Analisis soal Rencana pemecahan masalah Proses perhitungan Looking Back

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-187 Volum pekj selama diberhentikan 4 hari 0 orang x 4hari = 0 0 orang artinya tidak ada satu orangpun yang bekerja Jadi sisa volum pekj 560 – 224= 336 Sehingga formula yang dipergunakan untuk mengetahui total pekerja yang diperlukan adalah sisa volum pekj : sisa waktu yang tersedia, yaitu: 336 : 8 = 42 Dengan demikian diperlukan tambahan pekerja sebanyak 42 – 28 = 14 orang. Jika dikomunikasikan dalam diagram seperti berikut ini, Contoh masalah untuk menguji kemampuan menyelesaikan masalah berkaitan dengan jual-beli dan perbankan atau koperasi. Sebuah pedagang menjual jam tangan dengan harga Rp. 660.000,00. Pedagang tersebut mendapat untung 32. Harga pembelian jam tangan tersebut adalah….. Alternatif cara penyelesaian:

1. Analisis soal

Diketahui: Harga jual = Rp. 660.000,00. Volum pekj dalam 8 hari = 8 x 28 = 224 Volum pekj dalam 4 hari istr = 4 x 0 = 0 Sisa Volum pekyang harus diselesaikan dalam sisa waktu 8 hari 336 Total pekerja? Tambahan Pekerja ? Total Volum pekj 20 x 28 = 560 Kokom Komariah Penerapan Metode Pembelajaran PM-188 Besar keuntungan = 32. Ditanyakan: Harga beli

2. Rencana pemecahan masalah

Landasan : Definisi: besar keuntungan adalah prosentase keuntungan dikali harga pembelian Konsep “untung”, adalah Harga jual harga beli maka masalah dirumuskan dengan: Harga jual = harga beli + keuntungan

3. Proses perhitungan

Misal harga beli = b dan harga jual = j Maka: Harga jual = harga beli + keuntungan j = b + 32 x b j = b 100 132 dikaitkan dengan operasi bilangan pecahan b = j : 100 132 b = 660.000 : 100 132 b = 500.000

4. Looking Back

Mengkonfirmasi kebenaran penyelesaian dengan dua konsep tentang keuntungan. Harga beli = Rp. 500.000,00 Harga jual = Rp. 660.000,00 Konsep 1 Besar keuntungan = Harga jual – Harga beli = Rp. 660.000,00 - Rp. 500.000,00 = Rp.160.000,00 Konfirmasi dengan konsep 2. Besar keuntungan = prosentasi keuntungan x harga beli Besar keuntungan = 32 x Rp. 500.000,00 = Rp.160.000,00 Berdasarkan uraian di atas maka disimpulkan bahwa harga beli jam tangan adalah Rp.160.000,00 Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 M-209 PENGARUH FAKTOR PERTUMBUHAN POPULASI TERHADAP EPIDEMI DEMAM BERDARAH DENGUE Kusbudiono dan Basuki Widodo Jurusan Matematika ITS Surabaya Abstrak Demam Berdarah Dengue telah menjadi salah satu penyakit yang tergolong epidemik dan endemik serta belum ditemukan obatnya. Pada daerah dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi tingkat penyebaran juga akan semakin tinggi. Salah satu model pertumbuhan penduduk adalah model pertumbuhan populasi logistik akan dapat meramalkan tingkat kepadatan penduduk. Selama ini antara pertumbuhan penduduk dengan epidemik suatu penyakit dianggap sebagai sesuatu yang terpisah. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis akan mencoba mengaitkan antara laju pertumbuhan populasi dari model pertumbuhan populasi logistik dengan epidemi penyakit demam berdarah Dengue. Metode penelitian pada tesis ini adalah studi pustaka dan simulasi model, nantinya akan dikaji model pertumbuhan populasi logistik. Selain itu juga akan dibahas kaitan antara pertumbuhan populasi dengan epidemi penyakit demam berdarah Dengue. Hasil dari penelitian ini adalah penyelesaian dan simulasi model pertumbuhan logistik dan model epidemi penyakit demam berdarah Dengue. Selain itu juga dihasilkan bahwa laju pertumbuhan populasi berpengaruh dalam epidemi penyakit demam berdarah Dengue. Kata kunci: laju pertumbuhan populasi, model pertumbuhan populasi logistik PENDAHULUAN Perubahan jumlah populasi populasi setiap waktu merupakan salah satu penanda terjadinya pertumbuhan populasi yang dipengaruhi oleh jumlah kelahiran, kematian dan migrasi. Salah satu model pertumbuhan adalah model pertumbuhan kontinu khususnya model logistik. Dimana model pertumbuhan logistik tersebut tentunya mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dengan diketahuinya banyaknya kelahiran, kematian dan migrasi maka laju perubahan populasi dapat dihitung. Kembali pada model pertumbuhan logistik, model ini merupakan pengembangan dari model pertumbuhan eksponensial yang pertama kali dicetuskan oleh Maltus. Model pertumbuhan logistik ini pertama kali dicetuskan oleh Pierre Velhust pada tahun 1838.Muchyidin, 2009 Salah satu contoh terapan model matematika yang diambil dalam penelitian ini adalah bidang kesehatan, yaitu terjadinya penyebaran penyakit demam berdarah. Penyakit demam berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa wabah. Nyamuk penularnya Aedes aegypti dan virus Dengue tersebar luas, sehingga penularan penyakit demam berdarah dengue terjadi di semua tempat wilayah yang terdapat nyamuk penular penyakit tersebut. Agushybana, 2005 Untuk itu perlu dikembangkan suatu sistem surveilans yang didukung oleh sistem komputer dan teknologi informasi. Sebelum digunakan, diberikan pelatihan kepada para tenaga yang akan mengoperasikannya.Agushybana, 2005. Salah satu alat untuk menunjang sistem tersebut adalah model matematika yang berbentuk sistem persamaan di fferensial biasa order satu. Dalam penelitian ini akan dilakukan simulasi dan analisa dengan menyelesaikan model tersebut secara numerik dengan metode Runge-Kutta. Pada daerah dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi maka akan mening-katkan angka kejadian. Djallalluddin dkk, 2004. Laju kelahiran dan kematian tidak hanya berpengaruh terhadap perubahan jumlah populasi. Akan tetapi keduanya juga berpengaruh terhadap epidemi penyakit. Kusbudiono Pengaruh Faktor Pertumbuhan M-210 Salah satunya adalah penyakit demam berdarah Dengue. Selama ini antara pertumbuhan penduduk dengan epidemik suatu penyakit dianggap sebagai sesuatu yang terpisah. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis akan mencoba mengaitkan antara laju pertumbuhan populasi dari model pertumbuhan populasi logistik dengan epidemi penyakit demam berdarah Dengue. Pada bagian awal akan dikaji macam-macam model pertumbuhan populasi. Selanjutnya dari bahasan mengenai pertumbuhan populasi penduduk ini diperoleh permasalahan sebagai berikut a. Bagaimana pengaruh laju pertumbuhan logistik terhadap dinamika penyebaran penyakit demam berdarah Dengue? b. Bagaimana penyelesaian dan simulasi model pertumbuhan logistik dan model penyebaran penyakit demam berdarah? Tujuan utama dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk menganalisa model pertumbuhan populasi dan kaitannya dengan epidemi penyakit demam berdarah. Untuk mencapai tujuan tersebut, terlebih dahulu akan dikaji model pertumbuhan populasi kontinu yang didalamnya membahas model pertumbuhan eksponensial dan logistik kemudian dikaji juga model penyebaran demam berdarah. Tujuan berikutnya adalah dari data-data yang diperoleh dilakukan simulasi dengan terlebih dahulu membuat program penyelesaian dari model logistik dan model penyebaran demam berdarah tersebut. Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. bagi peneliti akan diperoleh tambahan informasi mengenai pengaruh dari laju pertumbuhan penduduk terhadap penyebaran penyakit demam berdarah dengue, b. bagi Dinas Kesehatan Kabupaten khususnya puskesmaspuskesmas dengan menggunakan metode pada penelitian ini akan diperoleh taksiran jumlah penderita demam berdarah Dengue. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kajian pustaka dengan melakukan studi literature dan pengumpulan referensi mengenai teori-teori yang mendukung penyelesaian penelitian ini, antara lain : a. penyakit demam berdarah dengue, b. model matematika dari pertumbuhan logistik, c. model matematika dari penyebaran penyakit demam berdarah dengue, d. penyelesaian dari model matematika penyebaran penyakit demam berdarah. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Model Pertumbuhan Populasi Logistik Model pertumbuhan populasi logistik ini merupakan penyempurnaan dari model pertumbuhan eksponensial diatas. Pada model ini jumlah populasi dipengaruhi oleh besar kecilnya daya dukung lingkungan seperti suplai makanan, tempat tinggal, kualitas bangunan dan lain sebagainya. Dengan hal tersebut diharapkan model ini mempunyai penyimpangan data populasi yang sangat kecil atau mempunyai kemiripan dengan data yang sebenarnya. Untuk mengkonstruksi model pertumbuhan ini diasumsikan bahwa besarnya perubahan populasi t dalam selang waktu t sebanding dengan: 1 banyaknya populasi pada saat , t y t 2 selang waktu t 3 proporsi “sisa” banyaknya individu dalam populasi yang belum digunakan 1 y K . Dengan K adalah jumlah maksimum banyaknya individu dalam suatu populasi. Sehingga dari asumsi-asumsi diatas diperoleh hubungan 1 y t y t y t t K yang berarti Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 M-211 1 y y t ry t t K 3.1 dengan r merupakan konstanta kesebandingan. Hasil tersebut memberikan laju pertumbuhan populasi logistik sebagai berikut 1 dy y t ry t dt K 3.2 Dengan cara yang sama pada persamaan pertumbuhan ekspoennsial didapat solusi khusus persamaan 3.2 rt Ky y t K y e y 3.3 dari persamaaan 3.3 untuk t →∞ didapat lim t rt x Ky y K K y e y 3.4 Hal tersebut berarti untuk jangka waktu yang sangat lama terdapat jumlah maksimum dari populasi tersebut yang membatasi pertumbuhan populasinya. Sebagai ilustrasi akan dilakukan simulasi model dengan menggunakan data penduduk Indonesia antara tahun 1961 -2010 yang ditunjukkan oleh tabel 1. Tabel 1. Daftar Jumlah Penduduk Indonesia Tahun Jumlah Penduduk Indonesia 1961 1971 1980 1990 2000 2010 97.100.000 119.208.229 147.490.298 179.378.946 205.132.458 237.556.363 Dari tabel 1. terlihat bahwa dari mulai tahun 1961-2010 jumlah penduduk Indonesia mengalami kenaikan. Secara umum terlihat dari awal tahun pada tabel bila dibandingkan dengan akhir tahun pada tabel telah terjadi kenaikan jumlah penduduk. Untuk menentukan model logistik dengan data jumlah penduduk Indonesia pada tabel 1, terlebih dahulu harus diketahui nilai K dan r . Salah satu caranya adalah melakukan pelinieran solusi persaman logistik pada persamaan 3.3. Pelinieran solusi tersebut dapat mengunakan metode nonlinier least squares estimation yang memenuhi persamaan berikut: 2 3 1 1 i i t y e 3.5 β1 dengan i y merupakan jumlah populasi pada saat t , 1 adalah nilai asimtotik pertumbuhan populasi, 2 jumlah populasi pada saat t = 0 dan 3 kontrol laju pertumbuhan populasi. Pada tabel 1, jumlah penduduk Indonesia masih berada dibawah 400.000.000, dengan demikian dapat dipilih nilai 1 = 400.000.000. Selanjutnya dimisalkan t = 0 adalah tahun 1961 dengan satuan waktu 10 tahun kemudian substitusikan kedalam persamaan 3.5 dan menggunakan nilai y = 97.100.000 dari data tabel 1 serta diasumsikan error adalah 0, maka diperoleh 2 1,137 3.6 dengan cara yang sama, untuk t 1 = 1 pada tahun 1971 diperoleh 3 = −0,281. Dan dengan memadankan persamaan 3.3 dengan persamaan 3.5 diperoleh Kusbudiono Pengaruh Faktor Pertumbuhan M-212 400.000.000 0, 281 K r 3.7 Selanjutnya dengan mensubtitusikan nilai pada persamaan 3.7 kedalam persamaan 3.3 serta mensubtitusikan persamaan 3.6 dan 3.7 kedalam persamaan 3.5, diperoleh 0,281 400.000.000 97.100.000 250.000.000 97.100.000 97.100.000 t y t e 3.8 untuk persamaan logistik dan 0,454 0,0361 400.000.000 1 t y t e 3.9 untuk persamaan logistic least square. Tabel 2. Daftar Perbandingan Jumlah Penduduk Indonesia Hasil Sensus dan Hasil Model Tahun Sensus Model LLS 1961 1971 1980 1990 2000 2010 97.100.000 119.208.229 147.490.298 179.378.946 205.132.458 237.556.363 97.100.000 119.189.020 141.647.836 163.063.247 182.269.870 198.571.521 97.100.000 119.191.686 141.650.460 163.065.670 182.271.981 198.573.267 Gambar 1. Grafik Perbandingan Jumlah Penduduk Indonesia Hasi Sensus dan Hasil Model Dari persamaan 3.8 dan 3.9 diatas diperoleh jumlah taksiran model pertumbuhan logistik seperti pada tabel diatas. Dari tabel 2 maupun seperti terlihat dari gambar 1 diatas, model pertumbuhan logistik dan metode LLS cukup signifikan untuk menaksir pertumbuhan populasi antara tahun 1961-2010. Kajian Model Penyebaran Demam Berdarah Dengue Model Matematika Model transmisi demam berdarah Dengue yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 M-213 h h v h h T h T h h v h h h T h h h h v v h v h h T h v h v v v T b d S N S I S dt N b d I S I r I dt N d R rI R dt b d S D S I S dt N b d I S I I dt N 3.10 Dengan kondisi-kondisi: dan h h h v v T v N S I R N S I 3.11 dimana: h S : sub populasi sehat yang dapat ternfeksi demam berdarah Dengue, h I : sub populasi individu yang terinfeksi oleh virus demam berdarah Dengue, h R : sub populasi invdividu yang sembuh dari penyakit demam berdarah Dengue, v S : sub populasi nyamuk sehat yang rentan terinfeksi, v I : sub populasi nyamuk yang terinfeksi. Jumlah total populasi diasumsikan konstan untuk kedua populasi manusia dan vektor. Jadi tingkat perubahan bagi manusia total dan populasi vektor sama dengan nol. Untuk populasi manusia diperoleh λ = µ h . Sedangkan jumlah populasi vektor adalah v h D N . Kemudian dengan memisalkan , h h T T S I S I N N , h T R R N , v v v S S N dan v v v I I N persamaan 3.10 dinormalkan menjadi 1 h v h h v h v v v v v dS SI S dt dI SI r I dt dI I I I dt 3.12 dengan v v b dan h = b h n untuk v T D n N dan semuanya memenuhi kondisi S + I + R = 1 dan S v + I v =1. Hubungan Pertumbuhan Populasi dengan Epidemi Demam Berdarah Dengue. Menentukan Laju Pertumbuhan Penduduk Laju pertumbuhan penduduk berhubungan erat dengan dengan jumlah kelahiran dan kematian pada suatu populasi. Untuk menentukan laju pertumbuhan penduduk yang dapat Kusbudiono Pengaruh Faktor Pertumbuhan M-214 digunakan sebagai acuan memprediksi dinamka penduduk dimasa yang akan datang memerlukan data relatif homogen. Selanjutnya dari data laju pertumbuhan ini akan diolah sebagai informasi pada model epidemi penyakit demam berdarah Dengue. Misalkan dN dt r t N merupakan laju pertumbuhan yang bergantung pada waktu. Untuk mengestimasi laju pertumbuhan populasi r t dengan interpolasi linier dari data suatu populasi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a Misalkan N i dan N i +1 adalah ukuran sensus yang berurutan dari jumlah populasi saat t i dan t i +1 . Dengan 1 i i N N N , 1 i i t t t dan N N t t N t , b jika 1 , i i N N t t t t t , maka diperoleh estimasi N r t tN t , c aproksimasi yang baik diperoleh dengan mengganti N t dengan 2 t N t . Selanjutnya persamaan pada pernyataan ke-2 diatas dapat ditulis dalam bentuk 1 t r t N t N dan dengan menggunakan deret Taylor diperoleh 2 2 t t dN N t N t dt . Dan berdasarkan persamaan diatas, laju pertumbuhan penduduk dapat diaproksimasi dengan persamaan berikut: 1 2 t N t t r t N 3.13 Selanjutnya dengan menggunakan persamaan 3.13 dan data pada tabel 1 didapat data rt pada tabel 3. Dari tabel 3 terlihat bahwa laju pertumbuhan penduduk Indonesia antara tahun 1961 2010 bernilai positif. Hal tersebut berarti bahwa pada kurun waktu tersebut telah terjadi kenaikan jumlah penduduk. Sedangkan dari gambar 2 tampak bahwa laju pertumbuhan memiliki kecenderungan turun dengan laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 1971 dan terendah terjadi pada tahun 1990. Turunnya laju pertumbuhan ini menggambarkan jumlah penduduk Indonesia meskipun semakin bertambah tetapi pertambahannya semakin sedikit. Selanjutnya apabila dilihat lebih teliti terlihat laju pertumbuhan penduduk pada tahun 1961 - 1971 memiliki kecenderungan naik. Sedangkan tahun 1971 -1990 memiliki kecenderungan turun. Penurunan laju pertumbuhan penduduk ini dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah kesadaran dalam merencanakan kelahiran anak. Selain itu juga penundaan usia perkawinan dengan alasan pendidikan dan tentu saja jumlah kematian dan kelahiran juga ikut berkontribusi terhadap penurunan laju pertumbuhan penduduk ini. Akan tetapi mulai tahun 1990 mulai terjadi kenaikan laju pertumbuhan. Tabel 3. Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia Tahun 1961 – 2010 Tahun Jumlah Penduduk Nilai rt 1961 1971 1980 1990 2000 2010 97.100.000 119.208.229 147.490.298 179.378.946 205.132.458 237.556.363 0,0204 0,0236 0,0195 0,0134 0,0134 Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 M-215 Gambar 2. Grafik Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia Simulasi Numerik Kaitan Laju Pertumbuhan Penduduk dan Epidemi Demam Berdara Dengue. Berikut ini disajikan simulasi numerik berikut hasilnya untuk beberapa kondisi parameter tertentu. Keterangan: 1 Garis warna ungu, ketika kelahiran dianggap masih normal. 2 Garis warna hijau, ketika kelahiran naik dua kali dari keadaan normal. 3 Garis warna merah, ketika kelahiran naik empat kali dari keadaan normal. 4 Garis biru, ketika kelahiran naik sepuluh kali dari keadaan normal. dari gambar 3, dengan menggunakan parameter data saat angka kelahiran dan kematian sama, kemudian sejalan dengan waktu populasi S turun menuju ke titik kesetimbangan. Pada saat kelahiran dinaikkan menjadi dua kali lipatnya, jumlah I dan Iv tidak mengalami kenaikan yang signifikan seperti yang terlihat pada gambar 4 dan gambar 5. Juga terlihat seiring dengan berjalannya waktu jumlah I dan I v cenderung mengalami kenaikan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan saat kelahiran berada dalam keadaan normal. Begitu pula saat kelahiran dinaikkan menjadi sepuluh kali lipat. KESIMPULAN Model pertumbuhan logistik merupakan penyempurnaan dari model ekponensial. Hasil estimasi dengan model ini mempunyai penyimpangan tidak sebesar model ekponensial. Jumlah populasi menurut mkodel ini akan selalu menuju ke suatu nilai yang disebut carryingcapasity. Pada model epidemi demam berdarah dapat disimpulkan bahwa jika laju pertumbuhan membesar, maka peluang jumlah pnduduk yang terindikasi terinfeksi demam berdarah juga akan membesar. Namun jika laju pertumbuhan penduduk tinggi, individu menjadi sehat mempunyai peluang yang lebih besar jika dibandingkan dengan model dengan peluang terinfeksi konstan. Gambar 3. Grafik Simulasi Epidemi Demam Berdarah Untuk S Kusbudiono Pengaruh Faktor Pertumbuhan M-216 Gambar 4. Grafik Simulasi Epidemi Demam Berdarah Untuk I Gambar 4. Grafik Simulasi Epidemi Demam Berdarah Untuk I v SARAN Untuk menghasilkan estimasi suatu populasi dengan menggunakan model pertumbuhan populasi logistik harus dipilih data jumlah populasi dengan jumlah migrasi yang tidak terlalu besar. Untuk mengkaitkan laju pertumbuahan dengan epidemi demam berdarah, diperlukan data yang lebih lengkap dari data sekarang. DAFTAR PUSTAKA Agushybana, F. dan Purnami, C. T. 2007, Sistem Surveilans Demam Berdarah Dengue DBD Berbasis Komputer untuk Perencanaan, Pencegahan dan Pemberantasan DBD di Kota Semarang, INOVASI, Vol. 4, hal. 55-60 Dinata, A., 2006, Pengendalian Terpadu Nyamuk Demam Berdarah., http:www.litbang.depkes.go.idlokaciamisartikeldemamberdaraharda.htm. 21 Nopember 2006 Djallalluddin, Hasni, H.B., Riana, W. dan Lisda, H. 2004, Gambaran Penderita Pada Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue Di Kabupaten Banjar Dan Kota Banjarbaru Tahun 2001., DEXA MEDIA., No. 2, Vol. 17, hal. 8591 Graham, R.R., Ju ffrie, M., Tan, R., Hayes, C.G., Laksono, I., Ma’roef, C., Sutaryo, Erlin, Porter, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 M-217 K.R. dan Halstead, S.B. 1999, A prospoective Seroepidemiologic Study on Dengue in Children Four to Nine Years of Age in Yogyakarta, Indonesia. Studies in 1995-1996, Am. J. Trop. Med. Hyg., Vol. 61, No. 3, hal. 412-419. Guzman, M.G. dan Kouri, G. 2002 , Dengue: an update, The Lancent Infectious Diseases., Januari 2, 2002. Kristina, Isminah dan Wulandari, L. 2004, Kajian Masalah Kesehatan: Demam Berdarah Dengue, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Jakarta. Muchyidin, A. 2009, Model Pertumbuhan Populasi dan Kaitannya dengan Epidemi Penyakit Tuberkolosis, Tesis Magister, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Nuraini, N., Soewono, E. dan Sidarto, K.A. 2007, Mathematical Model of Dengue Disease Transmission with Severe DHF Compartment, Bull. Malays. Math. Sci. Soc, Vol. 30, No. 2. hal. 143-157 Pongsumpun, P. 2006, Transmission Model for Dengue Disease With and Without The E ffect of Extrinsic Incubation Period , KMITL sci. Tech. J., Vol. 6, No. 2. hal. 74-82 Purnomo, K.D. 2001, Model Pertumbuhan Populasi dengan Memodifikasi Model Pertumbuhan Logistik, Majalah Ilmiah Matematika dan Statistika, Vol. 1,No. 1, hal. 21-29 Santoso, W. 1994, Persamaan Di fferensial Biasa dengan Penerapan Modern, Erlangga, Jakarta. Timuneno, H.M., Utomo, R.H.S. dan Widowati 2007, Model Pertumbuhan Logistik dengan Waktu Tunda, Jurnal Matematika, Vol. 11, No. 1, hal. 4351 Utama, A., 2004, Dengue, Permasalahan dan Solusinya, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. World Health Organizaton 1997, Dengue Haemorrhagic Fever: Diagnosis, Treatment, Prevention and Control, Geneva. Kusbudiono Pengaruh Faktor Pertumbuhan M-218 Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-189 PEMAHAMAN PEMECAHAN MASALAH PEMBUKTIAN SEBAGAI SARANA BERPIKIR KREATIF Herry Agus Susanto Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Email : herrysanto_62yahoo.co.id Abstrak Standar kompetensi pada kurikulum KTSP 2006, dsebutkan bahwa matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik dari mulai sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif serta kemampuan kerjasama. Disamping itu tujuan pembelajaran matematika diantaranya adalah 1 mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, 2 mengembangkan kemampuan berpikir, 3 mengembangkan sikap positip, 4 mengembangkan pemahaman konsep dan 5 mengembangkan kemampuan kerjasama dan berkomunikasi. Dalam tulisan ini akan sedikit dibahas tentang pemahaman pemecahan masalah pembuktian sebagai sarana berpikir kreatif. Pemahaman merupakan kemampuan mengaitkan antara informasi tentang suatu obyek dengan skemata yang dimiliki individu. Masalah adalah suatu situasi yang memerlukan penyelesaian, tetapi jalan atau cara yang digunakan untuk menyelesaikan tidak secara langsung dapat ditemukan. Pemecahan masalah pembuktian adalah langkah-langkah yang dilakukan untuk menunjukkan kebenaran suatu pernyataan. Berpikir kreatif merupakan pemikiran yang bersifat keaslian dan reflektif serta menghasilkan sesuatu yang kompleks dan baru. Dengan pemecahan masalah pembuktian denga jalan mengaitkan antara konsep satu dengan konsep lainnya, akan menimbulkan pola pikir kreatif. Kata kunci: pemahaman, pemecahan masalah pembuktian, kreatif. PENDAHULUAN Dalam pembelajaran, pemahaman terhadap obyek yang dipelajari merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran. Ini berarti bahwa tanpa pemahaman, tidak akan tercapai dengan baik tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan pembelajaran matematika, tidak akan terlepas dari pemahaman terhadap obyek matematika itu sendiri. Obyek matematika, menurut Bell dibedakan menjadi obyek langsung dan obyek tidak langsung. Obyek langsung yang dimaksud, salah satunya adalah konsep yaitu ide abstrak yang memungkinkan kita dapat mengklasifikasikan atau menggolongkan apakah suatu obyek termasuk dalam ide atau bukan ide yang dimaksud disamping fakta, operasi dan prinsip. Sedangkan obyek tidak langsung merupakan hal yang mengiringi perolehan belajar obyek langsung, misalnya pemecahan masalah, kreatifitas. Obyek matematika yang lain adalah pemecahan masalah pembuktian, yang menurut Polya 1981: 156 masalah pembuktian nampak lebih penting pada matematika tingkat perguruan tinggi dibandingan pada tingkat-tingkat sebelumnya. Disamping itu, dengan pemecahan masalah, dapat mengembangkan keterampilan, mendorong kreativitas, memotivasi peserta didik untuk belajar matematika Pehkonen 1997. Berdasarkan latar belakang tersebut, dengan mempertimbangkan kemampuan yang harus dimiliki peserta didik yaitu kemampuan pemecahan masalah dan kreatifitas, maka perlu kiranya untuk dikaji apakah kemampuan memecahkan masalah pembuktian dapat meningkatkan kreatifitas. Herry Agus Susanto Pemahaman Pemecahan Masalah PM-190 PEMBAHASAN Pemahaman Dalam Pemecahan Masalah Pembuktian Untuk menguraikan pemahaman dalam pemecahan masalah pembuktian, dapat dikaji melalui beberapa bagian yaitu pemahaman, pemecahan masalah pembuktian dan kemudian baru pada pemahaman dalam pemecahan masalah pembuktian. Skemp menyatakan ” to understand something means to assimilate it into an apropriate schema”. Jadi disini dibedakan antara pemahaman dan memahami sesuatu. Pemahaman dikaitkan dengan kemampuan ability dan memahami sesuatu di kaitkan dengan ”asimilasi” dan suatu skema yang cocok an appropriate schema. Skema diartikan sebagai kelompok konsep yang saling terhubung. Pemahaman merupakan suatu fase dalam kegiatan belajar, seperti yang dinyatakan oleh Hudoyo 1988:24. Pada fase ini peserta didik pertama kali menerima stimulus. Stimulus ini masuk kedalam peristiwa belajar dan akhirnya informasi stimulus itu disimpan dalam memorinya. Peserta didik harus memperhatikan bagian-bagian dan keseluruhan stimulus-stimulus yang relevan dengan tujuan belajarnya. Proses perhatian itu berlangsung di dalam bagian internal yang disebut sekumpulan kegiatan mental mental set. Sekumpulan kegiatan mental itu berfungsi sebagai suatu proses pengaturan, seperti dalam teori pemrosesan informasi. Suatu konsep, prinsip-prinsip, prosedur serta fakta dapat dipahami jika objek matematika tersebut menjadi bagian dari suatu jaringan internal. Lebih rinci, matematika dapat dipahami jika gambar mental menjadi bagian dari suatu jaringan informasi. James Hiebert 1992 : 67 menyatakan bahwa ”pemahaman konsep adalah pengaitan antara informasi yang terkandung pada konsep yang dipahami dengan skemata yang telah dimiliki sebelumnya”. Berarti tingkat pemahaman ditentukan oleh banyaknya jaringan informasi yang dimiliki individu dan kuatnya hubungan antar subjaringan. Suatu ide konsep matematika, prosedur atau fakta dipahami secara menyeluruh jika objek matematika dihubungkan kedalam jaringan yang ada dengan lebih kuat atau lebih banyaknya keterkaitan. Teori pemahaman yang dikemukakan Hiebert dan Carpenter didasari atas tiga asumsi, yaitu pertama, pengetahuan direpresentasikan secara internal, Kedua terdapat relasi antara representasi internal dan representasi eksternal dan ketiga representasi internal saling terkait. Lebih lanjut dinyatakan oleh Hie bert dan Carpenter 1992 “ A mathematical idea or procedure or facts is understood if it is part of an internal network. More specially, the mathematics is understood if its mental representation is part of network of representations ”. Selanjutnya dinyatakan juga bahwa “the degree of understanding is determined by the number and strength of the connection”. Ini berarti bahwa ide konsep, prosedur dan fakta matematika dipamahami jika ide konsep, prosedur dan fakta matematika tersebut terkait dalam jaringan yang telah ada dengan lebih kuat atau lebih banyak keterkaitannya. Dengan kata lain bahwa ide, fakta atau prosedur dipahami jika merupakan bagian dari jaringan internal. Tingkat pemahaman ditentukan oleh banyaknya hubungan antara objek dengan skema yang ada dan kekuatan dari hubungan tersebut. Pemahaman sangat penting untuk menjamin pebelajar dapat memecahkan masalah secara sempurna. Efforts to solve problem must be preceded by efforts to understand it Simon, 1996 : 94. Upaya menyelesaikan masalah harus diawali dengan memahami masalah. Perkin Unger Regeluth,1999 : 95 menyatakan bahwa understanding is knowledge in thoughtful action . Pemahaman merupakan landasan keterampilan pemecahan masalah, karena keterampilan pemecahan masalah tidak lepas dari tindakan yang didasari oleh berpikir secara mendalam. Pemahaman merupakan pengalaman mental, seperti yang dinyatakan oleh Sierpinska Juan D. Godino, 1994: 4 “understanding as the mental experience of a subject by shehe relates an object sign to another object meaning”. Pemahaman merupakan pengalaman mental yang menghubungkan antara objek satu dengan objek lainnya. Bahkan dalam pembelajaran istilah pemahaman dipakai ketika siswa dapat menunjukkan atau membuat hubungan antar istilah, ungkapan matematika dan konsep dalam matematika. Dari beberapa pengertian pemahaman seperti tersebut di atas, maka pemahaman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan meengaitkan antara informasi tentang objek dengan skemata yang telah dimiliki sebelumnya. Berikutnya akan diuraikan sedikit tentang Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-191 masalah pembuktian. Seseorang dikatakan menghadapi masalah apabila ingin mencapai suatu tujuan tetapi tidak segera dapat mencapai atau tidak tersedia langkah-langkah yang jelas untuk mencapai tujuan itu. Tujuan yang ingin dicapai dapat berupa penyesuaian diri terhadap situasi baru atau penyelesaian tugas. Masalah tersebut perlu untuk dipecahkan. Oleh karena itu, tidak berlebihan bahwa pemecahan masalah merupakan strategi belajar mengajar dalam rangka untuk menyelesaikan. Sebelum membahas tentang masalah dalam matematika, terlebih dahulu diuraikan tentang pengertian