IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP TERHADAP PENCEMARAN LIMBAH DI PANTAI PARANG NDOG KABUPATEN BANTUL

(1)

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP TERHADAP PENCEMARAN LIMBAH DI PANTAI PARANG NDOG

KABUPATEN BANTUL SKRIPSI

Diajukan untuk syarat dalam melakukan penelitian Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Oleh : Nama :Tegar Prayudi Tahir NIM :20110610132

Bagian :Hukum Administrasi Negara

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

(3)

i

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP TERHADAP PENCEMARAN LIMBAH DI PANTAI PARANG NDOG KABUPATEN BANTUL

SKRIPSI

Diajukan untuk syarat dalam melakukan penelitian Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Oleh : Nama :Tegar Prayudi Tahir NIM :20110610132

Bagian :Hukum Administrasi Negara

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(4)

2

PERNYATAAN

Yangbertanda tangan di bawah ini:

Nama : Tegar Prayudi Tahir

NIM : 20110610132

Judul Skripsi :IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO.32 TAHUN 2009

TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUAN HIDUP TERHADAP PENCEMARAN LIMBAH DI PANTAI PARANG NDOG KABUPATEN BANTUL.

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah asli, belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi.Jikapun telah ada tentunya berbeda pada bagian substansinya. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tegas telah dicantumkan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, apabila di kemudian hari terdapat ketidakbenaran, maka saya bersedia menerima sanksi ringan berupa perbaikan tesis berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.

Yogyakarta,5januari 2017

Tegar Prayudi Tahir 20110610132


(5)

3 MOTTO

 Bunga yang tidak akan layu sepanjang jaman adalah kebajikan (William Cowper)  Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya, hidup di tepi jalan dan dilempari

orang dengan batu, tetapi dibalas dengan buah." (Abu Bakar Sibli)

 Kita berdoa kalau kesusahan dan membutuhkan sesuatu, mestinya kita juga berdoa dalam kegembiraan besar dan saat rezeki melimpah." (Kahlil Gibran)

 Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah." (Thomas Alva Edison)


(6)

4

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan syukur atas kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan kenikmatannya, alhamdulillahirabbil’alamin dengan segala kerendahan hati sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Atas motivasi dan semangat yang diberikan oleh orang-orang terdekat dihati dan kehidupanku, kupersembahkan karya ini kepada:

1. Bapak dan ibu yang bekerja keras untuk mencari nafkah dan mengirimkan kepadaku, dikota Jogja ini. Menjadi landasan kuatku untuk menyelesaikan Strata satu ini yakni Ibuku Hj.Ernawati dan Ayahku H. Muh. Tahir Ngenre S.E

2. Kakakku Pratiwi leila safila, adik-adikku Nikita tri aulia dan zaky azfar tahir terima kasih semangat serta dukungan yang telah kalian berikan selama ini.


(7)

5

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN...ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Tinjauan Terhadap Undang-Undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 9

B. Tinjauan Terhadap Pencemaran Lingkungan ... 28

C. Tinjauan Terhadap Limbah ... 32

D. Tinjauan terhadap Pantai Parang Ndog Kab.Bantul ... 36

BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 39

A. Jenis Penelitian... 39

B. Data Penelitian ... 39

C. Lokasi Penelitian ... 41

D. Teknik Pengumpulan Data ... 41

E. Analisis Data ... 43

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Penerapan Undang-undang Lingkungan Hidup dalam penanganan pencemaran pada pantai Parang Ndog ... 44

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengimplementasian penanganan pencemaran pada Pantai Parang Ndog ... 62

BAB VPENUTUP ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B.Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(8)

(9)

(10)

ABSTRAK

Pantai Parang Ndog merupakan salah satu pantai sekian banyak yang berada di Indonesia. Pantai tersebut terletak dikabupaten bantul tepatnya bersebelahan dengan Pantai Parang Tritis. Namun demikian, Pantai tersebut belakangan ini dicemari limbah cair dari kegiatan usaha manusia yaitu tambak. Limbah tambak yang telah melebihi mutu air menyebabkan warga setempat mengalami berbagai penyakit dan pesisir pantai menjadi tercemar dengan bauk yang tidak sedap. Sehingga membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam aspek hukum lingkungan, apakah Undang-undang No. 32 Tahun 2009 Tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup telah diterapkan dalam menangani pencemaran air limbah yang terjadi,dan faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi pengimplementasian Undang-undang lingkungan hidup tersebut.

Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan metode Empiris,dimana memberikan penjelasan secara deskriptif. Penulis menjeleaskan peristiwa dilapangan yang tentunya menggunakan data primer dan data sekunder.Sehingga didapatlah sebuah hasil bahwasanya Undang-undang No.32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan Hidup telah diterapkan dalam menangani pencemaran limbah cari di pantai parang ndog, namun belum memenuhi Efektifitas hukum yang tentunya dapat dilihat melalaui faktor-fakto yang mempengaruhi yakni dapat berupa masyarakatnya yang kurang memahami serta takut kepada pemilik tambak serta penegaknya masih terjadi peralihan kewenangan pengawasan antara Pemkab dengan Pemprovnya.


(11)

(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, mencapai 81.000 Km, yang secara garis besar dapat dibagi menjadi kawasan budidaya dan kawasan non budidaya. Pantai non budidaya dapat berupa daerah konservasi dan daerah yang tidak dibudidayakan, misalnya karena sumber daya alam yang miskin dan atau karena keadaan alamnya yang sulit dicapai seperti daerah pantai yang terjal, kering, rawan bencana alam.1

Saat ini kondisi lingkungan pesisir di beberapa pantai di Indonesia cenderung mengalami penurunan kualitas sehingga lingkungan pesisir di lokasi tersebut dapat berkurang fungsinya atau bahkan sudah tidak mampu berfungsi lagi untuk menunjang pembangunan dan kesejahteraan penduduk secara berkelanjutan. Penurunan kualitas lingkungan pesisir di banyak tempat terjadi terutama akibat pencemaran atau perusakan lingkungan di sekitanya.2

Perusakaan lingkungan disekitarnya dapat kita lihat dengan semakin meluasnya kawasan pemukiman penduduk, semakin meningkatnya produk industri rumah tangga, serta semakin berkembangnya Kawasan Industri di kota besar, yang akan memicu terjadinya peningkatan pencemaran pada perairan pantai dan laut. Hal ini disebabkan karena semua limbah dari daratan, baik yang berasal dari pemukiman

1 Vivein Anjadi, “Pencemaran Pesisir dan Laut”,

http://vivienanjadi.blogspot.co.id /2012 /02/pencemaran-pesisir-dan-laut.html, diunduh pada tanggal 1 Oktober 2016 Pukul 16.00 wib

2 Ibid


(13)

perkotaan maupun yang bersumber dari kawasan industri, pada akhirnya akan bermuara ke pantai.3

Limbah itu sendiri merupakan suatu buangan yang kotor,yang mengandung berbagai zat yang dapat membahayakan manusia itu sendiri atau bahkan hewan yang umumnya karena perbuatan manusia itu sendiri yang juga termasuk industrialisasi.4 Ada beberapa sumber air limbah yang dapat mencemari lingkungan yang bermuara kepantai yaitu5 :

1. Air limbah rumah tangga yakni sumber limbah yang berasal dari perumahan dan perdagangan serta tempat rekreasi.

2. Air limbah industri, dimana dapat berskala besar dan kecil yang pincak tertinggi aliran selalau tidak akan dilewati apabila menggunakan tangkis penahan dan bak pengaman.

3. Air limbah rembesan atau tambahan.

Air limbah sangatlah berbahaya bagi kesehatan manusia tentunya. Hal ini karena akan berdampak menimbulkan berbagai penyakit kepada manusia itu sendiri. Warga yang tinggal dipesisiran pantai apabila terkenak air limbah tersebut akan berakibat timbulnya virus,typus, disentri, tubercolois,cacing pita dan sebagainya yang akan adanya Penyakit kolera, radang usus,hepatitis kedalam diri manusia tersebut.

