Karakteristik Sifat Kualitatif dan Kuantitatif Kelinci Flemish Giant, English Spot, dan Rex di Kabupaten Magelang

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF
KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX
DI KABUPATEN MAGELANG

SKRIPSI
LIDIA FAFARITA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006

RINGKASAN
LIDIA FAFARITA. D14102017. 2006. Karakteristik Sifat Kualitatif dan
Kuantitatif Kelinci Flemish Giant, English Spot dan Rex di Kabupaten
Magelang. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak. Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota

: Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer

: Ir. Bram Brahmantiyo M.Si.

Kelinci (Oryctolagus cuniculus) merupakan ternak mamalia yang dapat
dimanfaatkan sebagai penghasil daging untuk memenuhi kebutuhan protein
masyarakat. Beberapa bangsa kelinci dapat dimanfaatkan sebagai panghasil fur
ataupun wol, ada juga yang menghasilkan daging sekaligus menghasilkan fur.
Kabupaten Magelang merupakan daerah penghasil kelinci, peternakan kelinci
tersebut merupakan peternakan rakyat. Terdapat tiga bangsa kelinci yang disukai
peternak dari segi bobot badan dan produksi dagingnya. Ketiga bangsa kelinci ini
adalah Flemish Giant, English Spot dan Rex. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan informasi karakteristik sifat kualitatif dan kuantitatif ketiga bangsa
kelinci yang dapat digunakan untuk budidaya ternak kelinci yang terpola dan
sistematis.
Penelitian ini dilakukan terhadap: 20 ekor jantan dan 20 ekor betina Flemish
Giant, 20 ekor jantan dan 20 ekor betina English Spot, 20 ekor jantan dan 20 ekor
betina Rex. Kelinci yang diamati adalah kelinci dewasa kelamin (umur lebih dari 6
bulan). Pengamatan sifat kualitatif terdiri atas pola dan warna kelinci, warna mata,
kualitas rambut, bentuk muka, dan bentuk pangkal paha. Sifat kuantitaf yang diamati
adalah ukuran-ukuran tubuh yang diperoleh dengan pengukuran secara langsung.
Sifat-sifat kualitatif dianalisis secara deskriptif berdasarkan fenotipe setiap

bangsa kelinci. Sifat-sifat kuantitatif dianalisis berdasarkan Rancangan Acak
Lengkap Faktorial untuk mengetahui pengaruh bangsa dan jenis kelamin terhadap
bobot badan dan ukuran tubuh ketiga bangsa kelinci. Analisis Komponen Utama
digunakan untuk mengetahui penciri ukuran dan bentuk tubuh ketiga bangsa kelinci
dan untuk mendapatkan diskriminasi ukuran dan bentuk tubuh ketiga bangsa kelinci.
Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh umur (umur 6-9 bulan dan umur ≥10
bulan) terhadap ukuran tubuh kelinci.
Hasil pengamatan sifat kualitatif menunjukkan kelinci Flemish Giant berpola
white-belly dengan warna fawn, kelinci English Spot berpola Spot dengan warna
coklat, dan kelinci Rex berpola broken dengan warna hitam. Warna mata ketiga
bangsa kelinci adalah hitam. Karakteristik rambut Flemish Giant adalah medium dan
kasar, English Spot berambut medium dan Rex berambut halus. Bentuk muka ketiga
bangsa kelinci adalah oval memanjang. Bentuk pangkal paha Flemish Giant
berbentuk menonjol, English Spot berbentuk lancip dan Rex berbentuk bulat. Hasil
pengamatan sifat kuantitatif menunjukkan ukuran bagian-bagian tubuh ketiga bangsa
kelinci berdasarkan dua kelompok umur secara umum tidak berbeda nyata, namun
pada beberapa bagian-bagian tubuh masih terdapat pertambahan ukuran. Ukuran
bagian-bagian tubuh kelinci Rex berbeda sangat nyata (P6 bln).......................................................................................

35


9. Rerata dan Simpangan Baku Ukuran Dada Kelinci Dewasa
Flemish Giant (FG), English Spot (ES) dan Rex (R)..........................

37

10. Rerata dan Simpangan Baku Ukuran Kaki Kelinci Dewasa
Flemish Giant (FG), English Spot (ES) dan Rex (R).........................

38

11. Rerata dan Simpangan Baku Ukuran Panjang Tulang Punggung
Kelinci Dewasa Flemish Giant (FG), English Spot (ES)
dan Rex (R).........................................................................................

40

12. Rerata dan Simpangan Baku Ukuran Lebar Tulang Pinggul Kelinci
Dewasa Flemish Giant (FG), English Spot (ES) dan Rex (R)............


42

13. Rerata dan Simpangan Baku Ukuran Daun Telinga Kelinci Dewasa
Flemish Giant (FG), English Spot (ES) dan Rex (R).........................

42

14. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh dengan Keragaman Total (KT)
dan Nilai Eigen (λ) pada Kelinci Jantan Flemish Giant (FG),
English Spot (ES), Rex (R)................................................................

45

15. Ringkasan Penciri Ukuran Dan Bentuk Tubuh Pada Kelinci
Jantan Flemish Giant (FG), English Spot (ES) dan Rex (R)..............

47

16. Persamaan Ukuran dan Bentuk Tubuh dengan Keragaman Total (KT)
dan Nilai Eigen (λ) pada Kelinci Betina Flemish Giant (FG),

English Spot (ES), Rex (R)................................................................

48

17. Ringkasan Penciri Ukuran Dan Bentuk Tubuh Pada Kelinci Betina
Flemish Giant (FG), English Spot (ES) dan Rex (R).........................

