Pola Distribusi Sel-Sel Penghasil Hormon pada Pankreas Trenggiling (Manis javanica)

PROTOZOA PARASITIK PADA TINJA BADAK SUMATERA
(Dicerorhinus sumatrensis), GAJAH SUMATERA (Elephas
maximus sumatranus), DAN HEWAN TERNAK
DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

RANI OCTALIA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

ABSTRAK
RANI OCTALIA. 2007. Protozoa Parasitik pada Tinja Badak Sumatera
(Dicerorhinus sumatrensis), Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus),
dan Hewan Ternak di Taman Nasional Way Kambas. Dibimbing oleh SRI UTAMI
HANDAYANI dan DEDI CANDRA.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan protozoa parasitik
pada tinja badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), gajah sumatera (Elephas
maximus sumatranus), dan hewan ternak seperti sapi, kerbau, kambing dan
domba di sekitar Taman Nasional Way Kambas sehingga penyakit akibat

protozoa parasitik dapat dicegah. Sampel tinja diambil dari badak sumatera di
Suaka Rhino Sumatera (SRS), gajah sumatera di Pusat Latihan Gajah (PLG),
dan dari hewan ternak di desa-desa sekitar kawasan Taman Nasional Way
Kambas. Pemeriksaan protozoa tinja menggunakan metode kualitatif dan
kuantitatif. Protozoa parasitik diidentifikasi berdasarkan morfologi, struktur, dan
ukuran, mengacu pada literatur yang ada. Protozoa parasitik ditemukan pada
tinja badak sumatera yaitu genus Entamoeba, Cryptosporidium, Balantidium,
Cycloposthium, Prototapirella, genus dari famili Buetschliidae, Cycloposthidae
dan Ophryoscolecidae; pada tinja gajah sumatera genus Entamoeba,
Cryptosporidium, Balantidium, Spirodinium, genus dari famili Buetschliidae,
genus Tripalmaria dan Triplumaria dari famili Cycloposthidae, dan famili
Ophryoscolecidae; pada tinja sapi Entamoeba, Cryptosporidium, Eimeria, dan
Balantidium, serta famili Ophryoscolecidae; pada tinja kerbau yaitu genus
Entamoeba, Cryptosporidium, Eimeria dan famili Ophryoscolecidae; pada tinja
kambing Cryptosporidium, Entamoeba, Eimeria dan Balantidium; pada tinja
domba Entamoeba, Cryptosporidium, dan Eimeria. Protozoa parasitik yang
banyak ditemukan pada tinja badak sumatera adalah Ordo Entodiniomorphida,
dan pada tinja gajah sumatera yaitu dari genus Cryptosporidium. Genus Eimeiria
dan Entamoeba banyak ditemukan di tinja hewan ternak.


PROTOZOA PARASITIK PADA TINJA BADAK SUMATERA
(Dicerorhinus sumatrensis), GAJAH SUMATERA (Elephas
maximus sumatranus), DAN HEWAN TERNAK
DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

Rani Octalia
B04103098

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Protozoa Parasitik
pada Tinja Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), Gajah Sumatera
(Elephas maximus sumatranus), dan Hewan Ternak di Taman Nasional
Way Kambas adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2007

Rani Octalia
B04103098

LEMBAR PENGESAHAN
Judul

:


Nama
:
NRP
:
Program Studi :

Protozoa Parasitik pada Tinja Badak Sumatera
(Dicerorhinus sumatrensis), Gajah Sumatera
(Elephas maximus sumatranus), dan Hewan
Ternak di Taman Nasional Way Kambas
Rani Octalia
B04103098
Kedokteran Hewan

Menyetujui,

Dr. drh. Sri Utami Handayani, MS.
Pembimbing I

Drh. Dedi Candra

Pembimbing II

Mengesahkan,

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS
Wakil Dekan I

Tanggal Kelulusan: 21 September 2007

PRAKATA
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang
telah

melimpahkan

rahmat

dan

karunia-Nya


sehingga

penulis

dapat

menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Protozoa Parasitik pada Tinja
Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), Gajah Sumatera (Elephas
maximus sumatranus), dan Hewan Ternak di Taman Nasional Way Kambas
yang disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terimakasih
kepada:
1

Dr. Drh. Sri Utami Handayani, MS dan drh. Dedi Candra atas bantuan,
bimbingan dan arahannya selama penulisan skripsi ini.

2


Dr. drh. Risa Tiuria, MS atas kritik, saran, dan koreksinya sehingga skripsi
ini menjadi lebih baik.

3

Kepala Taman Nasional Way Kambas atas perizinan dan fasilitas selama
penelitian.

4

Ketua Yayasan Suaka Rhino Sumatera, Prof. Dr. Hadi S. Alikodra, staf
Suaka Rhino Sumatra, Bpk Juus Rustandi, Ir. Sectionov, Mas Rusdianto
dan Mas Yanky.

5 Seluruh staf Suaka Rhino Sumatera di lapangan, drh Marcelius Adi CTR,
drh Andriansyah, Bpk Sumadi, Keepers (Mang Dede, Mas Lamijo, Mas
Rakimin, Mas Rois, Mas Sugiono, Pak Yohadi, Pak Sarno, Mas Sunar),
pegawai (Mas Ratno, Mas Surono, Bu Sholehah), dan Polisi Hutan (Pak
Harno, Mas Warji, Pak Pardi dan Pak Firman)

6

Seluruh staf dosen, pegawai, dan laboran di Laboratorium Protozoologi
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Dr. drh. Umi
Cahyaningsih, MS, drh Hj Tutuk Astyawati, MS, Bu Nani, Pak Qomar dan
Pak Saryo.

7

John M. Kinsella, Lihua Xiao, Maria Soledad Gomez Lopez, Marcus
Clauss for the scientific journals and support.

8

Tim Way Kambas 2006, Astri, Cepi, Silvi, Adam, Laura dan Erin atas
persahabatan, dukungan dan kerjasamanya.

9

Rhino Team 2005, Mba Nia, Mba Yenny, Mba Lia, Kak Rikki, Mas Eri,

dan Mba Reti atas dukungan dan masukannya.

10 Gymnolaemata 40, teman-teman seperjuangan semasa kuliah.
11

Keluarga

besar

Uni

Konservasi

Fauna

atas

kehangatan

dan


kekeluargaannya selama ini, serta pengalaman-pengalaman berharga
yang tak terlupakan.
12 Orangtua, M. Hadran Marzuki, Rukiah Mastur, dan kakak, Dini Fardila di
Ciputat dan Riau atas dukungan dan kasih sayangnya.
13 Keluarga besar Wisma Asri atas dukungannya.
14 Rhama

Budhiana,

Namira

Syarah,

Daniel

Ibrahim,

dan


Winny

Pramesywari atas kasih sayang, dukungan dan persahabatan selama ini.
15 Semua pihak yang telah membantu.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama di dunia satwaliar.