Salah satu pantai yang tercemar pada saat ini adalah pantai Parang Ndog Kabupaten Bantul. Ada aliran limbah yang melintasi hamparan pasir yang terletak di sebelah timur Pantai Parangtritis ini. Air limbah diduga berasal dari tambak udang,

3

Ijodaoen, Dampak Pencemaran Pantai dan Laut terhadap Kesehatan Manusia, http:// ijodaoen.blogspot.co.id/2008/07/dampak-pencemaran-pantai-dan-laut.html,diunduh pada tanggal 1 Oktober 2016 Pukul 16.10 wib

4

Daryanto, 1995, Masalah Pencemaran, Bandung,Tarsito,Hlm.73 5


(14)

yang sengaja dibuang ke laut. Salah satu warga mengatakan, hal itu terjadi sejak sejak dua tahun lalu. Bermula ketika ada usaha tambak udang di lokasi tersebut.6


Dari pantauan yang dilakukan, air limbah yang dialiri tambak udang berwarna hijau pekat, dan berbau sangat cukup menyengat. Air limbah ini dibiarkan mengalir begitu saja ke arah pantai. Sepintas terlihat, cekungan bekas lintasan air limbah terbentuk secara alami. Di sana hanya ada bangunan berbentuk kotak yang mengalirkan air limbah ini. Bangunan yang terbuat dari beton ini terletak di atas pantai. Fungsi bangunan seolah menjadi penghubung antara tambak udang dan pantai. Ada pipa besar yang tersambung dengan kotak ini. Pipa ini ditengarai tersambung dengan tambak udang.7

Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Bantul telah mendengar laporan adanya aliran limbah di Pantai Parang Ndog. Disbudpar berniat menindak praktik pembuangan limbah sembarangan. Hanya, dalam penindakannya, Disbudpar butuh back-up dari dinas lain dan aparat penegak hukum lainnya. Disbudpar menegaskan, aliran limbah itu tak hanya mengganggu keindahan Pantai Parang Ndog. Tetapi juga mencemari lingkungan. Apalagi, limbah cair tersebut menimbulkan bau yang sangat tidak enak.8

Dampak dari pembangunan tambak udang ini, bisa menimbulkan perubahan pada lingkungan, baik fisik, kimia, biologi maupun lingkungan sosial ekonomi serta budaya yang akibatnya dapat dirasakan manusia, baik berupa dampak bersifat positif maupun dampak yang bersifat negatif, namun pada kenyataannya dampak negatif

6

Jiong, Limbah Cemari Pantai parayangan Ndog, http://www.radarjogja.co.id/limbah-cemari-pantai-parang-ndog/, diunduh pada tanggal 1 Oktober 2016 Pukul 16.15

7 Ibid 8


(15)

seringkali lebih dominan di banding dampak positif atau adanya eksternalitas dari kegiatan ekonomi manusia terhadap lingkungannya.9

Kegiatan pembangunan seperti pembukaan lahan tambak udang, dapat menimbulkan perubahan pada lingkungan, baik fisik, kimia, biologi maupun lingkungan sosial ekonomi dan budaya yang dampaknya akan di rasakan, masyarakat secara langsung maupun tidak langsung.10 Namun demikian, seharusnya tambak udang illegal yang berdampak buruk terhadap lingkungan sekitar harus disidak oleh hukum itu sendiri. Pencemaran yang terjadi di pantai Parang Ndog haruslah dilakukan upaya terpadu untuk mengembalikan dan melestarikannya kembali tanpa adanya pencemaran di pantai tersebut yang tercantum dalam UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (2) bahwa upaya sistematis dan terpadu harus dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) menurut Dalam UU ini tercantum jelas dalam Bab X bagian 3 Pasal 69 mengenai larangan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi larangan melakukan pencemaran, memasukkan benda berbahaya dan beracun (B3), memasukkan limbah ke media lingkungan hidup, melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, dan lain sebagainya. Menurut Undang-undang tersebut maka ada perbuatan yang dapat dipidana oleh aparat penegak hukum karena pihak tersebut melakukan pelanggaran, yang dengan demikian pelaku tambak udang yang membiarkan limbah semestinya harus diberikan sanksi karena berdampak buruk terhadap lingkungan.

9

ibid 10


(16)

` Adapun Perbuatan hukum yang dikategorikan merupakan pelanggaran-pelanggaran adalah :

1. Ketentuan tentang Baku Mutu

2. Ketentuan tentang rekayasa Genetika 3. Ketentuan Tentang limbah

4. Ketentuan tentang izin lingkungan

5. Ketentuan tentang informasi lingkungan hidup.

Dari beberapa ketentuan di atas, maka dalam melakukan penelitian ini mengarah kepada point c yakni limbah yang dihasilkan oleh tambak udang dalam menjalankan kegiatan usaha, dimana menghasilkan limbah cair yang merusak pantai. Limbah itu sendiri adalah merupakan sisa suatu usaha atau kegiatan. Dalam undang-undang lingkungan hidup ini ada beberapa perbuatan lagi yang dapat dipidana yaitu :

1. Pengelolaan limbah tanpa izin

2. Menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana ketentuan menurut aturan yang berlaku

3. Melakukan dumping limbah atau bahan media lingkungan hidup tanpa izin 4. Ketika orang memasukan limbah kedalam wilayah NKRI

5. Ketika orang yang memasukan limbah B3 kedalam wilayah NKRI

Dengan demikian, apabila masuk dari salah satu perbuatan kategori diatas maka sipelaku yang melakukan pencemaran terhadap pantai dengan limbah harus dipidana. Mengingat besarnya polemik permasalahan pencemaran limbah terhadap pantai yang merusak lingkungan hidup, maka penyusun sangat tertarik untuk mengadakan penelitian dibidang hukum lingkungan yang pada kesempatan ini penelitian dilakukan di Pantai Parang Ndog kabupaten Bantul. Adapun judul yang akan penulis angkat adalah “IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO.32


(17)

TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP TERHADAP PENCEMARAN LIMBAH DI PANTAI PARANG NDOG KABUPATEN BANTUL”.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah UU lingkungan hidup telah diterapkan dalam penanganan pencemaran pada pantai Parang Ndog Kabupaten Bantul?

2. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi penanganan pencemaran pada pantai Parang Ndog Kabupaten Bantul?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui penerapan Undang-undang Lingkungan Hidup dalam penanganan pencemaran Limbah cair pada pantai Parang Ndog Bantul

2. Untuk mengetahui faktor- Faktor yang mempengaruhi implementasi UU lingkungan hidup dalam penanggulangan pencemaran limbah cair pada pantai Parang Ndog Bantul

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam aspek teoritis maupun aspek praktis.

1. Dalam aspek teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan dan saran pemikiran terhadap pengembangan khasanah ilmu hukum lingkungan yang berkaitan dengan hukum administrasi negara dalam proses penanganan pencemaran limbah pada pantai yang berdampak buruk terhadap ekosistem lingkungan hidup.


(18)

2. Dalam aspek praktis, penelitian ini diharapkan memberikan pemahaman dan sudut pandang kepada masyarakat tentang aspek hukum lingkungan bahwasanya setiap orang baik manusia itu sendiri maupun perusahaan dalam menjalankan kegiatan apapun itu harus memperhatikan keadaaan lingkungan. Buatlah sesuatu usaha itu yang suistanble deveploment. Sekaligus sebagai saran bagi pemerintah tentang pentingnya undang-undang Lingkungan hidup ini untuk diperhatikan.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Terhadap Undang-Undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

1. Pengertian Lingkungan Hidup

Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. Lingkungan di Indonesia sering juga disebut lingkungan hidup. Misalnya dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.1

Definisi Lingkungan Hidup menurut Siahaan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia, dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain dan dapat mempengaruhi hidupnya.2

Menurut Undang Undang UU No 32 Tahun 2009, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Sedangkan ruang lingkup lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang, tempat

1

Anonim, Lingkungan Hidup, www.artikellingkunganhidup.com diunduh pada tanggal 5 Oktober 2016 Pukul; 14.00 wib

2


(20)

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwawasan Nusantara dalam melaksanakan kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksinya.3

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 menyatakan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.4

Undang-Undang ini memberikan kewenangan yang luas kepada Menteri untuk melaksanakan seluruh kewenangan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta melakukan koordinasi dengan instansi lain. Melalui UndangUndang ini juga, Pemerintah memberi kewenangan yang sangat luas kepada pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah masing-masing yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Oleh karena itu, lembaga yang mempunyai beban kerja berdasarkan Undang-Undang ini tidak cukup hanya suatu organisasi yang menetapkan dan melakukan koordinasi pelaksanaan kebijakan, tetapi dibutuhkan suatu organisasi dengan portofolio menetapkan, melaksanakan, dan mengawasi kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Selain itu, lembaga ini diharapkan juga mempunyai ruang lingkup wewenang untuk mengawasi sumber daya alam untuk kepentingan konservasi. Untuk menjamin

3 Ibid 4


(21)

terlaksananya tugas pokok dan fungsi lembaga tersebut dibutuhkan dukungan pendanaan dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang memadai untuk Pemerintah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang memadai untuk pemerintah daerah.

