PENGGUNAAN MAJAS DALAM KUMPULAN PUISI SUTRADARA ITU MENGHAPUS DIALOG KITA KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO DAN PEMBELAJARANNYA DI SMA

(1)

ABSTRAK

PENGGUNAAN MAJAS DALAM KUMPULAN PUISI SUTRADARA ITU MENGHAPUS DIALOG KITA

KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO DAN PEMBELAJARANNYA DI SMA

Oleh

RATIH AMALIA WULANDARI

Penelitian ini dilakukan berdasarkan rumusan masalah yaitu bagaimanakah penggunaan majas dalam kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono dan pembelajarannya di SMA. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan penggunaan majas dalam kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono dan pembelajarannya di SMA. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian adalah kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono yang berjumlah tujuh belas puisi. Teknik pengumpulan data dan analisis data dalam penelitian ini adalah analisis teks.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan majas pada tujuh belas puisi dalam kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono meliputi perumpamaan, metafora, personifikasi, depersonifikasi, pleonasme, antisipasi/prolespsis, epitet, antonomasia, erotesis, elipsis, asindenton, hiperbola, paradoks, klimaks, antiklimaks, dan sinisme. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini menunjukkan jumlah penggunaan majas sebanyak enam puluh lima penggunaan dari tujuh belas puisi yang diteliti. Fungsi majas pada kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono, yaitu untuk menambah efek estetis dalam puisi, menghasilkan imaji tambahan dan menyampaikan makna secara efektif, menciptakan keadaan perasaan hati tertentu dan memberikan kesan kepada pembaca atau pendengar, membangkitkan kesan penegasan, dan menambah intensitas perasaan penyair kepada pembaca atau pendengar, menghasilkan kesenangan imajinatif, sebagai cara lain dalam memperkaya dimensi bahasa, menambah efek tertentu agar


(2)

ungkapan menjadi lebih menarik, dan memperindah tuturan, dan menciptakan keadaan perasaan hati tertentu.

Pembelajaran memahami puisi yang disampaikan secara langsung/tidak langsung yang dibelajarkan kepada siswa kelas X semester ganjil dapat dibuat rancangannya dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dirancang untuk menunjang proses belajar mengajar yang dikaitkan dengan hasil penelitian mengenai penggunaan majas dalam kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono. Kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono mengandung unsur pembentuk puisi yaitu majas. Majas merupakan salah satu materi pembelajaran sastra di SMA terutama pada kompetensi dasar mengidentifikasi unsur-unsur bentuk suatu puisi yang disampaikan secara langsung ataupun melalui rekaman.


(3)

PENGGUNAAN MAJAS DALAM KUMPULAN PUISI SUTRADARA ITU MENGHAPUS DIALOG KITA KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO DAN PEMBELAJARANNYA DI SMA

Oleh

RATIH AMALIA WULANDARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2016


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 31 Desember 1992. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara buah kasih pasangan Bapak Ermin Zahri dan Ibu Sukarningsih.

Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan di TK Al Muslimun Way Jepara pada tahun 1999, SD Negeri 1 Karya Tani Kecamatan Labuhan Maringgai pada tahun 2005, SMP Negeri 1 Pasir Sakti Kecamatan Pasir Sakti pada tahun 2008, SMA N 1 Way Jepara pada tahun 2011. Selanjutnya, penulis diterima di Universitas Lampung sebagai mahasiswa Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada tahun 2011.

Tahun 2014 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pekon Rantau Tijang Kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus. Pada tahun yang sama spenulis juga melaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 1 Negeri Pugung Kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus.


(8)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahi rabbil alamin, puji syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahuwataala atas taburan cinta dan kasih sayang-Nya yang telah membekaliku dengan kekuatan, ilmu, serta kemudahan hingga akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan dengan baik. Kupersembahkan karya sederhana ini untuk orang-orang yang sangat kukasihi dan kusayangi; Mama dan Papa yang telah memberikan segala kasih sayang, mendidikku dengan penuh cinta dan kasih, tiada lelahnya memberiku dukungan, motivasi, dan tak pernah usainya mendoakanku dengan ketulusan hati dalam setiap hembusan napas untuk keberhasilanku menggapai cita-cita serta selalu menanti keberhasilanku; untuk kakak dan adik-adikku yang selalu mendoakan, memotivasi, dan mengukir senyum di wajahku.


(9)

MOTO

Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.

(QS. Al A’raf : 56)

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. (QS. Al-Insyirah : 6)

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.


(10)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penggunaan Majas dalam Kumpulan Puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono dan pembelajarannya di SMA” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Lampung.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis tentu telah banyak menerima masukan, arahan, bimbingan, motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak. Sehubungan dengan hal itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.

1. Dr. Edi Suyanto, M.Pd. selaku Pembimbing I yang dengan penuh sabar telah membimbing, membantu, memberikan solusi, menjelaskan, dan mengarahkan penulis selama proses penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum. selaku Pembimbing II sekaligus Dekan FKIP Universitas Lampung atas kesediaan dan keikhlasannya memberikan bimbingan, saran, arahan, dan motivasi yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Munaris, M.Pd. selaku Pembahas yang telah memberikan bimbingan, masukan, saran, dan bantuan kepada penulis.


(11)

Seni sekaligus Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan, masukan, nasihat, dan motivasi kepada penulis.

5. Drs. Kahfie Nazaruddin, M.Hum. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

6. Bapak dan Ibu dosen serta staf Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni.

7. Bapak dan Ibu staf administrasi FKIP Universitas Lampung.

8. Orang tuaku, papa Ermin Zahri dan mama Sukarningsih dengan segala limpahan cinta dan kasih sayang, memberikan nasihat, dukungan, motivasi, serta untaian doa yang tiada terputus untuk keberhasilan penulis.

9. Kakak dan adik-adikku tersayang, Rio Angga Wijaya, Riska Inggried Mandalasari, dan Reisya Alya Wijaya yang telah memberikan doa, keceriaan, mendukung, dan memberikan semangat kepada penulis.

10.Seluruh keluarga besarku yang telah menyelipkan senyum dan doa untuk keberhasilanku.

11.Seseorang yang telah memberikan kasihnya, Windu Budiarta, S.Pd. yang selalu memberikan dukungan, motivasi, semangat, dan doa kepada penulis. 12.Sahabat-sahabat seperjuanganku Devi Novitasari, Dewi Ayu Purnamasari,

Elisa Novitasari, Herda Silviana, Qonita Afriyani, dan Warisem. Penulis sengaja menyebut nama kalian secara alfabetis karena sungguh tiada maksud ingin membeda-bedakan posisi kalian di hati penulis. Terima kasih telah memberika keceriaan, saling menghibur, memberikan dukungan, motivasi, memberikan semangat serta persahabatan dan kebersamaan yang begitu indah yang kalian berikan selama ini.


(12)

kasih atas dukungan dan kebersamaannya.

14.Teman-teman KKN Kependidikan Terintegrasi Pekon Rantau Tijang Kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus.

15.Kepada semua pihak yang ikut berperan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah subhanahuwataala membalas segala keikhlasan, amal, dan bantuan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi dunia pendidikan, khususnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Amin.

Bandarlampung, Januari 2016


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

MOTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

SANWACANA ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 6

1.3Tujuan Penelitian ... 7

1.4Manfaat Penelitian ... 7

1.5Ruang Lingkup Penelitian ... 8

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Hakikat Puisi ... 9

2.1.1 Pengertian Puisi ... 9

2.1.2 Unsur Pembangun Puisi ... 10

2.2 Hakikat Majas ... 13

2.2.1 Pengertian Majas ... 13

2.2.2 Jenis-Jenis Majas ... 14

2.2.2.1Majas Perbandingan ... 15

2.2.2.2Majas Pertautan ... 20

2.2.2.3Majas Pertentangan ... 26

2.2.3 Fungsi Majas ... 35

2.3 Apresiasi Puisi ... 36

2.4 Pembelajaran Sastra di SMA ... 38

2.4.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 40

2.4.2 Pelaksanaan Pembelajaran ... 44


(14)

3.2Sumber Data ... 53

3.3Teknik Analisis Data ... 55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembahasan Penelitian ... 58

4.1.1 Majas Perbandingan ... 59

4.1.2 Majas Pertautan ... 73

4.1.3 Majas Pertentangan ... 87

4.2 Rancangan Pembelajaran ... 91

4.2.1 Identitas Mata Pelajaran ... 91

4.2.2 Perumusan Indikator... 92

4.2.3 Perumusan Tujuan Pembelajaran ... 93

4.2.4 Pemilihan Bahan Ajar... 94

4.2.5 Metode Pembelajarn ... 94

4.2.6 Kegiatan Pembelajaran ... 97

4.2.7 Pemilihan Sumber Belajar ... 103

4.2.8 Penilaian ... 104

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 107

5.2 Saran ... 109


(15)

DAFTAR SINGKATAN ANTK : Antiklimaks

ANTN : Antonomasia ANTS : Antisipasi

ASI : Asindeton

DEP : Depersonifikasi

DG : Di Gurun

DT : Dialog yang Terhapus ELI : Elipsis

EPI : Epitet

ERO : Eroteis HIP : Hiperbola IB : Ia Bilang

KKKL : Kalau Kau Kebetulan Lewat

KLIM : Klimaks

KSMTAS : Kita Membuat Sangkar Meskipun Tak Ada Seekor Burung pun yang Berjanji ikhlas Kita Pelihara

M : Mata

MET : Metafora MP : Masih Pagi MW : Mainan Warna


(16)

PERM : Perumpamaan PERS : Personifikasi

PLE : Pleonasme

RS : Ruang Sempit

RUJ : Rumah di Ujung Jalan

S : Seandainya

SHTKK : Suatu Hari di Taman Kanak-Kanak SIMDK : Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita

SIN : Sinisme

SNK : Sehabis Nonton Konser SP : Senyap Penghujan TM : Topeng Monyet


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sastra merupakan suatu karya yang bersifat imajinatif dan memiliki nilai keindahan. Sastra adalah hasil penghayatan pengarang terhadap kehidupan. Hasil penghayatan tersebut disampaikan melalui penggunaan bahasa yang khas sebagai media utamanya. Bahasa yang digunakan dalam karya sastra yaitu kata-kata indah sebagai usaha untuk mengungkapkan isi batin dengan menciptakan daya imajinasi pembaca sehingga pembaca dapat menikmatinya.

