Tugas Akhir Semester Mata Kuliah Pengemb

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI “AAN” YOGYAKARTA
TUGAS TAKE HOME
PENGEMBANGAN ORGANISASI DAN BIROKRASI

Nama

: Darul Azis

NIM

: 0110110414

Dosen

: Drs. Tjihno Windriyanto, Msi

Kelas

: Reguler dan Ekstensi

1. Sejauhmanakah budaya kerja anggota organisasi itu mempengaruhi tingkat

keberhasilan organisasi melakukan kompetensi dengan lingkungan eksternal?

Saya cukup kesulitan untuk memberikan pemahaman tentang budaya kerja
anggota organisasi dengan budaya organisasi. Pasalnya, sedikit sekali buku-buku
yang mengemukakan tentang budaya kerja. Muncul pertanyaan yakni siapakah yang
berperan lebih dulu? Budaya kerja anggota organisasi atau budaya organisasi? Apakah
budaya kerja anggota organisasi yang pada akhirnya membentuk budaya organisasi?
Atau justru sebaliknya?
Untuk itulah, meskipun mungkin bukan jawaban yang tepat saya akan
menjawab pertanyaan nomor 1 dengan pemahaman saya tentang budaya organisasi,
bukan atas pemahaman budaya kerja anggota organisasi.
Schein (1992) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola dari
asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan atau dikembangkan oleh suatu
kelompok tertentu dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau
menanggulangi masalah-masalah yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi
internal yang sudah berjalan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota
baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan dan merasakan
berkenaan

dengan


masalah-masalah

tersebut.

Kemudian

Luthans

(1998)

mendefinisikan secara lebih singkat mengenai hal ini, budaya organisasi merupakan
norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi.
Dari kedua pendapat diatas, dapatlah dipahami bahwa sebenarnya budaya
kerja anggota organisasi (seperti yang tertulis pada soal nomor 1) merupakan produk
atas penerapan budaya organisasi yang menjadi acuan kerja seluruh anggota
organisasi baik yang baru maupun yang lama dan menjadi sebuah kegiatan yang
berulang-ulang. Secara rasional, budaya organisasi akan terbentuk seiring dengan
terbentuknya organisasi, kemudian budaya organisasi tersebut dikenalkan kepada
anggota-anggota baru agar dapat memahami serta mau melaksanakannya. Akhirnya

perilaku setiap anggota organisasi akan diarahkan oleh budaya yang dibentuk diawal
oleh para pendahulunya. Dengan demikian, menurut saya, munculnya istilah budaya
kerja anggota organisasi menjadi tumpang tindih pemaknaannya.
Budaya organisasi diyakini sebagai penentu utama kesuksesan kinerja
ekonomi (Kotter dan Haskel, 1992). Seiring dengan perkembangan ilmu organisasi
sekarang ini, budaya organisasi tidak lagi hanya sebagai penentu utama kesuksesan

kinerja ekonomi, melainkan juga sebagai pendorong kinerja manajemen yang
berlangsung dalam sebuah organisasi. Pandangan Kotter bahwa budaya organisasi
sebagai penentu utama kesuksesan kinerja ekonomi ini melupakan adanya kesuksesan
kinerja manajemen yang juga ingin dicapai. Kinerja ekonomi dan kinerja manajemen
tidak lagi dapat berdiri sendiri-sendiri, karena dalam penerapannya kedua hal tersebut
saling terkait bahkan cenderung saling melengkapi. Perpaduan ini semakin
memperkuat peran budaya organisasi sebagai alat untuk menentukan arah organisasi,
apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, bagaimana mengalokasikan sumber daya
dan mengelola sumber daya organisasional. Selain itu juga sebagai alat untuk
menghadapi masalah dan peluang dari lingkungan eksternal dan internal. Kedua poin
ini telah dapat menjawab pertanyaan diatas, budaya organisasi yang tidak menutup
mata terhadap perubahan sosial dan kemajuan zaman, akan dapat dengan mudah
menangkap peluang-peluang baru penunjang keberhasilan organisasi serta tanggap

terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul baik dari eksternal maupun
internal organisasi. Sebagai hasilnya, tercapainya kinerja ekonomi dan kinerja
manajamen yang maksimal dalam kerangka berkembangnya organisasi.

2. Konsep perubahan budaya kerja (budaya organisasi : penulis) seperti apakah yang
dapat diimplementasikan bagi organisasi yang kurang berkembang ini, dan
sejauhmanakah implementasinya?
Sebelum menentukan konsep perubahan budaya organisasi yang dapat
diimplementasikan pada organisasi yang kurang berkembang maka langkah yang
harus ditempuh oleh organisasi adalah mengidentifikasi penyebab kurang
berkembangnya organisasi. Setidaknya ada dua pemicu kurang berkembangnya
organisasi, yakni :
a) Masalah internal yang meliputi : Struktur lembaga yang bermasalah,
penataan, kompetensi, ketatalaksanaan, sarana dan prasarana dan
manajemen.
b) Masalah eksternal yang meliputi : dinamika masyarakat dan tumbuh
kembang