Bogor, September 2007

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL...............................................................................................
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................
1 PENDAHULUAN...........................................................................................
1.1 Latar Belakang...............................................................................
1.2 Tujuan.............................................................................................
1.3 Manfaat...........................................................................................
2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................
2.1 Taman Nasional Way Kambas.......................................................
2.2 Protozoa Parasitik..........................................................................
2.3 Protozoa Parasitik pada Badak, Gajah, dan Hewan Ternak..........
3 METODOLOGI PENELITIAN........................................................................
3.1 Waktu dan Tempat.........................................................................
3.2 Pengambilan Sampel.....................................................................
3.3 Bahan dan Alat...............................................................................
3.3.1 Bahan dan Alat di Lapangan........................................
3.3.2 Bahan dan Alat di Laboratorium...................................
3.4 Identifikasi Protozoa.......................................................................
3.5 Penghitungan Jumlah Protozoa.....................................................
3.6 Analisis Data..................................................................................
4 HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................................
4.1 Protozoa Parasitik..........................................................................
4.1.1 Filum Sarcomastigophora.............................................
4.1.2 Filum Apicomplexa.......................................................
4.1.3 Filum Ciliophora............................................................
4.2 Perbandingan Keberadaan Protozoa Parasitik..............................
4.3 Protozoa Parasitik pada Tinja Badak Sumatera.............................
4.4 Protozoa Parasitik pada Tinja Gajah Sumatera.............................
4.5 Protozoa Parasitik pada Tinja Hewan Ternak................................

vi
vii
ix
1
1
1
2
3
3
5
6
8
8
8
9
9
9
9
10
10
11
11
11
15
21
31
35
36
36

5 KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................................
5.1 Kesimpulan.....................................................................................
5.2 Saran……………………………………………………………………

39
39
39
41

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Keberadaan Protozoa Parasitik pada Badak, Gajah, dan Hewan
Ternak.................................................................................................. 32

2
3

.
Jumlah Protozoa Parasitik pada Badak, Gajah, dan Hewan Ternak.... 33
Data Keberadaan Protozoa Parasitik pada Tinja Badak Sumatera...... 35

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1
2
3a

Genus Rhinozeta dari Badak Afrika........................................................... 7
Elephantophilus zeta dan Polydinium mysareum pada gajah India……… 7
Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Badak dengan Kista

3b

Entamoeba................................................................................................. 12
Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Gajah dengan Kista

3c
3d

Entamoeba................................................................................................. 12
Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Sapi dengan Kista Entamoeba 13
Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Kerbau dengan Kista

3e

Entamoeba................................................................................................. 13
Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Kambing dengan Kista

3f

Entamoeba................................................................................................. 13
Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Domba dengan Kista

POLA DISTRIBUSI SEL-SEL PENGHASIL
HORMON PADA PANKREAS TRENGGILING
(Manis javanica)

SKRIPSI

Abdul Gofur

FAKUTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

POLA DISTRIBUSI SEL-SEL PENGHASIL
HORMON PADA PANKREAS TRENGGILING
(Manis javanica)

ABDUL GOFUR

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

Judul Skripsi

: Pola Distribusi Sel-Sel Penghasil Hormon pada Pankreas
Trenggiling (Manis javanica)

Nama

: Abdul Gofur

NRP

: B04103126

Disetujui

Dr. drh. Chairun Nisa , MSi.
Pembimbing

Diketahui

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS
Wakil Dekan FKH IPB

Tanggal Lulus: 26 September 2007

RINGKASAN
ABDUL GOFUR. Pola Distribusi Sel-Sel Penghasil Hormon pada Pankreas
Trenggiling (Manis javanica). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut
Pertanian Bogor. Dibimbing oleh Chairun Nisa .
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfologi pankreas trenggiling
(Manis javanica) dan pola distribusi sel-sel penghasil hormon yang terdapat di
dalamnya. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengertian yang
lebih baik tentang pankreas trenggiling serta untuk menambah data biologi
mengenai pankreas satwa liar di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan dua ekor trenggiling, jantan dan betina. Untuk
mengetahui struktur umum digunakan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE),
sedangkan untuk mengetahui lebih jelas mengenai distribusi sel-sel penghasil
hormon digunakan teknik pewarnaan impregnasi perak Grimelius.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pankreas M. javanica terbagi
menjadi tiga bagian yaitu: kepala (head), dorsal dan ventral. Bagian kepala
merupakan bagian utama pada organ itu dan letaknya di belakang lambung dan di
depan os vertebrae lumbalis pertama. Bagian ventral merupakan bagian yang
paling lebar, terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan
duodenum. Sedangkan bagian dorsal merupakan bagian yang paling panjang
terletak di sebelah kiri rongga abdomen yang berbatasan dengan limpa.
Pankreas trenggiling terbagi menjadi bagian eksokrin dan bagian endokrin.
Komponen eksokrin terdiri dari kelenjar dan alat penyalur (duktus). Kelenjar
eksokrin terdiri atas kumpulan sel-sel sereous yang berbentuk piramid dengan sel
sentro asinarnya. Kelenjar ini terdiri dari gabungan kelenjar asinus yang
membentuk lobulus dan digabungkan masing-masing oleh jaringan ikat longgar
yang dilalui oleh pembuluh darah, pembuluh limfe, serabut syaraf dan saluran
keluar kelenjar-kelenjarnya (duktus). Alat penyalur bagian eksokrin ini terdiri dari
duktus interkalatus, duktus interlobularis, duktus interlobaris dan duktus
pankreatikus.
Bagian endokrin pankreas (pulau Langerhans) mengambil warna sedikit
lebih muda dari bagian eksokrin dan tersebar di antara sel-sel asinar. Dengan
pewarnaan impregnasi perak Grimelius, sel-sel pulau Langerhans yang merupakan
bagian endokrin dari pankreas trenggiling, tersusun secara tidak teratur. Pembuluh
darah kapiler banyak ditemukan di dalam pulau Langerhans. Sel-sel penghasil
glukagon (sel A) berdistribusi menyebar pada pulau Langerhans. Sel-sel insulin
(sel B) bersifat non-argirofil sehingga tidak terwarnai pada pewarnaan Grimelius.
Kata kunci: Manis javanica, pankreas, pulau Langerhans.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor tanggal 15 juni 1984 dari Ayahanda
H. Abdul Mukti dan Ibunda Hj. Solihat. Penulis merupakan putra ketujuh dari
sembilan bersaudara.
Pada tahun 1991 penulis masuk SD Negeri II Caringin Bogor dan lulus
pada tahun 1997. Selanjutnya penulis melanjutkan ke SMP Negeri I Cijeruk
Bogor dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan
pendidikan di SMU Negeri I Cijeruk Bogor.
Pada tahun 2003, penulis masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan
Siswa Masuk IPB) dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor.