51

ix

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Kelinci Flemish Giant........................................................................

6


2. Kelinci English Spot ..........................................................................

7

3. Kelinci Rex ........................................................................................

9

4. Peralatan Pengukuran Sifat Kuantitatif Ternak Kelinci ....................

18

5. Metode Pengukuran Peubah Kerangka Kelinci .................................

21

6. Fenotipe Kelinci Flemish Giant, English Spot dan Rex ...................

27


7. Ukuran dan Bentuk Tubuh Kelinci Jantan Flemish Giant,
English Spot dan Rex ........................................................................

47

8. Ukuran dan Bentuk Tubuh Kelinci Betina Flemish Giant,
English Spot dan Rex ........................................................................

50

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Peta Wilayah Kabupaten Magelang...................................................

59

2. Kondisi Geogafis Lima Kecamatan...................................................


59

3. Variasi Pola dan Warna Kelinci Flemish Giant, English Spot
dan Rex .............................................................................................

60

4. Perbandingan Ukuran dan Bentuk Tubuh Kelinci Jantan dan
Betina Flemish Giant .........................................................................

61

5. Perbandingan Ukuran dan Bentuk Tubuh Kelinci Jantan dan
Betina English Spot............................................................................

61

6. Perbandingan Ukuran dan Bentuk Tubuh Kelinci Jantan dan
Betina Rex..........................................................................................


62

7. Perbandingan Ukuran dan Bentuk Tubuh Kelinci Jantan dan
Betina Flemish Giant, English Spot dan Rex ....................................

62

PENDAHULUAN
Latar belakang
Kebutuhan protein yang meningkat dan belum terpenuhi di Indonesia sangat
perlu diperhatikan. Kekurangan protein dapat merugikan generasi yang akan datang
dilihat dari segi tingkat kecerdasan, pola pikir, dan tingkah laku sosial. Sumber
protein dengan kualitas yang tinggi dapat diperoleh dari daging, susu, telur dan
bahan lain yang dihasilkan oleh ternak. Permintaan produk peternakan terus
meningkat

sebagai

bertambahnya


dampak

proporsi

dari

penduduk

adanya

peningkatan

perkotaan,

pendidikan

jumlah
dan


penduduk,
pengetahuan

masyarakat tentang perlunya makanan yang berkualitas dan bergizi serta adanya
dukungan membaiknya pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Di sisi lain
peternakan belum mampu menyediakan produk daging dan susu untuk memenuhi
permintaan konsumen dan industri, sehingga berakibat ketergantungan terhadap
impor yang semakin besar.
Kelinci merupakan ternak pilihan untuk sumber daging keluarga, terutama
keluarga yang berpenghasilan rendah. Konsumsi daging kelinci mulai digalakkan
pada tahun 1982. Namun masyarakat Indonesia belum terbiasa mengkonsumsi
daging kelinci karena anggapan bahwa kelinci merupakan ternak hias (fancy).
Meskipun masyarakat Indonesia masih ragu untuk mengkonsumsi daging kelinci,
permintaan dari luar negeri merupakan peluang untuk mengembangkan usaha ternak
kelinci di Indonesia. Amat disayangkan sekali apabila permintaan-permintaan dari
luar negeri tidak dapat dipenuhi, padahal Indonesia memiliki daerah-daerah yang
cocok untuk mengembangkan usaha ternak kelinci. Populasi kelinci yang diharapkan
sebagai penghasil daging juga masih sangat terbatas dan pusat-pusat pembibitan
kelinci juga belum tersedia sehingga sangat sulit memperoleh bibit kelinci yang
berkualitas. Pemanfaatan ternak kelinci yang tersedia di Indonesia dapat dilakukan
dengan cara persilangan dan seleksi agar dapat dihasilkan ternak kelinci yang
unggul.
Nilai gizi daging kelinci lebih baik dari beberapa ternak lain yang umum
dikonsumsi di Indonesia. Terutama dari segi kandungan protein yang tinggi (20,8%)
mudah dicerna dan kolesterol rendah dengan kandungan lemak 7,4%. Ternak kelinci
dapat berkembang biak dengan cepat dalam waktu yang singkat (6-7 kali beranak

