Persepsi Masyarakat Terhadap Upaya Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan

KARYA TULIS

Persepsi Masyarakat Terhadap Upaya Konservasi
di Taman Hutan Raya Bukit Barisan

Oleh :

Rahmawaty
Khairida
Eva Siagian

DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2006

Rahmawaty : Persepsi masyarakat Terhadap Upaya Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, 2006

USU Repository © 2006

KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga KARYA TULIS ini
berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih adalah “Persepsi Masyarakat
Terhadap Upaya Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan”

Diharapkan tulisan ini bermanfaat untuk menambah informasi mengenai
persepsi masyarakat yang merupakan salah satu aspek yang sangat penting
dipertimbangkan dalam penyusunan strategi pengembangan taman hutan raya.

Kami menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
lebih menyempurnakan karya tulis ini. Akhir kata kami ucapkan semoga karya
tulis ini dapat bermanfaat.

Medan, Mei 2006

Penulis

Rahmawaty : Persepsi masyarakat Terhadap Upaya Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, 2006


USU Repository © 2006

DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv
PENDAHULUAN
Latar Belakang...........................................................................................
Tujuan .......................................................................................................

1
1

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Sejarah Tahura Bukit Barisan ........................................................................
Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Dusun III Tongkoh ...........................
Kependudukan .........................................................................................

Mata Pencaharian ....................................................................................

3
3
3
3

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................................
Bahan dan Alat Penelitian.........................................................................
Populasi dan Sampel..................................................................................
Pengumpulan Data.....................................................................................
Analisa Data.............................................................................................

4
4
4
4
4


HASIL DAN PEMBAHASAN
Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan, Tahura Bukit Barisan, dan
Tapal Batas .....................................................................................
5
Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Konservasi Tahura
Bukit Barisan .................................................................................
7
KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................

12

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

13

Rahmawaty : Persepsi masyarakat Terhadap Upaya Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, 2006

USU Repository © 2006

DAFTAR TABEL

Hal
1.

Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan .................................................... 5

2.

Persepsi Masyarakat terhadap Tahura Bukit Barisan ............................

3.

Persepsi Masyarakat Terhadap Tapal Batas Kawasan Taman Hutan 11

7

Raya Bukit Barisan ................................................................................

Rahmawaty : Persepsi masyarakat Terhadap Upaya Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, 2006

USU Repository © 2006


Persepsi Masyarakat Terhadap Upaya Konservasi
di Taman Hutan Raya Bukit Barisan
Oleh :
Rahmawaty, Khairida, Eva Siagian

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumberdaya alam hayati Indonesia dengan ekosistemnya mempunyai
peranan penting bagi kehidupan, karena itu perlu dikelola dan dimanfaatkan bagi
kesejahteraan masyarakat Indonesia pada khususnya dan umat manusia pada
umumnya baik di masa kini maupun di masa depan.
Laju kerusakan hutan di Indonesia saat ini begitu tinggi. Hutan dengan
fungsi lindung dan fungsi konservasi semakin berkurang luasnya. Kerusakan
hutan telah mengakibatkan berbagai bencana, seperti : banjir, tanah longsor,
menyusutnya debit air, dan penurunan keragaman hayati (biodiversity) berupa
flora dan fauna (Arief, 1994). Apabila kerusakan hutan ini tidak segera diatasi,
maka bencana-bencana tersebut akan terus hadir dan menimbulkan kerugian bagi
manusia. Untuk menjaga agar hutan tetap lestari dan berkelanjutan, maka perlu
dibentuk suatu kawasan pelestarian sumberdaya hutan. Salah satu contoh kawasan

pelestarian alam terdapat di Provinsi Sumatera Utara, yaitu Taman Hutan Raya
(Tahura) Bukit Barisan.
Kurangnya kerjasama pemerintah dan masyarakat sekitar kawasan Tahura
Bukit Barisan ini menyebabkan upaya konservasi yang dilaksanakan pemerintah
tidak berjalan optimal, keterbatasan aparat berwenang yang bertugas untuk
melaksanakan kegiatan konservasi dan menjaga kawasan sangat terbatas
dibandingkan dengan luas kawasan yang dikelola, oleh karena itu, diperlukan
informasi mengenai persepsi, sikap dan partisipasi masyarakat sekitar kawasan
Tahura Bukit Barisan tersebut untuk membantu menyusun perencanaan kegiatan
konservasi di kawasan Tahura Bukit Barisan ini.
Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat Dusun III
Tongkoh, Desa Dolat Raya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, Provinsi
Sumatera Utara terhadap upaya konservasi Tahura Bukit Barisan

Rahmawaty : Persepsi masyarakat Terhadap Upaya Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, 2006