Dalam pengelolaan lingkungan hidup pemerintahkabupaten/kota

berwenang:

a. menetapkan kebijakan pengelolaan lingkungan hidupkabupaten berdasarkan

kebijakan pengelolaan lingkunganhidup nasional dan provinsi dengan mempertimbangkan kajian lingkungan hidup strategis;

b. melaksanakan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang pengelolaan

lingkungan hidup yang ditetapkan olehPemerintah;

c. melakukan pengelolaan lingkungan hidup di wilayahkabupatenjkota;

d. mengembangkan kemitraan dengan masyarakat dan badanusaha dalam

pengelolaan lingkungan hidup;

e. memfasilitasi penyelesaian sengketa di bidang pengelolaanlingkungan

hidup;

f. mengembangkan instrumen ekonomi pengelolaanlingkungan hidup di

kabupaten kota;

g. melakukan pembinaan kepada masyarakat dan badanusaha yang bergerak di

bidang pengelolaan lingkunganhidup;

h. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap usahadan/ atau kegiatan di

bidang pengelolaan lingkungan hidup;

i. melaksanakan standar pelayanan minimal di bidangpengelolaan lingkungan


(22)

ii. melaksanakan kerjasama antar daerah di bidangpengelolaan lingkungan hidup.

2. Tujuan yang terdapat Pada Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkunganhidup perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dan perizinan. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi.

Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dikembangkan satu sistem hukum perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastianhukum sebagai landasan bagi perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam serta kegiatan pembangunan lain.Undang-Undang ini juga mendayagunakan berbagai ketentuan hukum, baik hukum administrasi, hukum perdata, maupun hukum pidana. Ketentuan hukum perdata meliputi penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dan di dalam pengadilan. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di dalam pengadilan meliputi gugatan perwakilan kelompok, hak gugat organisasi lingkungan, ataupun hak gugat pemerintah. Melalui cara tersebut diharapkan selain akan menimbulkan efek jera juga akan meningkatkan kesadaran seluruh pemangku kepentingan tentang betapa pentingnya perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup demi kehidupan generasi masa kini dan masa depan.


(23)

Adapun tujuan dari perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup Ini yaitu terdapat dalam Pasal 3 bahwa :

a. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup

b. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia

c. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem

d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup

e. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup f. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa

depan

g. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia

h. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; i. mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan

j. mengantisipasi isu lingkungan global.

Selain dari tujuan diatas Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur tentang :

a. keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup; b. kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah

c. penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup

d. penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, yang meliputi instrumen kajianlingkungan hidup strategis, tata ruang, baku mutulingkungan hidup, kriteria baku


(24)

kerusakan lingkunganhidup, amdal, upaya pengelolaan lingkungan hidup danupaya pemantauan lingkungan hidup, perizinan, instrument ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undanganberbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkunganhidup, analisis risiko lingkungan hidup, dan instrumen lainyang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

e. pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian f. pendayagunaan pendekatan ekosistem

g. kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan lingkungan global

h. penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hakhakmasyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

i. penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih jelas j. penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

yang lebih efektif dan responsive dan

k. penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidupdan penyidik pegawai negeri sipil lingkungan hidup

3. Asas-asas dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 5

1) Asas tanggung jawab negara adalah:

a)Negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan.

5

Anonim, Asas perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, http://www.menlh.go.id/ asas-perlindungan-dan-pengelolaan-lingkungan-hidup/,diunduh pada tanggal 3 Oktober 2016 Pukul 13.00 wib


(25)

b)Negara menjamin hak warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

c)Negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

2) Asas kelestarian dan keberlanjutan adalah bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup.

3) Asas keserasian dan keseimbangan adalah bahwa pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan serta pelestarian ekosistem.

4) Asas keterpaduan adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau mensinergikan berbagai komponen terkait.

5) Asas manfaat adalah bahwa segala usaha atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras dengan lingkungannya.

6) Asas kehati-hatian adalah bahwa ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.


(26)

7) Asas ekoregion adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan karakteristik sumber daya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan lokal.

8) Asas keanekaragaman hayati adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk mempertahankan keberadaan, keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri atas sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem.

9) Asas partisipatif adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung.

10) Asas kearifan local adalah bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat.

4. Ruang lingkup hukum lingkungan

Di kalangan para ilmuan masih terdapat beberapa perbedaan pandangan seperti tentang apa dan bagaimana hukum lingkungan itu. Drupsteen mengemukakan, bahwa hukum lingkungan (millieurecht) adalah hukum yang berhubungan dengan alam (natuurlijk millieu) dalam arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan dengan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Dengan demikian, maka hukum lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi pengelolaan lingkungan. Mengingat pengelolaan lingkungan terutama dilakukan oleh Pemerintah, maka hukum lingkungan


(27)

sebagian besar terdiri atas hukum Pemerintahan (bestuursrecht). Disamping hukum lingkungan Pemerintahan (bestuursrechttelijk millieurecht) terdapat pula hukum lingkungan keperdataan (privaat rechttelijk millieurecht), hukum lingkungan ketatanegaraan (staatrechttelijk millieurecht), hukum lingkungan kepidanaan (strafrechttelijk millieurecht), sepanjang bidang-bidang hukum ini memuat ketentuan-ketentuan yang bertalian dengan pengelolaan lingkungan hidup.6

Drupsteen membagi hukum lingkungan pemerintahan dalam beberapa bidang yaitu Hukum kesehatan lingkungan (millieuhygienereht) yaitu hukum yang berhubungan dengan kebijaksanaan di bidang kesehatan lingkungan, dengan pemeliharaan kondisi air tanah dan udara serta yang berhubungan dengan latar belakang perbuatan manusia yang diserasikan dengan lingkungan.7

Hukum perlindungan lingkungan (millieubescharmingsrecht) yang merupakan kumpulan dari berbagai peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan yang berkaitan dengan lingkungan biotis dan sampai batas tertentu juga dengan lingkungan anthropogen. Leene menggunakan istilah

millieurecht dan millieuhygienerecht, tetapi istilah millieurecht sebenarnya kurang tepat karena semua hukum berkaitan dengan lingkungan hidup manusia, seluruh kehidupan bermasyarakat merupakan lingkungan bagi manusia. Sehingga kalau demikian semua hukum adalah hukum lingkungan. Tetapi ada pula yang tidak dapat menyetujui ditetapkannya millieurecht atau millieuhygenerecht menjelma menjadi suatu spesialisasi sendiri seperti pendapat Polak. Menurut pendapatnya hukum lingkungan merupakan penampung (dwarsdoorsnede) dari bidang-bidang

6

Hardjasoemantri Koesnadi, 2012, Hukum Tata Lingkungan, Yogyakarta: Gadjah Mada Universiti Press, Hlm, 12.

7 Ibid


(28)

hukum. Dengan dipisahkannya hukum lingkungan akan mengakibatkan bahwa kesadaran lingkungan akan kurang meresap disiplin-disiplin yang ada. Dengan adanya hukum lingkungan yang terpisah akan mengakibatkan bahwa dasar-dasar umum dan penemuan-penemuan di bidang hukum tidak akan memperoleh perhatian dari kalangan hukum lingkungan. Walaupun demikian diakui oleh Polak bahwa mempelajari hukum lingkungan sebagai suatu kesatuan adalah bermanfaat karena memberi kemungkinan untuk membedah beberapa kaidah hukum untuk menilainya secara kritis.8

Koesnadi Hardjasoemantri, menyatakan bahwa hukum lingkungan Indonesia dapat meliputi aspek-aspek sebagai berikut :

1) Hukum kesehatan lingkungan 2) Hukum perlindungan lingkungan 3) Hukum tata lingkungan

4) Hukum pencemaran lingkungan (dalam kaitannya dengan misalnya pencemaran oleh industri dan sebagainya).

5) Hukum lingkungan trasnasional/internasional dalam kaitannya dengan hubungan antar bangsa.

