Kajian Anatomi Skelet Trenggiling Jawa (Manis javanica)

(1)

KAJIAN ANATOMI SKELET TRENGGILING JAWA

(Manis javanica)

EKO CAHYONO

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

ABSTRAK

EKO CAHYONO. Kajian Anatomi Skelet Trenggiling Jawa (Manis javanica). Dibimbing oleh CHAIRUN NISA’ dan SUPRATIKNO.

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran anatomi skelet Trenggiling Jawa (Manis javanica). Penelitian ini menggunakan dua trenggiling, jantan dan betina. Otot trenggiling dihilangkan secara kimiawi melalui tiga tahap. Pertama, spesimen tanpa kulit direndam selama satu minggu dalam larutan deterjen 1-1,5 % dalam air yang telah dipanaskan, kemudian dibersihkan dengan pisau. Otot yang masih tersisa pada skelet dibersihkan dengan sikat kawat halus. Tahap kedua dan ketiga, untuk memaksimalkan proses pembersihan otot dan ligamen dilakukan perendaman dalam larutan amoniak 0,6 % dan klorin 1 %, kemudian dalam larutan H2O2 6% masing-masing selama 48 jam. Penelitian ini

menggunakan metode deskriptif yaitu mengamati dan mencatat dengan seksama tulang yang diteliti dan didukung oleh sumber-sumber pustaka yang berkaitan. Hasil penelitian menunjukkan tulang tengkorak trenggiling berbentuk kerucut memanjang menunjukkan ciri hewan insektivora. Tengkorak tenggiling tidak memiliki arcus zygomaticus, crista facialis, dan limbus alveolaris, karena hewan ini tidak memiliki gigi dan tidak melakukan aktivitas mengunyah di rongga mulut, sehingga otot-otot mastikasi tidak berkembang baik. Struktur kerangka tubuh trenggiling secara umum mirip karnivora. Collumna vertebralis memiliki processus transversus, processus mammilaris, processus spinosus, dan os chevron yang berkembang subur. Os atlas dan os axis trenggiling mirip karnivora. Processus accessorius mulai dari dua atau tiga ossa vertebrae thoracalis terakhir sampai enam ossa vertebrae coccygeae pertama membentuk “interlock articulation“ dengan processus articularis cranialis. Trenggiling memiliki os sacrum yang bersatu dengan os coxae dan ini merupakan ciri hewan penggali. Processus transversus dari ossa coccygeae trenggiling sangat subur dan os chevron berkembang sampai os coccygeae terakhir, hal ini menunjukkan kekuatan ekor dengan berkembangnya otot-otot serta perlindungan buluh darah dan syaraf ekor. Tulang kaki depan dan belakang trenggiling menunjukkan ciri hewan plantigradi yang memiliki kemampuan sebagai hewan penggali dan pemanjat.


(3)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 06 Desember 1983 di Cilacap, Jawa Tengah, Indonesia. Merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Lahir dari pasangan Solat dan Khotimah.

Menempuh pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri III Karanggedang lulus tahun 1996. Kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri I Sidareja dan lulus tahun 1999. Pendidikan menengah atas diselesaikan di Sekolah Menengah Atas Negeri I Sidareja pada tahun 2002 dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama pada Institut Pertanian Bogor melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK).

Pada tahun 2003 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Kedokteran Hewan pada Fakukultas Kedokteran Hewan IPB.


(4)

KATA PENGANTAR

Sesungguhnya segala pujian hanyalah pantas saya panjatkan kepada Alloh ‘Azza wa jalla, semoga salawat dan salam terlimpah untuk Muhammad Rosululloh sollallohu ‘alaihi wasallam. Skripsi ini tersusun dari hasil penelitian saya yang berjudul “ Kajian Anatomi Sistem Rangka Trenggiling Jawa (Manis javanica)”. Dengan penuh rasa syukur penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Bapak dan Emak tercinta yang telah memberikan curahan doa dan kasih sayang sepanjang waktu yang begitu tulus. Maafkan anakmu yang belum bisa membalas semua itu. Mudah-mudahan Alloh ‘Azza wa jalla membalasnya dengan balasan yang lebih baik.

2. Dr. Drh. Chairun Nisa’, MSi. selaku pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan atas kesabarannya selama penelitian penulis. Mudah-mudahan Alloh ‘Azza wa jalla membalasnya dengan yang lebih baik.

3. Drh. Supratikno selaku pembimbing anggota dengan kesabaran, bimbingan, dan waktu luangnya untuk saya selama penelitian. Semoga Alloh ‘Azza wa jalla membalas dengan balasan yang lebih baik.

4. Dr. Drh. Nurhidayat, MS. yang telah membantu dalam pemotretan dan sebagai dosen penguji yang telah memperkaya skripsi ini.

5. Drh. Agus Wijaya, MSc., Ph.D. selaku dosen pembimbing akademik atas nasehat dan arahannya selama penulis mengikuti perkuliahan.

6. Seluruh staff pengajar dan karyawan di Laboratorium Anatomi FKH IPB atas tenaga, kebaikan, dan waktu luangnya untuk saya selama melakukan penelitian.

7. Mas Uus Sholahudin dan keluarga atas kebaikan dan dukungan moril selama penelitian penulis.

8. Teman-teman satu atap di Turfgrass Club (Rofik, Yudi, Undang, Yusuf), Pak Mardi, Pak Budi Tjahyono, Ibu Sri atas kebaikan dan kerendahan hatinya memberikan fasilitas selama penelitian.


(5)

9. Teman-teman Arthropoda 39 (Triyano, Hanafi, Hairil, Nur, Santi, Putut, Fatkhan, Hendra, Didit dan lainnya yang tidak tersebut), Ornither’s, saudara saya di DKM An-Nahl, Ihyaussunnah, Al-Furqon, At-Tauhid dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu jazakumulloh khoir.

10.Dan semua pihak atas bantuan dan kerjasamanya yang tidak tersebut satu persatu.

Dengan penuh kesadaran dan keterbatasan pengetahuan penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Akhirnya, semoga karya kecil ini dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan veteriner.

Bogor, September 2007

Penulis


(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Kajian Anatomi Skelet Trenggiling Jawa (Manis javanica) Nama : Eko Cahyono

NRP : B04102076

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Drh. Chairun Nisa’, MSi Drh. Supratikno

NIP. 131 841 722 NIP.132 313 044

Mengetahui, Wakil Dekan FKH IPB

Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS NIP. 131 126 090


(7)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Manfaat ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

STRUKTUR SKELET MAMALIA ... 3

Skelet Aksial ... 4

Skelet Apendikular ... 5

TRENGGILING JAWA ... 6

Klasifikasi dan Distribusi ... 6

Ekologi dan Perilaku ... 7

Morfologi dan Rangka ... 8

BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 10

Waktu dan Tempat Penelitian ... 10

Bahan Penelitian ... 10

Metode Penelitian ... 10

HASIL ... 12

SKELET AKSIAL TRENGGILING JAWA ... 12

Tulang Tengkorak ... 12

Tulang Belakang ... 14

Tulang Rusuk ... 21

Tulang Dada ... 22

Tulang Lidah ... 23

SKELET APENDIKULAR TRENGGILING JAWA ... 23

Tulang Kaki Depan ... 23

Tulang Kaki Belakang ... 26

PEMBAHASAN ... 29

SKELET AKSIAL TRENGGILING JAWA ... 29

Tulang Tengkorak ... 29

Tulang Belakang ... 30

Tulang Rusuk dan Tulang Dada ... 33

Tulang Lidah ... 34

SKELET APENDIKULAR TRENGGILING JAWA ... 34

Tulang Kaki Depan ... 34

Tulang Kaki Belakang ... 36

KESIMPULAN ... 39


(8)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jumlah tulang belakang pada beberapa hewan ... 5 2 Jumlah tulang belakang trenggiling ... 15


(9)

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Morfologi tulang tengkorak trenggiling jantan (A) dan betina (B) pada bagian dorsal (A1, B1), lateral (A2, B2), ventral (A3, B3), dan

tulang rahang bawah (C) ... 12

2 Skeleton aksial trenggiling tampak lateral ... 14

3 Morfologi tulang leher trenggiling jantan (A) dan betina (B) tampak dorsal (A1, B1), lateral (A2, B2) dan ventral (C) ... 16

4 Morfologi ossa vertebrae thoracalis tampak dorsal (A), lateral (C), dan ossa vertebrae lumbalis (B) trenggiling tampak dorsal ... 15

5 Morfologi tulang gelang panggul trenggiling jantan (A) dan betina (B) tampak dorsal (A1, B1), lateral (A2, B2), dan ventral (A3, B3) ... 17

6 Morfologi tulang ekor trenggiling tampak dorsal (A) dan lateral (B) ... 18

7 Morfologi ossa vertebrae coccygeae tampak lateral (A), ventral (B), dan caudal (C) ... 19

8 Morfologi tulang-tulang daerah dada pada jantan (A) dan betina (B) tampak dorsal (A1) dan ventral (B1) ... 20

9 Morfologi tulang kaki depan tampak lateral (A) dan dorsal (B) ... 22

10 Morfologi tulang telapak kaki depan tampak volar ... 23

11 Morfologi tulang kaki belakang tampak lateral (A) dan dorsal (B) ... 25


(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara di wilayah khatulistiwa dengan kekayaan alam hayati yang besar, sehingga disebut negara megabiodiversitas. Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, maka banyak sumber daya alam yang dieksploitasi untuk kepentingan manusia. Eksploitasi yang dilakukan tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan dapat menyebabkan kerusakan hutan, polusi air maupun udara, dan sebagainya. Kerusakan hutan dapat mengakibatkan beberapa jenis satwa terancam keberadaannya.

Salah satu jenis fauna Indonesia yang perlu mendapat perhatian adalah trenggiling. Menurut Soehartono & Mardiastuti (2003) dalam Konvensi Internasional Perdagangan Hewan Liar (CITES) trenggiling masuk kategori appendix II, artinya suatu jenis hewan yang pada saat ini tidak termasuk kedalam kategori terancam punah, namun memiliki kemungkinan terancam punah jika perdagangannya tidak diatur.

Trenggiling merupakan mamalia unik dengan sisik yang menutupi tubuhnya, sehingga menyerupai reptil. Hewan ini dikenal sebagai mamalia bersisik pemakan semut (scally ant eater) dan dalam klasifikasi masuk kedalam ordo Pholidota dengan hanya memiliki satu famili Manidae dan satu genus Manis.

Di dunia ada tujuh spesies yang ditemukan di hutan tropis Asia dan Afrika (Corbet & Hill 1992; Feldhamer et al. 1999). Informasi terbaru menyebutkan

bahwa trenggiling di Pulau Palawan, Filipina merupakan spesies tersendiri yaitu Manis culionensis (Goubert & Antunes 2005), sehingga jumlah spesies diusulkan menjadi delapan.

Skelet adalah susunan berbagai tulang dalam tubuh manusia dan hewan yang saling berhubungan pada berbagai sendi. Skelet mempunyai fungsi utama sebagai penunjang tubuh, sistem lokomosi, dan pelindung jaringan lunak. Tulang-tulang penysusun skelet secara umum dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu tulang-tulang kepala dan badan dan tulang-tulang kaki. Tulang-tulang kepala dan badan disebut skelet aksial karena menjadi sumbu tubuh, sedangkan tulang-tulang kaki disebut skelet apendikular. Pada beberapa hewan memiliki skelet visera yaitu


(11)

KAJIAN ANATOMI SKELET TRENGGILING JAWA

(Manis javanica)

EKO CAHYONO

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(12)

ABSTRAK

EKO CAHYONO. Kajian Anatomi Skelet Trenggiling Jawa (Manis javanica). Dibimbing oleh CHAIRUN NISA’ dan SUPRATIKNO.