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT yang telah
memberikan rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Kedokteran Hewan (S1) pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dr. Drh. Chairun Nisa , MSi. sebagai pembimbing atas
segala perhatian, bimbingan dan pengarahan dengan penuh kesabaran selama
penelitian dan penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada Drh. Adi Winarto PhD
sebagai dosen penguji. Terima kasih kepada Dr. Drh. H. Idwan Sudirman sebagai
pembimbing akademik selama penulis menjalani studi. Terima kasih kepada
seluruh dosen dan staf Anatomi khususnya Prof. Dr. Drh. Koeswinarning Sigit,
MS., Dr. Drh. Nurhidayat MS., Drh. Savitri Novelina, MSi. dan Drh. Supratikno
atas segala bantuan dan nasehatnya. Terima kasih juga kepada teman-teman
sepenelitian, teman-teman FKH angkatan 40 dan teman-teman semua yang tidak
dapat penulis tuliskan satu persatu.
Dengan rasa hormat penulis sampaikan terima kasih kepada orang tua
yang telah mendidik dengan sabar, penuh pengorbanan dan do a tulus ikhlas.
Terima kasih kepada kakakku beserta keluarga, kedua adikku atas segala bantuan
dan kerja samanya. Terima kasih juga kepada Aa Sasmita dan Teh Ii atas
segalanya. Tak lupa juga penulis sampaikan terima kasih kepada Yayi Zulfiah
beserta keluarga yang selalu memberikan dorongan dengan penuh cinta dan kasih
sayang.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan,
sehingga masukkan dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga tulisan
ini dapat memberikan manfaat, amiiin.

Bogor, September 2007

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ............................................................................................... vii
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... vi
PRAKATA ................................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. i
PENDAHULUAN ........................................................................................
Latar Belakang ..................................................................................
Tujuan Penelitian ..............................................................................
Manfaat Penelitian.............................................................................

1
1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA................................................................................
Trenggiling........................................................................................
Pankreas ............................................................................................
Bagian Eksokrin ..........................................................................
Bagian Endokrin ..........................................................................
Sel-Sel (A) penghasil Glukagon ................................................
Sel-Sel (B) penghasil Insulin.....................................................
Sel-Sel (D) penghasil Somatostatin ...........................................
Sel-Sel (F) penghasil Polipeptida Pankreas ...............................
Sel-Sel D1 .................................................................................

3
3
3
5
7
8
9
11
11
12

BAHAN DAN METODE .............................................................................
Waktu dan Tempat penelitian ............................................................
Bahan dan Alat Penelitian .................................................................
Metode Penelitian..............................................................................

13
13
13
13

HASIL .......................................................................................................... 15
Pengamatan Makroskopis .................................................................. 15
Pengamatan Mikroskopis .................................................................. 16
PEMBAHASAN .......................................................................................... 19
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 22
Kesimpulan ....................................................................................... 22
Saran ................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 23
LAMPIRAN ................................................................................................. 25

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Efek insulin terhadap berbagai jaringan .................................................... 10
2. Data ukuran panjang dan lebar bagian-bagian pankreas trenggiling ........... 16
3. Persentase berat organ pankreas trenggiling terhadap bobot badan ............ 16

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gambar perkembangan pankreas ............................................................... 4
2. Gambar skema organ pankreas dan permuaraan duktus pankreatikus ........ 6
3. Gambar skematis pankreas dan populasinya .............................................. 12
4. Gambar Organ pankreas trenggiling .......................................................... 15
5. Gambar duktus pankreas trenggiling ......................................................... 17
6. Gambar struktur umum pankreas trenggiling ............................................. 17
7. Gambar pulau Langerhans dengan pewarnaan Grimelius........................... 18

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Prosedur Pewarnaan Hematoksilin-Eosin ................................................ 25
2. Prosedur Pewarnaan Grimelius................................................................ 26

PENDAHULUAN

Latar belakang
Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang kaya akan keragaman
hayati yang melimpah namun belum dimanfaatkan secara optimal, bahkan
sejumlah flora dan fauna Indonesia dalam kondisi memprihatinkan. Oleh karena
itu, berbagai upaya dilakukan untuk melindunginya dari kepunahan. Salah satu
fauna yang kini termasuk satwa langka dan dilindungi adalah trenggiling jawa.
Menurut CITES (Convention of international Trade in Endangered Spesies of
Wild Fauna and Flora) trenggiling terdaftar dalam Apendix II yang berarti
dilarang diperdagangkan karena populasinya sedikit dan hampir punah
(Soehartono dan Mardiastuti 2002).
Trenggiling (Manis javanica) merupakan mamalia yang unik dan menarik.
Tubuh bagian dorsal ditutupi oleh sisik yang membuatnya mirip reptil. Hewan ini
memiliki cakar panjang dan tidak memiliki gigi, namun memiliki lidah yang
panjang untuk menangkap pakannya yang berupa semut dan rayap. Trenggiling
memiliki senjata ampuh berupa bau busuk dari zat yang dihasilkan oleh kelenjar
anus (Rahm 1990).
Daging dan sisik trenggiling terutama oleh masyarakat Cina dipercaya
dapat berkhasiat sebagai obat. Oleh karena itu, populasi trenggiling diduga terus
menurun dan terancam punah akibat maraknya perburuan liar ditambah rusaknya
habitat.
Di Indonesia hewan ini termasuk hewan yang dilindungi berdasarkan
Undang-Undang RI No 5/1990 dan peraturan pemerintah RI No 17/1999.
Terdapat tujuh spesies trenggiling yang menempati habitat hutan-hutan tropis di
Asia dan Afrika. Tiga spesies terdistribusi di Asia yaitu: M. javanica (trenggiling
Jawa), M. pentadactyla (trenggiling Cina) dan M. crassicaudata (trenggiling
India), serta empat spesies terdistribusi di Afrika yaitu: M. tricupis, M.
tetradactyla, M. gigantea dan

M. Temmincki (Robinson 2005). Sedangkan

menurut Gaubert dan Antunes (2005), spesies trenggiling berjumlah 8 yakni
ditambah dengan Manis culionensis yang terdapat di pulau Palawan.