USU Repository © 2006

KONDISI UMUM TAHURA BUKIT BARISAN

Sejarah Tahura Bukit Barisan
Istilah “taman hutan raya (Tahura)” di Indonesia dikenal sejak tahun 1985,
saat diresmikan Taman Hutan Raya Ir. Juanda seluas 590 Ha, kemudian pada
tahun 1986 taman hutan raya kedua diresmikan di Sumatera Barat dengan nama
Taman Hutan Raya Dr.M.Hatta seluas 240 Ha, selanjutnya merupakan taman
hutan raya ketiga di Indonesia adalah Taman Hutan Raya Bukit Barisan yang
berlokasi di Provinsi Sumatera Utara dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden
No.48 Tahun 1988 tanggal 19 November 1988 (Dinas Kehutanan Provinsi Daerah
Tingkat I Sumatera Utara, 1999/2000)
Taman Hutan Raya Bukit Barisan Sumatera Utara mempunyai luas
seluruhnya 51.600 Ha. Secara administratif kawasan Tahura Bukit Barisan
termasuk pada wilayah Kabupaten Karo, Simalungun, Langkat dan Deli Serdang.
Kawasan ini berjarak 76 Km dari Ibukota Sumatera Utara (Medan) atau sekitar
dua jam perjalanan. Secara geografis, kawasan Tahura Bukit Barisan terletak pada
bagian utara dari wilayah Kabupaten Dati II Karo, bagian selatan dan timur
wilayah Kabupaten Dati II Langkat dan bagian barat dari wilayah Kabupaten Dati
II Simalungun (Dinas Kehutanan Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara,
1999/2000).
Areal kawasan Tahura Bukit Barisan yang hutannya lebat dan perawan itu,
meliputi wilayah Pemerintah Kabupaten Karo seluas 19.805 hektar, Deli terdapat

17.150 hektar, Langkat 13.000 hktar dan Simalungun 1045 hektar. Seluruh
kawasan ini yang luasnya 51.600 hektar itu ,berasal dari hutan lindung
38.273 hektar (74,17%), Taman Nasional 13.000 hektar (25,20%), Bumi
Perkemahan Pramuka Sibolangit 200 hektar (0,39%), Cagar Alam Sibolangit 120
hektar (0,23%), dan taman wisata Lau Debuk-debuk 7 hektar (0,01%) .
Faktor penunjang utama yang dimiliki Tahura Bukit Barisan sebagai obyek
wisata adalah udara yang sejuk, vegetasi alam yang baik dan pemandangan alam
yang indah. Disamping itu sarana dan prasarana juga cukup memadai, seperti :
jalan raya dengan kondisi yang baik dan mulus yang menghubungkan sebagian
besar kawasan Tahura, sarana akomodasi dan penginapan, lokasi perkemahan dan
jalan setapak di beberapa kawasan, kantor penelitian, pusat informasi, pondok
wisata Shelter, Gapura, Perpustakaan, Museum, Zoologicum, Karborium, Plaza,
Play Ground, Kolam Renang, Lapangan Parkir, Taman Buaya, Griya, Mesjid dan
beberapa ekor gajah yang siap ditunggangi para wisatawan domestik dan
mancanegara yang mengunjunginya .
Masyarakat yang bermukim di sekitar Tahura Bukit Barisan terdiri dari suku
Melayu, Karo, Aceh, Jawa, Nias dan Batak. Mata pencaharian penduduk
utamanya adalah bertani dan berkebun. Produksi utamanya adalah sayur-mayur
dan buah-buahan.


Rahmawaty : Persepsi masyarakat Terhadap Upaya Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, 2006

USU Repository © 2006

Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat
Kependudukan
Berdasarkan daftar isian data monografi desa tahun 2003, jumlah
penduduk Dusun III Tongkoh sebanyak 450 orang. Terdiri dari 212 orang lakilaki dan 238 orang perempuan, dengan jumlah kepala keluarga 100 KK.
Penduduk Dusun III Tongkoh memiliki agama dan suku yang beragam. Suku
yang palingdominan adalah suku karo (72 %), suku batak toba (15 %), suku jawa
(12 %), dan suku nias (1 %). Dari sisi penganut agama, masyarakat Dusun III
Tongkoh terdiri dari 59 % agama Islam dan 41 % agama Kristen.
Klasifikasi jumlah penduduk Dusun III Tongkoh menurut usia yang
diperoleh dari data monografi desa pada tahun 2003 dapat dilihat pada Gambar 1
dan Gambar 2.

Jenis Pekerjaan
Mayoritas pekerjaan penduduk Dusun III Tongkoh menurut daftar isian data
monografi desa tahun 2003 adalah petani (90 %). Selain tani, mata pencaharian
masyarakat adalah pedagang (4,5 %), PNS (2,8 %), Bengkel (1 %), dan lain-lain

(1,7 %). Pembagian komposisi mata pencaharian masyarakat Dusun III Tongkoh
dapat dilihat pada Gambar 3.

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Dusun III Tongkoh, Desa Dolat Raya,
Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Pengambilan
data dilakukan pada bulan 18 Februari 2005 sampai dengan 19 Maret 2005.
.
Bahan dan Alat Penelitian
Dalam penelitian ini bahan atau obyek yang diteliti adalah masyarakat
Dusun III Tongkoh, Desa Dolat Raya, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo,
Provinsi Sumatera Utara. Alat penelitian yang digunakan adalah kuisioner/angket,
alat tulis-menulis, kalkulator, kamera. dan tape recorder.
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah masyarakat yang tinggal di Dusun III Tongkoh
karena masyarakat inilah yang sehari-hari berkaitan langsung dengan kawasan
tersebut. Keterkaitan antara masyarakat dan kawasan sangat menentukan upaya
pengelolaan kawasan konservasi yang dimaksud sehingga sesuai dengan tujuan

