Evaluasi Karakteristik Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max L.) Hasil Mutasi Kolkisin M2 pada Kondisi Naungan

EVALUASI KARAKTERISTIK BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merrill) HASIL MUTASI KOLKISIN M2 PADA PENGARUH PENAUNGAN SKRIPSI
Oleh : FITRA RAMADHANI 070307019 / PEMULIAAN TANAMAN

DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT The results showed that the samples were significantly different plant height, number of branches, flowering, harvest, weight of 100 seeds, production and production per plot per sample. Progenitas test results between F2 with F1 show the difference in the number of branches on the character of varieties M2V2, M2V3 and M2V4, number of pods per sample at M2V2, M2V3 and M2V4. Genotype showed a low diversity criteria, medium, high, diversity criteria penotip shows low, medium, high and very high, and the heritability of the criteria for low, medium and high. Key words: soybean, shade, colchicine, heritability
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel berbeda nyata terhadap karakter tinggi tanaman, jumlah cabang, umur berbunga, umur panen, bobot 100 biji, produksi per plot dan produksi per sampel. Hasil uji progenitas antara F2 dengan F1 menunjukkan perbedaan pada karakter jumlah cabang pada varietas M2V2,M2V3 dan M2V4, jumlah polong per sampel pada M2V2,M2V3 dan M2V4. Keragaman genotip menunjukkan kriteria rendah, sedang, tinggi, keragaman penotip menunjukkan kriteria rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi, serta heritabilitas menunjukkan kriteria rendah, sedang dan tinggi.
Kata kunci: kedelai, naungan, kolkisin, heritabilitas
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek dan memerlukan
intensitas cahaya yang tinggi. Penurunan radiasi matahari selama 5 hari atau pada stadium pertumbuhan akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kedelai (Salisbury dan Ross, 1995).
Kedelai merupakan tanaman C3 yang dapat mengalami kehilangan air lebih banyak dinadingkan tanaman C4 seperti jagung dan sorgum, karena tanaman C3 memiliki rasio transpirasi yang lebih tinggi dan keadaan stomata yang selalu terbuka. Tanaman C3 mengalami fotorespirasi yang berdampak pada hasil bersih fotosintesisnya lebih rendah dari tanaman C4. Hasil respirasi yang tergantung pada cahaya, tanaman C3 kehilangan jauh lebih banyak CO2 daripada yang terjadi pada tanaman C4 sehingga berakibat pada laju fotosintesis bersihnya lebih rendah daripada tanaman C4. Apabila tanaman mengalami cekaman kekeringan maka aktifitas fotosintesis tanaman terhambat akibat dari penurunan tekanan turgor sel dan penghambatan difusi uap air dan CO2 sehingga berakibat pada laju pertumbuhan dan hasil tanaman berkurang (Roy, 2000).
Besarnya produksi kedelai Indonesia dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata kebutuhan kedelai setiap tahunnya ± 2.300.000 ton. Berdasarkan data dari Deptan pada tahun 2010 baru mampu memenuhi ± 907.031 ton (± 41.22 %) dari kebutuhan, sedangkan tahun 2011 baru mencapai 870.068 atau (37.85 %) dari
Universitas Sumatera Utara


total kebutuhan, berdasarkan data diketahui produksi kedelai pada tahun 2011 mengalami penurunan dari sebelumnya 2010 (Deptan, 2012).
Upaya peningkatan produksi kedelai dibatasi oleh sempitnya kepemilikan lahan karena sebagian lahan sawah produktif telah berubah fungsi menjadi lahan non pertanian. Dibalik terbatasnya sumber daya lahan untuk perluasan areal pertanian, terdapat lahan yang cukup berpotensi untuk dimanfaatkan, yaitu dibawah kanopi tanaman perkebunan. Lahan diantara tanaman perkebunan yang selama ini dibiarkan mengganggur atau hanya ditanami tanaman penutup tanah (cover crop) pada umumnya memiliki tingkat kesuburan tanah yang tinggi sehingga berpotensi untuk ditanami kedelai. Permasalahan yang dihadapi dalam pembudidayaan kedelai sebagai tanaman sela adalah penaungan yang diakibatkan tanaman pokok. Intensitas penyinaran dibawah tajuk tanaman karet berkisar 6080% pada umur 3 tahun, 25-40% pada umur 4 tahun dan makin sedikit bila makin tua (Sihar, 1997).
Tanaman kedelai termasuk tanaman yang membutuhkan sinar matahari penuh. Intensitas cahaya dan lama penaungan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil kedelai. Penurunan intensitas cahaya menjadi 40% sejak perkecambahan mengakibatkan penurunan jumlah buku, cabang, diameter batang, jumlah polong dan hasil biji serta kadar protein. Untuk memperoleh produksi kedelai yang optimal sebagai tanaman sela di areal perkebunan maka dibutuhkan varietas yang relatif tahan terhadap penaungan (Sihar, 1997)
Cekaman naungan sebesar 50% terhadap tanaman kedelai yang berkriteria sangat toleran tidak mengakibatkan penurunan signifikan pada jumlah polong, ukuran biji, maupun hasil biji tanaman (Soverda dkk, 2009).
Universitas Sumatera Utara

Salah satu program pemuliaan tanaman yang dapat digunakan untuk mendapatkan kultivar atau varietas unggul adalah banyak dilakukan dengan teknik pemuliaan mutasi. Penggunaan teknik mutasi dalam program pemuliaan tanaman dilakukan untuk mendapatkan tanaman poliploid. Poliploid dapat menghasilkan perubahan-perubahan hebat pada perbandingan genetik. Pada poliploidi terjadi penggandaan set kromosom. Perbandingan ini mungkin dapat terjadi karena adanya lokus yang diperbanyak pula, seperti terbukti dengan terjadinya kasus alopoliploid segmental (Welsh,1991).
Untuk berhasilnya pertanaman, perlu dipilih varietas-varietas yang mampu beradaptasi terhadap kondisi lapangan. Produksi ditentukan oleh interaksi suatu varietas terhadap kondisi lingkungan. Sebagai contoh jika penyakit merupakan persoalan, sebaiknya pada tanaman varietas yang resisten akan penyakit layu bakteri yang menyerang pangkal batang kedelai, tapi jika gulma yang menjadi faktor pembatas maka varietas mempunyai kanopi yang rimbun dengan pertumbuhan cepat akan lebih baik (Suprapto, 1989).
Umumnya pemulia tanaman tidak mudah mengakses sumber radiasi yang efisien. Mutagen kimia memang lebih mudah tersedia dan rasio mutasional terhadap modifikasi yang tidak diinginkan lebih baik pada mutagen kimia dibandingkan dengan irradiasi. Dengan demikian, mutagen kimia menjadi lebih popular dibandingkan dengan yang lain. Aplikasi mutagenesis kimiawi dalam praktek pemuliaan tanaman relatif agak lambat. Pada tahun 1976 lebih dari 20 (dua puluh) kultivar tanaman telah berhasil dikembangkan dengan penggunaan mutasi buatan kimiawi (Nasir, 2002).
Universitas Sumatera Utara