dalam satu tahun), selain itu juga menghasilkan litter size yang cukup tinggi
dibanding ternak lain (6-8 ekor per kelahiran). Kelinci juga menghasilkan limbah
yang berguna antara lain urine dan feses yang bisa dijadikan pupuk organik untuk
tanaman.
Kabupaten Magelang merupakan salah satu daerah penghasil kelinci di Pulau
Jawa, khususnya Jawa Tengah. Pada saat ini ternak kelinci di Magelang mencapai
±22.399 ekor (Widodo, 2006), terdiri atas berbagai ras kelinci lokal maupun semi
lokal dan kelinci impor yang asal usulnya sudah tidak diketahui dengan jelas. Bangsa
kelinci yang banyak dipelihara peternak adalah Flemish Giant, English Spot dan Rex.
Peternak Magelang memelihara ternak kelinci pedaging dalam skala rumah tangga
sebagai usaha sambilan. Mereka sangat tertarik dalam usaha pengembangan ternak
kelinci, meskipun sistem pengelolaan yang masih sederhana dan belum
memperhatikan pola pembibitan yang baik. Peternak membiakkan kelinci tanpa
memperhatikan asal usul dan kemurnian kelinci, dan hanya untuk mendapatkan
kelinci dengan ukuran dan bobot yang besar. Pemeliharaan dengan pembibitan yang
tidak terpola ini disebabkan kurangnya informasi tentang bagaimana pemeliharaan
kelinci yang baik. Untuk itu perlu dilakukan sistem pengembangan yang lebih
terpola dengan memanfaatkan potensi yang ada baik dari segi bibit maupun pakan
yang tersedia.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi karakteristik sifat-sifat
kualitatif dan kuantitatif kelinci Flemish Giant, English Spot, dan Rex yang banyak
dikembangkan di Kabupaten Magelang.
Manfaat
Hasil penelitian dapat digunakan peternak sebagai bahan informasi dalam
upaya pengembangan usaha pembibitan ternak kelinci yang terstruktur dan
sistematis, terutama pada sistem pengadaan bibit kelinci yang berkualitas.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Kelinci
Sejarah dan Klasifikasi
Kelinci pertama kali didomestikasi pada Zaman Romawi dengan tujuan
utama domestikasi adalah untuk mendapatkan dagingnya sebagai sumber pangan.
Pada saat itu kelinci disebut leporaria (Cheeke et al., 1987). Kelinci liar
(Oryctolagus cuniculus) berasal dari Eropa dan Afrika Utara. Beberapa bangsa
kelinci ditemukan pada abad ke-16 yang menyebar di Perancis dan Itali (Lebas et al.,
1986). Pada tahun 1606 Oliver de Series mengklasifikakan kelinci atas tiga kelas
yaitu kelinci liar, semi liar, dan kelinci peliharaan (domestik). Pada mulanya kelinci
diklasifikasikan kedalam ordo rodensia (binatang mengerat) yang bergigi seri empat,
tetapi akhirnya dimasukkan kedalam ordo lagomorpha karena bergigi seri enam
(Cheeke et al., 1987). Linnaeus, pada tahun 1750 mengklasifikasikan kelinci ke
dalam:
Kerajaan

: Animalia

Philum

: Chordata

Kelas

: Mammalia

Ordo

: Lagomorpha

Famili

: Leporidae

Genus

: Oryctolagus

Spesies

: cuniculus

Ordo lagomorpha famili leporidae tergolong purba. Fosil yang ditemukan
membuktikan kelinci berasal dari zaman Eosen. Awalnya kelinci merupakan objek
perburuan, budidaya kelinci sebagai hewan piaraan baru dilakukan pada abad ke-16
yang diawali dari Negara-negara Eropa yaitu Perancis, Itali, dan Inggris. Pada awal
abad ke-19 kelinci mulai dipelihara

di bagian Barat Eropa dan Negara-negara

perbatasan, juga di beberapa Negara seperti Australia dan New Zealand.
Pengembang biakan kelinci terus meningkat pada Perang Dunia kedua karena
kekurangan pangan (Lebas et al., 1986). Kelinci di Indonesia, khususnya di pulau
Jawa terdapat ras kelinci lokal yang lambat pertumbuhannya dan ukuran yang kecil.
Kelinci ini keturunan kelinci ras Nederland Dwarf yang dibawa oleh orang-orang
Belanda sebagai ternak hias pada tahun 1835 (Sarwono, 2001).

Potensi Produksi Kelinci
Kelinci merupakan ternak mamalia yang mempunyai banyak kegunaan.
Kelinci dipelihara sebagai penghasil daging, wool, fur, hewan penelitian, hewan
tontonan,

dan

hewan

kesenangan

(Ensminger,

1991).

Umumnya

kelinci

dikelompokkan berdasarkan tujuan pemeliharaannya, yaitu sebagai penghasil daging,
kulit rambut atau kelinci hias, meskipun ada tujuan ganda (Raharjo, 1988).
Cheeke et al. (1987) berpendapat bahwa kelinci merupakan sumber daging karena
mempunyai sifat-sifat yang cocok sebagai ternak kecil penghasil daging di Negara
sedang berkembang. Disamping menghasilkan daging dan fur kelinci juga
menghasilkan pupuk yang berupa campuran kotoran, sisa pakan dan urine, pupuk ini
sangat baik untuk tanaman (Herman, 2003).
Karkas kelinci mencapai 60% dari bobot hidup (Lebas et al., 1986). Daging
kelinci mengandung protein tinggi (18,5%) dan rendah kolesterol (136mg/100g)
(Cheeke et al., 1987). Menurut Eschborn (1985) kelinci mempunyai rata-rata
reproduksi yang tinggi dibanding ternak lain (bunting 30-32 hari, litter size rata-rata
7-8 ekor, selang beranak singkat, dan pertumbuhan relatif cepat).
Sanford (1980) menyatakan bahwa kelinci dapat dikembangkan dengan tiga
cara. Pertama dengan mengendalikan sifat-sifat yang diwariskan untuk menghasilkan
warna atau tipe kulit-rambut (fur), kedua mengkombinasikan sifat-sifat yang tampak
pada dua atau lebih bangsa kelinci, ketiga sistim seleksi untuk sifat-sifat khusus
yang dilakukan sampai derajat tertentu.
Biologi Umum Kelinci
Kromosom kelinci terdiri atas 22 pasang gen, sepasang gen adalah penentu
jenis kelamin, XX untuk betina dan XY untuk jantan. Fenotipe dan genotipe kelinci
sangat beragam, keragaman ini sangat berhubungan dengan frekuensi gen dan
seleksi, asal dan kondisi geografis, karakteristik bangsa, strain, garis keturunan dan
populasi lokal. Fenotipe merupakan pemunculan/penampakan dari genotipe dan
lingkungan. Genotipe merupakan dampak dari gen yang terdapat pada beberapa
lokus. Karakteristik kuantitatif merupakan dampak genetik yang tidak tampak.
Bangsa-bangsa yang dipelihara pada lingkungan yang sama mempunyai perbedaan
genotipe (Lebas et al., 1986).

