TUGAS AKHIR SEMESTER MATA KULIAH DASAR K

TUGAS AKHIR SEMESTER
MATA KULIAH DASAR KOMUNIKASI

Mengatasi Kebosanan dalam Pembelajaran
Bahasa Indonesia

Disusun oleh :
Arista Primastuti
1215142006
TP Reguler 2014
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2014

Bahasa Indonesia Pelajaran yang
Membosankan
Oleh Firstya Evi Dianastiti
Sebagai mahasiswa prodi kependidikan yang telah duduk di semester tujuh, saat ini
saya sedang mengikuti Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di sebuah SMK swasta di

kabupaten Kendal. Setelah melewati masa observasi, tiba saatnya saya untuk mengajar
para siswa secara penuh, tidak lagi hanya mengobservasi cara mengajar guru bahasa
Indonesia di sekolah tersebut. Jika terdapat sebuah iklan yang mengatakan “kesan pertama
begitu menggoda“, maka begitu pula dengan kesan pertama saya mengajar para siswa
yang mayoritas laki-laki ini. Pekikan lantang mereka begitu saya tiba di ambang pintu kelas
menggoda hati saya untuk deg sejenak. Bagaimana tidak, mereka menyambut saya dengan
pekikan “Bahasa Indonesia? Bosan, Bu…!“.
Sebagai seorang guru praktikan, curahan hati para siswa tersebut cukup menohok
saya, bahkan sebelum saya sempat menjalankan proses apersepsi kepada mereka. Dengan
nada bercanda, saya mencoba berinteraksi dengan mereka. “Mengapa bosan? Apa janganjangan kalian sudah bosan tinggal di Indonesia?“, lantas mulai terdengar teriakan sahutmenyahut menjawab pertanyaan saya. Setelah berhasil menjalin komunikasi dengan para
siswa, saya dapat menyimpulkan bahwa ada dua alasan pokok penyebab kebosanan para
siswa tersebut. Pertama, karena model mengajar guru bahasa Indonesia yang masih
konvensional. Menurut siswa, selama ini pelajaran bahasa Indonesia hanya diisi dengan
mencatat dan mengerjakan soal. Para siswa SMK ini sebenarnya menginginkan model
pembelajaran yang lebih “menantang” adrenalin mereka.
Penyebab kedua datang dari diri siswa sendiri yang menganggap remeh pelajaran
bahasa Indonesia. Entah ini hanya subjektivitas saya semata atau memang di sekolah yang
lain mengalami hal yang sama, menurut saya para siswa SMK ini terlalu menyepelekan
pelajaran bahasa Indonesia yang hanya ada dua jam pertemuan setiap minggunya. Jika
memerhatikan siklus sebab-akibat, tentu terdapat korelasi antara kedua alasan tersebut.

Apabila selama ini pembelajaran berlangsung monoton, bagaimana mungkin siswa akan
menganggap hal tersebut menjadi hal yang penting? Pasti di benak para siswa sudah ada
pemikiran bahwa pertemuan selanjutnya mereka hanya akan disuruh mendengarkan dan
mencatat, tanpa ada tindak lanjut kecuali ulangan tertulis, untuk apa mereka harus bersusah
payah memerhatikan sang guru mengajar? Bukankah setelah lulus nanti, buku-buku catatan
mereka hanya akan berakhir di tukang loak?

Menilik ke teori Koentjaraningrat yang memecah konsep kebudayaan menjadi tujuh
unsur kebudayaan universal, bahasa termasuk ke dalam salah satu unsur tersebut. Masih
menurut Koentjaraningrat, ketujuh unsur kebudayaan universal tersebut menjadi milik diri
manusia dengan cara belajar. Lalu, bagaimana bisa para pemuda memiliki bahasa
Indonesia selaku bahasa nasional bangsanya sendiri jika mereka sudah bosan belajar
bahasa Indonesia? Haruskan bahasa Indonesia terbuang dari kebudayaan negaranya
sendiri?
Saya kembali teringat dengan salah satu pesan dosen, “belajar bahasa Indonesia itu
belajar berbahasa, bukan belajar tentang bahasa“. Model pengajaran konvensional yang
hanya menggunakan metode ceramah dan mencatat hanya mengajarkan tentang bahasa,
tidak memacu siswa untuk belajar berbahasa. Sebagai contoh kasus, semenjak bangku
SMP, siswa sudah dikenalkan dengan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan, akan tetapi
mengapa sampai sekarang para siswa masih latah menggunakan bahasa gaul dalam

