-rata aktivitas belajar siswa 62,54% dan kemudian pada siklus III meningkat sebesar 13,13% dengan rata-rata aktivitas belajar siswa mencapai 75,67%.

B. Saran

1) Kepada guru SMP SMP Bina Utama Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus hendaknya memilih dan menggunakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa dalam proses pembelajaran yang salah


(52)

satunya adalah model problem based learning.

2) Pihak sekolah hendaknya memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan keaktifan siswa dan dapat mencapai hasil belajar yang lebih baik.

3) Kepada siswa supaya dapat fokus dalam mengikuti proses pembelajaran yang diberikan oleh guru, dan selalu memperhatikan arahan yang diberikan oleh guru dalam proses pembelajaran.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Nana Sudjana. 1991. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Suprijanto. 2005. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta : Bumi Aksara.

Syaiful Bahri Djamarah. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta. Thomas Gordon. 1990. Guru Yang Efektif. Jakarta : Rajawali Pers.

Wina Sanjaya. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta : kencana Prenada Media Group.

Budiyono. 1987. Pengajaran Remedial. Departement Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. 88 Halaman.

Carrol, John B, 1963. Mastery Learning. Tanggal 18 November 2009. (http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.8)

Departemen Pendidikan Nasional, 2003. Undang-undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sinar Grafika. Jakarta.

Diva. 2008. Permasalahan Siswa Disekolah-Sosiologi. Tanggal 19 November 2009. (hsr.wetpaint.com/page.permasalahan+Siswa+di+sekolah)

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Rineka Cipta. Jakarta. 195 Halaman.

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta, Jakarta. 252 Halaman


(1)

48

ditetapkan perindikator dilakukan siswa.setelah selesai diobservasi dihitung

jumlah aktivitas yang dilakukan siswa, lalu dipersentasikan.

Data pada siklus I dan II diolah menjadi persentase aktivitas siswa. Seorang

siswa dikategorikan aktif apabila minimal 75% dari jenis kegiatan yang ada

dilakukan. Jadi, siswa dikatakan aktif jika telah melakukan 5 indikator

aktivitas dari 6 indikator aktivitas yang ada. Pemilihan persentase keaktifan

siswa didukung oleh Arikunto (1989 : 17) yaitu:

a. 81%-100% adalah aktivitas siswa sangat baik

a. 61%-80% adalah aktivitas siswa baik

b. 41%-60% adalah aktivitas siswa cukup

c. 21%-40% adalah aktivitas siswa kurang

d. 0%-20% adalah aktivitas siswa kurang sekali

Menentukan persentase siswa aktif dengan menggunakan rumus :

P = F x 100 %

N

Keterangan :

P = Angka persentase


(2)

N = Jumlah individu (Sudijono, 1996)

2. Data Kuantatif

Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah belajar siswa setelah

diterapkan model problem based learning diambil dari pengamatan dalam

kegiatan pembelajaran selama penelitian sebagai upaya untuk mengetahui

kesesuain antara perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Data diperoleh

dengan menggunakan lembar pengamatan aktivitas belajar siswa dengan

menggunakan tanda checklist ().

Adapun kisi-kisi instrumen observasi pengamatan aktivitas belajar siswa

adalah sebagai berikut :

Tabel 6:Kisi-Kisi Observasi Aktivitas Belajar Siswa

NO INDIKATOR Skor

3 2 1

1. Kecepatan penyelesaian tugas 2. Kesabaran

3. Kelengkapan laporan 4. Keuletan/Kesulitan

menghadapi rintangan 5. Arah Sikap

Jumlah skor Persentase (%)


(3)

50

Kriteria keberhasilan penelitian ini adalah adanya peningkatan kemampuan

pemecahan masalah belajar siswa (on task) dimana 75% dari seluruh siswa

masuk dalam kategori motivasi tinggi Keterangan :

3. Tinggi 2 Sedang 1. Rendah


(4)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan oleh peneliti, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan model problem based learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas VII. A SMP Bina Utama Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus tahun pelajaran 2012/2013, dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian pada siklus I rata-rata aktivitas belajar siswa sebesar 54,74%, meningkat pada siklus kedua sebesar 7,8% dengan rata-rata aktivitas belajar siswa 62,54% dan kemudian pada siklus III meningkat sebesar 13,13% dengan rata-rata aktivitas belajar siswa mencapai 75,67%.

B. Saran

1) Kepada guru SMP SMP Bina Utama Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus hendaknya memilih dan menggunakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa dalam proses pembelajaran yang salah


(5)

76

satunya adalah model problem based learning.

2) Pihak sekolah hendaknya memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan keaktifan siswa dan dapat mencapai hasil belajar yang lebih baik.

3) Kepada siswa supaya dapat fokus dalam mengikuti proses pembelajaran yang diberikan oleh guru, dan selalu memperhatikan arahan yang diberikan oleh guru dalam proses pembelajaran.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Nana Sudjana. 1991. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Suprijanto. 2005. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta : Bumi Aksara.

Syaiful Bahri Djamarah. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.

Thomas Gordon. 1990. Guru Yang Efektif. Jakarta : Rajawali Pers.

Wina Sanjaya. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta : kencana Prenada Media Group.

Budiyono. 1987. Pengajaran Remedial. Departement Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. 88 Halaman.

Carrol, John B, 1963. Mastery Learning. Tanggal 18 November 2009. (http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.8)

Departemen Pendidikan Nasional, 2003. Undang-undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sinar Grafika. Jakarta.

Diva. 2008. Permasalahan Siswa Disekolah-Sosiologi. Tanggal 19 November 2009. (hsr.wetpaint.com/page.permasalahan+Siswa+di+sekolah)

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Rineka Cipta. Jakarta. 195 Halaman.

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta, Jakarta. 252 Halaman


Dokumen yang terkait

PENGGUNAAN METODE SIMULASI UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn DI KELAS VIII SMP PGRI 4 SEKAMPUNG LAMPUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 6 63

PENGGUNAAN METODE SIMULASI UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn DI KELAS VIII SMP PGRI 4 SEKAMPUNG LAMPUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 8 57

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA MATA PELAJARAN PKn DI KELAS VII. A SMP BINA UTAMA KECAMATAN ULU BELU KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 23 53

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN IPS SISWA KELAS IV SD NEGERI 3 TEMPURAN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 6 146

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TWO STAY TWO STRAY UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS VB SD NEGERI 1 METRO BARAT TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 8 40

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

3 29 61

View of PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN PEMASARAN ONLINE PADA SISWA KELAS X PEMASARAN SMK BINA BANGSA SEDONG TAHUN PELAJARAN 2016/2017

0 0 11

PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENGOPTIMALKAN KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH PADA PELAJARAN EKONOMI DI SMA Fitra Aditia Saputra, Izhar Salim, Bambang Budi Utomo

0 0 12

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS ANEKDOT

0 1 14

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VII SMP NEGERI 3 PONTIANAK

0 0 11