masalah. Stanic dan Kilpatrick 1989 mendefinisikan masalah sebagai suatu keadaan dimana seseorang melakukan tugasnya yang tidak ditemukan di waktu sebelumnya. Ini berarti, suatu tugas merupakan masalah bergantung kepada individu dan waktu. Artinya, suatu tugas merupakan masalah bagi seseorang, tetapi mungkin bukan merupakan masalah bagi orang lain. Demikian pula suatu tugas merupakan masalah bagi seseorang pada suatu saat, tetapi bukan merupakan masalah lagi bagi orang itu pada saat berikutnya, bila orang itu telah mengetahui cara atau proses mendapatkan pemecahan masalah tersebut. Hudoyo 1990 lebih tertarik melihat masalah dalam kaitannya dengan prosedur yang digunakan seseorang untuk menyelesaikannya berdasarkan kapasitas kemampuan yang dimilikinya. Selanjutnya Hudoyo 1979 mengemukakan dua syarat agar pertanyaan merupakan masalah bagi siswa adalah a pertanyaan tersebut harus dapat dimengerti oleh siswa, namun merupakan tantangan baginya untuk menjawabnya, dan b pertanyaan tersebut tak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui siswa. Polya 1981 : 117 menyatakan bahwa: ..” to have a problem means: to search consciously for some action appropriate to attain a clearly conceived, but not immediately attainable, aim. To solve a problem means to find such action. Artinya: Mempunyai masalah berarti mencari dengan sadar suatu tindakan yang tepat untuk mencapai suatu tujuan yang jelas, tetapi tindakan tersebut tidak dengan segera dapat dicapai. Memecahkan masalah berarti mencari tindakan. Berdasarkan beberapa pengertian tentang masalah problem yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa suatu pertanyaansoal matematika tertentu dapat merupakan masalah bagi orang tertentu, tetapi belum tentu merupakan masalah bagi orang lain. Dengan kata lain, suatu pertanyaan atau soal matematika mungkin merupakan masalah bagi seseorang pada waktu tertentu, akan tetapi belum tentu merupakan masalah baginya pada saat yang berbeda. Masalah merupakan suatu situasi yang memerlukan penyelesaian, tetapi jalan atau cara yang digunakan untuk menyelesaikan tidak secara langsung dapat ditemukan. Menurut Polya 1973 : 154 terdapat dua jenis masalah yaitu masalah untuk menemukan dan masalah untuk membuktikan. Masalah untuk menemukan dapat berupa teoritis atau praktis, abstrak atau konkret, termasuk teka-teki. Kita harus mencari variabel masalah tersebut. Kita mencoba untuk mendapatkan, menghasilkan atau memahami semua jenis objek yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah itu. Bagian utama dari masalah itu adalah: 1 apakah yang dicari, 2 bagaimana data yang diketahui, dan 3 bagaimana syaratnya. Ketiganya merupakan landasan untuk menyelesaikan masalah menemukan. Pembuktian merupakan sekumpulan argum logis untuk menunjukkan kebenaran suatu pernyataan. Pada umumnya pernyataan dinyatakan dalam bentuk implikasi. Pembuktian suatu implikasi ”jika p maka q” dapat dilakukan dengan bukti langsung atau tidak langsung. Suatu bukti dikatakan bukti langsung dari implikasi ”jika p maka q” adalah: jika p diberi, dengan sekumpulan definisi dan argumen yang telah dibuktikan kebenaran sebelumnya, kemudian disimpulkan q. Sedangkan bukti tak langsung implikasi ”jika p maka q” adalah: andaikan tidak q dan p diberi, dengan sekumpulan definisi dan argumen yang telah dibuktikan kebenaran sebelumnya, akan didapatkan suatu kontradiksi. Menurut Polya 1973: 156 masalah pembuktian nampak lebih penting pada matematika tingkat perguruan tinggi dibandingan pada tingkat-tingkat sebelumnya. Hal ini sebagaimana dikatakannya: “problems to find are more important in elementary m athematics problems to solve important in advanced mathematics.” artinya: masalah-masalah menemukan lebih penting dalam matematika dasar, pemecahan masalah penting dalam matematika Herry Agus Susanto Pemahaman Pemecahan Masalah PM-192 lanjut. Masalah pembuktian terdapat dua bagian utama yaitu permintaan atau suruhan dan pernyataan yang harus dibuktikan kebenarannya. Pemahaman dalam pemecahan masalah pembuktian merupakan pengaitan antara skemata yang telah dimiliki oleh seseorang dengan langkah-langkah pemecahan masalah pembuktian. Pemahaman merupakan keterkaitan antara informasi tentang objek dengan skemata yang telah dimiliki sebelumnya. Langkah-langkah Polya dalam pemecahan masalah meliputi: 1 memahami masalah, 2 membuat rencana, 3 melaksanakan rencana, 4 melihat kembali. Pemahaman dalam memahami masalah merupakan aktivitas mental yang mengkaitkan antara informasi yang terdapat pada permasalahan dengan skema yang ada. Apakah yang dimaksud dengan istilah memahami di dalam matematika? Hiebert dan Carpenter 1992 menyatakan bahwa “ A mathematical idea or procedure or fact is undertood if it is part of an internal network. More specically, the mathematics is understood if its mental representation is part of a network of representations. ” Selanjutnya dikatakan bahwa “ The degree of understanding is determined by the number and the strength of the connections. “ Ini berarti bahwa ide konsep, prosedur dan fakta matematika dipahami jika ia merupakan bagian dari struktur atau kerangka jaringan yang telah ada. Tingkat pemahaman ditentukan oleh banyaknya keterkaitan atau kekuatan keterkaitan dengan struktur ide, prosedur, dan fakta yang lain dalam jaringan internal tersebut. Tidak mungkin dapat memecahkan masalah yang tidak dipahami. Peserta didik seharusnya memahami masalah terlebih dahulu. Bagaimana peserta didik dapat memahami suatu masalah? Dalam bukunya, The Psychology of Learning Mathematics, Skemp 1987:44 menulis “ To understand something means to assimilate it into an appropriate schema. ” Berdasarkan kutipan ini diperoleh bahwa memahami sesuatu ide konsep, prosedur dan fakta matematika berarti mangasimilasikannya ke dalam suatu skema yang cocok. Jadi ter kait dengan “ assimilasi ” dan “ suatu skema yang cocok an appropriate schema .” Bagaimana jika struktur informasi tidak cocok dengan skema yang telah ada? Bila hal ini terjadi maka individu harus mengatur skemanya untuk dapat menyesuaikan dengan informasi yang baru. Proses pengaturan skema kembali untuk menyesuaikan dengan informasi baru disebut akomodasi. Pemahaman dalam pemecahan masalah merupakan keterkaitan antara pengetahuan yang dimiliki seseorang dengan langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya. Pemahaman tersebut meliputi: pemahaman dalam memahami masalah, pemahaman dalam perencanaan pemecahan masalah, pemahaman dalam pelaksanaan perencanaan pemecahan masalah dan pemahaman dalam pengecekan kembali pemecahan masalah. Pada langkah Polya dalam memahami masalah meliputi: apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, data apa saja yang ada, notasi atau simbol apa yang cocok, pengetahuan matematika apa saja yang ada pada permasalahan dan syarat-syarat apa saja yang ada pada permasalahan. Pemahaman dalam rencanaan pemecahan masalah adalah aktivitas mental mengkaitkan antara pengetahuan yang ada dengan rencana yang akan dilakukan dalam pemecahan masalah. Pada langkah Polya dalam rencanaan pemecahan masalah meliputi: rencana apa saja yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah. Teorema atau konsep apa yang akan digunakan dalam memecahkan masalah. Apakah ada cara yang berbeda dalam memecahkan masalah. Bagaimana menghubungkan antar data yang ada serta menggunakan data untuk memecahkan masalah. Mencari hubungan antara informasi yang diberikan dengan yang tidak diketahui, dan memungkinkan untuk dihitung variabel yang tidak diketahui tersebut. Sangat berguna untuk membuat pertanyaan, bagaimana hal yang diketahui akan saling dihubungkan untuk mendapatkan hal yang tidak diketahui. Pemahaman dalam pelaksanaan rencana pemecahan masalah adalah aktivitas mental mengkaitkan antara pengetahuan yang ada dengan hasil pemecahan masalah. Pada langkah Polya dalam pelaksanaan rencana pemecahan masalah meliputi: apakah rencana pemecahan dilaksanakan secara runtut, teliti dan benar. Apakah bila ada rencana yang tidak dapat dilaksanakan, mahasiswa dapat menggunakan cara lain sebagai bentuk penyelesaian. Dalam melaksanakan rencana yang tertuang pada langkah kedua, maka harus diperiksa tiap langkah dalam rencana dan menuliskannya secara detail untuk memastikan bahwa tiap langkah sudah benar. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-193 Pemahaman dalam pengecekan kembali pemecahan masalah adalah aktivitas mental mengkaitkan antara pengetahuan yang ada terhadap langkah-langkah pemecahan masalah. Pada langkah Polya berkaitan dengan pengecekan kembali meliputi: pengecekan apakah langkah yang dilakukan sudah benar. Termasuk juga pengecekan terhadap hasil atau metode yang digunakan dalam penyelesaian. Termasuk juga mengecek alasan atau argumen yang digunakan dalam memecahkan masalah. Langkah berikutnya setelah menjawab masalah adalah memeriksa kembali jawaban yang telah ditemukan. Dengan mengkritisi hasilnya dan melihat kelemahan solusi yang didapatkan seperti : ketidak konsistenan atau ambiguitas atau langkah yang tidak benar . Berpikir Kreatif Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama, demikian disebutkan dalam kurikulum 2006. Selanjutnya, disebutkan bahwa salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan, dengan mengembangkan pemikoiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu dan membuat prediksi. Dalam kurikulum tersebut juga disebutkan bahwa salah satu prinsip kegiatan belajar mengajar adalah mengembangkan kreativitas siswa. Dari pengertian ini jelas bahwa berpikir kreatif yang selanjutnya dapat dikatakan kreativitas merupakan suatu hal yang penting dalam pembelajaran matematika. Sebelum menguraikan berpikir kreatif, perlu dikenalkan lebih dahulu pengertian berpikir. Berpikir merupakan proses menghasilkan representasi mental yang baru melalui transformasi informasi yang melibatkan interaksi secara komplek antara atribut-atribut mental seperti penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi, dan pemecahan masalah Glass dan Holyak, 1986; Solso, 1988. Di dalam proses belajar matematika, terjadi juga proses berpikir, sebab sesorang dikatakan berpikir bila orang tersebut melakukan kegiatan mental dan orang yang belajar matematika dapat dipastikan melakukan kegiatan mental. Proses berpikir meliputi tiga komponen pokok, yaitu: 1 berpikir adalah aktivitas kognitif yang terjadi di dalam mental atau pikiran seseorang, tidak tampak, tidak dapat disimpulkan berdasarkan perilaku yang tampak, 2 berpikir merupakan suatu proses yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan di dalam sistem kognitif . Pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan digabungkan dengan informasi sekarang sehingga mengubah pengetahuan seseorang mengenai situasi yang sedang dihadapi, dan 3 aktivitas berpikir diarahkan untuk menghasilkan pemecahan masalah Mayer, dalam Solso, 1988. McKellar The Liang Gie, 2003 menjelaskan berpikir thinking ke dalam dua pengertian, yaitu: a. A-thinking adalah pemikiran yang dikuasai oleh berbagai proses fantasi, khayalan, atau lamunan. Contohnya adalah halusinasi. b. R-thinking adalah pemikiran yang dibatsi oleh pertimbangan mengenai fakta-fakta yang dapat diamati dan ditandai oleh hubungan- hubungan logis dari pada penyatuan-penyatuan semata. Contohnya adalah berpikir ilmiah dan penalaran logis. Proses berpikir itu merupakan suatu rangkaian proses mulai saat informasi masuk, pemrosesan sehingga terbentuk skema berpikir merupakan suatu proses yang dinamis yang dapat dilukiskan menurut proses atau jalannya. Proses atau jalannya berpikir itu disebut proses berpikir. Proses berpikir pada pokoknya ada tiga langkah, yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, dan penarikan kesimpulan Suryabrata .1990. Proses berpikir merupakan proses penerimaan informasi sampai pada pemanggilan kembali informasi itu dari ingatan Marpaung, 1986. Menurut Dienes 1963, berpikir matematis berkenaan dengan penyeleksian himpunan-himpunan unsur matematika, dan himpunan-himpunan ini menjadi unsur-unsur dari himpunan-himpunan baru membentuk himpunan-himpunan baru yang lebih rumit. Befikir matematis berhubungan dengan struktur-struktur super yang secara tetap terbentuk dari apa yang sudah terbentuk sebelumnya. Karena itu berpikir matematis berarti merumuskan suatu himpunan langsung dari unsur-unsur. Proses demikian disebut abstraksi. Sehingga dari himpunan yang terbentuk itu dapat ditentukan Herry Agus Susanto Pemahaman Pemecahan Masalah PM-194 apakah suatu unsur menjadi anggota suatu himpunan ataukah tidak. Dari beberapa pengertian berpikir di atas, dapat ditarik suatu pengertian bahwa berpikir merupakan proses yang dimulai dari penerimaan informasi dari dunia luar atau diri siswa, pengolahan, penyimpanan dan pemanggilan informasi itu dari dalam ingatan serta pengubahan- pengubahan struktur yang meliputi konsep-konsep atau pengetahuan-pengetahuan itu. Kreativitas siswa dan kemampuan berpikir kreatif dapat dilihat melalui aktivitas kreatif dalam pembelajaran matematika. Kreativitas merupakan produk dari berpikir kreatif, sedangkan aktivitas kreatif merupakan kegiatan dalam pembelajaran yang diarahkan untuk mendorong atau memunculkan kreativitas siswa. Kemampuan berpikir kreatif siswa dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui kualitas kemampuan siswa dalam berpikir kreatif dan perkembangannya selama proses pembelajaran. Sehingga terdapat tingkatan-tingkatan dalam berpikir kreatif. Ide tentang tingkat kemampuan berpikir kreatif telah diungkapkan oleh beberapa ahli. De Bono dalam Barak Doppelt, 2000 mendefinisikan 4 tingkat perkembangan keterampilan berpikir kreatif, yaitu kesadaran berpikir, observasi berpikir, strategi berpikir dan refleksi berpikir. Tingkat berpikir kreatif ini menggambarkan secara umum strategi berpikir yang tidak hanya dalam matematika. Tingkat yang dikembangkan ini memberikan bukti adanya tingkat yang hierarkhis berurutan dalam berpikir kreatif. Berpikir kreatif dalam matematika merupakan kombinasi berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan intuisi tetapi dalam kesadaran yang memperhatikan fleksibilitas, kefasihan dan kebaruan Pehkonen, 1999. Gotoh 2004 mengungkapkan bahwa berpikir matematis dalam memecahkan masalah terdiri atas 3 tingkat yang dinamakan aktivitas empiris informal, algoritmis formal dan konstruktif kreatif. Tingkatan yang dikembangkan ini menunjukkan klasifikasi cara siswa memecahkan masalah matematika dengan memanfaatkan konsep-konsep matematika yang sudah diketahui. Tingkat