Kandungan nutrisi pakan trenggiling (Manis javanica) dan kaitan terhadap pertumbuhannya

1

KANDUNGAN NUTRISI PAKAN TRENGGILING
(Manis javanica) DAN KAITAN TERHADAP
PERTUMBUHANNYA

RANDA KRISNA

PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

2

KANDUNGAN NUTRISI PAKAN TRENGGILING
(Manis javanica) DAN KAITAN TERHADAP
PERTUMBUHANNYA

RANDA KRISNA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Program Studi Biokimia

PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

3

ABSTRAK
RANDA KRISNA. Kandungan Nutrisi Pakan Trenggiling (Manis javanica) dan
Kaitan terhada p Pertumbuhannya. Dibimbing Oleh MANSJUR HAWAB dan
WARTIKA ROSA FARIDA.
Trenggiling (Manis javanica) merupakan hewan mamalia Indonesia yang
termasuk famili Manidae. Adanya pembukaan hutan untuk daerah pemukiman

dan lahan pertanian, perburuan liar, serta perdagangan yang tidak terkontrol,
menyebabkan terancamnya keberadaan trenggiling di habitat aslinya. Penelitian
ini menggunakan satu ekor trenggiling jantan yang berasal dari Sukabumi, Jawa
Barat, dengan bobot badan awal 3,536 kg. Tujuan penelitian adalah untuk
menentukan konsumsi dan daya cerna trenggiling terhadap pemberian pakan
kroto, tahu, dan rayap serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan trenggiling.
Pengukuran kecernaan pakan pada trenggiling dilakukan secara in vivo dengan
metode koleksi feses total.
Pakan diberikan dalam keadaan segar yang terdiri atas 3 perlakuan, yaitu
ransum 1 (100 g kroto+ 150 g tahu), ransum 2 (100 g kroto+ 150 g tahu + 25 g
rayap), dan ransum 3 (100 g kroto+ 150 g tahu + 50 g rayap). Hasil penelitian
menunjukkan, rataan konsums i pakan trenggiling (BK) pada pemberian ransum 1,
2, dan 3 berturut-turut, yaitu 44,42 g/ekor/hari; 48,97 g/ekor/hari; dan 56,34
g/ekor/hari.
Koefisien cerna zat makanan abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar,
dan BETN pada pemberian ransum 1 bertur ut-turut, yaitu 38,84%; 91,62%;
98,30%; 23,33%; dan 93,71%. Koefisien cerna zat makanan abu, protein kasar,
lemak kasar, serat kasar, dan BETN pada pemberian ransum 2 berturut-turut, yaitu
41,94%, 91,32%, 97,42%, 31,22%, dan 89,99%. Koefisien cerna zat makanan
abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, dan BETN pada pemberian ransum 3

berturut-turut, yaitu 30,21%; 91,81%; 97,06%; 29,12%; dan 90,21%.
Total digestible nutrient (TDN) trenggiling pada perlakuan 1, 2, dan 3
berturut-turut, yaitu 29,92% 28,66% dan 28,55%. P erlakuan ransum 2
memberikan pengaruh yang lebih baik tehadap pertumbuhan trenggiling,
dikarenakan tingginya nilai efisiensi penggunaan pakan (EPP), yaitu 33,55 % dan
rasio efisiensi protein (REP) 63,93%.

4

ABSTRACT
RANDA KR ISNA. Pangolin’s (Manis Javanica) Feed and the Relationship of
Growth on Pangolin. Under the direction of MANSJUR HAWAB and
WARTIKA ROSA FARIDA.
The Pangolin (Manis Javanica ) is a kind of Indonesian mammals included
in family Manidae. Land clearing for farming and settlement, illegal hunting, and
uncontrollable trade, caused the damage of pangolin’s habitat and decline their
population. The experiment used one male pangolin from Sukabumi West Java,
with early body weigh is 3.536 kg. The aim of this researc h is to determine feed
consumption and digestibility of pangolin to kroto feed, tofu, and termite and
effect for the growth on pangolin. Estimation of feed digestibility on pangolin

estimated in vivo with the method the collect total feces.
The feedstuff is given in fresh form consist of ration 1 (100 g kroto + 150
g tofu), ration 2 (100 g kroto + 150 g tofu + 25 g termite), and ration 3 (100 g
kroto + 150 g tofu + 50 g termite). The experiment result displayed dry matter
intake of ration 1, ration 2, ration 3 were 44.42 g/hea d/day, 48.97 g/head/day, and
56. 34 g/head/day respectively.
The nutrient digestibility coefficient of ash, crude protein, ether extract,
crude fiber, and nitrogen free extract, for ration 1 application were 38.84%,
91.62%, 98.30%, 23.33%, and 93. 71%. The nutrient digestibility coefficient of
ash, crude protein, ether extract, crude fiber, and nitrogen free extract, for ration 2
application were 41.94%, 91. 32%, 97.42%, 31.22%, and 89.99%. The nutrient
digestibility coefficient of ash, crude protein, ether extract, crude fiber, and
nitrogen free extract, for ration 3 application were 30.21%, 91. 81%, 97.06%,
29.12%, and 90.21%.
Total digestible nutrient (TDN) intake of ration 1, ration 2, ration 3 were
29.92%, 28.66%, and 28. 55%. Ration 2 treatment give better effect to pangolin’s
growth, because high feed efficiency use, namely 33.55% and protein efficiency
ratio 63.93%.

5


Judul Skripsi
Nama
NIM

: Kandungan Nutrisi Pakan Trenggiling (Manis javanica) dan
Kaitan terhadap Pertumbuhannya
: Randa Krisna
: G44102012

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. drh. Mansjur Hawab, M.S.
Ketua

Dr. Ir. Wartika Rosa Farida
Anggota

Diketahui

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr.Ir.Yonny Koesmaryono, M.S.
NIP 131473999

Tanggal Lulus:

i

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2005 sampai bulan
Februari 2006 adalah gambaran umum kecernaan trenggiling dengan judul
Kandungan Nutrisi Pakan Trenggiling (Manis javanica) dan Kaitan terhadap
Pertumbuhannya. Penelitian dilakukan di Penangkaran Mamalia Kecil Bidang
Zoologi Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Cibinong, sedangkan analisis bahan pakan
dan feses dilakukan di Laboratorium Pengujian Nutrisi Pusat Penelitian BiologiLIPI, Cibinong dan di Laboratorium Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi
dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB.

Selama melaksanakan penelitian sampai penyusunan karya ilmiah ini,
penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan yang sangat berharga dari
berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Prof. Dr. drh. Mansjur Hawab, M.S selaku pembimbing utama dan Ibu Dr. Ir
Wartika Rosa Farida selaku pembimbing kedua atas segala saran dan
bimbingannya, serta terima kasih kepada Ibu Tri, Ibu Lia, dan Bapak Hadi selaku
Teknisi Laboratorium Pengujian Nutrisi Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ayahanda, ibunda, dan
keluarga atas segala doa dan motivasinya. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Umar, Deivy, Fitri, Asep, Aan, Helmy, Anang, Bugi, Yayu, dan
teman-teman Mahasiswa Biokimia angkatan 39
Akhirnya penulis berharap agar karya ilmiah ini bisa bermanfaat untuk
perkembangan ilmu pengetahuan. Amin.