Rahmawaty : Persepsi masyarakat Terhadap Upaya Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, 2006

USU Repository © 2006

penelitian yang dikehendaki. Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh data
bahwa Dusun III Tongkoh memiliki masyarakat sebanyak 450 jiwa (Data
Monografi Desa, 2003).
Metode pengambilan sample dilakukan dengan cara purposive sampling
(sampel bertujuan) Menurut Soekarwati (1995), purposive sampling dapat
diartikan sebagai pengambilan sampel berdasarkan kesengajaan, maka pemilihan
sekelompok subyek berdasarkan atas ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya, yaitu masyarakat Dusun III Tongkoh yang berinteraksi langsung
dengan kawasan Tahura Bukit Barisan, berumur 17 tahun ke atas, sehat jasmani
dan rohani, dan mampu berkomunikasi yang baik.
Besarnya ukuran sampel dalam penelitian ini berdasarkan rumusan yang
ditulis Hasan (2000), bahwa dalam menentukan ukuran sample dengan
menggunakan rumus penentuan sampel :
n =

N
1 + Ne

2

Keterangan :
n = Ukuran sample
N = Ukuran Populasi
e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sample
yang masih dapat ditolerir/diinginkan, misalnya 10 %
Rumus di atas digunakan karena ukuran populasi diketahui dan asumsi
bahwa populasi berdistribusi normal. Maka berdasarkan rumus diatas dapat
dihitung besarnya jumlah sample yang diambil. Dari populasi 450 jiwa di Dusun
III Tongkoh dengan tingkat kesalahan 10 % maka jumlah sample masyarakat
yang dibutuhkan adalah sebanyak 82 jiwa. Pemilihan sample 82 jiwa ini
dilakukan secara acak dari populasi. Besarnya sample yang diperlukan dalam
penelitian menurut Chadwick et al (1991) ditentukan berdasarkan sifat populasi,
tingkat ketepatan yang diperlukan, dan sumberdaya yang tersedia bagi peneliti.
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa :
a. Data Primer
b. Data sekunder
Analisa Data
Penelitian ini merupakan suatu kajian deskriptif. Penelitian ini akan
mendeskripsikan persepsi masyarakat Dusun III Tongkoh terhadap upaya
konservasi yang dilakukan pada kawasan Tahura Bukit Barisan, bentuk partisipasi
yang dilakukan masyarakat Dusun III Tongkoh dalam upaya konservasi yang
dilakukan dan mendeskripsikan pandangan masyarakat Dusun III Tongkoh
terhadap masa depan Tahura Bukit Barisan.

Rahmawaty : Persepsi masyarakat Terhadap Upaya Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, 2006

USU Repository © 2006

Dalam penerapannya penelitian ini menggunakan metode kualitatif sebagai
metode utama, dan didukung dengan metode kuantitatif. Metode kuantitatif dalam
penelitian ini digunakan untuk pengumpulan data hasil kuisioner dan
pentabulasian data sebelum dianalisis.
Hasil kuisioner yang disebar kepada masyarakat Dusun III Tongkoh untuk
mengetahui bagaimana persepsi, bagaimana bentuk partisipasi yang
dilakukan,bagaimana pandangan masyarakat Dusun III Tongkoh terhadap upaya
konservasi Tahura Bukit Barisan dikumpulkan berdasarkan karakteristiknya,
selanjutnya disajikan dalam bentuk tabulasi. Tabulasi yang digunakan adalah tabel
frekuensi. Data-data yang telah tersaji dalam bentuk tabulasi tersebut dianalisis
secara kuantitatif menggunakan frekuensi dari masing-masing karakteristik.
Dalam analisis data hasil kuisioner, data-data dari hasil wawancara dan observasi
digunakan untuk mendukung analisis data hasil penyebaran kuisioner.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan, Tahura Bukit Barisan, dan Tapal
Batas
Persepsi masyarakat terhadap Tahura Bukit Barisan dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu persepsi responden terhadap hutan, persepsi responden terhadap
Tahura Bukit Barisan, dan persepsi responden terhadap tapal batas kawasan
Tahura Bukit Barisan. Persepsi masyarakat terhadap Tahura Bukit Barisan
diuraikan sebagai berikut.
Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan
Persepsi responden terhadap hutan dari hasil penyebaran kuisioner (dengan
metode wawancara) diperoleh persepsi yang hampir seragam, perbedaan persepsi
antar masyarakat tidak terlalu tampak. Secara garis besar persepsi responden
terhadap hutan dapat dikelompokkan seperti dalam Tabel 2
Tabel 1. Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan
No

Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan

1.

Hutan merupakan tempat hidup hewan-hewan dan pohonpohon
Hutan merupakan wilayah yang bermanfaat pada
masyarakat untuk mengambil humus dan kayu bakar
Hutan merupakan penghasil Oksigen (menjaga udara tetap
bersih), menjaga tata air, mencegah erosi dan longsor
Hutan merupakan kawasan yang harus dilestarikan untuk
kehidupan dan tidak boleh ditebang pohonnya
Hutan merupakan tempat rekreasi dan merupakan kawasan
yang dilindungi
Hutan merupakan kawasan yang melindungi masyarakat
dari bencana alam
Tidak tahu defenisi hutan

2.
3.
4.
5.
6.
7.