Tanaman yang mendapat cekaman naungan cenderung mempunyai jumlah cabang sedikit dan batang yang lebih tinggi dibanding tanaman yang ditanam dalam kondisi tanpa naungan. Perubahan tinggi batang tanaman pada beberapa tanaman akibat naungan sudah tampak mengalami etiolasi pada naungan lebih dari 25%. Etiolasi yang terjadi pada sebagian besar tanaman akibat naungan disebabkan karena adanya produksi dan distribusi auksin yang tinggi,sehingga merangsang pemanjangan sel yang mendorong meningkatnya tinggi tanaman (Gatut, 2001).Genotipe yang toleran naungan mempunyai daun yang lebih lebar dan tipis,kandungan klorofil b yang lebih tinggi dan rasio klorofil a/b yang lebih rendah dari pada genotip peka. Perubahan karakter morfologi dan fisiologi daun tersebut merupakan bentuk mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman naungan. Dengan demikian karakter morfologi daun dapat memberikan faktor besat dalam perbaikan adaptasi kedelai terhadap cekaman naungan (Kisman, 2008).
Perlakuan dengan mutagen dapat menyebabkan sterilitas, yaitu hambatan pertumbuhan sehingga mengalami pembungaan, terbentuknya bunga yang tak sempurna, terbentuknya bunga dengan tepung sari mandul, biji terbentuk tetapi tidak mampu berkecambah, memiliki masa panen yang lambat (Mugiono, 2001).
Dari hasil pengamatan sebelumnya yaitu penelitian Saragih (2011) diperoleh tinggi tanaman berkisar antara (36.2cm-43.47cm), umur berbunga berkisar antara (35.33 hari-45.67 hari), jumlah cabang berkisar antara (3.33 cabang-5.83 cabang), luas daun spesifik berkisar antara (222.31 cm2-316.09 cm2), umur panen berkisar antara (13.33 hst-13.33 hst), jumlah polong per sampel berkisar antara (80.83g-127.83g), jumlah polong berisi per sampel berkisar antara
Universitas Sumatera Utara

(70.83g-109.33g), bobot 100 biji berkisar antara (6.78g-16.75g), produksi per sampel berkisar antara (13.65g-19.82g), produksi per plot berkisar antara (37.45g48.32g).
Adanya perbedaan respon genotip tanaman terhadap lingkungan menyebabkan timbul perbedaan fenotipik pada setiap tanaman, dan dari penampilan fenotipik suatu tanaman dapat dihitung suatu nilai yang menentukan apakah perbedaan penampilan suatu karakter disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan, sehingga akan diketahui sejauh mana sifat tersebut akan diturunkan pada generasi selanjutnya.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui kelanjutan karakter pertumbuhan vegetatif dan generatif dari tanaman kedelai hasil mutasi yang ditanam pada kondisi naungan.
Tujuan Penelitian Untuk mengevaluasi keragaman fenotip dan genotip beberapa varietas

tanaman kedelai (Glycine max L.) hasil mutasi kolkisin M2 pada pengaruh penaungan. Hipotesa Penelitian
Diduga ada pengaruh karakter vegetative dan generative terhadap naungan pada varietas hasil mutasi M2. Kegunaan Penelitian 1. Sebagai bahan penelitian ilmiah dalam penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. 2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Menurut Adisarwanto (2002) tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai
berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Ordo : Rosales Family : Leguminosae Genus : Glycine Species : Glycine max (L.) Merrill.
Pertumbuhan akar cepat, daerah kedalaman kira-kira 90cm, akar lateral yang baik sebagian besar mencapai kedalaman sampai 20 cm (Tindall, 1983).
Pada tanaman kedelai dikenal dua tipe pertumbuhan batang, yaitu determinit dan indeterminit. Jumlah buku pada batang akan bertambah sesuai pertambahan umur tanaman, tetapi pada kondisi normal jumlah buku berkisar antara 15 – 20 buku dengan jarak antar buku berkisar antara 2 - 9 cm. Batang pada tanaman kedelai ada yang bercabang dan ada pula yang tidak bercabang, tergantung dari karakter varietas kedelai, tetapi umumnya cabang pada tanaman kedelai berjumlah antara 1 – 5 cabang (Adisarwanto, 2002).
Universitas Sumatera Utara

Daun kedelai hampir seluruhnya trifoliate (menjari tiga) dan jarang sekali mempunyai empat atau lima jari daun. Bentuk daun tanaman kedelai bervariasi, yakni antara oval dan lanceolate, tetapi untuk praktisnya, diistilahkan dengan berdaun lebar dan berdaun sempit (Adisarwanto, 2002).
Tangkai bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun yang diberi nama rasim. Jumlah bunga pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 2 – 25 bunga, tergantung kondisi lingkungan tumbuh dan varietas kedelai. Bunga pertama yang terbentuk umumnya pada buku kelima, keenam, atau pada buku yang lebih tinggi (Adisarwanto, 2002).
Polong kedelai muncul pertama kali sekitar 10 – 14 hari masa pertumbuhan, yakni setelah bunga pertama muncul. Warna polong yang baru tumbuh berwarna hijau dan selanjutnya akan berubah berwarna kuning/ cokelat pada saat dipanen. Pembentukan dan pembesaran polong akan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur dan jumlah bunga yang terbentuk. Jumlah polong yang beragam yakni 2 – 10 polong pada setiap kelompok bunga di ketiak daunnya (Adisarwanto, 2002).
Biji kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong, ada yang bundar, atau bulat agak pipih. Besar biji bervariasi, tergantung varietas (Suprapto, 1989).
Fase tumbuh tanaman kedelai stadia vegetative (V) dan generatif (R) pada pertumbuhan kedelai. Keterangan stadia vegetatif dan generatif dapat dilihat dari uraian dibawah ini :
Universitas Sumatera Utara

Stadium V1
V2


Tingkatan Stadium Stadium buku pertama
Stadium buku kedua

V3 Stadium buku ketiga

V4 Stadium buku keempat

V5 Stadium buku kelima

V6 Stadium buku keenam

Vn Stadium buku ke-n

R1 Mulai berbunga

R2 Berbunga penuh

R3 Mulai berpolong


R4 Berpolong penuh

R5 Mulai berbiji

R6 Berbiji penuh

R7 Mulai matang R8 Matang penuh

Uraian Daun terurai penuh pada buku foliolat.
Daun bertiga yang terurai penuh pada buku diatas buku unifoliolat. Tiga buah buku pada batang utama dengan daun terurai penuh terhitung mulai buku unifoliolat. Empat buah buku pada batang utama dengan daun terurai penuh terhitung mulai buku unifoliolat. Lima buah buku pada batang utama dengan daun terurai penuh terhitung mulai buku unifoliolat. Enam buah buku pada batang utama dengan daun terurai penuh terhitung mulai buku unifoliolat. n buah buku pada batang utama dengan daun terurai penuh terhitung mulai buku unifoliolat. Bunga terbuka utama pada buku manapun pada batang utama. Bunga terbuka pada satu dari dua buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh. Polong sepanjang 5 mm pada salah satu diantara 4 buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh. Polong sepanjang 2 cm pada salah satu 4 buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh. Biji sebesar 3 mm dalam polong pada salah satu diantara 4 buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh. Polong berisikan 1 biji hijau yang mengisi rongga polong pada salah satu diantara 4 buku teratas pada batang utama dengan daun terbuka penuh. Satu polong pada batang utama telah mencapai warna polong matang. Polong telah mencapai warna polong matang lebih kurang 95%.