berbagai situasi formal? Mengapa para siswa masih saja berkata, “Ibu, saya mau praktek di
laboratorium,”? Bukankah seharusnya menggunakan lema praktik? Belajar berbahasa
adalah berusaha membiasakan para siswa untuk menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar sesuai konteksnya. Apabila para siswa sudah paham akan jenis-jenis surat
resmi, mengapa masih menggunakan lema ijin dalam surat izin sakit yang mereka tujukan
ke pihak sekolah? Bukankah jika mengacu ke EYD, seharusnya menggunakan lema izin?
Hal tersebut masih saja terjadi karena memang masih minim pula pembiasaan untuk
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Sebagai calon guru bahasa Indonesia, meluruskan konsep belajar berbahasa
menjadi tanggungjawab yang tidak boleh disepelekan. Karena bagi guru bahasa Indonesia,
bukan sematan pahlawan tanpa tanda jasa saja yang ada di pundak, tetapi sematan tanda
pengawal budaya bangsa sekaligus juru kunci persatuan Indonesia juga ada di pundaknya.
Setelah tiga kali mengajar di kelas, saya menemukan konsep bahwa seindah-indahnya
konsep pembelajaran bahasa Indonesia yang telah dirumuskan dalam RPP, tidak akan
bermakna apa-apa jika guru tidak mengajar dengan merangkul hati para siswa. Deretan
kalimat indah di RPP hanya akan berakhir di tumpukan kertas daur ulang jika guru tidak
mampu memfasilitasi siswa untuk belajar berbahasa, tidak mampu membiasakan para siswa
untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai situasi dan kondisinya,
dan jangan sampai guru bahasa Indonesia tidak berarti apa-apa untuk bangsa.
Sumber: http://bahasa.kompasiana.com/2012/09/05/bahasa-indonesia-bosan-bu490512.html


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu bidang dimana manusia dapat membangun
kehidupan menjadi lebih baik. Pendidikan memiliki berbagai ranah dalam kehidupan.
Manusia membutuhkan adanya pendidikan untuk dapat menunjang kehidupan yang
lebih baik. Pembelajaran merupakan suatu proses dalam pendidikan agar dapat
terjadinya interaksi antara pengajar dengan pemelajar. Proses pembelajaran seharusnya
bersifat kondusif agar materi pelajaran yang disampaikan dapat diserap dengan baik
oleh para pemelajar, sehingga pembelajaran dapat menjadi efektif.
Pengajar memiliki peran sebagai sumber belajar yang menyampaikan berbagai
materi pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dalam penyampaian materi
pelajaran, dibutuhkan komunikasi yang baik antara pengajar dengan pemelajar, dengan
begitu pemelajar dapat memahami materi pelajaran dengan baik.
Namun, banyak proses pembelajaran yang menggunakan desain komunikasi
yang kurang tepat dan sesuai terhadap karakteristik pemelajar. Sehingga, pembelajaran
bersifat pasif atau bahkan kurang menarik bagi para pemelajar. Adanya hal tersebut,
menimbulkan masalah bagi para pemelajar dalam menyerap materi pelajaran yang

diberikan oleh pengajar. Ketidaksesuaian desain komunikasi yang menyebabkan proses
pembelajaran kurang menarik bagi pemelajar, akan menyebabkan pemelajar menjadi
bosan dan malas dalam belajar. Hal ini tentu menjadi masalah besar karena dengan
begitu proses pembelajaran tidak akan efektif.
Bahasa Indonesia, merupakan salah satu mata pelajaran di Indonesia yang wajib
diampu oleh setiap jenjang pendidikan. Namun, masih banyak proses pembelajaran
yang kurang efektif dikarenakan kesalahan pemilihan desain komunikasi yang
digunakan oleh pengajar. Sehingga, kini telah menjadi rahasia publik bahwa Bahasa
Indonesia merupakan pelajaran yang membosankan bagi sebagian besar murid di
Indonesia.
Demi membuat pelajaran Bahasa Indonesia diminati oleh para siswa, maka
dibutuhkan desain komunikasi yang sesuai dan tepat dalam proses pembelajaran,
sehingga dapat membangkitkan motivasi dan minat siswa dalam belajar Bahasa
Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis menyusun makalah ini yang