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran anatomi skelet Trenggiling Jawa (Manis javanica). Penelitian ini menggunakan dua trenggiling, jantan dan betina. Otot trenggiling dihilangkan secara kimiawi melalui tiga tahap. Pertama, spesimen tanpa kulit direndam selama satu minggu dalam larutan deterjen 1-1,5 % dalam air yang telah dipanaskan, kemudian dibersihkan dengan pisau. Otot yang masih tersisa pada skelet dibersihkan dengan sikat kawat halus. Tahap kedua dan ketiga, untuk memaksimalkan proses pembersihan otot dan ligamen dilakukan perendaman dalam larutan amoniak 0,6 % dan klorin 1 %, kemudian dalam larutan H2O2 6% masing-masing selama 48 jam. Penelitian ini

menggunakan metode deskriptif yaitu mengamati dan mencatat dengan seksama tulang yang diteliti dan didukung oleh sumber-sumber pustaka yang berkaitan. Hasil penelitian menunjukkan tulang tengkorak trenggiling berbentuk kerucut memanjang menunjukkan ciri hewan insektivora. Tengkorak tenggiling tidak memiliki arcus zygomaticus, crista facialis, dan limbus alveolaris, karena hewan ini tidak memiliki gigi dan tidak melakukan aktivitas mengunyah di rongga mulut, sehingga otot-otot mastikasi tidak berkembang baik. Struktur kerangka tubuh trenggiling secara umum mirip karnivora. Collumna vertebralis memiliki processus transversus, processus mammilaris, processus spinosus, dan os chevron yang berkembang subur. Os atlas dan os axis trenggiling mirip karnivora. Processus accessorius mulai dari dua atau tiga ossa vertebrae thoracalis terakhir sampai enam ossa vertebrae coccygeae pertama membentuk “interlock articulation“ dengan processus articularis cranialis. Trenggiling memiliki os sacrum yang bersatu dengan os coxae dan ini merupakan ciri hewan penggali. Processus transversus dari ossa coccygeae trenggiling sangat subur dan os chevron berkembang sampai os coccygeae terakhir, hal ini menunjukkan kekuatan ekor dengan berkembangnya otot-otot serta perlindungan buluh darah dan syaraf ekor. Tulang kaki depan dan belakang trenggiling menunjukkan ciri hewan plantigradi yang memiliki kemampuan sebagai hewan penggali dan pemanjat.


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 06 Desember 1983 di Cilacap, Jawa Tengah, Indonesia. Merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Lahir dari pasangan Solat dan Khotimah.

Menempuh pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri III Karanggedang lulus tahun 1996. Kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri I Sidareja dan lulus tahun 1999. Pendidikan menengah atas diselesaikan di Sekolah Menengah Atas Negeri I Sidareja pada tahun 2002 dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama pada Institut Pertanian Bogor melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK).

Pada tahun 2003 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Kedokteran Hewan pada Fakukultas Kedokteran Hewan IPB.


(14)

KATA PENGANTAR

Sesungguhnya segala pujian hanyalah pantas saya panjatkan kepada Alloh ‘Azza wa jalla, semoga salawat dan salam terlimpah untuk Muhammad Rosululloh sollallohu ‘alaihi wasallam. Skripsi ini tersusun dari hasil penelitian saya yang berjudul “ Kajian Anatomi Sistem Rangka Trenggiling Jawa (Manis javanica)”. Dengan penuh rasa syukur penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Bapak dan Emak tercinta yang telah memberikan curahan doa dan kasih sayang sepanjang waktu yang begitu tulus. Maafkan anakmu yang belum bisa membalas semua itu. Mudah-mudahan Alloh ‘Azza wa jalla membalasnya dengan balasan yang lebih baik.

2. Dr. Drh. Chairun Nisa’, MSi. selaku pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan atas kesabarannya selama penelitian penulis. Mudah-mudahan Alloh ‘Azza wa jalla membalasnya dengan yang lebih baik.

3. Drh. Supratikno selaku pembimbing anggota dengan kesabaran, bimbingan, dan waktu luangnya untuk saya selama penelitian. Semoga Alloh ‘Azza wa jalla membalas dengan balasan yang lebih baik.

4. Dr. Drh. Nurhidayat, MS. yang telah membantu dalam pemotretan dan sebagai dosen penguji yang telah memperkaya skripsi ini.

5. Drh. Agus Wijaya, MSc., Ph.D. selaku dosen pembimbing akademik atas nasehat dan arahannya selama penulis mengikuti perkuliahan.

6. Seluruh staff pengajar dan karyawan di Laboratorium Anatomi FKH IPB atas tenaga, kebaikan, dan waktu luangnya untuk saya selama melakukan penelitian.

7. Mas Uus Sholahudin dan keluarga atas kebaikan dan dukungan moril selama penelitian penulis.

8. Teman-teman satu atap di Turfgrass Club (Rofik, Yudi, Undang, Yusuf), Pak Mardi, Pak Budi Tjahyono, Ibu Sri atas kebaikan dan kerendahan hatinya memberikan fasilitas selama penelitian.


(15)

9. Teman-teman Arthropoda 39 (Triyano, Hanafi, Hairil, Nur, Santi, Putut, Fatkhan, Hendra, Didit dan lainnya yang tidak tersebut), Ornither’s, saudara saya di DKM An-Nahl, Ihyaussunnah, Al-Furqon, At-Tauhid dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu jazakumulloh khoir.

10.Dan semua pihak atas bantuan dan kerjasamanya yang tidak tersebut satu persatu.

Dengan penuh kesadaran dan keterbatasan pengetahuan penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Akhirnya, semoga karya kecil ini dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan veteriner.

Bogor, September 2007

Penulis


(16)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Kajian Anatomi Skelet Trenggiling Jawa (Manis javanica) Nama : Eko Cahyono

NRP : B04102076

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Drh. Chairun Nisa’, MSi Drh. Supratikno

NIP. 131 841 722 NIP.132 313 044

Mengetahui, Wakil Dekan FKH IPB

Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS NIP. 131 126 090


(17)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Manfaat ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

STRUKTUR SKELET MAMALIA ... 3

Skelet Aksial ... 4

Skelet Apendikular ... 5

TRENGGILING JAWA ... 6

Klasifikasi dan Distribusi ... 6

Ekologi dan Perilaku ... 7

Morfologi dan Rangka ... 8

BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 10

Waktu dan Tempat Penelitian ... 10

Bahan Penelitian ... 10

Metode Penelitian ... 10

HASIL ... 12

SKELET AKSIAL TRENGGILING JAWA ... 12

Tulang Tengkorak ... 12

Tulang Belakang ... 14

Tulang Rusuk ... 21

Tulang Dada ... 22

Tulang Lidah ... 23

SKELET APENDIKULAR TRENGGILING JAWA ... 23

Tulang Kaki Depan ... 23

Tulang Kaki Belakang ... 26

PEMBAHASAN ... 29

SKELET AKSIAL TRENGGILING JAWA ... 29

Tulang Tengkorak ... 29

Tulang Belakang ... 30

Tulang Rusuk dan Tulang Dada ... 33

Tulang Lidah ... 34

SKELET APENDIKULAR TRENGGILING JAWA ... 34

Tulang Kaki Depan ... 34

Tulang Kaki Belakang ... 36

KESIMPULAN ... 39


(18)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jumlah tulang belakang pada beberapa hewan ... 5 2 Jumlah tulang belakang trenggiling ... 15


(19)

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Morfologi tulang tengkorak trenggiling jantan (A) dan betina (B) pada bagian dorsal (A1, B1), lateral (A2, B2), ventral (A3, B3), dan

tulang rahang bawah (C) ... 12

2 Skeleton aksial trenggiling tampak lateral ... 14

3 Morfologi tulang leher trenggiling jantan (A) dan betina (B) tampak dorsal (A1, B1), lateral (A2, B2) dan ventral (C) ... 16

4 Morfologi ossa vertebrae thoracalis tampak dorsal (A), lateral (C), dan ossa vertebrae lumbalis (B) trenggiling tampak dorsal ... 15

5 Morfologi tulang gelang panggul trenggiling jantan (A) dan betina (B) tampak dorsal (A1, B1), lateral (A2, B2), dan ventral (A3, B3) ... 17

6 Morfologi tulang ekor trenggiling tampak dorsal (A) dan lateral (B) ... 18

7 Morfologi ossa vertebrae coccygeae tampak lateral (A), ventral (B), dan caudal (C) ... 19

8 Morfologi tulang-tulang daerah dada pada jantan (A) dan betina (B) tampak dorsal (A1) dan ventral (B1) ... 20

9 Morfologi tulang kaki depan tampak lateral (A) dan dorsal (B) ... 22

10 Morfologi tulang telapak kaki depan tampak volar ... 23

11 Morfologi tulang kaki belakang tampak lateral (A) dan dorsal (B) ... 25


(20)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara di wilayah khatulistiwa dengan kekayaan alam hayati yang besar, sehingga disebut negara megabiodiversitas. Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, maka banyak sumber daya alam yang dieksploitasi untuk kepentingan manusia. Eksploitasi yang dilakukan tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan dapat menyebabkan kerusakan hutan, polusi air maupun udara, dan sebagainya. Kerusakan hutan dapat mengakibatkan beberapa jenis satwa terancam keberadaannya.

Salah satu jenis fauna Indonesia yang perlu mendapat perhatian adalah trenggiling. Menurut Soehartono & Mardiastuti (2003) dalam Konvensi Internasional Perdagangan Hewan Liar (CITES) trenggiling masuk kategori appendix II, artinya suatu jenis hewan yang pada saat ini tidak termasuk kedalam kategori terancam punah, namun memiliki kemungkinan terancam punah jika perdagangannya tidak diatur.

Trenggiling merupakan mamalia unik dengan sisik yang menutupi tubuhnya, sehingga menyerupai reptil. Hewan ini dikenal sebagai mamalia bersisik pemakan semut (scally ant eater) dan dalam klasifikasi masuk kedalam ordo Pholidota dengan hanya memiliki satu famili Manidae dan satu genus Manis.

Di dunia ada tujuh spesies yang ditemukan di hutan tropis Asia dan Afrika (Corbet & Hill 1992; Feldhamer et al. 1999). Informasi terbaru menyebutkan

bahwa trenggiling di Pulau Palawan, Filipina merupakan spesies tersendiri yaitu Manis culionensis (Goubert & Antunes 2005), sehingga jumlah spesies diusulkan menjadi delapan.

Skelet adalah susunan berbagai tulang dalam tubuh manusia dan hewan yang saling berhubungan pada berbagai sendi. Skelet mempunyai fungsi utama sebagai penunjang tubuh, sistem lokomosi, dan pelindung jaringan lunak. Tulang-tulang penysusun skelet secara umum dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu tulang-tulang kepala dan badan dan tulang-tulang kaki. Tulang-tulang kepala dan badan disebut skelet aksial karena menjadi sumbu tubuh, sedangkan tulang-tulang kaki disebut skelet apendikular. Pada beberapa hewan memiliki skelet visera yaitu


(21)

2

tulang yang terletak di dalam organ tubuh.

Trenggiling memiliki beberapa tingkah laku yang menarik. Mamalia bersisik ini berjalan dengan keempat kakinya dan merupakan hewan plantigradi. Hewan ini mempunyai kebiasaan memanjat pohon, menggali tanah untuk mencari semut atau rayap, menggantungkan tubuhnya dengan berpegangan pada ekornya yang kuat, menggulungkan tubuhnya ketika merasa terancam, menggendong anaknya dipangkal ekor, serta mampu berdiri tegak dengan dua kaki belakang dan disangga oleh ekornya (Grzimek’s 1975).