(Adisarwanto, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Syarat Tumbuh Iklim
Suhu tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 300 C. Bila suhu lingkungan sekitar 400 C pada masa tanaman berbunga, bunga tersebut akan rontok sehingga jumlah polong dan biji kedelai menjadi berkurang. Suhu yang terlalu rendah (100 C), seperti pada daerah subtropik, dapat menghambat proses pembungaan dan pembentukan polong kedelai. Suhu optimal untuk pembentukan bunga yaitu 24 – 250 C (Tindall, 1983).
Kebutuhan cahaya bagi tanaman kedelai untuk mencapai fotosintesis maksimal adalah berkisar antara 0.3 – 0.8 kal/cm2/menit atau setara dengan 432 – 1152 kal/cm2/hari (Salisbury dan Ross, 1992).
Jumlah air yang digunakan oleh tanaman kedelai tergantung kondisi iklim, namun demikian pada umumnya kebutuhan air pada tanaman kedelai berkisar 350 – 450 mm selama masa pertumbuhan kedelai (Adisarwanto, 2002).
Tanah Toleransi keasaman tanah (pH tanah) bagi kedelai adalah 5.8 – 7.0.

Namun, pada pH 4.5 kedelai dapat tumbuh. Pada pH kurang dari 5.5, pertumbuhannya sangat terlambat karena keracunan aluminium. Selain itu, pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi nitrit atau proses pembusukan) akan berjalan kurang baik (Purwono dan Purnamawati, 2007).
Universitas Sumatera Utara

Dengan drainase dan aerase yang cukup, kedelai akan tumbuh baik pada tanah – tanah Alluvial, Regosol, Grumusol, Latosol, dan Andosol. Untuk dapat tumbuh baik kedelai menghendaki tanah yang subur, gembur, dan kaya akan humus atau bahan organik (Suprapto, 1989).
Mutasi Kolkisin Mutasi adalah perubahan yang terjadi secara struktural pada material
genetik yang merupakan bagian dari fenomena dasar kehidupan. Bila mutasi tidak pernah terjadi, maka material kehidupan tidak akan mengalami perkembangan dan beradaptasi terhadap berbagai kondisi ekologis yang ada. Berdasarkan sejarah, mutasi telah terjadi secara spontan, yang disebabkan oleh sejumlah fenomena alamiah seperti radiasi kosmik atau sinar ultraviolet (Nasir, 2002).
Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif mengadakan pembelahan sel seperti tunas, biji dan sebagainya. Secara molekuler, dapat dikatakan bahwa mutasi terjadi karena adanya perubahan urutan (sequence) nukleotida DNA kromosom, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada protein yang dihasilkan (Oeliem, dkk, 2008).
Pemuliaan mutasi adalah mutasi buatan untuk mendapatkan varietas tanaman yang unggul. Istilah pemuliaan mutasi kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan pemakaian mutagen oleh pemulia tanaman dalam usahanya untuk menciptakan keragaman dari mutasi buatan. Ini berlawanan dengan pemuliaan konvensional dimana pemulia tanaman bergantung pada keragaman alami dan
Universitas Sumatera Utara

keuntungannya diperoleh dari rekombinasi gen, kadang-kadang dibantu dengan hibridisasi (Crowder, 1997).
Kolkisin (C22H25O6N) merupakan suatu alkoloid yang berasal dari umbi dan biji Autumn crocus (Colchicum autumnale Linn) yang termasuk dalam famili Liliaceae. Nama Colchicum diambil dari nama Colchis, ialah seorang raja yang menguasai daerah di tepi Laut Hitam, karena di daerah itulah ditemukan banyak sekali tanaman tersebut. Tanaman yang berbunga dalam musim gugur ini banyak diperlihatkan bunga-bunganya saja diatas permukaan tanah. Dalam musim semi tanaman ini memiliki daun, buah dan biji (Suryo, 1995).
Kepekaan terhadap perlakuan kolkisin amat berbeda diantara species tanaman. Oleh karena itu baik konsentrasi maupun waktu perlakuan akan berbeda pula, bahkan untuk bagian tanaman yang berbeda akan lain pula dosis dan waktunya. Untuk biji yang cepat berkecambah, biji direndam dalam larutan selama 1 – 5 hari sebelum tanam. Perendaman jangan terlalu dalam agar dimungkinkan adanya aerasi (Poespodarsono, 1988).
Larutan kolkisin efektif pada konsentrasi 0,001-1,00 ppm dengan lama perlakuan 3-24 jam, tetapi pada benih yang berkulit keras seperti benih kacangkacangan, jagung, dan sebagainya konsentrasi 0,2 ppm lebih dianjurkan. Konsentrasi 0,2 ppm yang lebih umum dipakai untuk semua tanaman dengan lama perlakuan antara 24-96 jam (Haryanti dkk,2009).
Apabila kolkisin digunakan pada konsentrasi yang tepat maka jumlah kromosom akan meningkat, sehingga tanaman bersifat poliploid. Tanaman yang bersifat poliploid umumnya mempunyai ukuran morfologi lebih besar
Universitas Sumatera Utara

dibandingkan tanaman diploid. Umumnya kolkisin akan bekerja efektif pada konsentrasi 0.01-1 ppm untuk jangka waktu 6-72 jam, namun setiap jenis tanaman memiliki respon yang berbeda-beda (Suryo, 1995).
Kolkisin berfungsi sebagai mutagen untuk individu poliploid. Adapun cara kerja kolkisin yaitu kolkisin akan masuk kedalam biji (2n), lalu menyebabkan terhambatnya kerja mikrotubulus. Karena kerja mikrotubulus terhambat, berarti menghambat terbentuknya benang spindle dan kromosom yang siap membelah akan mengalami gagal berpisah sehingga sel tidak akan mengalami pembelahan. Hal ini menyebabkan biji mempunyai genom 4n (Sadida dkk, 2010).
Sifat umum tanaman poliploid adalah memiliki ukuran bagian-bagian tanaman lebih besar, meliputi akar, batang, daun, bunga, atau buah. Tanaman poliploid juga memiliki ukuran sel yang lebih besar, intisel besar, buluh-buluh pengangkutan berdiameter lebih besar, dan ukuran stomata yang lebih besar. Bertambahnya diameter buluh-buluh pengangkutan, sebagai akibat pemberian kolkisin, menyebabkan diameter batang tanaman yang lebih besar pula (Suryo, 1995).