Jumlah
Responden
25

Persentase
(%)
30

14

17

25

30

8

10

1

2

4

5

5

6

Rahmawaty : Persepsi masyarakat Terhadap Upaya Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, 2006

USU Repository © 2006

Jumlah

82

100

Berdasarkan pengelompokkan persepsi responden terhadap hutan dalam
Tabel 2, dapat diambil satu kesimpulan. Hutan merupakan suatu kawasan yang
berfungsi untuk menjaga udara tetap bersih, menjaga tata air, mencegah erosi dan
longsor yang di dalamnya terdiri dari berbagai jenis hewan dan tumbuhan, yang
bermanfaat bagi masyarakat untuk mengambil humus dan kayu bakar, merupakan
tempat rekreasi, dan merupakan kawasan yang dapat melindungi masyarakat dari
bencana alam.
Persepsi yang dikemukakan responden penelitian terhadap hutan
dikelompokkan dalam 7 kelompok. Kelompok pertama (sebesar 30 %)
menyatakan bahwa hutan merupakan tempat hidup hewan-hewan dan pohonpohon. Persepsi ini menunjukkan bahwa kelompok responden ini memandang
hutan secara sederhana saja, tanpa ada niat untuk memanfaatkan atau
mengeksploitasinya.
Kelompok responden yang kedua (sebesar 17 %) mengemukakan hutan
merupakan wilayah yang bermanfaat pada masyarakat untuk mengambil humus
dan kayu bakar. Kelompok ini bersikap aktif atau agresif, dimana hutan
merupakan obyek yang dapat dieksploitasi atau dimanfaatkan dari sisi ekonomi.
Masyarakat mengambil humus untuk pupuk tanaman bunga mereka yang akan
dijual, dan mereka mengambil ranting-ranting atau kayu-kayu hutan yang sudah
lapuk untuk dijadikan kayu bakar. Kelompok responden yang keempat sebesar 10
% mengemukakan bahwa hutan adalah kawasan yang harus dilestarikan untuk
kelangsungan kehidupan dan tidak boleh dilakukan kegiatan menebang pohon.
Kelompok responden yang kelima sebesar 2 % menyatakan bahwa hutan
adalah tempat rekreasi dan kawasan hutan lindung, kelompok responden keenam
sebesar 5 %, bahwa hutan adalah kawasan yang dapat melindungi masyarakat dari
bencana alam. Kelompok responden yang ketujuh atau yang terakhir sebesar 6 %,
yaitu kelompok yang tidak tahu tentang hutan karena mereka jauh dari kawasan
hutan Tahura Bukit Barisan dan tidak pernah mengikuti penyuluhan yang
dilakukan oleh pemerintah.
Dari hasil pengelompokkan diatas dapat diketahui bahwa persepsi
masyarakat tentang hutan sudah positif. Hanya 17 % responden yang memiliki
persepsi yang negatif terhadap hutan, yaitu kawasan yang bermanfaat bagi
masyarakat untuk mengambil humus dan kayu bakar. Persepsi masyarakat Dusun
III Tongkoh sudah positif terhadap hutan dan dengan persepsi seperti ini
masyarakat sudah mengerti arti pentingnya hutan bagi kelangsungan hidup
mereka.
Pemahaman yang tinggi terhadap pentingnya kawasan membuat masyarakat
berusaha menjaga kelestarian, tidak merusak hutan dan tidak melakukan kegiatankegiatan yang dapat merusak kawasan hutan. Masyarakat juga tahu bahwa
kawasan Tahura tersebut adalah milik pemerintah, sehingga mereka tidak boleh
merusak atau mengelola hutan tersebut. Tapi beberapa masyarakat masih ada
yang memanfaatkan kawasan hutan, ada yang memanfaatkan kayu-kayu yang

Rahmawaty : Persepsi masyarakat Terhadap Upaya Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, 2006