Salah satu bentuk karya sastra adalah puisi. Puisi merupakan karya sastra yang kental akan penggunaan kata-kata indah. Puisi dibangun melalui unsur fisik dan unsur batin. Unsur fisik adalah unsur pembangun puisi yang bersifat fisik atau nampak dalam bentuk susunan kata-katanya. Kepaduan antara berbagai unsur fisik dalam sebuah karya sastra akan menciptakan suatu karya sastra yang indah.

Majas merupakan salah satu unsur fisik puisi. Majas atau gaya bahasa adalah salah satu pembangun nilai keindahan atau estetik suatu karya sastra. Majas adalah cara pengarang melukiskan sesuatu dengan menyamakan atau membandingkan sesuatu dengan sesuatu lainnya. Majas adalah bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito dalam Priyatni, 2012: 72).


(18)

Penggunaan majas dalam puisi dimaksudkan untuk menjadikan puisi tersebut menjadi lebih indah. Tanpa keindahan maka bahasa dalam puisi menjadi hambar. Untuk merasakan keindahan dalam puisi misalnya dengan membandingkan kalimat yang menggunakan majas dan tanpa menggunakan majas. Misalnya pada kalimat “Melambai-lambai, nyiur di pantai.” dan “Gerakan daun nyiur di pantai.”, kedua kalimat tersebut memiliki arti yang sama yaitu gerakan daun nyiur di pantai. Pada kalimat pertama, gerakan daun nyiur diungkapkan dengan menggunakan majas personifikasi yaitu pemberian perilaku manusia pada daun nyiur sehingga seolah-olah daun nyiur dapat melambai seperti gerakan tangan manusia yang lembut, bergerak bolak-balik dari kanan ke kiri dan sebaliknya. Sedangkan, pada kalimat kedua tidak menggunakan majas sehingga bahasa pada kalimat kedua menjadi hambar. Selain menjadikan puisi menjadi lebih indah, penggunaan majas akan menjadikan puisi lebih menarik dan kaya akan makna.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pengalaman penulis ketika menjalankan PPL pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Berdasarkan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang dilakukan penulis ketika itu, diketahui kurangnya pengetahuan dan pemahaman siswa tentang gaya bahasa atau majas. Hal itu terjadi karena kurang mendalamnya analisis tentang majas. Berdasarkan hal tersebut maka pengetahuan mengenai majas serta peran guru dalam menentukan cara belajar sangat penting untuk dikuasai sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan tercapai.

Dalam penelitian majas ini, peneliti menggunakan puisi sebagai objek penelitian. Kumpulan puisi yang dipilih dalam penelitian ini adalah Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono. Pemilihan kumpulan puisi


(19)

tersebut didasarkan pada tinjauan prapenelitian bahwa (1) kumpulan puisi diindikasi menggunakan berbagai majas, (2) menggunakan bahasa yang sederhana sehingga dapat dengan mudah dipahami oleh pembaca. Kumpulan puisi Sutradara Itu Mengahapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono termasuk kumpulan puisi terbaru yang diterbitkan oleh Editum tahun 2012. Kumpulan puisi tersebut terdiri dari 41 buah puisi dengan tebal buku 72 halaman.

Berkaitan dengan pembelajaran sastra di SMA, salah satu karya sastra yang diajarkan di SMA adalah puisi. Majas yang merupakan unsur fisik puisi adalah salah satu materi yang terdapat pada pembelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran majas merupakan salah satu pembelajaran yang penting untuk dikuasai oleh siswa. Majas menjadi bagian dari unsur instrinsik suatu karya sastra. Majas sering pula ditemukan di berbagai soal-soal bahasa Indonesia. Selain itu, majas juga ditemukan di luar unsur sastra, misalnya pada berita, iklan, dan juga digunakan seseorang untuk mengungkapkan perasaan. Pembelajaran majas pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau lebih dikenal dengan KTSP terdapat pada silabus KTSP SMA kelas X semester ganjil dengan Standar Kompetensi mendengarkan 5. Memahami puisi yang disampaikan secara langsung/tidak langsung, Kompetensi Dasar 5.1 Mengidentifikasi unsur-unsur bentuk suatu puisi yang disampaikan secara langsung ataupun melalui rekaman. Dalam kompetensi dasar tersebut, pembahasan mengenai majas terdapat pada unsur-unsur puisi. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti penggunaan majas. Penulis berasumsi bahwa penggunaan majas sangatlah penting agar puisi menjadi lebih menarik. Selain itu, majas menjadi suatu bagian penting yang tidak bisa dipisahkan di dalam sebuah karya sastra khususnya puisi. Majas dapat


(20)

menciptakan daya imajinasi pembaca serta menjadikan puisi menjadi lebih indah. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman siswa tentang gaya bahasa atau majas mengakibatkan siswa merasa sulit untuk menciptakan puisi yang bermajas. Permasalahan itulah yang mendorong peneliti melakukan penelitian mengenai penggunaan majas dalam suatu kumpulan puisi. Oleh karena itu, untuk menghasilkan sebuah puisi yang indah, seseorang memerlukan pengetahuan dan pemahaman mengenai penggunaan majas agar puisi yang dihasilkan menjadi lebih menarik, indah, dan kaya akan makna.

Penelitian yang berhubungan dengan majas sudah pernah dilakukan oleh Juwita Sari Pebriani (2013) dengan judul skripsi “Kemampuan Mengidentifikasi Majas (Metafora, Personifikasi, dan Hiperbola) dalam Puisi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 21 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013”. Penelitian yang dilakukan oleh Juwita yaitu untuk mengetahui kemampuan siswa Kelas VIII SMP Negeri 21 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013 dalam mengidentifikasi majas (Metafora, Personifikasi, dan Hiperbola). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa kemampuan mengidentifikasi majas (metafora, personifikasi, dan hiperbola) dalam puisi oleh siswa kelas VIII SMP Negeri 21 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 tergolong kategori kurang dengan rata-rata 57,87%. Hal ini disebabkan karena siswa kurang memahami majas dan guru kurang memberikan pembelajaran mengidentifikasi majas secara lebih khusus. Selain penelitian yang dilakukan oleh Juwita, penelitian yang berhubungan dengan majas juga sudah pernah dilakukan oleh Fathly Husnawan (2010) dengan judul skripsi “Majas dalam Kumpulan Puisi Negeri Sihir karya Nenden Lilis A. dan Implikasinya dengan Pembuatan Media Pembelajaran Majas di Sekolah


(21)

Menengah Atas (SMA) kelas X Semester Ganjil. Penelitian yang dilakukan oleh Fathly yaitu menganalisis data selanjutnya mendeskripsikan dan menjumlahkan majas yang digunakan dalam kumpulan puisi Negeri Sihir karya Nenden Lilis A. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini menunjukan jumlah penggunaan majas sebanyak 295 dari tujuh jenis majas yang diteliti. Setelah melakukan pengumpulan data, dilakukan pengimplikasian kumpulan puisi Negeri Sihir dalam pembelajaran sastra di SMA. Pengimplikasian kumpulan puisi Negeri Sihir dalam pembelajaran sastra di SMA dilakukan dengan cara menjadikan puisi yang terdapat dalam kumpulan puisi Negeri Sihir sebagai media pembelajaran sastra di SMA. Dari penelitian yang dilakukan Fathly, dalam membelajarkan sastra Indonesia, khususnya majas di SMA kelas X semester ganjil, guru dapat menggunakan puisi “Angin Memukul Dadaku Tiba-Tiba”, “Kutinggalkan Suara Daun-Daun”, “Dalam Kereta Tak Berjurusan”, “Ia Memilih Jalan Asing”, “Sketsa Hitam”, “Kelaras”, “Sumur”, dan “Badai” sebagai bahan ajar. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, yaitu dari tujuan penelitian dan objek yang diteliti. Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis akan mengadakan penelitian dengan judul “Penggunaan Majas dalam Kumpulan Puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono dan Pembelajarannya di SMA”.


(22)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimana penggunaan majas pada kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono dan pembelajarannya di SMA?”

Rumusan masalah di atas dengan rincian sebagai berikut.

1. Bagaimana penggunaan majas dalam kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono?

Rumusan di atas memiliki tiga rincian pertanyaan penelitian sebagai berikut. a. Bagaimanakah penggunaan majas perbandingan dalam kumpulan puisi

Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono? b. Bagaimanakah penggunaan majas pertautan dalam kumpulan puisi

Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono? c. Bagaimanakah penggunaan majas pertentangan dalam kumpulan puisi

Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono?

2. Bagaimana rencana pelaksanaan pembelajaran kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono pada pembelajaran sastra di SMA?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penggunaan majas dalam kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono dan pembelajarannya di SMA dengan rincian sebagai berikut.


(23)

1. Mendeskripsikan penggunaan majas perbandingan, pertautan, dan pertentangan dalam kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono.

2. Merancang rencana pelaksanaan pembelajaran kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono pada pembelajaran sastra di SMA?

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis dan praktis. Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi di bidang sastra mengenai penggunaan majas pada puisi sehingga dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Membantu pemahaman dan apersepsi karya sastra terhadap siswa SMA, yaitu dengan memperkaya pengetahuan siswa tentang penggunaan majas dalam kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono.

b. Menginformasikan kepada pembaca tentang penggunaan majas dalam puisi.


(24)

c. Membantu guru bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia dalam mencari alternatif bahan ajar siswa SMA.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Subjek dalam penelitian ini adalah kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono.

2. Fokus dalam penelitian ini adalah majas dan pembelajarannya di SMA. Fokus penelitian ini meliputi rincian sebagai berikut.

a. Deskripsi majas perbandingan, majas pertautan, dan majas pertentangan dalam kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono.

b. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang berisi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.


