Tipe Guardian Gaya Belajar

Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-85 sekaligus akan meningkatkan kemampuan sosial dalam pergaulan, yang secara umum memang dirasa kurang, karena tipe ini termasuk dalam tipe introvert .

b. Tipe

Idealist Menurut Dewiyani 2010, tipe idealist mampu mendapatkan cara yang berbeda untuk memeriksa kebenaran jawaban pada soal yang dijumpainya. Ini mengartikan bahwa tipe ini mempunyai daya juang yang tinggi pada penyelesaian masalah, serta ingin mencapai kesempurnaan dalam penyelesaian masalah, terbukti dari diperiksanya kembali pekerjaan yang telah selesai dikerjakannya. Selain itu, tipe ini mempunyai kreativitas yang tinggi pula dalam penyelesaian masalah. Melalui model pembelajaran yang akan diciptakan, maka atribut soft skills yang sudah dimiliki, harus dapat dipertahankan dengan baik. Sedangkan atribut soft skills yang harus dikembangkan oleh tipe ini adalah kemampuan untuk bertoleransi jika diletakkan dalam kelas besar, karena tipe ini sesungguhnya lebih menyukai kelas kecil. Bagi tipe ini, harus diciptakan suatu model pembelajaran yang dapat mendidik mereka untuk menerima lingkungan yang tidak hanya terdiri dari lingkungan yang terbatas saja, namun juga lingkungan yang terdiri dari macam-macam golongan.

c. Tipe

Artisan Menurut Dewiyani 2010, tipe Artisan mempunyai kemampuan untuk menghidupkan suasana yang ada, hingga menjadi bersemangat dan bergairah. Kemampuan bekerja sama tipe ini sangat bagus dan mampu mempengaruhi tipe lain untuk bekerja secara lebih baik. Segala pekerjaan didokumentasi dengan baik, karena tipe ini merasa tidak dapat mengingat tanpa menulis. Melalui model pembelajaran yang akan diciptakan, maka atribut soft skills yang sudah dimiliki, harus dapat dipertahankan dengan baik. Atribut soft skills yang harus dikembangkan oleh tipe ini adalah kemampuan berpikir secara analitik dan kemampuan untuk mengabstraksi permasalahan. Selain itu, tipe ini juga harus mampu untuk dapat menerima tugas yang diberikan kepadanya meskipun diberikan tanpa tujuan dan arah yang jelas, sehingga justru kemampuan abstraksi yang diharapkan muncul pada tipe ini. Pengendalian emosi yang terkadang meledak-ledak pada tipe ini juga harus dikendalikan agar dapat lebih berkonsentrasi pada masalah yang dihadapi. Jadi, bagi tipe ini harus diciptakan suatu model pembelajaran yang dapat mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada.

d. Tipe Guardian

Menurut Dewiyani 2010, tipe Guardian mempunyai kelebihan yaitu bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan kepadanya, tepat waktu, dan detail dalam menjabarkan tugas. Di samping itu, tipe ini mampu menjadi pemimpin yang mengarahkan dan melindungi anak buahnya. Daya ingat yang cukup kuat menyebabkan tipe ini selalu berusaha mengerjakan tugas dengan sempurna, meskipun cara yang digunakan sering tidak bervariasi, karena tipe ini lebih bersifat monoton dan kaku. Melalui model pembelajaran yang akan diciptakan, maka atribut soft skills yang sudah dimiliki, harus dapat dipertahankan dengan baik. Adapun atribut soft skills yang perlu dikembangkan adalah fleksibel, mau menerima tugas meskipun tidak menguntungkan bagi dirinya, dan menciptakan variasi dalam bekerja. . Jadi bagi tipe ini, harus diciptakan suatu model pembelajaran yang dapat menumbuhkan fleksibilitas dalam menerima tugas meskpun dalam tujuan apapun. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian yang telah didapatkan, maka dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut: a. Atribut soft skills mahasiswa dapat ditingkatkan melalui pengenalan masing-masing tipe kepribadian terhadap atributnya. b. Peserta didik dengan tipe Rational , sangat kaya akan imaginasi, serta bekerja berdasar daya nalar yang tinggi. Tipe soal yang lebih abstrak, akan semakin menantang bagi tipe ini. Atribut Soft skills yang telah dimiliki adalah mampu berpikir sintesis, teliti, bijaksana, dan konsisten. Sedangkan atribut Soft skills yang harus ditingkatkan adalah PM-86 kemampuan menerima pendapat orang lain, kemampuan bekerja sama pada sebuah kelompok, dan kemampuan bergaul secara sosial. c. Peserta didik dengan tipe Idealist , cenderung dapat melihat suatu masalah dengan sudut pandang yang luas, dan tidak hanya terpaku pada masalah yang dihadapi. Pengajar dapat membuat variasi soal yang cukup luas kepada tipe ini, karena justru banyaknya variasi soal akan membuat tipe ini lebih tertarik. Atribut Soft skills yang telah dimiliki adalah daya juang, kreativitas. Sedangkan atribut Soft skills yang harus ditingkatkan adalah kemampuan bertoleransi. d. Peserta didik dengan tipe Artisan , merupakan peserta didik yang tidak mudah menyerah, serta dapat dibimbing untuk menuju ke tingkatan soal yang lebih tinggi, asal pengajar memulainya dengan segala sesuatu yang konkrit atau fakta. Langkah yang jelas sangat diperlukan oleh pelajar dengan tipe ini. Atribut Soft skills yang telah dimiliki adalah kemampuan bekerja sama, mempengaruhi teman lain, dan dokumentasi yang baik. Sedangkan atribut Soft skills yang harus ditingkatkan adalah kemampuan berpikir secara analitik, kemampuan untuk mengabstraksi permasalahan, dan pengendalian emosi yang meledak-ledak. e. Peserta didik dengan tipe Guardian , merupakan peserta didik yang selalu ingin mengetahui kegunaan dari suatu materi maupun suatu soal. Untuk membuat tipe ini tertarik, pengajar harus secara gamblang menjelaskan tujuannya. Setelah tipe ini merasa tertarik, maka pengajar dapat membawa tipe ini ke berbagai jenis soal, asal disajikan secara jelas dan tidak bertele-tele. Atribut Soft skills yang telah dimiliki adalah bertanggung jawab, tepat waktu, detail dalam menjabarkan tugas, dan mampu menjadi pemimpin yang mengarahkan dan melindungi anak buahnya. Sedangkan atribut Soft skills yang harus ditingkatkan adalah fleksibel, dan variasi dalam mengerjakan suatu hal. f. Pengajar harus menyadari akan perbedaan proses berpikir dan kelemahan atribut soft skills pada masing-masing peserta didik. Salah satu cara adalah dengan mengelompokkan peserta didik sesuai dengan tipe kepribadiannya, agar dalam melaksanakan proses belajar mengajar, peserta didik lebih merasa dihargai secara individu, dan bukan secara umum, di mana banyak kepribadian menjadi satu. Saran Karena tulisan dalam makalah ini masih merupakan hasil kajian awal, yang akan digunakan untuk mendukung penelitian selanjutnya, maka masih banyak terdapat hal-hal yang menjadi saran perbaikan dari kajian ini : a. Soal pemecahan masalah dapat ditambah dengan penekanan pada proseduralgoritma serta aritmatika, di mana keduanya juga dibutuhkan sebagai dasar pemrograman pada jurusan Sistem Informasi. b. Setelah profil proses berpikir dan atribut soft skills pada masing-masing tipe didapatkan, maka penelitian ini dapat dilanjutkan dengan pembuatan model pembelajaran dan perangkat pembelajaran sesuai dengan profil proses berpikir dan atribut soft skills yang sudah dimiliki dan yang harus ditingkatkan . c. Penelitian akan dilanjutkan pada tingkat Sekolah Menengah. Rekomendasi Kajian ini dapat direkomendasikan untuk dilanjutkan sebagai penelitian dalam bidang pendidikan matematika, agar semakin dapat ditonjolkan peran materi pemecahan masalah dalam matematika untuk meningkatkan soft skills bagi setiap mahasiswa sesuai dengan tipe kepribadiannya. Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-87 DAFTAR PUSTAKA Dewiyani , 2010, Profil Proses Berpikir Mahasiswa dalam Memecahkan Masalah Matematika berdasar Penggolongan Tipe Kepribadian dan Gender , Disertasi Program S3 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Surabaya. Keirsey, David Bates, Marilyn, 1984, Please Understand Me, Promotheus Nemesis Book Copmany, California Keirsey Temperament Sorter, http:www.answers.comtopickeirsey-temperament-sorter, diakses 2 April 2008. Patrick S. OBrien, 2001, Making College Count: a Real Wolrd Look at How to Succeed in and After College, Monster.Com, USA. Polya G, 1973, How To Solve It, Princenton University Press, Princenton, New Jersey. Szul L. F., 2002, Meeting the Demand: Teaching Soft Skills, Strategies and Resources to Develop Workplace Skills , Delta Pi Epsilon. PM-88 Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-89 MODEL ASSESMEN PEMBELAJARAN BERDASARKAN HASIL UJIAN AKHIR SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL MATEMATIKA SD Sumardi FKIP Unversitas Muhammadiyah Surakarta Abstrak Penelitian ini didasari oleh rendahnya mutu pedidikan dasar di Indonsia dengan melihat hasil TIMSS versi Indonesia tahun 2006 Puspendik, 2007 menunjukkan prestasi bidang matematika dan bahasa, dengan standar pencapaian 65 soal dapat dijawab benar, hanya akan ada kurang dari 10 siswa sampel uji yang mampu mencapainya ; 1 Mendeskripsikan kelemahan pembelajaran matematika yang terdapat di Sekolah Dasar berdasarkan informasi UASBN; 2 Mendeskripsikan peta kelemahan kognitif siswa Sekolah Dasar;3 Menentukan model pembelajaran matematika di tingkat Sekolah Dasar melalui AFL untuk memperbaiki pembelajaran matematika berdasarkan kelemahan yang dihadapi oleh guru dan siswa. Jenis penelitian yang digunakan adalah Reseach Pengembangan. Produk yang dikembangkan adalah perangkat penilaian untuk pembelajaran. Penelitian awal dilakukan di sekolah dasar se kabupaten Sukoharjo-Jawa Tengah.Data diperoleh dengan dokumentasi,diperoleh hasil UASBN, melalui program ITEMAN peneliti memperoleh informasi tentang karakteristik soal dan peta kesulitan yang dihadapi siswa pada materi kelompok aritmatika, geometri dan pengolahan data. Pada tahap pengembangan ,berdasarkan hasil tersebut peneliti membuat Instrumen pembelajaran dengan bantuan program fox pro sebagai umpan balik dalam model pembelajaran AfL.Setelah melauli 3 uji coba di 6 sekolah dasar dengan jumlah siswa 157 di kabupaten Sukoharjo Dapat dihasilkan profil kelas dan profil diri dari seluruh anak sehingga dapat dipakai dasar untuk perbaikan program pembalajaran selanjutnya. Kata kunci: model assesmen,UASBN, profil kelas dan profil diri PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Kondisi pendidikan nasional ini terefleksi dalam hasil UN dan TIMSS versi Indonesia tahun 2006 yang menempatkan prestasi belajar siswa yang kurang menggembirakan. Hasil TIMSS versi Indonesia tahun 2006 Puspendik, 2007 menunjukkan prestasi bidang matematika dan bahasa dengan standar pencapaian 65 soal dapat dijawab benar, hanya akan ada kurang dari 10 siswa sampel uji yang mampu mencapainya. Kebijakan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan SK Mendiknas Nomor 11U2002 tentang penghapusan EBTANAS SD dan SK Mendinas Nomor 01UU22 tentamg penggantian EBTANAS SD dengan Ujian akhir Sekolah menyebabkan siswa pada transisi ke SMP harus melewati beberapa kali ujian dan seleksi. Kebijakan Evaluasi tingkat Sekolah Dasar diterapkan siswa hanya cukup ujian dua kali saja yaitu Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional UASBN dan ujian Akhir Sekolah UAS. Kebijakan UAS diterapkan karena EBTANAS dipandang memiliki beberapa kelemahan. Menurut Djemari Mardapi 1999: 79 beberapa kelemahan tersebut adalah secara kuantitas EBTANAS cenderung memacu guru untuk menyelesaikan kegiatan belajar mengajar berdasarkan kurikulum mata pelajaran yang di EBTANAS-kan tetapi tidak demikian untuk mata pelajaran yang lain 2 EBTANAS belum mampu mempercepat peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan dasar dan menengah; 3 EBTANAS berhasil merintis baku mutu untuk SMP namun belum bisa untuk SD dan SMU; 4 EBTANAS merupakan seleksi siswa baru yang efisien dan PM-90 obyektif, namun karakteristik tes berbeda dengan tes seleksi dan 5 validitas prediktif NEM cukup rendah. Djemari Mardapi dkk 1999b: 79 menemukan beberapa hal yang membuat sistem evaluasi hasil belajar yang dilakukan di sekolah maupun didaerah belum mendukung peningkatan kualitas pendidikan, antara lain 1 kualitas tes buatan guru masih kurang memadai; 2 jaringan pengujian di daerah belum dimanfaatkan dengan baik; 3 pelaporan hasil penyelenggaraan ujian oleh guru kepada kepala sekolah belum terlaksana scara rutin; dan 4 hasil-hasil ujian belum dimanfaatkan secara optimal untuk perbaikan proses pembelajaran di kelas. Dari beberapa kelemahan tersebut peneliti ingin mengetahui dimana letak kelemahannya terutama pada ujian tingkat Sekoah Dasar atau yang sekarang ini disebut UASBN. Penelitian ini dirancang untuk dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Sukoharjo, Kecamatan Sukoharjo, dengan melakukan pemetaan penguasaan materi yag dikuasai siswa dalam bidang studi atemaika berdasarkan hasl UASBN Identifikasi Masalah 1. Mutu pendidikan matematika yang relative masih rendah. 2. Prestasi belajar siswa dalam bidang studi matematika masih tergolong rendah bila dilihat dari hasil ujian akhir sekolah berstandar nasonal UASBN. 3. Penilaian hasil belajar masih didominasi oleh guru tanpa melibatkan siswa didalamnya. Pembatasan Masalah atau Fokus Penelitian Matematika merupakan suatu mata pelajaran di sekolah dasar SD diajarkan pada seluruh tingkatan kelas, mulai dari kelas 1 sampai dengan kelas VI untuk tiap semester. Matematika mempunyai cakupan yang luas, oleh karena itu penelitian ini hanya terbatas pada materi kelas IV, V dan VI dengan mengambil pokok bahasan berhitung, pengukuran, geometri dan pengolahan data atau statistik.dimana materi di kelas ini mepakan materi yang dijadikan bahan UASBN. Rumusan Masalah Secara operasional masalah penelitian dalam pengembangan model AfL berdasarkan UASBN dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimana peta kesulitan berdasarkan kemampuan siswa Sekolah Dasar di KecamatanSukoharjo? 2. Bagaimana peta kesulitan berdasarkan letak peta wilayah kecamatan siswa Sekolah Dasar di KecamatanSukoharjo? 3. Bagaimana merencankan Asesmen berdasarkan kesulitan yag dihadapi siswa sekolah dasar ? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah 1. Menentukan peta kesulitan berdasarkan kemampuan siswa Sekolah Dasar di KecamatanSukoharjo. 2. Menentukan peta kesulitan berdasarkan letak peta wilayah kecamatan siswa Sekolah Dasar di KecamatanSukoharjo 3. Merencankan Asesmen berdasarkan kesulitan yag dihadapi siswa sekolah dasar Manfaat Penelitian Dengan mengetahui peta penguasaan materi oleh siswa, maka guru dapat membuat perencanaan dengan baik berdasarkan tingkat kesulitan yang dihadapai siswa. Dengan demikian kebijakan yang akan dilakkan oleh Dinas pendidikan baktingkat kabupaten maupun Kecamatan akan semakin terarah. Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-91 KAJIAN TEORI Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional UASBN Ujian akhir pada SD sudah beberapa kali mengalami perubahan sistem ujian. Pada tahun20062007 ujian akhir dilaksanakan sendiri oleh masing-masing sekolah, dengan berpedoman pada Keputusan Badan Standar Nasional N0mor 550BSNPII2007 tanggal 13 Februari 2007 tentang Perubahan Keputusan Badan Standar Pendidikan Nomor 58 tentang Prosedur Operasi Standar POS Ujian SekolahMadrasah tahun pelajaran 20062007 BSNP, 2007. Pada sistem ini penyelenggara ujian sekolah memilki kewenangan penuh dalam merencanakan dan melaksanakan ujian serta menentukan kelulusan siswa. Sistem ujian akhir final examination yang dilakukan sendiri oleh masing-masing sekolah tersebut memiliki beberapa kelemahan diantaranya, mutu bahan ujian yang digunakan masing- masing sekolah berbeda-beda, bahkan cenderung tudak diketahui. Kualitas tes yang digunakan sangat heterogen di semua wilayah di Indonesia, karena sangat tergantung dengan kemampuan guru yang ada di daerah dalam membuat soal ujian. Hal ini berdampak pada hasil dan kelulusan ujan sekolah yang sering sekali kurang mendapatkan pengakuan dari masyarakat secara luas. Kelemahan mendasar tersebut disikapi pemerintah dengan menyelenggarakan sistem ujian akhir sekolah yang terintegrasi antara ujian sekolah dan ujian nasional yang dikenal dengan istilah Ujian Akhir Sekolah Barstandar Nasional UASBN. Dilihat dari tujuan dan waktu pelasanaannya maka UASBN dapat digolongkan ke dalam tipe tes sumatif summative evaluatin . UASBN dilaksanakan pada akhir satuan pendidikan dan dimaksudkan untuk menilai ketuntasan belajar di sekolah. UASBN adalah ujian nasional yang dilaksanakan dengan pelaksanaan ujian Sekolah Dasar Madrasah Ibtidaiyah Sekolah Dasar Luar Biasa SDMISDLB. Ujian ini dalam pelaksanaannya berpedoman pada Keputusan Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor 983BSNPXI2007 tentang Prosedur Operasi Standar POS. Bentuk tes yang digunakan diantaranya berupa tes tertulis paper and pencil test . Tes tertulis merupakan teknik penilaian yang seringkali digunakan untuk menilai prestasi belajar siswa.Melalui tes prestasi belajar, dapat diperoleh informasi yang dapat menggambarkan kemampuan siswa. Oleh karena itu, pengelolaan ujian dan mutu bahan ujian yang digunakan perlu mendapat perhatian agar hasil tes dapat mencerminkan kemampuan siswa yang sebenarnya. Standar Kompotensi Lulusan Standar Komptensi Lulusan Satuan Pendidikan matematika SDMI adalah: 1. Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-sifatnya, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. 2. Memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur dan sifat-sifatnya serta menerapkananya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. 3. Memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas, volume, sudut, waktu, kecepaan, debit, serta mengaplikasikannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. 4. Memahami konsep koordinat untuk menentukan letak benda dan menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. 5. Memahami konsep pengumpulan data, penyajian data dengan tabel gambar dan grafik diagram, mengurutkan data, rentangan data, rerata hitung modus serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. 6. Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan. 7. Memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif. Permen Diknas No : 232006 hal: 16 Analisis Butir Soal 1. Telaah Butir Soal Depdikbud melalui Pusisjian telah membuat pedoman penelaahan butir soal yang dapat digunakan untuk menilai butir soal bentuk pilihan ganda, yang dikenal dengan nama pedoman penelaahan butir soal. Adapun pedoman tersebut dikemukakan sbb: a. Aspek Materi b.Aspek Konstruksi c.Aspek Bahasa PM-92 Ruang Lingkup Mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SDMI meliputi aspek aspek sebagai berikut. a. Bilangan ,b.Geometri dan pengukuran,cPengolahan data Hasil Belajar Berhitung Ada tiga hasil dalam mata pelajaran berhitung yang harus dapat dicapai oleh tiap anak. Ketiga hasil belajar tersebut adalah 1 pemahaman konsep, 2 keterampilan, dan 3 pemecahan masalah. Berbagai Kekeliruan Umum yang Dilakukan Anak Berkesulitan Belajar Berhitung 1. Kekurangan Pemahaman tentang Simbol 2. Kekurangan Pemahaman tentang Nilai Tempat 3. Kekurangan Pemahaman dalam Melakukan Perhitungan Komputasi 4. Penggunaan Proses Menghitung yang Keliru 5. Tulisan Tidak Dapat Dibaca Kerangka Pikir Hasil UASBN merupakan informasi yang bisa digunakan sebagai acuan untuk melakuka perbaikan di dalam pembelajaran termasuk model asseamennya. Berdasarkan informasi tersebut guru dapat memodifikasi strategi penilaian dan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa. Selanjutnya memberikan tugas terstruktur untuk diselesaikan dalam kelas dan di rumah sebagi dasar bagi guru dalam mengamati perilaku siswa, memberikan umpan balik, dan melibatkan siswa dalam menilai pekerjaan mereka sendiri.Pengamatan secara langsung perilaku siswa selama proses pembelajaran, akan memberikan informasi yang memadai tentang masalah-maslah yang dihadapi mereka,sehingga guru dapat menatapkan banuan untuk mengatasinya. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan kajian teoritik, penelitian yang relevan, kerangka pikir tersebut dan sebagai acuan dalam menguji efektivitas UASBN, pertanyaan dalam penelitian ini : 1. Bagaimana peta kesulitan berdasarkan kemampuan siswa dan letak peta wilayah kecamatan Sekolah Dasar di KecamatanSukoharjo? 2. Bagaimana solusi terhadap hasil pemetaan penguasaan materi berdasarkan UASBN ? 3. Merencankan Asesmen berdasarkan kesulitan yag dihadapi siswa sekolah dasar METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian Penelitian ni merupakan awal dari penelitian Riset and Pengembangan RD.Pada tahapawal ini peneliti mengambil hasil UASBN yang telah dilakukan tahun 20082009 di seluruh SD se kecamatan Sukoharjo. Sebanyak 46 Sekolah Dasar dengan jumlah siswa 1190 Sumber : Disdik Sukoharjo .Hasil lembar UASBN tersebut kita olah dengan bantuan program ITEMAN. Hasil tersebut peneliti melakukan analisis terhadap jawaban, yang nantinya peneliti akan mendapatkan gambaran tentang peta kesulitan yang dilakukan siswa ditinjau dan aspek kognitifnya dengan melihat distraktor yang ditunjukkan oleh kolom prop. endorsing. Selain itu peneliti juga mendapatkan peta kesulitan berdasarkan letak geografis HASIL DANPEMBAHASAN PENELITIAN AWAL Hasil peneltian berupa pemetaan materi yag diangap sulit berdasarkan olah data melaluiprogram ITEMAN , dari 40 soal UASBN Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-93 Tabel kesulitan Berdasarkan Kelas, Materi, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar No Klas Materi Standar Kompetensi Kompetensi Dasar No Soal 1 IV 1. Aritmatika 2. Pengukuran dan Geometri 1. Memahami dan menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan dalam pemecahan masalah pecahan 2 Memahami dan menggunakan faktor dan kelipatan dalam pemecahan masalah 1.Memahami sifat bangun ruang sederhana dan hubungan antar bangun datar 2.Menggunakan konsep keliling dan luas bangun datar sederhana dalam pemecaan masalah 1. Melakkan operasi perkalian dan pembagian 2.Menentukan kelipatan persekutuan terkecil KPK dan faktor kelipatan terbesarFPB 1Menentukan hasil pencerminan suatu bangun datar 2.Menentukan keliling dan luas jajaran genjang dan segitiga 3 12 27 30 2 V 1. Aritmatika 2. Pengukuran dan Geometri 1.Menggunakan Pecahan dalam pemecahan masalah 2.Menghitung luas bangun datar sederhana dan menggunakannya dalam pemecahan masalah 3.Menggunakan pengukuran waktu, sudut, jarak, dan kecepatan dalam pemecahan masalah 1.Memahami sifat bangun ruang sederhana dan hubungan antar bangun datar 2.Menghitung luas bangun datar sederhana dan menggunakannya dalam pemecahan masalah 1 Mengubah pecahan ke bentuk persen serta desimal 2.Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas bangun datar 3.Melakuka operasi hitung yang melibatkan satuan waktu 1.Menghitung volme kubus dan balok 2.Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas bangun datar 10 22 24 34 35 3 VI 1. Aritmatika 2. Pengolahan Data 1. Memahami pecahan sederhana dan penggunaannya dalam pemecahan masalah 2. Memahami pecahan sederhana dan penggunaannya dalam pemecahan masalah 1.Menggunakan sistem koordinat dalam pemecahan masalah 1. Melakukan operasi hitung yang melibatkan berbagai bentuk 2.Memecahkan maslah perbandingan dan skala 1.Menentukan rata-rata hitung dan modus sekumpulan data 9 16 39 PM-94 Tabel 4.5 Rekapitulasi Butir Soal UASBN yang Benar Kurang dari 60 Berdasarkan Prop Endorsing Kecamatan No butir Soal Grogol 3 9 10 12 16 20 21 22 24 27 28 30 31 32 34 35 36 37 39 40 Kartasuro 3 9 10 12 14 16 19 20 21 22 23 24 27 28 31 32 34 38 39 40 Baki 3 6 9 10 12 14 15 16 19 20 21 22 24 25 27 31 32 33 34 35 36 38 39 40 Bendosar 9 10 12 14 15 16 19 20 21 22 24 27 30 31 32 34 35 38 Bulu 9 10 12 16 19 20 22 24 27 30 32 34 38 Gatak 3 6 9 10 12 14 16 20 22 24 27 32 34 38 39 Mojolaban 3 9 10 12 16 20 24 27 28 30 32 38 Nguter 3 9 10 12 16 19 20 24 27 30 32 35 38 Polokarto 3 9 10 12 15 16 19 20 21 22 23 24 27 30 32 34 35 38 39 40 Sukoharjo 3 9 10 11 12 14 15 16 17 18 20 21 24 27 30 31 32 34 35 38 39 40 Twsari 3 7 9 10 12 16 19 22 24 27 30 32 34 35 38 39 Weru 3 9 12 14 16 20 22 24 27 30 32 38 39 Ruang lingkup soal dalam UASBN meliputi BilanganArimatika, Geometri dan Pengukuran, Pengolahan data , dengan pengelompokan sebagai berikut : No 1 sampai dengan 24 Bilangan No 25 sampai dengan 36 geometri dan pengukuran No 37 sampai dengan 40 pengolahan data dan statistik Tabel X Prosentase Kesulitan Aritmatika,Geometri dan Pengolaan Data Antar Kecamatan se Kabupaten Sukoharjo UASBN Matematika 20082009 No Kecamatan Aritmatika Geometri Pengolahan Data 1. Grogol 37,5 67,7 75 2. Kartasura 50 40,2 50 3. Baki 58 50.8 50 4. Bendosari 49 50 25 5. Bulu 33 33,3 25 6. Gatak 42 25 50 7. Mojolaban 29 33,3 25 8. Nguter 33 33,3 25 9. Polokarto 50 40,2 75 10. Sukoharjo 50 50 75 11. Tawangsari 37,5 37,5 50 12. Weru 33 25 50 Kemampuan yang belum dikuasai siswa, berdasarkan analisis pada soal UASBN matematika di Kabupaten Sukoharjo tahun 20082009 1. Menentukan hasil operasi hitung campuran pada bilangan bulat 2. Soal cerita yang berkaitan dengan operasi hitung campuran bilangan pecahan bilangan pecahan biasa, campuran dan desimal 3. Soal cerita yang berkaitan dengan operasi hitung perkalian dan pembagian dengan menggunakan prosentase 4. Menyelesaikan soal cerita yang di dalamnya terdapat KPK Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-95 5. Menyelesaikan soal cerita yang di dalamnya terdapat menggunakan hitung skala 6. Menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan pengukuran dalam geometri,dengan melakukan penyamaan suatu panjang 7. Menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan pengukuran, dengan melakukan penyamaan satuan masaberat 8. Menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan pengukuran dalam geometri,dengan melakukan penyamaan satuan luas 9. Menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan jarak, kecepatan dan waktu 10. Menentukan bentuk bidang datar dari hasil pencerminan dengan sebuah garis 11. Menentukan hasil dari rotasi bangun datar dengan pusat putaran yang telah ditentukan 12. Menenukan keliling gabungan dua bangun datar persegi empat dan setengah lingkaran yang telah ditentukan ukurannya 13. Menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan bentuk geometri bangun datar 14. Menentukan luas dari gabungan dua bangun datar yang ukuran sisinya telah ditenukan 15. Menghitung volume dari bangun ruang yang bentuknya telah ditentukan 16. Menentukan luas permukaan dari sebuah balok yangukuran rusuknya telah ditentukan 17. Menentukan salah satu titik koodinat dari jajar genjang yang telah diketahui 3 itik yang lain dengen diagram kartesius 18. Menentukan unsur yang belum diketahui dari diagram batang 19. Menentukan unsur yang belum diketahui dari diagram lingkaran 20. Menentukan nilai rata-rata dari kumpulan data yang telah diketahui 21. Menyelesaikan soal cerita yang berkaitan denganmodus dari data yang telah diketahi DAFTAR PUSTAKA Abdurrahaman Mulyono, 2003, Pendidikan Bagi Anak Berkesuliatan Belajar , Jakarta, Rineka Cipta Anonim. 2003. UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003. Depdiknas. ----------. 2008. Peraturan Menteri No. 77 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Ujian Nasional . Jakarta: Depdiknas Borg,W.R., Gall,M.D.1983. Educational research and introduction . New York : Logman. De Lange, J. 1999. Frame for Classroom Assessment in Mathimatics . Ultrat: Freudental Institute. Depdiknas. 2006. Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulsan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.www.unm.ac.id Depdiknas . 2007. Peraturan Operasi Standar PS UASBN untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.Jakarta: BSNP Depdiknas . 2007.UASBN SD tahun 2008.Jakarta : BSNP Depdiknas. 2007.Keputusan BSNP Nomor 550BSNPII2007.Jakarta : BSNP Djemari Mardapi. 2008. Teknis Penyusunan Instumen tes dan nontes. Yoyakarta: Mitra Cendekia Press. Djemari Mardapi, dkk.1999b. Suvey kegiatan guru dalam melakukan penilaian di kelas . Lapoan Penelitian. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta. Eid, Karim Ghada. 2005. The Effects of Sample Size on the Equating of Test Items . Proquest Journals. Vol. 126, Iss. 1; pg. 165, 16 pgs diakses tanggal 22 Januari 2009. PM-96 Gronlund, Norman E. 2006. Measurement Evaluation in Teaching . MacMillan Publishing Indrajati Sidi. November 2004. Peningkatan kualitas pendidikan melalui sistem pendidikan. Media Informasi Newsletter HEPI ,I2,1. Iwan Pranoto, 2010, Pengajaran Matematika Salah Konsep , Kompas, 23 Januari PERMEN DIKNAS, 2006, Peraturan MenteriPendidikan Nasioal No: 232006 tentang STANDAR KOMPETENSI LULUSAN SKL, Jakarta, Balai Pustaka Departemen Pendidikan Nasional, 2009, UJIAN AKHIR SEKOLAH BERSTADAR NASIONAL Matematika SDMI naskah Ujian P.02 UTAMA Tahun Pelajaran 20082009 Suryanto, 2000, Hambatan Dalam Pengajaran Matematika Di Sekolah Dasar, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-97 PEMANFAATAN MICROSOFT ACCESS SEBAGAI PEREKAM KINERJA AKADEMIK MAHASISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN Sri Andayani Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Abstrak Teknologi komputer telah banyak dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan perencanaan pembelajaran, alat bantu pembelajaran, media, administrasi dan asesmen. Dalam hal asesmen, dosen dapat menggunakan teknologi komputer untuk memfasilitasi berbagai macam strategi asesmen dan evaluasi. Salah satunya adalah menggunakan program aplikasi basis data Microsoft Access untuk merekam data kinerja akademis mahasiswa dalam proses pembelajaran. Perekaman data kinerja akademis mahasiswa selama proses pembelajaran merupakan implementasi dari asessment alternative , yakni suatu pemanfaatan pendekatan non-tradisional untuk memberi penilaian kinerja atau hasil belajar mahasiswa. Asesmen bukan kegiatan yang terpisah dari pembelajaran, sehingga selayaknya dosen mengumpulkan semua sumber informasi sebanyak mungkin dari mahasiswa melalui observasi, wawancara, atau memberi tugas individu maupun kelompok. Perangkat pembantu untuk melakukan asesmen tersebut dapat dikembangkan dalam bentuk aplikasi basis data sederhana dengan menggunakan Microsoft Access. Beberapa tabel yang diperlukan untuk mencatat data kinerja mahasiswa dalam proses pembelajaran adalah tabel data mahasiswa, matakuliah, jenis tugas, rubrik penilaian, deskripsi tugas dan penilaian. Dengan aplikasi yang dikembangkan diharapkan dapat membantu dosen dalam mengolah dan menyimpan data-data kinerja akademik mahasiswa selama pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai dasar perhitungan nilai akhir mata kuliah. Kata kunci: Asesmen pembelajaran, teknologi komputer, Microsoft Access. PENDAHULUAN Perkembangan teknologi dewasa ini telah menyediakan berbagai kemudahan dalam mendukung pelaksanaan proses pembelajaran. Komputer dan berbagai perangkat pendukungnya telah menjadi piranti yang dibutuhkan dalam setiap aspek kegiatan pembelajaran dan administrasinya. Teknologi komputer banyak dimanfaatkan sebagai alat bantu pembelajaran atau media, dan untuk melakukan perencanaan pembelajaran, administrasi dan asesmen. Dalam hal asesmen, teknologi komputer digunakan untuk memfasilitasi berbagai macam strategi asesmen dan evaluasi. Asesmen bukan sekedar aktivitas yang cukup melibatkan suatu test tunggal atau serangkaian tes baku. Tes baku didasarkan pada prinsip-prinsip validitas, reliabilitas keadilan, kemanfaatan dan akurasi suatu pengukuran hasil belajar. Berdasarkan teori konstruktivisme yang memandang pembelajaran sebagai suatu proses yang dilakukan peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, maka tes baku semakin tidak relevan untuk digunakan sebagai asesmen pembelajaran. Pertengahan tahun 1980 menjadi saksi tumbuhnya tuntutan reformasi dalam paktek penilaian asesmen pembelajaran. Setidaknya ada 3 hal yang mempengaruhi tuntutan tersebut, Sri Andayani Pemanfaatan Microsoft Access PM-98 yaitu 1. Alam perubahan dalam tujuan pendidikan, 2 hubungan antara asesmen dengan pembelajaran, dan 3. Keterbatasan metode pencatatan kinerja dan pemberian nilai Marzano, dkk. 1994: 9. Pada tahun 1987 The National Board for Professional Teaching Standards NBPTS, suatu badan nasional Amerika yang konsen dalam meningkatkan profesionalisme pembelajaran, menyatakan asesmen seharusnya memberikan makna yang lebih kompleks dan berarti dalam memverifikasi kompetensi guru dengan menggunakan berbagai proses Bullock Hawk, 2005:7. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam kaitannya dengan pemanfaatan teknologi dalam asesmen adalah: 1 menggunakan teknologi untuk melakukan asesmen pembelajaran suatu mata kuliah terhadap mahasiswa dengan menggunakan teknik asesmen yang bervariasi, 2 menggunakan sumber-sumber teknologi untuk mengumpulkan dan menganalisis data, menginterpretasikan hasil, dan mengkomunikasikan temuannya untuk meningkatkan praktek pembelajaran dan memaksimalkan pembelajaran mahasiswa, dan 3 menerapkan multi metode evaluasi untuk menentukan penggunaan sumber teknologi yang tepat bagi mahasiswa untuk pembelajaran, komunikasi dan produktivitas Lever-Duffy McDonald, 2008:9 Banyak cara yang dapat dilakukan dosen untuk melakukan penilaian atas kinerja mahasiswa dalam mata kuliah. Seiring dengan pergeseran paradigma pembelajaran yang melihat peserta didik sebagai seorang yang berproses dalam pembelajarannya, penilaian yang dilakukan dosen tidak boleh hanya bertumpu pada suatu tes baku yang dilakukan secara singkat yang kadangkala memiliki banyak kelemahan. Dosen dapat menerapkan asesmen alternatif dalam penentuan nilai akhir suatu mata kuliah, yakni suatu pemanfaatan pendekatan non-tradisional pencil and paper test untuk memberi penilaian kinerja atau hasil belajar mahasiswa. Asesmen alternatif dipandang sebagai upaya untuk mengintegrasikan kegiatan pengukuran hasil belajar dengan keseluruhan proses pembelajaran Asmawi Zainul, 2005:3. Oleh karena itu selayaknya setiap dosen mempunyai rekaman kinerja akademik mahasiswa dalam mata kuliah yang diampunya, yang merupakan kumpulan informasi atas kinerja mahasiswa mulai dari awal hingga akhir perkuliahan dan dapat digunakan menjadi dasar penentuan nilai akhir matakuliah. Memperhatikan perkembangan teknologi saat ini, maka dapat dikembangkan suatu fasilitas berbasis komputer yang memudahkan dosen untuk merekam semua kinerja akademik mahasiswa selama perkuliahan. Beberapa perangkat lunak bantu dapat dimanfaatkan untuk membuat fasilitas yang dimaksud, di antaranya adalah Microsoft Access . Microsoft Access merupakan suatu program aplikasi untuk mengolah basis data database . Database dalam Access terdiri atas satu atau lebih table, query, form, report, page, makro dan modul yang semuanya saling terkait. Banyaknya objek maksimum yang dimiliki sebuah file database adalah 32768 objek. PEMBAHASAN Fasilitas rekaman kinerja akademik berbasis komputer dapat dipandang sebagai suatu program aplikasi basis data. Pengembangan fasilitas ini akan memperhatikan sebagai berikut. 1. Rekaman tersebut diharapkan dapat mengakomodasi semua jenis penilaian kinerja mahasiswa, untuk itu dibutuhkan identifikasi tentang semua asesmen kinerja beserta cara penilaiannya. 