Bogor, Agustus 2006

Randa Krisna

ii


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Solok pada tanggal 22 Februari 1985 dari ayah Azwar
dan ibu Datri Erma. Penulis merupakan putra keempat dari lima bersaudara.
Tahun 2002 penulis lulus dari SMA Negeri I Kubung Kabupaten Solok,
Provinsi Sumatera Barat dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi
Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, Penulis pernah menjadi anggota Koperasi
Mahasiswa IPB, melakukan praktik lapangan di Laboratorium Pengujian Nutrisi
Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong pada bulan Juli sampai dengan September
2005, menja di asisten praktikum Pengantar Biokimia untuk Mahasiswa D3
Perika nan pada tahun ajaran 2005/2006, dan asisten praktikum Biokimia untuk
Mahasiswa Program Studi Kebidanan Bogor, Politeknik Kesehatan Bandung.

iii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...........................................................................................


vi

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

viii

PENDAHULUAN ...........................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................
Trenggiling (Manis javanica ) ...............................................................
Pakan Trenggiling ................................................................................
Analisis Proksimat dan Penentuan Energi Total ..................................
Konsumsi dan Koefisien Cerna Bahan Pakan ......................................
Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan ......................................

Efisiensi Penggunaan Pakan (E PP), Rasio Efisiensi Protein (REP),
dan Total Digestible Nutrient (TDN) ...................................................

1
2
3
6
6
7

BAHAN DAN METODE ...............................................................................
Bahan dan Alat .....................................................................................
Metode Percobaan .................................................................................

7
7
7

HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................
Keadaan Umum di Penangkaran...........................................................

Bahan Pakan .........................................................................................
Konsumsi Pakan dan Zat Makanan ......................................................
Pertambahan Bobot Badan ...................................................................
Efisiensi Penggunaan Pakan da n Rasio Efisiensi Protein ....................
Koefisien Cerna Zat- zat Makanan ........................................................
Total Digestible Nutrient (TDN) ..........................................................

10
10
10
10
11
12
12
13

SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................

14

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

14

LAMPIRAN ....................................................................................................

16

iv

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Komposisi kimia kroto...............................................................................

2

2

Komposisi kimia rayap kayu lembab dan rayap tanah ..............................

3

3

Komposisi kimia tahu.................................................................................

3

4

Komponen berbagai zat makanan hasil analisis proksimat dalam bahan
makanan ....................................................................................................

4

5

Kandungan zat-zat makanan bahan pakan trenggiling (%BK) ..................

10

6

Rataan konsumsi pakan da n zat makanan pada trenggiling (g/ekor/hari) ..

11

7

Persentase konsumsi zat makanan berdasarkan konsumsi BK .................

11

8

Persentase konsumsi BK tiap jenis bahan pakan .......................................

11

9

Pertambahan bobot badan trenggiling selama penelitian...........................

11

10 Efisiensi penggunaan pakan (EPP) dan rasio efisiensi protein (REP).......

12

11 Koefisien cerna bahan kering pada trenggiling ..........................................

13

12 Koefisien cerna zat-zat makanan pada trenggiling ....................................

13

13 Total digestible nutrient (TDN) pada trenggiling . .....................................

14

v

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Trenggiling (Manis javanica).....................................................................

2

2

Kroto...........................................................................................................

2

3

Koloni rayap...............................................................................................

3

4

Tahu............................................................................................................

3

5

Oven isuzu..................................................................................................

26

6

Neraca sartorius .........................................................................................

26

7

Tanur listrik ................................................................................................

26

8

Desikator ...................................................................................................

26

9

Digestor .....................................................................................................

26

10 Kjeltec auto sampler 1035..........................................................................

26

11 Soxtec system HT........................................................................................

26

12 Kalorimeter bom .......................................................................................

26

13 Pellet press ................................................................................................

26

vi

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Tahapan penelitian .....................................................................................

17

2

Konsumsi ransum 1 berdasarkan BK (g/ekor/hari)....................................

18

3

Konsumsi ransum 2 berdasarkan BK (g/ekor/hari)....................................

18

4

Konsumsi ransum 3 berdasarkan BK (g/ekor/hari)....................................

19

5

Konsumsi ransum 1 dan zat-zat makanan (g/ekor/hari) .............................

19

6

Konsumsi ransum 2 dan zat-zat makanan (g/ekor/hari) .............................

20

7

Konsumsi ransum 3 dan zat-zat makanan (g/ekor/hari) .............................

20

8

Hasil analisis proksimat pada feses trenggiling (% BK)............................

21

9

Bobot feses berdasarkan BK (g/ekor/hari) .................................................

21

10 Kandungan zat-zat makanan dalam feses trenggiling (pada pemberian
ransum 1) ....................................................................................................

22

11 Kandungan zat-zat makanan dalam feses trenggiling (pada pemberian
ransum 2) ....................................................................................................

22

12 Kandungan zat-zat makanan dalam feses trenggiling (pada pemberian
ransum 3) ..................................................................................................

23

13 Hasil uji statistika terhadap konsumsi pakan dan zat-zat makanan
pada trenggiling (g/ekor/hari) ....................................................................

24

14 Alat-alat yang digunakan pada analisis proksimat .....................................

26

1

PENDAHULUAN
Adanya peningkatan jumlah populasi
manusia dari tahun ketahun, mengakibatkan
pemanfaatan sumber kekayaan alam baik
melalui eksploitasi maupun pembukaan hutan
untuk
dijadikan
wilayah
perumahan,
perindustrian, pertanian, dan sebagainya
semakin meluas. Sehingga pertumbuhan
populasi manusia ini mempunyai pengaruh
yang sangat besar terhadap persediaan sumber
daya alam termasuk satwa liar. Upaya yang
dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan
kehidupan satwa liar dari ancaman
kepunahan,
yaitu
melakukan
kegiatan
konservasi
satwa
liar
dengan
cara
menyediakan suaka-suaka alam (tempat
berlindung dan berkembangbiaknya satwa
liar), seperti Taman Nasional, Suaka
Margasatwa, dan Cagar Alam. Kegiatan
konservasi ini dibedakan menjadi dua, yaitu
konservasi in situ (di habitat asli) dan
konservasi ex situ (di luar habitat asli)
(Alikodra 1990).
Menurut
badan
konservasi
dunia
International Union for the Concervation
Nature Resources (IUCN 1986), tentang
daftar spesies yang terancam punah di dunia,
jumlah jenis satwa Indonesia yang terancam
punah adalah 128 jenis mamalia, 104 jenis
burung, 19 jenis reptil, 60 jenis ikan, dan 29
jenis hewan invertebrata. Saat ini trenggiling
tercatat sebagai satwa yang terancam punah
dan merupakan salah satu dari 128 jenis
mamalia yang terdaftar dalam IUCN.
Kegiatan perburuan dan penangkapan liar di
alam, serta perdagangan yang tidak terkontrol
menyebabkan terancamnya keberadaan satwa
ini di habitat aslinya.
Salah satu upaya pelestarian trenggiling
secara ex situ adalah melalui usaha
penangkaran, karena melalui penangkaran
akan diperoleh banyak informasi tentang
satwa ini melalui berbagai penelitian. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menentukan
konsumsi dan daya cerna trenggiling terhadap
pemberian pakan kroto, tahu, dan rayap serta
pengaruhnya
terhadap
pertumbuhan
trenggiling.
Hipotesis pada penelitian ini, yaitu
semakin tinggi kandungan protein dari suatu
pakan (rayap, kroto, dan tahu) yang mampu
dicerna oleh trenggiling maka akan semakin
baik pengaruhnya terhadap pertumbuhan
trenggiling yang ditandai dengan pertambahan
bobot badannya. Hasil penelitian ini
diharapkan
dapat
bermanfaat
dalam