Secara umum pengaruh poliploid bagi tanaman adalah sebagai berikut : 1. Inti dan isi sel lebih besar (stomata dan tepung sari) 2. Daun dan bunga bertambah besar. Pertambahan ukuran ini ada batasnya, sehingga bila terjadi penambahan terus pada jumlah kromosom tidak menyebabkan penambahan secara berlanjut. 3. Dapat terjadi perubahan senyawa kimia, termasuk peningkatan atau perubahan pada macam atau proporsi karbohidrat, protein, vitamin, atau alkaloid.
Universitas Sumatera Utara

4. Laju pertumbuhan menjadi lebih lambat dibanding dengan tanaman diploid dan berbunganya juga terlambat. 5. Meiosis sering tidak teratur, sehingga terjadi kromosom yang tidak berpasangan. 6. Menurunnya fertilitas pada poliploid merupakan hal penting untuk diperhatikan
pada pemuliaannya. Penurunan ini dapat terjadi pada daya hidup butir tepung sari dan jumlah biji. Derajat penurunan tergantung dari spesies (Poespodarsono, 1988).
Varietas Varietas adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang
ditandai oleh bentuk dan pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi karakteristik genotipe atau spesies yang sama oleh sekurang-krangnya satu sifat yang menentukan,apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan (http://shvoong.com, 2012).
Varietas mempunyai peranan penting dalam perkembangan tanaman kedelai karena untuk mencapai produktivitas yang tinggi sangat ditentukan oleh potensi daya hasil dari varietas unggul yang ditanam. Potensi hasil biji di lapangan masih dipengaruhi oleh interaksi antara faktor genetik varietas dengan pengelolaaan kondisi lingkungan tumbuh (Adisarwanto, 2008).
Tingkat hasil suatu tanaman ditentukan oleh interaksi faktor genetis varietas unggul dengan lingkungan tumbuhnya seperti kesuburan tanah, ketersediaan air, dan pengelolaan tanaman. Tingkat hasil varietas unggul yang tercantum dalam deskripsi umumnya berupa angka rata-rata dari hasil yang
Universitas Sumatera Utara

terendah dan tertinggi pada beberapa lokasi dan musim. Potensi hasil varietas unggul dapat saja lebih tinggi atau lebih rendah pada lokasi tertentu dengan penggunaan masukan dan pengelolaan tertentu pula. Biasanya untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi dari penggunaan varietas unggul diperlukan pengelolaan yang lebih intensif dan perhatian serius serta kondisi lahan yang optimal. Agar memperoleh hasil yang optimal di atas rata-rata dalam deskripsi maka perolehan varietas unggul harus sesuai 6 tepat (tepat varietas, jumlah, mutu, waktu, lokasi, dan tepat harga) (Gani, 2000).
Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatu lingkungan untuk mendapatkan genotif unggul pada lingkungan tersebut. Pada umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap genotif. Respon genotif terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam penampilan fenotipe dari tanaman bersangkutan (Darliah dkk, 2001).
Naungan Intensitas cahaya ialah jumlah cahaya yang diterima tanaman yang
berfungsi untuk pertumbuhan dan pembentukan organ-organ tanaman. Intensitas cahaya makin tinggi saat matahari siang dan mengakibatkan kenaikan kegiatan photosintesa, hingga pada suatu kenaikan tertentu photosintesa akan terhenti. Peristiwa ini disebut Light Saturation Point, kelebihan Intensitas cahaya tidak dimanfaatkan untuk photosintesa ( luxurius light intensity ). Light Saturation didaerah beriklim tropis mencapai 40-50% intensitas cahaya. Umumnya transpirasi melebihi Karbon assimilasi dalam kebutuhan air, akibatnya turgor stomata rendah, stomata akan tertutup dan CO2 tidak bisa masuk dalam daun,
Universitas Sumatera Utara

fotosintesa terhenti dan dapat juga timbul kelayuan daun, dimana daun yang layu akan menutup daun dibawahnya, sehingga fotosintesa terhambat bagi daun yang belum mencapai titik light saturation (http://heabron.blog.friendster.com, 2009).
Dampak langsung yang dapat dijejaki dari peningkatan CO2 adalah peningkatan tingkat fotosintesa daun dan kanopi. Peningkatan fotosintesis akan meningkat sampai kadar CO2 mendekati 1000 ppm. Hasil paling pasti adalah tanaman tumbuh cepat dan lebih besar. Ada perbedaan antara spesies. Spesies C3 lebih peka terhadap peningkatan kadar CO2 dibanding C4. Terjadi juga pertambahan luas dan tebal daun, berat per luas, tinggi tunas, percabangan, bibit dan jumlah dan berat buah. Ukuran tubuh meningkat seiring rasio akar-batang. Rasio C:N bertambah. Lebih dari itu semua hasil panen meningkat. Terutama pada kentang, ubi jalar, kedelai. Dengan meningkatnya kadar CO2 menjadi dua kali sekarang secara global, hasil pertanian diperkirakan akan meningkat sampai 32% dari sekarang. Perkiraan sementara saat ini sekitar 5%-10% dari kenaikan produksi pertanian adalah akibat kenaikan kadar CO2. Manfaat pengayaan CO2 terhadap pertumbuhan dan produktifitas tanaman saat ini telah dikenal luas (Munawar, 2008).
Pemberian naungan akan mempengaruhi morfologi tanaman. Morfologi tanaman kedelai yang dinaungi adalah batang tidak kokoh karena garis tengah batang lebih kecil, akibatnya tanaman mudah rebah. Diduga tanaman yang toleran naungan lebih efisisen dalam pemanfaatan cahaya, pada batas naungan tertentu proses fisiologis didalam tanaman tidak terlalu dipengaruhi, sehingga tanaman tumbuh normal, tidak terjadi etiolasi dan kerebahan yang tentunya tidak mempengaruhi hasil. Adaptasi tanaman terhadap naungan dicirikan oleh :

Universitas Sumatera Utara

a. peningkatan luas daun dan penurunan penggunaan metabolit b. penurunan jumlah transmisi dan refleksi cahaya. Daun tanaman yang ternaungi akan lebih tipis tetapi permukaan daunnya lebih luas. Penurunan intensitas cahaya akibat naungan akan menurunkan rasio klorofil a/b, akibat meningkatnya jumlah relatif klorofil (Sihar, 1997).
Wrigley (1982) menyatakan bahwa ada keuntungan dan kerugian pada tanaman yang tumbuh dengan kondisi ternaungi, yaitu: 1. Keuntungan - Tanaman yang menaungi berperan sebagai pemecah angin, dimana angin dengan hembusan udara panas dapat meningkatkan transpirasi dan berbahaya bagi tanaman. - Kisaran suhu daun dan tanah rendah dibawah naungan. - Kelembaban relatif tinggi. - Kelembaban permukaan tanah rendah dan sangat pentig bagi tanaman pada saat musim kering. - Penaung mengurangi dampak buruk dari air hujan. 2. Kerugian - Naungan akan mengurangi intensitas sinar matahari, sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman yang memerlukan intensitas penuh. - Penaung menyebabkan intensitas cahaya yang diterima kanopi daun menjadi lebih kecil.
Akibatnya berpengaruh terhadap proses metabolisme tanaman seperti fotosintesis (http://repository.usu.ac.id, 2004).
Universitas Sumatera Utara