4

Kelinci mempunyai kemampuan produksi yang cepat, dalam satu tahun
kelinci dapat beranak 6-7 kali. Kelinci mencapai dewasa kelamin pada umur 5-6
bulan (Robinson, 1984). Kelinci baik dikawinkan pada umur sembilan bulan
(Mahalovich, 2004). Masa bunting kelinci adalah 31-32 hari. Litter size sangat
bervariasi tergantung bangsa dan tipe kelinci. Kelinci tipe besar mempunyai litter
size 3-12 ekor dengan rata-rata perkelahiran 6-7 ekor per induk. Tipe medium dengan
litter size 1-8 ekor dengan rata-rata kelahiran 5-6 ekor, dan tipe ringan dengan litter
size 1-5 ekor dengan rata-rata perkelahiran 4 ekor (Robinson, 1984). Kelinci dapat
dikawinkan kembali dua minggu setelah melahirkan (Raharjo, 1988).
Lebas et al. (1986), mengelompokkan kelinci berdasarkan ukuran tubuh
dewasa, pertumbuhan rata-rata, dan umur mulai dewasa. Empat kelompok bangsa
kelinci berdasarkan bobot hidup dan ukuran tubuh adalah
1) kelinci besar: bobot dewasa lebih dari 5 kg, potensi pertumbuhan bangsa ini
dapat diekploitasi terutama untuk crossbreeding, seperti kelinci Bouscat
Giant White, French Lop, Flemish Giant dan French Giant Papillon, bangsa
ini secara genetik dapat memperbaiki pertumbuhan pada bangsa lain;
2) kelinci medium: bobot dewasa 3,5-4,5 kg, kelinci ini merupakan kelinci yang
dapat dipelihara secara intensif untuk produksi daging, kelinci ini memiliki
nilai produktivitas yaitu fertilitas yang tinggi, pertumbuhan cepat,
perkembangan perototan yang bagus,

kualitas daging yang baik, bangsa

kelinci yang termasuk kedalam bangsa ini adalah English Silver, German
Silver, Champagne d’Argent, New Zealan Red, New Zealand White dan
Grand Chinchilla;
3) kelinci tipe ringan: bobot dewasa 2,5-3,0 kg, kelinci tipe ringan dapat
berkembang dengan sangat cepat dan merupakan induk yang baik, konsumsi
pakan lebih sedikit dari pada kelinci tipe besar dan medium dan bisa
disilangkan untuk menghasilkan tipe ringan dengan berat karkas 1-1,2 kg,
tipe ini terdiri atas Himalaya, Small Chinchilla , Dutch, dan French Havana;
4) kelinci kecil: bobot dewasa 1 kg, kelinci ini merupakan kelinci pertunjukkan,
hewan laboratorium, dan sebagai hewan kesenangan.

5

Bangsa Kelinci
Flemish Giant. Ras ini di Indonesia dikenal sebagai Vlaames reus, kelinci raksasa
dari Vlaam. Kelinci ini menonjol karena ukurannya yang besar dan kualitas fur nya
yang bagus. Flemish Giant mempunyai karakteristik rambut pendek (Short hair).
Bobot badan jantan rata-rata mencapai 6,3 kg, betina 6,8 kg dan ada yang mencapai
10-12 kg. Kelinci ini dipelihara untuk dikawinsilangkan dengan kelinci lain dalam
usaha meningkatkan produksi daging.Variasi warna rambutnya banyak. Paling sering
dijumpai adalah steel gray (abu-abu besi) dan sandy (seperti pasir). Warna lainnya
adalah hitam, putih, light gray (abu-abu muda), biru, dan fawn. Umumnya kelinci ini
bisa dikawinkan pada umur 10-12 bulan (Sarwono, 2001).

Gambar 1. Fenotipe Kelinci Flemish Giant (Mahalovic 2004)
Bangsa kelinci Flemish Giant merupakan kelinci tipe besar dengan bobot
badan pada umur delapan bulan mencapai 7 kg untuk betina dan 6,5 kg untuk jantan.
Pada beberapa spesimen Flemish Giant dapat mencapai bobot 14 kg. Bentuk tubuh
Flemish Giant adalah memanjang dengan perkembangan otot yang baik. Bagian dari
pinggang dan kaki belakang terlihat lebar dan besar. Kelinci jantan memiliki kepala
yang lebar dan besar dibanding kelinci betina. Flemish Giant memiliki fur yang
berkilat. Warna Flemish Giant adalah hitam, biru, light grey, sandy, steel gray dan
putih. Sandy merupakan warna yang paling umum ditemukan. Umur dewasa kelinci
Flemish Giant adalah 9 bulan dengan bobot badan mencapai 9 kg. Flemish Giant

6

memiliki pertulangan/kerangka yang besar dibanding kelinci komersial lainnya
(Mahalovich, 2004).
English Spot. Ras ini berwarna putih dengan tutul hitam. Sepanjang punggung ada
garis hitam dari pangkal telinga memanjang sampai ujung ekor. Perut bertutul hitam
seperti puting susu, telinga hitam, mata dilingkari rambut hitam, sehingga tampak
seperti memakai kaca mata. Hidung ditutupi rambut hitam berbentuk kupu-kupu.
Selain dengan tutul hitam ada juga Eglish Spot dengan tutul biru, abu-abu, cokelat,
kuning emas dan lembayung. Semua genetik Spot bersifat heterozigot, sehingga sulit
mendapatkan keturunan yang serupa umumnya hanya 50% keturunan yang memiliki
ciri-ciri serupa dengan induknya. Bobot kelinci dewasa 2,7-3,6 kg. Anak kelinci
pertumbuhannya pesat, cocok untuk penghasil fur sekaligus daging. Kualitas
rambutnya sangat baik untuk bahan pakaian dan karkasnya cukup banyak
(Sarwono, 2001).