USU Repository © 2006

patah untuk dijadikan kayu bakar, ada yang memanfaatkan kupu-kupu dan
angrek-angrek yang langka untuk dikembangbiakkan dan dijual, dan ada yang
mengambil humus. Kegiatan mengambil kupu-kupu dan anggrek langka sudah
tidak dilakukan lagi oleh masyarakat karena pemerintah sudah memberi
peringatan kepada mereka untuk tidak mengganggu satwa dan tumbuhan yang
ada di kawasan Tahura Bukit Barisan. Sampai saat ini kegiatan yang masih
dilakukan masyarakat di dalam hutan adalah mengambil humus, masyarakat
Dusun III Tongkoh mengambil humus untuk kebun bunga mereka, karena
masyarakat Dusun III Tongkoh memiliki mata pencaharian utama sebagai petani
bunga/tanaman hias. Beberapa masyarakat juga ada yang memanfaatkan kawasan
hutan untuk lahan kebun mereka. Masyarakat memanfaatkan lahan hutan yang
kosong yang terdapat di pinggir jalan.
Wibowo (1988) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan
persepsi seseorang terhadap suatu obyek adalah faktor pengalaman. Masyarakat
Dusun III Tongkoh berbatasan langsung dengan kawasan hutan yaitu kawasan
Tahura Bukit Barisan, oleh karena itu, mereka setiap harinya akan berinteraksi
langsung dengan kawasan hutan yang ada, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Berdasarkan adanya interaksi ini maka masyarakat memiliki
pengalaman-pengalaman tentang kawasan hutan yang ada di daerah mereka
sehingga mereka dapat memberikan persepsi mereka terhadap hutan.
Persepsi Masyarakat Terhadap Tahura Bukit Barisan
Dari hasil kuisioner yang disebarkan diperoleh persepsi yang beragam
tentang Tahura Bukit Barisan. 28 % responden mempunyai persepsi bahwa
kawasan Tahura Bukit Barisan merupakan suatu kawasan yang memiliki
manajemen pengelolaan yang buruk dan memiliki dua ekor gajah yang dapat
merusak dan 12 orang (15 %) responden menjawab tidak tahu tentang kawasan
Tahura Bukit Barisan tersebut. Secara garis besar persepsi responden terhadap
Tahura Bukit Barisan dapat dikelompokkan seperti dalam Tabel 2.
Tabel 2. Persepsi Masyarakat TerhadapTahura Bukit Barisan
No
1.
2.

3.
4.
5.

6.
7.

Persepsi Masyarakat Terhadap Tahura Bukit Barisan
Tahura Bukit Barisan adalah hutan milik negara yang
tidak boleh diganggu
Tahura Bukit Barisan adalah kawasan yang tidak boleh
diambil humus, dirusak kayunya ( ditebang ), dan harus
dijaga
Tahura Bukit Barisan merupakan tempat untuk mengambil
humus dan kayu
Tahura Bukit Barisan merupakan tempat rekreasi bagi
masyarakat
Tahura Bukit Barisan adalah kawasan yang memiliki
manajemen pengelolaan yang buruk dan memiliki gajah
yang merusak kawasan Tahura Bukit Barisan
Tidak tahu tentang Tahura Bukit Barisan
Tahura Bukit Barisan adalah kawasan wisata yang sudah
tidak layak lagi menjadi tempat wisata karena tidak
terawat ( jorok )

Jumlah
Responden
9

Persentase
(%)
11

11

13

7

9

11

13

23

28

12
9

15
11

Rahmawaty : Persepsi masyarakat Terhadap Upaya Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, 2006

USU Repository © 2006

Jumlah

82

100

Dari hasil penyebaran kuisioner yang dilakukan dengan sistem wawancara,
secara garis besar persepsi masyarakat dapat dikelompokkan dalam 7 kelompok
(Tabel 2). Berdasarkan pengelompokkan tersebut dapat ditarik satu kesimpulan.
Menurut masyarakat, Tahura merupakan suatu kawasan wisata yang sudah tidak
layak lagi menjadi obyek wisata karena sudah sangat jorok dan tidak indah lagi,
mempunyai sistem manajemen pengelolaan yang sangat buruk yang mempunyai
dua ekor gajah yang merusak kawasan Tahura Bukit Barisan, yang merupakan
kawasan tempat mengambil humus dan kayu bakar. Responden penelitian juga
mengungkapkan bahwa Tahura Bukit Barisan adalah hutan milik negara yang
tidak boleh diganggu.
Persepsi masyarakat terhadap Tahura Bukit Barisan hampir sama dan
bersifat negatif. Persepsi yang paling banyak dikemukakan oleh masyarakat
penelitian sebesar 28 %, yaitu bahwa Tahura Bukit Barisan adalah kawasan yang
memiliki manajemen pengelolaan yang buruk dan memiliki gajah yang merusak
kawasan Tahura Bukit Barisan, masyarakat yang tidak mengetahui tentang Tahura
Bukit Barisan sebesar 15 %, 11 % mengatakan bahwa Tahura Bukit Barisan
adalah kawasan wisata yang sudah tidak layak lagi menjadi tempat wisata karena
tidak terawat. 37 % responden memiliki persepsi yang positif terhadap Tahura
Bukit Barisan, yaitu 11% mengatakan bahwa Tahura Bukit Barisan adalah hutan
milik negara yang tidak boleh diganggu, 13 % mengatakan bahwa Tahura Bukit
Barisan adalah kawasan yang tidak boleh diambil humus, dirusak kayunya, dan
harus dijaga dan merupakan tempat rekreasi bagi masyarakat.
Dari data di atas dapat diketahui bahwa persepsi masyarakat Dusun III
Tongkoh cenderung positif walaupun 48 % responden memiliki persepsi yang
negatif., sama seperti persepsi positif yang dimiliki oleh masyarakat terhadap
hutan.
Menurut masyarakat, gajah yang ada di Tahura Bukit Barisan sangat
merugikan masyarakat. Pengurus Tahura Bukit Barisan 10 tahun yang lalu
memutuskan memelihara dua ekor gajah untuk menambah objek wisata. Sejak 5
tahun terakhir gajah-gajah tersebut tidak dikarantina lagi karena memerlukan
biaya yang besar untuk makannya, oleh karena itu pihak pengurus Tahura Bukit
Barisan mengikat gajah-gajah tersebut di kawasan Tahura Bukit Barisan, dan
gajah-gajah ini menyebabkan kawasan Tahura Bukit Barisan menjadi rusak.
Gajah-gajah ini menghancurkan/merobohkan pohon-pohon yang ada di sekitarnya.
Ini sudah berlangsung hampir sekitar 5 tahun. Kawasan yang rusak akibat gajahgajah itu dibiarkan begitu saja, tidak dilakukan penaman kembali, sehingga daerah
perusakan gajah-gajah tersebut ditumbuhi lalang-lalang. Masyarakat Dusun III
Tongkoh merasa dirugikan karena pada umumnya masyarakat sudah mengerti
bahwa kawasan Tahura Bukit Barisan sangat penting artinya bagi kelangsungan
hidup mereka sehingga mereka berusaha untuk menjaga kawasan Tahura Bukit
Barisan itu agar tidak rusak, tapi kenyataannya kawasan Tahura tersebut menjadi
rusak karena gajah-gajah yang dilepaskan oleh pengurus Tahura Bukit Barisan.
Masyarakat Dusun III Tongkoh merasa dirugikan dan tidak setuju dengan
dilepasnya gajah-gajah tersebut di kawasan Tahura Bukit Barisan karena akan
menyebabkan kerusakan yang lebih parah lagi. Tapi pihak pengurus Tahura Bukit