6) Hukum perselisihan lingkungan (dalam kaitannya dengan penyelesaian masalah ganti rugi dan sebagainya).9

Hukum diperlukan dalam pengelolaan lingkungan, karena dahulu terdapat anggapan bahwa pengertian dan perhatian manusia terhadap alam sebagai tempat hidupnya hanya semata-mata dijadikan sebagai obyek saja. Manusia belum begitu sadar dan dapat membayangkan bahwa antara alam tempatnya hidup dengan

8 Ibid 9


(29)

manusia adalah mempunyai kedudukan yang sama. Dalam pengertian bahwa dalam alam, fungsi manusia dan fungsi tempat hidup itu sama pentingnya karena saling isi-mengisi dan saling pengaruh dan mempengaruhi. Atas dasar kenyataan alam tersebut, maka perlu manusia juga senantiasa melindungi dan memelihara tempat hidupnya secara seksama, seperti halnya manusia melindungi dan memelihara dirinya sendiri.10

Manusia dalam hidupnya harus melindungi dan mengamankan alam agar dapat terselenggara secara teratur dan pasti, agar dapat diikuti serta ditaati semua pihak, maka perlu perlindungan dan pengamanan itu dituangkan dalam peraturan hukum. Maka akan lahir hukum yang memperhatikan kepentingan alam atau hukum yang berorientasi kepada kepentingan alam (natures interest oriented law). Kepentingan alam, yang perlu dilindungi dan diamankan oleh hukum itu, Kepentingan itu berupa keharusan untuk melindungi dan mengamankan alam terhadap kemerosotan mutunya dan kerusakan dirinya. Dengan lain perkataan, kepentingan alam terletak dalam keharusan untuk menjaga kelestariannya.

Agar perlindungan dan pengamanan lingkungan dapat berlangsung secara teratur dan pasti serta agar diikuti oleh semua pihak, maka perlu dituangkan dalam peraturan hukum. Dan lahir jenis hukum yang secara khusus dituangkan dengan maksud dan tujuan terpokok untuk memelihara dan melindungi lingkungan disebut Hukum Lingkungan.11

Hukum Lingkungan yang ditetapkan oleh suatu negara disebut Hukum Lingkungan Nasional. Adapun Hukum Lingkungan yang ditetapkan persekutuan

10

Masrudimuchtar,Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Lingkungan, https:// masrudi

muchtar.wordpress.com/2015/03/31/pengertian-dan-ruang-lingkup-hukum-lingkungan/,diunduh pada tanggal 4 Oktober 2016 pukul 12.30 wib

11 ibid


(30)

hukum bangsa-bangsa, disebut Hukum Lingkungan Internasional. Hukum Lingkungan yang mengatur suatu masalah lingkungan yang melintasi batas negara (masalah lingkungan batas-batas masalah lingkungan transnasional) disebut Hukum Lingkungan Transnasional. Masalah-masalah lingkungan transnasional itu terdapat banyak sekali di daerah-daerah perbatasan beberapa negara bersangkutan berdasarkan persetujuan atau mufakat. Demikianlah Hukum Lingkungan Transnasional itu merupakan salah satu bagian belaka daripada Hukum Lingkungan Internasional dengan segala ciri-ciri dan cacatnya, sekalipun biasanya cara-cara menetapkan dan memperlakukannya tidak serumit dunia secara global.12

Di dalam Undang-undang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup ada 6 ruang lingkup yang menjadi tata cara dalam peerlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tersebut yakni :

a. Perencanaan bahwa Rencana pengelolaan lingkungan Hidup disusun secara terpadu dan sistematis dengan penataan ruang, konservasi sumber daya alam hayati dan Non hayati beserta ekosistemnya, konservasi sumber daya buatan, cagar budaya, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim. Rencana pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian dan dimuat dalam rencana pembangunan jangka panjang dan rencana pembangunan jangka menengah. b. Pemanfaatan yaitu Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan dengan

memperhatikan keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup, daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup, dan kesejahterahaan masyarakat disekitar usaha atau kegiatan pemanfaatan sumber daya alam.

c. Pengendalian, ykni pengendalian pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup meliputi pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan. Pencegahan

12 ibid


(31)

pencemaran dan/ a tau kerusakan lingkunganhidup dilaksanakan antara lain melalui instrumentata ruang, baku mutu lingkungan, kriteria baku kerusakan, Amdal, Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL), perizinan, dan j a tau in strumen ekonomi.

d. Penanggulangan, Penanggulangan pencemaran dan/ a tau kerusakanlingkungan hidup dilakukan antara lain melalui pemberianinformasi dan peringatan pencemaran dan/ a tau kerusakan,pelokalisiran pencemaran atau kerusakan, dan/ a taupenghentian sumber pencemaran atau kerusakan.Dalam hal terjadi pencemaran dan./ a tau kerusakanlingkungan penanggung jawab usaha dan/ a tau kegiatan,Pemerintah, dan/ a tau pemerintah daerah sesuai denganperan dantanggungjawabnya masing-masing sesegera mungkin melakukan penanggulangan;

e. Pemeliharaan, Dalam rangka pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan upaya konservasi sumber daya alam, reservasi sumber daya alam, dan/ a tau preservasi sumber daya alam. Konservasi, reservasi, dan preservasi sumber daya alam dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.

f. Pengawasan, bahwa Menteri melakukan pengawasan terhadap penaatan penanggung jawab usaha danjatau kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.Dalam melaksanakan pengawasan Menteri menetapkan pejabatpengawas lingkungan hidup. Pejabat pengawas lingkungan hidup berwenang melakukanpemantauan, meminta keterangan, membuat salinan daridokumen dan/ a tau membuat catatan yang diperlukan,memasuki tempat tertentu .. memotret, membuat rekaman audiovisual, mengambil sampel, memeriksa peralatan, memeriksainstalasi dan/ atau alat transportasi, dan/ atau menghentikanpelanggaran dalam kondisi


(32)

tertentu.Penanggung jawab usaha dan/ a tau kegiatan dilarangmenghalangi pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hid up.

5. Hakikat Perizinan lingkungan hidup dalam UU-PPLH

Makna sistem perizinan menurut ahli hukum Belanda izin merupakan suatu persetujuan dan penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan izin dalam arti sempit.13

Izin tidak sama dengan pembiaran. Suatu pembiaran bukan berarti telah mendapatkan izin, izin harus mempunyai keputusan dari aparatur negara sehingga sesuatu yang dibiarkan oleh bertindak atau penegak hukum belum dapat Menindaklanjuti apabila belum ada keputusan dari aparatur negara yang berwenang.

Dalam undang-undang pengelolaan perlindungan lingkungan hidup ada dua jenis izin bisa kita lihatyang pertama izin lingkungan, yang kedua adalah izin usaha. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan yang wajib AMDAL atau ukl-upl dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha atau kegiatan. Kedua izin usaha adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha atau kegiatan. Pasal 1 angka 5 tentang izin lingkungan Pasal 1 angka 36 tentang izin usaha.

Dalam undang-undang ini izin lingkungan merupakan syarat untuk mendapatkan izin usaha atau kegiatan. Untuk memperoleh izin usaha atau catatan orang atau badan hukum terlebih dahulu harus mengurus yang mendapatkan izin

13


(33)

lingkungan tersebut guna mendapatkan izin kunjungan orang atau badan hukum harus memenuhi syarat-syarat dan prosedur administrasi begitu juga sebaliknya.

Baik izin lingkungan maupun usaha kegiatan merupakan izin bidang lingkungan hidup. Kedua jenis ini diatur dalam peraturan perundang-undangan bidang lingkungan hidup. UUPLH merupakan peraturan pokok bidang lingkungan hidup yang menjadi rujukan peraturan perundang-undangan bidang lingkungan hidup bidang sektoral, yang maksudnya adalah terkait dengan kehutanan, perkebunan dan pertambangan yang masing-masing telah diatur dalam undang-undang masing-masing. Berhadapan dengan undang-undang-undang-undang sebagai payung pengelola lingkungan hidup maka undang-undang sektoral bidang lingkungan hidup di atas harus memenuhi beberapa kondisi satu undang-undang harus tunduk pada undang-undang UUPLH, yang kedua pelaksanaan undang-undang sektoral bidang lingkungan hidup tidak boleh bertentangan dengan UUPLH segala tindakan hukum termasuk jenis perizinan di atas harus berpedoman pada dinamakan dengan sistem perizinan bidang lingkungan hidup yang dipandang sebagai satu kesatuan sistem perizinan yang terdapat dalam UUPLH.14

B. Tinjauan Terhadap Pencemaran Lingkungan

Selanjutnya adalah terkait dengan pencemaran lingkungan pada dasarnya peristiwa-peristiwa yang dapat dikatakan pencemaran lingkungan harus mempunyai beberapa komponen untuk bisa disebut sebagai pencemaran yaitu yang pertama adalah lingkungan yang tercemar itu adalah merupakan lingkungan manusia itu sendiri, yang kedua akibat negatif atau ulah manusia itu sendiri,

14


(34)

ketigaterdapat bahan bahaya yang disebabkan oleh aktivitas manusia itu sendiri. Maka dari ketiga komponen itu dapat disimpulkan pencemaran akan terjadi apabila dalam lingkungan hidup manusia baik lingkungan fisik, biologis dan lingkungan sosialnya terdapat suatu bahan dalam konsentrasi sedemikian besar. Dihasilkan oleh proses aktivitas kehidupan manusia sendiri yang akhirnya merugikan eksistensi manusia itu juga.15Permasalahan lingkungan hidup merupakan salah satu masalah yang semakin hari semakin menghawatirkan, pengeksploitasian yang tidak sesuai dengan mekanisme dan tidak memperhatikan keadaan lingkungan adalah bentuk nyata para perusahaan pengeksploitasi di negara ini.16

Masalah lingkungan ini dikaitkan dengan dampaknya (limbah)mempunyai beberapa aspek yang terkait 17:

1. Lingkungan itu sendiri, meliputi : Tanaman, Perikanan/peternakan,Tanah, .Air, Udara.

2. Penderita, dalam hal ini penduduk atau sekelompokorang yang terkena dampak, yang merasa secara langsung atau tidaklangsung.