Klorofil a dan b berperan dalam proses fitosintesis tanaman. Klorofil b berfungsi sebagai antena fotosintetik yang mengumpulkan cahaya kemudian ditransfer ke pusat reaksi. Pusat reaksi tersusun dari klorofil a. Energi cahaya akan diubah menjadi energi kimia dipusat reaksi yang kemudian dapat digunakan untuk proses reduksi dalam fotosintesis (Nintya dan Yulita, 2008).
Sel penutup memiliki klorofil di dalam selnya sehingga cahaya matahari akan sangat berpengaruh buruk pada klorofil. Larutan klorofil yang dihadapkan pada sinar kuat akan tampak berkurang hijaunya. Daun-daun yang terkena langsung umumnya akan tampak kekuning-kuningan, salah satu cara untuk dapat menentukan kadar klorofil adalah dengan metoda spektofotometri (Dwijiseputro, 1981).
Kandungan klorofil pada tanaman sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Tanaman yang ternaungi mempunyai klorofil lebih banyak dibandingkan tanaman yang tidak ternaungi. Hasil penelitian pada kedelai menunjukkan bahwa tanaman yang toleran terhadap intensitas cahaya rendah memiliki jumlah klorofil lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang peka (Wirnas, 2005).
Intensitas dan kualitas radiasi matahari yang diterima oleh kanopi kedelai selama masa reproduksi merupakan faktor lingkungan penting dan dapat menentukan hasil produksi kedelai. Peningkatan hasil biji kedelai melalui jarak tanam, dapat dikaitkan dengan peningkatan intersepsi cahaya selama periode reproduktif. Pengurangan cahaya dimulai pada tahap awal produktif berbunga , jumlah polong menghasilkan peningkatan 144-252% pada produksi biji. Sebaliknya, mengurangi sumber cahaya melalui naungan selama benih mengisi dapat mengurangi produksi biji (Liu.dkk, 2010).
Universitas Sumatera Utara

Tingkat intensitas cahaya 60 – 80 % dihasilkan bobot 100 biji kedelai yang semakin meningkat. Hal ini disebabkan pengurangan tingkat intensitas cahaya matahari dibawah 60% dapat mendukung pertumbuhan vegetatif kedelai, tetapi pengurangan intensitas cahaya tersebut akan menyebabkan berkurangnya serapan unsur hara N, P, dan K. Berkurangnya serapan unsur hara tersebut akan mengurangi tingkat alokasi bahan kering, dimana tingkat alokasi bahan kering selama pertumbuhan sangat menentukan besarnya tingkat produksi yang dihasilkan (Sihar, 1997).
Berdasarkan penelitian Soeverda, dkk (2009) menyatakan bahwa pemberian naungan 50% pada tanaman memberikan pengaruh pada parameter tinggi tanaman, umur berbunga, dan produksi tanaman. Dapat dilihat pada varietas Cikurai bahwa pemberian perlakuan naungan 50% memberikan peningkatan pada tinggi tanaman (47%) dan penurunan jumlah polong per sampel (30-59%). Pada varietas Tidar terjadi peningkatan tinggi tanaman (118%) dan penurunan jumlah polong (30-59%). Pada varietas Tanggamus terjadi peningkatan tinggi tanaman (75%) dan penurunan produksi (30-59%). Pada varietas Anjasmoro terjadi peningkatan tinggi tanaman (67%) dan penurunan produksi (30-59%).
Keragaman Genotip dan Fenotip Genotipe adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan keadaan genetik
dari suatu individu atau sekumpulan individu populasi. Genotipe dapat merujuk pada keadaan genetik suatu lokus maupun keseluruhan bahan genetik yang dibawa oleh kromosom (genom). Genotipe dapat berupa homozigot atau heterozigot (http://id.wikipedia.org, 2010).
Universitas Sumatera Utara

Fenotipe adalah suatu karakteristik (baik struktural, biokimiawi, fisiologis, dan perilaku) yang dapat diamati dari suatu organisme yang diatur oleh genotipe dan lingkungan serta interaksi keduanya. Fenotipe ditentukan sebagian oleh genotipe individu, sebagian oleh lingkungan tempat individu itu hidup, waktu, dan, pada sejumlah sifat, interaksi antara genotipe dan lingkungan. Pengamatan fenotipe dapat sederhana (misalnya warna bunga) atau sangat rumit hingga memerlukan alat dan metode khusus (http://id.wikipedia.org, 2010).

Keragaman merupakan hal penting dalam pemuliaan karena dapat ditemukan berbagai sumber gen untuk perbaikan suatu sifat tanaman. Gen-gen tersebut dapat ditransfer ke tanaman dengan cara konvensional maupun rekayasa genetik. Salah satu teknik pemuliaan untuk perbaikan sifat adalah perakitan poliploidi. Poliploidi adalah keadaan sel dengan penambahan satu atau lebih genom dari genom normal 2n=2x (Hetharie, 2003).
Heritabilitas Heritabilitas merupakan salah satu tongkat pengukur yang banyak dipakai
dalam pemuliaan tanaman. Secara sederhana, heritabilitas dari sesuatu karakter dapat didefinisikan sebagai suatu perbandingan antara besaran ragam genotipe terhadap besaran total ragam fenotip dari suatu karakter (http://pttipb.wordpress.com, 2010).
Heritabiltas yang sedang tidak sesuai dengan yang umum terjasi pada karakter kuantitatif dengan nilai heritabilitas rendah. Hal ini dapat terjadi karena nilai hertabilitas bukanlah suatu konstanta sehingga untuk karakter yang sama nilainya dapat berbeda. Karena itu, walaupun metode pendugaannya serupa, tapi
Universitas Sumatera Utara