Dari tingkah laku tersebut dan bentuk tubuhnya yang unik trenggiling di duga memiliki skelet yang unik sehingga menarik untuk dikaji. Sejauh ini laporan mengenai sistem rangka trenggiling masih relatif sedikit (Lekagul & Neely 1977; Grzimek’s 1975). Oleh karena itu, penelitian mengenai anatomi skelet trenggiling secara menyeluruh ini penting dilakukan.

Tujuan

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari anatomi skelet Trenggiling Jawa.

Manfaat

Data dari hasil penelitian ini akan memberikan manfaat yaitu :

1. Memberikan data dasar bagi penelitian lebih lanjut mengenai sistem perilaku yang terkait dengan skelet pada trenggiling.

2. Memperkaya data biologis trenggiling sebagai salah satu kekayaan hayati Indonesia.


(22)

TINJAUAN PUSTAKA

SRUKTUR SKELET MAMALIA

Menurut Dyce et al. (1996) skelet mempunyai fungsi utama sebagai penunjang tubuh, sistem lokomosi, dan pelindung jaringan lunak. Menurut Laksana et al. (2003) skelet adalah susunan berbagai tulang dalam tubuh manusia dan hewan yang saling berhubungan pada berbagai sendi, sebagai penopang jaringan lunak tubuh, pelindung alat-alat dalam tubuh, serta tempat asal (origo) dan tempat melekatnya (insersio) otot-otot rangka.

Tulang dapat dibedakan menjadi empat berdasarkan pada bentuk dan fungsinya yaitu ossa longa (tulang panjang), ossa plana (tulang pipih), ossa brevia (tulang pendek), dan ossa irregularia (tulang tidak beraturan). Ossa longa dicirikan dengan bentuk silinder memanjang dengan kedua ujung membesar. Ossa longa menjadi penyusun tulang-tulang kaki depan dan kaki belakang. Ossa plana terbagi menjadi dua daerah yaitu daerah untuk pertautan otot dan daerah yang memberikan perlindungan bagi organ yang ditutupinya. Ossa plana yang menyusun skelet meliputi os scapula dan beberapa tulang penyusun tengkorak. Ossa brevia berbentuk pendek seperti ossa carpus dan tarsus yang mempunyai kesamaan panjang, lebar, dan tinggi. Os sesamoidea juga dikategorikan kedalam ossa brevia yang berfungsi untuk mengurangi gesekan otot dengan tulang serta untuk meningkatkan daya pengumpil otot dan tendo. Sedangkan ossa irregularia meliputi tulang-tulang belakang (Getty 1975).

Skelet terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu aksial (poros), apendikular (tambahan), dan visera (jeroan). Skelet aksial terdiri dari tulang tengkorak, ossa columna vertebralis, os costae, os sternum, dan os hyoid. Skelet apendikular terdiri dari tulang-tulang kaki depan dan kaki belakang. Tulang kaki depan disusun oleh os scapula, os humerus, os radius, os ulna, os carpus, os metacarpus, dan os phalanges. Tulang kaki belakang disusun oleh os pelvis, os femur, os tibia, os fibula, os tarsus, os metatarsus, dan os phalanges. Skelet visera terdiri dari tulang yang terletak pada organ tubuh, seperti os penis pada penis anjing, os cordis pada jantung sapi, dan os rostri pada hidung babi (Colville & Bassert 2002).


(23)

4

Skelet Aksial

Kepala memiliki beberapa fungsi penting yaitu sebagai pelindung otak, tempat organ-organ sensoris khusus (penglihatan, penciuman, pendengaran, keseimbangan, dan perasa), sebagai jalan masuknya udara dan makanan, serta sebagai alat mastikasi (pengunyah makanan) (Getty 1975).

Tengkorak dibedakan menjadi tulang-tulang kepala (os occipital, os interparietal, os temporal, os parietal, os frontal, os sphenoid, dan os ethmoid), tulang telinga (incus, malleus, dan stapes) dan tulang-tulang wajah (os incisivum, os lacrimale, os mandibula, os maxilla, os nasale, os zygomaticus, os palatinus, os pterygoideus, os turbinatum, dan os vomer) (Colville & Bassert 2002).

Menurut Getty (1975), os occipital merupakan insersio dari otot-otot yang berfungsi sebagai fleksor dan ekstensor kepala dan leher seperti m. rectus capitis dorsalis major, m. rectus capitis dorsalis minor, m obliquus capitis anterior, m. complexus, m. rectus capitis lateralis, m. rectus capitis ventralis minor, dan m. rectus capitis major.

Ossa collumna vertebralis berperan sebagai sumbu tubuh dan dapat digerakan secara fleksio, ekstensio, dan terkadang torsio oleh otot-otot tulang belakang. Berdasarkan pada posisi dan inervasinya otot-otot tulang belakang dibagi dua, yaitu otot-otot epaxial (otot yang berada di dorsal processus transversus) dan hypaxial (otot-otot yang berada di ventral processus transversus) Otot-otot epaxial berfungsi sebagai extensor columna vertebralis, sedangkan otot-otot hypaxial berfungsi sebagai flexor columna vertebralis (Dyce et al. 1996).

Tulang belakang dikelompokkan menjadi lima daerah yaitu cervical (leher), thoracal (dada), lumbal (pinggang), sacral (panggul), dan coccygeae (ekor). Secara umum ossa vertebrae mempunyai struktur yang hampir sama, yaitu terdiri dari corpus (badan), archus, dan processus. Pada ujung anterior dan posterior corpus terdapat intervertebral fibro-cartilago sebagai bantalan antara os vertebrae satu dengan os vertebrae lainnya. Badan dan arcus membentuk foramen vertebrae yang saling bersambung menjadi canalis vertebralis. Processus ossa vertebrae secara umum mempunyai beberapa bentuk yaitu dua pasang processus articularis (cranial dan caudal), sebuah processus spinosus mengarah ke dorsal, sepasang processus transversus mengarah ke lateral, dan processus mammilaris


(24)

5

yang terletak di antara processus transversus dan processus articularis cranialis. Processus spinosus merupakan tempat perlekatan otot dan ligamen. Processus mammilaris ditemukan pada kebanyakan hewan di ossa vertebrae thoracalis bagian caudal dan ossa vertebrae lumbar bagian cranial. Pada beberapa vertebrata memiliki spina ventralis atau archus hemalis atau os chevron (Getty 1975). Beberapa vertebrata memiliki jumlah tulang belakang yang berbeda-beda seperti yang tertera dalam tabel 1.

Tabel 1 Jumlah tulang belakang pada beberapa hewan Hewan Ossa

vertebrae cervicalis Ossa vertebrae thoracalis Ossa vertebrae lumbalis Ossa vertebrae sacralis Ossa vertebrae coccygeae

Kucing 7 13 7 3 5-23

Sapi 7 13 6 5 18-20

Anjing 7 13 7 3 20-23

Kambing 7 13 7 5 16-18

Kuda 7 18 6 5 15-21

Manusia 7 12 5 5 4-5

Babi 7 14-15 6-7 4 20-23

Domba 7 13 6-7 4 16-18

Sumber: (Colville & Bassert 2002).

Menurut Getty (1975), terdapat beberapa otot yang berorigo maupun berinsersio pada ossa vertebrae coccygeae. Di bagian dorsal ossa vertebrae coccygeae terdapat m. sacro-coccygeus dorsalis yang berorigo pada tiga spina sacralis terakhir dan beberapa processus spinosus os vertebrae cocygeae, serta berinsersio pada permukaan dorsal ossa vertebrae coccygeae. Otot ini jika bekerja bersama otot-otot ekor lainnya berfungsi sebagai ekstensor ekor, sedangkan secara sendiri berfungsi untuk menaikkan ekor ke atas dan menggerakan ekor ke samping. Di bagian ventral os coccygeae terdapat m. sacrococcygeus ventralis. Otot ini mempunyai dua bagian, pars medialis dan pars lateralis, serta berinsersio pada permukaan ventral dari ossa vertebrae coccygeae. Fungsi m. sacrococcygeus ventralis untuk memflexor ekor dan menggerakan ekor ke samping.


(25)

6

Skelet Apendikular

Fossa infraspinata merupakan origo dari m. infraspinatus. Otot ini berfungsi sebagai abduktor kaki depan dan rotasi ke luar dari kaki depan. M. infraspinatus juga membantu ekstensio atau fleksio kaki depan menurut posisi dari caput humeri dengan cavitas os glenoidalis. Pada trenggiling, fungsi fleksio dan ekstensio ini didukung dengan caput humeri yang besar, sehingga dapat membuat gerakan lebih besar. Facies serrata merupakan insersio dari m. serratus ventralis yang berfungsi menarik basis scapula ke caudal dan sebagai otot inspiratorius dalam keadaan memaksa (Getty 1975).

Tuberculum humeri medialis merupakan origo dari m. pectoralis profundus pars humeralis yang berfungsi sebagai aduktor dan retraktor kaki depan serta protaktor tubuh-kaki muka. Tuberositas teres merupakan insersio m. latisimus dorsi dan m. teres major. M. latisimus dorsi berfungsi untuk retraktor kaki depan, protaktor tubuh, dan fiksator os scapula, sedangkan m. teres major berfungsi sebagai fleksor persendian bahu dan adduktor kaki depan. Crista condylus lateralis menjadi origo dari m. extensor carpi radialis yang berfungsi sebagai extensor dan fiksator persendian carpal serta fleksor persendian siku (elbow joint). Epicondylus medialis menjadi origo m. flexor dari carpus dan digit serta bungkul penahan untuk pertautan ligamentum medialis. Otot-otot pronator seperti m. pronator teres muncul dari epicondylus medialis os humerus dan bertemu pada insersio dari m. supinator pada os radius. Otot-otot ini hanya fungsional pada kucing dan anjing. M. pronator quadratus ditemukan hanya pada karnivora. Otot ini berjalan dari corpus os ulna ke corpus os radius, mengisi spatium interosseum (Getty 1975; Dyce et al. 1996).

Extremitas proksimal os tibia mempunyai dua condylus, lateralis dan medialis. Menurut Getty (1975) kedua condylus ini menjadi origo dari m. digitalis pedis profundus yang berfungsi sebagai fleksor jari dan ekstensor persendian tarsus. Crista tibialis menjadi insersio dari m. tensor fascia latae, m. biceps femoris, dan m. semitendinosus. M. tensor fascia latae berfungsi sebagai fleksor persendian panggul dan ekstensor persendian lutut. Pada maleolus medialis os tibia terdapat suatu lekuk yang dalam untuk tendo m. flexor digitalis longusyang berfungsi sebagai fleksor persendian jari.


(26)

7

Secara umum kelompok hewan “scratch digger” yang mencari makan ke dalam lubang memiliki struktur tubuh yang khas. Hewan ini mempunyai kaki yang pendek dan tubuh yang panjang seperti pada beberapa hewan pemakan semut dan armadillo. Struktur yang khas dari “scratch digger” yaitu : 1. tulang pelvis yang sangat kuat karena bersatu dengan os sacrum sehingga menambah tenaga yan dihasilkan oleh kaki belakang sebagai kaki penahan ketika sedang menggali tanah; 2. ossa carpal, metacarpal, dan phalanges pendek dan kuat; 3. mempunyai kuku yang panjang dan kuat untuk menggaruk tanah; 4. olecranon panjang sehingga menghasilkan tenaga ungkit yang besar; 5. os radius pendek sehingga mengurangi “cut-lever” dari otot-otot triceps; 6. epicondylus lateralis besar sebagai origo dari otot supinator dan ekstensor; 7. pemanjangan sudut posterior os scapula sehingga meningkatkan daya angkat dari m. teres major; dan 8. secara umum tulang-tulang ekstremitas memiliki penonjolan yang besar untuk pertautan otot-otot yang kuat (Hildebrand & Goslow 2001; Pough et al. 2005).