(25)

BAB II LANDASAN TEORI

2.1Hakikat Puisi

Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang paling tua menurut sejarahnya. Bahasa digunakan sebagai media untuk menyampaikan gagasan yang disusun sedemikian rupa menjadi sebuah puisi. Puisi kental akan penggunaan kata-kata indah yang menjadikan puisi memiliki daya tarik dan nilai keindahan.

2.1.1 Pengertian Puisi

Puisi adalah bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata indah dan kaya makna. Keindahan sebuah puisi disebabkan oleh diksi, majas, rima dan irama yang terkandung dalam karya sastra itu. Adapun kekayaan makna yang terkandung dalam puisi disebabkan oleh pemadatan segala unsur bahasa (Kosasih, 2012: 97).

Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya (Waluyo, 1987: 25). Struktur fisik terdiri dari diksi, pengimajinasian, kata konkret, majas, versifikasi (rima, ritma, dan metrum), dan tipografi puisi. Struktur batin terdiri atas tema, nada, perasaan, dan amanat. Kedua struktur itu terjalin dan


(26)

terkombinasi secara utuh yang membentuk dan memungkinkan sebuah puisi memantulkan makna, keindahan, dan imajinasi bagi penikmatnya. Dibandingkan dengan bentuk karya sastra lain, bahasa puisi lebih bersifat konotatif.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasan penyair secara imajinatif dengan menggunakan kata-kata indah dan kaya makna dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.

2.1.2 Unsur Pembangun Puisi

Secara garis besar, unsur pembangun puisi terbagi ke dalam dua macam, yakni struktur fisik dan struktur batin (Kosasih, 2012: 97).

1. Unsur Fisik

Unsur fisik meliputi hal-hal sebagai berikut. a. Diksi (Pemilihan Kata)

Kata-kata yang digunakan dalam puisi merupakan hasil pemilihan yang sangat cermat. Kata-katanya merupakan hasil pertimbangan, baik itu makna, susunan bunyinya, maupun hubungan kata itu dengan kata-kata lain dalam baris dan baitnya.

Kata-kata memiliki kedudukan yang sangat penting dalam puisi. Kata-kata dalam puisi bersifat konotatif dan ada pula kata-kata yang berlambang. Makna dari kata-kata itu mungkin lebih dari satu efek keindahan. Bunyinya harus indah dan memiliki keharmonisan dengan kata-kata lainnya.


(27)

Kata konotasi adalah kata-kata yang bermakna tidak sebenarnya. Kata itu telah mengalami penambahan-penambahan, baik itu berdasarkan pengalaman, kesan, imajinasi, dan sebagainya. Kata-kata berlambang digunakan penyair dalam puisinya seperti gambar, tanda, ataupun kata yang menyatakan maksud tertentu. Misalnya, api adalah lambang ‘semangat’.

b. Pengimajinasian

Pengimajinasian adalah kata atau susunan kata yang dapat menimbulkan khayalan atau imajinasi. Dengan daya imajinasi tersebut, pembaca seolah-olah merasa, mendengar, atau melihat sesuatu yang diungkapkan penyair. Dengan kata-kata yang digunakan penyair, pembaca seolah-olah (1) mendengar suara/imajinasi auditif, (2) melihat benda-benda/imajinasi visual, dan (3) meraba serta menyentuh benda-benda/imajinasi taktil. c. Kata Konkret

Untuk membangkitkan imajinasi pembaca, kata-kata harus diperkonkret atau diperjelas. Jika penyair mahir memperkonkret kata-kata, pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar, atau merasa apa yang dilukiskan oleh penyair. Pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan penyir.

d. Bahasa Figuratif (Majas)

Majas (figurative language) ialah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara membandingkan dengan benda atau kata lain. Majas mengiaskan atau mempersamakan sesuatu dengan hal yang lain.


(28)

e. Rima/Ritme

Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Dengan adanya rima, suatu puisi menjadi indah. Makna yang ditimbulkannya pun lebih kuat. Ritma diartikan sebagai pengulangan kata, frase, atau kalimat dalam bait-bait puisi.

f. Tata Wajah (Tipografi)

Tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama. Larik-larik puisi tidak berbentuk paragraf, melainkan membentuk bait.

2. Unsur Batin

Ada empat unsur batin puisi, yakni tema, perasaan penyair, nada atau sikap penyair terhadap pembaca, dan amanat.

a. Tema

Tema merupakan gagasan pokok yang digunakan penyair dalam puisinya. Tema berfungsi sebagai landasan utama penyair dalam puisinya. Tema menjadi kerangka pengembang dalam sebuah puisi.

b. Perasaan

Puisi merupakan karya sastra yang paling mewakili ekspresi perasaan penyair. Bentuk ekspresi itu dapat berupa kerinduan, kegelisahan, atau pengagungan kepada kekasih, kepada alam, atau kepada sang Khalik. c. Nada dan Suasana

Nada puisi adalah sikap penyair kepada pembaca. Adapun suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu. Suasana adalah akibat yang ditimbulkan puisi itu terhadap jiwa pembaca.


(29)

d. Amanat

Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah memahami tema, rasa, dan nada puisi itu. Tujuan/amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat tersirat di balik kata-kata yang disusun, dan juga berada di balik tema yang diungkapkan.

2.2Hakikat Majas

Majas atau gaya bahasa adalah salah satu pembangun nilai keindahan atau estetik suatu karya sastra. Dengan majas, penyair mengungkapkan pemikiran, perenungan, pemahaman, dan pengalaman batin melalui kata berkias, kata-kata yang tidak langsung menunjuk kepada maksud yang dituju melainkan dikiaskan atau dipersamakan dengan sesuatu yang lain. Penggunaan majas akan menghasilkan karya sastra yang kaya akan makna.

2.2.1 Pengertian Majas

Ada beberapa pengertian tentang majas. Majas (bahasa figuratif) ialah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara membandingkan dengan benda atau kata lain (Kosasih, 2012: 104). Majas mengiaskan atau mempersamakan sesuatu dengan hal yang lain. Maksudnya, agar gambaran benda yang dibandingkan itu lebih jelas. Majas adalah bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito dalam Priyatni, 2012: 72).


(30)

Bahasa figuratif (majas) ialah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna (Waluyo, 1987: 83). Permajasan adalah teknik pengungkapan dengan menggunakan bahasa kias (maknanya tidak merujuk pada makna harfiah) (Suyanto, 2012: 52). Dalam penelitian ini, penulis merujuk pada pendapat Soedjito yang menyatakan bahwa majas adalah bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu.

2.2.2 Jenis-Jenis Majas

Permajasan dibagi menjadi tiga, yaitu (1) perbandingan, (2) pertautan, dan (3) pertentangan (Suyanto, 2012: 52). Lingkup penelitian majas dalam pembahasan ini ditekankan pada ketiga majas tersebut, yaitu majas perbandingan, majas pertautan, dan majas pertentangan. Tarigan (1985: 9) membedakan gaya bahasa atau majas perbandingan menjadi sepuluh macam, majas pertautan menjadi tiga belas macam, dan majas pertentangan menjadi dua puluh macam. Majas perbandingan, meliputi (1) majas perumpamaan, (2) majas metafora, (3) majas personifikasi, (4) majas depersonifikasi, (5) majas alegori, (6) majas antitesis, (7) majas pleonasme, (8) majas perifrasis, (9) majas antisipasi atau prolepsis, dan (10) majas koreksi atau epnotosis. Majas pertautan, meliputi (1) majas metonimia, (2) majas sinekdoke, (3) majas alusi, (4) majas eufemisme, (5) majas eponim, (6) majas epitet, (7) majas antonomasia, (8) majas eroteis, (9) majas paralelisme, (10) majas elipsis, (11) majas gradasi, (12) majas asindenton, (13) majas polisindeton. Dan majas pertentangan, meliputi (1) majas hiperbola, (2) majas litotes, (3) majas ironi, (4) majas oksimoran, (5) majas paronomasia, (6) majas paralepsis, (7) majas


(31)

zeugma dan silepsis, (8) majas satire, (9) majas inuendo, (10) majas antifrasis, (11) majas paradoks, (12) majas klimaks, (13) majas antiklimaks, (14) majas apotrof, (15) majas anastrof atau inversi, (16) majas apofasis atau preterisio, (17) majas histeron proteron, (18) majas hipalase, (19) majas sinisme, dan (20) majas sarkasme.

2.2.2.1Majas Perbandingan

Tarigan (1985: 9) membedakan majas atau gaya bahasa menjadi sepuluh, yaitu perumpamaan, metafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori, antitesis, pleonasme, perfrasis, antisipasi atau prolepsis, dan koreksio atau epanortesis. 1. Majas Perumpamaan

Perumpamaan adalah asal kata simile dalam bahasa Inggris. Kata simile berasal dari bahasa Latin yang bermakna ‘seperti’. Perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Itulah sebabnya maka sering pula kata perumpamaan disamakan saja dengan ‘persamaan’. Perbandingan itu secara eksplisit dijelaskan oleh pemakaian kata seperti dan sejenisnya (Tarigan, 1985: 9-10). Majas perumpamaan secara eksplisit dijelaskan oleh kata seperti, ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, penaka, dan serupa (Tarigan, 1985: 10).

Contoh:

(1) bak cacing kepanasan (2) laksana bulan kesiangan (3) seperti air dengan minyak


(32)

(4) matanya seperti bintang timur 2. Majas Metafora

Metafora berasal dari bahasa Yunani metaphora yang berarti ‘memindahkan’; dari meta ‘di atas; melebihi’ + pherein ‘membawa’. Metafora membuat perbandingan antara dua hal atau benda untuk menciptakan suatu kesan mental yang hidup walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit dengan penggunaan kata-kata seperti, ibarat, bak sebagai, umpama, laksana, penaka, serupa seperti pada perumpamaan (Dale [et al] dalam Tarigan, 1985: 15).

Metafora merupakan perbandingan yang bersifat tidak langsung/implisit, hubungan antara sesuatu yang dinyatakan pertama dengan kedua hanya bersifat sugesti, tidak ada kata-kata penunjuk perbandingan eksplisit (Suyanto, 2012: 52). Dengan demikian, metafora merupakan majas perbandingan yang bersifat tidak langsung tanpa menggunakan kata seperti atau sebagai di antara dua hal yang berbeda.

