Ketahanan pangan rumah tangga petani sawah di wilayah Enclave Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS)(Desa Bandar Agung Kecamatan Suoh Kabupaten Lampung Barat):

KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI
SAWAH DI WILAYAH ENCLAVE TAMAN
NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS)
(DESA BANDAR AGUNG KECAMATAN SUOH KABUPATEN
LAMPUNG BARAT)

AMIRIAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Ketahanan Pangan
Rumahtangga Petani Sawah di Wilayah Enclave Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan (TNBBS) (Desa Bandar Agung Kecamatan Suoh Kabupaten Lampung
Barat) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, Febmari 2009
Amirian
NIM I153070195

ABSTRACT
AMIRIAN, Food security of wet land farmer household in enclave region of
Bukit Barisan Selatan National Park (TNBBS) (Bandar Agung Village at
Subdistrict of Suoh, District of Lampung Barat). Under direction of YAYUK
FARIDA BALIWATI and LILIK KUSTIYAH.
The Subdistrict of Suoh is a center of rice production at district of Lampung
Barat, in enclave region of TNBBS, so the distribution of food from and to the
area wasn't fluent. There are 5,139 ha of wet land and rice production are 21,518
tontyear. That supply for Suoh and other district. Data showed that there are 5,135
poor households its means potentially happen the insuffiency of food and nutrient.
The aim of this research was to know the food security of farmer household in the
region, based on the availibility of staple food, access to food and utilization of
food of farmer household. The research design was cross-sectional study. The
research was conducted in Bandar Agung Village of Subdistric Suoh. Stratified

random sampling with proportional allocation was applied to select 60 household
from 1,281 households. The samples were consisted 35 owner farmer, 12 yeoman,
and 13 farmworker. This research was collected primary and secondary data that
were analyzed by Microsoft Excel and SPSS version 13 for windows. The result
showed that 48.33% of husband and 78.33% of wife were 5 40 years old. 66.67%
of husband education and 70.00% of wife education were elementary school.
Most of the sample was a farmer, 26.67% husband and 18.33% wife have
additional work. The result showed, based on the availability of staple food,
70.00% of household catagorized as food secure. Based on the access to food,
65.00% of household catagorized as food secure, and based on the utilization of
food, 56.70% of household catagorized as food secure. The conclution of this
research, 36.70% of household catagorized as food insecure and 63.30% of
household catagorized as food secure based on combination of three component
of food security. The result of Chi-Square test showed that the household food
security of the owner farmer better than the yeoman and the farmworker, and the
household food security of the yeoman better than the farmworker. There was a
significant positive correlation @ 100% dan P > 100%). Jika konsumsi energi atau proteinnya lebih kecil dari

kecukupan (E < 100% dan P < loo%), maka rumahtangga tersebut dikatakan
rawan ketahanan pangan. Acuan kuantitatif untuk ketersediaan pangan adalah

angka kecukupan gizi (AKG) rekomendasi Widya Karya Pangan dan Gizi VIII
tahun 2004, dalam satuan rata-rata per kapita per hari sebesar 2200 kkal.
Menurut Hasan (1995) ketahanan pangan tingkat rumahtangga dapat
diketahui melalui pengumpulan data konsumsi dan ketersediaan pangan dengan
cara survei pangan secara langsung dan hasilnya dibandingkan dengan angka
kecukupan yang telah ditetapkan. Selain pengukuran konsumsi dan ketersediaan
pangan melalui suwei tersebut dapat pula digunakan data mengenai sosial
ekonomi dan demografi untuk mengetahui resiko ketahanan pangan seperti
pendapatan, pendidikan, stmktur keluarga, harga pangan, pengeluaran pangan dan
sebagainya. Data tersebut dapat digunakan sebagai indikator risiko terhadap
ketahanan pangan pada tingkat rumahtangga (Sukandar et al. 2001).
Konsep pengukuran ketahanan pangan lain yang dikembangkan Hardinsyah
(1996) adalah berdasarkan mutu konsumsi dengan menggunakan skor
diversifikasi pangan. Pada dasarnya konsep pengukuran ketahanan pangan yang
dikembangkan Hardinsyah relatif sederhana dan mudah. Selain sudah
memperhitungkan jumlah pangan yang dikonsurnsi (aspek kuantitas) dan
dikelompokkan pada lima kelompok pangan Empat Sehat Lima Sempuma
(makanan pokok, lauk pauk, sayur, buah, dan susu) dan dihitung kuantitasnya
menggunakan unit konsumen (UK) agar perbedaan komposisi umur dan jenis
kelamin anggota rumahtangga dapat dipertimbangkan dalam perhitungan ini.

Ukuran sederhana ini dapat digunakan untuk menduga pemenuhan kebutuhan gizi
mmahtangga sebagai ukuran ketahanan pangan mmahlangga.
Faktor Yang Berhubungan Dengan Ketahanan Pangan Rumahtangga
Suhardjo, Hardinsyah dan Riyadi (1988), menyatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengamhi ketahanan pangan nunahtangga ada empat yaitu: (1)
produksi pangan untuk keperluan mmahtangga, (2) pengeluaran uang untuk
pangan rumahtangga, (3) pengetahuan gizi, dan (4) tersedianya pangan.
Sedangkan Sudjono ef al. (1986) menemukan bahwa selain pengeluaran
rumahtangga, be