Tulang hewan mengalami banyak perubahan untuk beradaptasi dengan lingkungan hidupnya. Hewan yang hidup di air, tanah, dan udara memiliki morfologi tulang yang berbeda satu dengan lainnya. Secara umum mamalia, monotremata, marsupial, insektivora, dan primata adalah hewan plantigradi (Kent & Carr 2001).

TRENGGILING JAWA Klasifikasi dan Distribusi

Pada awalnya trenggiling termasuk kedalam ordo Edentata didasarkan kepada kesamaan ciri morfologi dan jenis pakannya. Akan tetapi saat ini pangolin dikelompokkan ke dalam ordo Pholidota yang hanya memiliki satu famili Manidae dan satu genus Manis (Corbet & Hill 1992; Feldhamer et al. 1999). Nama pangolin merupakan turunan dari satu kata “guling” dalam bahasa Melayu yaitu suatu aktivitas untuk menggulungkan tubuh (Lekagul & Neely 1977).

Keberadaan trenggiling di dunia tidak diketahui secara pasti, karena sangat sedikit fosil yang ditemukan. Fosil dengan panjang 2,2 m pernah ditemukan 50 ribu tahun yang lalu di Jawa. Empat spesies trenggiling ditemukan di Afrika dan tiga spesies ditemukan di Asia yang meliputi Asia tenggara, Cina Selatan, dan


(27)

8

Manis tricupis, M. gigantea, M. temmincki, dan M. tetradactyla. Tiga spesies yang terdistribusi di Asia, yaitu : Trenggiling Jawa (M. javanica) yang tersebar mulai dari Burma, Indonesia, dan Filipina; Trenggiling India (M. crasicaudata) yang tersebar di Ceylon dan Peninsular, India; serta Trenggiling Cina (M. pentadactyla) yang tersebar di Cina Selatan, Taiwan, Indochina, Birma, dan Thailand. Di Indonesia trenggiling tersebar di pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Batam, Bulan, Kundur, Belitung, Nias, Pagai, Bunguran, Karimata, Bali, dan Lombok (Corbet & Hill 1992). Menurut Yasuma & Alikodra (1992) mereka dapat ditemui di hutan-hutan sekunder dan hutan-hutan tinggi serta daerah pertanian.

Dari hasil penelitian terkini diketahui bahwa trenggiling yang berasal dari Palawan dan Culion, Filipina memiliki beberapa perbedaan morfologi dengan Trenggiling Jawa. Perbedaan tersebut dijelaskan oleh (Gaubert & Antunes 2005) berdasarkan enam kriteria, yaitu:1. jumlah sisik tengah punggung; 2. ukuran sisik daerah nuchal, scapular, dan postscapular; 3. perbandingan panjang ekor dengan panjang kepala dan leher; 4. perbandingan panjang tulang hidung dengan panjang total tengkorak; 5. daerah posterior dari os palatine; 6. perpanjangan posterior dari processus temporalis os malare. Karena berbagai perbedaan morfologi tersebut maupun perbedaan DNA, spesies di Palawan diusulkan sebagai spesies tersendiri yaitu M. culionensis terpisah dari M. javanica.

Ekologi dan Perilaku

Trenggiling bersifat soliter dan nokturnal (aktif di malam hari). Mereka tidur di siang hari di dalam liang-liang bawah tanah atau lubang-lubang pohon yang menempel dengan tanah. Anak trenggiling dibawa menempel di bagian atas pangkal ekor induknya. Makanan utama trenggiling terdiri dari rayap dan semut yang diambil dari sarangnya di pohon, di tanah, atau di bawah tanah. Sarang-sarang semut tersebut dibuka dengan kaki bercakar yang lebar dan isinya dijilati dengan lidah yang panjang dan lengket (Yasuma & Alikodra 1992). Trenggiling pandai memanjat pohon dan ekornya digunakan untuk berpegangan ketika berada di atas pohon (Lekagul & Nelly 1977). Hewan ini melindungi dirinya dengan cara menggulung tubuhnya seperti bola serta mengeluarkan bau yang tidak sedap dari kelenjar bau yang terletak di pangkal anus (Collins 1975; Grzimek’s 1975).


(28)

9

Trenggiling adalah hewan plantigradi. Keberadaan kuku pada kaki depan dan belakang tidak menghalanginya ketika bergerak. Pada saat berjalan, kuku kaki depan dan belakang dilipat ke dalam dan bertumpu pada bagian luar dari telapak kakinya. Selain itu, trenggiling selalu menjaga posisi badan dalam keadaan melengkung seperti busur serta ekornya yang panjang dan terangkat tidak menyentuh tanah digunakan untuk menjaga keseimbangan. Pada saat berjalan, trenggiling selalu berhenti dari waktu ke waktu kemudian berdiri dengan kedua kaki belakang dengan dibantu ekor, kepala mengarah ke atas sambil mengendus atau melihat kemungkinan ada musuh. Ketika menggali lubang semut, trenggiling akan bertumpu pada kedua kaki belakang dan ekor sebagai penyangga, sementara kedua kaki depannya digunakan untuk menggali lubang tersebut. Pada saat memanjat pohon, kedua kaki depan dan ekor digunakan untuk mencengkeram batang pohon dengan kuat. Belitan ekor trenggiling sangat kuat karena pada ekor trenggiling terdapat gerigi sisik di lateral ekor yang memperkokoh cengkeraman pada pohon (Grzimek’s 1975).

Trenggiling menggunakan daya penciuman yang tajam ketika mencari semut atau rayap. Pada saat menerobos masuk ke dalam sarang semut, selaput yang terdapat pada saluran hidung dan telinga trenggiling akan menutup untuk mencegah masuknya semut. Disamping itu, mata trenggiling dilindungi dengan membran niktitans yang tebal (Lekagul & Nelly 1977).

Morfologi dan Rangka

Tubuh trenggiling tertutup sisik yang tersusun “overlaping” seperti atap genteng. Bagian ventral tubuh mulai kepala sampai daerah perineum tidak tertutup sisik, tetapi ditumbuhi rambut-rambut kecil yang relatif jarang. Sisik berupa pertandukan kulit yang terbentuk dari lapis epidermis. Kepala berbentuk kerucut, matanya kecil, dan daun telinga sederhana. Hewan ini tidak mempunyai gigi dan lidahnya digunakan untuk mencari makan. Lidahnya dapat menjulur panjang dan lengket oleh sekreta kelenjar mandibularis. Trenggiling memiliki kaki yang kuat dan pendek serta dilengkapi dengan cakar yang sangat berguna untuk menggali dan memanjat. Trenggiling mempunyai ekor yang kuat dan dapat digunakan untuk berpegangan pada saat memanjat pohon. Panjang ekor kira-kira sama dengan panjang tubuhnya dan seluruhnya bersisik. Trenggiling yang hidup di pohon


(29)

10

(M. tricupis) mempunyai ekor yang lebih panjang dari tubuhnya (Yusuf 2007). Trenggiling tidak hanya memiliki penampakkan luar yang khas, tetapi sistem rangka dan struktur tulangnya juga demikian. Mereka memperlihatkan adaptasi khusus yang istimewa berkaitan dengan pola hidup dan makan. Tulang kepala mempunyai sedikit protrusio (peninggian) tulang pipi dan tulang wajah. Hal ini menandakan otot pengunyah tidak berkembang. Rahang bawah tidak berkembang dengan baik, berbentuk kecil, dan tidak memiliki bagian vertikal yang membentuk angulus dan menjadi tempat bertautnya otot-otot pengunyah. Rahang bawah maupun rahang atas tidak dilengkapi dengan gigi. Trenggiling memiliki moncong hidung yang panjang dan lubang mulut yang sempit. Pada spesies Asia processus xiphoideus mengalami adaptasi berbentuk memanjang dan ujungnya bulat melebar seperti sendok (Grzimek’s 1975).

Panjang trenggiling secara umum berkisar antara 75-150 cm dengan panjang ekor berkisar antara 45-55 % dari seluruh panjang tubuh. Trenggiling Jawa memiliki panjang badan 50-60 cm dan panjang ekor 30-40 cm. Spesies ini memiliki tulang dada (os vertebrae thoracalis) berjumlah 11-16 buah, tulang pinggang (os vertebrae lumbalis) berjumlah 5-6 buah, tulang sacrum (os vertebrae sacralis) 2-4 buah, dan tulang ekor (os vertebrae coccygeae) berjumlah 21-47 buah. Akan tetapi, mamalia bersisik ini tidak memiliki os clavicula (tulang selangka) (Grzimek’s 1975).

Beberapa tulisan yang telah ada hanya menyinggung sebagian dari skelet trenggiling sehingga belum menggambarkan dengan jelas skelet trenggiling secara keseluruhan.


(30)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Anatomi, Bagian Anatomi, Histologi, dan Embriologi, Departemen AFF-Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Oktober 2006-Maret 2007.

Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua spesimen trenggiling (M. javanica) (jantan dan betina), yang digunakan dalam penelitian disertasi Nisa’ (2005). Bahan penelitian telah diawetkan dengan formalin 10 %.

Bahan-bahan kimia yang diperlukan meliputi deterjen, amoniak, kaporit, H2O2 6 % serta air. Adapun alat-alat yang diperlukan adalah sarung tangan,

skalpel, pinset, pisau, sikat logam, ember plastik besar, panci, pemanas, pengaduk kayu, gunting bedah, dan gelas ukur.

Metode Penelitian Preparasi

Preparasi spesimen diawali dengan melepaskan sisik yang menempel pada kulit. Kulit kemudian disayat dan dilepaskan dari otot-otot atau tulang yang ada dibawahnya. Otot-otot dilepaskan dari pertautannya pada tulang sampai cukup bersih, otot yang melekat pada tulang rawan dibersihkan dengan hati-hati agar tulang rawan tidak rusak. Untuk melunakkan sisa-sisa otot yang masih menempel pada skelet, spesimen direndam dalam larutan deterjen 1-1,5 % dalam air yang telah dipanaskan, dengan lama perendaman selama 7 hari. Setelah itu, skelet diangkat dan disikat dengan sikat kawat yang halus. Untuk memaksimalkan proses pembersihan, kerangka direndam lagi dalam larutan yang terdiri dari : amoniak 0,6 % dan kaporit 1 % dalam air yang telah dipanaskan, dengan lama perendaman selama 48 jam. Tahap selanjutnya perendaman dalam larutan H2O2 6

% selama 48 jam dan terakhir disikat dengan sikat kawat secara hati-hati dan dicuci dalam air mengalir. Khusus tulang kepala dipisahkan dari tubuh untuk membersihkan otak dengan cara menyemprotkan air yang bertekanan tinggi


(31)

11

ke dalam ruang otak melalui foramen magnum sampai bersih.

Pengamatan

Penelitian dilakukan secara deskriptif dengan cara mengamati preparat, mencatat hasil pengamatan, dan membandingkannya dengan skeleton hewan lain maupun literatur yang terkait dengan sistem skeleton. Selanjutnya dilakukan pemotretan pada semua bagian skeleton dengan menggunakan kamera digital Nikon seri A95.