Contoh:

(1) Kata adalah pedang tajam (2) Perpustakaan gudang ilmu

(3) Pemuda pemudi adalah bunga bangsa

3. Majas Personifikasi

Personifikasi berasal dari bahasa Latin persona (orang, pelaku, aktor, atau topeng yang dipakai dalam drama) + fic (membuat). Oleh karena itu, apabila kita menggunakan gaya bahasa personafikasi, kita memberikan ciri-ciri


(33)

kualitas, yaitu pribadi orang kepada benda-benda yang tidak bernyawa ataupun kepada gagasan-gagasan (Dale [et al] dalam Tarigan, 1985: 17). Dengan kata lain, penginsanan atau personifikasi, ialah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak.

Contoh:

(1) angin yang meraung (2) mentari mencubit wajahku

4. Majas Depersonifikasi

Majas depersonifikasi atau pembendaan, adalah kebalikan dari majas personifikasi atau penginsanan. Apabila personifikasi menginsankan atau memanusiakan benda-benda, maka depersonifikasi justru membedakan manusia atau insan. Biasanya majas depersonafikasi ini terdapat dalam kalimat pengandaian yang secara eksplisit memanfaatkan kata kalau dan sejenisnya sebagai penjelas gagasan atau harapan (Tarigan, 1985: 21).

Contoh

(1) Kalau dikau menjadi samudra, maka daku menjadi bahtera. (2) Andai kamu menjadi langit, maka dia menjadi tanah.

5. Majas Alegori

Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang, merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat atau wajah objek-objek atau gagasan-gagasan yang diperlambangkan. Alegori biasanya mengandung sifat-sifat moral atau spritual manusia. Biasanya alegori


(34)

merupakan cerita-cerita yang panjang dan rumit dengan maksud dan tujuan yang terselubung namun bagi pembaca yang jeli justru jelas dan nyata (Tarigan, 1985: 24). Keraf (2009: 140) menyatakan bahwa alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Makna kiasan itu harus ditarik dari bawah permukaan ceritanya. Dalam alegori, nama-nama pelakunya adalah sifat-sifat yang abstrak, serta tujuannya selalu jelas tersurat. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan dan sifat-sifat orang yang terdapat pada manusia.

Contoh:

(1) Cerita kancil dengan buaya (2) Cerita Adam dan Hawa

6. Majas Antitesis

Secara alamiah antitesis berarti ‘lawan yang tepat’ atau ‘pertentangan yang benar-benar’ (Poerwadarminta dalam Tarigan, 1976: 52). Antitesis adalah jenis majas yang mengadakan komparasi atau perbandingan antara dua antonim yaitu kata-kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan (Ducrot & Todorov dalam Tarigan, 1981: 277).

Contoh:

(1) Gadis yang secantik si Ida diperistri oleh si Dedi yang jelek itu.


(35)

7. Majas Pleonasme

Pleonasme adalah pemakaian kata yang mubazir (berlebihan), yang sebenarnya tidak perlu (seperti menutur sepanjang adat, saling tolong menolong) (Poerwdarminta dalam Tarigan, 1976: 761). Suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu dihilangkan, artinya tetap utuh (Keraf, 2009: 133).

Contoh:

(1) Bagai tikus yang busuk dan menjijikkan itu mencemarkan seluruh ruangan.

(2) Dia telah menebus sawah itu dengan uang tabungannya sendiri.

8. Majas Perifrasis

Perifrasis adalah sejenis majas yang mirip dengan pleonasme. Kedua-duanya menggunakan kata-kata lebih banyak dari pada yang dibutuhkan. Perbedaannya terletak dalam hal bahwa kata-kata yang berlebihan itu pada prinsipnya dapat diganti dengan sebuah kata saja (Keraf, 2009: 134).

Contoh:

(1) Ayahanda telah tidur dengan tenang dan beristirahat dengan damai untuk selama-lamanya (meninggal atau berpulang).

(2) Jawaban bagi pertanyaan Saudara adalah tidak (ditolak).

9. Majas Antisipasi atau Prolepsis

Antisipasi atau prolepsis adalah semacam gaya bahasa di mana orang mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi (Keraf, 2009: 134).


(36)

Contoh:

(1) Kami sangat gembira, minggu depan kami memperoleh hadiah dari bapak bupati.

(2) Mobil yang malang itu ditabrak oleh truk pasir dan jatuh ke jurang.

10. Majas Koreksio atau Epanortosis

Dalam berbicara atau menulis, ada kalanya kita ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian kita memperbaikinya atau mengoreksinya kembali. Majas yang seperti ini disebut koreksio atau eparnotosis. Dengan kata lain, koreksio atau epanortosis adalah majas yang berwujud mula-mula ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memeriksa dan memperbaiki mana-mana yang salah (Tarigan, 1985: 34).

Contoh:

(1) Dia benar-benar mencintai Neng Tetty, eh bukan, Neng Terry.

(2) Kepala sekolah baru pulang dari Sulawesi Utara, maaf bukan, dari Sumatera Utara.

2.2.2.2Majas Pertautan

Majas atau gaya bahasa pertautan dibedakan menjadi tiga belas jenis majas, yaitu metonimia, sinekdoke, alusi, eufemisme, eponim, epitet, antonomasia, erotesis, paralelisme, elipsis, gradasi, asindenton, polisindenton (Tarigan, 1985: 121). 1. Majas Metonomia

Metonomia adalah majas yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang, atau hal sebagai penggantinya.


(37)

Contoh:

(1) Para siswa di kelas kami senang sekali membaca S.T. Alisyahbana. (2) Terkadang pena justru lebih tajam daripada pedang.

2. Majas Sinekdoke

Sinekdoke ialah majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhannya, atau sebaliknya Moeliono (dalam Tarigan, 1985: 124). Contoh:

(1) Setiap tahun semakin banyak mulut yang harus diberi makan di Tanah Air kita ini.

(2) Pasanglah telinga baik-baik menghadapi masalah ini!

3. Majas Alusi

Alusi adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa. Alusi atau kilatan adalah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau tokoh berdasarkan anggapan adanya pengetahuan bersama yang dimiliki oleh pengarang dan pembaca serta adanya kemampuan para pembaca untuk menangkap pengacuan itu (Tarigan, 1985: 126).

Contoh: Tugu itu mengenangkan kita kembali ke peristiwa Bandung Selatan.

4. Majas Eufemisme

Eufemisme ialah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar yang dianggap merugikan, atau yang tidak menyenangkan (Tarigan, 1985: 128).


(38)

Contoh:

Tunaaksara pengganti buta huruf

Tunakarya pengganti tidak mempunyai pekerjaan

5. Majas Eponim

Eponim adalah semacam gaya bahasa yang mengandung nama seseorang yang begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sikap itu (Tarigan, 1985: 130).

Contoh:

(1) Kita tidak menyangka sedikit pun bahwa Dewi Fortuna berada di pihak tim mereka pada pertandingan ini.

(2) Dengan latihan dan makanan yang teratur kami harapkan agar anda menjadi Hercules dalam pertandingan nanti.

6. Majas Epitet

Epitet adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang.

Contoh:

(1) Putri malam menyambut kedatangan para remaja yang sedang dimabuk asmara. (putri malam=bulan).

(2) Lonceng pagi bersahut-sahutan di desa terpencil ini menyongsong mentari bersinar menerangi alam. (lonceng pagi = ayam jantan).


(39)

7. Majas Antonomasia

Antonomasia adalah semacam gaya bahasa yang merupakan bentuk khusus dari sinekdoke yang berupa pemakaian sebuah epitet untuk menggantikan nama diri. Dengan kata lain, antonomasia adalah gaya bahasa yang merupakan penggunaan gelar resmi atau jabatan sebagai pengganti nama diri (Tarigan, 1985: 132).

Contoh:

(1) Gubernur Sumatera Utara akan meresmikan pembukaan Seminar adat Karo di Kebunjahe bulan depan.

(2) Pangeran menandatangani surat penghargaan tersebut.

8. Majas Erotesis

Erotesis adalah semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban (Keraf, 2009: 134).

Contoh:

(1) Apakah saya menjadi wali kakak saya?

(2) Apakah sudah wajar bila kesalahan atau kegagalan itu ditimpakan seluruhnya kepada para guru?

9. Majas Paralelisme

Paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frase-frase yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Kesejajaran tersebut


(40)

dapat pula berbentuk anak kalimat yang bergantung pada sebuah induk kalimat yang sama (Keraf, 2009: 126).

Contoh:

(1) Bukan saja para guru yang harus bertanggung jawab atas pendidikan para siswa, tetapi juga harus ditunjang oleh orang tua dengan cara mengawasi pelajaran anak-anak di rumah.

(2) Baik kaum pria maupun kaum wanita mempunyai hak dan kewajiban yang sama secara hukum.

10. Majas Elipsis

Elipsis adalah majas yang di dalamnya dilaksanakan penanggalan atau penghilangan kata atau kata-kata yang memenuhi bentuk kalimat berdasarkan tata bahasa yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar.

Contoh:

(1) Mereka ke Jakarta minggu yang lalu. (penghilangan predikat: pergi atau berangkat).

(2) Tadi malam. (penghilangan subjek, predikat, dan objek sekaligus). 11. Majas Gradasi

Gradasi adalah majas yang mengandung suatu rangkaian atau urutan paling sedikit tiga kata atau istilah yang secara sintaksis bersamaan yang mempunyai suatu atau beberapa ciri-ciri semantik secara umum dan yang diantaranya paling sedikit suatu ciri diulang-ulang dengan perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif (Ducrot and Todorov dalam Tarigan, 1985: 140).


(41)

Contoh:

“Kita malah bermegah juga alam kesengsaraan kita, karena kita tahu bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji, dan tahan uji menimbulkan harapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan (Roma dalam Tarigan, 1985: 140).