Pankreas merupakan kelenjar yang terdiri dari bagian eksokrin dan
endokrin. Bagian eksokrin pankreas mensekresikan natrium bikarbonat dan
enzim-enzim pencernaan. Natrium bikarbonat berperan dalam menetralkan kimus
asam yang disalurkan oleh lambung ke dalam duodenum. Sementara enzimenzim pencernaan yang dihasilkan berperan dalam mencerna karbohidrat, protein
dan lemak. Adapun bagian endokrin pankreas mensekresikan hormon-hormon
metabolisme terutama insulin dan glukagon. Insulin berperan dalam metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein. Selain itu, insulin berperan dalam menurunkan
kadar glukosa darah dan secara fisiologi memiliki peranan yang berlawanan
dengan glukagon. Kerusakan pada pankreas dapat menyebabkan penyakit
diabetes mellitus yang jika berjalan kronis dapat mengakibatkan komplikasi pada
berbagai organ lain, sehingga menyebabkan kematian (Guyton 1990). Sejauh ini
informasi mengenai pankreas trenggiling dan berbagai aspek yang terkait belum
dilaporkan. Oleh karena itu, penelitian mengenai morfologi pankreas trenggiling
perlu dilakukan untuk memberikan dasar bagi penelitian-penelitian lain yang
terkait dengan upaya pelestariannya.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari morfologi pankreas
trenggiling (Manis javanica) dan pola distribusi sel-sel penghasil hormon yang
terdapat di dalamnya.

Manfaat Penelitian
Data dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
morfologi pankreas trenggiling dan sel-sel penyusnnya, serta memperkaya data
biologi satwa liar Indonesia, khususnya trenggiling (Manis javanica).

TINJAUAN PUSTAKA

Trenggiling
Trenggiling (Manis javanica) merupakan spesies mamalia yang unik dan
menarik, karena sisik yang menutupi bagian dorsal tubuhnya seperti reptil dan
tidak memiliki gigi seperti unggas. Hewan ini menggunakan lidahnya yang
panjang dan lengket oleh sekreta kelenjar ludah untuk menangkap pakannya yang
berupa semut dan rayap. Trenggiling Jawa (M. javanica) mempunyai panjang
tubuh 50-60 cm, panjang ekor 50-80 cm, dengan warna sisik kuning sawo sampai
cokelat kehitam-hitaman dan kulit berwarna agak putih (Amir 1978).
Dalam sistem klasifikasi trenggiling jawa termasuk kedalam :
Ordo

: Pholidota

Famili : Manidae
Genus : Manis
Spesies : Manis javanica (Corbet dan Hill 1992).
Pada umumnya trenggiling merupakan hewan nokturnal dan terestrial,
kecuali M. tetradactyla yaitu diurnal dan arboreal. Pada siang hari trenggiling
lebih banyak menghabiskan waktunya untuk tidur di dalam lubang-lubang atau di
bawah dedaunan atau dicelah-celah pohon (Rahm 1990).
Trenggiling termasuk mamalia pemakan semut sehingga sering disebut
dengan myrmecophagous (Feldhamer et al. 1999) atau anteater. Trenggiling
memakan semut dan rayap dengan menggali sarang rayap yang ada di bawah atau
permukaan tanah dan di atas pohon dengan menggunakan cakar dari kaki depan
(Rahm 1990). Karena trenggiling tidak mempunyai gigi, maka makanan tidak
dihancurkan di dalam mulut melainkan makanan digiling di dalam lambungnya
dengan bantuan batu kerikil yang tertelan (Nisa 2005).

Pankreas
Pankreas merupakan organ tubuh yang istimewa karena berfungsi ganda
sebagai kelenjar eksokrin dan endokrin. Sebagai kelenjar eksokrin pankreas
berfungsi mensekresikan elektrolit dan enzim-enzim pankreas seperti amilase,
lipase dan tripsin. Sedangkan sebagai kelenjar endokrin, pankreas berperan dalam

menghasilkan hormon-hormon seperti glukagon, insulin, somatostatin dan
polipeptida pankreas (PP). Fungsi endokrin pankreas dilakukan oleh pulau-pulau
Langerhans yang tersebar dibagian eksokrin pankreas (Guyton 1990; Sundler dan
Hakanson 1988).
Organogenesis kelenjar pankreas diawali sebagai tunas pankreas dorsal
dan ventral. Tunas pankreas dorsal berkembang dari duodenum dekat dengan
tunas hati, sedangkan tunas ventral berkembang dari pangkal tunas hati. Dalam
perkembangannya tunas pankreas ventral akan bermigrasi menyilang duodenum
dan bersatu dengan tunas pankreas dorsal. Tunas ventral akan membentuk bagian
kanan, sedangkan tunas dorsal akan membentuk bagian kiri. Saluran pankreas
ventral akan menjadi duktus pankreatikus dan saluran pankreas dorsal akan
menjadi duktus pankreas aksesoris (Gambar 1). Epitel endoderm tunas pankreas
berproliferasi dan bercabang-cabang, dimana ujung cabangnya membentuk sel-sel
asinar yang berfungsi sebagai kelenjar eksokrin yang akan menghasilkan enzim
pencernaan. Diantara sel-sel asinar terdapat kumpulan sel-sel yang tidak memiliki
saluran yaitu sel-sel pulau Langerhans. Pulau Langerhans berfungsi sebagai
kelenjar endokrin yang akan menghasilkan hormon insulin dan glukagon (Djuwita
et.al. 2000).

4

6

4
6

7

6

7

3
1

5

7

2
1’

2’

3

2’
2

1’

2

Gambar 1 Perkembangan pankreas. A. tahap awal, B. tahap berikutnya memperlihatkan
pemisahan saluran pada dua tunas pankreas, C. kedua tunas bersatu setelah
pankreas ventral bermigrasi, 1. tunas hati., 1 . duktus hepatikus, 2. kantung
empedu, 2 . duktus koledokus 3. tunas pankreas ventral, 4. tunas pankreas
dorsal, 5. pankreas dorsal dan ventral yang telah menyatu, 6. lambung,
7. duodenum (Modifikasi dari : Dyce et. al 2003).