3. Perusahaan, dalam hal ini yang melaksanakan kegiatantermasuk di dalamnya : Pemilik, Penanggung jawab kegiatan,karyawan/buruh.

Selanjutnya bahan yang disebut dengan bahan pencemar adalah polutan sedangkan pencemarannya sendiri dinamakan peristiwa polusi atau volition. Konsep tentang bahan pencemar senantiasa berkembang dari waktu ke waktu yang pada mulanya dikategorikan sebagai bahan pencemar, namun dalam

15

Fuad amsyari, 1986,Prinsip-prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan, Ghalia Indonesia, Jakarta, Hlm.50

16

A.Tresna Sastrawijaya, MSc. Pencemeran lingkungan, jakarta: Reanika Cipta, 2000 hlm. 14

17


(35)

perkembangannya konsep itu diperluas dengan batasan bahwa suatu penyebab tidak perlu bersifat baru namun bahan-bahan setelah lama pun bisa dinamakan sebagai bahan pencemar jika konsentrasinya menjadi sedemikian besar sehingga mengakibatkan kerugian pada manusia.18

Apabila merujuk kepada undang-undang perlindungan pengelolaan lingkungan hidup maka yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup zat energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Sementara buat baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup zat energi atau komponen yang ada atau harus ada unsur pencemar yang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. Jadi baku mutu lingkungan hidup merupakan suatu ukuran batas yang ada atau tidak ada oleh unsur pencemar yang dipegang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.

Secara garis besar masalah pencemaran dapat dibedakan menjadi tiga yang pertama adalah pencemaran udara, yang kedua adalah pencemaran air, yang ketiga adalah pencemaran tanah. Apabila kita merujuk kepada permasalahan dalam penelitian ini maka termasuk kepada kategori pencemaran air dimana pesisir pantai tercemar oleh limbah cair oleh tambak udang yang berada di Hulu pantai.19

Pencemaran air disebabkan oleh limbah industri dapat juga oleh limbah rumah tangga ataupun limbah lainnya, penyebab pencemaran tentunya tidak terlepas dari perkembangan penduduk dan kegiatan manusia itu sendiri. Sebagian besar air bekas kegiatan manusia dibuang ke sistem perairan yang sedikit atau

18 ibid 19


(36)

tanpa pengolahan sama sekali terlebih dahulu, Hal ini menyebabkan penurunan kualitas air pantai salah satu jenis pencemaran disebabkan oleh limbah domestik adalah pencemaran organik aktif, dua akibat utama berkenaan dengan pencemaran organik adalah penyebaran penyakit danoksidasi laut yang dapat mematikan berbagai biota air. Indikator pencemaran yang banyak digunakan untuk kontrol kualitas air adalah DO dan BOD. Hal ini antara lain disebabkan dalam penentuan DO dan BOD tidak memerlukan waktu yang lama dan alat-alat yang digunakan sangat sederhana dan murah. Kontrol kualitas air dengan indikator DO dan BOD lebih cepat lagi apabila penyebab pencemarannya adalah limbah rumah tangga.

Selanjutnya ada juga beberapa contoh kasus kerusakan lingkungan yang terjadi di Indonesia yaitu :

a. Kolam Dermaga Mirah, Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur tercemar limbah oli. Penyebabnya, perahu Primkopal yang mengangkut limbah oli ditabrak Landing Craft Tank (LCT) Adinda Hira,

b. DAS Citarum kondisinya makin memprihatinkan dengan banyaknya sampah dan limbah pabrik yang mencemari. Menurut wakil gubernur Deddy Mizwar, pembuangan sampah dan limbah ke sungai tentu ada penyebabnya. Perlu dilakukan evaluasi terhadap kemungkinan belum terpenuhinya sarana prasarana oleh pemerintah seperti Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan tempat pengolahan sampah. Dia menambahkan, hingga kini, kualitas air sungai-sungai di Jawa Barat sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap tujuh sungai utama yang terkait dengan DAS Citarum yaitu Cimanuk, Citarum, Cisadane, Kali Bekasi, Ciliwung, Citandui dan Cilamaya, menunjukkan status mutu D atau kondisi sangat buruk.


(37)

C. Tinjauan Terhadap Limbah

Sebelum masuk lebih jauh tentang limbah, air merupakan sumber daya alam yang mempunyai arti dan fungsi sangat penting bagi manusia. Air dibutuhkan oleh manusia, dan makhluk hidup lainnya seperti tetumbuhan, berada di permukaan dan di dalam tanah, di danau dan laut, menguap naik ke atmosfer, lalu terbentuk awan, turun dalam bentuk hujan, infiltrasi ke bumi/tubuh bumi, membentuk air bawah tanah, mengisi danau dan sungai serta laut, dan seterusnya. Namun apabila air itu tercemar maka itulah yang akan berdampak buruk pada kehidupan sehari-hari.20

Didalam UULPH pada Pasal 1 limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan. Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung B3. Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energy, dan atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi,dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan mahkluk hidup lain.

Dumping adalah pembuangan kegiatan membuang, menempatkan, dan memasukan limbah atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu kemedia lingkungan hidup tertentu. Sedangkan Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan atau penimbunan.

20

Muhamad Erwin, 2011, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, Cetakan ketiga, Bandung, PT. Refika Aditama, hlm. 37.


(38)

Dengan semakin meningkatnya perindustrian akan semakin meningkatkan pula jumlah dari limbah yang akan dihasilkan. Limbah yang sangat berbahaya ini tidak saja meliputi wilayah satu daerah atau negara tertentu akan tetapi mampu melibatkan serta merugikan negara lain yang berada disekitar pembuangan limbah berbahaya tersebut atau yang biasa kita sebut bersifat transnasional. Selain daratan, perairan juga sangat sering dijadikan tempat pembuangan limbah khususnya laut. Pencemaran lingkungan laut terjadi karena perbuatan manusia yang menyebabkan turunnya kualitas lingkungan laut sehingga laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan fungsinya. Dampak dari pencemaran limbah B3 ini sangat mengganggu kesehatan manusia serta lingkungan baik dalam skala nasional maupun internasional. Untuk itu. Sangat perlu adanya suatu kegiatan pengelolaan limbah B3 tersebut sehingga dapat mengurangi kerugian yang dihasilkan dari pembuangan limbah berbahaya itu terutama yang berasal dari pabrik-pabrik yang mengandung petrokimia.

Pengolah limbah B3 wajib membuat Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Untuk mencegah terjadinya pencemaran Limbah B3 yang berkepanjangan maka sangat perlu adanya penegakan hukum. Hal ini dapat kita lihat dalam Konvensi Basel 1989 yang mengatur tentang pengawasan dari pergerakan lintas batas limbah B3. Pengawasan ini sangat ditujukan terhadap industri kimia dan limbah B3nya. Oleh karena itu perlu diadakan peningkatan perlindungan terhadap pencemaran limbah B3 dalam berbagai aspek yang meliputinya.Dalam penataan dan penegakan hukum lingkungan, unsur kepastian, unsur kemanfaatan ,dan unsur keadilan harus dikompromikan, ketiganya harus


(39)

mendapat perhatian secara proporsional. Sehingga lingkungan yang tercemar dapat dipulihkan kembali.21

Landasan hukum terhadap pengelolaan air limbah yaitu terdapat dalam Pasal 6 ayat (1) bahwasanya setiap orang berkewajiban memelihara klestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan Lingkungan Hidup. Selajutnya Pasal 14 yang berbunyi untuk menjamin keletarian fungsi lingkungan hidup, setiap usaha dan kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan Hidup.