12. Majas Asindenton

Asindenton adalah semacam majas yang berupa acuan padat dan mampat di mana beberapa kata, frase, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Bentuk-bentuk tersebut biasanya dipisahkan saja oleh tanda koma.

Contoh:

(1) Ayah, ibu, anak, merupakan inti suatu keluarga.

(2) Dan kesesakan, kepedihan, kesakitan, seribu derita detik-detik penghabisan orang melepas nyawa.

13. Majas Polisindeton

Polisindeton adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari asindenton. Dalam polisindeton, beberapa kata, frase, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung.

Contoh:

(1) Dan ke manakah burung-burung yang gelisah dan tak berumah dan tak menyerah pada gelap dan dingin yang bakal merontokkan bulu-bulunya? (2) Istri saya menanam nangka dan jambu dan cengkeh dan pepaya di


(42)

2.2.2.3Majas Pertentangan

Majas atau gaya bahasa pertentangan dibedakan menjadi dua puluh jenis majas, yaitu hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, paronomasia, paralepsis, zeugma dan silepsis, satire, inuendo, antifrasis, paradoks, klimaks, antiklimaks, apostrof, anastrof atau inversi, apofasis atau preterisio, histeron proteron, hipalase, sinisme, sarkasme (Tarigan, 1985: 55).

1. Majas Hiperbola

Hiperbola adalah jenis majas yang mengandung pernyataan yang melebih-lebihkan jumlahnya, ukurannya, dan sifatnya dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan pengaruhnya. Majas ini melibatkan kata-kata, frase, atau kalimat (Tarigan, 1985: 55).

Dengan kata lain hiperbola ialah ungkapan yang melebih-lebihkan apa yang sebenarnya dimaksudkan: jumlahnya, ukurannya, dan sifatnya (Moeliono dalam Tarigan, 1985: 56).

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa majas hiperbola adalah jenis majas yang mengandung ungkapan yang melebih-lebihkan baik jumlah, ukuran, dan sifatnya.

Contoh:

(1) Kemarahanku sudah menjadi-jadi hingga hampir-hampir meledak aku. (2) Saya terkejut setengah mati menyaksikan penampilannya.


(43)

2. Majas Litotes

Litotes adalah majas yang di dalam pengungkapannya menyatakan sesuatu yang positif dengan bentuk yang negatif atau bentuk yang bertentangan. Dengan kata lain, litotes adalah majas yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri.

Contoh:

(1) Kedudukan saya ini tidak ada artinya sama sekali. (2) H.B. Yasin bukannya kritikus murahan.

(3) “Silahkan singgah digubuk saya”. 3. Majas Ironi

Ironi ialah majas yang menyatakan makna yang bertentangan, dengan maksud berolok-olok (Tarigan, 1985: 61).

Contoh:

(1) Bagusnya rapot kau ini, banyak benar angka merahnya. (2) Saya percaya benar kepadamu, tak pernah janjimu kau tepati. 4. Majas Oksimoron

Oksimoron adalah majas yang mengandung pertentangan dengan menggunakan kata-kata berlawanan dalam frase yang sama (Keraf, 2009: 136).

Contoh:

(1) Keramah-tamahan yang bengis. (2) Itu sudah menjadi rahasia umum.


(44)

5. Majas Paronomasia

Paronomasia adalah majas yang berisi penjajaran kata-kata yang berbunyi sama tetapi bermakna lain, kata-kata yang sama bunyinya tetapi artinya berbeda (Ducrot & Todorov dalam Tarigan, 1985: 64). Paronomasia adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan bunyi (Keraf, 2009: 145).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa majas pronomasia adalah majas yang berisi penjajaran kata-kata yang berbunyi sama yang memiliki arti yang sama maupun berbeda.

Contoh:

(1) Tanggal dua, gigi saya tanggal dua.

(2) “Oh Adinda sayang, akan kutanamkan bunga tanjung di pantai tanjung hatimu.

6. Majas Paralepsis

Paralepsis ialah gaya bahasa yang merupakan suatu formula yang digunakan sebagai sarana untuk menerangkan bahwa seseorang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam kalimat itu sendiri (Dacrot & Todorov dalam Tarigan, 1985: 66).

Contoh:

(1) Semoga Tuhan Yang Mahakuasa menolak doa kita ini, (maaf) bukan, maksud saya mengabulkannya.

(2) Tidak ada orang yang menyenangi kamu (maaf) yang saya maksud membenci kamu di desa ini.


(45)

7. Majas Zeugma dan Silepsis

Silepsis dan zeugma adalah gaya bahasa di mana orang mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya hanya salah satu yang mempunyai hubungan dengan kata pertama. Dalam silepsis, konstruksi yang dipergunakan itu secara gramatikal benar, tetapi secara semantik tidak benar. Misalnya: Ia sudah kehilangan topi dan semangatnya. Dalam zeugma yang dipakai untuk membawahi kedua kata berikutnya, sebenarnya hanya cocok untuk salah satu kata itu (baik secara logis maupun secara gramatikal). Misalnya: Ia menundukkan kepala dan badannya untuk memberi hormat kepada kami.

8. Majas Satire

Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Bentuk ini tidak harus bersifat ironis. Satire mengandung kritik tentang kelemahan manusia.

Contoh: Jangan pernah berpikir kau adalah dewa, menghadapi masalah seperti ini pun kau sudah kewalahan.

9. Majas Inuendo

Inuendo adalah semacam gaya bahasa sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Ia menyatakan kritik ini dengan sugesti yang tidak langsung, dan tampaknya tidak menyakitkan hati kalau ditinjau sekilas (Keraf, 2009: 144).


(46)

Contoh:

(1) Ia menjadi kaya-raya karena sedikit mengadakan komersialisasi jabatannya.

(2) Orang itu sedikit malu karena tertangkap basah menjual perabot dapur majikannya.

(3) Pada pesta tadi malam, dia sedikit sempoyongan karena terlalu banyak minum-minuman keras.

10. Majas Antifrasis

Antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri. Contoh:

(1) Memang engkau orang pintar (maksudnya bodoh). (2) Lihatlah sang Raksasa telah tiba (maksudnya si Cebol).

(3) Mari kita sambut kedatangan sang Raja (maksudnya si Jongos).

11. Majas Paradoks

Paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Paradoks dapat juga berarti semua hal yang menarik perhatian karena keberaniannya (Keraf, 2009: 136). Paradoks adalah opini atau argumen yang berlainan dengan pendapat umum, bisa dianggap aneh atau luar biasa.

Contoh:

(1) Teman akrab ada kalanya merupakan musuh sejati. (2) Aku kesepian di tengah keramaian.


(47)

12. Majas Klimaks

Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya (Keraf, 2009: 124).

Contoh:

(1) Orang tua menyekolahkan anaknya dari SD, SMP, SMA sampai Perguruan Tinggi.

(2) Pembangunan harus dimulai dari kelurahan, kecamatan sampai kotamadya.

13. Majas Antiklimaks

Majas antiklimaks adalah kebalikan majas klimaks. Antiklimaks dihasilkan oleh kalimat yang berstruktur mengendur. Kalimat yang bersifat kendur yaitu bila bagian kalimat yang mendapat penekanan ditempatkan pada awal kalimat.

Sebagian gaya bahasa antiklimaks merupakan suatu acuan yang berisi gagasan yang diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting (Keraf, 2009: 125). Berdasarkan urutan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa majas antiklimaks adalah gaya yang digunakan untuk menyatakan beberapa peristiwa, hal atau keadaan secara berturut-turut, mulai dari urutan pikiran yang paling penting ke urutan pikiran yang kurang penting.

Contoh:

(1) Dia memang pengusaha agung di desa ini, seorang budak pengecut dari atasannya.


(48)

(2) Istri si Ogah adalah seorang wanita yang cantik, pendiam, dan masih buta huruf.

14. Majas Apostrof

Apostrof adalah semacam gaya yang berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir. Cara ini biasanya dilakukan oleh orator klasik. Dalam pidato yang disampaikan kepada suatu masa, si orator secara tiba-tiba mengarahkan pembicaraan langsung kepada suatu yang tidak hadir, kepada mereka yang sudah meninggal, atau kepada barang atau objek khayalan sesuatu yang abstrak, sehingga tampaknya ia tidak berbicara kepada hadirin (Keraf, 2009: 131).

Contoh:

(1) Wahai nenek moyang kami, lindungilah cucu-cicitmu dari segala mara bahaya.

(2) Wahai roh-roh nenek moyang kami yang berada di negeri atas, tengah, dan bawah, lindungilah warga desaku ini.

(3) Wahai kalian yang telah menumpahkan darah dan mengorbankan jiwa raga bagi tanah tumpah darah yang tercinta ini relakanlah supaya kami dapat menikmati kemerdekaan dan keadilan sosial yang pernah kalian canangkan dan perjuangkan.

15. Majas Anastrof dan Inversi

Anastrof atau inversi adalah semacam gaya bahasa retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat (Keraf, 2009: 130). Inversi adalah majas yang merupakan permutasi atau perubahan urutan


(49)

unsur-unsur konstruksi sintaksis Ducrot & Todorov (dalam Tarigan, 1985: 84). Dengan kata lain perubahan urutan SP (subjek-predikat) menjadi PS (predikat-subjek).

Contoh:

(1) Merantaulah dia ke negeri seberang tanpa meninggalkan apa-apa.

(2) Kegiranganlah para siswa menerima kabar bahwa sekolah mereka menjadi juara.

16. Majas Apofasis atau Preterisio

Apofasis atau disebut juga dengan preterisio merupakan sebuah gaya di mana penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi nampaknya menyangkal. Berpura-pura membiarkan sesuatu berlalu, tetapi sebenarnya ia menekankan hal itu.

Contoh:

(1) Kalau tidak karena menjaga nama baik keluarga, maulah aku membiarkan kamu terus-menerus berbuat yang dikutuk Allah.

(2) Saya tidak mau mengungkapkan dalam forum ini bahwa saudara telah menggelapkan ratusan juta rupiah uang negara.

17. Majas Histeron Proteron

Histeron proteron adalah semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang wajar, misalnya menempatkan sesuatu yang terjadi kemudian pada awal peristiwa. Majas ini juga disebut hiperbaton.