Perangkaian

Skelet trenggiling kemudian dirangkai menurut posisi alamiahnya. Skelet yang kaku karena tendo-tendo dan tulang rawan yang mengering direndam lagi selama kurang lebih 10 menit dalam H2O2 2 % untuk melunakkannya sebelum


(32)

C

HASIL

SKELET AKSIAL TRENGGILING JAWA Tulang Tengkorak

Gambar 1 Morfologi tulang tengkorak trenggiling jantan (A) dan betina (B) tampak dorsal (A1, B1), lateral (A2, B2), ventral (A3, B3), dan tulang rahang bawah (C). a. os occipitale, b. os parietale, c. os frontale, d. os nasale, e. os malare, f. os palatinum, g. ligamen penghubung processus zygomaticus os temporale dengan processus temporalis os malare, h. os maxillare, i. os praemaxillare, j. choane, k. os pterygoideus, l. processus zygomaticus os temporale, m. processus temporalis os malare, n. palatum durum (bar : 1 cm)

Dari hasil pengamatan secara superfisial, tulang tengkorak trenggiling tersusun oleh os occipitale, os temporale, os parietale, os frontale, os nasale,

j n

m l h B3 k b c d B1 a

g h

i

B2 f

e

A2 e

A1

a b

d c

A3

m

i


(33)

13

os malare (os zygomaticus), os praemaxillare, os maxillare, os palatinum, os pterygoideus, os sphenoidale, dan os mandibulare. Tulang tengkorak trenggiling berbentuk memanjang dan mengerucut ke anterior. Bagian dorsal rata memanjang dan disusun oleh os parietale, os frontale, dan os nasale (Gambar 1 A1-3, B1-3, dan C).

Os occipitale trenggiling mempunyai permukaan yang luas, kasar, dan berbungkul-bungkul. Tulang ini menjadi dinding posterior dari cavum cranii (ruang otak). Pada bagian caudal os occipitale trenggiling betina terdapat tiga crista (kanan, tengah, dan kiri) yang mengarah dorsoventral, sedangkan pada trenggiling jantan hanya terdapat crista tengah. Tepat di bawah crista kanan dan kiri terdapat dua condylus occipitalis yang mengadakan persendian dengan os atlas. Trenggiling jantan memiliki squama occipitalis, tetapi tidak pada trenggiling betina (Gambar 1 A1 dan B1). Processus paramastoideus tidak ditemukan pada trenggiling jantan dan betina. Foramen hypoglosum terletak di anterior dari condylus occipitalis (Gambar 1 A3 dan B3).

Os temporale menjadi salah satu penyusun dinding lateral tengkorak trenggiling. Bidang luar (facies temporalis) berbentuk konveks dan turut membentuk fossa temporalis trenggiling yang sempit. Processus zygomaticus os temporale trenggiling pendek. Pada bagian ventral dari pangkal processus zygomaticus os temporale terdapat facies articularis dengan os mandibulare. Bulla tympanica berada di antara foramen lacerum anterior dan foramen lacerum posterior. Os pterygoideus terletak di bagian medial dari bulla tympanica (Gambar 1 A2-3 dan B2-3).

Os frontale mempunyai luas bidang terbesar pada daerah dorsal dan tidak memiliki processus zygomaticus. Os frontale, os nasale, dan os praemaxillare membentuk atap dari cavum nasi, sehingga trenggiling memiliki daerah cavum nasi yang luas (Gambar 1 A1 dan B1).

Os nasale menutupi ruang hidung, memanjang ke anterior menyerupai mata tombak. Di bagian posterior tulang ini berbatasan dengan os frontale, di bagian anterior berbatasan dengan os praemaxillare, dan di bagian lateral berbatasan dengan os maxillare (Gambar 1 A1 dan B1).


(34)

14

a b c d e

Os malare terdapat di bagian posterior dari os maxillare. Processus temporalis os malare trenggiling pendek. Os praemaxillare terletak di bagian anterior os nasale dan ke anterior berhubungan dengan tulang rawan hidung. Os maxillare terletak di bagian lateral kiri dan kanan dari os nasale serta berbentuk segitiga (Gambar 1 A2-3 dan B2-3).

Os palatinum berada di bagian anterior dari os pterygoideus dan menjadi dinding ventral dari choane. Di bagian dorsoanterior dari tulang ini ditembus oleh tiga foramen, yaitu foramen sphenopalatinum, foramen maxillare, dan foramen palatinum posterior (Gambar 1 A3 dan B3).

Os mandibulare trenggiling berbentuk sederhana menyerupai huruf ’V’. Pada tulang ini terdapat foramen mandibulare yang terlihat pada bagian medioposterior. Foramen ini ke anterior dihubungkan oleh canalis mentalis dengan foramen mentale yang terdapat di ujung anterolateral os mandibulare. Foramen ini berdiameter besar jika dibandingkan dengan besarnya os mandibulare. Pada os mandibulare tidak terdapat limbus alveolaris, angulus mandibulare, dan processus coronoideus (Gambar 1 C).

Kotak mata trenggiling di bagian caudoventral tidak di batasi oleh arcus zygomaticus, tetapi dibatasi oleh ligamen yang menghubungkan procsessus temporale os malare dengan processus zygomaticus os temporale. Processus temporale os malare memanjang ke posterior melewati foramen sphenopalatinum (Gambar 1 A2-3 dan B2-3).

Tulang Belakang

Gambar 2 Skeleton aksial trenggiling tampak lateral.

a. daerah cervical, b. daerah thoracal, c. daerah lumbal, d. daerah sacral, e. daerah coccygeae (bar : 3 cm)


(35)

15

Tulang belakang terdiri atas beberapa ruas tulang yang mempunyai bentuk tidak beraturan. Rangkaian tulang ini berperan sebagai poros tubuh yang kokoh tapi cukup fleksibel. Pada trenggiling didapatkan jumlah tulang belakang seperti yang tertera dalam tabel 2.

Tabel 2 Jumlah tulang belakang trenggiling Sex Ossa vertebrae cervicalis Ossa vertebrae thoracalis Ossa vertebrae lumbalis Ossa vertebrae sacralis Ossa vertebrae coccygeae

Jantan 7 15 6 3 27

Betina 7 15 6 4 28

Ossa vertebrae cervicalis

Trenggiling mempunyai ossa vertebrae cervicalis tujuh buah dan semuanya memiliki foramen transversarium, foramen alare, dan foramen intervertebrale. Os vertebrae cervicalis I disebut os atlas yang mengadakan persendian dengan os occipital di cranial dan os vertebrae cervicalis II di caudal. Os atlas trenggiling mempunyai bentuk menyerupai bangun segi empat. Pada alae atlantis bagian dorsal terdapat satu fossa (lekuk) besar yang berisi tiga foramen :

Foramen transversarium, mengarah ke posterior searah dengan foramen transversarium dari os vertebrae yang ada dibelakangnya.

Foramen alare, mengarah ke lateroventral dan terlihat pada fossa atlantis. Foramen intervertebrale (vertebrale laterale), mengarah ke anteromedial. Selain dari ketiga foramen tersebut, alae atlantis bagian caudolateral berbentuk menyerupai processus transversus. Di bagian dorsoanterior terdapat tuberculum dorsalis cranialis, sedangkan di bagian dorsoposterior terdapat tuberculum dorsalis caudalis (Gambar 3 A1-2 dan B1-2).

Os vertebrae cervicalis II disebut os axis dan mengadakan persendian dengan os atlas pada processus articularis cranialis dan dens axis. Processus spinosus os axis memanjang ke cranial dan ke caudal. Processus transversus os axis berkembang dengan baik, memanjang ke caudoventral (Gambar 3 A1-2 dan B1-2).


(36)

16

1 f e

C

Os vertebrae cervicalis III, IV, dan V mempunyai bentuk yang hampir sama. Processus spinosus mengarah ke dorsocaudal, processus transversus berkembang dengan baik melekuk ke caudoventral. Os vertebrae cervicalis VI pada trenggiling jantan mempunyai processus transversus melekuk dengan arah caudoventral sedangkan pada trenggiling betina berbentuk seperti bungkul (Gambar 3 A1-2 dan B1-2).

Gambar 3 Morfologi tulang leher trenggiling jantan (A) dan betina (B) tampak dorsal (A1, B1), lateral (A2, B2), dan ventral (C). a. os atlas, b. processus spinosus os axis, c. procesus spinosus os vertebrae cervicalis VII, d. tulang yang mengadakan hubungan persendian dengan processus transversus os vertebrae cervicalis VII dan menyerupai os costae, e. processus transversus os vertebrae cervicalis VI , f. facies ventralis (bar : 1 cm)

B1

a

A1

a

B2

d c

b

a

e e


(37)

17

a

b c

A

Os vertebrae cervicalis VII pada trenggiling betina mempunyai processus spinosus yang lebih tinggi dibandingkan jantan serta berujung tumpul dengan arah dorsocaudal, mirip dengan processus spinosus os vertebrae thoracalis. Processus transversus os vertebrae cervicalis VII di bagian kanan dan kiri mengadakan persendian dengan tulang panjang melekuk mirip os costae. Hal ini berbeda dengan processus transversus pada trenggiling jantan yang berbentuk seperti tuberculum (Gambar 3 A1-2 dan B1-2). Crista ventralis tidak berkembang pada seluruh ossa vertebrae cervicalis trenggiling (Gambar 3 C).

Ossa vertebrae thoracalis

Gambar 4 Morfologi ossa vertebrae thoracalis (A) dan ossa vertebrae lumbalis (B) tampak dorsal dan lateral (C) trenggiling betina. a. processus mammilaris, b. processus articularis cranialis, c. processus articularis

caudalis, d. processus spinosus os vertebrae thoracalis 13, e. processus spinosus os vertebrae lumbalis dua (bar : 1 cm)

Ossa vertebrae thoracalis mempunyai bidang persendian untuk mengadakan persendian dengan os costae (tulang rusuk). Corpus ossa vertebrae thoracalis trenggiling mempunyai panjang yang hampir sama antara os vertebrae thoracalis 1-15. Di bagian cranial terdapat fovea costalis cranialis dan di caudal terdapat fovea costalis caudalis. Keduanya mengadakan persendian dengan capitulum os costae. Processus transversus mempunyai fovea transversaria yang mengadakan persendian dengan tuberculum ossa costae. Processus mammilaris terdapat mulai dari os vertebrae thoracalis 1-15 (Gambar 4).

a b

B c

d

C


(38)

18

Processus spinosus trenggiling memendek sampai di os vertebrae thoracalis kedelapan dengan arah dorsocaudal. Selanjutnya sampai os vertebrae thoracalis 13, processus ini mempunyai tinggi yang hampir sama dengan arah tegak lurus. Processus spinosus os vertebrae thoracalis 14-15 mengarah dorsocranial dan berukuran lebih tinggi (Gambar 4 C).

Processus articularis cranialis ossa vertebrae thoracalis 13-15 mempunyai permukaan yang melekuk ke anteromedial sehingga menahan processus articularis caudalis yang memanjang ke caudal membentuk processus accessorius di medial dari processus mammilaris (Gambar 4 A dan B).

Ossa vertebrae lumbalis

Ossa vertebrae lumbalis trenggiling mempunyai processus transversus yang berkembang dengan baik. Pada trenggiling jantan processus transversus ossa vertebrae lumbalis 1-6 mengarah craniolateral. Pada trenggiling betina processus transversus pertama mempunyai arah caudolateral, sedangkan processus transversus os vertebrae lumbalis 2-6 mengarah craniolateral (Gambar 4 A dan B).

Processus spinosus trenggiling semakin bertambah tinggi mulai dari os vertebrae lumbalis 1-5 dengan arah dorsocranial, sedangkan pada processus spinosus os vertebrae lumbalis keenam memendek dengan arah dorsocaudal. Processus mammilaris dan processus accessorius terdapat di sepanjang os vertebrae lumbalis. Penjuluran ke medial dari processus articularis cranialis terdapat di sepanjang os vertebrae lumbalis (Gambar 2 dan Gambar 4 C).