manajemen pemeliharaan trenggiling di
tingkat penangkaran (ex situ) sebagai upaya
program konservasi.

TINJAUAN PUSTAKA
Trenggiling (Manis javanica )
Trenggiling merupakan hewan menyusui
bersisik, pemakan semut dan rayap. Hampir
semua bagian tubuh trenggiling ditumbuhi
oleh sisik yang tersusun seperti genting,
bulunya hanya ada di dekat perutnya dan di
sela-sela sisik kaki. Trenggiling memiliki
kepala berbentuk kerucut, mata yang kecil,
dan tidak mempunyai gigi, sehingga lidah
digunakan untuk menangkap mangsanya,
seperti terlihat pada Gambar 1. Senjata ampuh
trenggiling dalam melindungi diri dari
serangan pemangsanya adalah bau busuk dari
zat yang dihasilkan oleh kelenjar anus dan
dengan melingkarkan badannya seperti bola
(Weni 2003).
Bobot badan trenggiling dapat mencapai
7 kg dan termasuk hewan nokturnal, karena
aktif pada malam hari dan keluar mencari
makan pada saat hari mulai malam. Pada
siang hari trenggiling tidur di dalam liang
bawah tanah. Di alam trenggiling terdapat di
hutan yang tinggi, hutan sekunder, dan lahan
budidaya termasuk kebun-kebun. Dalam
taksonomi trenggiling tergolong pada ordo
Pholidata dan famili Manidae (Payne &
Charles 2000).
Tujuh jenis Trenggiling yang ada di
dunia, yaitu (1) trenggiling India (Manis
crassciaudata), terdapat di India dan
Srilangka, (2) trenggiling Cina (M.
pentadactyla) terdapat di Taiwan dan RRC
Selatan, (3) trenggiling pohon (M. tricuspis),
(4) trenggiling ekor panjang (M. tetradactyla),
(5) trenggiling raksasa (M. Gigantea ), (6)
trenggiling temmick (M. temmick) terdapat di
Afrika, dan (7) trenggiling Jawa (M. javanica)
terdapat di Semenanjung Malaysia, Birma,
Indocina (Vietnam, Laos, Kamboja), Pulau
Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Trenggiling
mempunyai panjang kepala 50-60 cm,
panjang ekor 50-80 cm, dengan warna sisik
kuning sawo sampai coklat kehitam-hitaman
dan kulit berwarna agak putih (Yusuf 2005).
Dinding lambung bagian proksimal
trenggiling tipis dan tidak mengandung
kelenjar. Saat kosong tak ada makanan,
mukosanya membentuk lipatan-lipatan. Ini
diduga untuk mengantisipasi pembesaran
lambung saat kekenyangan. Daerah ini

2

berfungsi sebagai tempat transit atau
penampungan
makanan
sementara.
Keberadaan bagian proksimal yang tak
berkelenjar juga ditemukan pada beberapa
jenis hewan seperti tikus, kanguru, dan
ruminansia (sapi, kerbau, kambing, dan
lainnya) (Nisa 2005).
Hampir seluruh permukaan dalam
lambung trenggiling dilapisi oleh epitel pipih
berlapis banyak dan mengalami keratinisasi
cukup tebal. Struktur ini diduga karena
adaptasi terhadap jenis pakan kasar atau keras
dan epitel berkeratin ini akan melindungi
lambung trenggiling dari gesekan mekanis
kerangka semut dengan dinding lambung
(Nisa 2005).

Hasil analisis proksimat kroto (Lovianti
1994) menunjukkan bahwa kroto memiliki
kandungan protein, lemak dan energi total
yang tinggi seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia kroto
Zat Makanan
Komposisi kimia
kroto (%)
Abu
4,20
Protein (%)
47,80
Lemak (%)
14,84
Serat Kasar (%)
9,50
BETN (%)
23,66
Energi Total (kal/g)
4160
Sumber: Lovianti (1994)

Foto: R krisna
Gambar 2 Kroto
Foto: W R. Farida
Gambar 1 Trenggiling (Manis javanica)

Pakan Trenggiling
Semut Rangrang dan Kroto
Kroto merupakan telur yang dihasilkan
oleh semut rangrang. Pada penelitian ini kroto
yang diberikan pada trenggiling adalah
campuran antara semut rangrang dengan
telurnya seperti terlihat pada Gambar 2.
Kandungan protein kroto basah (telur dan
larva semut rangrang) tergolong tinggi, yaitu
47,8%.
Semut
rangrang
(Oecophyla
smaragdina) hidup secara berkoloni dan
memiliki sifat sosial yang baik. Semut ini
termasuk dalam kelompok semut api dengan
genus Oecophylla, famili Formicidae, dan
ordo Hymenoptera (Paimin & Paimin 2001).
Semut rangrang memiliki sifat hidup
arboreal, artinya hidup berkoloni di atas
pohon, mulai dari mencari makan, membuat
sarang, hingga bertelur dan berkembang biak.
Pada setiap koloninya semut rangrang terdiri
atas tiga kasta, yaitu semut ratu, semut jantan,
dan semut pekerja. Semut ratu merupakan
semut betina bersayap yang berasal dari telur
yang dibuahi. Semut jantan merupakan semut
bersayap yang berasal dari telur-telur yang
tidak dibuahi. Semut pekerja merupakan
semut betina yang mandul dan tidak
dilengkapi dengan sayap (Paimin & Paimin
2001).