2. Rekaman dapat menghasilkan laporan kinerja mahasiswa berdasarkan kriteria tertentu, untuk itu dibutuhkan rancangan basis data guna menyimpan data-data yang terkait dengan penilaian kinerja mahasiswa. Identifikasi Jenis-jenis Asesmen alternatif Asesmen dapat dipandang sebagai proses pengumpulan informasi, baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif, yang dilakukan secara sistematis, sebagai cara untuk menginformasikan kepada peserta didik tentang bagaimana yang mereka kerjakan atau sebaik apa yang telah mereka lakukan dalam pembelajaran. Visi penting dari asesmen adalah sebagai suatu proses dinamis yang Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-99 secara kontinu menghasilkan informasi tentang kemajuan prestasi siswa yang tercantum dalam tujuan pembelajaran Graf ield, dikutip Cholis Sa’dijah, 2009 Istilah alternative assesment, authentic assesment dan performance assesment sering dipertukarkan pemakaiannya, meskipun istilah-istilah tersebut mempunyai arti yang berbeda- beda. Alternative assesment merujuk pada sebarang dan semua asesmen yang berbeda dari bentuk asesmen yang mewarnai sebagian besar asesmen standar di kelas. Authentic assesment mengungkap bahwa asesmen seharusnya mengajak mahasiswa agar menerapkan pengetahuan dan ketrampilan dengan cara yang sama sebagaimana mereka berada di dunia nyata, di luar sekolah. Performance assesment merupakan istilah yang lebih luas pengertiannya, yang meliputi karakteristik dalam alternative assesment dan authentic assesment Marzano, dkk. 1994:13. Pengertian dasar ketiga istilah di atas adalah assesment , yang mengharuskan mahasiswa mempertunjukkan kinerja, bukan menjawab atau memilih jawaban dari sederetan kemungkinan jawaban yang sudah disediakan Asmawi Zainul, 2005:8. Asesmen kinerja dilakukan melalui pemberian tugas dan penilaiannya dilakukan dengan menggunakan rubrik, yaitu kriteria yang disepakati terlebih dahulu. Asesmen bukan kegiatan yang terpisah dari pembelajaran. Dosen seharusnya mengumpulkan semua sumber informasi sebanyak mungkin dari mahasiswa Duffy Jonassen, 1992:39. Informasi dapat dikumpulkan dengan melakukan observasi, wawancara, memberi tugas individu maupun kelompok. Asesmen kinerja dilakukan diwujudkan berdasarkan “empat asumsi” pokok, yaitu 1 asesmen kinerja yang didasarkan pada partisipasi aktif mahasiswa, 2 tugas-tugas yang diberikan atau dikerjakan oleh mahasiswa yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan proses pembelajaran, 3 asesmen tidak hanya untuk mengetahui pembelajaran, tetapi lebih dari itu, asesmen juga dimaksudkan untuk memperbaiki proses pembelajaran, dan 4 dengan mengetahui lebih dahulu kriteria yang akan digunakan untuk mengukur dan menilai keberhasilan proses pembelajarannya, mahasiswa akan secara terbuka dan aktif berupaya untuk mencapai tujuan pembelajaran Asmawi Zainul, 2005:9. Menurut Asmawi Zainul 2005:11 ada 11 macam tugas yang dapat diberikan dalam melakukan asesmen kinerja mahasiswa. Bentuk tugas-tugas tersebut disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Jenis-jenis tugas untuk asesmen kinerja siswa No Jenis Tugas Keterangan 1 Computer adaptive testing Bentuk ini berbeda dengan bentuk tes obyektif 2 Tes pilihan ganda yang diperluas Tes ini tidak sekedar memilih jawaban yang benar akan tetapi menuntut mahasiswa memikirkan alasan pemilihan jawabannya. 3 Extended-response atau open ended question Tugas bentuk ini bersifat terbuka, artinya tidak menuntut adanya satu jawaban „benar’ yang terpola. 4 Group performance assessment tugas yang dikerjakan secara berkelompok oleh mahasiswa 5 Individual performance assessment Tugas individual yang dikerjakan secara mandiri oleh mahasiswa 6 Interview Mahasiswa merespon pertanyaan-pertanyaan dari dosen 7 Nontraditional test items Butir soal tidak bersifat obyektif tetapi merupakan suatu perangkat respon yang mengharuskan mahasiswa memilih berdasarkan kriteria yang ditetapkan. 8 Observasi Dilakukan baik secara terbuka maupun tertutup pada saat mahasiswa melakukan suatu tugas 9 Portofolio Suatu kumpulan hasil karya mahasiswa yang disusun berdasarkan urutan waktu maupun urutan kategori kegiatan. 10 Project, exhibition atau demonstration . Asesmen jenis ini dapat merupakan suatu penyelesaian tugas yang lebih kompleks yang dapat memperlihatkan penguasaan kemampuan mahasiswa pada tingkatan tertentu. 11 Short-answer, open ended . Pertanyaan terbuka yang menuntut jawaban singkat tetapi bukan memilih jawaban dari sederet alternatif jawaban yang disediakan. Sri Andayani Pemanfaatan Microsoft Access PM-100 Penilaian terhadap tugas yang diberikan harus berpegang pada suatu kriteria penilaian yang telah ditentukan sebelumnya. Berbeda dengan paper and pencil based test yang dapat bergantung pada kunci jawaban, asesmen kinerja membutuhkan suatu kriteria penilaian yang lebih kompleks dalam melakukan penilaian hasil pekerjaan mahasiswa. Kriteria penilaian tersebut harus dapat menghindari adanya subyektivitas dosen dalam melakukan penilaian. Diperlukan cara-cara tertentu yang dapat menjamin reliabilitas, kebenaran dan keadilan penilaian. Untuk itu dikembangkan seperangkat kriteria penilaian yang biasa disebut dengan rubrik, yang dapat membantu menentukan tingkat ketercapaian kinerja yang diharapkan. Pada dasarnya, rubrik terdiri dari daftar yang memuat 2 kolom aspek penilaian. Kolom pertama adalah kriteria yang berupa dimensi-dimensi kinerja, aspek-aspek atau konsep-konsep yang akan dinilai. Kolom kedua adalah gradasi mutu dari dimensi kinerjaaspekkonsep yang dinilai, yang diwujudkan dalam bentuk skor, mulai dari tingkat yang paling sempurna sampai dengan tingkat paling buruk. Kriteria dapat dinyatakan secara garis besar kemudian dirinci menjadi komponen-komponen penting, atau dapat langsung dinyatakan dalam komponen- komponennya tanpa dikelompokkan dalam garis besar. Ada 2 macam rubrik jika ditinjau dari cakupannya, yaitu rubrik yang berlaku umum dan rubrik bersifat khusus. Rubrik yang berlaku umum berisi kriteria yang dapat digunakan untuk semua jenis tugas, tanpa memandang materi topik yang diberikan dalam tugas. Rubrik khusus hanya berlaku untuk suatu topik tertentu dalam mata kuliah tertentu. Rubrik umum dapat disajikan dalam bentuk holistic rubric atau dalam bentuk analytic rubric. Tabel 2 berikut merupakan contoh holistic rubric yang dapat digunakan untuk beberapa jenis tugas, tanpa melihat isi topik yang diberikan dalam tugas. Tabel 2. Holistic rubric Skor Deskripsi 4 Respon terhadap tugas sangat spesifik. Informasi yang diberikan akurat dan memperlihatkan pemahaman yang utuh. Respons dikemukakan dalam suatu tulisan yang lancar dan hidup. Jawaban singkat dan langsung ke masalah yang diminta. Kesimpulan atau pendapat mengalir secara logis. Secara lengkap respon lengkap dan sangat menuaskan. 3 Respon sudah menjawab tugas yang diberikan. Informasi yang diberikan akurat. Respon dikemukakan dalam tulisan yang lancar. Uraian cenderung bertele-tele. 2 Respon kurang memuaskan. Meskipun informasi yang diberikan akurat tetapi tidak ada kesimpulan atau pendapat. alur berpikir kurang logis. 1 Respon tidak menjawab tugas yang diberikan. Banyak inofrmasi yang hilang dan tidak akurat. Tidak ada kesimpulan atau pendapat. Secara menyeluruh respon tidak akurat dan tidak lengkap. Penyusunan rancangan basis data Fasilitas berbasis komputer rekaman kinerja akademik mahasiswa dirancang untuk dapat mempermudah penyimpanan dan pengolahan data-data asesmen kinerja mahasiswa. Untuk itu, prinsip pembuatan basis data harus digunakan dalam merancang tabel-tabel yang akan dipakai menyimpan data, agar tidak terjadi duplikasi, redudansi dan inkonsistensi data. Tabel-tabel yang akan digunakan adalah sebagai berikut: 1. Tabel student , berfungsi untuk menyimpan data nama mahasiswa, NIM dan kelasnya. 2. Tabel Jenis Task , untuk menyimpan 12 macam bentuk tugas sebagai perwujudan asesmen kinerja beserta jenis rubrik yang digunakan untuk penilaian, seperti telah disebutkan di atas 3. Tabel Jenis rubrik, berfungsi menyimpan jenis rubrik diantaranya holistic dan analytic rubrik Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-101 4. Tabel rubrik, untuk menyimpan detik isi rubrik yang meliputi kriteria yang dinilai dan skornya 5. Tabel assignment . Tabel ini digunakan untuk menyimpan detil tugas yang diberikan oleh dosen, diantaranya deskripsi tugas, tanggal pengumpulan dan kode matakuliah 6. Tabel Matakuliah, berisi kode matakuliah dan nama matakuliah. 7. Tabel Kelas, berfungsi menyimpan kode kelas dan nam kelas. 8. Tabel Penilaian, berfungsi menyimpan komentar yang diberikan dosen atas hasil pekerjaan tugas mahasiswa, disertai dengan skor sesuai dengan rubrik yang digunakan. Deskripsi field-field yang terdapat pada masing-masing tabel disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Deskripsi Tabel-tabel dalam rekaman kinerja akademik mahasiswa No Nama Tabel Nama field Tipe data field Fungsi field 1 Student NIM Text Menyimpan data NIM Nama Text Menyimpan data Nama mahasiswa Kelas Number Menyimpan kode untuk tiap kelas 2 Jenis Task Id jenis tugas Number Menyimpan kode unik jenis tugas Jenis Text Menyimpan nama jenis tugas Keterangan Memo Member keterangan jenis tugas Id rubric Number Menghubungkan jenis task dengan rubric yang digunakan 3 Jenis rubric Id rubric Number Menyimpan kode unik jenis rubric Nama rubric Text Menyimpan nama rubric keterangan text Memberi keterangan rubric 4 Rubrik Id Rubric Number Menyimpan kode unik jenis rubric skor Number Menyimpan Skor dalam rubric Arti skor Memo Memberi arti skor dalam rubric keterangan Memo Menyimpan keterangan jika diperlukan 5 Assignment Id assignment Number Kode unik untuk tugas yang diberikan Id jenis tugas Number Menghubungkan ke id jenis tugas Nama tugas Text Menyimpan Nama tugas Deskripsi Memo Deskripsi lengkap tiap tugas Tgl diberikan Datetime Tanggal tugas diberikan Tgl pengumpulan Datetime Tanggal tugas seharusnya dikumpulkan Kode MK Text Menghubungkan kode matakuliah 6 Mata kuliah Kode MK Text Menyimpan Kode matakuliah Nama matakuliah text Menyimpan Nama matakuliah 7 Kelas Id kelas Number Kode unik tiap kelas Nama kelas Text Menyimpan Nama kelas 8 Penilaian Id assignment Number Kode unik untuk tugas yang diberikan NIM text Menghubungkan ke data NIM Keterangan Text Keterangan penilaian jika diperlukan Skor Text Skor penilaian tugas Relasi antar tabel-tabel tersebut ditunjukkan dalam Gambar 1 berikut. Sri Andayani Pemanfaatan Microsoft Access PM-102 Gambar 1. Relasi antar tabel Rancangan tabel-tabel tersebut kemudian diimplementasikan dengan menggunakan perangkat lunak bantu Microsoft Access . Setelah tabel-tabel yang dibutuhkan dibuat, selanjutnya dibuat formulir yang berfungsi sebagai antarmuka untuk memudahkan dosen dalam memasukkan data-data tugas dan penilaian tugas mahasiswa. Berikut ini 3 form utama yang dianggap penting sebagai antarmuka yang harus ada untuk memasukkan data tugas dan penilaiannya. Form ditampilkan dalam bentuk split form , yakni data yang telah tersimpan dalam tabel yang bersesuaian dapat dilihat pada bagian bawah form. Form- form juga dilengkapi dengan tombol tambah data, hapus data dan simpan. a. Form student , untuk memasukkan data-data mahasiswa, ditunjukkan dalam gambar 2. Gambar 2. Form student b. Form Assignment , sebagai antarmuka untuk memasukkan data tugas yang akan diberikan dosen. Field id jenis tugas dan kode MK dalam form tersebut dilengkapi dengan tombol drop down , sehingga dosen hanya tinggal memilih data yang diinginkan dari tabel yang bersesuaian. Gambar 3 menunjukkan form assignment . Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-103 Gambar 3. Form assignment c. Form Penilaian, seperti ditunjukkan dalam Gambar 4, digunakan sebagai antarmuka untuk memasukkan data penilaian tugas untuk setiap mahasiswa. Pada field id assignment , dosen tinggal memilih data id tugas dari tabel assignment . Dengan demikian, dosen akan terhindar dari kesalahan memasukkan data id assignment . Demikian juga pada field skor, tombol drop down disediakan untuk memudahkan dosen melihat skor sesuai dengan rubrik penilaian untuk tugas yang diberikan. Gambar 4. Form penilaian Langkah terakhir yang menjadi tujuan utama dalam pembuatan aplikasi rekaman kinerja akademik ini adalah membuat report laporan. Report dapat dibuat berdasarkan tabel yang ada atau berdasarkan query . Query adalah rangkaian perintah yang bertujuan memperoleh data yang lebih lengkap dengan menggunakan hubungan data antar tabel. Contoh query yang bertujuan untuk memperoleh hasil penilaian ditunjukkan dalam Gambar 5. Query tersebut menggunakan semua tabel yang ada, karena untuk mendapatkan data penilaian yang lengkap, harus mengakses field-field pada tabel yang saling berkaitan. Sri Andayani Pemanfaatan Microsoft Access PM-104 Gambar 5. Query untuk memperoleh data penilaian lengkap dari tabel-tabel terkait Berdasarkan query tersebut dapat dibuat laporan penilaian, dengan format yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Gambar 6 berikut menunjukkan salah satu contoh laporan yang dapat dihasilkan dari aplikasi rekaman kinerja akademik mahasiswa. Gambar 6. Contoh laporan penilaian hasil program rekaman akademik Gambar 6 menunjukkan laporan penilaian pada satu tugas tertentu. Fasilitas berbasis komputer rekaman kinerja akademik ini dapat menghasilkan laporan yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan penilaian yang akan dilakukan oleh dosen. KESIMPULAN Perangkat lunak bantu Microsoft Access dapat digunakan untuk mengembangkan program aplikasi basis data sederhana untuk merekam kinerja akademik mahasiswa yang dapat Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-105 mengakomodasi kebutuhan dosen dalam menyimpan data-data asesmen kinerja mahasiswa dalam suatu matakuliah. Tabel yang dirancang diharapkan dapat menampung semua aspek penilaian yang seharusnya digunakan dosen dalam melakukan penilaian. Laporan yang dihasilkan dapat diatur agar sesuai dengan kebutuhan saat melakukan penilaian. DAFTAR PUSTAKA Asmawi Zainul. 2005. Alternative Assesment . Pusat Antar Universitas - Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruktional - Universitas Terbuka PAU-PPAI-UT. Jakarta Bullock, A.A. Hawk, P.P. 2005. Developing a Teaching Portofolio, A Guide for Preservice and Practicing Teachers. Second Edition. Pearson Education, Inc. New Jersey. Cholis Sa’dijah. Asesmen kinerja dalam pembelajaran matematika , tersedia di http:jurnaljpi.files.wordpress.com200909vol-4-no-2-cholis-sadijah.pdf. Diunduh tgl 9 Maret 2010 Lever-Duffy, J. McDonald, J.B. 2008. Teaching and Learning with Technology. Pearson Education, Inc. Boston. Duffy,T.M. Jonassen,D.H. 1992. Contructivism and the technology of instruction, A conversation. Lawrence and Erlbaum Associates, Publisher. New Jersey. Marzano,R.J, Pickering,D.J, McTighe,J. 1994. Assesing student Outcomes: Performance assesment using the dimensions of learning model. Association for supervision and curriculum development, Alexandria, Virginia USA Sri Andayani Pemanfaatan Microsoft Access PM-106 Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-107 PEMBELAJARAN PEMBAGIAN MENGGUNAKAN PERAGA MANIPULATIF DENGAN PENDEKATAN ALGORITMA TUNGGAL Qodri Ali Hasan Universitas Palangkaraya Abstrak Tujuan penelitian ini adalah menyusun kegiatan pembelajaran pembagian yang pengajarannya dengan kasus konkret dan alat peraga untuk membantu siswa memahami prinsip-prinsip pembagian, Penelitian ini merupakan penelitian tindakan yang menggunakan pendekatan kualitatif. Sumber data dari penelitian ini adalah 11 siswa sekolah dasar di Kelurahan Panarung Kotamadya Palangkaraya yang tidak mampu melakukan operasi pembagian. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pembelajarannya dapat dilakukan sebagai berikut : a tahap awal yaitu i mengingatkan kepada siswa akan materi prasyarat yang diperlukan, ii memperkenalkan konsep-konsep yang ada dalam algoritma pembagian melalui contoh- conto relevan kasus nyatakonkret yang sering dijumpai siswa; b tahap inti yaitu i menunjukkan contoh-contoh konsep yang relevan, ii dengan benda konkret melakukan manipulasi pembagian, iii dengan gambar mental konsep tersebut disajikan dalam bentuk semi konkret, iv dengan menggunakan tabel, konsep pembagian disajikan dalam bentuk simbol; c tahap akhir yaitu i sebagai pemantapan materi siswa diminta mengerjakan LKS dengan melakukan manipulasi sendiri, ii membahas hasil kerja siswa secara bersama-sama, iii menegaskan kembali konsep yang benar. Kata kunci: Pembelajaran, Algoritma pembagian, Kasus konkret, Alat peraga PENDAHULUAN Ada 4 empat operasi hitung dasar pada bilangan cacah, keempat operasi hitung ini adalah penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian Surtini, 2000:1. Penguasaan operasi hitung dasar sangat penting karena operasi ini akan menjadi dasar bagi mereka yang mau belajar matematika, oleh karena itu konsep berhitung harus benar-benar dipahami oleh mereka yang akan belajar matematika. Untuk menanamkan konsep berhitung perlu dilakukan suatu pengajaran yang lebih memungkinkan siswa untuk memahami konsep tersebut. Sehingga penyajian secara enaktif, ikonik, dan simbolik perlu dilakukan untuk lebih memudahkan seseorang memahami konsep Bruner dalam Dahar 1988:124. Di antara keempat operasi hitung pembagian adalah yang paling sulit untuk dipelajari John, 1988:107. Mengingat pentingnya penguasaan konsep berhitung maka konsep berhitung perlu benar-benar dikuasai siswa. Hudojo 1988:10 mengatakan bahwa teori belajar sangat membantu guru dalam menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa. Ruseffendi 1992:107 menyatakan bahwa begitu pentingnya pengetahuan tentang teori belajar dalam sistem penyampaian materi dalam kelas, sehingga setiap metode pengajaran dapat selalu disesuaikan dengan teori-teori belajar. Pada umumnya siswa Sekolah Dasar berumur sekitar 7 – 12 tahun. Menurut Piaget dalam Hudoyo, 1988:45 anak seumur itu pada tahap operasi konkret. Periode ini disebut operasi konkret sebab berfikir logikanya didasarkan atas manipulasi fisik dan objek-objek atau peristiwa- peristiwa yang langsung dialaminya Hudoyo, 1979:87. Operasi pada periode ini terikat kepada pengalaman pribadi dan pengalaman-pengalaman ini konkret bukan formal. Anak pada tahap ini dapat bernalar secara induktif tetapi masih sangat lemah dalam bernalar deduktif dan masih Qodri Ali Hasan Pembelajaran Pembagian Menggunakan PM-108 mengalami kesulitan-kesulitan dalam menangkap ide atau gagasan-gagasan abstrak Sutawidjaja, 1998:4. Untuk itu yang perlu diperhatikan pada tahap operasi konkret adalah siswa dapat lebih memahami konsep-konsep matematika yang didasarkan pada benda-benda konkret. Bahkan Ausubel dalam Hudojo, 1979:95 menekankan bahwa sekalipun seseorang sudah dalam operasi formal, bila menghadapi suatu konsep yang benar-benar baru biasanya cenderung menggunakan pendekatan konkret. Berdasarkan pernyataan di atas, maka penyajian konsep berhitung perlu mendapat perhatian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kennedy dan Tips 1994:342 yang menyatakan bahwa pengajaran pada tahap awal pengenalan operasi hitung bentuk abstrak masih sulit untuk dipahami oleh siswa, oleh sebab itu diperlukan lingkungan belajar dalam situasi nyata dan dengan cara yang sederhana kepada siswa agar mampu memahami konsep abstrak. As’ari 1998:5 menyatakan bahwa untuk memudahkan seorang anak memahami konsep matematika yang abstrak, perlu menggunakan masalah yang konket dan benda-benda konkret. Untuk membantu siswa memahami materi yang abstrak, perlu alat peraga yang memungkinkan siswa untuk memahami materi tersebut. Alat peraga digunakan sebagai perantara antara hal yang konkret yang dipahami siswa dengan konsep matematika yang abstrak. Dengan alat peraga diharapkan cara-cara penyajian materi sesuai dengan tahapan perkembangan mental siswa. Banyak siswa SMP dan SMA yang masih kesulitan melakukan pembagian padahal pembelajaran pembagian adalah pembelajaran yang dilakukan di Sekolah Dasar, Hal ini mungkin disebabkan mereka tidak memahami proses bagaimana pembagian dilakukan. Untuk itu perlu dilakukan pencarian model pembelajaran pembagian yang memungkinkan siswa untuk lebih mudah memahami pembagian. Sedangkan yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana mengajarkan konsep pembagian pada siswa Sekolah Dasar memperkenalkan algoritma pembagian dengan menggunakan kasus konkret?. Sejalan dengan pertanyaan di atas, maka penelitian ini bertujuan menyusun kegiatan pembelajaran pada topik pembagian yang dilakukan dengan mempergunakan kasus-kasus pembagian yang konkret yang sering dijumpai siswa dari lingkungan sekitarnya. untuk membantu menemukan prinsip-prinsip pembagian. METODE PENELITIAN Penelitian ini didesain untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi guru dalam memilih pendekatan mengajar yang sesuai. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Moleong 2000:4, Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk menelusuri dan mendapatkan gambaran secara jelas tentang fenomena yang tampak selama proses pembelajaran berlangsung. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas PTK, karena sesuai dengan karakteristik penelitian tindakan kelas Kasbolah, 1 998:14; Madya, 1994:27; As’ari, 2000:14 merupakan penelitian yang bersifat reflektif dilakukan dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas guru mengajar, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan agar menjadi lebih profesional. Prinsip dasar setiap tindakan dalam penelitian ini mengacu pada model Hopkins dalam Tim Pelatih Proyek PGSM, 1999:5 yaitu yang digambarkan sebagai siklus spiral yang terdiri dari empat komponen yaitu perencanaan, pemberian tindakan, pengamatan observasi, dan refleksi. Sumber data penelitian adalah seluruh siswa yang mau mengikuti pembelajaran pembagian yang di adakan di LBB Teknos Palangkaraya. Untuk lebih mendalami tentang pemahaman siswa tentang materi pembelajaran dipilih 3 tiga siswa berdasarkan tes awal dari semua siswa yang ikut, masing-masing 1 satu siswa yang mendapat nilai tertinggi, sedang, dan terendah Data dalam penelitian didapatkan dengan cara wawancara yang direkam untuk mendalami pemahaman siswa, hasil pengamatan untuk mengetahui proses pelaksanaan Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-109 pembelajaran, hasil tes awal, hasil tes di akhir setiap tindakan, catatan lapangan yang meliputi seluruh catatan menyangkut dengan kegiatan pada saat tindakan, serta koesioner tentang sikap siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan kasus yang konkret dan menggunakan alat peraga sederhana. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan alur sebagaimana yang dikemukakan oleh Mills dan Huberman dalam Mc Niff, 1992:166, yaitu : 1 reduksi data; 2 penyajian data; 3 penarikan kesimpulan atau verifikasi. Ketiga komponen ini merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dan prosesnya berulang secara interaktif. Analisis data dilakukan selama dan atau sesudah pengumpulan data. HASIL PENELITIAN Untuk menanamkan konsep pembagian pembelajaran dilaksanakan dalam dua topik. Topik I adalah memperkenalkan algoritma pembagian dalam bentuk sederhana yaitu pembagian hanya melibatkan satu satuan. Pada topik ini siswa diajarkan untuk memahami adanya bilangan yang dibagi, bilangan pembagi, bilangan hasil bagi dan bilangan sisa pembagian. Topik I diperkenalkan melalui kasus-kasus yang sering dijumpai siswa dalam lingkungannya. Umumnya siswa sudah mengenal pembagian yang pernah dijumpai dari lingkungan sekitar siswa, seperti membagi mangga kepada beberapa anak, membagi satu kotak kelereng ke beberapa kotak yang lebih kecil. Dari kasus yang diketahu ini siswa sudah memahami adanya sesuatu yang dibagi, pembagi, hasil bagi, dan sisa. Hasil tes akhir dari topik I ternyata cukup bagus. Evaluasi di akhir pembelajaran dalam bentuk tes menunjukkan bahwa rata-rata skor kelas adalah 87,21 dan siswa yang memperoleh nilai 65 sebanyak 100 siswa. Kegiatan pembelajaran II adalah memperkenalkan alat peraga pembagian pada siswa, hal ini dilakukan karena alat peraga pembagian merupakan barang baru yang baru dikenal siswa. Alat peraga merupakan upaya menterjemahkan kasus konkret dengan benda konkret yang umumnya lebih mudah dipahami siswa. Evaluasi di akhir pembelajaran dalam bentuk tes menunjukkan bahwa rata-rata skor kelas adalah 88,64 dan siswa yang memperoleh nilai 65 sebanyak 100 siswa. Dilihat dari proses pembelajaran umumnya siswa aktif dan berani bertanya pada guru mengenai hal-hal yang masih kurang jelas. Berdasarkan observasi dan refleksi dari Topik I sampai topik II dan dari hasil kuesioner serta hasil wawancara dapat dikemukakan temuan penelitian sebagai berikut. 1. Dari pembelajaran topik 1 ternyata siswa memahami antribut-atribut pada pembagian seperti bilangan yang dibagi, bilangan pembagi, bilangan hasil bagi, dan sisa pembagian. 2. Dari pembelajaran topik II siswa mampu memahami prosedur pembagian berikut a. Menentukan satuan terbesar pembagi b. Mengurangi bilangan yang dibagi dengan bilangan pembagi dikalikan satuan pembagi sampai bilangan yang dibagi lebih kecil dari bilangan pembagi dikalikan satuan pembagi. c. Menuliskan banyaknya pengurangan dan satuan diatas simbol pembagian d. Menuliskan sisa pembagian di bawah garis. e. Mengecilkan satuan pembagi, jika sisa lebih besar dari pembagi maka dilakukan pengurangan seperti pada b, jika tidak satuan pembagi diperkecil lagi. f. Melakukan prosedur b sampai e algoritma pembagian berulang-ulang sehingga sisa pembagian nol atau hasil bagi membentuk pola yang sama. 3. Pembelajaran yang dilakukan membuat siswa lebih memahami keterkaitan antara penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. sehingga konsep pembagian yang terdapat dalam diri siswa merupakan pengetahuan yang terangkai dalam struktur kognitif siswa. 4. Penggunaan kasus yang ada dalam lingkungan sekitar siswa membantu siswa memahami materi pembelajaran. Qodri Ali Hasan Pembelajaran Pembagian Menggunakan PM-110 PEMBAHASAN Diawal pembelajaran guru melakukan cek terhadap kemampuan materi prasyarat dan diketahui umumnya siswa telah menguasai kemampuan prasyarat pembagian. Hal ini sesuai dengan pendapat Bendal dan Galili 1993:169 yang menyatakan bahwa bila guru tidak memperhatikan pengetahuan awal siswa, siswa akan mungkin mengalami kesulitan dalam pembelajaran. Hal senada dikatakan oleh Hudojo 1998:4 bahwa konsep B akan sulit dikuasai jika siswa tidak menguasai konsep A, karena konsep A merupakan dasar dari konsep B. Hal ini disebabkan karena adanya sifat yang dimiliki konsep matematika, yaitu konsep yang satu berkaitan dengan konsep yang lain. Penyajian enaktif dengan menggunakan alat peraga dikenalkan melalui pembagian yang sering dijumpai dalam lingkungan siswa kasus konkret. Perlunya memperkenalkan pembagian dengan apa yang sering dijumpai siswa karena kaitan antara alat peraga dengan materi pembagian harus dipahami siswa. Kegiatan ini sesuai dengan teori konstruksi yang dikemukakan oleh Bruner dalam Ruseffendi; 1992:110 bahwa meletakkan ide atau definisi tertentu dalam pikiran siswa, maka siswa harus menguasai konsep dengan melakukan sendiri penyusunan representasi konsep itu dengan bantuan benda konkret. Karena dengan kegiatan ini siswa akan lebih mudah mengingat ide-ide yang dipelajari. Di samping penyajian dengan benda konkret, penyajian dengan gambar mental dari benda-benda yang dimanipulasi juga dilakukan oleh guru. Penyajian dengan gambar mental memperlancar pemahaman dan ingatan, hal ini dikemukakan Biehler dalam Dahar, 1988:59. Pada penyajian dengan gambar mental untuk menjembatani konsep dari bentuk konkret ke bentuk abstrak simbol. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Gagne dalam Dahar, 1988:59 bahwa untuk memikirkan dimensi-dimensi abstrak, dapat pula dilakukan penyajian melalui gambar mental. Setelah terbentuk skemata konsep pembagian dalam benak siswa pembelajaran dilanjutnya kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan simbol bilangan. Siswa dapat menentukan hasil pembagian dan sisa pembagian dengan cepat sebagaimana mereka melakukan dengan benda nyata. Ini berarti telah terjadi proses asimilasi sesuai dengan apa yang dikatakan Piaget dalam Hudojo, 1990:37 bahwa asimilasi adalah proses mendapatkan informasi dan pengalaman baru yang langsung menyatu dengan struktur mental yang dimiliki seseorang. Selanjutnya menjelaskan keadaan pengurangan dengan sisa kurang dari bilangan pembagi sebagai suatu kondisi di mana kita akan melakukan pembagian dengan satuan yang lebih kecil. Keadaan pembagian dengan sisa yang lebih kecil dari bilangan pembagi dikatakan sebagai algoritma pembagian. Karena adanya pengalaman konkret siswa dengan mudah memahami hal ini. Sebab setiap kali mereka melakukan pengurangan, pada suatu saat sisa dari bilangan yang dikurangi akan lebih kecil dari bilangan pembagi. Selanjutnya untuk aktivitas pemahaman dilakukan dengan menggunakan LKS. Kegiatan ini dimaksudkan untuk lebih memantapkan pemahaman siswa. Pemberian latihan ini sesuai dengan pendapat Hudojo 1988:105 bahwa setelah pengertian diperoleh, siswa memerlukan latihan yang cukup agar mereka mendapatkan kesempatan untuk mengorganisasikan kembali atau menstruktur kembali pengetahuan-pengetahuan yang berkembang dengan konsep yang telah dipelajari. Selanjutnya prosedur pembagian dikenalkan melalui concoh-contoh nyata yang sering dijumpai siswa dalam lingkungan sosialnya. Melalui contoh nyata ini siswa diarahkan untuk mampu memahami prosedur pembagian pada matematika. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Hudojo 1988:46 pada usia 7-12 tahun pengerjaan-pengerjaan logik dapat dilakukan dengan berorientasi ke objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang langsung dialami siswa. Hal senada juga dikatakan Skemp 1975:32 bahwa konsep-konsep matematika pada awal perkenalannya tidak diajarkan melalui definisi, tetapi hendaknya melalui contoh-contoh yang relevan. Dengan peragaan siswa melihat langsung proses pembagian sama dengan proses Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-111 pembagian yang sering ia jumpai sehingga dalam benak siswa terbentuk skemata tentang pembagian dengan menggunakan simbol. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Suherman 2001:203 bahwa 1 konsep abstrak matematika yang tersajikan dalam bentuk konkret akan lebih mudah dipahami dan dimengerti, 2 hubungan konsep abstrak matematika dengan alam sekitar akan lebih mudah dipahami. Tabel disusun dari nilai tempat yang besar ke nilai tempat yang kecil. Melalui tabel ini diharapkan terjadi kompilasi pengetahuan yaitu suatu proses pembentukan suatu penyajian untuk urutan-urutan aksi yang menuju pada tindakan yang lancar dan cepat Dahar, 1988:87. Dengan adanya contoh-contoh yang sudah dikenali oleh siswa, maka guru mengarahkan siswa untuk menstruktur konsep dalam benaknya. Dengan adanya konsep awal yang sudah ada dalam benak siswa, diharapkan konsep yang terbentuk dalam diri siswa adalah konsep yang terangkai. Karena dengan konsep yang terangkai dalam benak siswa pengetahuan akan lebih bertahan lama dan akan lebih mudah dipanggil dalam memori kerja. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Ausubel dalam Dahar, 1988:137 bahwa belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat pada struktur kognitif seseorang. Ruseffendi 1980:383 meyatakan adanya hubungan antara pengajaran dengan benda-benda yang ada di sekilingnya atau peristiwa di masyarakat sangat penting. Karena dengan hal tersebut materi pembelajaran dapat disajikan lebih menarik dan mudah dipahami. Dengan materi yang menarik siswa akan tumbuh minatnya dalam belajar matematika. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut. a tahap awal yaitu i mengingatkan kepada siswa akan materi prasyarat yang diperlukan, ii memperkenalkan konsep-konsep yang ada dalam algoritma pembagian melalui contoh-contoh relevan kasus nyatakonkret yang sering dijumpai siswa; b tahap inti yaitu i menunjukkan contoh-contoh konsep yang relevan, ii dengan benda konkret melakukan manipulasi pembagian, iii dengan gambar mental konsep tersebut disajikan dalam bentuk semi konkret, iv dengan menggunakan tabel, konsep pembagian disajikan dalam bentuk simbol; c tahap akhir yaitu i sebagai pemantapan materi siswa diminta mengerjakan LKS dengan melakukan manipulasi sendiri, ii membahas hasil kerja siswa secara bersama-sama, iii menegaskan kembali konsep yang benar. Terdapat beberapa saran yang perlu disampaikan. 1 Dalam pembelajaran konsep pembagian perlu diajarkan atribut-atribut yang terdapat dalam algoritma pembagian; 2 Bagi guru matematika tingkat sekolah dasarmadrasyah Ibtidaiyah disarankan untuk menggunakan alat peraga agar penyajian materi matematika lebih mudah dipahami oleh siswa. Jika tidak ada alat peraga, sebaiknya perlu digunakan gambar mental dari konsep yang disajikan. 3 Contoh-contoh konsep yang digunakan untuk memperkenalkan materi pembelajaran sebaiknya diambil dari contoh-contoh yang pernah dijumpai oleh siswa dan relevan dengan materi yang disajikan; 4 Mengingat konsep dalam matematika saling terkait, dalam pembelajaran sebaiknya guru tidak terlalu kaku terikat dengan kurikulum. Kemampuan dan kondisi siswa perlu menjadi perhatian utama dalam pembelajaran. DAFTAR PUSTAKA As’ari, A.R. 1998. Penggunaan Alat Peraga Manipulatif dalam Penanaman Konsep Matematika. Jurnal Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam dan Pengajarannya, 271: 1-13. Ausubel, D.P. 1968. Educational Psychology A Cognitive View. New York: Holt, Rinehart, and Winston. Dahar, R.W. 1988, Teori-teori Belajar . Jakarta: Erlangga. Qodri Ali Hasan Pembelajaran Pembagian Menggunakan PM-112 Good, 1973. Dictionary of Education . New York: Mc Grow Hill Book. Hudoyo, H. 1979. Pengembangan Kurikulum Matematika . Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Depdikbud. Hudoyo, H. 1990. Strategi Mengajar Belajar Matematika . Malang: IKIP Malang. Hudoyo, H. 1998. Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan Konstruktivistik . Makalah disajikan pada Seminar Nasional Upaya-upaya Meningkatkan Peran Pendidikan Matematika dalam Menghadapi Era Globalisasi: Prespektif Pembelajaran Alternatif- Kompetitif. Program Pasca Sarjana, IKIP Malang. 4 April 1998. John L. Marks. Metode Mengajar Matematika untuk Sekolah Dasar. Terjemahan oleh Bambang Sumantri. 1988. Erlangga: Jakarta. Kasbolah. K. 1998. Penelitian Tindakan Kelas PTK. Jakarta: Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kennedy. L. M. Tipps. Stave, 1994. Guiding Children’s Learning of Matematics, Bellmont, California: WadsworthPublishing Company. Mc Niff, J. 1992. Action Research Principles and Practice . New York: Chapman and Hall, Inc. Skemp, R.R. 1975. The Psychology of Learning Matematics . Hormondworth: Penguin Book. Suherman, E., Tarmudi, Suryadi, D., Herman, T., Suhendra, Prabawanto, S., Nurjanah, Rohayati, A., T2001. Strategi Pembelajaran Matematika Konmtenporer. Badung: JICA-Universitas Pendidikan Indonesia. Sutawidjaya. 1998. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar . tidak dipublikasikan. Makalah untuk Mahasiswam Pasca Sarjana, Program Studi Matematika SD. IKIP Malang. Surtini, S. 2000. Pendekatan CPSA untuk Membantu Siswa Kelas III di SDN Mangunsari 3 Kotamadya Salatiga Memecahkan Masalah Perkalian Bilangan Cacah. Tesis tidak dipublikasikan. Malang: PPS UM. Tim Pelatihan Proyek PGSM, 1999, Penelitian Tindakan Kelas , Jakarta: depdikbud. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-113 PENGEMBANGAN MATERI PEMBELAJARAN OPERASI PEMBAGIAN DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA MANIPULATIF Qodri Ali Hasan Universitas Palangkaraya Abstrak Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan materi pembagian jika disajikan dengan menggunakan alat peraga pembagian manipulatif. Dengan menggunakan peraga pembagian manipulatif kegiatan pembagian dapat dilakukan dalam bentuk konkret dan langsung diamati sehingga lebih mudah untuk dipahami dan berguna terutama bagi siswa yang kesulitan melakukan operasi pembagian jika langsung disajikan dalam bentuk formal. Materi-materi pembagian yang dapat disajikan dalam bentuk konkret sampai bentuk formal adalah hampir semua materi pembagian baik materi pembagian bilangan bulat dengan bilangan bulat, bilangan bulat dengan bilangan pecah, bilangan pecahan dengan pecahan, bilangan negatif, membagi dengan basis 10, dengan basis n, dengan basis x pembagian dalam bentuk fungsi. Mengingat terbatasnya waktu dan tempat penyajian, pada tulisan ini hanya akan disajikan sajian materi pembagian dari bilangan bulat, sedangkan penyajian materi selanjutnya hanya secara garis besarnya saja yang pada hakekatnya dilakukan berdasarkan prinsip pengambilan berulang. Kata kunci: Operasi pembagian, Peraga pembagian manipulatif PENDAHULUAN Penyebab rendahnya prestasi belajar matematika sangat kompleks, salah satunya karena pelaksanaan pembelajaran matematika di sekolah masih dihadapkan pada masalah pembelajaran itu sendiri. Kebanyakan guru dosen melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan yang pembelajarannya masih berpusat pada pengajar. Banyak temuan yang menunjukkan akibat negatif pengajaran matematika yang berpusat pada gurudosen. Schoenfeld dalam Yuwono, 2001 menyatakan bahwa pembelajaran matematika yang berpusat pada guru dosen mengakibatkan siswa mahasiswa hanya bekerja secara prosedural dan memahami matematika tanpa penalaran. Berbagai usaha perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan matematika telah dilakukan, namun hasil belajar belum sesuai dengan harapan. Menurut Hudojo, 2002 hasil belajar matematika sekolah ternyata tidak memuaskan berbagai pihak. Karena itu perlu terobosan untuk meningkatkan hasil belajar matematika. Salah satu upaya untuk melakukan perbaikan adalah dengan melakukan perubahan dan perbaikan pada aspek pembelajarannya. Dengan upaya perubahan dan perbaikan pembelajaran tersebut, diharapkan akan dapat memberikan nuasa baru bagi pembelajar dalam belajar matematika maupun pengajar dalam mengajar yang pada gilirannya diharapkan dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar Rahaju, dkk, 2002. Ditinjau dari pendekatan pembelajarannya, pada umumnya pengajar mengajar matematika berdasarkan apa yang tertulis dalam buku ajar. Mereka mengejar target kurikulum tanpa memikirkan kemampuan berfikir pembelajar. Akibatnya tidak semua pembelajar mampu memahami materi secara bermakna Sa’diyah, 2001. Pembelajaran matematika yang hanya berorientasi sekedar pemindahan pengetahuan dari pengajar ke pembelajar perlu dikaji ulang Hudojo, 1998. Perlu dipikirkan alternatif yang memandang pembelajaran adalah sebagai usaha Qodri Ali Hasan Pengembangan Materi Pembelajaran PM-114 pembelajar untuk mengkonstruk konsep-konsepprinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep tersebut terbangun Nickson dalam Hudojo, 1998. Menurut pandangan konstruktivistik, pengetahuan dibangun secara aktif oleh individu Suparno, 1997, pengetahuan dapat dibentuk oleh pembelajar dalam pikirannya sendiri setelah adanya interaksi dengan lingkungan, oleh karena itu paham konstruktivis lebih menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada pembelajar Soejadi, 2000. Novak 1985 menyatakan bahwa salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi belajar pembelajar adalah apa yang telah diketahuinya. Pengajar hendaknya memperhatikan dan memanfatkan pengetahuan awal yang telah ada dalam diri pembelajar, karena menurut Ausubel dalam Hudojo, 1988 pegetahuan baru yang dipelajari bergantung pada pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Nickson dalam Hudojo, 1998: 6 mengatakan bahwa pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivis adalah pembelajaran untuk membantu siswa membangun konsep- konsepprinsip-prinsip matematika dengan kemampuan mereka sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsepprinsip tersebut terbangun kembali dan transformasi informasi yang diperoleh menjadi konsepprinsip baru yang terbentuk dari dalam benak siswa. Lebih lanjut Nickson mengatakan bahwa terbentuknya skemata dalam benak siswa menyebabkan terjadinya pemahaman sehingga transformasi mudah terjadi. Jadi pembelajaran matematika adalah membangun pemahaman yang merupakan hal terpenting dari hasil belajar sebab pemahaman akan bermakna pada materi yang dipelajari. Menurut Sembiring dalam TIM Penulis Pakerti, 2000, karakteristik utama matematika terletak pada disiplin atau pola berpikir yang sering disebut sebagai penalaran matematika yaitu konsep-konsep matematika tersusun secara hirarkhis, terstruktur, logis, sistematis, dan konsisten mulai dari konsep yang paling sederhana sampai konsep yang paling kompleks. Jika konsep yang paling dasar tidak dipahami dengan baik maka pembentukan konsep-konsep selanjutnya akan semakin sulit, untuk itu materi awal matematika sangat perlu dipahami oleh siswa dengan baik dan benar. Berhitung adalah dasar bagi mereka yang mempelajari matematika, Di antara operasi hitung yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, konsep pembagian adalah yang paling sulit untuk dipelajari John, 1988:107. Mengingat pentingnya penguasaan konsep berhitung untuk belajar matematika pada tingkat selanjutnya maka konsep berhitung perlu benar- benar dikuasai siswa. Dengan demikian karena pembagian merupakan salah satu materi berhitung dasar maka materi ini juga penting untuk dikuasai dan dipahami dengan benar. Tulisan ini berusaha memaparkan materi operasi pembagian yang dikembangkan dari lingkungan dan disajikan lebih konkret sehingga lebih mudah dipahami oleh siswa SDMI. PEMBAHASAN Pembagian yang ada dilingkungan siswa Pengertian pembagian secara intuintif umumnya sudah diketahui anak dari lingkungannya. Mereka mengetahui melalui pengalaman langsung seperti membagi kue, buah, dan lain sebagainya. Anak biasanya mengerti bahwa membagi pada awalnya dikenal dari lingkungan masyarakat sebagai mempartisi sesuatu menjadi lebih dari satu bagian. Dengan demikian sebelum belajar disekolah umumnya anak sudah mengerti pembagian dalam objek- objek fisik meski masih dalam tahap intuitif. Dalam ide matematika proses tersebut diberikan sebagai proses mengurangi dengan cacahukuran yang sama. Mempartisi sekumpulan benda dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menghitung dan dengan mengukur. Benda benda dengan jumlah yang mungkin dihitung dengan cara mempartisi dapat dilakukan dengan mencacah dan ini biasanya dilakukan untuk memperkenalkan pembagian pada tahap awal. Sedangkan mempartisi benda yang tak mungkin dihitung dilakukan dengan mengukur seperti membagi beras, gula minyak goring dan lain sebagainya dapat dilakukan dengan timbangan, literan dan lain sebagainya. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-115 Pada saat siswa ke sekolah, mereka sudah memiliki beberapa pemahaman intuitif tentang beberapa konsep matematika, termasuk bilangan dan pengukuran. Contoh siswa taman kanak- kanak dan siswa kelas 1 SD dapat menyelesaikan masalah penggabungan, pemisahan, membandingkan kuantitas secara intuitif dengan melakukan aktifitas menyelesaikan masalah dengan sekumpulan objek Carpenter Lahrer, 1999. Perluasan strategi dapat dilakukan untuk mengembangkan konsep penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian Carpenter, Fennema, Fuson, Hiebert, Human, Murray, Oliver, Wearne, 1999. Pada saat siswa belajar ide dasar matematika, 3 tiga hal penting yang harus diperhatikan adalah : 1 mereka belajar konsep empirik, 2 mereka belajar tentang objek matematika, dan 3 mereka belajar tentang hubungan antara konsep empirik dan objek matematika yang merupakan potongan-potongan abstrak White :2004. Konsep empirik merupakan hasil abstraksi empirik, yaitu mengenal kesamaan yang fokus pada objek dan sifatnya. Siswa yang gagal dalam membuat hubungan antara potongan-abstrak konsep matematika dengan konsep empirik yang bersesuaian akan kesulitan belajar matematika. Menurut Yetkin 2003 kesulitan-kesulitan siswa dalam belajar matematika meliputi kesulitan dalam belajar simbol-simbol tertulis, konsep, dan prosedur. Peraga Manipulatif Pembagian Peraga manipulatif dikembangkan atas dasar pembagian dengan menggunakan pengukuran dan pencacahan. Nilai-nilai tempat adalah pengembangan dari ukuran-ukuran yang dibagi, sedangkan cacah manik yang terletak pada peraga adalah pengembangan dari membagi dengan cara mencacah. Tempat bilangan pembagi, berguna untuk membagi bilangan negatif, pembagian pada fungsi. Tempat ini bisa digeser- geser. Gambar peraga tersebut adalah sbb: Peraga manipulatif ini adalah analog dengan membagi dengan menggunakan prinsip pengukuran baik satuan berat, volume ataupun panjang. Hanya pada peraga ini satuan digantikan dengan puluhan ribu, ribuan, ratusan, puluhan, satuan, sepersepuluhan dan seterusnya. Setiap tonggak mewakili satu nilai tempat. Tonggak diatas merepresentasikan cacah manik yang dibagi, sedangkan tanggak yang dibawah merepresentasikan hasil pembagian banyaknya pengambilan. pu luh an ribu rib ua n ra tu sa n puluhan sa tu an se pe r se pu lu ha n se pe r se ra tu sa n tempet representasi manik yang dibagi tempet representasi manik hasil dibagi banyaknya pengambilan pada satuan ini representasi bilangan pembagi bisa digeser ditemapatkan dibawah satuan yang akan dibagi Qodri Ali Hasan Pengembangan Materi Pembelajaran PM-116 Sajian Materi Pembelajaran dengan Peraga Manipulatif Menurut Soejono 1988:33 perlu dilakukan pembelajaran yang sesuai dengan usia kognitif siswa, karena jika konsep-konsep diperkenalkan terlalu cepat atau terlalu abstrak untuk siswa akan bisa mengakibatkan timbulnya sikap negatif yang diakibatkan oleh pengalaman- pengalaman yang tidak menyenangkan dari belajar matematika. Pada siswa sekolah dasar untuk bisa memahami sesuatu mereka lebih mudah bila ada benda konkret yang dapat membantu untuk memahami konsep tersebut. Jika kesulitan abstraksi bisa dikurangi maka mereka lebih mudah memahami konsep dan mereka akan lebih siap untuk belajar lebih lanjut. Mengingat pentingnya operasi dasar matematika sebagai prasyarat untuk belajar matematika lebih lanjut, maka pembentukan konsep pembagian perlu disajikan secara jelas dan terinci yang memungkinkan siswa memahami kaitan keempat operasi dasar tersebut maupun kaitanya dengan konsep dasar matematika yang lain. Untuk dapat sampai pada terbentuknya struktur pemahaman dalam diri siswa Bergeron Herscovics, memperkenalkan konstruksi pemahaman konsep dengan model tingkat II. Dengan tingkat pertama ditunjukkan pada penggambaran pemahaman konsep fisik, dan tingkat kedua menggambarkan pemahaman konsep matematika yang muncul dari proses matematika Bergeron Herscovics, 1988. Dalam membagi, ada dua cara yaitu dengan menghitung secara langsung dan dengan melakukan pengukuran. Jika jumlah benda yang akan dibagi dalam jumlah berhingga dan memungkinkan untuk dilakukan pencacahan, maka pembagian dengan cara mencacah benda tersebut masih dimungkinkan. Namun jika cacah bendanya terlalu banyak atau tidak mungkin dilakukan penghitungan, pembagian dapat dilakukan dengan cara mengukur, misalnya gula pasir, beras, minyak dan lain sebagainya. Contoh-contoh ini dapat memberikan gambaran bahwa membagi tidak hanya dilakukan dengan cara mencacah, namun dapat pula dilakukan dengan cara mengukur. Untuk menunjukkan bahwa hasil membagi dengan menggunakan pengukuran tidak berbeda dengan hasil pencacahan dapat diberikan contoh membagi kelereng yang mempunyai ukuran sama dengan cara mencacah kemudian dilanjutkan membagi kelereng tersebut dengan cara menimbang. Perlunya pengukuran untuk membagi ditunjukkan pada siswa adalah bahwa pada siswa juga diajarkan konversi satuan-satuan pengukuran dari kg, hg, dg, g, dan seterusnya untuk satuan berat, kl, hl, dl, l, dan seterusnya untuk satuan volume yang umumnya menggunakan basis 10. Pembagian pertama ditunjukkan contoh membagi dengan kasus satuan yang dapat dilakukan dengan satuan tunggal, seperti 4 kg dibagi 2, maka masing masing akan mendapat 2 kg. Selanjutnya 3 kg dibagi dua maka hasilnya satu kg dengan sisa 1 kg. Satu kg dibagi 2 dapat dilakukan dengan konversi 1 kg menjadi 10 hg, yang hasilnya adalah masing- masing 5 hg. Penggunaan konversi pada pengukuran untuk kegiatan membagi bertujuan agar siswa memahami pada prinsipnya prosedur membagi jika sisa sudah lebih sedikit dari pembagi, maka dapat dikonversikan ke satuan yang lebih kecil. Dengan demikian siswa juga memahami mengapa membagi dilakukan dari bilangan paling besar. Sebab jika dilakukan dari yang arah kebalikan sisa konversi kenilai yang lebih besar tidak memungkinkan sisa dibagi lagi dengan satuan lebih besar, sehingga akhirnya pembagianyapun nanti akan berjalan kearah yang lebih kecil. C o n t o h h a s i l p e k e r j a a n s i s w a y a n g m e l a k u k a n p e m b a g i a n d a r i n i l a i t e m p a t y a n g k e c i l d e n g a n m e n g u n a k a n p e r a g a p e m b a g i a n m a n i p u l a t i f , a k h i r n y a p e m b a g i a n b e r j a l a n d a r i , s a t u a n 1 , k e m u a n d i a n s a t u a n 1 0 , d a n a k h i r n y a t e r p a k s a k e m b a l i l a g i k e s a t u a n 1 . Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-117 Prinsip membagi pada peraga manipulatif sama dengan membagi biasa, jadi hasil pembagian ditunjukkan dengan banyaknya pengambilan pada masing-masing satuan. Contoh 750 dibagi 4, maka 7 ratusan diambil empat ratusan sisa 3 ratusan, karena 3 lebih kecil 4 maka 3 pada ratusan tidak mungkin lagi dilakukan pengurangan sebanyak 4. Untuk dapat dilakukan pengurangan 4 maka 3 ratusan dikonversi menjadi 30 puluhan. 30 puluhan dikurangi 4 puluhan sebanyak 7 kali sisa 2 puluhan, karena 2 lebih kecil 4 maka tidak bisa lagi dilakukan pengurangan pada puluhan, 2 puluhan dikonversi menjadi 20 satuan. 20 satuan dikurangi 4 satuan 5 kali sisanya 0. Jadi hasil pembagian adalah. 1 ratusan + 7 Puluhan + 5 satuan = 175 Untuk sampai pada formalisasi maka ketika siswa sudah memahami abstraksi logika matematik, maka diarahkan dalam melakukan pencatatan setiap kali pembagian dalam tabel berikut: Nilai tempat cacah manik yang dibagi banyaknya pengambilan sisa sisanga ditukarkan dengan Ratusan Puluhan Satuan 7 30 = 0 + 30 dari sisa ratusan 20 = 0 + 20 dari sisa puluhan 1 7 5 3 2 3 ratusan ditukar 30 puluhan 2 puluhan ditukar 20 satuan tabel pembagian 700:4 Dari tabel ini nanti diarahkan penulisan dengan cara bersusun ke bawah 7 0 0 4 4 3 0 2 8 2 0 2 0 1 kali pengambilan ratusan 7 kali pengambilan puluhan 5 kali pengambilan satuan 1 7 5 berasal dari 1 ratusan + 7 puluhan + 5 satuan Dari model penyajian diatas tampak bahwa konsep pembagian tidak terlepas dari konsep- kosep dasar matematika yang lain seperti pengukuran, nilai tempat, konversi nilai, pengurangan yang dipresentasikan sebagai pengambilan. Materi-materi dasar matematika seperti nilai tempat, pengukuran dan konversi nilai diajarkan pada kelas IV. Dengan demikian pembelajaran pembagian dengan mengkaitkan konsep lain dan dunia real di sekitar anak sangat mungkin dilakukan. Representasi pembagi yang diletakan di papan yang bisa di sangat perlu, karena pada manipulasi pembagi yang digeser tersebut, membagi pecahan, membagi dengan bilangan negatif dan membagi dengan basis x untuk fungsi aljabar dapat disajikan secara konkret, sehingga penjelasanyapun mudah ditangkap oleh siswa terutama yang kesulitan jika langsung disajikan secara simbolik. Pada pembagian bilangan bulat misal 4, maka pada papan pembagi diletakkan bilangan 4 dan dibawahnya 1, dalam arti setiap kita mengambil 4 pada manik yang dibagi berarti kita telah melakukan sekali pengambilan. Dengan menggunakan manik yang bisa dibelah, maka kita bisa melakukan pengambilan tidak bulat, misalnya kita membagi dengan ½. Berarti setiap pengambilan ½ manik kita telah melakukan 1 kali pengambilan, dengan demikian pengambilan Qodri Ali Hasan Pengembangan Materi Pembelajaran PM-118 sebanyak 2 kali maka kita telah mengambil 1 manik. Dengan demikian pada papan bilangan dibagi bisa kita letakkan 1 diatas dan 2 dibawah yang berarti setiap pengambilan 1 manik berarti kita telah melakukan 2 kali pengambilan, sehingga jika kita telah mengambil 4 manik pada bilangan yang dibagi, berati telah melakukan 8 kali pengambilan ½ manik. Pengalaman penulis dilapangan ketika mahasiswa kesulitan melakukan operasi pembagian non basis sepuluh, penyajian konkret sangat membantu sekali Contoh 55 7 : 4 7 . Ilustrasi di bawah ini adalah gambaran manik yang ada dalam peraga pembagian, mahasiswa hanya melakukan pencatatan pada tabel dibawah gambar bagan peraga ini. 5 5 7 4 4 7 7 -1 7 -2 7 -3 7 -4 1 Kondisi alat peraga setelah dilakukan 1 kali pengambilan kelompok 7 1 1 5 7 4 7 3 4 7 -1 7 -2 7 -3 7 -4 1 1 Kondisi alat peraga setelah dilakukan 1 kali pengambilan kelompok 7 1 1 1 7 4 7 3 4 7 -1 7 -2 7 -3 7 -4 1 1 1 Kondisi alat peraga setelah dilakukan penukaran kelompok 1 kelompok 7 1 dengan 7 kelompok 7 8 7 4 7 3 4 7 -1 7 -2 7 -3 7 -4 1 1 1 Kondisi alat peraga setelah selesai dilakukan pengambilan. 7 4 7 3 4 7 -1 7 -2 7 -3 7 -4 1 1 3 Dengan hasil pembagian 1 kelompok 7 1 + 3 kelompok 7 atau secara formal ditulis 13 7 Tabel catatan ketika melakukan pembagian dengan peraga pembagian Nilai Tempat Cacah Manik- manik Hasil Sisa Keterangan 7 1 5 1 1 Sisa 1 pada 7 1 ditukar dengan 7 manik dan ditempatkan pada tempat 7 7 7 + 5 = 12 3 Pembagian selesai Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-119 Dari hal ini ternyata meskipun mahasiswa sudah dalam tahap operasi formal, namun ternyata benda konkret dapat membantu untuk memahami konsep yang mereka anggap sulit dipahami ketika disajikan secara abstrak. Dari dua kali hasil peneliyian yang pernah penulis lakukan, hasil pembelajaran dengan peraga manipulatif cukup tinggi, penelitian pada 11 siswa kelas 5 yang kurang bisa melakukan operasi pembagian setelah belajar dengan peraga manipulatip mampu mencapai rata-rata 8,7 pada skala 10 Qodri, 2007. KESIMPULAN Sebagai akhit tulisan ini, dapat dikatakan bahwa pembelajaran konsep pembagian dapat disajikan lebih konkret, dengan peraga manipulatip pembagian. Konsep pembagian yang telah diketahui oleh siswa dari lingkungannya dapat digunakan sebagai batu loncatan menjelaskan operasi hitung pembagian dengan menekankan pada pemahaman siswa, bukan hanya pada kemampuan instrumental saja, sehingga konsep hitung pembagian dapat dipahami sehingga tahu alas an dan ide yang mendasari operasi tersebut. Sebagai saran diakhir tulisan ini hendaknya para guru matematika dalam pembelajaran matematika tidak terpaku pada buku yang digunakan, namun bisa diusahakan menggunakan lingkungan dan pengalaman siswa diluar sekolah sebagai salah satu pijakan untuk membentuk konsep-konsep matematika sehingga siswa lebih memahami kaitan konsep matematika dengan apa yang ada dalam lingkungannya. DAFTAR PUSTAKA Hudojo, H. 1988. Belajar Mengajar Matematika . Jakarta: Depdiknas, Proyek P2LPTK. Hudojo, H. 2002. Representasi Belajar Berbasis Masalah . Prosiding Konferensi nasional Matematika XI Bagian 1. Jurnal matematika atau Pembelajarannya Universitas Negeri Malang tahun VIII edisi Khusus. Malang. John L, marks, Metode Mengajar Matematika Untuk Sekolah Dasar, Terjemahan oleh Bambang Sumantri, 1988. Erlangga: Jakarta. Marpaung, 1986. Proses Berpikir Siswa dalam Pembentukan Konsep Algoritma Matematis. Pidato Dies Natalis XXXI IKIP Sanata Darma Yogyakarta. Qodri, 2007. Pembelajaran Pembagian Menggunakan Peraga Manipulatif Dengan Pendekata Algoritma Tunggal. Laporan Penelitian Dosen Muda Universitas Palangkaraya. Lemlit UNPAR. Palangkaraya. Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia . Jakarta: Dikti Depdiknas. Suparno, 1997. Filsafat Konstruktifisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta, Kanisius. Qodri Ali Hasan Pengembangan Materi Pembelajaran PM-120 Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-121 PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PEMECAHAN MASALAH UNTUK MENUMBUHKEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA Desti Haryani Universitas Palangkaraya Abstrak Tujuan tulisan ini untuk membahas tentang pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah yang dapat menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Untuk mencapai tujuan ini metode yang digunakan adalah dengan mendeskripsikan pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah yang dapat menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kritis siswa berdasarkan kajian referensi- referensi yang mendukung. Dalam era globalisasi ini seseorang dapat memperoleh informasi dengan berbagai cara, tempat, dan waktu. Agar informasi yang diperoleh seseorang dapat berdaya guna dan tidak menimbulkan dampak negatif maka diperlukan “filter” untuk menyaring setiap informasi yang diterima. Salah satu filter tersebut adalah kemampuan berpikir kritis yang dimiliki seseorang. Dengan kemampuan berpikir kritis seseorang akan menentukanmempertimbangkan secara hati-hati dan sengaja apakah menerima, menolak, atau menunda menerima suatu informasi. Mengingat pentingnya kemampuan berpikir kritis maka kemampuan berpikir kritis perlu dimiliki oleh setiap orang. Kemampuan berpikir kritis dapat diajarkan salah satunya adalah melalui pembelajaran matematika khususnya pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah. Melalui pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah siswa dilatih untuk menggunakan kemampuan berpikir kritis dalam setiap tahapan pemecahan masalah mulai dari memahami masalah, merencanakan pemecahan, melaksanakan rencana pemecahan sampai pada mengevaluasi kembali pemecahan yang telah dilaksanakan. Dengan selalu dilatih untuk menggunakan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah diharapkan dapat “menumbuhkembangkan” kemampuan berpikir kritis siswa. Kata kunci: pembelajaran matematika, pemecahan masalah, kemampuan berpikir kritis PENDAHULUAN Dalam kehidupan sehari-hari manusia seringkali berhadapan dengan masalah baik yang berasal dari dalam dirinya sendiri maupun dari lingkungannya, mulai dari masalah yang sederhana sampai masalah yang kompleks. Adanya masalah dalam kehidupan manusia mempunyai dampak negatif dan positif bagi manusia. Dampak negatif dari masalah adalah dengan adanya masalah membuat manusia merasa tidak nyaman bahkan merasa tertekan, sedangkan dampak positif dengan adanya masalah adalah jika manusia dapat memecahkannya manusia menjadi semakin bijaksana. Bahkan dalam bidang ilmu pengetahuan adanya masalah membuat ilmu pengetahuan semakin berkembang. Masalah sering juga disebut sebagai kesulitan, hambatan, gangguan, ketidakpuasan, ataupun kesenjangan. Secara umum dan hampir semua ahli psikologi kognitif Anderson 1980, Evans 1991, Hayes 1978, Ellis dan Hunt 1993, dalam Suharnan, 2005: 283 sependapat bahwa masalah adalah suatu kesenjangan antara situasi sekarang dengan situasi yang akan datang atau tujuan yang diinginkan. Keadaan sekarang sering pula disebut present state , sedangkan keadaan yang diharapkan sering pula disebut final stategoal state . Jadi suatu masalah muncul apabila ada halangan atau hambatan yang memisahkan antara present state dengan final Desti Haryani Pembelajaran Matematika dengan PM-122 stategoal state . Dalam matematika masalah biasanya berbentuk soal matematika, tetapi tidak semua soal matematika merupakan masalah. Menurut Hudojo 1988:174, suatu soalpertanyaan disebut masalah tergantung kepada pengetahuan yang dimiliki penjawab. Dapat terjadi bagi seseorang soal itu dapat dijawab dengan menggunakan prosedur rutin baginya, namun bagi orang lain soal tersebut memerlukan pengorganisasian pengetahuan yang telah dimiliki secara tidak rutin dan orang tersebut tertantang untuk menjawabmemecahkannya. Sedangkan dalam NCTM 1980:1 dikatakan bahwa masalah adalah suatu soal dalam matematika dan tidak ada cara yang siap langsung dapat digunakan untuk menyelesaikannya. Dalam pembelajaran matematika pemecahan masalah merupakan aktivitas yang penting. Bahkan Holmes dalam NCTM, 1980 menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah “jantung” dari matematika heart of mathematics . Karena dalam pemecahan masalah matematika memerlukan pengetahuan materi matematika, pengetahuan tentang strategi pemecahan masalah, pemantauan diri yang efektif, dan suatu sikap produktif untuk menyikapi dan menyelesaikan masalah Dewi, 2009:25. Davis McKillip 1980 menyatakan “ The ability to solve the problems is one of the most important objectives in the study of mathematics ”. Kemampuan memecahkan masalah merupakan salah satu tujuan yang paling penting dalam matematika. Davis McKillip dalam Warli, 2010 menambahkan bahwa pemecahan masalah dalam matematika, sains, bisnis, dan kehidupan sehari-hari merupakan tujuan pokok dalam belajar matematika. Demikian juga Suryadi dalam Suherman, dkk, 2001 menyebutkan bahwa pemecahan masalah matematika merupakan salah satu kegiatan matematika yang dianggap penting baik oleh guru maupun siswa di semua tingkat, mulai dari SD sampai SMA bahkan perguruan tinggi. Selanjutnya Charles d an O’Daffer 1997 menyatakan tujuan diajarkannya pemecahan masalah dalam belajar matematika adalah untuk: 1 mengembangkan keterampilan berpikir siswa, 2 mengembangkan kemampuan menyeleksi dan menggunakan strategi-strategi penyelesaian masalah, 3 mengembangkan sikap dan keyakinan dalam menyelesaikan masalah, 4 mengembangkan kemampuan siswa menggunakan pengetahuan yang saling berhubungan, 5 mengembangkan kemampuan siswa untuk memonitor dan mengevaluasi pemikirannya sendiri dan hasil pekerjaannya selama menyelesaikan masalah, 6 mengembangkan kemampuan siswa menyelesaikan masalah dalam suasana pembelajaran yang bersifat kooperatif, 7 mengembangkan kemampuan siswa menemukan jawaban yang benar pada masalah-masalah yang bervariasi. Pemecahan masalah merupakan proses mental tingkat tinggi dan memerlukan proses berpikir yang lebih kompleks. Hal ini sesuai dengan pendapat Gagne Bell, 1978 bahwa pemecahan masalah merupakan tahapan pemikiran yang berada pada tingkat tertinggi di antara 8 delapan tipe belajar. Kedelapan tipe belajar itu adalah belajar sinyal, belajar stimulus respon, belajar rangkaian, belajar assosiasi verbal, belajar diskriminasi, belajar konsep, belajar aturan, dan belajar pemecahan masalah. Sedangkan Johnson dan Rising 1972 menyatakan pemecahan masalah matematika merupakan suatu proses mental yang kompleks yang memerlukan visualisasi, imajinasi, manipulasi, analisis, abstraksi, dan penyatuan ide. Selanjutnya Stanick dan Killpatrick Schoenfeld, 1992 mengatakan bahwa pemecahan masalah merupakan inti dari matematika karena memerlukan kemampuan berpikir kritis. Berpikir kritis adalah suatu proses yang bertujuan untuk membuat keputusan rasional yang diarahkan untuk memutuskan apakah meyakini atau melakukan sesuatu. Berpikir kritis adalah proses yang persistent terus-menerus, aktif, dan teliti. Kemampuan berpikir kritis yang dimiliki seseorang dapat dikenali dari indikator-indikatorkarakteristik-karakteristik kemampuan berpikir kritis yang dimilikinya. Dalam pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah siswa dituntut untuk menggali dan menunjukkan kemampuan berpikir kritisnya mulai dari memahami masalah, merencanakan pemecahan, melaksanakan rencana pemecahan, dan melihat kembalimengevaluasi kembali pemecahan masalah yang telah dilaksanakan. Dengan demikian dengan pembelajaran Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-123 matematika dengan pemecahan masalah siswa akan terlatih selalu menggunakan kemampuan berpikir kritisnya yang diharapkan akan dapat menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kritisnya. Adapun yang menjadi permasalahan dalam tulisan ini adalah: Bagaimana pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah dapat menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Permasalahan ini penting untuk dibahas karena dengan “tumbuhkembangnya” kemampuan berpikir kritis siswa diharapkan siswa akan dapat menjadi seorang individu yang berpikir kritis dalam segala bidang kehidupan baik sekarang maupun di masa yang akan datang. PEMBAHASAN Pembelajaran Matematika dengan Pemecahan Masalah Pemecahan masalah mempunyai keutamaan tertentu dalam belajar matematika. Tujuan utama dari mengajar dan belajar matematika adalah untuk mengembangkan kemampuan memecahkan berbagai jenis masalah matematika yang kompleks secara luas. Stanick dan Kilpatrick 1988, dalam NCTM, 1980 yang pertama mengemukakan peran pemecahan masalah dalam matematika sekolah dan memberikan ilustrasi dalam berbagai topik. Banyak orang secara literatur mengatakan matematika sinonim dengan pemecahan masalah – mengerjakan soal cerita, mengkreasikan pola-pola, menginterpretasikan bentuk-bentuk, pengembangan pembentukan geometri, membuktikan teorema-teorema, dan sebagainya. NCTM National Council of Teachers of Mathematics, 1980 merekomendasikan pemecahan masalah sebagai fokus matematika sekolah. Bahkan dikatakan pemecahan masalah adalah “jantung” matematika. Pembelajaran matematika harus dirancang sedemikian sehingga siswa mempunyai pengalaman matematika sebagai pemecahan masalah. Mengapa NCTM menganggap penting pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah ? Ada lima alasan yang dikemukakan. Pertama, pemecahan masalah sebagai bagian utama dari matematika artinya dalam matematika terdapat fakta-fakta dan subtansi dalam jumlah yang besar sehingga untuk mengurangi latihan dan untuk menghindari keterampilan- keterampilan yang salah mempresentasikan matematika diperlukan pemecahan masalah. Kedua, matematika mempunyai banyak aplikasi yang sering mempresentasikan masalah-masalah penting dalam berbagai bidang. Ketiga, sebagai pembangun motivasi instrinsik dalam memecahkan masalah-masalah matematika. Keempat, pemecahan masalah sebagai kegiatan rekreasi. Kelima, untuk mengembangkan seni pemecahan masalah. Dalam kegiatan untuk memecahan masalah banyak pendapat yang dikemukakan para ahli, salah satunya seperti yang dikemukakan Polya. Polya 1973 mendefinisikan pemecahan masalah sebagai usaha untuk mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak segera dapat dicapai. Menurut Polya ada empat langkah dalam pemecahan masalah, yaitu : 1 Memahami masalah Dalam tahap ini, masalah harus benar-benar dipahami, seperti mengetahui apa yang tidak diketahui, apa yang sudah diketahui, apakah kondisi yang ada cukup atau tidak cukup untuk menentukan yang tidak diketahui, adakah yang berlebih-lebihan atau adakah yang bertentangan, menentukan suatu gambaran masalah, menggunakan notasi yang sesuai. 2 Membuat rencana pemecahan masalah Mencari hubungan antara informasi yang ada dengan yang tidak diketahui. Dalam membuat rencana ini seseorang dapat dibantu dengan memperhatikan masalah yang dapat membantu jika suatu hubungan tidak segera dapat diketahui sehingga akhirnya diperoleh suatu rencana dari pemecahan. 3 Melaksanakan rencana Pada tahap ini rencana dilaksanakan, periksa setiap langkah sehingga dapat diketahui bahwa setiap langkah itu benar dan dapat membuktikan setiap langkah benar. Desti Haryani Pembelajaran Matematika dengan PM-124 4 Memeriksa kembali pemecahan yang telah didapatkan Pada tahap ini dapat diajukan pertanyaan seperti : dapatkah memeriksa hasil, dapatkah memeriksa alasan yang dikemukakan, apakah diperoleh hasil yang berbeda, dapatkah melihat sekilas pemecahannya, dapatkah menggunakan pemecahan yang telah diperoleh atau metode yang sudah digunakan untuk masalah lain yang sama. Sedangkan beberapa srategi yang dapat dilakukan dalam pemecahan masalah Krismanto, 2003 adalah sebagai berikut Krismanto, 2003: 1. Membuat Diagram 2. Mencobakan pada soal yang lebih sederhana 3. Membuat tabel 4. Menemukan pola 5. Memecah tujuan 6. Memperhitungkan setiap kemungkinan 7. Berpikir logis 8. Bergerak dari belakang 9. Mengabaikan hal yang tidak mungkin 10. Mencoba-coba Pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah sebagai suatu metode pembelajaran dapat digunakan untuk melengkapi pengajaran fakta-fakta dasar, konsep-konsep, dan prosedur-prosedur. Pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah dimulai dengan pengajuan masalah kepada siswa dan siswa diminta untuk menyelesaikannya. Untuk tingkat awal masalah yang diberikan dimulai dari masalah yang dikenal siswa dan dekat dengan lingkungan siswa. Masalah yang diberikan harus berada pada “Zone of proximal development ZPD ” siswa, sehingga masalah tidak terlalu sulit bagi siswa dan siswa tidak frustasi untuk menyelesaikannya. Selama dalam kegiatan pemecahan masalah guru sebaiknya tidak terlalu mengarahkan siswa dan hanya membantu dengan memberikan petunjuk-petunjuk yang tidak terlalu mengarahkan siswa. Dalam menyelesaikan masalah siswa dapat bekerja secara individu atau berkelompok. Kemampuan Berpikir Kritis Seperti telah dikatakan pada bahagian pendahuluan, berpikir kritis adalah suatu proses rasional yang bertujuan untuk membuat keputusan apakah meyakini atau melakukan sesuatu. Jadi berpikir kritis adalah berpikir dengan penuh perhitungan dan hati-hati. Kemampuan seseorang dalam berpikir kritis dapat dikenali dari tingkah laku yang diperlihatkannya selama proses berpikir. Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis seseorang itu dapat kita hubungkan dengan indikator-indikator berpikir kritis yang dikemukakan beberapa ahli. Facione dalam Filsaime, 2008:66-68 mengemukakan enam kemampuan berpikir kritis yaitu: 1 Interpretasi, yaitu kemampuan memahami, menjelaskan dan memberi makna data atau informasi, 2 Analisis, yaitu kemampuan untuk mengidentifikasi hubungan dari informasi- informasi yang dipergunakan untuk mengekspresikan pemikiran atau pendapat, 3 Evaluasi, yaitu kemampuan untuk menguji kebenaran dari informasi yang digunakan dalam mengekspresikan pemikiran atau pendapat, 4 Inferensi, yaitu kemampuan untuk mengidentifikasi dan memperoleh unsur-unsur yang diperlukan untuk membuat suatu kesimpulan yang masuk akal, 5 Eksplanasi, yaitu kemampuan untuk menjelaskan atau menyatakan hasil pemikiran berdasarkan bukti, metodologi, dan konteks. 6 Regulasi diri, yaitu kemampuan seseorang untuk mengatur berpikirnya. Sedangkan Angelo dalam Santoso, 2009 mengemukakan lima perilaku yang sistematis dalam berpikir kritis. Lima perilaku tersebut adalah sebagai berikut: 1 Keterampilan Menganalisis, yaitu keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut, 2 Keterampilan Mensintesis, keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi susunan yang baru, 3 Keterampilan Mengenal dan Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-125 Memecahkan Masalah, yaitu keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian, 4 Keterampilan Menyimpulkan, yaitu kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan pengertianpengetahuan yang dimilikinya untuk mencapai pengertian baru, 5 Keterampilan MengevaluasiMenilai, yaitu kemampuan menentukan nilai sesuatu berdasarkan kriteria tertentu. Hubungan Pembelajaran Pemecahan Masalah dengan Kemampuan Berpikir Kritis Jika kita perhatikan langkah-langkah pemecahan masalah yang dikemukakan Polya, maka kita lihat sangat diperlukan keterampilankemampuan berpikir kritis mulai dari memahami masalah, merencanakan pemecahan, melaksanakan rencana, sampai melihatmemeriksa kembali pemecahan yang telah dilaksanakan. Pada tahap memahami masalah agar siswa dapat memahami masalah dia harus mempunyai kemampuan interpretasi agar dia memahami secara tepat masalah matematika yang diajukan kepadanya. Selain itu dia juga harus mempunyai kemampuan evaluasi untuk mengevaluasi pemikirannya dalam memahami masalah. Kemampuan inferensi juga dipelukan untuk mengidentifikasi apa yang diketahui dan apa yang ditanya dalam masalah. Pada tahap merencanakan pemecahan masalah, keterampilan interpretasi, analisis, dan evaluasi juga diperlukan karena untuk dapat menentukan rencana apa yang akan dilaksanakan siswa harus mampu memaknai informasi yang ada pada masalah dan menghubungkan setiap unsur yang ada pada masalah. Bahkan Polya 1973 mengemukakan bahwa sesungguhnya kemampuan memecahkan masalah ada pada ide menyusun rencana pemecahan. Jadi pada tahap ini sangat diperlukan kemampuan berpikir kritis dari siswa. Pada tahap melaksanakan rencana pemecahan siswa akan menggali semua konsep dan prosedur yang telah dipelajarinya sehingga dapat memecahkan masalah dengan benar. Semua keterampilankemampuan berpikir kritis diperlukan di sini terutama kemampuan eksplanasi. Pada tahap ini siswa mengorganisasikan semua pengetahuan dan konsep matematika yang telah dimilikinya agar dia berhasil memecahkan masalah. Pada tahap melihatmemeriksa kembali hasil pemecahan yang telah didapat semua kemampuan berpikir kritis juga sangat diperlukan untuk menguji apakah pemecahan masalah yang telah dilaksanakan sudah benar. Terlihat bahwa pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah akan melatih siswa berpikir kritis sehingga akan bertumbuh dan berkembang kemampuan berpikir kritis dalam kehidupannya. Juga dapat dilihat bahwa pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah sekaligus akan dapat membelajarkan siswa berpikir kritis. Ada beberapa hal lain yang didapat dari pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah Marcut, 2005: 1. Fokus pemecahan masalah adalah perhatian siswa yaitu pada ide-ide dan indera lebih mengingat fakta. 