Bagian Eksokrin
Bagian eksokrin merupakan bagian yang utama dari pankreas. Bagian
eksokrin terdiri atas sel-sel asinar yang mensekresikan enzim-enzim pencernaan.
Selain itu, sel asinar juga mensekresikan natrium bikarbonat yang berfungsi
menetralkan asam kimus yang dikeluarkan lambung ke dalam duodenum. Produk
kombinasi dari zat-zat yang dihasilkan tersebut dialirkan melalui duktus
pankreatikus yang panjang dan duktus asesorius (Gambar 2). Pada beberapa
spesies saluran ini akan bergabung dengan duktus sistikus sebelum bermuara ke
duodenum. Enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh bagian eksokrin
memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pencernaan secara enzimatik
(Colville and Bassert 2002).
Enzim-enzim pencernaan yang disekeresikan oleh pankreas adalah
enzim-enzim pemecah protein (proteolitik), pemecah karbohidrat dan pemecah
lemak (lipase). Enzim proteolitik pankreas adalah tripsin, kimotripsin,
karboksipolipeptidase,

ribonuklease,

dan dioksiribonuklease.

Enzim-enzim

proteolitik ini disintesis oleh pankreas dalam bentuk tidak aktif seperti
tripsinogen, kimotripsinogen, dan prokarboksipeptidase. Enzim-enzim ini menjadi
aktif setelah disekresikan ke dalam saluran cerna. Tripsinogen diaktifkan oleh
enzim enterokinase, yang disekresikan oleh mukosa usus ketika kimus
mengadakan kontak dengan mukosa usus. Tripsinogen juga dapat diaktifkan oleh
tripsin yang telah dibentuk. Kimotripsinogen diaktifkan oleh tripsin menjadi
kimotripsin. Begitu pula prokarboksipeptidase diaktifkan dengan beberapa cara
yang sama. Tripsin dan kimotripsin memisahkan seluruh dan sebagian protein
yang dicerna menjadi peptida dari berbagai ukuran, tetapi tidak menyebabkan
dikeluarkannya asam amino individual. Sebaliknya, karboksipolipaptidase akan
memecah masing-masing asam amino dari ujung karboksil peptida. Nuklease
memecah kedua tipe asam nukleat yaitu asam ribonukleat dan dioksiribonukleat.
Enzim pemecah karbohidrat adalah amilase pankreas. Enzim ini akan
menghidrolisis serat, glikogen dan sebagian besar karbohidrat lain selain selulosa
untuk membentuk disakarida dan beberapa trisakarida. Sedangkan enzim utama
pankreas untuk mencerna lemak adalah lipase, yang mampu menghidrolisis lemak
netral menjadi asam lemak dan monogliserida; kolesterol esterase yang
menyebabkan hidrolisis ester kolesterol; serta fosfolipase yang memecah asam
lemak dari fosfolipid (Guyton 1990).

Bila terjadi kerusakan yang berat pada pankreas atau terjadi
penyumbatan pada saluran, maka sejumlah besar sekresi pankreas tertimbun
dalam daerah yang rusak tersebut. Dalam keadaan ini, efek tripsin inhibitor
kadang-kadang menjadi kewalahan dan sekresi pankreas dengan cepat menjadi
aktif selanjutnya akan mencerna seluruh pankreas dalam beberapa jam,
menimbulkan keadaan yang dinamakan pankreatitis akut. Hal ini sering
menimbulkan kematian karena sering diikuti syok, dan bila tidak mematikan dapat
mengakibatkan insufisiensi pankreas selama hidup (Guyton 1990).
duktus pankreatikus
permuaraan
duktus pankreatikus

pankreas

yeyunum

duodenum
permuaraan
duktus asesorius

aorta abdominalis

Gambar 2 skema organ pankreas dan permuaraan duktus pankreatikus ke duodenum
(Modifikasi dari : http://www.google.com/pankreas/index.html)

Bagian Endokrin
Bagian endokrin dari pankreas terdiri atas sel-sel pucat yang terisolasi,
tersebar diantara sel-sel asinar. Sel-sel ini bergabung menyerupai pulau yang
disebut pulau Langerhans (Gambar 3). Pada pulau Langerhans mengandung
setidaknya empat tipe sel endokrin yang berbeda, yang dapat dibedakan dari ciri
morfologi dan pewarnaannya. Empat tipe sel ini adalah sel insulin, sel glukagon,
sel somatostatin dan sel polipeptida pankreas (PP) yang telah diidentifikasi

dengan kandungan hormon peptidanya. Sampai saat ini diketahui bahwa peptida
dihasilkan oleh lima tipe sel. Pankreas manusia normal mempunyai hampir satu
juta pulau Langerhans, setiap pulau Langerhans hanya berdiameter seratus mikron
atau lebih. Sel beta merupakan sel yang terbanyak jumlahnya, kira-kira 62% dari
seluruh sel Pulau Langerhans dan berfungsi mensekresikan insulin. Sel alfa yang
mensekresikan glukagon berjumlah sekitar 15%, sel delta yang mensekresikan
somatostatin sekitar 10%, sel PP sekitar 12% dan sel D1 mungkin kurang dari 1%
(Rahier et al. 1983; cf. Lemmark 1985 dalam Sundler and Hakanson 1988).

saluran kelenjar
sel delta
buluh darah
sel asinar

pulau
Langerhans

sel
beta

sel
alfa

Gambar 3 Gambar skematis pankreas dan lobulasinya. Inset menunjukkan sebuah lobulus
pankreas dengan pulau Langerhans dan sel-sel asinar di sekitarnya. Pulau
Langerhans disusun oleh sel-sel alfa, beta dan delta.
(Modifikasi dari : http://www.google.com/pankreas/index.html)

Susunan topografi sel-sel endokrin pada manusia adalah sel-sel insulin
berada di tengah-tengah, sedangkan sel-sel glukagon dan sel polipeptida pankreas
(PP) berada di parifer atau disepanjang tepi pulau Langerhans, adapun sel-sel
somatostatin berada pada posisi yang cukup strategis, yaitu diantara sel-sel
glukagon, sel-sel insulin serta sel-sel PP (Sundler dan Hakanson 1988). Susunan
topografi dari sel-sel endokrin ini ternyata berbeda pada spesies hewan yang
berbeda (Grimelius 1968). Pada pankreas sapi sel-sel glukagon berdistribusi di