Rayap
Rayap merupakan serangga yang ukuran
badannya kecil sampai sedang, hidup dal am
kelompok-kelompok sosial dengan sistem
kasta dan terdapat terutama di daerah-daerah
tropika. Dalam setiap koloni terdapat tiga
kasta yang menurut fungsinya masing-masing
diberi nama kasta pekerja, kasta prajurit, dan
kasta reproduktif (Tambunan & Nandika
1989). Rayap yang diberikan pada ransum
trenggiling dapat dilihat pada Gambar 3.
Berdasarkan habitatnya, rayap dibagi ke
dalam beberapa golongan, yaitu rayap kayu
basah, rayap kayu kering, rayap pohon, dan
rayap subteran. Rayap kayu basah adalah
golongan rayap yang biasa menyerang kayukayu busuk atau pohon yang akan mati.
Sarangnya terletak di dalam kayu dan tidak
mempunyai hubungan dengan tanah. Contoh
dari golongan ini adalah Glyprotermes spp
(famili Kalotermitidae)
(Tambunan
&
Nandika 1989).
Rayap kayu kering adalah golongan rayap
yang biasa menyerang kayu-kayu kering,
misalnya pada kayu yang digunakan sebagai
bahan bangunan, perlengkapan rumah tangga
dan lain-lain. Sarangnya terletak di dalam
kayu dan tidak mempunyai hubungan dengan
tanah. Contoh dari golongan ini misalnya
Cryptotermes spp (famili K alotermitidae)
(Tambunan & Nandika 1989).
Rayap pohon adalah golongan rayap yang
menyerang pohon -pohon hidup. Mereka

3

bersarang di dalam pohon
dan tidak
berhubungan dengan tanah. Contoh dari
golongan ini misalnya Neotermes spp. (famili
Kalotermitidae). Rayap subteran adalah jenis
rayap yang menyerang kayu, baik yang
terdapat di dalam maupun di atas tanah.
Hampir
semua
jenis
dari
famili
Rhinotermitidae dan Termitidae termasuk
rayap subteran (Tambunan & Nandika 1989).
Dalam hidupnya rayap mempunyai
beberapa sifat, yaitu (1) tropalaksis, (2)
kriptobiotik, (3) kanibalisme, dan
(4)
nekrofagi. T ropalaksis merupakan sifat rayap
untuk berkumpul saling menjilat serta
mengadakan pertukaran bahan makanan.
Kriptobiotik merupakan sifat rayap untuk
menjauhi cahaya dan sifat ini tidak berlaku
pada rayap yang bersayap (calon kasta
reproduktif) yang selama periode pendek
mereka memerlukan cahaya. Kanibalisme
merupakan sifat rayap untuk memakan
individu sejenis yang lemah atau sakit. Sifat
ini lebih menonjol bila rayap berada dalam
keadaan kekurangan makanan. Nekrofagi
merupakan sifat rayap untuk memakan
bangkai sesamanya (Tambunan & Nandika
1989).
Hasil analisis proksimat rayap kayu
lembab (Glytotermes montanus Kemner) dan
rayap tanah C
( optetermes formosanus) (Uhi
2001) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi kimia rayap kayu lembab
dan rayap tanah
Zat
Komposisi
Komposisi
Makanan
Kimia Rayap
Kimia Rayap
Kayu Lembab
Tanah
Protein (%)
52,68
48,77
Lemak (%)
18,53
2,13
Serat Kasar
15,75
17,48
(%)
Energi Total
4160
3806
(kal/g)
Sumber : Uhi (2001)

Foto: R Krisna
Gambar 3 Koloni rayap

Tahu
Tahu merupakan salah satu produk
pangan olahan kedelai yang mempunyai nilai
gizi tinggi, mudah dicerna, dan harganya
relatif murah. Oleh karena itu tahu memegang

peranan penting sebagai sumber protein nabati
di Indonesia (Arofah 2004).
Definisi tahu menurut SNI 01 -2894 -1992
dalam Tuasamu (1994) adalah suatu produk
makanan berupa padatan lunak yang dibuat
melalui proses pengolahan kedelai dengan
cara pengendapan proteinnya, dan dengan
atau tidak ditambahkan bahan lain yang
diizinkan. Tahu mempunyai warna asli putih,
tekstur kompak dan lembut, dan umumnya
dicetak dalam bentuk kotak (Gambar 4).
Saat pembuatan tahu terjadi pemisahan
serat kasar dari kacang kedelai, sehingga tahu
yang dihasilkan merupakan makanan yang
lembut dan mempunyai nilai cerna yang
tinggi, yaitu sekitar 95 % (Tuasamu 2004).
Komposisi kimia dalam tahu dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi kimia tahu
Komponen
Komposisi Kimia Tahu (%)
Gizi
Air
85,00
Abu
1,20
Protein
7,80
Lemak
4,60
Karbohidrat
1,60
Sumber : Poedjiadi (1994)

Foto: R Krisna
Gambar 4 Tahu

Analisis Proksimat dan Penentuan
Energi Total
Analisis proksimat dikembangkan dari
weende experiment station di Jerman oleh
Henneberg dan Stokman pada tahun 1865.
Metode
analisis
ini
menggolongkan
komponen yang terdapat pada makanan
berdasarkan kepada komposisi susunan kimia
dan kegunaanya. Metode ini dipakai hampir di
seluruh dunia, dan ringkasan dari zat-zat
makanan yang terdapat dari hasil analisis
proksimat dapat dilihat pada Tabel 4 (Tillman
et al. 1989).
Pada berbagai zat makanan hasil analisis
proksimat bahan makanan, mungkin saja
terkandung beberapa komponen lain yang
tidak diinginkan ikut teranalisis dalam
penentuan kandungan suatu zat makanan,

4

sep erti pada protein.
Selain
protein
terkandung komponen lain seperti, amin
nitrat, glikosida mengandung N, vitamin B,
dan asam nukleat yang ikut teranalis melalui
analisis proksimat ini. Oleh karena itu maka
analisis proksimat merupakan analisis untuk
menentukan kandungan zat makanan suatu
bahan makanan secara kasar.
Tabel 4

Komponen berbagai zat makanan
hasil analisis proksimat dalam
bahan makanan

Zat
Makanan
Air
Abu

Protein
kasar
Lemak
kasar
Serat
kasar
Bahan
ekstrak
tanpa
nitrogen

Komponen
Air, asam-asam yang menguap,
dan basa-basa jika ada
Elemen esensial:
Makro: Ca, K, Mg, Na, S, P, Cl.
Mikro : Fe, Mn, Cu, Co, I, Zn,
Mo, Se, Cr
Elemen non esensial: Ai, Ni, Ti,
Al, V, B,
Pb, Sn
Protein, asam amino, amin nitrat,
glikosida mengandung N,
vitamin B, asam nukleat
Lemak, minyak, malam (lilin),
asam organik, pigmen, sterol,
vitamin A, D, E, K
Selulosa, hemiselulosa, lignin
Selulosa, hemiselulosa, lignin,
pati, pektin, asam organik, resin,
tanin, pigmen, vitamin-vitamin
yang larut dalam air

Sumber: Tillman et al. (1989)