pertama, siswa memecahkan masalah dengan coba-coba. Tingkat kedua, ia menggunakan langkah matematis yang sudah diketahui dan tingkat ketiga, ia mampu menciptakan langkah matematis sendiri. Berpikir kreatif merupakan pemikiran yang bersifat keaslian dan reflektif serta menghasilkan sesuatu yang kompleks dan “baru”. Penjenjangan kemampuan berpikir kreatif dalam memecahkan dan mengajukan masalah matematika didasarkan pada produk berpikir kreatif siswa yang terdiri dari 3 aspek yaitu kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan. Tahap berpikir kreatif siswa mengacu pada tahap-tahap mensintesis ide, membangun ide-ide, merencanakan penerapan ide, dan menerapkan ide-ide tersebut. Perkins dalam Starko: 2010 menyatakan kreativitas sebagai: a hasil kreatif merupakan hasil baik yang asli dan tepat. b orang kreatif dengan kreativitas-adalah orang yang cukup secara rutin menghasilkan hasil yang kreatif. Kebaruan dan orisinalitas mungkin merupakan karakteristik yang paling berhubungan langsung dengan kreativitas. Untuk menjadi kreatif, ide atau produk harus baru. Ini merupakan dilema, baru untuk siapa? Untuk dianggap kreatif, produk atau ide harus asli atau baru kepada individu yang bersangkutan. Munandar 1999a juga menyebutkan “kreativitas merupakan kemampuan untuk menghasilkanmenciptakan sesuatu yang baru . Kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru dan sebelumnya tidak dikenal. Solso 1995 menyatakan kreativitas diartikan sebagai suatu aktivitas kognitif yang menghasilkan suatu cara atau sesuatu yang baru dalam memandang suatu masalah atau situasi. Baru yang dimaksud disini, tidak berarti sebelumnya tidak ada, tetapi dapat berupa sesuatu yang belum dikenal sebelumnya oleh yang bersangkutan. Karakteristik kreativitas menurut Guilford, yaitu kelancaran fluency , keluwesan flexibility , keaslian originality , penguraian elaboration dan perumusan kembali redefinition . Kelancaran pada umumnya berkaitan dengan kemampuan melahirkan alternatif-alternatif pada saat diperlukan. Keluwesan adalah kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam pemecahan atau pendekatan terhadap masalah. Keluwesan berkaitan dengan kemampuan untuk membuat variasi terhadap satu ide dan kemampuan memperoleh cara baru. Keaslian merupakan kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara-cara yang asli, tidak klise. Penguraian adalah kemampuan Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-195 untuk menguraikan sesuatu secara lebih terinci. Redefinisi merupakan kemampuan untuk meninjau suatu persoalan berdasarkan perspektif yang berbeda dengan apa yang sudah diketahui oleh banyak orang. Dari beberapa karakteristik di atas nampak adanya kesamaan pandangan tentang unsur unsur kreativitas yang dapat dipandang sebagai indikator kreativitas, yaitu kelancaran, keluwesan dan kebaruan. Pemahaman dalam pemecahan masalah pembuktian meningkatkan berpikir kreatif Seperti yang diuraikan pada bagian terdahulu, bahwa pemahaman merupakan aktivitas mental yaitu kemampuan mengaitkan antara informasi tentang obyek tertentu dengan skema yang dimiliki. Apabila obyek tersebut adalah sebuah masalah tertentu, maka seseorang siswa yang akan menyelesaikan masalahl tersebut, harus mengaitkan antara informasi yang ada pada masalah dengan skemata yang telah dimiliki. Skemata yang dimaksud adalah pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan soal yang diberikan. Disini siswa dituntut untuk dapat memilih dan memilah pengetahuan mana yang diperlukan dalam rangka untuk menyelesaikan masalah tersebut. Siswa harus berpikir secara kreatif apakah pengetahuan yang akan dipilih sesuai dengan kebutuhan untuk menyelesaikannya. Sedangkan pemecahan masalah merupakan langkah untuk menyelesaikan situasi yang dihadapi oleh siswa, dan siswa tersebut belum memiliki cara atau strategi yang digunakan untuk menyelesaikannya. Langkah-langkah yang digunakan dalam menyelesaikan adalah langkah Polya. Langkah penyelesaian menurut Polya ada empat langkah yaitu: memahami masalah, merencanakan penyelesaian, melaksanakan rencana penyelesaian dan mengecek kembali. Dari keempat langkah di atas, dalam menyelesaikan masalah pembuktian, siswa harus mengaitkan dan menentukan pengetahuan atau informasi apa saja yang diperlukan dalam membuktikan. Bagimana siswa merencanakan strategi, cara atau langkah apa saja yang akan dilakukan dalam penyelesaian. Dalam merencanakan penyelesaian siswa juga harus memikirkan, memperhitungkan dan memperhatikan secara kreatif dalam menentukan langkah tersebut. Apakah rencana tersebut dapat digunakan sesuai dengan konsep-konsep yang diketahui. Apabila dalam perencanaan penyelesaian ini dilakukan secara berulang, dapat menimbulkan pola pikir kreatif pada diri siswa, yaitu memilih dan mengaitkan konsep-konsep yang telah dipelajari dan dapat digunakan untuk menyelesaikan. Pada pelaksanaan rencana penyelesaian, siswa tidak harus hanya menggunakan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya, tetapi tidak menutup kemungkinan muncul ide kreatif buru pada saat menyelesaikan masalah. Pemilihan konsep atau materi yang berkaitan, sangatlah diperlukan dalam rangka untuk penyelesaian yang efektif. PENUTUP Kreativitas dan kemampuan berpikir kreatif pada dasarnya merupakan upaya menyelesaikan permasalahan lebih efektif, efisien dan produktif. Guru dalam kegiatan keseharian dihadapkan pada sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh siswa atau pihak sekolah. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya seorang guru, ia dituntut untuk dapat menjadi fasilitator agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran. Dengan sering memberikan permasalahan terhadap siswa, maka siswa akan terpacu dan terdorong untuk berpikir dan berkreasi dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Sehingga dengan pemberian masalah ini dapat memunculkan ide- ide kreatif agar dalam menyelesaikan masalah dapat efektif dan efisian. DAFTAR PUSTAKA Bell, H. Fredrick, 1978. Teaching and Learning Mathematics in Secondary Schools . Wm C Brown. Company Publishing. Dubuque. Herry Agus Susanto Pemahaman Pemecahan Masalah PM-196 De Bono E, 1997. Berpikir Praktis . Binarupa Aksara. Jakarta. Glass, A.L. and Holyoak, K.J. 1986. Cognition . 2 nd ed. Singapura: McGraw-Hill Book Company. Goldin, G. A., Mc Clintock, C. E. Eds.. 1979. Task variables in mathematical problem solving. Columbus, Ohio:ERICSMEAC. Haylock, Derek. 1997. Recognising Mathematical Creativity in Schoolchildren. http:www.fiz.karlsruhe.defizpublicationszdm ZDM Volum 29 June 1997 Number 3. Electronic Edition ISSN 1615-679X. Download 26 Nopember 2008. Hiebert, J. Carpenter, T. P, 1992. Learning and Teaching with Understanding . In D. Grouws, Ed., Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning pp. 65 –97. New York: MacMillan. Marpaung, 1986. Proses Berpikir Siswa dalam Pembentukan Konsep Algoritma Matematis. Makalah Pidato Dies Natalis XXXI IKIP Sanata Dharma Salatiga. 25 Oktober. Matlin, Margaret W. 1998. Cognition. Fort Worth: Harcourt Brace College Publishers. Meador, Karen S. 1997 . Creative Thinking and Problem Solving for Young Learners . Englewood: Teacher Ideas Press. Miles Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif . Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press. Munandar, S.C. Utami. 1999a. Kreativitas Keberbakatan. Strategi mewujudkan potensi kreatif Bakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Munandar, S.C. Utami. 1999b . Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Petunjuk Bagi Para Guru dan Orang Tua . Jakarta: PT Gramedia. Polya, G. 1973 How to Solve It. Second Edition. Princeton University Press. Polya, George. 1981. Mathematical Discovery: On Understanding, Learning and Teaching Problem Solving , Combined Edition. New York : John Willey Sons, Inc. Setiawan, Boenjamin. 2001. Peran Kreativitas dan Inovasi untuk Meningkatkan Kesejahteraan Hidup Masyarakat. Dalam Munandar, S.C. Utami. Pengalaman Hidup 10 Tokoh Kreativitas Indonesia: Mengembangkan Kreativitas . Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Skemp, R. 1987. The Psychology of Learning Mathematics . New Jersey: Expanded American Edition. Lawrence Elbaum Associates, Publishers Solso, Robert L. 1995. Cognitive Psychology. Needham Heights, MA: Allyn Bacon Stanic Kilpatrick, 1988. Historical Perspective on Problem Solving in Mathematics Curriculum. http: tlsilveus.com Portfolio Documents EDCI327_Problem Solving. Diakses 12 Februari 2011 The liang Gie. 2003. Teknik Berpikir Kreatif . PUBIB Yogyakarta: Yogyakarta dan Sabda Persada Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-197 PENDIDIKAN KARAKTER PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA Jailani Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Abstrak Indonesia sudah banyak memiliki orang-orang yang hebat di bidang pengetahuan matematika, sains, dan teknologi. Hal itu nampak pada orang-orang Indonesia yang berkiprah di negara-negara maju, prestasi dan penghargaan pelajar dan mahasiswa Indonesia diberbagai olimpiade atau kontes di bidang sains, teknologi, dan matematika. Namun demikian, akhir-akhir ini juga dijumpai orang-orang tak terkecuali di kalangan akademisi yang menampakkan karakter atau perbuatan yang kurang terpuji. Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan bagaimana pendidikan karakter dapat dikembangkan dalam pembelajaran matematika, terutama di sekolah. Untuk mengembangkan pendidikan karakter pada pembelajaran matematika dapat dilakukan melalui pengembangan isi content pelajaran matematika, pemilihan pendekatan, metode, atau strategi pembelajaran yang akan digunakan, serta melalui proses pembelajaran matematika. Kata kunci: pendidikan karakter, pembelajaran matematika PENDAHULUAN Indonesia memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Sudah banyak sumber daya manusia yang hebat di bidang pengetahuan: dari bidang teknologi, matematika, sains, hinga seni. Hal itu tampak dari prestasi orang-orang Indonesia yang berkiprah di negara- negara maju, seperti Jepang, Perancis, Malaysia, Amerika, dan sebagainya Kisah Orang Cerdas Indonesia di Luar Negeri, Republika, 21-27 Desemebr 2010, dan juga seniman Indonesia seperti Amri Yahya dan Afandi. Dari beberapa mahasiswa dan pelajar Indonesia juga telah memperoleh beberapa penghargaan pada beberapa olimpiade di bidang sains dan matematika, dan juga pada kontes robot. Namun demikian, dibalik keberhasilan itu tidak sedikit orang-orang Indonesia baik yang duduk di pemerintahan atau birokrasi, pengusaha, partai politik, bahkan di kalangan penegak hukum, dan tak terkecuali di kalangan pelajar yang menampakkan perbuatan yang kurang terpuji, baik ditinjau dari hukum formal, norma sosial, atau norma agama. Hal sangat menampar muka kalangan akademisi pada akhir-akhir ini adalah keluhaninformasi dari Direktur ketenagaan direktorat ketenagaan Dikti mengenai beberapa dosen “busuk.” Yang dimaksud dengan dosen “busuk” dalam konteks ini adalah dosen yang secara sengaja melakukan berbagai cara yang tidak terpuji dalam usaha meraih jabatan tertinggi di kalangan akademisi, yakni guru besar profesor. Berbagai tanggapan baik yang keras, biasa-biasa saja, permisif atau reflektif dapat dilihat di beberapa mailinglist . Terlepas dari berbagai tanggapan tersebut, jika kita tanyakan pada hati nurani kita, maka akan memperoleh jawaban bahwa kegiatanperilaku tersebut tidak bisa dibenarkan. Kata hati nurani seperti itu merupakan contoh karakter. Pendidikan karakter mejadi populer di negara Indonesia akhir-akhir ini, terutama setelah reformasi. Dalam salah satu harian nasional Kompas, 3 Mei 2011 disebutkan pada Jailani Pendidikan Karakter Pada PM-198 topik pendidikan kararkter, bahwa pendidikan karakter dan penanaman nilai-nilai nasionalisme di sekolah tidak berjalan efektif karena siswa tidak menemukan sosok teladan. Pengalaman yang mereka lihat kurang mencerminkan pendidikan karakter, bahkan malah berlawanan. Mereka hanya mendengar karakter baik, kejujuran, pengorbanan kepada sesama, patriotisme, jarang menemukan hal itu dalam kehidupan sehari-hari. Ada yang menyebut hal ini, disebabkan antara lain karena Pendidikan Pancasila dihapus Kompas, 6 mei 2011. Oleh karena itu ada yang mengusulkan agar ajaran Pancasila direvitalisasi Kompas, 7 Mei 2011. Mensikapi hal tersebut, kementerian pendidikan nasional republik Indonesia telah mencanangkan pengembangan budaya dan karakter bangsa, yang lebih populer dengan sebutan pendidikan berkarakter. Pendidikan karakter sejatinya sudah lama terkandung secara implisit dalam pendidikan kita sejak jaman dahulu. Namun akhir-akhir ini semakin perlu dan memperoleh perhatian yang besar, mengingat nilai-nilai, moral, estetika, dan karakter semakin kurang atau bahkan jarang dijumpai. Bagi guru hal ini, mungkin menjadi tantangan baru, selain pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran yang bersifat kognitif yang sampai sekarang masih menjadi tugas yang cukup berat, terutama bagi guru-guru mata pelajaran umum, seperti matematika. Perguruan tinggi, khususnya lembaga pendidikan tenaga kependidikan yang bertugas menyiapkan guru-guru, tentunya mempunyai kewajiban moral untuk membantu guru dalam masalah yang dijumpai di sekolah, tak terkecuali membantu guru dalam menyiapkan pembelajaran yang menunjang ke pendidikan karakter, termasuk masalah yang dihadapi oleh guru matematika. Tulisan ini akan memberikan gambaran bagaimana pendidikan karakter dapat dikembangkan dalam pembelajaran matematika. PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA Pendidikan karakter sebenarnya sudah menjadi orientasi dalam sistem pendidikan kita. Hal ini terlihat pada pasal 3 UU RI Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Hal itu diperkuat dalam tujuan pendidikan di tingkat satuan pendidikan pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Dalam peraturan itu, disebutkan bahwa tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lanjut. Adapun tujuan pendidikan menengah adalah untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lanjut. Sementara itu, tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lanjut sesuai dengan kejuruannya. Dari tujuan-tujuan itu terlihat bahwa pada semua tingkat satuan pendidikan, peningkatan kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan hidup mandiri merupakan merupakan tujuan yang penting. Sementa.itu dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi: Pendidikan dasar dan menengah disebutkn bahwa akhlak mulia mencakup etika, budi Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-199 pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Dari rumusan itu, nampak bahwa secara implisit pendidikan karakter sudah menjadi arah dalam tujuan pendidikan kita. Pendidikan karakter Pendidikan karakter sebenarnya sudah lama, setua pendidikan itu sendiri. Pendidikan mempunyai tujuan membantu orang menjadi cerdas dan menjadi baik. Pendidikan karakter pada mulanya dilaksanakan melalui disiplin, keteladanan dari guru, dan kurikulum sekolah sehari-hari Lickona, 2010: 1. Pada tahun 1990an, pendidikan karakter menjadi berkembang pesat,yang ditandai dengan terbit dan dipublikasinya buku yang terkait dengan pendidikan karakter,serta publikasi jurnal tentang pendidikan karakter secara periodik. Secara mudah karakter didefinisikan sebagai kombinasi dari kualitas emosi, kecerdasan, dan moral yang membedakan sesorang Klann, 2007: 6. Menurut Lickona 2010: 5 pendidikan karakter mencakup aspek kognitif, afektif, dan perilaku dari moralitas. Karakter yang baik terdiri dari pengetahuan yang baik, keinginan yang baik, dan perbuatan yang baik. Untuk itu, dalam upaya mengembangkan pendidikan karakter, sekolah atau guru perlu memfasilitasi dan membantu siswa agar mereka memahami nilai- nilai, mengambil atau komit terhadap nilai-nilai, dan kemudian melakukannya hal itu dalam kehidupan sehari-harinya Lickona, 2010: 5. Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya Allport dalam Gable, 1986: 10. Tyler Gable, 1986:11 mengemukakan bahwa nilai merupakan objek, kegiatan atau gagasan yang dijaga oleh seseorang yang diturunkan dari pengaruh pendidikannya yang memberikan arah terhadap minat, sikap, dan persasaan puas pada dirinya. Dari aspek kognitif karakter paling tidak mencakup 6 kualitas moral: 1 kepedulian dimensi moral dari situasi nyata, 2 mengetahui nilai moral dan apa yang mereka perlukan dari kita dalam kasus-kasus konkret, 3 perspective-taking , 4 moral reasoning , 5 thoghtful decesion-making , dan 6 moral self-knowledge Lickona, 2010: 6. Moral merupakan hal yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan yang baik sebagai kewajiban atau norma Sjarkawi, 2006: 27. Orang yang sangat tahu tentang sesuatu hal yang benar dan salah, namun boleh jadi mereka masih mungkin memilih yang salah. Oleh karena itu, dengan pengetahuan mengenai benar dan salah belum cukup menyentuh aspek afektif dari karakter, yang berperan sebagai jembatan antara keputusan dan tindakan. Aspek afektif dari karakter paling tidak meliputi: 1 conscienes perasaan mengenai sesuatu yang harus diputuskan benar atau salah, 2 self-respect , 3 empati, 4 cinta kebaikan, 5 self control , dan 6 humility kemauan untuk mengenali dan mengoreksi kegagalan moralnya. Ketika sesorang tahu apa yang harus dikerjakan dan perasaan yang kuat untuk mengerjakan, namun seseorang mungkin belum mampu mengerjakannya. Tindakan moral merupakan bagian ketiga dari karakter, yakni 1 kompetensi keterampilan seperti mendengarkan, berkomunikasi, dan bekerja sama, 2 kemauan yang memobilisasi antara keputusan dan tenaganya, 3 kebiasaan moral kecenderungan dari dalam diri seseorang yang tetap untuk merespons situasi dalam jalancara yang baik secara moral Lickona, 2010: 6. Sementara ada yang menyebutkan bahwa ada 7 karakter yang perlu dibudayakan, namun dari hasil penelitian ditemukan ada 20 karakter yang dipilih oleh responen Darmiyati Zuhdi, 2010: 44, yakni: jujur, berpandangan jauh, kompeten, bisa memberi inspirasi, cerdas, adil, berpandangan luas, mendukung, terus Jailani Pendidikan Karakter Pada PM-200 terang, bisa diandalkan, kerja sama, tegas, berdaya imajinasi, berambisi, berani, perhatian, matang, loyal, penguasaan diri, dan independen. Terkait dengan pendidikan karakter ini, dalam program Lions Quest www.lions-quest.org, disebutkan bahwa dalam program pendidikan karakter yang efektif ada sebelas prinsip standar kualitas. Dalam kurikulumnya antara lain dikembangkan nilai-nilai: disiplin diri, tanggung jawab, hormat terhadap diri sendiri dan orang lain, kebajikan peduli dan perhatian terhadap orang lain, kejujuran, keberanianketeguhan hati, terhindar dari obat terlarang dan gaya hidup bebas, dan komitmen terhadap keluarga. Dari beberapa pendapat di atas, nampaknya beberapa karakter yang baik seperti: berpandangan jauh, kompeten, bisa memberi inspirasi, cerdas, adil, berpandangan luas, terus terang, bisa diandalkan, kerja sama, tegas, berdaya imajinasi, berambisi, berani, perhatian, penguasaan diri, dan independen, disiplin, tanggung jawab, hormat terhadap diri sendiri dan orang lain sopan santun, kebajikan peduli dan perhatian terhadap orang lain, kejujuran, keberanianketeguhan hati, terhindar dari obat terlarang dan gaya hidup bebas, dan komitmen terhadap keluarga dapat dikembangkan secara kognitif, afektif, dan pembiasaanperilaku dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika Salah satu prinsip pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah bahwa kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip: peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Acuan dalam pengembangannya kurikulum disusun agar sejauh mungkin semua mata pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia BSNP, 2006: 6-8. Dari rumusan itu jelas bahwa mengingat matematika merupakan salah satu mata pelajaran dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan, maka dalam pembelajarannya sejauh mungkin dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia atau dalam istilah lain menunjang pendidikan karakter. Untuk dapat merancang pembelajaran matematika yang dapat menunjang atau mengembangkan pendidikan karakter, maka perlu identifikasi unsur-unsur atau komponen- komponen yang ada dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran matematika terdapat komponen-komponen antara lain: bahan atau materi pelajaran matematika, metode, media, dan kegiatan pembelajaran proses pelaksanaan pembelajaran. Oleh karena itu pengembangan pendidikan karakter bisa dimasukkan ke dalam materi pelajaran, metode yang dipilih untuk digunakan, dan dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Matematika merupakan suatu studi yang dimulai dari pengkajian bagian-bagian yang sangat dikenal sederhana menuju ke arah yang tak dikenal. Arah yang lebih dikenal itu tersusun baik, secara bertahap menuju ke arah yang rumit kompleks: dari bilangan bulat ke bilangan pecahan, dari bilangan real ke bilangan kompleks; dari penjumlahan dan perkalian ke diferensial dan integral, serta menuju ke matematika yang lebih tinggi Russel, 1967:1. Definisi lain yang lebih menekankan ke pengertian matematika dari segi kegunaannya diberikan oleh Cockcroft. Dari laporan Cockcroft Liebeck, 1984: 14 menjawab pertanyaan: mengapa mengajarkan matematika? Diperoleh jawaban bahwa karena matematika berguna untuk kehidupan sehari-hari, bagi sains, perdagangan, dan industri. Karena itu, ia matematika memberikan suatu daya, alat komunikasi yang singkat dan tidak ambigius dan alat untuk mendeskripsikan dan memprediksi. Matematika Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-201 mencapai kekuatan-nya melalui simbol- simbolnya, yang mempunyai “tata bahasa” dan kaidah bahasa syntax pada dirinya. Laporan juga mengklaim bahwa matematika mengembangkan berpikir logis, dan matematika mempunyai daya tarik seni aesthetic . Pendefinisian matematika di sini dari segi kegunaannya, yang cakupannya lebih luas dari sekedar matematika sekolah. Gambaran tentang matematika yang lebih luas diberikan oleh Watson. Watson 1976: 123-124 mengutip beberapa pengertian matematika sebagai berikut: matematika adalah “aritmetika komputasi – uang, berat, pengukuran, desimal, penerimaan pajak, …;” “bahasa sains;” iferensi logik, bukti,” “sains dari ruang dan bilangan,” “kajian semua pola yang mungkin;” “kajian dari struktur abstrak;” “ratu dan pelayan dari sains.” Di Inggris United Kingdom , pengajaran matematika, berimplikasi ke pengenalan nilai-nilai matematika sebagai suatu: 1 alat pengkomunikasian ide-ide yang dapat dikuantifikasi, 2 pelatihan untuk disiplin berpikir dan untuk penalaran logik, 3 alat dalam aktivitas yang muncul dari pengembangan kebutuhan rekayasa, teknologi, sains, organisasi, ekonomi, sosiologi, dan sebagainya, serta 4 studi dalam matematika sendiri, di mana pengembangan teknik dan konsep baru dapat mempunyai konsekuensi ekonomi sama dengan yang menggantungkan dari riset dan pengembangan sainstifik ilmiah Bishop, 1991: 197. Tahun 1989 National Council of Teachers of Mathematics NCTM menyajikan standard kurikulum dan evaluasi untuk matematika sekolah dari TK sampai kelas 12. Standard merupakan suatu dokumen yang dirancang untuk memapankan kerangka kerja yang luas untuk membantu reformasi matematika sekolah tahun 1990-an. Standard kurikulum tersebut mencakup empat standard bersama yang ditujukan untuk semua siswa dari taman kanak-kanak hingga siswa SMU, standard itu adalah: 1 standard kurikulum untuk taman kanak-kanak sampai kelas 4, standard kurikulum untuk kelas 5 sampai kelas 8, standard kurikulum kelas 9 sampai kelas 12, dan standard evaluasi. Isi standard kurikulum kelas 9-12 SMU: 1matematika sebagai pemecahan masalah, 2 matematika sebagai komunikasi, 3 matematika sebagai penalaran, dan 4 keterkaitan matematik, 5 aljabar, 6 fungsi, 7 geometri dari perspektif sintetik, 8 geometri dari perspektif aljabarik, 9 trigonometri, 10 statistik, 11 teori kemungkinan, 12 matematika diskrit, 13 pendukung konsep kalkulus, dan 14 struktur matematik Romberg, et al, 1989: 127- 176, Souviney, 1994: 8-9. Menurut Bell 1981: 167 untuk menghasilkan pembelajaran matematika yang efektif dan efisien diperlukan pemahaman tentang materi matematika, tujuan kognitif, dan afektif dari matematika, dan macam-macam strategi yang dapat digunakan. Lebih lanjut Bell 1981: 108 menyatakan bahwa objek yang dipelajari dalam matematika terbagi menjadi dua yaitu objek langsung direct dan objek tidak langsung indirect . Berdasarkan objek matematika tersebut ditentukan model pembelajaran yang tepat. Objek langsung dibagi lagi menjadi empat macam, yaitu: 1 Fakta, merupakan sebarang kesepakatan dalam matematika misalnya “2” adalah fakta yang digunakan untuk kata “dua”, “+” adalah fakta yang digunakan sebagai symbol opera si “penjumlahan”; 2 Keterampilan, merupakan prosedur-prosedur atau operasi-operasi yang diharapkan dapat digunakan dengan cepat dan akurat, misalnya algoritma; 3 Konsep, merupakan ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk mengklasifikasi suatu objek atau kejadian dan kemudian menentukan apakah objek atau kejadian itu merupakan contoh atau bukan contoh dari ide abstrak tersebut, dan 4 Prinsip, merupakan rangkaian konsep disertai dengan keterkaitan antar konsep-konsep itu. Menurut Bell 1981: 223, objek tidak langsung dari matematika Jailani Pendidikan Karakter Pada PM-202 adalah: 1 pembuktian teorema , 2 penyelesaian masalah , 3 transfer pembelajaran , 4 belajar tentang bagaimana seharusnya belajar , 5 pengembangan intelektual intellectual development, 6 bekerja secara mandiri , 7 bekerja dalam kelompok , dan 8 sikap positif . Terkait dengan pembelajaran matematika, Bell 1981: 223 membagi model pembelajaran matematika yang terkait dengan objek langsung adalah: model ekspositori, penemuan, permainan, individu, dan spiral; sementara untuk pembelajaran objek tak langsung, model pembelajaran yang bisa digunakan antara lain: pembuktian teorema, pemecahan masalah, laboratorium, penemuan terbimbing, dan model pembelajaran kooperatif kelompok. Dengan memperhatikan beberapa definisi matematika, objek matematika, dan pembelajaran matematika, serta pendidikan karakter di atas, nampaknya sangat dimungkinkan memasukkan nilai-nilai karakter yang baik dalam pembelajaran matematika. Sebagai contoh dalam pemilihan metode, model, atau strategi pembelajaran, pada pembelajaran konsep, prinsip, dan skill model, metode, atau strategi penemuan terbimbing dapat mengembangkan pendidikan karakter: kompeten, bisa memberi inspirasi, cerdas, dan berdaya imajinasi. Sementara itu, dengan pemilihan metode, model, atau strategi pembelajaran kooperatif dengan objek tak langsung bisa dikembangkan karakter: kompeten, bisa memberi inspirasi, cerdas, adil, terus terang, kerja sama, tegas, berdaya imajinasi, berani, perhatian, penguasaan diri, disiplin, tanggung jawab, hormat terhadap diri sendiri dan orang lain sopan santun, kebajikan peduli dan perhatian terhadap orang lain, dan keberanian. Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Matematika Menurut Lickona 2010: 7, pengembangan pendidikan karakter di kelas dapat dilakukan dengan: a. Guru secara individu untuk: bertindak sebagai pemberi perhatian, model, dan mentor, meperlakukan siswa dengan kasih sayang, memberi contoh yang baik, mendukung perilaku sosial yang positif, dst. b. Menciptakan suatu komunitas moral, membantu siswa mengenali satu sama lain, hormat dan peduli satu sama lain, merasa satu kebersamaan, dan tanggungjawab ke kelompok; c. Melatihlatihan disiplin moral, menggunakan kreasi dan penegakan aturan sebagai kesempatan untuk membantu mengembangkan menumbuhkan, peduli, penalaran moral, sukarela menaati aturan, dan saling mengormati; d. Mencitakan lingkungan kelas yang demokratis, mencakup siswa dalam membuat keputusan dan tanggungjawab untuk membuatkeberadaan kelas sebagai tempat yang bagus untuk belajar; e. Mengajarkan nilai-nilai melalui kurikulum, menggunakan ethicalally rich konten dari mata pelajaran f. Menggunakan pembelajaran kooperatif l untuk mengembangkan apresiai siswa terhadap siswa yang lain, perspective taking , dan kemampuan untuk bekerja dengan yang lain untuk mencapai tujuan bersama; g. Mengembangkan “ cosciesnce of craft ” dengan menumbuhkembangkan kepedululian apresiasi terhadap belajar siswa, kapasitas untuk bekerja keras, komitmen keunggulan, dan sense bekerja sebagai mempengaruhi hidup lainnya; Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011 PM-203 h. Menguatkan refleksi moral melalui membaca, meneliti, menulis esai, diskusi, dan berdebat; i. Mengajarkan penyelesaian konflik sehingga siswa memperoleh kemmapuan sendiri moral penting keterampilan untuk mengatasi konflik secara adil dan tanpa kekerasan. Dengan memadukan uraian materi matematika baik itu objek langsung atau objek tak langsung, pemilihan model, metode, atau pembelajaran yang tepat, yang sesuai dengan nilai karakter yang akan dikembangkan, serta melaksanakan pembelajaran matematika sesuai dengan saran dari Lickona tersebut, maka pendidikan karakter akan bisa terlaksana dalam proses pembelajaran matematika. Berapa karakater yang baik, yang belum bisa tertuang dalam proses pembelajaran matematika secara langsung, seperti: berpandangan jauhluas, terus terang, berambisi, terhindar dari obat terlarang dan gaya hidup bebas, dan komitmen terhadap keluarga dapat disisipkan dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di kelas, ketika mengahadapi situasi real yang terjadi di kelas, misalnya: gurudosen terlambat karena ada keperluan keluarga seperti: mendadak mengantarkan ke rumah sakit; melayat tetangga yang meninggal karena korban obat terlarang, membantu tetangga karena menjadi korbankeluarga yang broken home karena gaya hidup bebas, dan sebagainya. PENUTUP Sesuai dengan amanat Permen Diknas No. 22 dan 23 tahun 2006, serta prinsip dan acuan dalam pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan, pengembangan kepribaddian dan akhlak mulia, yang di dalammya terkandung nilai-nilai karakter, maka dalam pembelajaran matematika juga memikul tanggung jawab dalam mengembangkan pendidikan karakter. Pendidikan karakter dalam pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan melalui materi matematika seperti: menyampaikan atau menuliskan alasan argumentasi pada setiap langkah dalam pengerjaanpenyelesaian soal matematika, melalui model, metode, atau strategi yang digunakan dalam pembelajaran matematika misalnya: metode penemuan untuk pembelajaran konsep, prinsip, atau skill, metode kooperatif dalam pembelajaran pemecahan masalah, dan melalui pelaksanaan proses pembelajaran matematika misalnya: dilakukan dengan memberikan contoh tindakan dari pendidik yang positif atau contoh-contoh nyata yang dialami pendidik atau peserta didik, penegakan disiplin, penguatan-penguatan kebiasaan yang baik, dan pengingatan akan kebiasaan-kebiasaan yang buruk, seperti kesantuanan dalam duduk, berpakaian, berbicara, dan sebagainya. DAFTAR PUSTAKA Bell, F. H. 1981. Teaching and Learning Mathematics In secondary school. Dubuque, Iowa: Wm, C. Browm Company Publisher. Bishop, A. J., Stieg Mellin-Olsen, and Joop van Dormolen. 1991. Mathematical Knowledge: Its Growth Through Teaching . Dordrecht: Kluwer Academic Publishers, Darmiyati Zuchdi, dkk. 2009. Pendidikan Karakter Grand Design dan Nilai-nilai Target .Yogyakarta: UNY Press. Jailani Pendidikan Karakter Pada PM-204 Departemen Pendidikan Nasional. 2003, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidian Nasional. Gable, R. K. 1986. Instrument Development in The Affective Domain . Boston: Kluwer- Nijhoff Publishing. Kennedy, L.M. Tipps, S. 1991. Guiding Children’s Learning of Mathematics . Belmont, California: Wadworth Publishing Company. Klann, G. 2007. Building Character: Strengthening the Hear of Good Leadership . San Francisco, CA: John Wiley Sons. Inc. Liebeck, P. 1984. How Children Learn Mathematics: A Guide for Parent and Teachers London: Penguin Books. Lickona, T. 2010. Character Education: The Return of Character Education. Dalam: A Set of Articles about Character Education . Yogyakarta: Character Eduaction Program. Yogyakarta state University. Mendiknas R.I. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Russell, B. 1967. Introduction to Mathematical Phylosophy. London: George Allen and Unwin, Ltd. Romberg, T.A., et al. 1989. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics Reston, VA: The National Council of Teachers of Mathematics. Schwartz, M.J. 2008. Teacher Education for Moral and Character Education, Character Education Partnership. Dalam Nucci, L.P. dan Narvaez, D. Handbook of Moral and Character Education. New York and London: Routledge. Sjarkawi. 2006. Pembentukan Kepribadian Anak Peran Moral Intelektual, Emosional, dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jatidiri . Jakarta: Bumi Aksara Souviney, R.J. 1994. Learning to Teach Mathematics . New York: Macmillan Publishing Company. Watson, F. R. 1976. Developments in Mathematics Teaching. London: Opens Books, . PM-205 PEMAHAMAN MAHASISWA FIELD DEPENDENT DALAM PEMECAHAN MASALAH PEMBUKTIAN Herry Agus Susanto Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Email: herrysanto_62yahoo.co.id Abstrak Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan pemahaman mahasiswa field dependent dalam pemecahan masalah pembuktian pada konsep grup. Penelitian dilakukan di Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Subjek penelitian sebanyak 1 mahasiswa field dependent. Metode pengumpulan data dengan wawancara, lembar tugas. Pemahaman mahasiswa field dependent dalam memecahkan masalah pembuktian pada konsep grup sebagai berikut: i dalam memahami masalah, mahasiswa field dependent memberkan respon yang kurang lengkap, konsep yang diungkap hanya yang ada pada teks soal. Subjek menyebutkan data apa yang diketahui, menentukan apa yang dibuktikan. ii dalam merencanakan penyelesaian, subjek menggunakan definisi grup, iii dalam melaksanakan penyelesaian, subjek hanya melaksanakan beberapa indikator penyelesaian secara lengkap, yaitu dalam melaksanakan rencana pemecahan dilakukan secara runtut namun kurang terperinci. iv pengecekan kembali dilakukan pada langkah yang dilakukan dan hasil yang diperoleh. Pengecekan hasil hanya dilakukan pada sifat ketertutupan. Pada akhir pekerjaan, subjek dapat menyimpulkan hasil pekerjaanya. Penelitian masih terbatas pada pemahaman dalam pemecahan masalah pembuktian bagi mahasiswa field dependent pada konsep grup. Dapat dilanjutkan dengan kegiatan lain misalnya 1 penelitian tentang pemahaman dalam pembentukan atau konstruksi konsep, 2 digunakan sebagai dasar untuk mendesain pembelajaran yang mempertimbangkan gaya kognitif mahasiswa, 3 pemahaman dosen terhadap gaya kognitif mahasiswa, diharapkan dalam pembelajaran dapat menyesuaikan dengan karakteristik mahasiswa. Kata kunci: Pemahaman, Pemecahan Masalah Pembuktian, Gaya Kognitif PENDAHULUAN Pembuktian dalam bidang matematika merupakan suatu hal yang penting. Seperti yang dinyatakan oleh Martin 1989 : 41 bahwa konsep pembuktian sangat penting dalam pelajaran matematika. Selanjutnya Henderson dalam Martin menyatakan bahwa pemikiran pembuktian adalah salah satu gagasan penting dari matematika. Pembuktian penting disebabkan dapat meningkatkan daya kritis siswa. Seperti yang dinyatakan oleh Fawcett dalam Hart, 1986: 2 bahwa belajar pembuktian matematika mathematical proof dapat meningkatkan daya kritis dan reflektif. Selanjutnya beliau berpendapat bahwa „pemikiran reflektif perlu ditingkatkan melalui pengalaman dalam menganalisis situasi yang berkaitan pembuktian. Baylis 1983: 3 dalam sebuah artikelnya menuliskan bahwa “Proof is the essence of mathematics.” Selanjutnya Driscoll dalam Hart 1986: 3 berpendapat bahwa pada suatu tingkat pembelajaran, peran pembuktian jelas, pembuktian merupakan alat mendasar untuk memperluas bidang matematika. Hasil temuan Baylis di atas ternyata lebih memantapkan pendapat Fraleigh 1966: iii yang menyatakan bahwa rata-rata siswa sama sekali tidak tahu saat didapati dengan sekumpulan latihan yang semua berawal dengan kata buktikan atau tunjukkan. Temuan Baylis maupun Fraleigh ternyata didukung pula oleh pendapat Clement 1992: 441 bahwa: telah banyak usaha untuk memperbaiki ketrampilan pembuktian para siswa dengan mengajarkan pembuktian formal yang hampir semuanya gagal. Clement juga menyebutkan bahwa 1 PM-206 kemampuan mahasiswa dalam pembuktian masih kurang, 2 perlu penelitian tentang bagaimana upaya untuk mengembangkan kemampuan tersebut, 3 banyak yang telah mencoba berupaya mengajarkan pembuktian secara formal, tetapi hasilnya belum memuaskan. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah pembuktian dalam matematika, khususnya pada tingkat perguruan tinggi merupakan hal yang sangat esensial dan perlu ditingkatkan. Pembuktian merupakan salah satu masalah dalam matematika. Seperti yang dinyatakan Polya 1981: 118 masalah dalam matematika dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu masalah untuk menemukan problem to find dan masalah untuk membuktikan problem to prove. Menurut Polya masalah membuktikan adalah to decide whether a certain assertion is true or false, to prove it or disprove it . artinya : memutuskan apakah pernyataan tertentu itu benar atau salah membuktikannya benar atau membuktikanya salah. Pemecahan masalah merupakan metoda yang tepat untuk mempelajari dan mengerjakan matematika. Siswa yang terampil dalam memecahkan masalah akan memiliki beberapa keuntungan, diantaranya mengembangkan kemampuan berpikir kritis, memperkuat ketrampilan matematika dan kemampuannya untuk memecahkan masalah. Sementara itu, Pehkonen 1997 membagi menjadi 4 kategori, alasan untuk mengajarkan pemecahan masalah, yaitu: pemecahan masalah mengembangkan keterampilan kognitif secara umum, pemecahan masalah mendorong kreativitas, pemecahan masalah merupakan bagian dari proses aplikasi matematika, dan pemecahan masalah memotivasi peserta didik untuk belajar matematika. Dengan kemampuan pemecahan masalah yang didapat dari pelajaran matematika, diharapkan peserta didik dapat membawanya untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-harinya, hal itu diungkap oleh Cooney dalam Hudojo, 2003 yaitu mengajar peserta didik untuk menyelesaikan masalah-masalah, memungkinkan peserta didik itu menjadi lebih analitis di dalam mengambil keputusan di dalam kehidupannya. Setiap individu memiliki karakteristik yang khas, yang tidak dimiliki oleh individu lain. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa setiap individu berbeda satu dengan yang lain. Karakteristik yang unik tersebut dikenal sebagai gaya kognitif cognitive style. Siswa akan mencapai hasil yang optimal apabila belajar sesuai dengan gaya belajar siswa. Gaya kognitif terbagi atas dua bagian, yakni Field Independent FI dan Field Dependent FD. Witkin menyatakan bahwa individu yang bersifat analitik adalah individu yang memisahkan lingkungan ke dalam komponen-komponennya, kurang bergantung pada lingkungan atau kurang dipengaruhi oleh lingkungan. Individu ini dikatakan termasuk gaya kognitif Field Independent FI. Sedangkan individu yang bersifat global adalah individu yang memfokuskan pada lingkungan secara keseluruhan, didominasi atau dipengaruhi lingkungan. Individu tersebut dikatakan termasuk gaya kognitif Field Dependent FD. Agar diketahui pemahaman mahasiswa dalam pemecahan masalah pembuktian pada konsep grup, maka perlu dilakukan suatu kajian atau penelitian. Oleh karena itu, diperlukan informasi dan pengkajian lebih lanjut pemahaman mahasiswa dengan gaya kognitif yang berbeda dalam pemecahan masalah pembuktian. Meskipun gaya kognitif terdapat dua macam, yaitu field independent dan field dependent, untuk keperluan kajian dalam penulisan ini hanya akan ditinjau subjek bergaya kognitif field dependent . Sehingga tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pemahaman mahasiswa field dependent dalam pemecahan masalah pembuktian pada konsep grup Manfaat hasil penelitian adalah dapat memberi sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan terhadap dunia pendidikan. Khusunya dalam bidang psikologi kognitif berupa deskripsi pemahaman pemecahan masalah bagi mahasiswa gaya kognitif field dependent . Dapat memberi manfaat bagi mahasiswa maupun dosen matematika dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran matematika. Dapat memberi manfaat bagi dosen untuk menyusun model-model pembelajaran METODE PENELITIAN Penelitian ini mengungkap pemahaman mahasiswa dalam pemecahan masalah pembuktian pada konsep grup. Dalam penelitian ini yang lebih dipentingkan adalah bagaimana pemahaman PM-207 mahasiswa dalam pemecahan masalah pembuktian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo yang sedang menempuh mata kuliah struktur aljabar I dan telah memperoleh materi grup. Instrumen dalam penelitian ini, dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: instrument utama dan instrument bantu. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Instrumen bantu dalam penelitian ini terdiri dari 3 macam, yaitu: Instrumen Group Embedded Figures Test GEFT, instrumen soal pemecahan masalah pembuktian dan pedoman wawancara. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara yang dilakukan oleh peneliti sebagai instrumen utama. Wawancara dilakukan untuk menggali pemahaman subyek tentang pemecahan masalah pembuktian pada konsep grup. Pemecahan masalah menggunakan empat langkah yang dikemukakan oleh Polya, yaitu: memahami masalah, rencana pemecahan, melaksanakan rencana pemecahan, dan mengecek kembali. Analisis data penelitian kualitatip, menurut Miles Huberman 1984 menyatakan terdapat tiga komponen utama dalam analisis yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan serta verifikasinya. Dari ketiga komponen utama dapat dikembangkan menjadi analisis data dimulai dari : 1 mentranskrip jawaban mahasiswa, 2 menelaah data dari berbagai sumber, yaitu wawancara, observasi berdasarkan catatan kejadian di lapangan, 3 reduksi data 4 membuat kode 5 menganalisis pemahaman subyek, 6 menarik kesimpulan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pembahasan pemahaman dalam pemecahan masalah pembuktian, menggunakan langkah- langkah pemecahan masalah Polya yaitu: memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah pembuktian, melaksanakan rencana penyelesaian dan memeriksa kembali proses dan hasil pemecahan masalah membuktikan. Ke-empat langkah tersebut, ditulis M1, M2, M3 dan M4. Dalam paparan penelitian untuk kepentingan penulisan ini hanya akan dipaparkan hasil penelitian mahasiswa FD untuk soal ke-1 Data pemahaman berupa respon subjek secara lisan yang diperoleh melalui wawancara. Respon-respon tersebut merupakan pemahaman subjek dalam memecahkan soal pertama. Subjek field dependent dalam pembahasan berikut disimbulkan dengan S2FD. Analisis pemahaman dalam memahami masalah, terdapat empat aspek yang diungkap, yaitu: 1 data atau informasi yang diketahui dalam tugas, 2 apa yang ditanyakan, 3 kecukupan syarat yang diberikan, 4 pengetahuan matematika yang diperlukan untuk membuktikan. Berdasarkan empat aspek tersebut, dibawah ini dipaparkan data hasil wawancara yang berkaitan dengan memahami masalah masing-masing untuk soal-1 S2FD. Hasil wawancara pada soal pertama sebagai berikut. No Kode Pertanyaan – Jawaban 1 PD11001 Coba kamu lihat, kamu baca dan cermati ya.? 2 JD11002 Ya, pak. 3 PD11003 Setelah kamu mencermati soal itu, data atau informasi apa saja yang ada soal itu? 4 JD11004 Dalam soal itu, terdapat A himupunan bilangan bulat, terus operasinya penjumlahan 5 PD11005 A itu himpunan apa? 6 JD11006 Himpunan bilangan bulat 7 PD11007 Adakah yang kamu ketahui lagi? 8 JD11008 Ya itu tadi, operasinya juga ada. 9 PD11009 Operasinya apa? 10 JD11010 Operasinya ada penjumlahan bilangan bulat 11 PD11011 bagaimana kamu dapat menyatakan bahwa data atau informasi seperti yang kamu sampaikan tadi? PM-208 12 JD11012 Saya mengetahui dari membaca soal yang diberikan 13 PD11013 apa yang ditanyakan? 