Gambar 2. Fenotipe Kelinci English Spot (Berry, 2005)
Bangsa kelinci English Spot merupakan kelinci tipe sedang dengan bobot
badan rata-rata 3 kg. Betina Spot dapat dikawinkan pada umur 5 atau 6 bulan,
sehingga English Spot dapat beranak sebelum umur satu tahun. Spot memiliki tipe
rambut pendek, telinga yang panjang dan tegak (Usagi no Tsukiyo Rabitry, 2005).
Menurut Berry (2005), English Spot jantan dewasa memiliki bobot 3 kg dan betina
dewasa 3,5 kg.
Rex. Bangsa kelinci Rex ditemukan pertama kali oleh seorang peternak Perancis
pada tahun 1919, dan pada tahun 1929 kelinci Rex diekspor ke Amerika Serikat.
Awalnya kelinci ini dipelihara sebagai hewan peliharaan karena rambutnya yang

7

halus, disamping itu kelinci ini juga diambil daging dan kulit rambutnya. Beberapa
tahun kemudian mulai terdapat usaha-usaha untuk mengembangkannya sebagai
penghasil bahan baku pada industri garmen (Cheeke et al., 1987). Kelinci Rex
pertama kali masuk ke Indonesia melalui importasi oleh Balai Penelitian Ternak
Ciawi pada bulan Februari 1988 (Yumiaty, 1991). Rex merupakan kelinci ras baru
yang dipelihara di China sejak 1990 (Zhu et al., 2005).
Bangsa kelinci Rex dapat dikembangkan di daerah dataran tinggi tempat
penghasil sayuran karena suhu ideal untuk pertumbuhan badan dan perkembang
biakan adalah 16-18 oC. makin dingin suhu udara makin baik rambut yang
dihasilkan. Suhu udara 5-15 oC adalah suhu ideal untuk menghasilkan rambut
kualitas terbaik (Raharjo, 1994)
Rex memiliki badan yang besar, kulit yang lebar, fur yang sangat baik, dan
mudah beradaptasi dengan lingkungan bagian utara Cina (Zhu et al., 2005). Ras Rex
dapat diternakkan untuk penghasil daging sekaligus penghasil fur bermutu. Proporsi
tubuhnya bagus, bagian belakang membulat dengan baik, tulang-tulangnya kuat,
kepala lebar, telinga berdiri tegak, kaki belakang kuat, kokoh berisi. Bobot dewasa
2,7-3,6 kg, rambutnya halus seperti beludru, panjang 1,27 cm atau lebih sesuai
dengan standar (Sarwono, 2001).
Keistimewaan kelinci Rex yaitu pada rambutnya yang halus seperti beludru,
tumbuh tegak, dengan panjang rambut yang sama antara rambut kasar dan rambut
halus (Cheeke et al., 1987 dan Johanson dan Randel, 1968). Bangsa kelinci Rex
memiliki rambut-rambut pelindung (guard Hair) yang sama panjang dengan rambut
halus (down hair) (Sanford dan Woodgate, 1980 dan ARBA, 1996). Sifat rambut
halus dan tumbuh pendek disebabkan terdapatnya gen rambut halus rr (Castle dan
Law, 1936, Lukefahr dan Robinson, 1988). Pada suhu lingkungan 5-15 oC, hasil
rambut kelinci Rex lebih bagus. Rambutnya halus, tebal, padat, dan mengkilat.
Makin rendah suhu makin indah dan bagus mutu rambutnya (Sarwono, 2001)

8

Gambar 3. Fenotipe Kelinci Rex (Balai Penelitian Ternak Ciawi)
Warna rambut kelinci Rex sangat bervariasi, antara lain putih (White Rex),
hitam (Black Rex), biru (Blue Rex), ungu, merah muda (Lilac Rex), cokelat emas
(Nutria Rex), merah kuning keemasan (Orange Rex), cokelat gelap kehitam-hitaman
(Havana Rex), bertotol-totol seperti anjing Dalmatian (Dalmatian Rex) kombinasi
hitam dan orange (Harlequin Rex), cokelat keemasan (Cinnamon Rex), dan sepeti
kucing siam (Siamese sable Rex). Ras Rex yang paling terkenal White Rex, yaitu
berrambut putih mulus dan tebal. Kualitas rambutnya sangat baik, lembut seperti
beludru. Ras ini juga disebut Ermine Rex (Sarwono, 2001).
Sifat Kualitatif
Sifat kualitatif adalah suatu sifat individu yang dapat diklasifikasikan ke
dalam satu dari dua kelompok atau lebih, dan pengelompokan itu berbeda jelas satu
sama lain. Sifat kualitatif juga dapat diartikan sebagai sifat luar yang tampak dengan
sedikit atau bahkan tak ada hubungannya dengan kemampuan produksi (Warwick et
al., 1995). Sifat kualitatif seperti warna, pola warna pada sapi FH, sifat bertanduk
atau tidak bertanduk pada sapi sangat mudah dibedakan tanpa harus mengukurnya.
Sifat kualitatif biasanya hanya dikontrol oleh sepasang gen dan bersifat tidak aditif,
pada populasi yang cukup besar variasi sifat kualitatif bersifat tidak kontinu (Noor,
2000). Variasi pola, warna rambut dan warna mata merupakan sifat kualitatif kelinci
yang dipengaruhi oleh gen-gen pengatur pola warna (Lebas et al., 1986), kualitas fur
dan rambut merupakan sifat kualitatif yang bernilai komersial (Cheeke et al., 1987).