heritabilitas suatu karakter tidak selalu persis sama. Pihak lain, walaupun pendugaan berbeda, mungkin saja diperoleh heritabilitas yang sama untuk karakter tertentu (Namkoong, 1979).
Variasi genetik akan membantu dalam mengefisienkan kegiatan seleksi. Apabila variasi genetik dalam suatu populasi besar, ini menunjukkan individu dalam populasi beragam sehingga peluang untuk memperoleh genotip yang diharapkan akan besar. Sedangkan pendugaan nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor pengaruh genetik lebih besar terhadap penampilan fenotip bila dibandingkan dengan lingkungan. Untuk itu informasi sifat tersebut lebih diperankan oleh faktor genetik atau faktor lingkungan, sehingga dapat diketahui sejauh mana sifat tersebut dapat diturunkan pada generasi berikutnya (Mardjono dan Sudarmo, 2007).
Variasi keseluruhan dalam suatu populasi merupakan hasil kombinasi genotipe dan pengaruh lingkungan. Proporsi variasi merupakan sumber yang penting dalam program pemuliaan karena dari jumlah variasi genetik ini diharapkan terjadi kombinasi genetik yang baru. Proporsi dari seluruh variasi yang disebabkan oleh perubahan genetik disebut heritabilitas. Heritabilitas dalam arti yang luas adalah semua aksi gen termasuk sifat dominan, aditif, dan epistasis. Nilai heritabilitas secara teoritis berkisar dari 0 sampai 1. Nilai 0 ialah bila seluruh variasi yang terjadi disebabkan oleh faktor lingkungan, sedangkan nilai 1 bila seluruh variasi disebabkan oleh faktor genetik. Dengan demikian nilai heritabilitas akan terletak antara kedua nilai ekstrim tersebut (Welsh, 2005).
Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya pengukuran heritabilitas antara lain karakteristik populasi, sampel genotip yang diteliti, metode
Universitas Sumatera Utara

perhitungan, seberapa luasnya evaluasi genotip, adanya ketidakseimbangan pautan yang terjadi, dan tingkat ketelitian selama penelitian. Nilai duga heritabilitas dibutuhkan untuk mengetahui proporsi penampilan yang diakibatkan oleh pengaruh genetik yang diwariskan kepada keturunannya. Nilai duga heritabilitas berkisar antara 0,0 – 1,0, nilai duga heritabilitas sebesar 1,0 menunjukkan bahwa semua variasi penampilan tanaman yang ditimbulkan disebabkan oleh faktor genetik sedangkan nilai duga heritabilitas 0,0 menunjukkan bahwa tidak satupun dari variasi tanaman yang muncul dalam populasi tersebut disebabkan oleh faktor genetik (Babas, 2010).
Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan Pertanian USU, Medan dengan
ketinggian tempat + 25 m diatas permukaan laut, penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juni 2012. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah benih kedelai hasil Mutasi dan benih kedelai kontrol Varietas Cikurai, Varietas Malikka, Varietas Tidar, Varietas Tanggamus, dan Varietas Anjasmoro sebagai objek yang diamati, tanah top soil dan kompos sebagai media tanam, pupuk urea, TSP dan KCL, insektisida decis 2.5 EC dan fungisida dithane M-4.5.
Alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, parang, meteran, handspryer, papan nama, papan perlakuan,pacak sample, timbangan, buku tulis, kalkulator, penggaris, paranet 50 %, dan polybag. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode RAK (Rancangan Acak Kelompok) non faktorial. Varietas yang diuji yaitu: 5 mutan dan 5 varietas control Varietas mutasi yaitu: M2V1 : Varietas Cikurai M2V2 : Varietas Malikka
Universitas Sumatera Utara

M2V3 : Varietas Tidar M2V4 : Varietas Tanggamus M2V5 : Varietas Anjasmoro Varietas kontrol yaitu: M0V1 : Varietas Cikurai

M0V2 : Varietas Malikka

M0V3 : Varietas Tidar

M0V4 : Varietas Tanggamus

M0V5 : Varietas Anjasmoro

Jumlah ulangan (blok)

: 6 ulangan

Jumlah plot

: 30 plot


Jumlah tanaman per plot : 4 tanaman

Jumlah sample per plot

: 2 tanaman

Jumlah seluruh sample

: 60 tanaman

Jumlah seluruh tanaman Ukuran plot Jarak antar plot Jarak antar ulangan

: 120 tanaman : 80 cm x 60 cm : 30 cm : 50 cm

Jarak tanam

: 40 cm x 30 cm

Luas lahan seluruhnya


: 10,4 m x 8,8 m

Data yang dikumpulkan , dianalisis dengan sidik ragam linear Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial yaitu sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Yij = µ + αi+ βj + εij

Dimana :

Yij = Hasil pengamatan pada blok ke-i terhadap perlakuan varietas ke-j. µ = Nilai tengah rata-rata. αi = Efek blok ke-i.

βj = Efek varietas ke-j. εij = Efek galat percobaan pada blok ke-i terhadap perlakuan varietas ke-j.

Jika data yang dianalisis dengan sidik ragam berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) (Steel and Torrie, 1995).

Keragaman Genetik

Keragaman dihitung setelah terlebih dahulu menghitung varians fenotip (σ2P) dan varians genotip (σ2G). Untuk menghitung varians fenotip (σ2P) dan varians genotip (σ2G) disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Model Sidik Ragam dan Nilai Kuadrat Tengah

Sumber Keragaman
Blok

Derajat Bebas JK

(b-1)

JKB

KT KTB

Estimasi (Kuadrat Tengah)
σ2e + g σ2r

Genotip (g-1)

JKP KTP

σ2e + r σ2g

Eror Total

(b-1)(g-1) gb-1

JKE KTE JKT

σ2e

Universitas Sumatera Utara

Dari hasil analisis varians genotipe dan varians antar genotipe didapat : Koefisien Varians Genotipe (KVG) dan Koefisien Varians Penotip (KVP) dengan menggunakan rumus :

 2g

KVG =

x100%



σ2g = KTG  KTE r

KVP

2p = x100%


σ2e = KTE

σ2p = σ2g + σ2e

Dimana  = rataan populasi

Murdaningsih dkk (1990) mengatakan bahwa Koefisien Varians Genotipe (KVG) yang telah diperoleh dari keseluruhan sifat agronomi dan hasil dapat diklasifikasikan rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.

Kriteria rendah Kriteria sedang Kriteria tinggi Kriteria sangat tinggi

< 25% ≥ 25% - ≤ 50% ≥ 50% - ≤ 75% ≥ 75%

dari KVG yang terbesar dari KVG yang terbesar dari KVG yang terbesar dari KVG yang terbesar

Untuk menentukan luas sempitnya variasi genetik suatu karakter yang mempunyai koefisien variasi genetik relatif yang rendah dan sedang digolongkan sebagai karakter yang bervariabilitas sempit, sedangkan koefisien variasi genetik tinggi dan sangat tinggi digolongkan sebagai karakter yang bervariabilitas sedang.