14 JD11014 Disini yang ditanyakan, kita disuruh untuk menyelidiki apakah himpunan A disini itu beserta operasinya merupakan grup 15 PD11015 bagaimana kamu mengetahui bahwa yang ditanyakan itu? 16 JD11016 Dari apa yang ada pada soal 17 PD11017 apa saja syarat yang diperlukan untuk membuktikan soal itu? 18 JD11018 Persyaratan untuk menyelidiki soal ini, sepengetahuan saya kita menggunakan definisi grup, itu ada 4 syarat. 19 PD11019 bagaiman kamu dapat menyebutkan syarat yang itu? 20 JD11020 Berdasarkan definisi grup yang ada 21 PD11021 Masih adakah syarat lain yang kamu ketahui 22 JD11023 Yang saya ketahui itu pak, memenuhi 4 aksioma grup. 23 PD11023 pengetahuan matematika apa saja yang diperlukan untuk membuktikan? 24 JD11024 Pengetahuannya adalah himpunan A dengan operasi penjumlahan 25 PD11025 Mengapa kamu menyebutkan pengetahuan matematika itu? 26 JD11026 Karena pengetahuan matematika tersebut terdapat pada soal Berdasarkan hasil wawancara seperti tersebut di atas, keempat aspek sudah sudah dikenali oleh subjek. Ini berarti terdapat keterkaitan antara informasi yang diberikan dengan skema yang telah ada Hiebert dan Carpenter. Pada aspek data atau informasi yang diketahui dalam tugas dapat dilihat pada JD11004 . Respon subjek adalah menyebutkan bahwa yang diketahui adalah terdapat A himpunan bilangan bulat, terus operasinya penjumlahan. Setelah subjek menerima soal dan membacanya berarti menerima informasi , subjek menangkap maknanya. Ini berarti terdapat keterkaitan antara informasi yang diterima dengan skema yang ada. Skema atau pengetahuan yang ada pada diri subjek meliputi himpunan, operasi penjumlahan. Sehingga ketika subjek menerima informasi yang ada pada lembar tugas, maka subjek langsung mengkaitkan antara informasi tersebut dengan skema yang telah ada. Hal ini ditunjukan dari hasil pekerjaan subjek dapat menuliskan “diketahui: A himpunan bilangan bulat dengan operasi penjumlahan bilangan bulat” dan “ditanyakan: Selidikilah apakah himpunan. beserta operasi tersebut merupakan suatu grup”. Ini berarti ada keterkaitan antara skema tentang himpunan bilangan bulat, operasi penjumlahan bulat dengan permasalahan. Bila dikaitkan dengan proses informasi, maka ada kesesuaian antara skema yang ada dengan informasi yang diterima atau terjadi asimilasi Aspek apa yang ditanyakan, dapat dilihat pada JD11014. Respon subjek adalah apakah himpunan A beserta operasi penjumlahan merupakan grup, termasuk juga penjumlahannya. Hal ini ditunjukan dari hasil pekerjaan subjek dapat menuliskan “ ditanyakan : Disini yang ditanyakan, kita disuruh untuk menyelidiki apakah himpunan A disini itu beserta operasinya merupakan grup ”. Ini berarti ada keterkaitan antara skema tentang himpunan bilangan bulat, operasi penjumlahan bulat dengan permasalahan. Bila dikaitkan dengan proses informasi, maka ada kesesuaian antara skema yang ada dengan informasi yang diterima atau terjadi asimilasi. Aspek kecukupan syarat yang harus dipenuhi agar tugas dapat dipecahkan adalah himpunan A bukan himpunan kosong dan diketahui operasinya. Aspek kecukupan syarat yang diberikan, dapat dilihat pada JD11018 yaitu persyaratan untuk menyelidiki soal ini, menggunakan definisi grup, itu ada 4 syarat yang harus dipenuhi . Berdasarkan hasil wawancara, subjek tidak menunjukkan bahwa A . Aspek keempat yaitu pengetahuan matematika yang diperlukan untuk membuktikan, subjek tidak menunjukkan secara rinci, meskipun pengetahuan tersebut tidak terdapat pada tugas. Ini berarti subjek telah memiliki skema pengetahuan yang dimaksud. Secara lengkap petikan wawancara dapat dilihat pada PD11023 dan JD11023. Respon subjek memperlihatkan pengetahuan tersebut misalnya himpunan B dengan operasinya. Dari hasil wawancara seperti di atas, menunjukkan bahwa skema tentang grup juga sudah dimiliki oleh subjek. Subjek tidak secara rinci menyebutkan aksioma pada grup. Pemahaman subjek PM-209 dalam memahami masalah ini kurang baik, hal ini ditunjukkan keempat aspek tidak dapat dikemukakan secara lengkap melalui wawancara. Subjek hanya dapat mengungkapkan pengetahuan yang tertulis pada soal. Pengetahuan yang disebutkan oleh subjek, merupakan pengetahuan yang berkaitan dengan permasalahan. Pengetahuan yang disebutnya hanya terbatas pada himpunan B beserta oerasi penjumlahan. Subjek tidak dapat memisahkan obyek-obyek yang ada pada permasalahan secara terpisah dalam konteks aslinya. Untuk keperluan analisis pemahaman dalam perencanaan pemecahan masalah, terdapat empat aspek yang diungkap, yaitu: 1 cara yang akan digunakan untuk membuktikan, 2 konsep apa saja yang akan digunakan untuk membuktikan, 3 tugas lain yang serupa, 4 langkah-langkah apa saja yang akan dilakukan dalam memecahkan masalah. Berdasarkan empat aspek tersebut, dibawah ini dipaparkan data hasil wawancara, yang berkaitan dengan perencanaan pemecahan masalah masing- masing untuk soal-1 bagi S2FD. Hasil wawancara pada tugas pertama sebagai berikut 27 PD11027 Bagaimana cara atau strategi yang dapat digunakan untuk membuktikan? 28 JD11028 Cara atau strategi yang akan digunakan untuk membuktikan adalah dengan jalan menunjukkan definisi grup 29 PD11029 mengapa kamu menggunakan cara atau strategi itu? 30 JD11030 Ya untuk membuktikan grup itu sendiri dengan menggunakan aksioma. 31 PD11031 teorema atau konsep apa saja yang dapat digunakan untuk membuktikan? 32 JD11032 Konsep yang digunakan membuktikan grup adalah sifat tertutup, assosiatif, identitas dan invers. 33 PD11033 Apa maksud dari konsep-konsep itu? 34 JD11034 Disitu ada tertutup, maksudnya hasil operasinya ada disitu. 35 PD11035 Apakah hanya itu saja? 36 JD11036 Ya, masih ada yang lain misalnya elemen identitas yaitu elemen yang tetap. 37 PD11037 mengapa kamu memilih teorema atau konsep tersebut? 38 JD11038 Karena konsep tersebut merupakan konsep yang bersesuaian 39 PD11039 Apakah kamu pernah mengetahui tugas lain yang serupa? 40 JD11040 Ya Pak, Pernah mengetahui dari tugas yang lain 41 PD11041 Bagaimana kamu dapat mengetahuinya? 42 JD11042 Berdasarkan tulisan yang ada pada soal, misalnya apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan 43 PD11043 langkah-langkah apa yang digunakan untuk membuktikan? 44 JD11044 Langkah yang saya rencanakan adalah menunjukkan aksioma tersebut 45 PD11045 mengapa menggunakan langkah tersebut? 46 JD11046 Karena berdasarkan definisi grup Dari hasil wawancara tersebut di atas, dapat dilihat dari empat aspek sebagai berikut. Aspek yang pertama, yaitu aspek cara yang akan digunakan untuk membuktikan. Berdasarkan respon terhadap perencanaan pemecahan masalah, S2FD merencanakan untuk memecahkan masalah dengan menggunakan definisi grup. Hal ini dapat dilihat petikan wawancara pada JD11028 . Alasan menggunakan definisi karena sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki subjek, lihat JD11030. Pengetahuan yang dimaksud meliputi sifat tertutup, assosiatif, identitas dan invers. Berdasarkan respon ini, menunjukkan bahwa pemahaman S2FD telah mengakitkan antara pengetahuan yang dimiliki dengan obyek matematika yaitu konsep grup. Aspek kedua, yaitu konsep apa saja yang akan digunakan untuk membuktikan, dapat dilihat pada JD11032. Subjek memberikan penjelasan untuk masing-masing aksioma, seperti JD11034 dan JD11036 . Subjek mengkaitkan antara sifat tertutup dengan penjumlahan elemen pada himpunan. Sifat PM-210 operasi penjumlahan dua elemen pada himpunan dan hasilnya berada pada himpunan tersebut, dinamakan sifat tertutup, hal ini dapat dilihat pada JD11034 . Aspek ketiga, yaitu tugas lain yang serupa, dapat dilihat pada JD11040 dan JD11042. Subjek dapat mengetahui bahwa tugas yang diberikan pernah dijumpai sebelumnya dapat dilihat pada JD11040. Subjek mengetahui bahwa masalah yang diberikan sudah pernah diketahui sebelumnya. Permasalahan tersebut diketahui oleh subjek dari “apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan”. Aspek ke-empat yaitu langkah-langkah apa saja yang akan dilakukan dalam memecahkan masalah dapat dilihat pada JD11044 beserta maksud dari JD11044 terlihat pada JD11044. Langkah yang ditempuh subjek dalam memecahkan masalah ini dilakukan secara berurutan, maksudnya menunjukkan berlakunya sifat tertutup, assosiatif, identitas dan invers. Berdasarkan hasil wawancara seperti tersebut di atas, keempat aspek sudah sudah dikenali oleh subjek, meskipun kurang sempurna. Ini berarti terdapat keterkaitan antara informasi yang diberikan dengan skema yang telah ada. Skema atau pengetahuan yang ada pada diri subjek meliputi definisi grup, sifat tertutup, asosiatif, identitas dan invers. Sehingga ketika subjek menerima informasi yang ada pada lembar tugas, maka subjek langsung mengkaitkan antara informasi tersebut dengan skema yang telah ada. Ini berarti ada keterkaitan antara skema tentang himpunan bilangan bulat, operasi penjumlahan bulat dengan permasalahan. Bila dikaitkan dengan proses informasi, maka ada kesesuaian antara skema yang ada dengan informasi yang diterima atau terjadi asimilasi. Untuk keperluan analisis pemahaman dalam pelaksanaan perencanaan pemecahan masalah, terdapat empat aspek yang diungkap, yaitu: 1 cara yang digunakan untuk membuktikan, 2 alasan penggunaan cara membuktikan, 3 langkah yang dilakukan dalam membuktikan adalah benar, 4 cara lain yang digunakan dalam membuktikan. Berdasarkan empat aspek tersebut, dibawah ini dipaparkan data hasil wawancara, yang berkaitan dengan pelaksanaan perencanaan pemecahan masalah masing- masing untuk soal-1 S2FD. Data wawancara dalam pelaksanaan perencanaan pemecahan masalah tugas-1 47 PD11047 Bagaimana cara atau strategi yang digunakan untuk membuktikan? 48 JD11048 Caranya yaitu tadi, membuktikan bahwa himpunan itu merupakan grup 49 PD11049 Bagaimana kamu mengetahui bahwa itu sesuai rencana? 50 JD11050 Ya, dari saya mengerjakan, mulai dari sifat tertutup, asosiatif sampai invers 51 PD11051 Mengapa yang kamu gunakan langkah tersebut? 52 JD11052 Karena langkah itu yang saya ketahui. 53 PD11053 Apakah langkah yang kamu lakukan sudah benar? 54 JD11054 Langkahnya benar karena sesuai yang saya ketahui 55 PD11055 Apakah ada cara lain yang dapat dilakukan? 56 JD11056 Tidak mengetahui secara persis, sepertinya tidak ada Terdapat empat aspek yang diungkap adalah pelaksanaan perencanaan pemecahan masalah yaitu mengenai: 1 cara yang digunakan untuk membuktikan, 2 alasan penggunaan cara membuktikan, 3 langkah yang dilakukan dalam membuktikan adalah benar, 4 cara lain yang digunakan dalam membuktikan. Hasil wawancara, pekerjaan dan yang berkaitan dengan pelaksanaan perencanaan pemecahan masalah, dapat merupakan gambaran pemahaman tentang pelaksanaan perencanaan pemecahan masalah pembuktian subjek S2FD adalah seperti berikut ini. Langkah yang dilakukan dalam membuktikan juga sesuai dengan perencanaan pemecahan masalah. Subjek memulai dengan menunjukkan sifat tertutup operasi penjumlahan bilangan bulat. Pada langkah yang pertama ini subjek dalam menunjukkan sifat ketertutupan dengan mengambil beberapa contoh bilangan. Pada langkah kedua, yaitu melaksanakan pembuktian berlakunya sifat asosiatif, subjek menunjukkan dengan ruas kiri yaitu a+b+c = a+b+c. Jika diperhatikan hasil pekerjaan subjek, yang dimaksud dengan ruas kiri adalah menguraikan bentuk a+b+c = a+b+c. Sedangkan untuk ruas kanan, subjek tidak menguraikan, tetapi menyimpulkan bahwa a+b+c = a+b+c. PM-211 Respon subjek pada langkah ketiga, yaitu menunjukkan adanya elemen identitas. Pada langkah ini, subjek menunjukkan elemen identitas dengan memisalkan elemen identitas tersebut dengan e. Kemudian menggunakan pengertian elemen identitas, subjek menguraikan bentuk a+e = a, sehingga didapat elemen identitas e = 0. Kemudian dengan hasil e = 0 ini, subjek menyimpulkan bahwa e = 0 merupakan elemen identitas. Pada langkah keempat yaitu menentukan invers suatu elemen. Pada langkah ini, subjek dalam menentukan invers suatu elemen, dengan menggunakan pengertian elemen identitas. Subjek memisalkan invers elemen a adalah a -1 , sehingga diperoleh a + a -1 = 0, didapat a -1 = -a. Untuk keperluan analisis pemahaman pengecekan kembali dalam pemecahan masalah, terdapat empat aspek yang diungkap, yaitu: 1 mengecek jawaban akhir, 2 mengecek kebenaran jawaban, 3 cara yang digunakan untuk membuktikan, 4 langkah-langkah pembuktian yang dilakukan. Berdasarkan empat aspek tersebut, dibawah ini dipaparkan data hasil wawancara, yang berkaitan dengan pengecekan kembali pemecahan masalah masing-masing untuk tugas-1 bagi S2FD. Data hasil wawancara subjek berkaitan dengan tugas-1 sebagai berikut: 57 PD11057 bagaimana kamu mengecek jawaban akhir seperti pekerjaanmu? 58 JD11058 Untuk mengecek dari jawaban akhir, saya melakukan dengan membaca ulang pekerjaan saya. Mengeceknya dengan membaca ulang 59 PD11059 bagaimana mengecek jawaban benar? 60 JD11060 Dalam melakukan pengecekan, jikalau memungkinkan mengambil contoh. 61 PD11061 bagaimana kamu mengecek carastrategi yang digunakan? 62 JD11062 Mengeceknya dengan jalan mencocokkan kembali langkah demi langkah sudah benar atau belum dan apakah sesuai dengan yang saya rencanakan 63 PD11063 Mencocokannya bagaimana? 64 JD11064 Ya,.. melihat dengan rencana, apakah sesuai. 65 PD11065 bagaimana kamu mengecek langkah-langkah yang ditempuh? 