Ossa vertebrae sacrale dan os coxae

Os vertebrae sacrale pada trenggiling bersatu. Trenggiling jantan mempunyai tiga ossa vertebrae sacrale yang bersatu, sedangkan trenggiling betina memiliki empat ossa vertebrae sacrale yang bersatu. Processus mammilaris dari masing-masing os sacrum berkembang dengan baik. Processus spinosus os sacrum trenggiling masih terlihat jelas dengan tiga peninggian pada jantan dan empat peninggian pada betina. Processus transversus os sacrum pertama dan kedua pada trenggiling jantan bersatu, sedangkan yang ketiga tidak


(39)

19

bersatu. Pada trenggiling betina processus transversus os sacrum pertama dan kedua bersatu, sedangkan processus transversus os sacrum ketiga bersatu dengan yang keempat. Processus transersus os vertebrae sacrale menyatu dengan os ilium, membentuk hubungan persendian yang kuat sekali seperti persendian pada tulang-tulang kepala (Gambar 5 A1 dan B1). Os coxae dibentuk oleh os ilium, os ischium, dan os pubis. Sudut kemiringan yang dibentuk oleh os coxae dengan os sacrum relatif kecil sehingga os ilium hampir berada dalam satu garis lurus dengan os ischium (Gambar 5 A2 dan B2).

Gambar 5 Morfologi tulang gelang panggul trenggiling jantan (A) dan betina (B)

tampak dorsal (A1, B1), ventral (A2, B2), dan lateral (A3, B3). a. processus transversus os sacrum keempat pada betina dan ketiga pada

jantan, b. os ilium, c. processus mammilaris os sacrum kedua, d. os chevron e. batas persendian antara os sacrum dengan os coxae, f. os

sacrum pertama, g. os pubis, h. os ischium, i. symphysis pelvis, j. ligamentum sacrotuberosum (bar : 1 cm)

b

as c

B1

f e

B3

d

A1

a

A3

d

B2

j

i

A2

h

g b


(40)

20

Acetabulum merupakan lekuk yang mengadakan persendian dengan caput os femur dan menjadi pertemuan dari os ilium, os ischium, dan os pubis. Margo posterior dari os ischium dan os pubis membentuk sudut yang mendekati tegak lurus. Processus transversus os sacrum terakhir dihubungkan dengan tuber ischii oleh ligamentum sacrotuberous yang sangat pendek. Hubungan ini menyebabkan terbentuknya foramen berbentuk oval di bagian dorsal dari foramen obturatorium yaitu foramen sacroischium (Gambar 5 A2 dan B2).

Ossa vertebrae coccygeae

Trenggiling mempunyai ossa vertebrae coccygeae yang sangat berkembang dan ke caudal bentuknya semakin mengecil. Terdapat sedikit perbedaan jumlah antara ossa coccygeae pada trenggiling betina dan jantan. Dari spesimen yang ada menunjukkan trenggiling betina mempunyai 28 buah ossa coccygeae sedangkan trenggiling jantan mempunyai 27 buah ossa coccygeae (Tabel 1). Os coccygeae pertama bersendi dengan processus articularis os sacrum terakhir.

Gambar 6 Morfologi tulang ekor trenggiling tampak dorsal (A) dan lateral (B). a. processus mammilaris, b. penjuluruan ke medial dari processus articularis cranialis (bar : 1 cm)

Processus transversus memanjang ke lateral. Penjuluran ke medial dari processus articularis cranialis terlihat sampai os coccygeae keenam (Gambar 6 A). Semakin ke caudal processus articularis cranialis semakin hilang. Pada trenggiling jantan processus articularis cranialis masih terlihat sampai os coccygeae ke-13, sedangkan pada trenggiling betina sampai os coccygeae ke-14. Processus mammilaris terdapat sampai os coccygeae terakhir.

b

a

A

a


(41)

21

Pada bagian ventral corpus menyediakan facies articularis dextra dan sinistra untuk mengadakan persendian dengan os chevron (Gambar 7 C). Os chevron pada trenggiling jantan terdapat pada daerah persendian antara os sacrum terakhir dengan os coccygeae pertama, sedangkan pada trenggiling betina terdapat pada bidang ventral persendian antara os coccygeae pertama dan kedua (Gambar 5 A3 dan B3). Os chevron trenggiling mengalami perubahan bentuk dari cranial ke caudal, yaitu dari bentuk huruf ’Y’ menjadi huruf ’V’. Os chevron terdapat sampai os coccygeae terakhir (Gambar 7A). Processus spinosus pada trenggiling betina masih terlihat sampai os coccygae ke-18 (Gambar 7 A), sedangkan pada trenggiling jantan terlihat sampai os coccygeae ke-19.

Gambar 7 Morfologi ossa vertebrae coccygeae trenggiling betina tampak lateral (A), ventral (B), dan caudal (C). a. os chevron pertama pada trenggiling betina, b. ujung ekor, c. processus transversus, d. processus articularis caudalis, e. processus mammilaris, f. os chevron (bar : 1 cm)

Tulang Rusuk

Tulang rusuk membentuk dinding lateral dari ruang dada. Tersusun secara berpasangan kiri dan kanan sesuai dengan jumlah ossa vertebrae thoracalis yaitu 15 pasang. Tulang ini tersusun dari dua bagian yaitu os costae sternalis dan asternalis yang terletak di bagian dorsal, kemudian bersambung ke ventral dengan cartilago costae.

a

b

A

a

B

e

d c

f


(42)

22

Ossa costae terbagi menjadi extremitas vertebralis dan extremitas sternalis. Extremitas vertebralis terdiri atas kepala (capitulum), leher (collum), dan tuberculum. Capitulum memiliki facies articularis capitis costae yang mengadakan hubungan dengan corpus dari os vertebrae thoracalis yang senomor dan satu nomor didepannya, sedangkan tuberculum mempunyai facies articularis tuberculi costae yang mengadakan persendian dengan processus transversus os vertebrae thoracalis yang senomor. Corpus os costae memiliki facies lateralis konveks dan facies medialis konkaf. Trenggiling mempunyai os costae yang langsung berhubungan dengan os sternum pada cartilago costae (ossa costae sternalis) sebanyak tujuh pasang. Selebihnya (delapan pasang) merupakan ossa costae asternalis. Os costae terakhir pada trenggiling jantan hanya berbentuk seperti sayap segitiga pendek mirip dengan processus transversus os vertebrae lumbalis, serta mengarah caudolateral. Pada trenggiling betina os costae terakhir berbentuk seperti sayap kecil memanjang ke caudolateral (Gambar 8 A1 dan B1).

Gambar 8 Morfologi daerah tulang-tulang dada pada jantan tampak dorsal (A1) dan betina tampak (B1). a. os costae ke-15, b. processus xiphoideus, c. os sternum, d. os costae pertama (bar : 1 cm)

Tulang Dada

Tulang dada (os sternum) merupakan bagian ventromedial dari ruang dada trenggiling dan sebagai tempat bertautnya cartilago costae. Tersusun dari delapan sternebrae (segmen tulang) yang dihubungkan oleh cartilago intervening. Extremitas anterior disebut manubrium sterni, sedangkan extremitas posterior disebut processus xiphoideus (cartilago xiphoid). Trenggiling memiliki cartilago xiphoid yang panjang dengan ujung posterior membulat mirip kepala sendok.

A1

a a

c

d b


(43)

23

Tulang Lidah

Tulang lidah (os hyoideus) terletak di pangkal laring. Tulang ini terdiri dari tiga tulang sederhana yang saling bersendi membentuk huruf ‘U’.

SKELET APENDIKULAR TRENGGILING JAWA Tulang Kaki Depan

Tulang-tulang kaki depan dibagi menjadi beberapa daerah yaitu shoulder girdle (gelang bahu), brachium (lengan atas), ante brachium (lengan bawah), dan manus (tulang telapak kaki depan).

Gelang bahu

Tulang gelang bahu trenggiling hanya tediri dari os scapulae. Os scapulae trenggiling berbentuk pipih, terletak di ujung proximal kaki depan dan di bagian anterior dinding lateral thorax. Os scapulae memiliki dua facies (permukaan), tiga margo (tepi), dan tiga anguli (sudut) (Gambar 9 A).

Facies lateralis di bagi oleh spina scapulae menjadi dua fossa, fossa supraspinata dan fossa infraspinata. Pada fossa supraspinata di dekat collum scapulae terdapat daerah yang melebar (processus accesorius). Daerah yang melebar ini menambah luas fossa supraspinata. Pada facies lateralis terlihat beberapa foramina nutrien (Gambar 9 A). Facies medialis mempunyai fossa subscapularis yang diapit oleh facies serrata. Ketiga facies dibagi dengan jelas oleh dua garis.

Margo caudalis rata dan tebal di proksimal serta konkaf di distal. Margo vertebralis terletak di proksimal kemudian ke dorsal bersambung dengan cartilago scapulae. Margo cranialis sedikit konkaf di bagian distal (Gambar 9 A).

Angulus caudalis menebal serta terdapat tambahan tulang (processus accessorius) dengan batas persambungan yang jelas terlihat (Gambar 9 A). Angulus cranialis tumpul dan tipis. Angulus glenoidalis dihubungkan oleh suatu bagian yang sempit, collum scapulae. Angulus glenoidalis memiliki bidang persendian dengan os humerus pada cavitas glenoidalis. Tuber scapulae terlihat di anterior dari collum scapulae.


(44)

24

Tulang lengan atas

Os humerus trenggiling memiliki beberapa daerah yang sangat berkembang. Memiliki satu corpus dan dua extremitas. Extremitas proximalis mempunyai caput yang besar dan permukaan persendian berbentuk konveks yang luas. Tuberculum humeri medialis besar sedangkan tuberculum humeri lateralis lebih kecil dan berbentuk seperti crista. Crista ini kemudian bersambung dengan tuberositas teres (Gambar 9).

Gambar 9 Morfologi tulang kaki depan tampak lateral (A) dan dorsal (B). a. os scapulae, b. os humerus, c. olecranon, d. os ulnare, e. os radius, f. daerah manus, g. processus accessorius pada angulus caudalis, h. processus accessorius pada angulus glenoidalis i. tuberculum humeri

lateralis, j. tuberculum humeri medialis, k. os sesamoidea, l. epicondyolus medialis, m. foramen supracondyloidea (bar : 1 cm)

Corpus os humerus memiliki banyak lekukan dan crista. Tuberositas teres mempunyai permukaan yang luas, kemudian bersambung menuju extremitas distalis membentuk crista. Extremitas distalis melebar seperti ujung dayung. Condylus medialis dan lateralis mengadakan hubungan persendian dengan os radius dan os ulna serta dipisahkan oleh suatu lekukan. Di bagian proksimal dari lekukan tersebut terdapat fossa olecrani yang cukup dalam dan besar. Di bagian lateral dari epicondylus lateralis terdapat os sesamoidea (tulang tambahan).

i

j l

m k

B

g

a

h

b c

d e

f


(45)

25

Crista condylus lateralis pada trenggiling jelas terlihat. Epicondylus medialis sangat berkembang ke medial. Di bagian proksimal dari condylus medialis terdapat foramen supracondyloidea (Gambar 9 B).

Tulang lengan bawah

Os radius mempunyai extremitas proximalis yang bersendi dengan condylus medialis os humerus, os sesamoidea, dan os ulna. Os radius trenggiling memiliki corpus yang besar dan banyak lekukan serta garis. Extremitas distal bersendi dengan os carpi radiale dan os carpi ulnare. Bidang dua pertiga dorsodistal os radius terlihat jelas membentuk crista (Gambar 9 A).

Os ulnare tidak bersatu dengan os radius tetapi mengadakan persendian di proksimal dan distal. Extremitas proksimal os ulnare memiliki processus anconeus, yaitu penjuluran runcing di tepi dorsal. Di bagian distal dari processus anconeus terdapat suatu lekuk (incisura semilunaris) yang mengadakan persendian dengan os humerus bagian distal. Di antara os ulnare dan os radius terdapat spatium interosseum yang lebar. Extremitas distal os ulnare bersendi dengan os carpi ulnare. Trenggiling memiliki olecranon yang besar dan kasar (Gambar 9 A).