bagian perifer dari pulau Langerhans dan sel-sel insulin berdistribusi di bagian
tengah dari pulau Langerhans (Dellmann dan Brown 1993) seperti halnya pada
manusia (Grimelius 1968). Sebaliknya pada pankreas kuda sel-sel glukagon
berdistribusi di bagian tengah dari pulau Langerhans dan sel-sel insulin
berdistribusi di bagian perifer dari pulau Langerhans (Dellmann dan Brown 1993).
Pada kebanyakan spesies termasuk manusia, sel PP tidak hanya
ditemukan di dalam pulau Langerhans, tetapi dapat pula ditemukan sebagai sel
tunggal atau membentuk kelompok kecil pada parenkim bagian eksokrin (Larsson
et al. 1976 dalam Sundler and Hakanson 1988). Distribusi sel-sel endokrin
tertentu yang tidak merata, khususnya sel PP dan glukagon mungkin disebabkan
oleh asal usul embrional pankreas yang berasal dari dua cikal tunas yang berbeda,
yaitu satu (cabang ventral) membentuk bagian duodenal dan lainnya (cabang
dorsal) membentuk bagian limpa. Pulau-pulau Langerhans yang kaya akan sel A
secara embrional berasal dari tunas pankreas dorsal, sedangkan pulau yang kaya
akan sel F (polipeptida pankreas) berasal dari tunas pankreas ventral. Kedua tunas
ini berasal dari tempat yang berbeda di duodenum (Orci dan Grasso 1982;
Alumets et al. 1983 dalam Sundler and Hakanson 1988).
Di dalam pulau-pulau Langerhans banyak terdapat kapiler dan umumnya
suplai buluh darah arteri pertama kali mencapai sel-sel insulin kemudian melalui
jaringan kapiler baru ke sel-sel yang terletak lebih perifer. Adanya pembuluh
portal insulo-asinar sebagai pintu gerbang yang berfungsi dalam komunikasi
vaskuler antara pulau dengan jaringan eksokrin di sekitarnya telah dilaporkan
(Fujita et al. 1981).
Pankreas domba mempunyai lobulasi yang jelas ditandai dengan septa
inter lobaris yang jelas, tetapi batas antara bagian endokrin (pulau Langerhans)
dan bagian eksokrin tidak jelas. Sebaliknya pankreas kambing mempunyai bagian
endokrin yang jelas batasnya dengan bagian eksokrin, tetapi lobulasinya kurang
jelas. Pulau Langerhans tersebar diantara eksokrin pankreas, dengan frekuensi
terbanyak didapatkan pada pankreas bagian kanan (head), diikuti bagian kiri (tail)
dan tengah (body). Pankreas kambing mempunyai bagian endokrin yang lebih
banyak dibanding dengan pankreas domba (Adnyane 1998).

Sel-sel (A) penghasil Glukagon
Sel-sel A pada pulau Langerhans merupakan sel yang mensekresikan
glukagon sewaktu glukosa darah berkurang. Pankreas bagian limpa (dorsal)
mengandung lebih banyak sel glukagon daripada bagian duodenum (ventral) (Orci
et al. 1976 dalam Sundler and Hakanson 1988). Pada umumnya sel-sel penghasil
hormon glukagon pada pankreas berbentuk polimorfik, bulat, oval atau hampir
segitiga dengan butir-butir sitoplasma yang terletak bipolar. Sel-sel ini
berdistribusi pada bagian perifer dari pulau Langerhans. Sel-sel ini sangat bersifat
argirofil pada pewarnaan Grimelius dan non-argentafin. Jumlah sel-sel glukagon
berbanding lurus dengan pulau Langerhans. Penelitian tentang distribusi,
frekuensi dan morfologi dari sel-sel penghasil hormon pada saluran pencernaan
hewan telah banyak dilaporkan (Oomori et al. 1980). Sel-sel yang mengandung
glukagon dan memilki gambaran ultrastruktur yang sama dengan sel glukagon
pankreas, ditemukan agak banyak pada lambung anjing dan kucing (Larsson et al.
1975 dalam Sundler and Hakanson 1988).
Glukagon memiliki beberapa fungsi yang bertentangan dengan fungsi
insulin. Fungsi yang paling penting dari hormon ini adalah dapat meningkatkan
besarnya konsentrasi glukosa darah. Efek utama dari glukagon terhadap
metabolisme glukosa adalah pemecahan glikogen hati (glikogenolisis) dan
meningkatkan proses glukoneogenesis di dalam hati. Kedua efek ini akan
menambah persediaan glukosa di organ-organ tubuh lainnya (Guyton 1990).
Glukagon merupakan polipeptida yang memiliki rantai tunggal dan
tersusun atas 29 asam amino. Seperti hormon polipeptida yang lain, sintesis
glukagon diawali di dalam retikulum endoplasma dan sintesis akhir terjadi di
dalam granul sekretori. Glukagon dilepaskan secara eksositosis dan sebagian
besar metabolisme glukagon dilakukan oleh hati dan ginjal (Cunningham 2002).
Sel-sel (B) penghasil Insulin
Sel beta merupakan populasi terbesar pada pulau Langerhans. Sel-sel ini
memiliki bentuk bulat, umumnya berkumpul bersama pada bagian tengah pulau.
Pada umumnya sel insulin atau sel beta adalah non-argirofil. Telah diteliti pada
tikus, bahwa sel-sel beta banyak mengandung GABA (Gamma Amino Butiric
Acid). Secara ultrastruktur sel-sel tersebut ditandai dengan granul-granul sekretori
yang agak besar dengan kerapatan elektron sedang. Kadang-kadang inti yang
bentuknya tidak beraturan atau berbentuk seperti kristal terpisah dari membran
pembatas oleh celah atau daerah kosong yang agak lebar (Okada 1986 dalam
Sundler and Hakanson 1988).

Sel beta di pulau Langerhans memproduksi hormon insulin yang
berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah dan secara fisiologis memiliki
peranan yang berlawanan dengan glukagon. Pengaturan fisiologis kadar glukosa
darah sebagian besar tergantung dari: pemecahan glukosa, sintesis glikogen, dan
glikogenesis. Insulin mempercepat transportasi glukosa dari darah ke dalam sel,
khususnya serabut otot rangka. Glukosa masuk ke dalam sel tergantung dari
keberadaan reseptor insulin yang ada di permukaan sel target. Insulin juga
mempercepat perubahan glukosa menjadi glikogen, menurunkan glycogenolysis
dan glukoneogenesis, menstimulasi perubahan glukosa atau zat gizi lainnya ke
dalam asam lemak (lipogenesis), dan membantu menstimulasi sintesis protein
(Cunningham 2002). Insulin memiliki efek terhadap berbagai jaringan tubuh
seperti jaringan adiposa, otot dan hati (Tabel 1).
Tabel 1. Efek insulin terhadap berbagai jaringan
Jaringan
Jaringan Adiposa

Otot

Hati

Umum





















Efek
Meningkatkan masuknya glukosa
Meningkatkan sintesis asam lemak
Meningkatkan sintesis gliserol fospat
Meningkatkan pengendapan trigliserida
Mengaktifkan lipoprotein lipase
Menghambat lipase peka hormon
Meningkatkan penggunaan K+
Meningkatkan masuknya glukosa
Meningkatkan sintesis glikogen
Meningkatkan penggunaan asam amino
Meningkatkan sintesis protein di ribosom
Menurunkan katabolisme protein
Menurunkan pelepasan asam-asam amino glukoneogenik
Meningkatkan penggunaan keton
Meningkatkan penggunaan K+
Menurunkan ketogenesis
Meningkatkan sintesis protein
Meningkatkan sintesis lemak
Menurunkan pengeluaran glukosa akibat penurunan
glukoneogenesis dan peningkatan sintesis glukosa



Meningkatkan pertumbuhan sel

(Sumber : http://www.google.com/pankreas/index.html).