Selain Undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan Hidup ada sebuah peraturan Pemerintah terbaru yang mengatur tentang limbah B3 yaitu PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun. Pasal 2 yakni PP ini mengatur tentang :

a. penetapan Limbah B3 b. Pengurangan Limbah B3 c. Penyimpanan Limbah B3 d. Pengumpulan Limbah B3 e. Pengangkutan Limbah B3 f. Pemanfaatan Limbah B3 g. Pengolahan Limbah B3 h. Penimbunan Limbah B3

i. Dumping (Pembuangan) Limbah B3 j. pengecualian Limbah B3

k. perpindahan lintas batas Limbah B3

21

Sudikno, Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm. 134-135.


(40)

l. Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup dan Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup

m. Sistem Tanggap Darurat dalam Pengelolaan Limbah B3 n. pembinaan

o. pengawasan p. pembiayaan; dan q. sanksi administratif.

D. Tinjauan terhadap Pantai Parang Ndog Kab.Bantul

Pantai Parang Endog, secara lokasi memang sangat dekat dengan Pantai Parang Tritis yang sudah jauh lebih dikenal wisatawan. Jika sedang di Parang Tritis, maka cukup berjalan kaki ke arah timur melewati sejumlah kelokan batu karang, tibalah di Pantai Parang Endog. 22

Parang Endog memberi suguhan alam yang tak kalah indah dibandingkan Parang Tritis. Pantai yang secara geografis berada di Dusun Girijati, Purwosari Gunungkidul ini, menjadi satu dari sekian banyak deretan pantai menakjubkan yang disuguhkan Gunungkidul dengan lokasi paling dekat dari Parang Tritis. Pantai ini relatif lebih sepi ketimbang Parang Tritis. Sehingga lebih alami karena masih minim polusi. Ombak cukup besar sebagai ciri khas pantai selatan, tapi relatif lebih landai dibandingkan Parang Tritis. Parang Endog juga punya banyak kelebihan lain. Tumpukan karang berukuran besar di sejumlah lokasi, menjadi daya tarik tersendiri. Demikian pula bentangan hijau bukit karang tinggi di bagian belakang dari bibir pantai. Dari puncak bukit karang yang dikenal dengan nama Tebing Watugupit inilah, mencurah air terjun yang berasal dari aliran sebuah

22

Anonym, Berbagi Antara Parang Endog dan Parang Tritis, http://jalanjogja.com/berbagi-antara-parang-endog-dan-parang-tritis/,diunduh pada tanggal 4 Oktober 2016 pukul 15.00 wib


(41)

sungai di Gunungkidul. Sayangnya, air terjun ini hanya bisa dinikmati saat musim penghujan saja.23

Pantai Parangendog Sebagai pantai yang terlindung oleh sejumlah batuan karang, Parang Endog juga cukup bersahabat dengan aktivitas ringan seperti melihat kerumunan ikan-ikan laut, ataupun para penggemar mancing. Terkadang juga bisa mendapati rumput laut, mencari kerang kerangan ataupun sekedar berfoto selfie dengan lebih banyak pilihan background.24

Di puncak bukit yang menjadi start para penggemar gantole dan paralayang ini, Akan leluasa memandang lautan dan perkampungan dibawah bukit serta garis pantai yang tanpa ujung. Juga deretan perbukitan seribu sejauh mata memandang serta titik-titik kecil manusia dan aktivitas keramaian di sepanjang pantai. Di kejauhan, muara Sungai Opak Oyo membentuk genangan yang luasnya tidak berarti dibandingkan lautan. Jika tidak sedang mendung, bergeraknya Sang Surya ke peraduan juga menjadi pemandangan luar biasa cantik membias di permukaan air laut.

Pantai Parang Ndog, Perpaduan aneka warna langit dengan warna jingga yang dominan adalah pemandangan yang selalu diburu di setiap senja. Utamanya saat week end. Inilah salah satu spot terbaik dan tempat berkumpulnya para pemburu sunset di Jogja. Lokasinya Girijati, Purwosari, Gunungkidul. Persisnya sebelah Timur Pantai Parang Tritis. Transportasinya bisa menggunakan kendaraan umum dari Jogja menuju Parang Tritis. Dari terminal Parang Tritis ini, bisa naik ojek keatas bukit. Atau lebih direkomendasikan kalau membawa kendaraan sendiri supaya lebih leluasa.

23

ibid 24


(42)

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan pengumpulan datanya dari data primer atau data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian, yang dilakukan baik melalui pengamatan, maupun wawancara langsung. Ada juga yang berpendapat sama dengan penjelasan yaitu sebuah metode penelitian hukum yang berupaya untuk melihat hukum dalam artian yang nyata atau dapat dikatakan melihat, meneliti bagaimana bekerjanya hukum di masyarakat. Penelitian ini didukung dengan literatur-literatur yang terkait dengan masalah yang diteliti.1

B. Data Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan data primer dan data sekunder yang diambil dengan dua cara, yaitu penelitian lapangan dan penelitian pustaka, dengan uraian sebagai berikut:

a. Data Primer, merupakan data yang akan diperoleh dari studi lapangan melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan responden berdasarkan pada pedoman wawancara.

b. Data Sekunder, merupakan bahan penelitian yang diambil dari studi kepustakaan yang terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, serta bahan non hukum.

1

Salim HS, 2013, Penerapan Teori Hukum pada penelitian Tesis dan desertasi,Jakarta,PT. Rajagrafindo,hlm 26


(44)

1) Bahan hukum primer, merupakan bahan pustaka berupa peraturan perundang-undangan, antara lain:

a) UUD Negara RI Tahun 1945

b) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 163 tentang Kesehatan Lingkungan

c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

d) peraturan atau kesepakatan internasional yang terkait dengan pengelolaan limbah sebagai berikut (WHO, 2005)

e) Peraturan Pemerintah, Nomor.18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

f) Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer, digunakan untuk proses analisis, yaitu:

a) Buku-buku terkait.

b) Dokumen-dokumen terkait. c) Makalah-makalah seminar terkait. d) Jurnal-jurnal dan literatur terkait. 3) Bahan hukum tersier

a) Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. b) Kamus Bahasa Belanda.

c) Kamus Inggris-Indonesia. d) Surat kabar harian dan online.


(45)

4) Bahan non hukum, yaitu berupa buku-buku ilmu administrasi negara, data statistik, dan dokumen non hukum lainnya yang terkait dengan penelitian ini.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di kabupaten Bantul.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Responden Penelitian :

Masyarakat sekitar Pantai Parang Endog yang berdomisili di pesisiran Pantai Parang Endog tersebut. Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik pengambilan sampling dimana semua individu dalam populasi secara sendiri-sendiri diberi kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel. Jumlah yang dijadikan sampel penelitian adalah sebanyak 5 orang.

a. Pak Dendang b. Pak Budiyanto c. Pak Sumarno d. Pak Maryono e. Pak Solehun 2. Narasumber Penelitian :

Di dalam penelitian ini melakukan wawancara terhadap narasumber yang berperan dalam Lingkungan Hidup yakni :

a. Kepala Badan Lingkungan Hidup Bantul dalam hal ini diwakili Oleh Bpk.Sutanto Kasubid Pengendalian Pencemaran dan Lingkungan Hidup


(46)

b. Ketua Komisi C DPRD Bantul Wildan Nafis S.E Fraksi PAN Bidang Pekerjaan Umum, Tata Kota, Pertamanan, Kebersihan, Pertambangan & Energi, Perumahan Rakyat, Lingkungan Hidup, Perencanaan Pembangunan, Pengairan dan Perhubungan

c. Kepala Warga Pariwisata yang berada di Pantai Ndog Bapak RT.15 Kaswianto

d. Penguji Limbah Lingkungan Lab Efri Ariadi S.T Tepatnya Penguji Lab limbah ITY

E. Analisis Data

Analisa data akan dilakukan secara deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif, yaitu mengambil data-data yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti sehingga dapat diuraikan secara deskriptif, kualitatif, dan komprehensif, yaitu menggambarkan kenyataan yang berlaku dan masih ada kaitannya dengan aspek-aspek hukum yang berlaku. Peneliti akan menggunakan metode metode analisis induktif untuk penelitian empiris ini. Dalam penelitian hukum empiris, peneliti memeriksa kembali informasi yang diperoleh dari responden atau informan dan narasumber. Di samping itu, peneliti memperhatikan adanya keterhubungan antara data primer dengan data sekunder dan di antara bahan-bahan hukum yang dikumpulkan. Peneliti melakukan editing, dengan maksud agar kelengkapan dan validitas data dan informasi terjamin. Peneliti mengklasifikasikan data secara sistematis, artinya semua data ditempatkan dalam kategori-kategori.2

2


(47)

(48)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penerapan Undang-undang Lingkungan Hidup dalam penanganan pencemaran pada pantai Parang Ndog

Sebelum masuk kepada penerapan Undang-undang lingkungan hidup dalam menangani pencemaran limbah pada pantai Parang Endog, bahwasanyaUndang-undang ini merupakan suatu Undang-undang yang mengayomi atau mempayungi segala aturan dibawahnyaterkait dengan lingkungan hidup. Maksudnya adalah bahwa segala peraturan yang ada terkait dengan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup harus berpatokan kepada undang-undang lingkungan hidup ini yaitu Undang-undang No.32 Tahun 2009.