Rahmawaty : Persepsi masyarakat Terhadap Upaya Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, 2006

USU Repository © 2006

Barisan tidak mendengar pendapat masyarakat dan ini menyebabkan masyarakat
tidak mau perduli lagi terhadap kondisi dari Tahura Bukit Barisan tersebut.
Persepsi masyarakat yang negatif terhadap kawasan Tahura Bukit Barisan,
bahkan ada masyarakat ketika diwawancarai mengatakan bahwa kawasan Tahura
Bukit Barisan sebagai kawasan yang ditujukan untuk penelitian, pendidikan, ilmu
pengetahuan, menunjang budidaya, budaya dan sebagai tempat rekreasi tidak
bermanfaat bagi mereka, timbul karena tidak adanya tanggapan dari pihak Dinas
Kehutanan terhadap masukan-masukan atau pendapat dari masyarakat. Pihak
Dinas Kehutanan sering melakukan kegiatan penyuluhan di Dusun III Tongkoh,
tapi hanya sebagian kecil saja dari responden penelitian yang pernah mengikuti
kegiatan tersebut, karena setiap adanya pendapat dan masukan dari masyarakat
pihak Dinas kehutanan hanya mendengarkan saja dan tidak pernah
melaksanakannya sehingga masyarakat memiliki persepsi yang negatif terhadap
Tahura Bukit Barisan. Tidak pernahnya responden penelitian mengikuti kegiatan
penyuluhan yang dilakukan juga menyebabkan responden penelitian tidak
mengetahui apa itu Tahura Bukit Barisan.
Faktor pengalaman merupakan salah satu faktor yang menentukan persepsi
mereka. Pengalaman mereka bahwa setiap diadakannya penyuluhan, pihak Dinas
Kehutanan tidak mau memperhatikan pendapat mereka sehingga persepsi mereka
menjadi negatif terhadap Tahura Bukit Barisan.
Faktor pengetahuan juga mempengaruhi persepsi responden penelitian.
Faktor pengetahuan yang diperoleh dari hasil penyuluhan merupakan faktor yang
dapat mempengaruhi persepsi yang dikemukakan oleh responden. Sebesar 40 %
dari responden penelitian mengatakan pernah mengikuti kegiatan penyuluhan
yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan sehingga 40 % responden penelitian ini
memiliki persepsi yang positif tentang kawasan Tahura Bukit Barisan.
Pengetahuan yang berasal dari kegiatan penyuluhan merupakan bagian dari
pendidikan non-formal. Oleh sebab itu, dapat dikemukakan bahwa pendidikan
non-formal responden penelitian di Dusun III Tongkoh juga ikut menentukan
persepsi yang mereka sampaikan. Menurut Effendi (2002), persepsi adalah
pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan pada stimulasi indrawi (sensor
stimuli) sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Kesamaan penilaian
responden penelitian terhadap Tahura Bukit Barisan didasarkan pada informasi
tentang Tahura yang didapat dari hasil penyuluhan yang dilakukan oleh instansi
pemerintah, dan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang mereka dapat.
Menurut responden, manfaat hutan Tahura Bukit Barisan adalah sebagai
tempat pariwisata karena Tahura Bukit Barisan adalah kawasan pariwisata.
Manfaat lainnya adalah sebagai penghasil humus dan kayu bakar. Untuk manfaat
sebagai penghasil kupu-kupu langka dan anggrek langka menurut masyarakat
sudah tidak dilakukan lagi karena telah dilarang oleh pemerintah.
Salim (1997) menyatakan bahwa fungsi lain dari hutan alam, khususnya
hutan tropis merupakan paru-paru bumi. Hutan menghirup gas karbon dioksida

Rahmawaty : Persepsi masyarakat Terhadap Upaya Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, 2006