Kadar Air
Semua bahan makanan mengandung air
dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu
bahan makanan hewani maupun nabati. Air
berperan sebagai pembawa zat makanan dan
sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi
yang menstabilkan pembentukan biopolimer,
dan sebagainya (Winarno 1992).
Dalam suatu bahan makanan, air terdapat
dalam berbagai bentuk, yaitu (1) air bebas,
terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter
granular serta pori-pori yang terdapat pada
bahan, (2) air yang terikat secara lemah,
karena terserap pada permukaan koloid
makromolekuler seperti protein, pektin pati,
dan selulosa, dan (3) air dalam keadaan terikat
kuat, yaitu membentuk hidrat dengan
ikatannya bersifat ionik sehingga relatif sukar
dihilangkan atau diuapkan. Air yang terdapat
dalam bentuk bebas dapat membantu

terjadinya proses kerusakan bahan makanan,
misalnya proses mikrobiologis, kimiawi,
enzimatik, bahkan oleh aktivitas serangga
perusak. Sedangkan air yang berada dalam
bentuk lainnya tidak membantu terjadinya
proses kerusakan bahan makanan (Sudarmadji
et al. 1989 ).
Penetapan kadar air dapat dilakukan
dengan beberapa cara, tergantung pada sifat
bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air
dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam
oven pada suhu 105 0C selama tiga jam atau
sampai diperoleh berat yang konstan. Selisih
berat sebelum dan sesudah pengeringan
adalah banyaknya air yang diuapkan (Winarno
1992).
Kadar Abu
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil
pembakaran dari suatu bahan organik.
Kandungan abu dan komposisinya tergantung
dari macam bahan dan cara pengabuannya.
Kadar abu dari suatu bahan pangan ada
hubungannya dengan kandungan mineral yang
dikandungnya. Mineral yang terdapat dalam
suatu bahan pangan berupa dua macam garam,
yaitu garam organik dan garam anorganik.
Yang termasuk dalam garam organik adalah
garam -garam asam malat, oksalat, asetat, dan
pektat, sedangkan garam anorganik antara lain
dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida,
sulfat, dan nitrat (Sudarmadji et al. 1989 ).
Salah satu cara penentuan kadar abu
adalah dengan menggunakan cara kering,
yaitu mengoksidasikan semua zat organik
pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500 – 550
0
C dan kemudian melakukan penimbangan zat
yang tertinggal setelah proses pembakaran
tersebut. Jumlah suatu sampel yang akan
diabukan tergantung pada jenis bahan yang
akan dianalisis (Sudarmadji et al. 1989 ).
Kadar Protein
Protein adalah makromolekul polipeptida
yang tersusun dari sejumlah L-asam amino
yang dihubungkan oleh ikatan peptida, dan
berbobot molekul tinggi dari 5000 sampai
berjuta-juta. Suatu molekul protein disusun
oleh sejumlah asam amino tertentu dengan
susunan yang sudah tertentu pula (Girindra
1993). Selain itu protein merupakan
komponen penting atau komponen utama sel
hewan. Protein yang terdapat dalam makanan
berfungsi
sebagai
zat
utama
dalam
pembentukan dan pertumbuhan tubuh. Selain
digunakan untuk pembentukan sel-sel tubuh
protein juga dapat digunakan sebagai sumber
energi apabila tubuh kita kekurangan

5

karbohidrat dan lemak. Rata-rata unsur kimia
yang terdapat dalam protein, yaitu karbon
50%, hidrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen
16%, belerang 0 sampai 3%, dan fosfor 0
sampai 3% (Poedjiadi 1994).
Dalam kehidupan, protein memegang
peranan yang penting pula, misalnya proses
kimia dalam tubuh dapat berlangsung dengan
baik karena adanya enzim, yaitu suatu protein
yang berfungsi sebagai biokatalis. Selain itu,
hemoglobin dalam butir-butir darah merah
atau eritrosit yang berfungsi sebagai
pengangkut oksigen dari paru -paru keseluruh
tubuh. Demikian pula zat -zat yang berperan
untuk melawan bakteri penyakit atau yang
disebut antigen, juga suatu protein (Poedjiadi
1994).
Salah satu cara untuk menganalisis kadar
protein dalam bahan makanan adalah dengan
menggunakan metode Kjeldahl . Tahap
awalnya adalah tahap digestion, pada tahap ini
bahan dioksidasi dengan menggunakan asam
sulfat pekat panas yang bertujuan untuk
mengubah nitrogen menjadi ion ammonium.
Selanjutnya ke dalam larutan ditambahkan
basa kuat sehingga bereaksi basa, lalu
didestilasi. Proses ini membebaskan gas
ammoniak serta memindahkannya ke dalam
destilat. Hasil destilasi tersebut kemudian
ditampung dalam HCl baku yang tertentu
jumlahnya untuk mengikat NH3 tesebut dan
setelah destilasi selesai, destilat dititrasi
dengan NaOH baku untuk menentukan
kelebihan
asam.
Selisih
HCl
yang
ditambahkan dengan yang dititrasi merupakan
jumlah yang diikat oleh NH3 sehingga dapat
dihitung berapa NH 3 yang terdestilasi dan
kadar N di dalam bahan yang dianalisis
(Harjadi 1986).
Penentuan protein dengan cara Kjeldahl
digunakan untuk menganalisis kadar protein
kasar dalam bahan makanan secara tidak
langsung, karena yang dianalisis dengan
metode ini adalah kadar nitrogen. Untuk
mendapatkan kadar protein dari bahan yang
dianalisis dilakukan dengan mengalikan kadar
nitrogen yang diper oleh dengan faktor
konversi untuk protein bahan tersebut.
Kadar Lemak
Lemak merupakan sekelompok ikatan
organik yang terdiri dari unsur-unsur karbon,
hidrogen, dan oksigen yang mempunyai sifat
dapat larut dalam pelarut organik, misalnya
eter, petroleum benzena, dan kloroform.
Menurut sumbernya, lemak dapat dibedakan
menjadi lemak nabati yang berasal dari bahan
makanan tumbuh-tumbuhan dan lemak

hewani yang berasal dari hewan. Lemak
nabati mengandung lebih banyak asam lemak
tak jenuh, yang menyebabkan titik cair yang
lebih rendah dan dalam suhu kamar berbentuk
cair. Lemak hewani mengandung terutama
asam lemak jenuh, khususnya mempunyai
rantai karbon panjang, yang mengakibatkan
dalam suhu kamar berbentuk padat
(Sediaoetama 1991).
Di dalam tubuh, fungsi lemak adalah (1)
sebagai sumber energi setelah karbohidrat
yang dapat disimpan sebagai cadangan energi
berupa jaringan lemak, (2) lapisan lemak di
bawah kulit merupakan insulator, sehingga
tubuh dapat mempertahankan suhu normal,
dan (3) pelindung bagi organ vital, seperti
mata dan ginjal, serta lemak diperlukan untuk
penyerapan vitamin yang larut dalam lemak
(Irianto 2004).
Kadar lemak total yang terdapat dalam
bahan makanan dapat diperoleh dengan cara
ekstraksi
bersinambungan
dengan
menggunakan metode soxhlet. Zat ekstraktan
yang digunakan adalah zat yang dapat
melarutkan lemak, seperti eter, petroleum eter,
atau petroleum benzena (Sediaoetama 1991).
Kadar Serat kasar
Serat merupakan bagian dari makanan
yang tidak dapat tercerna secara enzimatis
sehingga bukan sebagai sumber zat makanan.
Selulosa dan hemiselulosa dari dinding sel
tanaman, pektin, dan gum termasuk dalam
kategori serat (Linder 1992). Serat kasar yang
diperoleh pada analisis ini, yaitu semua zat
organik yang tidak dapat larut dalam H2SO 4
0,3 N dan dalam NaOH 1,5 N yang berturutturut dimasak selama 30 menit (Anggorodi
1990).
Penentuan kadar serat kasar dari suatu
bahan makanan dilakukan dengan cara, bahan
yang akan dianalisis mula-mula dididihkan
dengan asam lemah yang bertujuan untuk
menghidrolisis karbohidrat dan protein yang
terdapat di dalamnya. Pemasakan lebih lanjut
dengan alkali menyebabkan terjadinya
penyabunan zat-zat lemak yang ada di dalam
bahan makanan. Zat-zat makanan yang tidak
larut selama pemasakan tadi terdiri terutama
dari serat kasar dan zat-zat mineral yang
kemudian terus disaring, dikeringkan, dan
ditimbang. Setelah itu terus dipijarkan lalu
didinginkan dan ditimbang lagi. Perbedaan
kedua berat tadi menunjukkan berat serat
kasar yang ada dalam bahan makanan
(Anggorodi 1990).