Ada beberapa pertimbangan yang menjadikan undang-undang ini sebagai Payung dari segala peraturan perundang-undangan yang terkait dengan lingkungan hidup, yang

pertama adalah dalam Pasal 28h Undang-undang Dasar 45 bahwasanya lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia. Yang

kedua pertimbangannya adalah bahwa dalam pembangunan ekonomi nasional harus dilandaskan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Yang ketiga pertimbangan Undang-undang lingkungan hidup ini menjadi Payung dari segala peraturan dibawahnya yakni semangat otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintah NKRI telah membawa perubahan hubungan dan kewenangan antara pemerintah dan pemerintah daerah termasuk di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidupnya, yang terakhir terkait dengan mengapa undang-undang ini menjadi Payung dari segala galanya adalah karena ini terkait dengan limbah


(49)

maka undang-undang ini dijadikan dasar pijakan karena pertimbangan kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun yang telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan .

Dari keempat pertimbangan tersebut dijadikannya undang-undang ini sebagai undang patokan dasar dalam menangani lingkungan hidup membuat undang-undang ini untuk selalu diimplementasikan, karena memberikan dampak positif apabila dilakukannya implementasi ini secara baik tepat dan benar. Implementasi undang-undang ini terhadap penyelesaian pencemaran yang terjadi di pantai Parang Endog merupakan sebagai acuan yang juga tidak dapat terpisahkan dengan peraturan daerah Bantul tersebut terkait dengan lingkungan hidup. Pencemaran lingkungan hidup merupakan masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup energi atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Dari Pengertian tersebut apabila kita adopsi kepada permasalahan penelitian ini maka dapat dikatakan bahwasannya pencemaran pantai Parang Endog itu diakibatkan oleh manusia itu sendiri yang melakukan kegiatan usaha tambak udang, yang menghasilkan limbahtelah melebihi baku mutu lingkungan hidup sendiri, yang dengan sendirinya mengalir kepada pesisir pantai tersebut.

Sementara baku mutu adalah merupakan ukuran batas atau kadar makhluk hidup zat energi komponen yang ada atau harus ada yang merupakan unsur pencemar yang ditenggang kebenaran keberadaan nya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. Jadi semestinya pencemaran limbah yang terjadi seharusnya tidak melebihi baku mutu lingkungan hidup sendiri yang sehingga memberikan dampak buruk terhadap pesisir pantai Parang Endog tersebut. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup


(50)

merupakan ukuran batas perubahan sifat fisik kimia atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditendang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup itu dapat dilihat dengan melihat indikator perubahan jika ada perubahan sifat fisik, kimia atau hayati lingkungan hidup. Maka dari itu dapat dikatakan melewati baku mutu yang merupakan suatu ukuran batas sebagai pembuangan limbah cair tersebut, tentunya dapat berubah limbah dalam hal ini berasal dari tambak udang tersebut .

Adapun baku mutu yang terdapat pada tambak udang adalah sebagai berikut :

a. Parameter Fisika :

1. TSS Total Suspendid Solid < 200 mg/l

2. Kekeruhan <50 NTU(Nephelometer Turbidity Unit) b.Parameter Kimia

1. PH 6-9,0

2. BOD5 < 45 mg/l 3. PO4-3 < 0,1 mg/l 4. H2S < 0.03 mg/l 5. NO3 < 75 mg/l 6. NO2 < 2.5 mg/l 7. NH3 ,< 0.1 mg/l c.Parameter Biologi

1. Dinoflagellata Gymnodinium Peridinium < 8x102 2. Bakteri Patogen CFU <102


(51)

Baku mutu tersebut diatas mendapatkan izin usaha diberikan oleh bupati/walikota, Gubernur atau Direktur Jenderal Perikanan Budidaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam Pasal 3 Undang-undang lingkungan hidup pada huruf b, bahwasanya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan menjamin keselamatan kesehatan dan kehidupan manusia yangbertujuan menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem serta menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup agar mencapai keserasian, keselarasan dan keseimbangan lingkungan hidup. Dari tujuan yang terdapat dalam Pasal 3 UU PLH ini untuk memberikan dampak positif jika diterapkannya undang-undang ini, sehingga pencemaran pada pantai Parang dong itu sebenarnya telah melanggar undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 yang bertujuan Sesuai dengan Pasal 3 tersebut. Apabila lingkungan hidup yang pada saat ini objeknya adalah pantai Parang Endogtidak dapat menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia akibat dari dampak limbah yang dihasilkan oleh Petambak udang, maka perbuatan itu merupakan perbuatan pelanggaran terhadap undang-undang lingkungan hidup.

Selanjutnya di dalam Pasal 13 Undang-undang lingkungan hidup ayat (1) bahwasanya pengendalian pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pengendalian pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi dilakukannya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan. Pengendalian, pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup, yakni oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Penanggung Jawab usaha kegiatan usaha sesuai dengan kewenangan peran dan tanggung jawab masing-masing.


(52)

Maksudnya adalah bahwasanya Pasal 13 ini memberikan makna bahwa ketika terjadi pengendalian pencemaran, maka harus dilakukan dengan cara pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan. Yang itu semuanya dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan penanggung jawab usaha itu sendiri yang mempunyai kewenangan peran dan tanggung jawab masing-masing. Dengan demikian, semestinya Undang-undang lingkungan hidup dapat diterapkan dengan secara efektif dan efisien dalam segala apapun bentuk yang berkaitan dengan lingkungan hidup, karena memberikan tujuan yang jelas yaitu salah satunya adalah penanggulangan pencemaran limbah yang terjadi di pantai Parang Endog tersebut. Karena dalam hal ini terjadi pencemaran lingkungan akibat dari limbah cair tambak udang, maka masuk kepada Pasal 53 UUPLH yakni berbicara tentang penanggulangan pencemaran tersebut.

Pasal 53 ayat (1) berbunyi bahwa Setiap orang yang melakukan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran kerusakan lingkungan hidup. Penanggulangan pencemaran kerusakan lingkungan hidup, dilakukan dengan :

a. Pemberian informasi peringatan pencemaran kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat.

b. Yang kedua adalah pengisolasian pencemaran kerusakan lingkungan hidup . c. Ketiga penghentian sumber pencemaran kerusakan lingkungan hidup

d. Keempat, cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dan yang menjadi patokan terakhir untuk dapat melihat pengimplementasian Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup ditentukan dalam ayat (3) ini Pasal 53 yang berbunyi ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penanggulangan pencemaran kerusakan lingkungan hidup


(53)

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Dalam pengimplementasian atau penerapan undang-undang lingkungan hidup ini telah dicantumkan bahwasanya ada 4 poin untuk cara penanggulan pencemaran tersebut namun agar lebih spesifik maka diatur dalam peraturan pemerintah.

Kemudian, bahwasanya dalam penerapan undang-undang lingkungan hidup inidapat kita lihat semestinya setiap orang yang melakukan pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup tersebut. Adapun pemulihan fungsi tersebut harus dilakukan dengan cara pertama penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar, yang kedua dilakukannya remediasi, yang

ketiga dilakukannya rehabilitasi dan keempat dilakukannya restorasi dan yang kelima

adalah dengan cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semestinya para pelaku pencemar lingkungan dalam hal ini adalah pemilik tambak udang harus menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup tersebut di pantai Parangtritis, danjaminan disimpan di bank pemerintah yang ditunjuk oleh menteri gubernur atau bupati sesuai dengan kewenangannya.