Insulin merupakan protein kecil yang terdiri atas dua rantai asam amino.
Rantai satu dengan rantai lainnya dihubungkan dengan rantai disulfida. Bila dua
rantai dipisah maka aktivitas fungsional dari insulin akan hilang (Guyton 1990).
Sel-sel (D) penghasil Somatostatin
Sel D merupakan sel yang mensekresikan somatostatin. Sel ini
menyusun sekitar 10% sel-sel pulau Langerhans dan seringkali dilengkapi dengan
penjuluran sitoplasma, memberikan penampilan sebagai parakrin (Sundler and
Hakanson 1988).
Sel-sel D umumnya tersebar tidak beraturan di luar kumpulan sel-sel di
bagian tengah pulau yang tersusun oleh sel insulin. Oleh karena itu sebuah sel ini
dapat berhubungan dengan sel insulin maupun gukagon melalui penjuluran
sitoplasmanya. Sel-sel somatostatin terwarnai dengan pewarnaan argirofil
Davenport dan Hellerstrom-Hellman, tetapi tidak terwarnai dengan Grimelius atau
Sevier-Munger. Granul-granul sekretori memiliki kerapatan elektron lemah
sampai sedang dengan membran pembatas melekat ke inti. Ukuran granul sangat
bervariasi di antara spesies, seperti pada kucing dan manusia berukuran besar,
sementara pada tikus kecil. Penelitian pada tikus, telah menemukan adanya
peptida

CGRP-like (Calcitonin Gene Related Peptide-like) pada sel-sel

somatostatin pankreas (Petterson et al. 1986 dalam Sundler and Hakanson 1988).
Sel D terdiri atas 14 asam amino yang mempunyai waktu paruh sangat
singkat hanya dua menit. Hampir semua faktor yang berhubungan dengan
pencernaan makanan akan merangsang timbulnya sekresi somatostatin. Faktorfaktor tersebut adalah naiknya kadar glukosa darah, naiknya kadar asam amino,
naiknya kadar asam lemak, dan naiknya konsentrasi beberapa macam hormon
pencernaan yang dilepaskan oleh bagian atas saluran cerna (Guyton 1990).
Sel-sel (F) penghasil Polipeptida Pankreas
Sel-sel PP berbentuk bulat atau lonjong, kadang memiliki penjuluran
sitoplasma memberikan penampilan sebagai parakrin. Granul-granul berukuran
kecil, berbentuk bulat atau oval dengan sedikit kerapatan elektron dan membran
yang melekat erat. Pada spesies tertentu seperti kucing dan anjing, granul sel PP
sedikit besar dan bervariasi serta kebanyakan memiliki kerapatan elektron rendah.
Pada kebanyakan spesies termasuk manusia Sel-sel PP terdapat di tepi pulau.

Polipeptida pankreas merupakan hormon pankreas yang memiliki 36 asam amino
yang pertama kali ditemukan sebagai kontaminan insulin. Fungsi fisiologis PP
masih belum banyak diketahui. Sel-sel penyimpan PP tersebar tidak merata pada
pankreas. (Larsson et al. 1976 dalam Sundler and Hakanson 1988).
Sel-sel D1
Sel-sel D1 kadang-kadang ditemukan pada pulau Langerhans dan
dikenali dengan gambaran ultrastruktur granul-granul sekretorinya yang sangat
mirip dengan sel D kecuali ukurannya. Granul-granul tersebut berukuran kecil dan
bulat dengan inti yang umumnya memiliki kerapatan elektron lemah sampai
sedang serta membran yang melekat erat. Hormon peptida yang dihasilkan oleh
sel D1 masih belum diidentifikasi (Larsson et al. 1976; Solcia et al. 1987 dalam
Sundler and Hakanson 1988).

TINJAUAN PUSTAKA

Trenggiling
Trenggiling (Manis javanica) merupakan spesies mamalia yang unik dan
menarik, karena sisik yang menutupi bagian dorsal tubuhnya seperti reptil dan
tidak memiliki gigi seperti unggas. Hewan ini menggunakan lidahnya yang
panjang dan lengket oleh sekreta kelenjar ludah untuk menangkap pakannya yang
berupa semut dan rayap. Trenggiling Jawa (M. javanica) mempunyai panjang
tubuh 50-60 cm, panjang ekor 50-80 cm, dengan warna sisik kuning sawo sampai
cokelat kehitam-hitaman dan kulit berwarna agak putih (Amir 1978).
Dalam sistem klasifikasi trenggiling jawa termasuk kedalam :
Ordo

: Pholidota

Famili : Manidae
Genus : Manis
Spesies : Manis javanica (Corbet dan Hill 1992).
Pada umumnya trenggiling merupakan hewan nokturnal dan terestrial,
kecuali M. tetradactyla yaitu diurnal dan arboreal. Pada siang hari trenggiling
lebih banyak menghabiskan waktunya untuk tidur di dalam lubang-lubang atau di
bawah dedaunan atau dicelah-celah pohon (Rahm 1990).
Trenggiling termasuk mamalia pemakan semut sehingga sering disebut
dengan myrmecophagous (Feldhamer et al. 1999) atau anteater. Trenggiling
memakan semut dan rayap dengan menggali sarang rayap yang ada di bawah atau
permukaan tanah dan di atas pohon dengan menggunakan cakar dari kaki depan
(Rahm 1990). Karena trenggiling tidak mempunyai gigi, maka makanan tidak
dihancurkan di dalam mulut melainkan makanan digiling di dalam lambungnya
dengan bantuan batu kerikil yang tertelan (Nisa 2005).