(50)

Contoh:

(1) Jendela ini telah memberi sebuah kamar padamu untuk dapat beteduh dengan tenang.

(2) Dia membaca cerita ini dengan cepat dengan cara mengejarnya kata demi kata.

(3) Kereta melaju dengan cepat di depan kuda yang menariknya.

18. Majas Hipalase

Hipalase adalah semacam gaya bahasa di mana sebuah kata tertentu dipergunakan untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain. Atau secara singkat dapat dikatakan bahwa hipalase adalah suatu kebalikan dari suatu relasi alamiah antara dua komponen gagasan.

Contoh:

(1) Ia berbaring di atas sebuah kasur yang gelisah. (yang gelisah adalah manusianya bukan kasurnya).

(2) Anak itu bermain perang-perangan yang asyik. (yang asyik adalah anak itu, bukan perang-perangan).

19. Majas Sinisme

Sinisme diartikan sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Sinisme adalah ironi yang lebih kasar sifatnya, namun kadang sukar ditarik batas yang tegas antara keduanya (Tarigan, 1985: 91).


(51)

Contoh:

(1) Memang Andalah tokohnya yang sanggup menghancurkan desa ini dalam sekejap mata.

(2) Tidak pelak lagi Andalah yang paling pintar di seluruh dunia, yang dengan mudah dapat menghitung butir-butir tanah di alam raya ini.

20. Majas Sarkasme

Sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. sarkasme adalah majas yang melontarkan tanggapan secara pedas dan kasar tanpa menghiraukan perasaan orang lain. Sesuai dengan ciri utama sarkasme yaitu selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir, menyakiti hati, dan kurang enak didengar.

Contoh:

(1) Sikapmu seperti anjing dan sifatmu seperti babi! (2) Mulutmu harimaumu.

2.2.3 Fungsi Majas

Penggunaan majas dalam karya sastra khususnya puisi memiliki beberapa fungsi di antaranya yakni 1) menambah efek-efek tertentu dalam sebuah ungkapan agar lebih menarik, 2) memberikan cara lain dalam memperkaya dimensi tambahan bahasa (Badrun, 1989: 26).

Selain dari dua fungsi di atas, terdapat fungsi lain dari penggunaan majas, yaitu menyampaikan makna secara efektif karena: Majas (bahasa figuratif) memiliki fungsi sebagai berikut.


(52)

1. Bahasa figuratif mampu menghasilkan kesenangan imajinatif.

2. Bahasa figuratif adalah cara untuk menghasilkan imaji tambahan dalam puisi, sehingga yang abstrak jadi konkret dan menjadikan puisi lebih nikmat dibaca. 3. Bahasa figuratif adalah cara menambah intensitas perasaan penyair untuk

puisinya dan menyampaikan sikap penyair.

4. Bahasa figuratif adalah cara untuk mengkonsentrasikan makna yang hendak disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas dengan bahasa yang singkat (Perrine dalam Waluyo, 1987: 83).

2.3Apresiasi Puisi

Kata apresiasi berasal dari kata appreciation yang berarti pemahaman dan pengenalan yang tepat; pertimbangan dan penilaian serta pernyataan yang memberikan penilaian (Hornby dalam Atmazaki, 1993: 133). Dalam rangka pemberian nilai pada suatu objek, hal-hal yang perlu dilakukan adalah mengobservasi, meneliti, dan menimbang mutu.

Apresiasi puisi sering juga disebut dengan analisis puisi. Puisi sebagai salah satu karya sastra dapat dikaji dari bermacam-macam aspeknya. Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya, mengingat bahwa puisi adalah struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana-sarana kepuitisannya. Salah satu aspek yang dapat dikaji dalam puisi adalah penggunaan majasnya. Adapun tahap-tahap mengapresiasi puisi adalah sebagai berikut.

Tahap I : adalah tahap penikmatan. Pada tahap ini yaitu melakukan tindakan membaca puisi atau mendengarkan pembacaan puisi. Tahap II : adalah tahap penghargaan. Pada tahap ini yaitu melihat tindakan


(53)

kebaikan, manfaat, dan nilai puisi itu. Mungkin setelah membaca, pembaca dapat meraskan adanya manfaat, apakah itu menyenangkan, memberi hiburan, memberi kepuasan, ataupun memperluas pandangan dan wawasan hidup.

Tahap III : adalah tahap pemahaman. Di sini pembaca melakukan tindakan meneliti, menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsiknya serta berusaha menyimpulkannya. Pada tahap ini, pembaca menganalisis penggunaan majas yang terdapat dalam puisi. Di sini berarti pembaca tidak lagi sekedar pasif untuk menikmati suatu karya sastra, akan tetapi ia melakukan pemerian pada tiap komponen yang membentuk karya sastra tersebut. Akhirnya ia akan sampai pada sebuah kesimpulan apakah puisi tersebut baik atau tidak, bermanfaat bagi pembaca atau tidak sekedar sebagai hiburan atau lebih dari itu dan lain-lain.

Tahap IV : adalah tahap penghayatan. Pada tahap ini penikmat/pembaca akan menganalisis lebih lanjut karya sastra tersebut, mencari hakikat atau makna suatu karya sastra berserta argumentasinya; membuat penafsiran dan menyusun argumen berdasarkan analisis yang telah dibuatnya. Pada tahap ini pembaca berusaha menjelaskan mengapa puisi menggunakan majas seperti itu dan apa fungsinya. Tahap V : adalah tahap pengimplikasian atau penerapan. Setelah membaca

atau menikmati suatu karya sastra sangat mungkin timbul ide baru pada pembaca. Mungkin setelah membaca puisi tersebut, timbul


(54)

ide untuk menjadikan puisi tersebut sebagai bahan ajar untuk pembelajaran sastra di sekolah.

Tahap VI : adalah tahap memiliki. Pada tahap ini, penikmat/pembaca

berusaha untuk memiliki. Memiliki sebuah karya sastra yaitu dengan cara membelinya. Misalnya ketika kita ingin memiliki sebuah antalogi puisi yaitu dengan cara membeli di toko buku.

2.4 Pembelajaran Sastra di SMA

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik 2005: 57). Pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan oleh seorang guru atau pendidik untuk membelajarkan siswa yang belajar (Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, 2011: 128). Dari dua pengertian pembelajaran, maka disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses sistematik yang meliputi beberapa komponen yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. 1. Pengertian Pembelajaran Sastra

Hakikat pembelajaran sastra ialah memperkenalkan kepada siswa nilai-nilai yang dikandung karya sastra dan mengajak siswa ikut menghayati pengalaman-pengalaman yang disajikan itu (Abidin, 2012: 213). Pembelajaran sastra atau pembelajaran apresiasi sastra adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan siswa untuk menemukan makna dan pengetahuan yang terkandung dalam karya sastra di bawah bimbingan, arahan, dan motivasi guru melalui kegiatan menggauli karya sastra tersebut secara


(55)

langsung yang dapat pula didukung dan disertai oleh kegiatan tidak langsung (Abidin, 2012: 212).

2. Tujuan Pembelajaran Sastra

Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP) mata pelajaran Bahasa Indonesia mencantumkan dua tujuan pembelajaran sastra, yakni.

a. Agar siswa bisa menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

b. Agar siswa mampu menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia (Abidin, 2012: 214).

3. Manfaat Pembelajaran Sastra

Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi 4 manfaat, yaitu.

a. Membantu keterampilan berbahasa. b. Meningkatkan pengetahuan budaya. c. Mengembangkan cipta dan rasa

d. Menunjang pembentukan watak (Rahmanto, 1988: 16).

Tujuan pembelajaran sastra yaitu agar siswa bisa menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Puisi merupakan salah satu karya sastra yang diajarkan di SMA kelas X semester ganjil. Agar tujuan pembelajaran sastra dapat tersampaikan dengan baik oleh peserta didik, puisi merupakan media yang baik untuk bahan ajar. Guru dapat menggunakan puisi


(56)

sebagai bahan ajar yang sesuai tujuan dalam pembelajaran sastra. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa yakni mengenai majas. Berikut ini adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar yang berkaitan dengan penggunaan majas.

Kelas : X

Semester : Ganjil

Standar Kompetensi : Mendengarkan

5. Memahami puisi yang disampaikan secara langsung/tidak langsung

Kompetensi Dasar : 5.1 Mengidentifikasi unsur-unsur bentuk suatu puisi yang disampaikan secara langsung ataupun melalui rekaman

Penggunaan majas dalam puisi dapat dimanfaatkan untuk memperluas wawasan siswa, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Diharapkan setelah melaksanakan pembelajaran mengenai KD 5.1, peserta didik dapat memahami jenis-jenis majas, mengidentifikasi penggunaan majas pada puisi, menyebutkan fungsi majas serta dapat menulis puisi menggunakan majas agar puisi yang dihasilkan menjadi lebih menarik.

2.4.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana pelaksanaan pembelajaran pada hakekatnya merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan atau memproyeksikan apa yang akan dilakukan dalam pembelajaran. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk


(57)

mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus (Mulyasa, 2009: 213). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa RPP merupakan upaya untuk memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran.

1. Tujuan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Tujuan rencana pelaksanaan pembelajaran, yakni.

a. Memberikan landasan pokok bagi guru dan siswa dalam mencapai kompetensi dasar dan indikator.

b. Memberi gambaran mengenai acuan kerja jangka pendek.

c. Karena disusun menggunakan pendekatan sistem, memberi pengaruh terhadap pengembangan individu siswa.

2. Fungsi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana pelaksanaan pembelajaran memiliki dua fungsi, yaitu. a. Fungsi Perencanaan

Fungsi perencanaan merupakan persiapan guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran. fungsi pelaksanaan yang telah disusun.

b. Fungsi Pelaksanaan

Fungsi pelaksanaan adalah pengefektifan proses pembelajaran sesuai dengan rencana (Mulyasa, 2009: 217).

3. Komponen Rencana Pembelajaran

Secara teknis, rencana pembelajaran minimal mencakup komponen-komponen berikut (Masnur, 2009: 53).