6

Kadar Energi Total
Energi total suatu bahan makanan dapat
ditentukan dengan membakar sejumlah bahan
tersebut sehingga diperoleh hasil oksidasi
berupa karbon dioksida, air, dan gas -gas
lainnya. Untuk tujuan ini, maka dapat
digunakan kalorimeter bom guna mengukur
panas yang ditimbulkan oleh pembakaran
tersebut. Kalorimeter bom terdiri atas suatu
bejana yang tertutup, tempat bahan makanan
tersebut dibakar. Kemudian bomb dimasukkan
dalam tabung berisi air yang menyerap panas
yang timbul (Anggorodi 1990). Energi total
bahan makanan biasanya dinyatakan dalam
kilokalori (kkal) atau kilojoule (kj). Satu kkal
adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk
menaikkan suhu 1 liter air sebanyak 1 oC
(Linder 1992).
Dalam kehidupan, energi diperlukan
untuk bergerak, melakukan pekerjaan fisik
dan juga untuk menggerakkan proses -proses
dalam tubuh misalnya sirkulasi darah, denyut
jantung, pernapasan, pencernaan, dan proses proses fisiologis lainnya (Suhardjo & Clara
1988).
Konsumsi dan Koefisien Cerna
Bahan Pakan
Konsumsi pakan merupakan faktor
penting dalam menentukan kebutuhan untuk
hidup pokok dan produksi dari suatu hewan.
Pakan yang berkualitas baik memiliki tingkat
konsumsi yang tinggi dibandingkan pakan
yang berkualitas rendah (Widyastuti 2002).
Menurut Church (1979) dalam Widyastuti
(2002) konsumsi pakan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu bobot badan, individu
hewan, umur atau tingkat produksi, jenis
pakan, dan faktor lingkungan. Faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi
konsumsi pakan adalah suhu lingkungan,
kelembaban udara, dan sinar matahari.
Salah satu faktor yang harus dipenuhi
oleh bahan pakan ialah tingginya kecernaan
dari bahan pakan tersebut, artinya bahan
pakan itu harus cukup mengandung zat
makanan dalam bentuk yang dapat dicerna di
dalam saluran pencernaan (Widyastuti 2002).
Dalam percobaan pencernaan, persentase dari
tiap macam zat makanan yang terdapat dalam
bahan pakan ditentukan dengan analisis
kimiawi. Untuk beberapa hari lamanya hewan
diberi makanan yang diteliti setelah terlebih
dahulu
ditimbang
beratnya. Hal ini
dimaksudkan untuk menghilangkan sama
sekali pengaruh dari makanan yang diperoleh
hewan sebelum dimulainya percobaan.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa feses
yang dikumpulkan pada masa percobaan
benar-benar berasal dari makanan yang diteliti
daya cernanya itu (Anggorodi 1990).
Hewan percobaan kemudian diberi
jumlah makanan yang sama setiap harinya.
Selama
percobaan
tersebut
feses
dikumpulkan, ditimbang dengan teliti, dan
dianalisis untuk ditentukan kadar zat-zat
makanannya. Selisih antara zat-zat makanan
yang dimakan dan zat-zat makanan dalam
feses adalah jumlah yang tinggal dalam tubuh
hewan atau jumlah dari zat-zat makanan yang
dicerna, dan bila hasil ini dibagi dengan
jumlah zat makanan yang terkonsumsi dan
dikalikan dengan seratus persen, maka akan
menunjukkan nilai koefisien cerna dalam
bentuk persen (Anggorodi 1990).
Pertumbuhan dan Pertambahan
Bobot badan
Pertumbuhan
murni
mencakup
pertambahan dalam bentuk dan berat jaringanjaringan pembangun, seperti urat daging,
tulang, jantung, otak, semua jaringan tubuh
lainnya (kecuali jaringan lemak), dan alat-alat
tubuh. Dari sudut kimiawi pertumbuhan murni
adalah suatu penambahan jumlah protein dan
zat-zat mineral yang tertimbun dalam tubuh.
Penambahan berat akibat penimbunan lemak
atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan
murni (Anggorodi 1990).
Pertumbuhan dapat terjadi dengan
penambahan jumlah sel dan dapat pula terjadi
dengan penambahan ukurannya. Pertumbuhan
biasanya mulai secara perlahan-lahan,
kemudian berlangsung lebih cepat dan
akhirnya secara perlahan-lahan lagi atau sama
sekali berhenti. Kekurangan zat makanan
memperlambat puncak pertumbuhan urat
daging dan memperlambat laju penimbunan
lemak, sedangkan makanan yang sempurna
mempercepat terjadinya laju pertumbuhan
urat daging dan penimbunan
lemak
(Anggorodi 1990).
Kemampuan hewan untuk mengubah zatzat makanan yang terdapat dalam bahan pakan
menjadi
daging,
ditunjukkan
dengan
pertambahan bobot badan. Menurut Titus dan
Fritz (1971) dalam Widyastuti (2002),
kecepatan pertumbuhan dari s eekor hewan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
tergantung dari spesies, jenis kelamin, umur
hewan, keseimbangan pakan, dan jumlah
pakan yang dikonsumsi.