Heritabilitas Nilai heritabilitas dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
h2   2g 2p

Universitas Sumatera Utara

σ2p = σ2g + σ2e h2   2g
 2g  2e dimana : h2 = heritabilitas

σ2g = varians genotipe

σ2p = varians fenotip σ2e = varians lingkungan

Menurut Mangoendjojo (2003), heritabilitas dikatakan :
- tinggi ------------------------------------- bila nilai H > 50% - sedang ------------------------------------- bila nilai H terletak antara 20%-50%, dan - rendah ------------------------------------- bila nilai H < 20%.
Uji Progenitas

Untuk membedakan atau membandingkan dua macam perlakuan (uji

beda rata-rata) umumnya dilakukan uji t (t test) pada prinsipnya berbeda nyata

atau tidaknya perlakuan tersebut dapat diketahui dari perbandingan t hitung

dengan t tabel (daftar) (Sastosupardi,2004).

t hitung =

MM

√² − +

jika: t hitung ≤ t.05 (dbe) → tn (H0 terima) t hitung ≥ t.05 (dbe) → * (H1 tolak)
dimana: S² = KT eror
M1 = nilai rata-rata pada M1
M2 = nilai rata-rata pada M2
n1 = Sampel 1
n2 = Sampel 2

Universitas Sumatera Utara

PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Lahan Areal pertanaman yang akan digunakan dibersihkan dari gulma yang
tumbuh pada areal tersebut. Kemudian dibuat plot percobaan dengan ukuran 80cm x 60cm. Parit drainase dibuat dengan jarak antar plot 30 cm dan jarak antar ulangan 50 cm. Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah polybag yang berukuran 30 x 40 cm . Polybag diisi dengan tanah top soil dan kompos dengan perbandingan 2 : 1. Penanaman
Penanaman dilakukan setelah aplikasi kolkisin. Benih kacang kedelai dimasukkan kedalam lubang tanam sedalam 3 cm sebanyak dua butir perlubang kemudian ditutup dengan tanah. Persiapan Naungan
Naungan yang digunakan yaitu paranet 50%, dengan ketinggian naungan 2 m dan total paranet yang dibutuhkan adalah 45.76 m3. Naungan di aplikasikan pada saat tanaman berumur 21 hst selama 5 hari. Pemupukan
Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis anjuran kebutuhan pupuk kedelai yaitu 50 kg Urea/ha (0.6 g/lubang tanam), 100 Kg SP-36/ha (1.2 g/lubang tanam), dan 50 kg KCl/ha (0.6 g/lubang tanam). Pemupukan Urea dilakukan
Universitas Sumatera Utara

dalam 2 tahap yakni pada saat penanaman sebanyak setengah dosis anjuran dan setengah dosis lagi diberikan pada saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam (hst) sedangkan pupuk SP-36 dan KCL diberikan pada saat penanaman. Pemeliharaan Tanaman Penyiraman
Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan. Penyiraman dilakukan pagi atau sore hari. Apabila terjadi hujan maka tanaman tidak perlu disiram. Penyulaman
Penyulaman dilakukan untuk menggantikan tanaman yang mati dengan tanaman cadangan yang masih hidup. Penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST). Penjarangan
Penjarangan dilakukan dengan tujuan mengurangi tanaman yang lebih dari satu pada setiap lobang tanam dengan mencabut tanaman tersebut. Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST). Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan tujuan untuk menghindari persaingan antara gulma dengan tanaman. Penyiangan gulma dilakukan secara manual atau menggunakan cangkul dengan membersihkan gulma yang ada di lahan penelitian. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan.
Universitas Sumatera Utara

Pengendalian hama dan penyakit Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menyemprotkan
insektisida Decis 2.5 EC dengan dosis 0.5 cc/liter air, sedangkan pengendalian penyakit dilakukan dengan menyemprotkan fungisida Dithane M-4.5 dengan dosis 1 cc/liter air. Masing- masing disemprotkan pada tanaman yang terserang. Panen
Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut batang tanaman tersebut dengan menggunakan tangan. Adapun kriteria panennya adalah sebagian besar daun telah menguning dan gugur, polong telah terisi penuh, umur tanaman 90-95 hari.
Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari pangkal sampai titik tumbuh dengan menggunakan meteran, pengamatan tinggi tanaman kedelai ini di mulai setelah tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST). Jumlah Cabang (cabang)
Jumlah cabang ditetapkan dengan cara menghitung seluruh cabang utama yang ada pada setiap tanaman. Pengamatan jumlah cabang dimulai setelah tanaman berumur 4 MST sampai tanaman mulai berbunga. Umur Berbunga (HST)
Umur berbunga dihitung saat bunga pertama sudah muncul dalam satu tanaman.
Universitas Sumatera Utara

Warna Daun Perubahan warna daun pada tanaman kedelai diamati pada saat tanaman
mulai berbunga. Perubahan warna daun diamati secara visual dengan menggunakan leaf chart color. Jumlah Klorofil a dan b (g/ml)
Jumlah klorofil dianalisis pada saat tanaman mulai berbunga. Jumlah klorofil dihitung dengan menggunakan spektro fotometer. Luas Daun Spesifik (LDS) (cm2/g)
Luas daun spesifik (LDS) dihitung dengan cara membagikan luas daun dengan berat kering daun yang di ukur dengan menggunakan leaf area meter. Umur Panen (mst)
Pengamatan umur panen dihitung ketika tanaman telah mencapai warna polong matang ± 95% yang ditandai dengan warna kecokelatan pada polong. Jumlah Polong Persampel (polong)
Perhitungan jumlah polong dilakukan dengan menghitung semua polong pada masing-masing tanaman sampel yang dilakukan setelah tanaman tersebut dipanen. Jumlah Polong Berisi Per sampel (polong )
Dihitung jumlah polong berisi tiap tanaman, yaitu polong yang berisi biji, pada saat tanaman telah matang penuh, dihitung setelah panen. Bobot 100 biji (g)
Penimbangan dilakukan dengan menimbang 100 biji dari masing masing perlakuan dengan menggunakan timbangan analitik.
Universitas Sumatera Utara

Produksi per Sampel (g) Perhitungan produksi per sampel dilakukan dengan cara menimbang bobot
buah per tanaman sampel setiap perlakuan dengan menggunakan timbangan analitik. Produksi per Plot (g)
Perhitungan produksi per plot dilakukan dengan cara menimbang bobot buah seluruh tanaman setiap perlakuan dengan menggunakan timbangan analitik.
Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Tinggi Tanaman

Data pengamatan tinggi tanaman 2 s/d 7 MST (cm) selang waktu 2 minggu sekali dan hasi sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 5 s/d 13. Dari hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa hasil mutasi M2 untuk karakter tinggi tanaman 4 s/d 7 MST tidak berbeda nyata pada 5 varietas yang diamati. Rataan tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman 2 MST, 4 MST, 6 MST dan 7 MST (cm)