(58)

a. Standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapian hasil belajar.

b. Tujuan pembelajaran. c. Materi pembelajaran.

d. Pendekatan dan metode pembelajaran. e. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran. f. Alat dan sumber belajar.

g. Evaluasi pembelajaran.

Komponen-komponen tersebut secara operasional diwujudkan dalam bentuk format berikut, menurut Mulyasa (2009: 239).

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Mata Pelajaran : ... Satuan Pendidikan : ... Kelas/Semester : ... Pertemuan Ke : ... Alokasi Waktu : ...jam pembelajara (Isi sesuai dengan silabus)

Kompetensi dasar:

1. ... 2. ... Indikator:

1.1 ... 1.2 ... 2.1 ... 2.2 ... (Kompetensi dasar dan indikator ditulis lengkap sesuai dengan silabus) Tujuan Pembelajaran

1. ... 2. ... (Rumuskan dengan lengkap mengacu pada indikator)


(59)

Materi Standar

1. ... 2. ... (Tulis garis besar atau pokok-pokonya saja, yang langsung berkaitan dengan indikator atau tujuan pembelajaran)

Metode Pembelajaran

1. ... 2. ... (Tulis cara yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan pembelajaran. misalnya ceramah, tanya jawab, karyawisata, dan cara lainnya)

Kegiatan Pembelajaran 1. Kegiatan awal (pembukaan):

a. ... b. ... 2. Kegiatan inti (pembentukan kompetensi)

a. ... b. ... 3. Kegiatan akhir (penutup)

a. ... b. ... (Tulis kegiatan apa yang harus dilakukan dari awal sampai akhir, untuk mencapai tujuan dan membentuk kompetensi)

Sumber Belajar:

1. ... 2. ... (Tulis sumber belajar yang akan digunakan, termask alat peraga, media, dan bahan pembelajaran/buku sumber)

Penilaian

1. Tes Tulis: ... 2. Kinerja (Performansi): ... 3. Produk: ... 4. Penugasan/Proyek: ... 5. Portopolio: ... (Tulis penilaian apa yang akan dilakukan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran dan kompetensi dasar, pilih jenis penilaian yang paling tepat)


(60)

2.4.2 Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran adalah proses yang diatur sedemikian rupa menurut langkah-langkah tertentu agar pelaksanaan mencapai hasil yang diharapkan (Nana Sudjana, 2010: 136). Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru melakukan beberapa tahap pelaksanaan pembelajaran antara lain.

1. Membuka Pelajaran

Kegiatan membuka pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan suasana pembelajaran yang memungkinkan siswa siap secara mental untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.pada kegiatan ini guru harus memperhatikan dan memenuhi kebutuhan siswa serta menunjukan adanya kepedulian yang besar terhadap keberadaan siswa. Dalam membuka pelajaran guru biasanya membuka dengan salam dan presensi siswa, dan menanyakan tentang materi sebelumnya. Tujuan membuka pelajaran adalah.

a. Menimbulkan perhatian dan memotivasi siswa.

b. Menginformasikan cakupan materi yang akan dipelajari dan batasan-batasan tugas yang akan dikerjakan siswa.

c. Memberikan gambaran mengenai metode atau pendekatan-pendekatan yang akan digunakan maupun kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan siswa.

d. Melakukan apersepsi, yakni mengaitkan materi yang telah dipelajari dengan materi yang akan dipelajari.


(61)

2. Penyampaikan Materi Pembelajaran

Penyampaian materi pembelajaran merupakan inti dari suatu proses pelaksanaan pembelajaran. Dalam penyampaian materi guru menyampaikan materi berurutan dari materi yang paling mudah terlebih dahulu, untuk memaksimalkan penerimaan siswa terhadap materi yang disampaikan guru maka guru menggunakan metode mengajar yang sesuai dengan materi dan menggunakan media sebagai alat bantu penyampaian materi pembelajaran. Tujuan penyampaian materi pembelajaran adalah.

a. Membantu siswa memahami dengan jelas semua permasalahan dalam kegiatan pembelajaran.

b. Membantu siswa untuk memahami suatu konsep atau dalil. c. Melibatkan siswa untuk berpikir.

d. Memahami tingkat pemahaman siswa dalam menerima pembelajaran. 3. Menutup Pembelajaran

Kegiatan menutup pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk mengahiri kegiatan inti pembelajaran. Dalam kegiatan ini guru melakukan evaluasi terhadap materi yang telah disampaikan. Tujuan kegiatan menutup pelajaran adalah.

a. Mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pembelajaran.

b. Mengetahui tingkat keberhasilan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.

c. Membuat rantai kompetensi antara materi sekarang dengan materi yang akan datang.


(62)

2.4.3 Evaluasi

Evaluasi pada hakikatnya merupakan suatu proses membuat keputusan tentang nilai suatu objek (value judgment) tidak didasarkan kepada hasil pengukuran (quantitative description), dapat pula didasarkan kepada hasil pengamatan (qualitative description) yang pada akhirnya menghasilkan keputusan nilai tentang suatu objek yang dinilai (Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, 2011: 128). Evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi), pengolahan, penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan (Hamalik, 2013:159). Hasil belajar menunjuk pada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya dan derajat perubahan tingkah laku siswa.

1. Tujuan Evaluasi Hasil Belajar

Evaluasi hasil belajar memiliki tujuan-tujuan tertentu, yakni.

a. Memberikan informasi tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajar melalui kegiatan belajar.

b. Memberikan informasi yang dapat digunakan untuk membina kegiatan-kegiatan belajar siswa lebih lanjut, baik keseluruhan kelas maupun masing-masing individu.

c. Memberikan informasi yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa, menetapkan kesulitan-keslitannya dan menyarankan kegiatan-kegiatan remedial (perbaikan).


(63)

d. Memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mendorong motivasi belajar siswa dengan cara mengenal kemajuannya sendiri dan merangsangnya untuk melakukan upaya perbaikan.

e. Memberikan informasi tentang semua aspek tingkah laku siswa, sehingga guru dapat membantu perkembangannya menjadi warga masyarakat dan pribadi yang berkualitas.

f. Memberikan informasi yang tepat untuk membimbing siswa memilih sekolah, atau jabatan yang sesuai dengan kecakapan, minat dan bakatnya. 2. Fungsi Evaluasi Hasil Belajar

a. Untuk diagnostik dan pengembangan. Hasil evaluasi menggambarkan kemajuan, kegagalan dan kesulitan masing-masing siswa. Untuk menentukan jenis dan tingkat kesulitan siswa serta faktor penyebabnya dapat diketahui dari hasil belajar atau hasil dari evaluasi tersebut. Berdasarkan data yang ada selanjutnya dapat didiagnosis jenis kesulitan apa yang dirasakan oleh siswa, dan selanjutnya dapat dicarikan alternatif cara mengatasi kesulitan tersebut melalui proses bimbingan dan pengajaran remedial.

b. Untuk seleksi. Hasil evaluasi dapt digunakan dalam menyeleksi calon siswa dalam rangka penerimaan siswa baru atau melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya. Siswa yang lulus seleksi berarti telah memenuhi persyaratan pengetahuan dan keterampilan yang telah ditetapkan, sehingga yang bersangkutan dapat diterima pada suatu jenjang pendidikan tertentu.


(64)

c. Untuk kenaikan kelas. Hasil evaluasi digunakan untuk menetapkan siswa mana yang memenuhi rangking atau ukuran yang ditetapkan dalam rangka kenaikan kelas. Sebaliknya siswa yang tidak memenuhi rangking tersebut dinyatakan tidak naik kelas atau gagal, dan harus mengulang program studi yang sama sebelumnya.

d. Untuk penempatan. Pada lulusan yang ingin berkerja pada suatu instansi atau perusahaan perlu menyiapkan transkip nilai sebagai bahan pertimbangan mengenai tingkat kempuan calon pegawai.

3. Jenis Evaluasi

Secara garis besar, alat penilaian dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tes dan nontes. Baik teknik tes maupun nontes, keduanya dapat digunakan untuk mendapakan informasi atau data-data penilaian tentan subjek (siswa) yang dinilai secara berhasil jika digunakan secara tepat (Nurgiyatoro, 1988: 51).

a. Teknik Tes

Tes adalah seperangkat tugas atau pertanyaan yang diperguanakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, atau bakat yang dimiliki seseorang atau kelompok. Teknik tes merupakan suatu bentuk pemberian tugas atau pertanyaan yang harus dikerjakan oleh siswa yang sedang dites. Jawaban yang diberikan siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan itu dianggap sebagai informasi terpercaya yang mencerminkan kemampuannya. Informasi tersebut dinyatakan sebagai masukan yang penting untuk mempertimbangkan siswa. Untuk melakukan kegiatan tes


(65)

diperlukan suatu perangkat tugas, pertanyaan, atau latihan. Perangkat tugas inilah yang kemudian dikenal alat tes atau instrumen tes.

Tes dapat dibedakan menjadi berbagai macam bergantung dari segimana akan dibedakannya. Berdasarkan jumlah individu, tes dapat dibedakan menjadi tes individual dan tes kelompok. Tes individual terjadi jika sewaktu melaksanakan kegiatan tes, guru hanya menghadapi seorang siswa. Sebaliknya, dalam tes kelompok yang dihadapi guru adalah sejumlah siswa, misal siswa satu kelas.

Berdasarkan jawaban yang dikehendaki yang diberikan siswa, tes dapat dibedakan ke dalam tes perbuatan dan tes verba. Tes perbuatan adalah tes yang menuntut respon siswa berupa tingkah laku yang melibatkan gerakan otot. Tes perbuatan dimaksudkan untuk mengukur tujuan-tujuan yang berkaitan dengan aspek psikomotor.