Pankreas
Pankreas merupakan organ tubuh yang istimewa karena berfungsi ganda
sebagai kelenjar eksokrin dan endokrin. Sebagai kelenjar eksokrin pankreas
berfungsi mensekresikan elektrolit dan enzim-enzim pankreas seperti amilase,
lipase dan tripsin. Sedangkan sebagai kelenjar endokrin, pankreas berperan dalam

menghasilkan hormon-hormon seperti glukagon, insulin, somatostatin dan
polipeptida pankreas (PP). Fungsi endokrin pankreas dilakukan oleh pulau-pulau
Langerhans yang tersebar dibagian eksokrin pankreas (Guyton 1990; Sundler dan
Hakanson 1988).
Organogenesis kelenjar pankreas diawali sebagai tunas pankreas dorsal
dan ventral. Tunas pankreas dorsal berkembang dari duodenum dekat dengan
tunas hati, sedangkan tunas ventral berkembang dari pangkal tunas hati. Dalam
perkembangannya tunas pankreas ventral akan bermigrasi menyilang duodenum
dan bersatu dengan tunas pankreas dorsal. Tunas ventral akan membentuk bagian
kanan, sedangkan tunas dorsal akan membentuk bagian kiri. Saluran pankreas
ventral akan menjadi duktus pankreatikus dan saluran pankreas dorsal akan
menjadi duktus pankreas aksesoris (Gambar 1). Epitel endoderm tunas pankreas
berproliferasi dan bercabang-cabang, dimana ujung cabangnya membentuk sel-sel
asinar yang berfungsi sebagai kelenjar eksokrin yang akan menghasilkan enzim
pencernaan. Diantara sel-sel asinar terdapat kumpulan sel-sel yang tidak memiliki
saluran yaitu sel-sel pulau Langerhans. Pulau Langerhans berfungsi sebagai
kelenjar endokrin yang akan menghasilkan hormon insulin dan glukagon (Djuwita
et.al. 2000).

4

6

4
6

7

6

7

3
1

5

7

2
1’

2’

3

2’
2

1’

2

Gambar 1 Perkembangan pankreas. A. tahap awal, B. tahap berikutnya memperlihatkan
pemisahan saluran pada dua tunas pankreas, C. kedua tunas bersatu setelah
pankreas ventral bermigrasi, 1. tunas hati., 1 . duktus hepatikus, 2. kantung
empedu, 2 . duktus koledokus 3. tunas pankreas ventral, 4. tunas pankreas
dorsal, 5. pankreas dorsal dan ventral yang telah menyatu, 6. lambung,
7. duodenum (Modifikasi dari : Dyce et. al 2003).

Bagian Eksokrin
Bagian eksokrin merupakan bagian yang utama dari pankreas. Bagian
eksokrin terdiri atas sel-sel asinar yang mensekresikan enzim-enzim pencernaan.
Selain itu, sel asinar juga mensekresikan natrium bikarbonat yang berfungsi
menetralkan asam kimus yang dikeluarkan lambung ke dalam duodenum. Produk
kombinasi dari zat-zat yang dihasilkan tersebut dialirkan melalui duktus
pankreatikus yang panjang dan duktus asesorius (Gambar 2). Pada beberapa
spesies saluran ini akan bergabung dengan duktus sistikus sebelum bermuara ke
duodenum. Enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh bagian eksokrin
memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pencernaan secara enzimatik
(Colville and Bassert 2002).
Enzim-enzim pencernaan yang disekeresikan oleh pankreas adalah
enzim-enzim pemecah protein (proteolitik), pemecah karbohidrat dan pemecah
lemak (lipase). Enzim proteolitik pankreas adalah tripsin, kimotripsin,
karboksipolipeptidase,

ribonuklease,

dan dioksiribonuklease.

Enzim-enzim

proteolitik ini disintesis oleh pankreas dalam bentuk tidak aktif seperti
tripsinogen, kimotripsinogen, dan prokarboksipeptidase. Enzim-enzim ini menjadi
aktif setelah disekresikan ke dalam saluran cerna. Tripsinogen diaktifkan oleh
enzim enterokinase, yang disekresikan oleh mukosa usus ketika kimus
mengadakan kontak dengan mukosa usus. Tripsinogen juga dapat diaktifkan oleh
tripsin yang telah dibentuk. Kimotripsinogen diaktifkan oleh tripsin menjadi
kimotripsin. Begitu pula prokarboksipeptidase diaktifkan dengan beberapa cara
yang sama. Tripsin dan kimotripsin memisahkan seluruh dan sebagian protein
yang dicerna menjadi peptida dari berbagai ukuran, tetapi tidak menyebabkan
dikeluarkannya asam amino individual. Sebaliknya, karboksipolipaptidase akan
memecah masing-masing asam amino dari ujung karboksil peptida. Nuklease
memecah kedua tipe asam nukleat yaitu asam ribonukleat dan dioksiribonukleat.
Enzim pemecah karbohidrat adalah amilase pankreas. Enzim ini akan
menghidrolisis serat, glikogen dan sebagian besar karbohidrat lain selain selulosa
untuk membentuk disakarida dan beberapa trisakarida. Sedangkan enzim utama
pankreas untuk mencerna lemak adalah lipase, yang mampu menghidrolisis lemak
netral menjadi asam lemak dan monogliserida; kolesterol esterase yang
menyebabkan hidrolisis ester kolesterol; serta fosfolipase yang memecah asam
lemak dari fosfolipid (Guyton 1990).

Bila terjadi kerusakan yang berat pada pankreas atau terjadi
penyumbatan pada saluran, maka sejumlah besar sekresi pankreas tertimbun
dalam daerah yang rusak tersebut. Dalam keadaan ini, efek tripsin inhibitor
kadang-kadang menjadi kewalahan dan sekresi pankreas dengan cepat menjadi
aktif selanjutnya akan mencerna seluruh pankreas dalam beberapa jam,
menimbulkan keadaan yang dinamakan pankreatitis akut. Hal ini sering
menimbulkan kematian karena sering diikuti syok, dan bila tidak mematikan dapat
mengakibatkan insufisiensi pankreas selama hidup (Guyton 1990).
duktus pankreatikus
permuaraan
duktus pankreatikus

pankreas

yeyunum

duodenum
permuaraan
duktus asesorius

aorta abdominalis

Gambar 2 skema organ pankreas dan permuaraan duktus pankreatikus ke duodenum
(Modifikasi dari : http://www.google.com/pankreas/index.html)

Bagian Endokrin
Bagian endokrin dari pankreas terdiri atas sel-sel pucat yang terisolasi,
tersebar diantara sel-sel asinar. Sel-sel ini bergabung menyerupai pulau yang
disebut pulau Langerhans (Gam