7

Efisiensi Penggunaan Pakan (EPP), Rasio
Efisiensi Protein (REP), dan Total
Digestible Nutrient (TDN)
Efisiensi penggunaan pakan (EPP)
merupakan perbandingan antara pertambahan
bobot badan dengan konsumsi bahan kering
pakan dalam satuan waktu tertentu. Efisiensi
penggunaan
pakan
dipengaruhi
oleh
temperatur lingkungan. Pada temperatur di
bawah optim um efisiensi penggunaan pakan
menurun, karena hewan akan lebih banyak
makan untuk mempertahankan temperatur
tubuh yang normal. Sebaliknya, pada
temperatur diatas optimum hewan akan
menurunkan tingkat konsumsinya untuk
mengurangi temperatur tubuh. (Parakkasi
1995).
Rasio efisien protein (REP) adalah
perbandingan antara pertambahan bobot
badan dengan banyaknya protein yang
dikonsumsi (Parakkasi 1983). Total digestible
nutrient (TDN) merupakan suatu nilai yang
menunjukkan jumlah zat-zat makanan yang
dapat dicerna oleh hewan.
Jumlah TDN dari suatu bahan makanan
adalah sama dengan jumlah dari semua zat-zat
makanan organik yang dapat dicerna seperti
protein, lemak, serat kasar, dan Bahan Ekstrak
Tanpa Nitrogen (BETN). Untuk perhitungan
jumlah lemak, perlu dikalikan dengan nilai
2,25, karena nilai energi zat lemak 2,25 kali
lebih tinggi daripada nilai energi zat-zat
karbohidrat dan protein (Jumaliah 1999).

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah satu
ekor trenggiling (Manis javanica) jantan yang
ber asal dari Sukabumi, Jawa Barat, berumur
satu tahun dan sedang mengalami masa
pertumbuhan, rayap, kroto, tahu, tablet
kjeltab, H2 SO4 0,3 N, H 2SO4 pekat, HCl,
Na2CO 3 0.079 N, NaOH 1,5 N, asam borat,
aseton, indikator merah metil, indikator jingga
metil, bromkresol hijau, NaOH 40%,
petroleum benzena, dan gas oksigen.
Alat -alat yang digunakan, yaitu oven,
cawan porselen, blender, desikator, neraca
Sartorius, tanur listrik, tabung digestion ,
digestor, tang penjepit, Kjeltec auto sampler
1035, biuret, erlenmeyer, corong Buchner,
pompa vakum, kertas saring, thimble,
extraction cup, soxtec system HT, gelas piala,

gelas ukur, baki plastik, plastik ber-seal,
termometer, higrometer, lemari pendingin,
neraca digital, pellet press, combustion
capsule, kawat pembakar, pinset, dan
kalorimeter bom.
Metode Penelitian
Penimbangan Bahan Pakan dan Bobot
Badan Trenggiling
Penimbangan bahan pakan dilakukan
sebelum pemberian pakan, yaitu pada pukul
16.30 WIB dan sisa pakan ditimbang pada
hari berikutnya.
Bah an
pakan
yang
diberikan
terdiri atas tiga perlakuan ransum, yaitu
ransum satu terdiri atas 100 gram kroto
dicampur dengan 150 gram tahu. Ransum dua
terdiri atas 100 gram kroto dicampur dengan
150 gram tahu, serta ditambah 25 gram rayap.
Ransum tiga terdiri atas 100 gram kroto
dicampur dengan 150 gram tahu, serta
ditambah 50 gram rayap. Pemberian ketiga
ransum ini dilakukan selama 26 hari, yaitu 12
hari pada tahap preliminary dan 14 hari masa
pengumpulan data.
Pemberian pakan pada trenggiling
dilakukan satu kali sehari, pada sore hari
dikarenakan trenggiling merupakan hewan
yang aktif pada malam hari (Payne & Charles
2000).
Suhu dan kelembaban udara dicatat setiap
harinya pada pagi dan sore hari, dengan tujuan
untuk mengetahui pengaruh suhu dan
kelembaban udara terhadap konsumsi pakan
trenggiling.
Bobot badan trenggiling ditimbang
seminggu sekali sebelum pakan diberikan,
sehingga akan diperoleh data mengenai
pertambahan bobot badannya. Pertambahan
bobot badan setiap minggu diamati, untuk
mengetahui pada pemberian ransum mana
yang baik dalam pertumbuhan trenggiling.
Penentuan Kecernan Pakan
Pengukuran kecernaan pakan pada
trenggiling dilakukan secara in vivo dengan
metode koleksi feses total. Feses yang
terkumpul ditimbang setiap hari, dimasukkan
dalam kantung plastik ber-seal dan disimpan
dalam freezer
sebelum
dianalisis
di
laboratorium.
Preparasi
Sampel
untuk
Analisis
Proksimat
Sampel pakan dan feses yang akan
dianalisis, dikeringkan dalam oven pada suhu
60 o C selama 24 jam. Setelah sampel kering,

8

kemudian dihaluskan dengan menggunakan
blender. Selanjutnya dilakukan analisis
proksimat dan penentuan energi total pakan
(rayap, kroto, dan tahu) serta feses trenggiling
yang dikoleksi setiap hari selama penelitian,
pada masa pengumpulan data.
Penentuan Kadar Air dengan Cara
Pengeringan
Cawan porselen dikeringkan dalam oven
bersuhu 1050 C selama 3 jam dan didinginkan
dalam desikator selama 1 jam, kemudian
ditimbang sehingga diperoleh bobot kering
cawan. Sebanyak 2,0 sampai 2,5 gram sampel
dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan
dalam oven bersuhu 1050 C selama 3 jam
(pengeringan
1).
Selanjutnya
cawan
dikeluarkan, didinginkan dalam desikator
selama 1 jam, lalu ditimbang dan diperoleh
bobot sampel hasil pengeringan 1. Setelah itu
dilakukan pengeringan 2 dan pengeringan 3
dengan cara seperti pada pengeringan 1
sampai diperoleh bobot sampel hasil
pengeringan menjadi konstan.
Kadar air = W1 x 100 %
W2
W1 = bobot sampel awal (gram) – bobot
sampel hasil pengeringan 3 (gram)
W2 = bobot sampel awal (gram)
Penentuan Kadar Abu Secara Langsung
(Cara Kering)
Cawan porselin dikeringkan dalam oven
bersuhu 1050 C selama 3 jam, lalu
didinginkan dalam desikator selama 1 jam dan
ditimbang. Sebanyak 2,0 sampai 2,5 gram
sampel yang akan dianalisis dimasukkan ke
dalam cawan dan dikeringkan dalam oven
seperti pada penentuan kadar air sehingga
diperoleh bobot sampel setelah pengeringan.
Kemudian cawan yang berisi sampel kering
tersebut diabukan dalam tanur listrik bersuhu
550o C selama 18 -24 jam. Setelah itu tanur
listrik dimatikan dan setelah suhu pada tanur
listrik turun menjadi 60 o C – 70o C, cawan
dikeluarkan dari tanur listrik. Cawan beserta
abu yang diperoleh didinginkan dalam
desikator selama 1 jam dan ditimbang.
Kadar abu = W1 x 100 %
W2
W1 = bobot abu (gram)
W2 = bobot sampel (gram)
Penentuan Kadar Protein dengan Metode
Kjeldahl
Sebanyak 0,5 – 1,0 gram sampel yang
akan dianalisis ditimbang dan dimasukan ke
dalam tabung digestion. Analisis ini dilakukan