Dilihat dari segi menjawabnya, tes verba dapat dibedakan menjadi tes lisan dan tes tertulis. Tes lisan menghendaki jawaban siswa yang diberikan secara lisan, sedang tes tertulis menuntut jawaban siswa diberikan secara tertulis. Tes verba terutama dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa yang berkaitan dengan hasil belajar kognitif yang berurusan dengan kemampuan pikir dan penalaran. Secara garis besar, bentuk tes dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tes subjektif (esai) dan tes objektif. Tes esai adalah suatu bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk uraian dengan mempergunakan bahasa sendiri. Tes esai merupakan tes proses berpikir yang melibatkan


(66)

aktivitas kognitif tingkat tinggi, menuntut kemampuan siswa untuk menerapkan pengetahuan, menganalisis, menghubungkan konsep-konsep, menilai dan memecahkan masalah. Tes objektif menghendaki hanya satu jawaban yang benar, maka penilaiannya dapat secara objektif, cepat dan dapat dipercaya. Tes objektif dapat berupa benaar-salah, pilihan ganda, melengkapi, dan penjodohan.

b. Teknin Nontes

Teknik nontes merupakan alat penilaian yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang keadaan siswa tanpa alat tes. Teknik nontes digunakan untuk mendapatkan data secara tidak langsung berkaitan dengan tingkah laku kognitif. Penilaian yang dilakukan dengan teknik nontes terutama jika informasi yang diharapkan diperoleh berupa tingkah laku efektif, psikomotor, dan lain-lain yang tidak secara langsung berkaitan dengan tingkah laku kognitif. Alat penilaian nontes dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu skala bertingkat, kuesioner, daftar cocok, wawancara, pengamatan, riwayat hidup (Nurgiantoro, 1988: 52).

4. Prosedur Evaluasi Hasil Belajar a. Persiapan

Pada tahap ini, guru menyusun kisi-kisi (blue print). Dalam penyusunan kisi-kisi tersebut ditempuh langkah-langkah sebagai berikut.

Langkah 1 menetapkan ruang lingkup materi pelajaran yang akan diujikan berdasarkan pokok bahasan, satuan bahasan, atau


(67)

topik yang telah ditetapkan GBPP.

Langkah 2 merumuskan tujuan pengajaran khusus sesuai dengan tujuan dalam GBPP.

Langkah 3 menetapkan jumlah butir soal berdasarkan topik-topik dan aspek tujuan.

Langkah 4 mengidentifikasi bentuk-bentuk soal, berupa tes objektif (b-s, pilihan berganda, isian, menjodohkan), atau bentuk essay. Langkah 5 menetapkan proposisi tingkat kesulitan butir-butir soal yang mencakup keseluruhan perangkat instrumen penilaian tersebut. b. Penyusunan alat ukur

Pada tahap ini, guru menentukan jenis alat ukur yang akan digunakan berdasarkan tujuan dari pengukuran tersebut dan aspek/ranah apa yang hendak diukur.

5. Penilaian hasil belajar dalam KTSP dapat dilakukan dengan penilaian kelas, tes kemampuan dasar, penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, benchmarking, dan penilaian program. Sedangkan penilaian yang dilakukan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran dan kompetensi dasar dapat menggunakan penilaian tes tulis, kinerja (performansi), produk, penugasan/proyek, dan portopolio (Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, 2011: 128).


(68)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya (Best dalam Sukardi, 2012: 157). Penelitian kualitatif dilakukan dengan tidak mengutamakan pada angka-angka, tetapi mengutamakan ke dalam penghayatan terhadap antarkonsep yang sedang dikaji secara empiris (Semi, 1990: 23).

Lebih lanjut Moleong (2013: 6) mengemukakan penelitian kualitatif adalah suatu metode yang digunakan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini karena data yang terkumpul berbentuk kata-kata. Metode ini digunakan sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengkaji penggunaan majas yang terdapat pada kumpulan puisi Sutradara Itu Mengahapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono.


(1)

(2)

107

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis terhadap tujuh belas puisi yang terdapat dalam kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono peneliti menyimpulkan sebagai berikut.

Penggunaan majas dalam kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono meliputi majas perbandingan, majas pertautan, dan majas pertentangan.

1. Penggunaan majas perbandingan dalam kumpulan puisi Sutradara Itu

Menghapus Dialog Kita Karya Sapardi Djoko Damono yang terbanyak

adalah metafora dan personifikasi. Hal ini terwujud dalam naskah puisi, yang ada dalam sembilan puisi dari tujuh belas puisi yang diteliti. Naskah puisi yang mengandung penggunaan majas metafora dan personifikasi yaitu Di Gurun, Topeng Monyet, Masih Pagi, Mainan Warna, Ia Bilang, Kita Membuat Sangkar Meskipun Tak Seekor Burung Pun Yang Berjanji Ikhlas Kita Pelihara, Rumah Di Ujung Jalan, Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita, dan Senyap Penghujan.

Penggunaan majas perbandingan dalam kumpulan puisi Sutradara Itu


(3)

Ujung Jalan, Mata, Mainan Warna, Kita Membuat Sangkar Meskipun Tak Seekor Burung Pun Yang Berjanji Ikhlas Kita Pelihara, Kalau Kau Kebetulan Lewat, Dialog Yang Terhapus, dan Ruang Sempit.

Penggunaan majas perbandingan dalam kumpulan puisi Sutradara Itu

Menghapus Dialog Kita Karya Sapardi Djoko Damono yang terbanyak

adalah hiperbola. Hal ini terwujud dalam naskah puisi, yang terdapat dalam tiga puisi dari tujuh belas puisi. Naskah puisi yang mengandung penggunaan majas hiperbola yaitu Di Gurun, Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita, dan Pecahan Botol.

2. Pembelajaran memahami puisi yang disampaikan secara langsung/tidak langsung yang dibelajarkan pada siswa kelas X semester ganjil dapat dibuat rancangannya dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dirancang untuk menunjang proses belajar-mengajar yang dikaitkan dengan hasil penelitian mengenai penggunaan majas dalam kumpulan puisi

Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono.

Kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono mengandung unsur pembentuk puisi yaitu majas. Majas merupakan salah satu materi pembelajaran sastra di SMA terutama pada kompetensi dasar mengidentifikasi unsur-unsur bentuk suatu puisi yang disampaikan secara langsung ataupun melalui rekaman.


(4)

109

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis terhadap kumpulan puisi Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita karya Sapardi Djoko Damono, penulis menyarankan sebagai berikut. 1. Peneliti lain yang hendak melakukan penelitian mengenai penggunaan majas,

dapat menjadikan penelitian ini sebagai referensi dan dapat pula menyempurnakan penelitian ini dengan melengkapi puisi yang belum dianalisis oleh peneliti.

2. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia mengenai keterampilan mendengarkan, yaitu memahami puisi yang disampaikan secara langsung/tidak langsung, guru dapat menggunakan kutipan maupun teks puisi yang mengandung penggunaan majas sebagai contoh untuk ditunjukan kepada siswa. Kegiatan pembelajaran tersebut dapat memberikan pemahaman dan apersepsi siswa terhadap karya sastra.

3. Bagi guru bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia dapat menjadikan penelitian ini sebagai referensi terhadap rancangan pembelajaran mengenai penggunaan majas dalam puisi.


(5)

Abidin, Yunus. 2012. Pembelajaran Bahasa Berbasis Karakter. Bandung: PT Refika Ditama.

Atmazaki. 1993. Analisis Sajak: Teori, Metodologi dan Aplikasi. Bandung: Angkasa.

Hamalik, Oemar. 2013. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Keraf, Gorys. 2009. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Kosasih, E. 2012. Dasar-dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: Yrama Widya. Moleong, Lexy J. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Mulyasa, E. 2009. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2012. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Priyatni, Endah Tri. 2012. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Rahmanto, B. 2005. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius. Semi, M. Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.

Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar-Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sukardi. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi dan Aksara.


(6)

Suyanto, Edi. 2012. Perilaku Tokoh dalam Cerpen Indonesia. Bandar Lampung: Universitas lampung.

Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa. Tarigan, D. dan Huesein, A., 1996. Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran

Bahasa Indonesia SMTP. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III.

Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Universitas Lampung. 2011. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung: Universitas Lampung.


Dokumen yang terkait

Faithful translation in Sapardi Djoko Damono's poetry translated by Harry Aveling

2 25 79

RELIGIOSITAS DALAM NOVEL HUJAN BULAN JUNI KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO DAN RANCANGAN PEMBELAJARANNYA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

11 88 85

GAYA BUNYI DAN MAJAS DALAM KUMPULAN PUISI AYAT-AYAT API KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO: KAJIAN STILISTIKA DAN Gaya Bunyi Dan Majas Dalam Kumpulan Puisi Ayat-Ayat Api Karya Sapardi Djoko Damono: Kajian Stilistika Dan Implementasinya Pada Pembelajaran Sastra D

11 40 14

PENDAHULUAN Gaya Bunyi Dan Majas Dalam Kumpulan Puisi Ayat-Ayat Api Karya Sapardi Djoko Damono: Kajian Stilistika Dan Implementasinya Pada Pembelajaran Sastra Di SMP.

0 4 6

Publikasi Ilmiah Gaya Bunyi Dan Majas Dalam Kumpulan Puisi Ayat-Ayat Api Karya Sapardi Djoko Damono: Kajian Stilistika Dan Implementasinya Pada Pembelajaran Sastra Di SMP.

0 5 27

BAHASA FIGURATIF PADA KUMPULAN PUISI MATA PISAU KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO DAN PEMAKNAANNYA: KAJIAN Bahasa Figuratif Pada Kumpulan Puisi Mata Pisau Karya Sapardi Djoko Damono Dan Pemaknaannya: Kajian Stilistika Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Baha

0 8 14

BAHASA FIGURATIF PADA KUMPULAN PUISI MATA PISAU KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO DAN PEMAKNAANNYA: KAJIAN Bahasa Figuratif Pada Kumpulan Puisi Mata Pisau Karya Sapardi Djoko Damono Dan Pemaknaannya: Kajian Stilistika Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Baha

0 6 18

View of DIMENSI SUFISTIK PUISI-PUISI SAPARDI DJOKO DAMONO

0 1 10

NILAI-NILAI KESUFIAN PADA PUISI “AKU INGIN” KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO

0 0 10

ANALISIS SEMIOTIK TERHADAP KUMPULAN PUISI AYAT- AYAT API KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO - UNWIDHA Repository

5 90 27