Varietas

2 MST

Rataan Tinggi Tanaman

4MST

6 MST

7 MST

M2V1

16.32

43.08

59.08

67.63

M2V2

16.53

42.13

57.12

68.47

M2V3

16.15

39.95

54.71

63.43

M2V4

15.52

37.65

53.10

61.42

M2V5

16.72

43.35

60.95

69.90

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa varietas tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Pada 2 MST rataan tinggi tanaman tertinggi yaitu pada M2V5 (16.72 cm) dan terendah pada M2V4 (15.52 cm). Pada 4 MST rataan tinggi tanaman tertinggi yaitu pada M2V5 (43.35 cm) dan terendah pada M2V4 (37.65 cm). pada 6 MST rataan tetinggi tanaman yaitu pada M2V5 (60.95 cm) dan terendah pada M2V4 (53.10 cm). pada 7 MST rataan tinggi tanaman tertinggi yaitu pada M2V5 (69.90 cm) dan terendah pada M2V4 (61.42 cm).
Hasil analisis dengan menggunakan uji t (uji progenitas) menunjukkan bahwa karakter tinggi tanaman dari mutan M2 tidak berbeda nyata dengan tinggi

Universitas Sumatera Utara

tanaman dari mutasi M1. Perbandingan tinggi tanaman antara M1 dengan M2 berdasarkan uji Progenitas dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Uji prognesitas tinggi tanaman M2 dengan M1

Perlakuan

M1

M2 M1-M2

thit

M2V1

36.20 67.63 -31.43 -14.9068

t05 2.306

Ket tn

M2V2

36.45 67 -30.55 -14.4895

tn

M2V3

39.98 63.43 -23.45 -11.122

tn

M2V4

41.70 61.42 -19.72 -9.35294

tn

M2V5

43.47 69.9 -26.43 -12.5354

tn

Keterangan: M2 berbeda nyata pada M1 jika angka angka pada lajur t hitung tidak

berada Pada daerah penerimaan t.05 berdasarkan uji t.

Jumlah Cabang

Data rata-rata jumlah cabang dan hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 14 s/d 16. Dari hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan bebeberapa varietas hasil mutasi M2 untuk jumlah cabang tidak berbeda nyata pada 5 varietas yang diamati. Rataan tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan jumlah cabang (cabang)
Varietas M2V1 M2V2 M2V3 M2V4 M2V5

Rataan 4.50 4.33 4.16 3.33 4.33

Tabel diatas menunjukkan bahwa rataan jumlah cabang tidak berbeda nyata pada 5 varietas yang diamati. Nilai tertinggi terdapat pada M2V1 yaitu 4.50 dan yang terendah pada M2V4 yaitu 3.33

Universitas Sumatera Utara

Hasil analisis dengan menggunakan uji t (uji Progenitas) menunjukkan bahwa karakter jumlah cabang dari M2 berbeda nyata dengan jumlah cabang dari M1. Perbandingan jumlah cabang antara M2 dengan M1 berdasarkan uji Progenitas dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Uji prognesitas jumlah cabang M2 dengan M1

Perlakuan M1

M2 M1-M2

thit

t05 Ket

M2V1 4.50 4.5 0.00

0

2.306

tn

M2V2

5.83 4.33 1.50 5.111657 2.306

*

M2V3

5.67 4.16 1.51 5.145734 2.306

*

M2V4

4.50 3.33 1.17 3.987092 2.306

*

M2V5

3.33 4.33 -1.00 -3.40777 2.306

tn

Keterangan: M2 berbeda nyata pada M1 jika angka angka pada lajur t hitung tidak

berada pada daerah penerimaan t.05 berdasarkan uji t.

Umur Berbunga

Data rata-rata umur berbunga (HST) dan hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 17 s/d 19. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan varietas berbeda nyata untuk pengamatan umur berbunga hasil mutasi M2. Rataan tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan umur berbunga (HST)

Varietas

Rataan

M2V1

38.33 c

M2V2

39.17 b

M2V3

39.5 b

M2V4

43.83 a

M2V5

39.33 b

Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) dengan taraf 0.05.

Tabel diatas menunjukkan bahwa rataan umur berbunga yang tertinggi

terdapat pada M2V4 yaitu 43.83 dan yang terendah pada M2V1 yaitu 38.33.

Universitas Sumatera Utara

Hasil analisis dengan menggunakan uji t (uji progenitas) menunjukkan bahwa karakter umur berbunga M2 tidak berbeda nyata dengan umur berbunga M1. Perbandingan jumlah cabang antara M2 dan M1 berdasarkan uji Progenitas dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Uji prognesitas umur berbunga M2 dengan M1

Perlakuan

M1

M2 M1-M2

thit

t05 Ket

M2V1

35.33

38.33

-3.00 -7.11512 2.306

tn

M2V2

38.00

39.17

-1.17

-2.7749 2.306

tn

M2V3 38.00 39.5 -1.50 -3.55756 2.306

tn

M2V4

45.67 43.83

1.84 4.363943 2.306

*

M2V5

37.67

39.33

-1.66 -3.93704 2.306

tn

Keterangan: M2 berbeda nyata pada M1 jika angka angka pada lajur t hitung tidak berada

pada daerah penerimaan t.05 berdasarkan uji t.

Warna Daun

Pengamatan visual dengan menggunakan leaf chart colour yaitu warna daun

antara Mutan (M2) dan Mutasi (M1) dapat dilihat pada Lampiran 20. Warna daun

dapat dilihat pada Tabel 7.

Hasil analisis pengamatan warna daun secara visual pada gambar diatas menunjukkan warna daun varietas (V1) pada M1 dan M2 memiliki warna daun yang sama,varietas (V2) pada M1 memiliki warna daun hijau muda kekuning-kuningan dan M2 memiliki warna hijau tua kekuningkuningan,varietas (V3) pada M1 memiliki warna daun hijau muda dan M2 memiliki warna daun hijau tua kekuning-kuningan, variatas (V4) pada M1 memiliki warna daun Hijau Muda dan M2 memiliki warna daun hijau kekuning-kuningan.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 7. Warna daun Varietas M1

M2

V1

V2

V3

V4

V5

Keterangan Warna
M1V1. 3. Hijau tua kekuning-kuningan M2V1. 3. Hijau tua kekuning-kuningan
M1V1.1.Hijau muda kekuning-kuningan M2V1. 3. Hijau tua kekuning-kuningan
M1. 2. Hijau Muda M2.3.Hijau tua kekuning-kuningan
M1. 2. Hijau muda M2.1.Hijau muda kekuning-kuningan
M1. 2. Hijau muda M2.1.Hijau muda kekuning-kuningan

Universitas Sumatera Utara

Jumlah Klorofil a dan b Data rata-rata jumlah klorofil a dan b dan sidik ragam dapat dilihat
pada Lampiran 21 s/d 24. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan bebeberapa varietas M2 untuk klorofil a dan b tidak berbeda nyata pada 5 varietas yang diamati. Rataan klorofil a dan b dapat dilihat pada tabel

Tabel 8. Rataan klorofil a dan b (g/ml)

Varietas
M2V1 M2V2 M2V3 M2V4 M2V5

Klorofil a 9.55
9.23 10.80 11.92 11.80

Rataan Klorofil b 9.55
8.89 9.02 11.73 13.39

Tabel diatas menunjukkan bahwa rataan jumlah klorofil a yang

tertinggi terdapat pada M2V4 yaitu 11.92 da