Manus

Ossa carpi trenggiling mempunyai dua baris, proksimal dan distal. Di bagian proksimal, dari medial terdapat os carpi accessorius yang berada di bagian volar dari os carpi ulnare, os carpi radio-intermediate (os carpi radiale dan os carpi intermedium yang bersatu), dan os carpi ulnare. Di bagian distal dari medial terdapat os carpi primum (carpi I), os carpi secundum (carpi II), os carpi tertium (carpi III), dan os carpi quartum (carpi IV) (Gambar 9A dan 10).

Trenggiling memiliki lima buah ossa metacarpalia. Os metacarpalia ketiga mempunyai ukuran terbesar. Panjang antara os metacarpalia dua, tiga, dan empat hampir sama. Os metacarpalia terpendek dimiliki oleh os metacarpalia kelima. Ossa phalanges trenggiling ada tiga buah pada masing-masing jari. Jari ketiga (jari tengah) bersambung dengan kuku yang melengkung tajam. Jari ketiga memiliki ukuran terpanjang, begitu pula ukuran kukunya. Trenggiling jantan


(46)

26

a b

mempunyai panjang kuku jari ketiga 3,1 cm, sedangkan trenggiling betina 2,9 cm. Di bagian volar semua jari pada persendian antara os metacarpal dengan phalanges pertama terdapat ossa sesamoidea proximalis. Susunan os phalanges trenggiling 3-3-3-3-3 (Gambar 9 A dan 10).

Gambar 10 Morfologi tulang telapak kaki depan tampak volar. a. os accessorius, b. os sesamoidea proximalis (bar : 1 cm)

Tulang Kaki Belakang

Tulang kaki belakang tersusun dari empat bagian yaitu pelvic girdle (gelang panggul), thigh (femur), leg (tibia dan fibula), dan pes (telapak kaki).

Gelang panggul

Pelvic girdle (gelang panggul) trenggiling terdiri dari tulang-tulang gelang panggul yang menyatu. Os coxae menyatu dengan os sacrum membentuk bangun pelvis yang kokoh. Os coxae terdiri dari tiga tulang yaitu, os ilium, os ischium, dan os pubis. Foramen obturatorium berada di antara os pubis di bagian ventral dan os ischium di bagian dorsal (Gambar 5 A2 dan B2).

Tulang paha

Os femur (tulang paha) memiliki dua extremitas dan satu corpus. Extremitas proksimal terdiri atas caput, collum, dan trochanter major. Caput femoris dan trochanter major mempunyai ketinggian yang hampir sama. Caput femoris besar dan mempunyai permukaan persendian yang luas, terletak di bagian medioproximal dan mengadakan persendian dengan acetabulum dari os coxae. Collum jelas terlihat di anteromedial. Trochanter major memiliki satu kepala yang besar dan terletak di bagian lateroproximal. Carpus di bagian medioproximal memiliki trochanter minor yang besar, menonjol ke medial. Extremitas distal memiliki trochlea di anterior dan dua condylus di posterior. Condylus medialis


(47)

27

dan condylus lateralis dipisahkan oleh fossa intercondyloid dan kedua condylus ini berhubungan dengan condylus dari os tibia. Trochlea merupakan bidang persendian dengan os patella, mempunyai rigi di bagian medial dan lateral. Rigi medial mempunyai ukuran yang lebih besar dan lebar. Di bagian plantar dari condylus lateralis terdapat os sesamoidea yang juga mengadakan persendian dengan extremitas proksimal dari os tibia. Os patella trenggiling mempunyai bentuk mirip segitiga (Gambar 11 A dan B).

Gambar 11 Morfologi tulang kaki belakang tampak lateral (A) dan dorsal (B). a. tuber calcis, b. spatium interosseum, c. os sesamoidea, d. crista epicondylus lateralis e. daerah pes, f. os tibia, g. os fibulla, h. os

patella, i. os femur, j. trochanter minor, k. caput os femur, l. trochanter major (bar : 1 cm)

Tulang kaki bawah

Os tibia trenggiling memiliki satu corpus dan dua extremitas. Extremitas proksimal mempunyai dua condylus, lateralis dan medialis. Bagian plantar dari condylus lateralis terdapat bidang persendian dengan os sesamoidea. Pada extremitas proximalis, di antara condylus lateralis dan medialis terdapat spina tibiale. Tuberositas tibiale terdapat di bagian anterior. Corpus mempunyai margo lateralis yang membentuk spatium interosseum dengan os fibula. Extremitas distal bagian medial disebut maleolus medialis. Pada maleolus medialis terdapat

a

c b

d

A

i f

h

k j

l e


(48)

28

suatu lekuk yang cukup dalam. Extremitas lateral os tibia mengadakan persendian dengan os fibula. Bagian distal os tibia mengadakan hubungan persendian dengan os tarsi tibiale (Gambar 11).

Os fibula terletak di bagian lateral dari os tibia. Extremitas proksimal membentuk persendian dengan os tibia. Corpus os fibula langsing serta membentuk spatium interoseum dengan corpus os tibia. Extremitas distal bagian medial mengadakan persendian dengan os tibia, sedangkan bagian lateral membentuk maleolus lateralis. Bagian distal os fibula mengadakan persendian dengan os tarsi tibiale dan os tarsi fibulare (G.ambar 11).

Tulang telapak kaki

Os tarsi fibulare (os calcaneus) memanjang ke plantar menjadi tuber calcis. Ke bagian proksimal bersendi dengan os tarsi tibiale. Ossa tarsal bagian medial terdapat os tarsi centrale. Susunan ossa tarsi bagian distal dari medial yaitu os tarsi accecorius, os tarsi primum (tarsi I), os tarsi secundum (tarsi II), os tarsi tertium (tarsi III), dan os tarsi quartum (tarsi IV). Di bagian medial dari os tarsi primum terdapat persendian dengan os sesamoidea (Gambar 11 B dan 12).

Trenggiling memiliki lima buah ossa metatarsal. Os metatarsal terpanjang adalah os metatarsal keempat, sedangkan os metatarsal tebesar adalah os metatarsal ketiga. Di antara ossa metatarsal dengan ossa phalanges pertama terdapat ossa sesamoidea proximalis (Gambar 11 B dan 12).

Gambar 12 Morfologi tulang telapak kaki belakang tampak plantar. a. kuku jari ketiga, b. os sesamoidea proximalis (bar : 1 cm)

Ossa phalanges trenggiling ada tiga buah pada masing-masing jari. Pada tiap-tiap os phalanges ketiga terdapat kuku yang tumbuh melengkung panjang. Kuku paling panjang terdapat pada jari ketiga. Trenggiling jantan memiliki panjang kuku jari ketiga 2,4 cm, sedangkan trenggiling betina 2,37 cm. Susunan os phalanges trenggiling 3-3-3-3-3 (Gambar 12).

a


(49)

PEMBAHASAN

SKELET AKSIAL TRENGGILING JAWA

Tulang Tengkorak

Trenggiling memiliki daerah cavum nasi yang luas karena dinaungi oleh tiga tulang yaitu os frontale, os nasale, dan os praemaxillare. Hal ini diduga berkaitan dengan penciuman trenggiling yang tajam. Penciuman tersebut digunakan pada saat mencari sumber makanan berupa semut atau rayap. Kepala trenggiling berbentuk kerucut memanjang sehingga lebih memudahkannya untuk menerobos masuk ke dalam sarang semut atau rayap. Menurut Feldhamer et al. (1999), kepala yang berbentuk kerucut memanjang merupakan ciri hewan insektivora.

Os occipital trenggiling memiliki permukaan yang luas dan kasar. Tulang ini juga berkembang dengan baik pada anjing dan kucing, tetapi tidak pada kuda dan sapi (Colville & Bassert 2002). Menurut Getty (1975), os occipital merupakan insersio dari otot-otot yang berfungsi sebagai fleksor dan ekstensor kepala dan leher. Hal ini menunjukkan bahwa otot-otot fleksor dan ekstensor kepala dan leher yang berinsersio pada os occipital trenggiling relatif subur. Trenggiling tidak memiliki processus paramastoideus. Processus ini merupakan origo m. digastricus dan m. occipitohyoideus yang berperan dalam proses pengunyahan. Hal ini sesuai dengan perilaku makan trenggiling yang tidak melakukan proses pengolahan makanan secara mekanis di dalam mulutnya. Trenggiling memiliki dua condylus occipitalis. Menurut Kent & Carr (2001), mamalia modern memiliki dua condylus occipitalis, sedangkan pada kelompok tetrapoda awal dan reptil hanya memiliki satu condylus occipitalis.

Pada tengkorak trenggiling tidak didapatkan adanya arcus zygomaticus dan crista facialis. Menurut Getty (1975), arcus zygomaticus dan crista facialis merupakan insersio dari m. masseter. Otot ini mempunyai fungsi menekan os mandibulare ke rahang atas serta membuat gerakan lateral dari os mandibulare (mengunyah). Menurut Kent & Carr (2001), arcus zygomaticus sangat berkembang pada beberapa hewan dan tidak berkembang pada hewan lain tergantung pada aktifitas m. masseter yang bertaut padanya. Arcus zygomaticus dan crista facialis yang tidak berkembang pada trenggiling sesuai dengan pola


(50)

30

makan hewan ini yang tidak mengunyah makanan, akan tetapi langsung menelannya. Makanan yang ditelan oleh trenggiling akan dicerna di dalam lambungnya.

Trenggiling memiliki fossa temporalis yang sempit, berbeda dengan karnivora yang memiliki fossa temporalis luas. Fossa ini pada karnivora berfungsi sebagai tempat pertautan otot-otot temporal (Feldhamer et al. 1999). Trenggiling tidak mempunyai gigi karena pada os maxillare, os praemaxillare, dan os mandibulare tidak terdapat limbus alveolaris. Ketiga tulang ini mempunyai bentuk yang sederhana. Os mandibulare trenggiling tidak memilki ramus vertikal, sehingga trenggiling tidak memiliki angulus mandibulare. Bagian dorsoposterior os mandibulare mempunyai facies articularis yang rata dengan os temporale, menyebabkan gerakan membuka lebar dari os mandibulare trenggiling sangat terbatas. Hal ini sangat berbeda dengan kelompok hewan lain seperti karnivora dan herbivora yang memiliki ramus vertikal, sehingga memungkinkan gerakan membuka rahang bawah lebih besar. Walaupun os mandibulare trenggiling berbentuk sederhana tetapi memiliki foramen mandibulare yang relatif besar dan dihubungkan oleh canalis mentalis yang besar. Canalis mentalis dilalui oleh nervus mandibulare. Menurut Dyce et al. (1996) nervus mandibulare berfungsi untuk menginervasi daerah bibir. Hal ini menunjukkan bahwa moncong trenggiling merupakan daerah yang sensitif dan aktif.

Tulang Belakang

Trenggiling memiliki ossa vertebrae cervicalis yang pendek dan secara umum sama dengan ossa vertebrae cervicalis mamalia lain. Menurut Feldhamer et al. (1999) dan Kent & Carr (2001) os vertebrae cervicalis pertama dan kedua, yaitu os atlas dan os axis mengalami banyak perubahan untuk menyediakan banyak pergerakan dengan kepala. Gerakan fleksio os atlas trenggiling tertahan oleh processus spinosus os axis pada tuberculum dorsalis caudalis. Processus spinosus os axis pada trenggiling mirip dengan processus spinosus os axis pada karnivora. Menurut Getty (1975), processus spinosus os axis merupakan origo dari m. rectus capitis dorsalis major yang berfungsi sebagai ekstensor kepala.


(1)

36

fleksor ini juga dibantu oleh ossa sesamoidea proximalis. Menurut Dyce et al. (1996), pada karnivora dan babi hanya memiliki beberapa jari yang aktif, yaitu jari pertama, kedua, dan kelima pada anjing dan kucing, serta jari kedua dan kelima pada babi. Sedangkan pada trenggiling, kelima jarinya aktif dan memiliki peran penting. Secara umum susunan ossa carpi trenggiling sama dengan susunan ossa carpi karnivora.