duplo, kemudian alat digestor dinyalakan dan
ditunggu hingga suhunya mencapai 415oC.
Selanjutnya tabung yang berisi sampel tadi
masing-masingnya ditambahkan 2 tablet
kjeltab (mengandung 3,5 gram K2 SO4 dan 3,5
mg selenium untuk setiap tabletnya) dan juga
ditambahkan 12 ml H2 SO 4 pekat. Setelah itu
dilakukan proses destruksi selama 1 jam.
Sambil menunggu proses destruksi dilakukan
standardisasi HCl dengan menggunakan
natrium tetraborat. Setelah proses destruksi
selesai tabung diangkat dan didinginkan
selama 1 jam.
Jika tabung telah dingin, kemudian
dilakukan proses analisis menggunakan
Kjeltec auto sampler 1035. Caranya tabung
digestion kosong dimasukkan ke dalam alat,
tekan tombol analyser, kemudian masukkan
data bobot sampel dan nomor tabung yang
akan dianalisis. Selanjutnya secara otomatis
akuades dan NaOH 40% akan mengisi tabung.
Jika terdapat NH 3, maka akan ditangkap oleh
kresol, dan selanjutnya dititrasi oleh HCl.
Setelah itu akan terbaca kadar nitrogen dari
blanko dan analisis dilanjutkan terhadap
sampel dengan menggunakan metode yang
sama.
Penentuan Kadar Lemak dengan Metode
Soxhlet
Sebanyak 1,0 sampai 1,5 gram sampel
yang akan dianalisis serta extraction cup yang
telah dikeringkan dan didinginkan dalam
desikator, ditimbang dengan menggunakan
neraca sartorius. Sampel kemudian dibungkus
dengan kertas saring dan dimasukkan ke
dalam thimble. Soxtec kemudian dinyalakan
dan ditunggu sampai suhunya mencapai 110o
C. Thimble yang telah berisi sampel
dipasangkan pada soxtec. Setelah itu sebanyak
40 ml petroleum benzena dimasukkan ke
dalam extraction cup dan extraction cup
dipasangkan pada soxtec. Lalu dilakukan
proses boiling terhadap sampel selama 20
menit dan proses rinsing salama 35 menit
(valve dalam keadaan terbuka). Kemudian
sampel dirinsing kembali selama 40 menit
tetapi valve berada dalam keadaan terkunci
sehingga tidak ada petroleum benzena yang
turun ke extraction cup dan dilanjutkan
dengan
evaporasi
selama
10
menit.
Selanjutnya extraction cup dan lemak yang
diperoleh dikeringkan dalam oven selama 30
menit pada suhu 105o C, lalu didinginkan
dalam desikator selama 1 jam dan ditimbang.
Kadar lemak = W1 x 100 %
W2

9

W1 = bobot lemak (gram)
W2 = bobot sampel awal (gram)
Penentuan Serat Kasar
Sebanyak 1 gram sampel yang akan
dianalisis (X) dan 50 ml H2 SO 4 0,3 N
dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan
dididihkan selama 30 menit. Kemudian
ditambahkan 25 ml NaOH dan dididihkan
kembali selama 30 menit. Setelah itu cairan
yang ada disaring dengan kertas saring yang
telah dikeringkan dan ditimbang (a).
Penyaringan dilakukan dalam labu pengisap
yang dihubungkan dengan pompa vakum.
Cairan tersebut kemudian dicuci berturut-turut
dengan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0,3 N,
50 ml air panas, dan 25 ml aseton. Kertas
saring dan isinya kemudian dimasukkan ke
dalam cawan porselin dan dikeringkan selama
semalam dalam oven pada suhu 105o C.
Selanjutnya didinginkan dalam desikator
selama 1 jam dan ditimbang (Y). Setelah itu
dimasukkan ke dalam tanur listrik pada suhu
700o C selama 5 jam, didinginkan dalam
desikator selama satu jam dan ditimbang (Z).
Kadar serat kasar = Y – Z – a x 100 %
X
Penentuan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen
(BETN)
BETN yang meliputi gula, zat pati, dan
hemiselulosa dapat ditentukan kadarnya
dengan menggunakan rumus:
BETN = 100 – (kadar abu + kadar protein +
kadar lemak + kadar serat kasar)
Penentuan Energi Total
Sebanyak 1 gram sampel yang akan
dianalisis ditimbang dengan menggunakan
neraca digital dan dibuat menjadi bentuk pelet
dengan menggunakan pellet press. Pelet yang
diperoleh kemudian ditimbang bobotnya dan
diletakkan dalam combustion capsule.
Combustion capsule yang berisi pelet
dimasukan ke dalam tabung oxsigen bomb dan
diberi kawat sepanjang 10 cm di kedua sisi
elektrodanya, sedangkan bagian tengah kawat
menyentuh permukaan pelet. Kalorimeter bom
dinyalakan dan ditunggu suhunya mencapai
35 oC. Kemudian tabung oxygen bomb diisi
dengan oksigen sampai penuh dan ke dalam
kalorimeter bom dimasukkan bucket yang
berisi 2 liter akuades.
Oxygen bomb lalu dimasukkan ke dalam
bucket berisi akuades dan dihubungkan
dengan elektroda. Pada alat dimasukkan data
nomor sampel dan bobot sampel, kemudian
alat akan melakukan pembakaran, yang

meliputi tahap preperiod, tahap fir e, dan tahap
post period. Selanjutnya oxygen bomb
dikeluarkan dan sisa oksigennya dibuang.
Kawat yang tersisa kemudian dibilas dengan
akuades dan dilakukan di dalam oxygen bomb.
Panjang kawat yang tersisa kemudian diukur
panjangnya menggunakan penggaris dan
dihitung nilai energi dari kawat yang terbakar
tersebut, dengan patokan bahwa setiap
sepanjang 10 cm kawat yang terbakar maka
nilai energi dari kawat yang terbakar itu
adalah 23 kalori.
Air bilasan yang ada dalam oxygen bomb
dititrasi dengan Na2CO 3 0,079 N dan
menggunakan indikator jingga metil. Setelah
itu data nilai energi dari kawat yang terbakar
dan jumlah volume Na2CO 3 0,079 N yang
digunakan dimasukkan ke dalam perhitungan
kalorimeter bom sehingga akan diperoleh nilai
energi total dari sampel yang dianalisis.
Parameter yang diamati
Parameter yang diamati yaitu, (1)
konsumsi pakan dan zat-zat makanan, (2)
pertambahan bobot badan, (3) efisiensi
penggunaan pakan, (4) rasio efisiensi protein,
(5) koefisien cerna zat-zat makanan, dan (6)
Total Digestible Nutrient (TDN).
Konsumsi pakan diperoleh dengan
menghitung jumlah pakan yang diberikan
dikurangi dengan jumlah pakan yang tersisa.
Konsumsi zat-zat makanan, yaitu jumlah
pakan yang dikonsumsi per hari dikali
persent ase zat -zat makanan yang terkandung
dalam bahan pakan tersebut. Pertambahan
bobot badan, yaitu selisih antara bobot badan
akhir dengan bobot badan awal hewan
percobaan dibagi jumlah hari pengamatan.
Efisiensi pnggunaan pakan (EPP)
dihitung dengan cara pert ambahan bobot
badan dibagi dengan konsumsi bahan kering
dikali dengan 100%. Rasio efisiensi protein
(RE