berisi solusi atau penyelesaian berupa desain komunikasi yang sesuai dengan
pembelajaran Bahasa Indonesia agar pembelajaran tersebut dapat bersifat kondusif dan
efektif.

B. Analisis Penyelesaian Masalah

Dari artikel “Bahasa Indonesia Pelajaran yang Membosankan” di atas, dapat kita
simpulkan alasan mengapa proses pembelajaran menjadi membosankan bagi para
siswa yakni karena adanya penggunaan desain komunikasi yang tidak sesuai terhadap
mata pelajaran dan karakteristik pemelajar. Penggunaan desain komunikasi yang tidak
sesuai dapat mengakibatkan kesalahan fatal, karena komunikasi merupakan hal pokok
dalam pembelajaran. Komunikasi digunakan sebagai penyampaian informasi atau materi
pelajaran dari pengajar ke pemelajar. Jika, desain komunikasi yang digunakan tidak
tepat atau sesuai maka proses komunikasi akan terganggu dan dapat mengakibatkan
tidak tersampaikannya materi pelajaran.
Belajar menurut teori sibernetik adalah pengolahan informasi, yakni bagaimana
informasi disampaikan oleh komunikator, yang kemudian diterima dan diolah oleh
komunikan sehingga didapatkanlah informasi yang dimengerti oleh komunikan.
Proses pembelajaran di sekolah kebanyakan menganut sistem pembelajaran
ekspositori, dimana guru berperan sebagai sumber informasi dan tugas guru merupakan
penyampai informasi, sementara murid hanya sebagai pendengar guru berbicara dan
mencatat informasi-informasi penting yang disampaikan oleh guru. Pembelajaran
dengan cara seperti itu berlaku terhadap banyak pembelajaran Bahasa Indonesia tanpa
memandang karakteristik siswa serta pengalaman-pengalaman belajar yang seharusnya
ada pada saat pembelajaran tersebut. Menurut teori sibernetik, tidak ada satu proses
belajar pun yang ideal untuk segala situasi dan cocok untuk setiap siswa. Maka, dalam

penciptaan proses pembelajaran dibutuhkan inovasi dan kreatifitas pengajar agar dapat
menciptakan suatu proses pembelajaran yang sesuai bagi masing-masing karakteristik
pemelajar.
Adanya masalah pendidikan yang telah diuraikan di atas, akan dibahas solusinya
dengan menciptakan suatu desain komunikasi yang nantinya akan digunakan oleh
pengajar dalam menyampaikan informasi atau materi pelajaran kepada siswa, agar
proses pembelajaran dapat berjalan kondusif dan efektif.

BAB II
DESAIN KOMUNIKASI

A. Konteks Pembelajaran
Konteks pembelajaran yang digunakan dalam desain komunikasi ini berupa
organisasi dan kelompok. Menurut Pawito (2007), komunikasi organisasional
berkenaan dengan komunikasi yang berlangsung dalam jaringan kerja sama
antarpribadi atau antarkelompok. Konteks pembelajaran yang digunakan yakni
organisasi yang berbentuk kelas. Konteks pembelajaran berupa organisasi harus
terstruktur dengan memiliki pembagian peran dan tanggung jawab yang jelas,
dimana guru berperan sebagai salah satu sumber belajar yang ada serta sebagai
pembimbing siswa di dalam pembelajaran dan murid berperan sebagai peserta didik

yang menangkap informasi dari guru serta berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.
Konteks ini juga bersifat formal karena berlandaskan institusi pendidikan dan
memiliki tujuan, yakni tujuan pembelajaran yang tentunya harus dicapai.