9

Pola dan Warna Rambut Kelinci
Sumber semua warna rambut, kulit, dan mata pada ternak adalah pigmen
melanin. Pada mamalia terdapat dua macam melanin yaitu melanin hitam
(eumelanin) dan melanin merah (phaeomelanin). Warna-warna yang muncul pada
ternak merupakan kombinasi dari kedua macam pigmen ini. Warna rambut, dan kulit
dikontrol oleh gen-gen yang terletak pada beberapa lokus yang mempengaruhi
sintesis pigmen melalui kerja enzim, begitu juga dengan penyebaran dan lokasi
granul pigmen pada sel kulit dan rambut (Noor, 2000). Kerja enzim sensitif terhadap
suhu (Johanson dan Randel, 1968).
Menurut Mahalovich (2004), terdapat enam lokus yang menentukan fenotipe
warna dan pola warna kelinci. Warna kelinci merupakan penurunan sederhana yang
ditentukan oleh efek utama gen. Pola warna kelinci berasal dari kelinci liar yang
berwarna agouti yang kemudian mengalami mutasi.
Warna agouti dijumpai pada spesies liar, umumnya dijumpai pada kelinci dan
tikus liar. Gen agouti bersifat dominan (A-) terhadap non Agouti (aa). Individu yang
bersifat non-agouti biasanya berwarna hitam, kecuali jika dimodifikasi oleh gen-gen
lain. Gen-gen pada lokus C mengontrol pemunculan warna penuh, apabila gen resesif
pada lokus C muncul maka warna tidak dimunculkan (albino). Alel chincilla
merupakan alel lain yang muncul pada lokus albino. Warna chinchilla adalah warna
abu-abu muda yang merupakan pelunturan warna agouti. Gen-gen pada lokus B
memunculkan warna hitam atau coklat, pada beberapa kasus memunculkan warna
merah atau kuning. Gen pada lokus D mengontrol pelunturan pigmen yang
menyebabkan menurunnya penyerapan cahaya dan pelunturan warna, bukan
pengurangan pigmen. Gen-gen pada lokus E mengontrol jumlah eumelanin (hitam
atau coklat) dan phaeomelanin (merah atau kuning) pada rambut. Warna yang paling
dominan dari serangkaian alel ini adalah warna hitam dan paling resesif adalah
warna merah dan kuning (Noor, 2000).
Menurut

Mahalovich

(2004),

genotipe

asli

kelinci

liar

adalah

AABBCCDDEE. Kelinci liar mengalami mutasi sepanjang waktu dengan adanya
seleksi dalam pemeliharaan kelinci. Genotipe kelinci dilambangkan menjadi
A-B-C-D-E-, maka terbentuk ruang untuk kemungkinan munculnya alel setiap
rangkaian warna. Lokus-lokus penentu warna kelinci dijelaskan berikut ini.

10

1. Lokus A terdiri atas AA, Aa, aa, AA merupakan agouti gelap, Aa agouti lebih
terang, aa bersifat epistasis resesif dalam keadaan homozigot memunculkan
warna hitam tanpa pola warna. Agouti terang meliputi warna sandy, fawn,
light and steel grey dan adanya pengaruh gen pola warna w yang disebut
wide-band.
2. Lokus B terdiri atas BB, Bb, bb. B dominan memunculkan warna hitam,
bersifat agouti dalam bentuk BB dan Bb. Dalam bentuk homozigot resesif bb
memunculkan warna coklat. Pemunculan gen B pada kelinci Flemish Giant
mempengaruhi terang gelap fenotipnya.
3. Lokus C terdiri atas CC, Cc dan cc. Rangkaian gen C mengekspresikan
perkembangan pigmen hitam dan kuning sepanjang rambut kelinci. Alel C
dalam keadaan homozigot dominan dan heterozigot mengatur pemunculan
warna. Dalam keadaan resesif cc akan menyebabkan albino. Alel cchmerupakan dominan tidak lengkap yang menunjukkan adanya penurunan
produksi pigmen
4. Lokus D terdiri atas DD, Dd dan dd. Alel D dominan merupakan respon
terhadap warna agouti dalam bentuk dominan lengkap DD dan heterozigot
Dd. Alel D dalam keadaan homozigot resesif dd menyebabkan penurunan
penyerapan warna. Warna hitam ke biru. Munculnya alel dd juga
mempengaruhi warna mata kelinci hingga berwarna biru (blu-eyes)
5. Lokus E. Terdapat tiga alel dominan ED, Es, E dan dua alel resesif ej dan e. ini
disebut juga dengan perpanjangan lokus, agouti hitam EDE memunculkan
warna yang sama dengan warna hitam aa. Alel Es menyebabkan warna steel
agouti pada Flemish dan juga pada steel Dutch. Alel Es memperpanjang
warna hitam pada pertengahan pita dan memungkinkan munculnya warna
kuning atau putih pada pertengahan pita. Alel E merupakan perpanjangan gen
normal yang ditemukan pada Flemish agouti hitam, ee memunculkan warna
fawn.
Mutasi yang terjadi pada lokus English menyebabkan warna Broken. Mutasi
memunculkan warna burik pada lokus English (en, en) dan Dutch (Du, du). Kelinci
papilon adalah En en dalam keadaan heterozigot. Gen En adalah dominan tidak
lengkap. EnEn homozigot dominan memunculkan warna yang lebih putih dari pada