USU Repository © 2006

dan menghembuskan oksigen untuk dihirup manusia. Hutan Tahura Bukit Barisan
sebagai bentuk dari hutan alam juga mempunyai fungsi yang sama.
Fungsi hutan kawasan Tahura Bukit Barisan sebenarnya masuk dalam
kategori manfaat hutan Tahura Bukit Barisan itu sendiri, yaitu manfaat tidak
langsung (intangible). Salim (1997) mengklasifikasikan manfaat hutan menjadi
dua, yaitu manfaat langsung (tangible) dan manfaat tidak langsung (intangible).
Manfaat langsung adalah manfaat yang dapat dirasakan atau dinikmati secara
langsung oleh masyarakat. Manfaat hutan kawasan Tahura Bukit Barisan sebagai
tempat bagi masyarakat untuk mengambil humus, rotan, penggunaan lahan untuk
berladang, dan kayu bakar, merupakan manfaat langsung dari keberadaan
kawasan hutan Tahura Bukit Barisan.
Manfaat tidak langsung hutan menurut Salim (1997) adalah manfaat yang
tidak langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi yang dapat dirasakan adalah
keberadaan hutan itu sendiri. Manfaat kawasan Tahura Bukit Barisan sebagai
penghasil oksigen, paru-paru bumi, menjaga tata air, mencegah erosi dan longsor,
dan merupakan perlindungan bagi masyarakat sekitar Tahura Bukit Barisan dari
bencana alam merupakan manf aat tidak langsung dari keberadaan kawasan hutan
Tahura Bukit Barisan.
Pengalaman terhadap fenomena alam yang pernah terjadi, sehingga menjadi
suatu pengetahuan bagi masyarakat tentang fungsi keberadaan kawasan Tahura
Bukit Barisan ialah fenomena-fenomena alam di kawasan hutan lain, seperti
longsor, banjir bandang, dan banyak lagi fenomena alam yang pernah terjadi.
Berkaitan dengan pengalaman terhadap fenomena alam yang membentuk suatu
persepsi masyarakat terhadap kawasan Tahura Bukit Barisan, Rakhmat (1992)
mengemukakan bahwa persepsi merupakan pengalaman seseorang tentang suatu
obyek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi
dan menafsirkan pesan. Dengan mengetahui dampak dan peristiwa bencana alam
yang terjadi di kawasan hutan lain, masyarakat Dusun III Tongkoh memberikan
penilaian atau pandangan bahwa penyebab terjadinya bencana alam di berbagai
daerah sekitar kawasan hutan adalah kerusakan hutan, sehingga dengan demikian
masyarakat menyimpulkan bahwa hutan Tahura Bukit Barisan memiliki fungsi
dan manfaat sebagai pelindung dari bencana longsor, banjir, dan bencana alam
lainnya.
Menurut responden penelitian, model pembangunan pada kawasan Tahura
Bukit Barisan adalah pembangunan pariwisata yang mengikutsertakan masyarakat.
Tahura Bukit Barisan adalah kawasan wisata, karena itu responden penelitian
mengharapkan agar pemerintah memperbaiki bangunan sarana dan parasarana
yang ada sehingga Tahura Bukit Barisan indah lagi dan layak untuk dijadikan
kawasan wisata.

Rahmawaty : Persepsi masyarakat Terhadap Upaya Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, 2006

USU Repository © 2006

Persepsi Masyarakat Terhadap Tapal Batas Kawasan Tahura Bukit
Barisan.
Persepsi responden terhadap tapal batas kawasan Tahura Bukit Barisan tidak
terlalu beragam seperti persepsi mereka terhadap hutan dan Tahura Bukit Barisan.
Secara garis besar persepsi responden terhadap tapal batas kawasan Tahura Bukit
Barisan dapat dikelompokkan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Persepsi Masyarakat Terhadap Tapal Batas Kawasan Tahura Bukit
Barisan
No
1.

2.

3.

Persepsi Masyarakat Terhadap Tapal Batas Kawasan Tahura
Bukit Barisan
Tapal batas merupakan tanda batas yang dibuat oleh
pemerintah untuk memperjelas kawasan Tahura Bukit
Barisan dengan lahan milik rakyat yang berupa tembok
dinding dan kayu dengan tinggi 1 m yang dipacakkan dan
dihubungkan dengan tali
Tapal batas merupakan tanda patok atau tanda batas Tahura
Bukit Barisan dengan Dusun III Tongkoh yang dibuat sejak
jaman Belanda yang berbentuk pilar
Tidak tahu tentang pal batas
Jumlah