66 JD11066 Untuk mengecek langkah-langkah yang dilakukan ya..seperti tadi, dengan melihat langkah per langkah Terdapat empat aspek yang diungkap dalam pengecekan kembali pemecahan masalah yaitu mengenai: 1 mengecek jawaban akhir, 2 mengecek kebenaran jawaban, 3 cara yang digunakan untuk membuktikan, 4 langkah-langkah pembuktian yang dilakukan. Hasil wawancara dan pekerjaan yang berkaitan dengan pengecekan kembali pemecahan masalah, dapat merupakan gambaran pemahaman tentang pengecekan kembali pemecahan masalah pembuktian subjek S2FD. Dari hasil wawancara, tampak bahwa pengecekan kembali dilakukan subjek dengan jalan membaca mengulangi langkah yang dilakukan bagian demi bagian, seperti respon subjek pada JD11058 dan JD11066. Untuk mengecek kebenaran suatu aksioma, subjek mengeceknya dengan mengambil beberapa contoh elemen pada himpunan A. Misalnya pada sifat tertutup, subjek mengambil elemen 2 dan 3 kemudian dioperasikan didapat 2 + 3 = 5 merupakan anggota A jadi operasi penjumlahan pada A bersifat tertutup. Pengecekan sifat asosiatif, elemen identitas dan invers suatu elemen tidak dilakukan oleh subjek. Pada langkah pengecekan kembali, terdapat dua aspek penting yaitu pemecahan masalah menurut Polya yaitu: proses pemecahan dan hasil akhir. Berdasarkan hasil wawancara, pengecekan kembali terhadap setiap langkah pemecahan masalah, tidak dilakukan secara rinci oleh subjek. Meskipun subjek menyatakan bahwa pengecekapan dilakukan pada setiap langkah, seperti respon subjek pada JD11062 dan JD11066 , namun tidak secara mendetail. Pengecekan kembali terhadap hal yang berkaitan dengan memahami masalah, tidak dilakukan. Sehingga pemahaman subjek terhadap pengecekan kembali langkah-langkah pengerjaan, kurang sempurna. Pada pengecekan hasil pekerjaan, PM-212 untuk setiap aksioma tidak seluruhnya dicek kembali. Misalnya pada hasil pengecekan sifat tertutup, asosiatif, elemen identitas dan elemen invers. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut : Pemahaman mahasiswa field dependent dalam pemecahan masalah pembuktian pada konsep grup sebagai berikut: i dalam memahami masalah, subjek field dependent dapat menyebutkan beberapa kriteria dalam memahami masalah yang terdiri dari: menentukan data apa yang diketahui, menentukan apa yang dibuktikan, ii dalam merencanakan penyelesaian, subjek memilih strategi yang akan digunakan dengan menggunakan definisi grup, iii dalam melaksanakan penyelesaian, subjek melaksanakan hanya beberapa indikator penyelesaian secara lengkap, yaitu dalam melaksanakan rencana pemecahan dilakukan secara runtut namun kurang terperinci. Ini sesuai dengan individu yang field dependent tidak mudah memisahkan item dari konteksnya. Individu yang field dependent dalam menanggapi sesuatu stimulus mempunyai kecenderungan menggunakan isyarat lingkungan sebagai dasar dalam persepsinya dan cenderung memandang suatu pola sebagai suatu keseluruhan, tidak memisahkan bagian-bagiannya. iv pengecekan kembali dilakukan pada langkah yang dilakukan dan hasil yang diperoleh. Pengecekan hasil hanya dilakukan pada sifat ketertutupan. Pada akhir pekerjaan, subjek dapat menyimpulkan hasil pekerjaanya. Berdasarkan kesimpulan, dapat disarankan sebagai berikut: 1 dalam mengajar matematika, dosen hendaknya menekankan tahap-tahap pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Polya, 2 dalam mengajar matematika, dosen sebaiknya memperhatikan gaya kognitif mahasiswanya dengan jalan mendesain pembelajaran yang mempertimbangkan gaya kognitif mahasiswa, 3 kepada para dosen pada program studi pendidikan matematika, hendaknya menggunakan hasil penelitian ini untuk kajian dalam pembelajaran. Kajian pembelajaran tidak terbatas hanya pada pemahaman masalah pembuktian, 4 kepada para dosen dapat mengembangkan penelitian lanjutan, misalnya tentang pembentukan atau konstruksi konsep. DAFTAR PUSTAKA Baylis, John, 1983. Proof the essence of mathematics. Intenational Journal of Mathematics Education and Science Technology. Volume 14 Birkhoff, G and Mc Lane,S. 1968. Algebra . New York: The Macmillan Company Boverman, DM, 1960. Dimension of Cognitive Style. Journal of Personality . Vol. 28. 165-185. Clements, DH. 1992. Geometry and Spatial Reasoning. Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning . New York Fraleight J.B, 1966. A First Course in Abstract Algebra . Mass: Addison-Wesley Publishing Company Hart, E.W. 1986. An Exploratory Study of The Proof Writing Performence of Collegge Students In Elementary Grup Theory . The University of Iowa. Herman Hudoyo, 2003. Pengembangan Kurikulum Dan Pembelajaran Matemátika . Malang: Universitas Negeri Malang. Herstein, I.N. 1964. Topics in Algebra. New York: John Wiley Sons. Hiebert, J. Carpenter, T. P, 1992. Learning and Teaching with Understanding . In D. Grouws, Ed., Handbook of Research on Mathematics Teaching and Learning pp. 65 –97. New York: MacMillan PM-213 Martin, Gary. 1989. Proof Frames of Preservice Elementary Teachers. Journal for Research in Mathematics Education . Vol 20 No.1 New York Miles. B. dan Huberman, M, 1992. Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber tentang Metode-metode Baru. Jakarta: Universitas Indonesia. Polya, George. 1973. How To Solve It . New Jersey: Printeton University Press. Princeton, Solso, RL. 1995. Cognitive Psychology . Boston: Allyn and Bacon. Thomas, L. 1990. Educational Psychology: a Realistic Approach. London: Longman. Witkin, H.A, Oltman, P.K Raskin, E. 1971. Manual Embedded Figures Test, Children Embedded Figures Test, Grup Embedded Figures Test . California: Consulting Psychology Press, Inc Witkin, H.A, Moore, C.A, Goodnough D.R, dan Cox, P.W. 1977. Field Dependent and Field Inependent Cognitive Style and Their Educational Implication. Reviewof Educational Researh Winter. Vol 47. No.1 PM-214 PM-215 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK Syaiful, Yaya S. Kusumah, Yozua Sabandar, dan Darhim Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung Email: pak_bakriyahoo.com Abstrak Pembelajaran matematika di SMP sampai saat ini masih dengan gaya konvensional, umumnya siswa masih kurang diberi kesempat untuk aktif membangun pengetahuannya. Hal ini berakibat pada rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa adalah melalui pendekatan Pendidikan Matematika Realistik PMR. PMR berpandangan bahwa belajar matematika harus mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai situasi konteks, yang dirasakan bermakna sehingga menjadi sumber belajar. Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah: Apakah pembelajaran matematika yang menggunakan PMR dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa? Penelitian ini adalah penelitian eksperimen, yang menggunakan desain eksperimen kelompok kontrol pretes-postes. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VII SMP di Kota Bekasi, sedangkan sampel diambil dari dua sekolah level sedang, yang masing-masing sekolah diambil dua kelas dengan teknik purposive sampling. Kelompok eksperimen diberi perlakuan pembelajaran dengan PMR sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan, pembelajarannya dengan PMB. Instrumen yang digunakan adalah: 1 tes kemampuan pemecahan masalah matematis; 2 lembar observasi; 3 angket respon siswa; dan 4 lembar pedoman wawancara. Untuk keperluan pengujian hipotesis, data dianalisis dengan uji-t, uji ANOVA, dan dilengkapi dengan analisis deskriptif dan kualitatif. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh kesimpulan: Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajaran menggunakan PMR lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan PMB, untuk seluruh siswa maupun berdasarkan kelompok kemampun matematis siswa tinggi, sedang, rendah. Ada pengaruh secara bersama yang signifikan antara pembelajaran PMR dan PMB dengan kelompok kemampuan matematis siswa tinggi, sedang, rendah dalam kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan PMR, pada siswa kemampuan tinggi lebih baik daripada siswa kemampuan sedang dan rendah. Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran yang menggunakan PMR, sangat aktif. Respon siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan PMR, positif. Kata kunci: Kemampuan pemecahan masalah matematis, pendekatan pendidikan matematika realistik. PENDAHULUAN Latar Belakang Pemikiran Salah satu keluhan para guru di SMP akhir-akhir ini adalah tentang kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika non rutin. Kesulitan yang dialami siswa ini, tentu disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain; 1 faktor pendekatan pembelajaran, pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran kurang membangun kemampuan kemampuan pemecahan masalah matematis. Menurut Hadi 2005, bahwa beberapa hal yang menjadi ciri praktek pendidikan di Indonesia selama ini antara lain adalah pembelajaran yang berpusat pada guru; 2 faktor kebiasaan belajar, siswa hanya terbiasa belajar dengan cara menghafal, cara ini tidak melatih kemampuan pemecahan masalah PM-216 matematis, cara ini merupakan akibat dari pembelajaran konvensional pembelajaran matematika biasa, karena guru mengajarkan matematika dengan menerapkan konsep dan operasi matematika, memberikan contoh mengerjaka soal, serta meminta siswa untuk mengerjakan soal yang sejenis dengan soal yang sudah diterangkan guru. Model pembelajaran seperti menekankan pada menghapal konsep dan prosedur matematika guna menyelesaikan soal. Model pembelajaran ini disebut model mekanistik Fruedhental, 1973. Akibat penggunaan pendekatan pembelajaran dan cara belajar sebagaimana tersebut di atas, sehingga berdampak pada prestasi belajar matematika siswa kita rendah. Rendahnya prestasi belajar matematika siswa, antara lain dilaporkan dari hasil survei yang dilaksanakan Depdikbud tahun 1996, yaitu tentang evaluasi pengaruh proyek PKG terhadap pengajaran matematika di SMP, mengungkapkan bahwa prestasi belajar matematika siswa rendah Suryanto, 1996; Somerset, 1997; dalam Lambertus, 2010. Laporan The Third International Mathematics Science Study TIMSS tahun 1999 Herman, 2006 menunjukkan bahwa kemampuan siswa kelas dua SMP eighth grade Indonesia relatif lebih baik dalam menyelesaikan soal-soal tentang fakta dan prosedur, akan tetapi sangat lemah dalam menyelesaikan soal-soal tidak rutin yang berkaitan dengan jastifikasi atau pembuktian, pemecahan masalah yang memerlukan penalaran matematis, menemukan generalisasi atau konjektur, dan menemukan hubungan antara data-data atau fakta yang diberikan. Akibatnya, posisi prestasi belajar anak-anak Indonesia berada pada urutan 34 dari 38 Negara peserta. Indonesia masih kalah jauh dari negara Singapura yang menempati peringkat pertama dan Malaysia yang berada pada posisi 16 Darhim, 2004. Selanjutnya dari TIMSS tahun 2003, dikemukakan bahwa dari 40 negara, Indonesia berada pada ranking 34, Korea berada di ranking nomor dua, di bawah Singapura Lew, 2004. Pentingnya pemilikan kemampuan pemecahan masalah oleh siswa dalam matematika dikemukakan oleh Branca 1980 sebagai berikut: 1 kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika; 2 pemecahan masalah meliputi metode, prosedur, dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika; dan 3 pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika. Sebagai implikasi dari pendapat di atas, maka kemampuan pemecahan masalah hendaknya dimiliki oleh semua anak yang belajar matematika mulai dari tingkat Sekolah Dasar SD sampai Perguruan Tinggi. Polya1985 dalam bukunya “How To Solve It” menguraikan secara rinci empat langkah pemecahan masalah disertai dengan ilustrasi masalah, pertanyaan yang membimbing pemahaman tiap langkah, soal latihan, dan menyelesaikannya dalam matematika. Keempat langkah itu adalah; 1 memahami masalah; 2 merencanakan pemecahan atau mencari alternatif pemecan; 3 melaksanakan rencana atau perhitungan; dan 4 memeriksa atau menguji kebenaran perhitungan atau penyelesaian. Sejalan dengan Polya 1985, Novak 1979 mengemukakan lima urutan kegiatan dalam pemecahan masalah sebagai berikut; 1 memahami masalah; 2 memilih atau mencari pengetahuan yang relevan; 3 menyeleksi kemungkinan penyelesaian; 4 mengolah data; dan 5 menilai kembali permasalahan. Permasalahan terkait dengan kemampuan pemecahan masalah matematis yang bukan hanya terjadi di Indonesia, penelitian Kuoba et al , 1988 yang melibatkan soal-soal yang menguji kemampuan penalaran logis, identifikasi langkah-langkah, dan penggunaan strategi pemecahan masalah, menunjukkan bahwa hampir 66 siswa kelas 3 dan hampir 50 siswa kelas 7 menghadapi kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah matematis. Swoboda dan Tocki 2002 mengatakan bahwa siswa pendidikan dasar di Negara Polandia juga mengalami kesulitan dalam penerapan matematika antara lain konsep perbandingan. Selanjutnya Nunes, de Boeck et.al. , dan van den Valk et.al. Swaboda dan Tocki, 2002, menyatakan bahwa pada konferensi-konferensi internasional aspek-aspek baru pemahaman tentang konsep perbandingan masih dirujuk. Cooper dan Harries 2002 melaporkan hasil penelitian terhadap 121 anak-anak usia 11-12 tahun pada akhir tahun pertama mereka di sekolah menengah yang berasal dari dua sekolah menengah di Inggris Utara. Hasilnya menunjukkan ketidakmampuan mereka memperkenalkan pertimbangan- pertimbangan realistis ketika memecahkan masalah-masalah realistik. Dari kondisi dan permasalahan sebagaimana uraian di atas serta penemuan-penemuan dari penelitian terdahulu mendorong Peneliti untuk melihat upaya yang dapat digunakan dalam proses PM-217 pengajaran matematika sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memperdalam, memperkaya dan memperluas kemampuan pemecahan masalah matematis. Salah satu pendekatan yang dipandang sebagai pendekatan pembelajaran matematika yang berpeluang besar bagi peningkatan hasil belajar matematika dan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematis adalah pendekatan Pendidikan Matematika Realistik PMR Darhim, 2004. Hal ini dimungkinkan karena dalam pendekatan PMR pembelajaran dimulai dari sesuatu yang riil sehingga siswa dapat terlibat dalam proses pembelajaran secara bermakna. Peran guru hanya sebagai pembimbing dan fasilitator bagi siswa. Siswa tidak dapat dipandang sebagai botol kosong yang harus diisi dengan air. Siswa adalah individu yang punya potensi untuk mengembangkan pengetahuan dalam dirinya. Siswa diharapkan aktif mengkonstruksi pengetahuannya. Bahkan di dalam pendekatan PMR diharapkan siswa tidak sekedar aktif sendiri, tetapi ada aktivitas bersama diantara mereka interaktivitas. Proses pembelajaran seperti ini, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa secara optimal, terutama kemampuan pemecahan masalah matematis. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan seperti berikut: 1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan PMR lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran dengan PMB ditinjau dari: a keseluruhan siswa, dan b kelompok kemampuan matematis siswa tinggi, sedang, rendah? 2. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran PMR dan PMB dengan kelompok kemampuan matematis siswa tinggi, sedang, rendah terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis?

3. Bagaimanakah aktivitas siswa dalam proses pembelajaran, terutama kinerja dan pola jawaban yang