11

heterozigot. Homozigot

resesif memunculkan warna yang lebih hitam. Genotip

warna pada kelinci papilon (Giant Checker in English Mariposa pada spanyol) tidak
dapat dipastikan. Pada lokus yang lain genotip dudu memunculkan karakteristik pola
warna Dutch (Lebas et al., 1986).
Tabel 1. Fenotipe dan Genotipe Warna dan Pola Warna Kelinci
Fenotipe
Warna

Pola warna

Genotipe

1)

Hitam
Coklat 1)
Fawn1)
Agouti 2)
Abu-abu (chinchilla)2)
Putih 1)
Steel grey2)
Blue 1)
Broken English3)
Tricolor (Japanese Brindling)2)
White-belly2)

aa
aabb
ee
Acch- cc
EsE
aadd
En en
ej ej
AwAw

Sumber : 1) Cheeke, et al., 1987
2)
Mary F Mahalovich, PhD
3)
Lukefahr, S.D, dan R. Robinson. 1988. Coat color genetics and breeding plans for the
commercial Rex rabbit. The Journal of Applied Rabbit Research vol. 11 : 2

Karakteristik Rambut
Kelinci memiliki tipe rambut yang berbeda, perbedaan tipe ini adalah
pengaruh genotipe. Genotip rambut panjang muncul dalam keadaan homozigot
resesif ll, untuk rambut normal adalah Ll, dan rambut pendek LL. Kelinci dengan
rambut panjang adalah bangsa Anggora yang dapat menghasilkan wool, dan kelinci
Rex

mempunyai

rambut

pendek

yang

halus

sebagai

penghasil

fur

(Johanson dan Randel, 1968). Flemish Giant dan English Spot berrambut pendek
namun termasuk kedalam rambut normal (Mahalovich, 2004). Genotipe rr untuk Rex
mengekspresikan rambut halus (Lebas et al., 1986).
Cheeke et al. (1987), melaporkan ada dua tipe pokok rambut berdasarkan
ukuran dan fungsinya yaitu rambut kasar atau rambut pelindung (guard hair) dan
rambut halus (underfur/downhair). Rambut kasar berfungsi sebagai pelindung, lebih
panjang, lebih kasar dan selalu dilengkapi dengan kelenjar keringat (sweat gland),
kelenjar palit (sebaceous gland) dan otot penegak rambut (erector pili muscle).
Sanford dan Woodgate (1980) menambahkan, batang rambut kasar lebih kuat dan

12

umumnya lebih panjang daripada rambut halus Rambut halus pada umumnya tidak
mempunyai kelenjar keringat dan otot penegak rambut. Kelenjar palit mensekresikan
suatu zat yang menyebabkan rambut terasa halus dan mempertahankan tekstur kulit
tetap baik (Cheeke et al., 1987). Batang rambut kasar berpermukaan halus karena sisi
kutikula menempel erat pada bagian korteks dari batang rambut, sedangkan batang
rambut halus berpermukaan kasar. Batang rambut kasar dan rambut halus pada
bagian atas lebih besar daripada bagian bawahnya. Rambut kasar batangnya lurus
mulai dari atas sampai bawah, sedangkan batang rambut halus lurus di bagian atas
dan bergelombang dibagian bawah (Prasetyo, 1999).
Bentuk Pangkal Paha
Bentuk pangkal paha menggambarkan kondisi tubuh kelinci. Kelinci dengan
pangkal paha bulat mencerminkan tubuh yang bulat dan padat. Kondisi ini
menunjukkan keadaan fisik yang prima dan mencerminkan kandungan dagingnya
yang baik (Sarwono, 2001).
Sifat Kuantitatif
Sifat kuantitatif seperti ukuran badan, produksi susu, kandungan lemak dalam
susu dan produksi telur diwariskan dengan cara yang sama (Johansson dan Rendel,
1968). Sifat kuantitatif bersifat aditif, dan pada populasi ternak yang cukup besar
maka variasi sifat kuantitatif bersifat kontinu yang dipengaruhi oleh beberapa pasang
gen dan perbedaan lingkungan (Noor, 2000). Menurut Lebas et al. (1986), pengaruh
lingkungan yang mempengaruhi sifat kuantitatif antara lain iklim, habitat, kondisi
lingkungan kelinci, kelembaban, aliran udara, peralatan pemeliharaan, teknik
breeding, pemberian pakan praktis dan faktor manusia (breeder).
Pertumbuhan dan Faktor yang Mempengaruhinya
Pertumbuhan adalah pembentukan jaringan-jaringan baru, sehingga terjadi
perubahan bentuk, berat dan komposisi tubuh. Pengukuran pertumbuhan dapat
dilakukan dengan berbagai cara, namun pada dasarnya sama yaitu mengacu pada
pertambahan bobot badan. Menurut Stanfield (1983), bobot badan merupakan salah
satu sifat yang memiliki nilai ekonomi dan bersifat kuantitatif yang dikendalikan
oleh banyak gen. Pertumbuhan merupakan suatu proses yang meliputi pertumbuhan
bobot badan dan pertumbuhan semua bagian tubuh secara merata dan proporsional.