Jumlah
Responden
24

Persentase
(%)
43,6

13

23,6

18
55

32,7
100

Berdasarkan Tabel 3 dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian tapal batas
menurut responden penelitian dikemukakan dari sisi tujuan dibuatnya tapal batas
oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda dan dari ciri-ciri bentuk tapal
batas itu sendiri. Dari hasil kuisioner diketahui bahwa 43,6 % responden
mempunyai persepsi bahwa tapal batas adalah batasan yang dibuat oleh
pemerintah pada batas-batas kawasan Tahura Bukit Barisan dengan tanah milik
rakyat yang berupa tembok dinding dan kayu setinggi 1m yang dipacakkan tiap
2m lalu dihubungkan dengan tali, sedangkan 32,7 % responden menjawab tidak
tahu tentang tapal batas.
Pengertian tapal batas menurut responden penelitian ialah tanda yang dibuat
oleh pemerintah sebagai batas antara kawasan yang masuk ke dalam Tahura Bukit
Barisan dengan kawasan di luar Tahura Bukit Barisan. Pengertian ini diperoleh
responden berdasarkan sosialisasi pemasangan tapal batas oleh Dinas Kehutanan.
Sebagian responden penelitian juga mengatakan bahwa tapal batas adalah batas
yang dibuat oleh Belanda sejak dulu untuk membatasi kawasan Tahura Bukit
Barisan dengan tanah milik rakyat.
Bentuk ataupun ciri-ciri tapal batas diketahui oleh semua responden
penelitian yang tahu tentang adanya tapal batas berdasarkan dari melihat langsung
dan dari sesama warga masyarakat lainnya, tetapi 35 % responden tidak tahu
tentang tapal batas sehingga responden tidak akan tahu bagaimana bentuk dan
ciri-ciri tapal batas yang ada. Pemerintah membangun tembok dinding di sekiling
batasan kawasan Tahura Bukit Barisan dengan tanah rakyat, serta membuat batas
kayu dengan tinggi 1m dengan jarak tiap-tiap 2m dan diberi cat merah, dan
sebagian responden penelitian mempersepsikan itu sebagai tapal batas (42 %).
Sementara tapal batas yang sesungguhnya sudah dibuat sejak zaman Belanda

Rahmawaty : Persepsi masyarakat Terhadap Upaya Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, 2006

USU Repository © 2006

yang berbentuk pilar yang berada di Utara yaitu di Gunung Singkut dan di sebelah
selatan di Gunung Barus, dan pemerintah Indonesia hanya tinggal memperbaiki
saja (23,6 %).
Sebagian besar responden yang melihat langsung bentuk tapal batas adalah
responden yang memiliki lahan pertanian atau perkebunan yang berbatasan
langsung dengan tapal batas yang dibuat oleh pemerintah, namun ada juga
responden yang mengetahuinya dari cerita orang tua dulu, bahwa ada tapal batas
yang telah dibuat oleh Belanda pada zaman Belanda dulu, dan merupakan
masyarakat yang bekerja sebagai pekerja yang memperbaiki tapal batas pada saat
dilakukan proyek perbaikan tapal batas kawasan Tahura Bukit Barisan.
Menurut responden, manfaat dan fungsi keberadaan tapal batas kawasan
Tahura Bukit Barisan adalah sebagai tanda batas agar masyarakat tidak
melakukan kegiatan perladangan melewati batas yang ada. Selain itu, tapal batas
juga memperjelas kawasan mana yang masuk kawasan Tahura Bukit Barisan, dan
kawasan mana yang di luar kawasan Tahura Bukit Barisan.
Tapal batas kawasan Tahura Bukit Barisan yang ada saat ini sudah diikuti
oleh masyarakat Dusun III Tongkoh. Tidak ada masyarakat yang menambah luas
lahan mereka dengan melanggar batas yang telah dibuat. Masyarakat sudah
mengerti bahwa batas yang dibuat untuk mencegah rusaknya kawasan Tahura
Bukit Barisan dan tidak boleh diganggu.
Kesimpulan hasil wawancara dengan responden tentang tapal batas kawasan
menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyarankan agar bentuk tapal
batas kawasan Tahura Bukit Barisan tidak berbentuk kayu yang setinggi 1m,
namun diganti dengan bentuk lain dan tidak bisa dipindah-pindahkan. Betuk tapal
batas favorit yang diusulkan oleh sebagian besar responden adalah tembok
dinding. Dengan tembok dinding sebagai bentuk tapal batas kawasan, menurut
responden tidak hanya lebih jelas dan nyata batas antara kawasan Tahura Bukit
Barisan dan kawasan di luar Tahura Bukit Barisan, namun juga tahan lama dan
tidak bisa diganggu.

KESIMPULAN DAN SARAN
Pengelolaan Tahura Bukit barisan masih perlu ditingkatkan lagi, dengan
melibatkan masyarakat sekitar dalam hal ini adalah masyarakat Dusun III
Tongkoh.
Disarankan kepada pihat terkait untuk lebih meningkatkan perhatian terhadap
Tahura ini, agar fungsi dan tujuan tahura ini dapat dimanfaatkan semaksimal
mungkin.

Rahmawaty : Persepsi masyarakat Terhadap Upaya Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, 2006

USU Repository © 2006

DAFTAR PUSTAKA

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Cetakan ke Lima. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta. Hal 7
Arief, A. 1994. Hutan : Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan
Obor Indonesia. Jakarta. Hal 12
Dinas Kehutanan Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara. 1999/2000. Naskah
Rencana Pengelolaan Taman Hutan Raya Bukit Barisan. Hal 3
Hasan, I. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodelogi Penelitian dan Aplikasinya.
Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta. Hal 20
Salim, H.S. 1997. Dasar-Dasar Hukum Kehutanan. Sinar Grafika. Jakarta.
Wibowo,I. 1988. Psikologi Sosial. Universitas Terbuka. Karunika. Jakarta. Hal 20

Rahmawaty : Persepsi masyarakat Terhadap Upaya Konservasi di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, 2006

USU Repository © 2006