Trenggiling mempunyai susunan ossa phalanges 3-3-3-3-3. Susunan ossa phalanges trenggiling sama dengan kebanyakan hewan plantigradi seperti beruang dan monyet. Pada hewan pentadactyla memiliki susunan ossa phalanges kaki depan dimulai dari ibu jari biasanya 2-3-4-5-3, sedangkan pada therapsida awal menjadi 2-2-4-5-3 (Kent & Carr 2001). Secara umum pada mamalia modern memiliki lima jari. Kelima jari trenggiling dilengkapi dengan kuku yang panjang dan kuat. Menurut Hildebrand & Goslow (2001) dan Pough et al. (2005) mamalia penggali memiliki kaki yang dilengkapi dengan kuku yang panjang dan kuat untuk menggali tanah

Tulang Kaki Belakang

Tulang kaki belakang berperan sebagai pendorong tubuh. Pada kaki hewan pelari biasanya mempunyai morfologi tulang yang ramping dan panjang, berbeda dengan hewan penggali atau pemanjat yang cenderung memiliki morfologi tulang pendek, besar, dan memiliki banyak bungkul untuk pertautan otot.

Perilaku trenggiling seperti menggali tanah, memanjat pohon, dan menggulung tubuhnya menyebabkan os coxae trenggiling berbeda dengan os coxae mamalia pada umumnya. Trenggiling memiliki margo cranial dan cudal dari os pubis yang lebih vertikal sehingga symphysis pelvisnya menjadi lemah. Margo cranial dan caudal dari os pubis ini diduga menjadi origo dari otot-otot perut dan ekor yang kuat. Sudut kemiringan yang dibentuk oleh os coxae dengan os sacrum relatif kecil sehingga os ilium hampir berada dalam satu garis lurus dengan os ischium. Hal ini menyebabkan persendian paha trenggiling lebih ke dorsal. Menurut Hildebrand & Goslow (2001) dan Pough et al. (2005), pada hewan penggali memiliki symphysis pelvis yang lemah, os sacrum yang bersatu


(2)

37

dengan os coxae, dan persendian paha yang relatif lebih ke dorsal mendekati spina sacralis.

Processus transversus os sacrum trenggiling dihubungkan dengan tuber ischium oleh ligamen. Ligamen ini juga terdapat pada beberapa mamalia. Menurut Dyce et al. (1996); Hildebrand & Goslow (2001) ligamen ini juga terdapat pada anjing dan disebut ligamentum sacrotuberous. Pada trenggiling hubungan yang disebabkan oleh ligamentum sacrotuberous ini menyebabkan terbentuknya foramen berbentuk oval di bagian dorsal foramen obturatorium (foramen sacroischium). Menurut Hildebrand & Goslow (2001) ligamentum sacrotuberous pada anjing berfungsi untuk menahan os innominate (os ilium, os ischium, dan os pubis yang menyatu ketika dewasa) yang berotasi pada os sacrum ketika kaki belakang berayun ke dorsal. Pada ungulata ligamentum ini dinamakan ligamentum sacrosciatic, karena berkembang luas seperti pita di antara sudut lateral oa sacrum dan sudut dorsal dari os ilium dan os ischium (Dyce et al. 1996). Os sacrum dan os coxae yang bersatu pada trenggiling mengakibatkan ligamentum sacrotuberous sangat pendek.

Pada os femur trenggiling terdapat bebarapa bungkul yang menarik untuk dikaji, karena merupakan tempat pertautan otot-otot kaki belakang. Penonjolan pada os femur trenggiling yang jelas terlihat adalah trochanter major dan trochanter minor. Os femur trenggiling mirip dengan os femur pada anjing dan kelinci (Getty 1975; Popesko et al. 1992).

Menurut Getty (1975) trochanter major merupakan origo dari m. vastus lateralis yang berfungsi sebagai ekstensor stifle joint (persendian lutut). Selain itu, trochanter major juga menjadi insersio bagi m. gluteus medius dan m. gluteus profundus. M. gluteus medius berfungsi sebagai ekstensor hip joint (persendian panggul) dan abduktor kaki belakang, Sedangkan m. gluteus profundus berfungsi sebagai abduktor kaki belakang dan rotasi kaki belakang ke dalam. Trochanter minor merupakan insersio dari m. psoas major dan m. iliacus. Kedua otot ini berfungsi untuk memfleksor persendian panggul dan rotasi paha ke luar. Pada bagian medial os femur trenggiling banyak terdapat foramen nutrien.

Os sessamoidea pada kaki belakang trenggiling yang terletak di bagian plantar epicondylus lateralis os femur mirip dengan os sessamoidea yang terdapat


(3)

38

pada anjing dan kelinci. Menurut Getty (1975) dan Popesko et al. (1992) os sesamoidea ini merupakan origo dari musculus gastrocnemius yang berfungsi

sebagai fleksor persendian lutut dan ekstensor persendian tarsus. Os femur trenggiling memiliki trochlea yang lebar. Menurut Hildebrand & Goslow (2001) trochlea yang lebar merupakan ciri hewan pemanjat seperti pada tupai terbang.

Tulang tempurung (os patella) trenggiling mempunyai permukaan persendian yang konveks dan mengadakan persendian dengan trochlea os femur. Menurut Getty (1975) os patella menjadi insersio dari m. rectus femoris, m. vastus lateralis, m. vastus medialis, dan m. vastus intermedius. Keempat otot ini berfungsi sebagai ekstensor persendian lutut. Pada reptil seperti buaya tidak memiliki os patella, karena reptil berjalan dengan merayap, sehingga fungsi extensor persendian lutut tidak optimal digunakan (Kent & carr 2001).

Trenggiling memiliki caput fibula yang besar. Daerah ini menjadi origo bagi m. soleus. Otot ini berfungsi untuk membantu kerja m. gastrocnemius sebagai ekstensor persendian tarsus dan fleksor persendian lutut (Getty 1975). Os tibia dan os fibula pada trenggiling tidak bersatu tetapi membentuk persendian. Di antara kedua tulang tersebut terdapat spatium interoseum yang luas. Diduga os tibia dan os fibula yang tidak bersatu dapat melakukan banyak gerakan seperti pronasio, supinasio, adduksio, dan abduksio.

Pada trenggiling, susunan ossa tarsi mirip dengan susunan ossa tarsl karnivora. Di bagian medial dari os tarsi primum bersendi dengan os sesamoidea. Os sesamoidea ini juga terdapat di os tarsi monyet, tetapi di bagian lateral os tarsi IV dan V yang bersatu (Kent & Carr 2001).

Tuber calcis trenggiling besar dan panjang. Menurut Getty (1975) tuber calcis menjadi insersio dari m. biceps femoris, m. semitendinosus, dan m. flexor digitalis pedis superficialis yang berfungsi sebagai fleksor, ekstensor, dan abduktor kaki belakang. Diduga aktifitas tersebut bermanfaat ketika trenggiling naik pohon dan mendorong tanah ke belakang pada saat menggali. Fungsi fleksor kaki belakang juga dibantu oleh ossa sesamoidea proximalis. Trenggiling memiliki susunan jari 3-3-3-3-3 hampir sama dengan hewan plantigradi lainnya. Kelima jari kaki belakang trenggiling dilengkapi dengan kuku yang panjang dan kuat untuk mendukung aktifitas memanjat dan menggali.


(4)

KESIMPULAN

Kesimpulan

Tulang tengkorak trenggiling berbentuk kerucut memanjang mencirikan hewan insektivora, serta tidak memiliki arcus zygomaticus, crista facialis, dan

limbus alveolaris.

Collumna vertebralis trenggiling terdiri dari vertebrae cervicalis (C=7),

thoracalis (T=15), lumbalis (L=6), sacralis (♀S=4, ♂S=3), dan coccygeae

(♀Cy=28, ♂Cy=27). Struktur kerangka trenggiling secara umum mirip karnivora. Columna vertebralis memiliki processus transversus, processus mammilaris,

processusspinosus, dan os chevron yang berkembang subur. Os atlas dan os axis

trenggiling mirip karnivora. Processus accessorius berkembang mulai dari dua atau tiga os thoracalis terakhir sampai enam os coccygeae pertama dan membentuk “interlock articulation” (persendian yang saling mengunci) dengan

processus articularis cranialis. Trenggiling memiliki os sacrum yang bersatu dengan os coxae dan ini merupakan ciri hewan penggali. Ossa coccygeae

memiliki processus transversus sangat subur, serta os chevron yang berkembang sampai oscoccygeae akhir.

Tulang kaki depan dan belakang trenggiling menyerupai karnivora dan merupakan ciri hewan penggali dan pemanjat.

Saran

Untuk lebih memahami dan menganalisa proses gerakan yang dapat dilakukan oleh sistem rangka trenggiling, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai sistem perototan, sistem syaraf, dan sistem peredaran darah trenggiling.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Collins W. 1975. Encyclopedy of Animals. London and Glasgow: William Collins Sons Co. Ltd. Hlm 578.

Colville T, JM Bassert. 2002. Clinical Anatomy & Physiology for Veterinary Technicians. Philadelphia: Mosby. Hlm 95-121.

Corbet GB, JE Hill. 1992. The Mammal of the Indomalayan region: A Systematic Review. Natural History Museum Publication. New York: Oxford University Press. Hlm 18-19.

Dyce KM, WO Sack, CJG Wensing. 1996. Textbook of Veterinary Anatomy. Ed ke-2. Philadelphia: W.B. Saunders Company. Hlm 31-98.

Feldhamer GA, LC Drickamer, SH Vessey, JF Merritt. 1999. Adaptation, Diversity, and Ecology Mammalogy. Boston: The McGraw Hill. Hlm 252-253.

Gaubert P, A Antunes. 2005. Assesing the taxonomic status of the Palawan Pangolin Manis culionensis (Pholidota) using discrete morphological characters. J Mammal 86(6): 1068-1074.

Getty R. 1975. Sisson and Grossman’s The anatomy of the Domestic Animal. Ed ke-5. Philadelphia: W.B. Saunders Company. Hlm 19-32.

Grzimek’s. 1975. Animal Encyclopedi. Vol. II. New York: Van Nostrand Reinhold Ltd. Hlm 182-188.

Hildebrand M, GE Goslow, JR. 2001. Analysis of Vertebrate Stucture. Ed ke-5. New York: John Wiley & Sons Inc.

Kent GC, RK Carr. 2001. Comparative Anatomy of the Vertebrates. Ed ke-9. Boston: MC Graw Hill. Hlm 143-229.

Laksana HT, A Ramali, Pamoentjak. 2003. Kamus Kedokteran. Ed rev. Jakarta: Djambatan. Hlm 326.

Lekagul B, Mc Neely JA. 1977. Mammals of Thailand. Bangkok: Sahakarnbhat Co. Hlm 326-331.

Nisa’ C. 2005 Morphological Studies on the Digestive System of the Malayan Pangolin. Manis javanica [disertasi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Popesko P, V Rajtova, J Horak .1992. A Colour Atlas of the Anatomy of Small Laboratory Animals. Vol. III. London: Wolfe Publishing Ltd. Hlm 201.


(6)

41

Pough FH, CM Janis, JB Heiser. 2005. Vertebrate Life. Ed ke-7. New Jersey: Prentice Hall. Hlm 568-572.

Soehartono T, A Mardiastuti. 2003. Pelaksanaan konvensi CITES di Indonesia. Jakarta: JICA. Hlm 24.

Yasuma S, HS Alikodra. 1992. Mammals of Bukit Suharto Protection Forest. Samarinda : PUSREHUT Universitas Mulawarman.

Yusuf. 2007. Trenggiling. http: //www.warsi.or.id/alamsutera/ASP.Edisi10/asp 10 htm [2 Juni 2007].