2. Pemecahan masalah mengembangkan keyakinan siswa bahwa mereka mampu memecahkan masalah matematika dan bahwa matematika masuk akal. 3. Melalui pembelajaran dengan pemecahan masalah yang menyenangkan siswa akan mengingat pelajaran dengan lebih baik. PENUTUP Kesimpulan Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah di samping akan melatih siswa menjadi pemecah masalah yang baik juga akan melatih atau akan “menumbuhkembangkan” kemampuan berpikir kritis siswa karena setiap tahapan dalam pemecahan masalah memerlukan kemampuan berpikir kritis dari siswa. Dengan terlatihnya siswa untuk menggali berpikir kritisnya dalam pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah diharapkan siswa akan dapat mengimplementasikan berpikir kritis dalam berbagai bidang kehidupan baik pada masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Desti Haryani Pembelajaran Matematika dengan PM-126 Saran dan Rekomendasi Dalam kesempatan ini dapat dikemukakan beberapa saran: 1. Agar guru-guru matematika dapat melaksanakan pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah yang dimulai dengan masalah-masalah yang sudah dikenal siswa dan dekat dengan lingkungan siswa. 2. Dalam melaksanakan pembelajaran dengan pemecahan masalah diharapkan guru tidak terlalu mengarahkan siswa agar kemampuan siswa berpikir kritis benar-benar dapat digali. DAFTAR PUSTAKA Bell, F.H. 1978. Teaching and Learning Mathematics in Secondary School . New York: WMC Brown Company Publishing Town. Charles, R O’Daffer, P. 1997. How to Evaluate Progress in Problem Solving . NCTM. Reston, VA. Dewi, I. 2009. Profil Komunikasi Mahasiswa Matematika Calon Guru Ditinjau dari Perbedaan Jenis Kelamin . Disertasi. Surabaya : PPS UNESA. Filsaime, D.K. 2008. Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta : Prestasi Pustaka. Harsanto, R. 2005. Melatih Anak Berpikir Kritis dan Kreatif . Jakarta: Grasindo. Hudojo, H. 1988. Belajar Mengajar Matematika . Jakarta: Depdiknas, Proyek P2LPTK. Marcut, I. 2005. Critical Thinking-Aplied to The Metodology of Teaching Mathematics. University of Macedonia. NCTM. 1980. Problem Solving in School Mathematics . Yearbook: NCTM Inc. Polya, G. 1973. How to Solve It New of Mathematical Method . Second Edition. New Jersey: Prence University Press. Santoso, H. 2009. Pengaruh Penggunaan Laboratorium Riil dan Laboratorium Virtuil pada Pembelajaran Fisika Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Tesis. Solo: PPS UNS. Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif . Edisi Revisi. Surabaya: Penerbit Srikandi.Suherman, E, dkk, 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer . Bandung: Jurusan Pendidika Matematika FPMIPA UPI. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-127 PEMBIASAAN BERPIKIR KRITIS DALAM BELAJAR MATEMATIKA SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN INDIVIDU YANG KRITIS Desti Haryani Universitas Palangkaraya Abstrak Tujuan tulisan ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana pembiasaan berpikir kritis dalam belajar matematika akan dapat membentuk individu yang kritis. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah mengkaji secara mendalam referensi-referensi yang berhubungan dengan tulisan ini. Berpikir kritis adalah suatu proses yang bertujuan membuat keputusan rasional yang diarahkan untuk memutuskan apakah meyakini atau melakukan sesuatu. Dengan berpikir kritis seseorang akan selalu mempertimbangkan secara rasional setiap tindakan yang dilakukannya dan akan selalu berpikir jauh ke depan tidak menggunakan emosi semata. Jika seseorang sejak usia dini dibiasakan berpikir kritis maka dia akan terbiasa untuk selalu berpikir kritis sepanjang hayatnya. Pembiasaan berpikir kritis dapat diajarkan melalui pendidikan di sekolah, salah satunya adalah melalui belajar matematika karena matematika berdasarkan logika maka matematika dapat digunakan sebagai sarana berlatih berpikir termasuk berpikir kritis. Agar melalui belajar matematika dapat dibentuk individu yang kritis maka dalam belajar matematika guru harus merancang pembelajaran matematika yang membiasakan siswa berpikir kritis. Banyak cara dan metode yang dapat digunakan untuk membiasakan siswa berpikir kritis dalam belajar matematika, antara lain melalui pembelajaran pemecahan masalah, diskusi, dan sebagainya. Kata kunci: berpikir kritis, belajar matematika PENDAHULUAN Matematika merupakan mata pelajaran yang menduduki peranan penting yang diajarkan di semua jenjang pendidikan mulai dari Sekolah Dasar sampai SMA, bahkan sampai Perguruan Tinggi. Matematika yang dipelajari di sekolah disebut matematika sekolah . Menurut Soedjadi 2000 : 37, matematika sekolah adalah unsur atau bagian dari matematika yang dipilih untuk menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan pada kepentingan kependidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan Usodo 2010 mengatakan bahwa matematika sekolah adalah matematika yang dipilah-pilah dan disesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual serta digunakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir bagi siswa. Matematika sekolah tetap memiliki ciri-ciri yang dimiliki matematika, yaitu memiliki kajian yang abstrak serta berpola pikir deduktif konsisten Suherman, dkk, 2001:21. Matematika yang diajarkan di sekolah bukan hanya mengajarkan keterampilan, berhitung bukan hanya keterampilan mengerjakan soal, bukan hanya aspek praktis yang dikejar. Tapi matematika juga mengajarkan aspek-aspek lain berupa kecermatan, ketelitian, berpikir logis, kritis, praktis bersikap positif dan berjiwa kreatif serta bertanggungjawab, disiplin, hingga keimanan . Fungsi mata pelajaran matematika adalah sebagai alat, pola pikir, dan ilmu pengetahuan. Sebagai alat, matematika digunakan sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi misalnya melalui persamaan atau tabel-tabel dalam model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal cerita atau soal uraian matematika lainnya. Sebagai pola Desti Haryani Pembiasaan Berpikir Kritis PM-128 pikir, matematika juga merupakan sarana pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian. Sedangkan sebagai ilmu atau pengetahuan , dalam belajar guru harus selalu menunjukkan bahwa matematika selalu mencari kebenaran dan bersedia meralat kebenaran yang sementara diterima bila ditemukan kesempatan untuk mencoba mengembangkan penemuan-penemuan sepanjang mengikuti pola pikir yang sah. Sedangkan tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah mengacu kepada fungsi matematika serta kepada tujuan Pendididikan Nasional yang telah dirumuskan yaitu mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 dalam Cahyono, 2008. Sebagai pembentuk pola pikir matematika dapat melatih dan membiasakan siswa melakukan aktivitas berpikir termasuk berpikir kritis. Menurut Ennis 1996 berpikir kritis adalah suatu proses yang bertujuan membuat keputusan rasional yang diarahkan untuk memutuskan apakah meyakini atau melakukan sesuatu. Dari definisi berpikir kritis ini dapat dikatakan bahwa seseorang yang berpikir kritis akan selalu berpikir dengan penuh pertimbangan sebelum meyakini atau melakukan sesuatu. Pertimbangan yang rasional tentu tidak terlepas dari peran logika dan penalaran yang merupakan unsur utama dari proses belajar matematika. Sehingga dengan demikian berpikir kritis dapat mulai dibiasakan pada siswa melalui belajar matematika. Dengan adanya pembiasaan berpikir kritis dalam belajar matematika diharapkan siswa akan dapat menjadi individu yang kritis. Dalam tulisan ini yang menjadi permasalahan adalah: Belajar matematika dengan pembiasaan berpikir kritis yang bagaimana sehingga dapat menjadikan siswa seorang individu yang kritis ? Permasalahan ini penulis rasa penting untuk dibahas karena pembentukan individu yang kritis merupakan salah satu tujuan pendidikan. PEMBAHASAN Berpikir Kritis Di atas telah dikemukakan salah satu definisi berpikir kritis, definisi lain yang lebih terperinci dikemukakan oleh Chance 2008, dalam Martomidjojo, 2009 berpikir kritis adalah kemampuan menganalisis fakta , membangkitkan dan mengatur ide, mempertahankan pendapat, membuat perbandingan, menarik kesimpulan, mengevaluasi argumen, dan memecahkan masalah. Melalui berpikir kritis seseorang dapat memperoleh informasi dengan benar, mengevaluasinya, dan memproses informasi tersebut sehingga diperoleh kesimpulan yang terpercaya. Berpikir kritis adalah merupakan bagian dari berpikir tingkat tinggi. Menurut Krulick dan Rudnick 1995 berpikir adalah hirarkis, artinya berpikir mempunyai tingkat-tingkat dari yang terendah ke yang tertinggi. Tingkat-tingkat berpikir tersebut adalah ingatan recall, berpikir dasar basic thinking, berpikir kritis critical thinking, dan berpikir kreatif creative thinking. Ingatan adalah sebuah fungsi dari kognisi yang melibatkan otak dalam pengambilan informasi Wikipedia, 2009. Berpikir yang tingkatannya di atas ingatan recall dinamakan penalaran. Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera observasi empirik yang menghasilkan sejumlah konsep. Berdasarkan pengamatan yang sejenis akan terbentuk proposisi- proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui Wikipedia, http:www.google.co.idsearch?hl=idsource=hpq-. Penalaran terdiri dari berpikir dasar, berpikir kritis, dan berpikir kreatif. Berpikir dasar adalah memahami konsep dan mengenal suatu konsep ketika konsep tersebut muncul pada suatu situasi tertentu. Sedangkan berpikir yang tingkatannya diatas berpikir dasar dinamakan berpikir tingkat tinggi high order thinking. Berpikir kreatif merupakan tingkat berpikir yang paling tinggi, sedangkan berpikir kritis dalam hirarki ini berada di bawah berpikir kreatif. Seperti yang telah dikemukakan di atas berpikir kritis sebagai bagian dari penalaran dan berpikir tingkat tinggi sangat diperlukan dalam kehidupan manusia, baik dalam kehidupan Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-129 pribadi, kehidupan sosial maupun dunia kerja. Sebelum melakukan suatu tindakan atau mengambil suatu keputusan sesorang harus berpikir secara kritis agar tindakan yang dilakukan atau keputusan yang diambil berdaya guna, tepat, dan efisien. Secara umum berpikir kritis adalah penentuan secara hati-hati dan sengaja apakah menerima, menolak atau menunda keputusan tentang suatu klaimpernyataan Moore dan Parker, 1988:4. Kemampuan berpikir kritis sangat penting, karena dalam kehidupan sehari-hari cara seseorang mengarahkan hidupnya bergantung pada pernyataan yang dipercayainya, pernyataan yang diterimanya. Selanjutnya secara lebih berhati-hati mengevaluasi suatu pernyataan, kemudian membagi isu-isu yang ada apakah relevan atau tidak dengan pernyataan yang dievaluasi. Ketika seseorang mempertimbangkan suatu pernyataan dia telah mempunyai sejumlah informasi tertentu yang relevan dengan pernyataan tersebut dan secara umum dapat menggambarkan di mana mendapatkan informasi yang lebih banyak jika diperlukan. Keinginan dan kemampuan untuk memperoleh informasi yang menghasilkan suatu keputusan adalah bagian dari proses berpikir kritis. Berpikir kritis membutuhkan banyak keterampilan, termasuk keterampilan mendengar dan membaca dengan hati-hati, mencari dan mendapatkan asumsi-asumsi yang tersembunyi, dan menjajaki konsekuensi dari suatu pernyataan Moore dan Parker. 1986: 5. Pada saat ini para psikolog dan pendidik dalam dan luar negeri sangat tertarik mengembangkan kemampuan berpikir kritis, tidak hanya di bidang pendidikan, tetapi juga pada bidang-bidang lain seperti ekonomi, politik, kesehatan dan sebagainya Syaban, 2010. Di Indonesia pengembangan berpikir kritis dilaksanakan terutama di bidang pendidikan. Di Amerika Serikat pengembangan berpikir kritis merupakan suatu prioritas nasional untuk kepentingan kewarganegaraan dan ekonomi Brookfield, 1987:1. Untuk kepentingan kewarganegaraan, pengembangan berpikir kritis untuk membentuk warga negara yang berpartisipasi lebih baik pada aktivitas politik yang demokratis. Sedangkan untuk kepentingan ekonomi, untuk membangun angkatan kerja yang aktif dan kreatif secara kritis yang dipandang sebagai kunci kebangkitan ekonomi Amerika untuk menghadapi kompetisi perdagangan dengan negara lain. Ada tiga perspektif utama dalam literatur terbaru mengenai pengajaran berpikir kritis pada tingkat perguruan tinggi, yaitu kemampuan berargumen, proses kognitif, dan pengembangan intelektual Lumsdaine, 1995 : 248; Kurfis, 1988:iii. Kemampuan berargumen, berpikir kritis sebagai keterampilan menganalisa dan mengkonstruksi argumen-argumen berdasarkan logika informal. Logika informal adalah cara penarikan kesimpulan yang benar tepat, tetapi langkah-langkahnya tidak dirinciterinci secara eksplisitjelas. Perspektif ini memberikan perhatian pada keterampilan-keterampilan analitis yang meningkatkan kemampuan siswa memberikan alasan pada keyakinan-keyakinan yang telah mereka miliki. Tetapi sering ditemui siswa tidak sanggup melaksanakan hal ini dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya siswa yang berpikir kritis jika menghadapi suatu masalah matematika sebelum menyelesaikan masalah tersebut akan mengemukakan argumen-argumen yang berhubungan dengan masalah tersebut, seperti argumen mengenai hal-hal yang diketahui, hal-hal yang ditanyakan, dan perkiraan langkah-langkah penyelesaian,dan sebagainya. Argumen-argumen yang dikemukakan pada tahap awal belum terstruktur dan hanya menggunakan logika informal. Proses kognitif, berpikir kritis sebagai pengkonstruksian makna. Siswa menginterpretasikan masalah-masalah atau fenomena-fenomena berdasarkan apa yang telah mereka ketahui atau percayai, mereka mengkonstruksi suatu model mental dari masalah atau situasi di sekitar suatu pernyataan atau hipotesis yang didukung oleh penalaran dan fakta. Tiga jenis pengetahuan yang berinteraksi dalam pengembangan model mental adalah : 1 pengetahuan deklaratif, mengetahui fakta-fakta dan konsep-konsep dalam disiplin ilmu tertentu ; 2 pengetahuan prosedural, mengetahui bagaimana menalar, menyelidiki, dan mempresentasikan pengetahuan dalam disiplin ilmu tertentu; 3 metakognisi, strategi-strategi kontrol kognitif, seperti penentuan tujuan, mengetahui kapan informasi tambahan diperlukan, menilai kebermanfaatan suatu penyelidikan. Dengan begitu, pelajaran baru tidak disimpan siswa sebagai Desti Haryani Pembiasaan Berpikir Kritis PM-130 suatu kumpulan fakta-fakta yang terisolasi, tetapi dikonstruksi secara bermakna dalam pola-pola atau tulisan-tulisan yang dipahami oleh siswa. Para pengajar jarang mengajarkan strategi-strategi, prosedur-prosedur, dan metakognisi secara eksplisit sehingga siswa jarang belajar bagaimana mengaplikasikan pengetahuan dan berpikir kritis dalam situasi yang tidak dikenal. Contohnya jika siswa menghadapi suatu masalah seperti masalah matematika dari perspektif ini siswa akan melakukan sutu proses mental yaitu menginterpretasikan masalah matematika yang harus diselesaikan dengan pengetahuan matematika yang telah diketahui atau dimilikinya baik pengetahuan konseptualdeklaratif matematika, pengetahuan prosedural matematika serta melakukan kegiatan metakognisi yaitu mempertanyakan apa saja informasi yang telah diketahui dan ada di pikirannya tentang masalah yang dihadapi. Sedangkan dari perspektif pengembangan intelektual, berpikir kritis sebagai manifestasi dari suatu teori pengetahuan kontekstual. Perspektif ini menguji hubungan siswa dengan keyakinan dan pengetahuan. Perhatian yang serius pada kebenaran keyakinan membantu siswa memandang pengetahuan mempunyai kelebihan dan kekurangan dan kebermanfaatan pengetahuan dapat didiskusikan pada komunitas intelektual. Dari pandangan pengembangan intelektual, berpikir kritis menjadikan siswa bersikap rasional dan menjaga komitmen dalam dunia relativistik. Contohnya jika siswa selalu berpikir kritis, maka intelektual dan rasional siswa akan berkembang dengan baik terutama yang berhubungan dengan masalah-masalah yang dihadapi karena kemampuannya secara intelektual sering digunakan. Mengingat peranan penting berpikir kritis dalam kehidupan seseorang baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam bermasyarakat, maka berpikir kritis merupakan suatu karakteristik yang dianggap penting untuk diajarkan di sekolah pada setiap jenjang, tapi kenyataannya jarang diajarkan oleh guru di kelas. Salah satu mata pelajaran yang dianggap dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis adalah matematika de Bono, 1990: 9 . Hal ini sesuai dengan Syaban 2010, sikap dan cara berpikir kritis dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran matematika karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan yang mempelajarinya terampil berpikir rasional, logis, dan kritis. Belajar Matematika Pengetahuan matematika terdiri dari fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan aksioma-aksioma. Sedangkan pengetahuan matematis terdiri tiga level yaitu prosedur-prosedur dan operasi-operasi matematis, konsep- konsep matematis, dan “insights” matematika. Sebahagian besar pengetahuan matematika bersifat abstrak yang kadang-kadang disebut juga sebagai “benda pikiran” yang memerlukan proses kognitif tingkat tinggi untuk mempelajarinya. Walaupun