B. Model Komunikasi
Model komunikasi yang dipilih dalam desain komunikasi ini yaitu Model
Schramm. Seperti yang dikutip Mulyana (2013) dalam bukunya, Schramm
berpendapat bahwa komunikasi senantiasa membutuhkan setidaknya tiga unsur:
sumber (source), pesan (message), dan sasaran (destination).

Dalam konteks

pembelajaraan ini, sumber dapat diasumsikan menjadi guru, teman sekelas, atau
siswa dan pengalaman belajar yang akan dialami siswa, kemudian pesan dapat
diasumsikan sebagai materi pelajaran yang diampu oleh para siswa, yakni Bahasa
Indonesia. Sedangkan sasaran dalam konteks pembelajaran dapat diasumsikan
menjadi siswa, guru, atau teman sekelas, tergantung dengan sumber.
Dalam model keduanya Schramm memperkenalkan gagasan bahwa
kesamaan dalam bidang pengalaman sumber dan sasaran lah yang sebenarnya
dikomunikasikan, karena bagian sinyal itulah yang dianut sama oleh sumber dan

sasaran. Dalam suatu pembelajaran, guru sebaiknya menyampaikan materi dengan
mengaitkannya kepada pengalaman murid sehingga murid akan lebih memahami

dan mengerti akan materi pelajaran yang disampaikan. Model ini sesuai dengan
permasalahan pembelajaran yang dibahas dalam artikel yang dilampirkan, karena
bersifat dua arah sehingga pembelajaran tidak lagi monoton yang hanya
menggunakan metode ekspositori.

Gambar 1. Model kedua Schramm

Sesuai dengan pendapat Schramm dalam model keduanya, Semakin besar
lingkaran tersebut maka semakin miriplah bidang pengalaman (field of experience)
yang dimiliki oleh kedua pihak yang berkomunikasi. Bila kedua lingkaran itu tidak
bertemu, maka komunikasi tidak mungkin berlangsung. Jika guru menerangkan
materi pelajaran dengan mengaitkannya kepada pengalaman yang belum pernah
dimiliki oleh murid, maka interaksi antara murid dengan guru cenderung kurang.
Murid akan kurang memperhatikan guru yang mengajar karena jika pengalaman
yang akan dikaitkan dengan pembelajaran kurang sesuai dengan karakteristik siswa
dan mata pelajaran yang diampu dapat menimbulkan kebosanan bagi para murid.


C. Saluran Komunikasi
Dalam penyampaian pesannya, digunakan indera dan tingkah laku.
Penggunaan indera disini berupa indera pendengar dan penglihat. Kedua indera
pendengar tersebut digunakan ketika guru menyampaikan materi pelajaran baik atau
murid dalam menyampaikan pendapat dan pertanyaan secara lisan maupun visual
yang dapat berupa media.
Tingkah laku merupakan salah satu saluran komunikasi yang dapat
digunakan oleh guru untuk mengetahui bagaimana feedback para siswa dalam
pembelajaran, apakah mereka memberikan kesan tertarik atau tidak terhadap
pembelajaran.

D. Desain Pesan
Pembelajaran dilakukan dengan guru yang menyampaikan materi melalui
powerpoint yang berisi materi pelajaran yang telah dikemas dengan menarik.
Kemudian guru mencoba mengetes pengetahuan siswa tentang Bahasa Indonesia
seperti menyuruh siswa untuk menebak antara bentuk baku atau tidaknya suatu
kata, siswa diberi kesempatan untuk berbagi pendapat dalam kegiatan tersebut.
Lalu, guru mengarahkan siswa kepada jawaban yang benar.
Guru juga menyampaikan penggunaan-penggunaan Bahasa Indonesia
dengan baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari dengan mencontohkan

kejadian-kejadian atau fakta lapangan dari penggunaan Bahasa Indonesia yang
masih salah baik melalui cerita, bukti foto, atau melalui film / video. Lalu, siswa
disuruh untuk menulis hal-hal apa yang salah salam penggunaan Bahasa Indonesia
dari kasus tersebut kemudian membahasnya bersama-sama.

Referensi :
Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi
Aksara Yogyakarta
Mulyana, Deddy. (2013). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. REMAJA
ROSDAKARYA