13

Respon pertumbuhan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu genetik, jenis kelamin,
pakan dan manajemen pemeliharaan dan pencegahan penyakit. Perkembangan
jaringan otot dan lemak bervariasi berdasarkan umur kelinci. Sebelum mencapai
masa pubertas jaringan otot tumbuh lebih awal, stabil dan cenderung menurun
seiring meningkatnya umur, diikuti oleh meningkatnya pertumbuhan jaringan lemak.
Pertumbuhan tubuh dipengaruhi oleh pakan, suhu, kelembaban dan kesehatan ternak
(Eschborn, 1985).
Ukuran-ukuran Tubuh
Morfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuk pada spesies dalam
populasi, khususnya polimorfisme (Campbell dan Lack, 1985). Morfometrik adalah
pengukuran bentuk yang dilakukan pada spesies. Pengukuran panjang tulang-tulang
mempunyai ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan pengukuran bobot badan
(Mansjoer, 1981). Ishii et al. (1996) menyatakan bahwa ukuran dan bentuk tubuh
ternak digunakan untuk menentukan pertumbuhan baku dan menilik ternak. Ukuranukuran tubuh dapat juga digunakan untuk mengetahui morfogenetik dari jenis ternak
tertentu dalam populasi yang tersebar luas antar wilayah atau Negara. Hasilnya dapat
menggambarkan hubungan morfogenetik atau sebarannya dalam suatu wilayah atau
Negara dan memberikan gambaran bentuk tubuh hewan sebagai ciri khas bangsa
ternak tertentu (Mulliadi, 1996).
Pengukuran tubuh dilakukan berdasarkan ukuran yang umum pada ternak
yaitu sebagai sifat kuantitatif untuk mengetahui perbedaan-perbedaan dalam populasi
ternak ataupun digunakan dalam melakukan seleksi (Mulliadi, 1996). Ukuran tubuh
sangat bermanfaat sebagai peubah seleksi, karena mempunyai nilai heritabilitas dan
keragaman yang cukup besar (Diwyanto, 1982). Ukuran-ukuran tubuh dengan
keragaman yang tinggi memberikan petunjuk bahwa ukuran tubuh tersebut dapat
digunakan sebagai kriteria seleksi untuk meningkatkan produksi di masa yang akan
datang. Keragaman yang diperoleh karena pelaksanaan pemuliaan belum dilakukan
secara jelas disamping masalah keragaman tatalaksana pemeliharan/lingkungan
(Nugrahani, 1997).
Ukuran

tubuh

bertambah

sesuai

dengan

bertambahnya

umur

(Saleh et al., 1982). Keragaman bobot badan maupun ukuran-ukuran tubuh
memperlihatkan nilai paling tinggi sebelum disapih, dan kemudian berkurang dengan

14

meningkatnya umur. Ukuran-ukuran tubuh tidak terlalu beragam karena ditentukan
oleh kerangka yang mencapai ukuran maksimal lebih dini dibandingkan otot dan
lemak. Tulang kerangka terus tumbuh dan berkembang sampai menjadi maksimal
pada umur dewasa tubuh (Suwartono et al., 1983). Ukuran tubuh ternak dipengaruhi
oleh status gizi dan jenis kelamin (Devendra dan Burns, 1994).
Ukuran-ukuran permukaan kepala dan bagian tubuh ternak berguna untuk
menaksir bobot badan serta memberi gambaran bentuk tubuh yang merupakan ciri
khas suatu bangsa ternak tertentu (Doho, 1994). Banyak pengamatan yang
menunujukkan adanya perbedaan spesies ternak terutama pada bagian kepala
(Frandson, 1992).
Analisis Komponen Utama (AKU)
Menurut Gasperz (1992), analisis komponen utama (principal component
analysis) bertujuan untuk menerangkan struktur ragam-peragam melalui kombinasi
linear dari variabel-variabel. Analisis komponen utama menerangkan keragaman
total sistem.
Menurut Otsuka et al. (1982), AKU sudah sering digunakan untuk
membedakan antar populasi. Menurut Nishida et al. (1982), AKU digunakan untuk
membedakan ukuran-ukuran tubuh. Pada aplikasi morfometri, komponen utama
pertama dapat diterima sebagai vektor ukuran dan komponen utama kedua sebagai
vektor bentuk. Hal tersebut menunjukkan tingkat variasi yang berbeda pada kondisi
tubuh dari kelompok hewan.
Seleksi
Seleksi adalah proses memilih ternak-ternak dalam satu generasi yang akan
menjadi tetua untuk generasi selanjutnya dan berapa banyak kerturunan yang
dihasilkan (Warwick et al., 1995). Tujuan

seleksi adalah untuk memperbaiki

penampilan dengan meningkatkan nilai genetik ternak dimana teknik pemeliharaan
dan pemberian pakan memperlihatkan ekspresi dari nilai genetik. Seleksi dilakukan
berdasarkan karakter yang dilihat berdasarkan tujuannya, kemajuan genetik yang
diharapkan per unit waktu, dan seleksi bibit (Lebas et al., 1986). Menurut Noor
(2000) seleksi akan meningkatkan frekwensi gen-gen yang diinginkan dan
menurunkan frekwensi gen-gen yang tidak diinginkan.

15

Terdapat dua teknik dalam melakukan seleksi yaitu seleksi massa dan seleksi
berdasarkan kerabat. Seleksi massa merupakan bentuk sederhana dari seleksi
individu yaitu seleksi berdasarkan performa yang dimiliki oleh ternak tersebut.
Seleksi kerabat merupakan seleksi yang menggunakan catatan hubungan antar
individu yaitu seleksi berdasarkan silsilah, hubungan saudara kandung, hubungan
saudara tiri dan uji keturunan (Warwick et al., 1995).
Seleksi massa untuk ukuran dan bentuk tubuh dikategorikan dalam beberapa
ukuran yaitu berat, medium, kecil dan sangat kecil. Karakteristik (performa) ternak
yang dijadikan sebagai standar seleksi antara lain bentuk tubuh (kompak atau tidak
kompak), warna rambut dan kepadatannya, ukuran telinga, yang berelasi terhadap
daya tahannya terhadap iklim yang bebeda-beda, di