masalah,


penyelenggaraan

pergeseran

paradigma

organisasi/birokrasi,

berpikir,

paradigma

paradigma

pembangunan,

layanan masyarakat serta adanya pola desentralisasi.
Menurut Andreas Lako (2004) jika kurang berkembangnya organisasi
disebabkan oleh masalah eksternal maka konsep yang dapat dijalankan adalah dengan
menerapkan kedua konsep ideal berikut ini :

a) Kuat;
Organisasi harus kuat dari dalam terlebih dahulu. kesalahan yang
sering dihadapi oleh organisasi-organisasi publik yang akan mencoba
bergerak maju namun dari dalam organisasi itu sendiri tidak kuat,
sehingga manakala perubahan datang justru dari dalam tubuh
organisasi itu sendiri yang kurang siap. Sebagaimana seseorang yang
akan menempuh perjalanan jauh, tanpa adanya persiapan kondisi tubuh
yang tidak begitu sehat, maka di perjalanan dapat dipastikan akan
mengalami sakit.
b) Dinamis dan adaptif;
Setelah dari dalam tubuh organisasi dirasa cukup kuat, maka
selanjutnya mulai bergerak maju dan senantiasa adaptif terhadap
perubahan-perubahan yang akan dihadapi dan bahkan harus diambil
oleh organisasi.

Bagi organisasi yang ingin bergerak maju, implementasi kedua konsep diatas harus
dilakukan secara kontinyu dan berkesinambungan. Kesalahan fatal yang sering dilakukan
oleh organisasi/birokrasi adalah merasa cepat puas dengan hasil yang telah didapatkan.
Dengan adanya persaingan yang semakin ketat seharusnya organisasi berupaya untuk tetap
kompetitif, berinovasi, dan selalu berupaya menjadi sempurna.


3. Untuk mengembangkan sebuah organisasi perlukan menerapkan konsep jiwa
kewirausahaan seperti yang dikembanggkan oleh David Osborn dan Tead Gaebler,
sejauhmanakah konsep-konsep tersebut diimplementasikan pada organisasi yang
ingin berkembang?

Perlu tidaknya menerapkan konsep jiwa kewirausahaan bagi sebuah organisasi
harus didasarkan pada analisis persoalan mendasar apakah yang dihadapi oleh
organisasi sehingga kurang dapat berkembang. Sebagai lanjutan contoh atas soal-soal
sebelumnya bahwasanya kurang berkembangnya organisasi didasarkan pada
ketidakmampuan untuk berkompetisi dengan eksternal organisasi, maka perlulah
menerapkan salah satu dari 10 model mewirausahakan organisasi seperti yang telah
dikemukan oleh David Osborn dan Tead Gaebler, pemilihan ini karena didasarkan
oleh pemikiran bahwa tidak semua konsep kewirausahaan dapat diterapkan dalam
organisasi ataupun birokrasi. Model paling cocok adalah dengan menyuntikkan
persaingan dalam pelayanan yang diberikan oleh organisasi (kompetitif) yang
berorientasi kepada kebutuhan pelanggan dan pelayanan. Dengan menyuntikkan
persaingan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan/publik, disinyalir dapat
mendongkrak hasil yang lebih baik, meliputi kinerja, pelayanan, dan produksi.
Sebagaimana dikemukakan Jim Flaganan dalam David Osborn (1996), dimana ada

persaingan, anda akan memperoleh hasil yang lebih baik, kesadaran akan adanya
biaya yang lebih besar dan pemberian pelayanan yang lebih unggul.
Pada dasarnya, tidak ada lembaga ataupun organisasi yang menyambut
kompetisi, terlebih lagi pada organisasi yang kurang berkembang. Mereka akan
merasa enggan bahkan ragu karena berbagai ketakutan-ketakutan. Dengan
menyertakan kompetisi dalam sebuah lingkup organisasi dan birokrasi, berarti juga
telah siap dengan konsekuensi-konsekuensi yang harus ditanggung oleh semua unsur
organisasi. Disinilah keraguan para pelaku di organisasi kurang berkembang muncul.
Sebenarnya kompetisi mendorong untuk diterapkannya inovasi baru dan
berupaya sempurna. Kompetisi tidak akan memecahkan masalah, kompetisi akan
memegang kunci pembuka kisi-kisi birokrasi yang melumpuhkan banyak lembagalembaga lainnya. Dengan adanya kompetisi, ada beberapa keuntungan yang akan
didapatkan yakni efisiensi lebih besar, mendatangkan banyak penghasilan, memaksa
kegiatan monpoli untuk merespon segala kebutuhan pelanggannya, menghargai
inovasi, membangkitkan rasa bangga diri dan semangat juang.

DAFTAR PUSTAKA

David Osborne, Ted Gaebler, Mewirausahakan Birokrasi, 1996 , Pustaka Biraman Pressindo:
Jakarta
T. Hani Handoko, dkk. Strategi Organisasi, 2004, Amara Books : Yogyakarta

Joko Widodo, Dr.Ms., Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja, 2005, Bayu Media : Jawa
Timur.