Apabila kita cermati lagi secara kasatmata bahwasanya pengimplementasian undang-undang lingkungan hidup tidak semata-mata diterapkan secara mutlak, artinya adalah karena dia merupakan undang-undang yang bersifat umum terhadaplingkungan hidup, maka perlu peraturan khusus yang mengatur secara lebih spesifik terhadap penanganan pencemaran limbah tersebut. dan itu juga telah dicantumkan di dalam undang-undang lingkungan hidup ini bahwasanya dari Pasal 13 sampai dengan Pasal 55 terkait dengan pengendalian serta pemulihan pencemaran yang terjadi itu diatur dengan peraturan pemerintah sendiri.


(54)

Dengan demikian setelah melihat secara kasat mata yang dilakukan oleh peneliti maka undang-undang lingkungan hidup ini merupakan menjadi patokan Dasar atau patokan umum yang tentunya diperkuat dengan peraturan-peraturan di bawah peraturan ini , maksudnya adalah undang-undang Lingkungan Hidup ini tidak dapat berdiri sendiri atau tidak dapat semata-mata diterapkan begitu saja karenabersifat umum yang tentunya berbicara tentang asas-asas atau pemikiran -pemikiran dasar terkait dengan lingkungan hidup. Maka dari itu peraturan pemerintah, peraturan daerah, Peraturan Menteri harus dikeluarkan sebagai peraturan khusus asas derogat lex specialis lex inferiori. Jika undang-undang ini merupakan undang-undang umum, makaakan menjadi patokan di dalam merumuskan peraturan daerah, Peraturan Pemerintah, maupun peraturan menteri di mana di setiap konsiderannya pasti akan menjadi patokan atau pengingat dalam merumuskan undang-undang dibawahnya yakni undang-undang lingkungan hidup yang telah diterapkan di dalam penanganan pencemaran air limbah tersebut.

Selanjutnya, bahwasanya implementasi undang-undang lingkungan hidup tidak semata-mata langsung diterapkan mutlak begitu saja tetapi tentunya ada undang-undang penunjang lainnya atau undang-undang khusus yang melengkapi guna lingkungan hidup ini dalam melakukan penanggulangan pencemaran limbah yang berada di pantai Parang Endog tersebut. Salah satu penunjang undang-undang lingkungan hidup ini adalah peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 tahun 2014 tentang baku mutu air limbah. Di konsiderankembali diingatkan lagi bahwasanya undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 menjadi undang-undang umum dalam membuat peraturan menteri ini.

Adapun implementasi secara tersirat dalam penanganan pencemaran air limbah di pantai Parang Endog yakni Peraturan Menteri membahas tentang baku mutu air limbah, Bahwasanya dalam Pasal 1 disebutkan industri pengolahan hasil perikanan adalah usaha atau kegiatan di bidang pengolahan hasil perikanan meliputi kegiatan pengalengan


(55)

bebatuan atau pembuatan tepung ikan peraturan menteri ini bertujuan untuk membersihkan acuan mengenai baku mutu air limbah kepadapertama Gubernur dalam menetapkan baku mutu air limbah, keduasebagai pedoman penyusun dokumen Amdal ukl-upl atau dokumen kajian pembuangan air limbah dengan menghasilkan baku mutu air limbah yang lebih spesifik dan rasakan kondisi lingkungan setempat .

Terlebih lagi didalam Keputusan Mentri Kelautan dan Perikanan No. Kep.28/men/2004 tentang pedoman umum budidaya ditambak bahwasanya Air buangan tambak mengandung bahan-bahan cemaran yang bersumber dari sisa-sisa pakan, hasil ekskresi metabolit, detritus, mikroorganisme, dan residu berbagai bahan pengendali lingkungan dan penyakit. Bahan-bahan tersebut pada umumnya dapat sebagai pencemar air di lingkungan alami tambak. Oleh karena itu, setiap kegiatan budidaya udang harus melakukan perbaikan kualitas air buangan tambak agar dapat memenuhi Baku Mutu Efluen Tambak. Untuk memperbaiki mutu air buangan tambak, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Melakukan upaya-upaya pengendapan bahan tersuspensi melalui tandon. b. Menggunakan biofilter untuk pemulihan kualitas air.

c. Mengangkat bahan-bahan terendapkan dari tandon. d. Penanaman mangrove pada areal pembuangan.

e. Menerapkan sistem resirkulasi/pergantian air minimum (less water exchange) pada tambak intensif atau semi intensif, khususnya di kawasan padat tambak dan tercemar.

Selanjutnya kembali melihat pengimplementasian UU lingkungan hidup No.32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam penyelesaian pencemaran limbah terhadap pantai parang ndog adalah dengan melihat perda bantul itu sendiri terkait dengan lingkungan hidup bahwasanya telah diterapkan dimana dijadikan


(56)

sebagai bahan mengingat kembali lagi di konsideran No.12 Tahun 2015 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pada Pasal 13 Perda Bantul No. 12 Tahun 2015 bahwasanya pengendalian pencemaran air meliputi pencegahan pencemaran air, penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas air.Dengan demikian, pencemaran yang terjadi pada pantai parang endog masuk kepada pencemaran air yang saat ini semesetinya dilakukan penanggualangan dan pemulihan kualitas Air. Seara substansial sudah sangat baik menurut penuli sendiri,namun belum efektif dan efisien. Dalam pencemran yang terjadi pada pantai parang endog sebnarnya juga telah melanggar pasal 15 ayat (1) yang semesetinya setiap orang yang membuang air limbah kesumber air wajib memiliki izin dari bupati. Namun pada faktanya tambak udang yang berada dekat denganpantai parang endog belum memiliki izin sepeti apa yang disampaikan oleh Ketua Komisi C DPRD Bantul yang mengatakan hanya satu tambang udang yang illegal yakni PT.Indookor,jika selain indokor maka itu illegal yang salah satunya tidak memilki izin pembuangan air limbah.

SKPD setempat telah melaksanakan pemanatauan kualitas pada sumber air termasuk juga Ketua Komisi C DPRD Bantul Wildan Nafis serta BLH dan Walhi sudah berusaha melakukan upaya pengawasan dalam pencemaran limbah yang terjadi pada pantai parang endog tersebut. Artinya peranan masing-masing lembaga telah berusaha dalam menanggulangi pencemaran limbah tersebut. Adapun penanggulangan dapat dilakukan dengan :

a. pemberian informasi peringatan pencemaran air kepada masyarakat b. pengisolasian pencemaran air


(1)

39

(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 102

Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 103

Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 104

Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjarapaling lama3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 105

Setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf c dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Pasal 106

Setiap orang yang memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

Pasal 107

Setiap orang yang memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang– undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).


(2)

40 Pasal 108

Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 109

Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 110

Setiap orang yang menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf i,dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 111

(1) Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana dengan pidanapenjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(2) Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3(tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 112

Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 113

Setiap orang yang memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar yang diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup


(3)

41

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 114

Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 115

Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau pejabat penyidik pegawai negeri sipil dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 116

(1) Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:

a. badan usaha; dan/atau

b. orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.

(2) Apabila tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara sendiri atau bersama-sama.

Pasal 117

Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf b, ancaman pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda diperberat dengan sepertiga.

Pasal 118

Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) huruf a, sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selaku pelaku fungsional.

Pasal 119

Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa:

a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;


(4)

42 c. perbaikan akibat tindak pidana;

d. pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau

e. penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun. Pasal 120

(1) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, jaksa berkoordinasi dengan instansi yang bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk melaksanakan eksekusi.

(2) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 huruf e, Pemerintah berwenang untuk mengelola badan usaha yang dijatuhi sanksi penempatan di bawah pengampuan untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

BAB XVI

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 121

(1) Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun, setiap usaha dan/atau kegiatan yang telah memiliki izin usaha dan/atau kegiatan tetapi belum memiliki dokumen amdal wajib menyelesaikan audit lingkungan hidup.

(2) Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun, setiap usaha dan/atau kegiatan yang telah memiliki izin usaha dan/atau kegiatan tetapi belum memiliki UKL-UPL wajib membuat dokumen pengelolaan lingkungan hidup.

Pasal 122

(1) Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun, setiap penyusun amdal wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal.

(2) Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun, setiap auditor lingkungan hidup wajib memiliki sertifikat kompetensi auditor lingkungan hidup.

Pasal 123

Segala izin di bidang pengelolaan lingkungan hidup yang telah dikeluarkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib diintegrasikan ke dalam izin lingkungan paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini ditetapkan.

BAB XVII


(5)

43 Pasal 124

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 125

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 126

Peraturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam Undang-Undang ini ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.

Pasal 127

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 3 Oktober 2009 PRESIDEN REPUBLIK

INDONESIA, Ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 3 Oktober 2009

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

ANDI MATTALATTA


(6)