sebahagian besar pengetahuan matematika bersifat tetapi sebahagian besar juga dapat dirujuk dari benda-benda konkret. Karena sifat pengetahuan matematika yang berbeda dari pengetahuan lain, maka cara dan metode belajar matematika juga berbeda dengan pengetahuan lain. Aktivitas belajar matematika adalah aktivitas membuat makna dari aspek-aspek pola dan hubungan melalui abstraksi. Pengetahuan matematika digeneralisasi dan dinilai dengan logika dan kreativitas melalui suatu siklus investigasi yang memperhatikan representasi, manipulasi, dan validasi. Belajar matematika di tingkat dasar sebaiknya dimulai dari unsur-unsur konkret dan berasal dari benda-benda di sekitar lingkungan anak yang telah dikenal anak realistik. Secara bertahap barulah di tingkatkan keabstrakannya yang juga disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Kita telah mengenal bermacam-macam metode belajar matematika seperti metode ekspositori, tanya jawab, diskusi, inquiri, pemecahan masalah, dan sebagainya. Sedangkan metode terbaru yang banyak digalakkan di berbagai kursus dan bimbingan belajar adalah metode kumon, jarimatika, sempoa, dan sebagainya. Di antara metode-metode tersebut tidak ada metode yang paling sempurna tetapi masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Melalui setiap metode belajar matematika siswa dapat dibiasakan berpikir kritis. Misalnya Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-131 dari metode diskusi, siswa dapat dibiasakan berpikir kritis dari argumen-argumen yang dikemukan pada saat diskusi. Dari interaksi di antara para siswa memainkan peran utama merangsang daya berpikir kritis. Dalam berdiskusi guru harus mengatur berlangsungnya diskusi sehingga setiap peserta diskusi dapat menggali berpikir kritisnya. Dalam metode inquiri berpikir kritis sangat memungkinkan untuk siswa berpikir kritis yaitu dalam melakukan kegiatan penemuan, menentukan hasil penemuan, dan dalam melihat kembali apakah hasil penemuan yang telah diperoleh apakah sudah merupakan hasil yang diharapkan. Begitu juga dengan metode ekspositori dan tanya jawab pembiasaan berpikir kritis dapat dilakukan asalkan guru dapat mengeksplorasi suasana belajar dan pertanyaan yang diajukan dapat membangkitkan berpikir kritis siswa. Metode belajar yang sangat berperan sekali dalam pembiasaan berpikir kritis adalah pemecahan masalah. Melalui setiap tahapan pemecahan masalah siswa akan terbiasa berpikir kritis, mulai dari tahap memahami masalah, membuat rencana, melaksanakan rencana sampai pada melihat kembali hasil pemecahan yang telah dilakukan. Melalui proses belajar matematika secara kooperatif siswa juga dapat dibiasakan berpikir kritis. Dalam belajar secara kooperatif, siswa bisa mendengar perspektif-perspektif yang lain, menganalisis klaim-klaim, mengevaluasi bukti-bukti, menjelaskan, dan menjustifikasi penalaran mereka. Selain dengan melalui penggunaan metode-metode belajar, pembiasaan berpikir dalam belajar matematika juga bisa dilakukan dengan strategi-strategi lain yaitu pengaturan tempat duduk siswa, mengalokasikan waktu untuk untuk interaksi dan refleksi, dan dengan memulai pelajaran dengan sebuah masalah serta mengakhiri pelajaran dengan latihan evaluatif singkat. KESIMPULAN Individu yang kritis adalah individu yang dalam setiap perkataan maupun tindakannya selalu penuh pertimbangan dan hati-hati. Sebelum dia memutuskan sesuatu dia terlebih dahulu memahami suatu informasi yang diterimanya, memperhatikan, memahami, dan menjustifikasi fakta-fakta, memvalidasi fakta-fakta, menarik kesimpulan untuk memutuskan sesuatu. Karakteristik-karakteristik individu yang kritis ini akan dapat terbentuk dari pembiasaan dia berpikir kritis karena karakteristik ini juga merupakan komponen dari berpikir kritis. Agar pembiasaan berpikir kritis ini dapat dilaksanakan melalui belajar matematika, maka guru harus menciptakan suasana belajar mengajar yang memungkinkan siswa untuk terbiasa berpikir kritis. Pembiasaan ini dapat dilakukan melalui metode belajar yang dilaksanakan atau strategi-strategi lain. DAFTAR PUSTAKA de Bono, E. 1990. Mengajar Berpikir Terjemahan oleh Soemardjo . Jakarta: Erlangga. Brookfield, S.D. 1988. Developing Critical Thinkers. Challenging Adults to Explore Alternative Ways of Thinking and Acting . San Fransisco: Jossey-Bass Publishers. Ennis, R.H. 1995. Critical Thinking . University of Illinois. Krulick, S Rudnick, J.A. 1995. The New Sourcebook for Teaching and Problem Solving in Elementary School . Needam Heights: Allyn Bacon. Kurfiss, J.G. 1988. Critical Thinking. Theory,Research, Practice, and Possibilities . ASHE-ERIC Higher Education Reports, Volume 17 No. 2. Graduate School of Education and Human Development, The George Washington University. Desti Haryani Pembiasaan Berpikir Kritis PM-132 Martomidjojo.http:www.ekodok.comsearch.PEMBUDAYAAN+KETERAMPILAN+BERPIKI R+KRITIS. Diunduh bulan Februari 2010. Moore, B.N Parker, R. 1986. Critical Thinking Evaluating and Arguments in Everyday Life . California State University. California: Mayfield Publishing Company. Polya, G. 1973. How to Solve It New of Mathematical Method . Second Edition. New Jersey: Prence University Press. Suherman, E, dkk, 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidika Matematika FPMIPA UPI. Syaban, M. http:educare.e-fkipunla.netindex2.php?option=com. Diunduh bulan Maret 2010. Wikipedia, Kamus Online http:wikimediafoundation.orgfundraising. Diunduh bulan April 2010. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-133 PENGEMBANGAN SOF TSKILL MAHASISWA CALON GURU MELALUI PERKULIAHAN DI JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA Endang Listyani Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Email: listy_matunyyahoo.co.id Abstrak Banyak survey yang telah dilakukan dan mengungkapkan bahwa lulusan universitas yang dibutuhkan di dunia kerja adalah lulusan yang tidak hanya memiliki hardskill namun juga yang memiliki softskill, Sebagai contoh, hampir semua lapangan pekerjaan membutuhkan kemampuan berkomunikasi dan bekerja dalam tim. Pada umumnya softskills didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain interpersonal skill dan kemampuan dalam mengaturmengelola dirinya sendiri intrapersonal skill. Softskill merupakan kompetensi non akademik yang menjadi modal seorang sarjana agar dapat mencapai kesuksesan dalam karier serta lebih berhasil dan berfungsi dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu cara yang cukup baik untuk mengembangkan softskills mahasiswa adalah melalui perkuliahan dengan segala aktivitasnya. Kata kunci: softskill. PENDAHULUAN Tuntutan yang harus dihadapi oleh para guru matematika di masa depan semakin tinggi. Tidak hanya kompetensi akademik saja yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan sebagai guru matematika tetapi diperlukan juga softskill sebagai kemampuan non akademik. Dengan demikian Jurusan Pendidikan Matematika khususnya Program Studi matematika mempunyai kewajiban untuk menyiapkan lulusannya dalam kompetensi akademik maupun non akademik yaitu softskill agar dapat memenuhi tuntutan di dunia kerja. Soft skill didefinisikan sebagai keterampilan dalam berpikir analitis yang membangun, berpikir logis, kritis, mampu berkomunikasi dan bekerjasama dalam team, serta bersikap dan berperilaku dalam berkarya sehingga dapat mandiri. Soft skill merupakan kompetensi non akademik yang menjadi modal seorang sarjana agar dapat mencapai kesuksesan dalam karier serta lebih berhasil dan berfungsi dalam kehidupan bermasyarakat. Upaya untuk mengembangkan softskill mahasiswa telah banyak dilakukan. Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam UNY setiap tahun meyelenggarakan pelatihan softskill bagi mahasiswa baru. Demikian pula Program Studi Pendidikan Matematika melalui program I- MHERE UNY telah melaksanakan berbagai kegiatan yang dimaksudkan untuk membekali lulusan dengan soft skill yang memadai, misalnya kemampuan berfikir kritis, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi, kemampuan kepemimpinanan, kemampuan kerja sama, kemampuan beretika, dan sebagainya, yang diintegrasikan dalam perkuliahan. PEMBAHASAN Berdasarkan tracer study yang telah dilakukan oleh program studi Pendidikan Matematika menunjukkan bahwa gaji pertama lulusan Program Studi Pendidikan Matematika relatif masih rendah. Banyak lulusan yang hanya sebagai guru privat dengan gaji rendah. Hanya sedikit dari lulusan yang mendapat pekerjaan yang menjanjikan seperti menjadi guru di sekolah bertaraf Endang Listyani Pengembangan Soft Skill PM-134 internasional. Untuk mendapatkan pekerjaan yang prestisius lulusan dituntut tidak hanya mempunyai kemampuan akademik hardskill yang tinggi, tetapi juga harus mempunyai kemampuan softskill . Softskill sangat diperlukan untuk mencapai kemampuan akademik sebagaimana dinyatakan dalam kurikulum. Untuk dapat mencapai prestasi akademik tinggi mahasiswa dituntut untuk mempunyai kemampuan softskill seperti kemampuan berfikir kritis, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi, kemampuan kepemimpinanan, kemampuan kerja sama, kemampuan beretika. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Di dalam penjelasan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tersebut dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan pendidik sebagai agen pembelajaran learning agent pada ketentuan tersebut adalah peran pendidik antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik. Lebih lanjut, disebutkan dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tersebut bahwa yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Sedangkan kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtuawali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah dikatakan bahwa kompetensi pedagogik berkaitan dengan kemampuan menyelenggarakan pembelajaran, kompetensi profesional berkaitan dengan kemampuan melaksanakan fungsi dan tugas pokok berdasarkan keahlian, kompetensi kepribadian berkaitan dengan kemampuan mengendalikan diri sebagai pribadi dewasa, dan kompetensi sosial berkaitan dengan kemampuan berinteraksi dengan lingkungan dan masyarakat. Tuntutan terhadap guru profesional yang demikian ini sungguh berat, jika mereka tidak dipersiapkan dari awal, yaitu sejak mereka mengikuti perkuliahan sebagai calon guru. Fungsi mediator dan fasilitator bagi guru, menurut Suparno 1996, dapat dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut: 1 Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses, dan penelitian, 2 Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka, dan 3 Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran seorang siswa itu benar ataukah tidak. Fungsi yang demikian ini akan dapat dilaksanakan dengan baik oleh seorang guru jika ia mempunyai sejumlah kompetensi sebagaimana disebutkan di atas. Nussbaum 2009 menyebutkan teamwork, attention to detail, energydrive, work composure, initiative, and communication skill , sebagai soft skill yang sangat penting dalam profesi yang terkait dengan jasa. Phani 2007 mendaftar 60 jenis soft skill yang paling “top” untuk berbagai profesi pada umumnya. Diantara temuan dalam penelitiannya menyebutkan bahwa positive work ethics, good attitude, and desire to learn and be trained , merupakan soft skill yang pada umumnya diperlukan seorang pekerja. Di dalam Wikipedia http:en.wikipedia.orgwikiSoft-skills disebutkan bahwa “ soft skills is a sociological term for a person’s “EQ” Emotional Intelligence Quotient, which refers to the cluster of personality traits, social graces, communication, ability with language, personal Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-135 habits, friendliness, and optimism that mark each of us in varying degrees ”. Beberapa contoh interpersonal skill yang merupakan bagian dari softskill yang sangat penting untuk menunjang karir seseorang, menurut Wikipedia, adalah ketrampilan: 1 berpartisipasi sebagai anggota tim, 2 mengajari orang lain, 3 melayani pelanggan, 4 memimpin, 5 bernegosiasi, 6 bekerja dalam keragaman budaya, 7 memotivasi orang lain, dan 8 bertukar pikirangagasanpandangan dengan orang lain. Secara garis besar softskill bisa digolongkan ke dalam dua kategori : intrapersonal dan interpersonal skill. Intrapersonal skill mencakup : self awareness self confident, self assessment, trait preference, emotional awareness dan self skill improvement, self control, trust, worthiness, timesource management, proactivity, conscience. Sedangkan interpersonal skill mencakup social awareness political awareness, developing others, leveraging diversity, service orientation, empathy dan social skill leadership,influence, communication, conflict management, cooperation, team work, synergy httpwww.ubb.ac.id menulengkap php judul=antara hardskill dan softskill Menurut Ilah Sailah 2009, 10 atribut soft skills yang banyak berperan di dunia kerja, yaitu a. Inisiatif b. Integritas c. Berfikir kritis d. Kemauan untuk belajar e. Komitmen f. Motivasi untuk meraih prestasi g. Antusias h. Kemampuan berkomunikasi i. Handal reliable j. Berkreasi Langkah-langkah pengembangan softskills dapat dilakukan dengan berbagai cara TNT Magazine, 2009, diantaranya adalah dengan program pengembangan: 1 written curriculum , ini dilakukan dengan memasukan softskills yang telah ditentukan ke dalam rancangan pembelajaran. dengan demikian penguasaan mahasiswa terhadap softskills tertentu harus dimasukkan dalam aspek penilaian mata kuliah tersebut. Sebagai contoh, melalui program I-MHERE sejak tahun 2008 sampai sekarang, Program Studi Pendidikan Matematika FMIPA UNY telah mengembangkan beberapa kemampuan softskill melalui beberapa mata kuliah, diantaranya adalah a kemampuan komunikasi, dengan aspek-aspek Komunikasi lisan dan non lisan. Komunikasi lisan dikembangkan dengan indikator: menyampaikan ide dengan jelas dan yakin keruntutan dalam menyampaikan ide penggunaan bahasa baku sesuai konteks komunikasi interpersonal sesuai dengan situasi Sedangkan komunikasi non lisan dikembangkan dengan indikator mendengarkan dengan aktif dan memberikan tanggapan yang sesuai. b Kemampuan penyelesaian Masalah Problem Solving dikembangkan dengan indikator: Mengenali masalah Menganalisis masalah Merancang strategi penyelesaian masalah Memberi justifikasi Kebenaran penyelesaian masalah Endang Listyani Pengembangan Soft Skill PM-136 c Kemampuan bekerja sama Team Work dikembangkan dengan indikator Interaksi dalam kelompok Berperan dalam kelompok Memberi sumbangan dalam kelompok Menghargai pendapat orang lain d Kemampuan kepemimpinan Leadership, dikembangkan dengan indikator Kemampuan merancang kegiatan yang akan dilakukan Kemampuan mengorganisasi pelaksanaan suatu kegiatan Kemampuan menerima pendapat orang lain Kemampuan memotivasi anggota kelompok Kemampuan-kemampuan tersebut di atas merupakan modal bagi calon guru agar dapat mengembangkan diri secara optimal di dunia kerjanya kelak. 2 Hidden curriculum , ini dilakukan secara informal yaitu melalui interaksi dosen-mahasiswa. dosen sebagai panutan role mode l. dapat juga dilakukan dengan menciptakan atmosfir akademik di lingkungan jurusan atau program studi. Dosen dalam aktivitas perkuliahan dapat memberi teladan sekaligus melatih kedisiplinan, tanggungjawab, etika sopan santun, kemandirian kepada mahasiswa 3 Co-curriculum , memanfaatkan kegiatan seperti Praktik Pengalaman lapangan PPL, ataupun KKN kuliah kerja nyata. 4 Extra-curriculum , melibatkan unit kegiatan mahasiswa sebagai wadah untuk melatih softskills mahasiswa tersebut. Dari berbagai pandapat yang diajukan tentang pentingnya softskill untuk pengembangan karir termasuk juga karir sebagai guru matematika, Program Studi Pendidikan Matematika berkewajiban menyiapkan lulusan yang memiliki kompetensi softskill seperti yang telah disebutkan di atas. PENUTUP Beberapa hal yang perlu dilakukan oleh Jurusan Pendidikan Matematika khususnya Program Studi Pendidikan Matematika untuk menyiapkan lulusannya adalah: a. Program Studi membuat soft skills statement dari lulusan yang diintegrasikan dengan kompetensi lulusan, yang akan menjadi brand image lulusan. b. Program Studi mengidentifikasi kemampuan soft skills yang akan dikembangkan oleh mahasiswa baru c. Program Studi membuat perencanaan untuk masing-masing tingkat, sehingga tergambarkan proses pembangunan karakter yang dikehendaki sampai mahasiswa lulus d. Program membuat program terobosan yang khas dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada dalam pengembangan soft skills. Beberapa hal yang perlu dilakukan mahasiswa a. Buat goal yang jelas dalam membentuk karakter ingin dicitrakan sebagai guru yang seperti apa? b. Aktif berinteraksi dan berpartisipasi dalam kegiatan kemahasiswaan yang berfokus pada pembentukan karakter c. Memiliki role model guru sukses, pelajari outobiografinya dan tiru kebiasaan menuju guru sukses Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-137 d. Rajin membaca buku yang bermuatan pengembangan kepribadian dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari cara berkomunikasi, saling menghargai, disiplin, komitmen, bertanggungjawab dan senantiasa jujur e. Aktif dalam proses pembelajaran sebagai pembelajar yang partisipatif dan dapat menggunakan sumber belajar multi dimensi DAFTAR PUSTAKA Bernadin, H. John Russell, Joyce E.A.. 1993, Human resource management , International edition, Singapura : McGraw Hill,Inc. Bustami Rahman. 2008. Antara hardskill dan softskill. Tersedia di http:www.infocomcare . Diakses tanggal 6 Mei 2011 Illah Sailah, 2011. Pengembangan Softskill di Perguruan Tinggi. Tersedia di http:mawa.uns.ac.id . Diakses tanggal 9 Maret 2011 Ramesh, Gopalaswamy. 2010. The Ace of Softskill, Attitude, Communication, and Etiquette for Succes . India: Dorling Kudersley Endang Listyani Pengembangan Soft Skill PM-138 Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-139 BERPIKIR LATERAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

R. Rosnawati