Keragaman Genetik Mutan Kedelai (Glycine max L.) M2 dan M3 Berdasarkan Marka RAPD Serta Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi M3 Hasil Mutasi Kolkisin

(1)

KERAGAMAN GENETIK MUTAN KEDELAI (Glycine max L.) M2 DAN M3 BERDASARKAN MARKA RAPD SERTA PENGARUH NAUNGAN

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI M3 HASIL MUTASI KOLKISIN

THESIS

Oleh:

DWI YULIANA SARAGIH NIM : 117001015

PROGRAM MAGISTER AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KERAGAMAN GENETIK MUTAN KEDELAI (Glycine max L.) M2 DAN M3 BERDASARKAN MARKA RAPD SERTA PENGARUH NAUNGAN

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI M3 HASIL MUTASI KOLKISIN

THESIS

Oleh:

DWI YULIANA SARAGIH NIM : 117001015

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Pertanian Dalam Program Studi Agroekoteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM MAGISTER AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : KERAGAMAN GENETIK MUTAN KEDELAI (Glycine max L.) M2 DAN M3 BERDASARKAN

MARKA RAPD SERTA PENGARUH NAUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI M3 HASIL MUTASI KOLKISIN

Mahasiswa : Dwi Yuliana Saragih

N I M : 117001015

Program Studi : Agroekoteknologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

Tanggal Lulus: 23 Januari 2014 Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, MSi

Ketua

Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum, MP Anggota

Ketua Program Studi

Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP

Dekan Fakultas Pertanian


(4)

Telah Diuji Pada :

Tanggal : 23 Januari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, MSi Anggota : Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum, MP

Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS

Luthfi Aziz Mahmud Siregar, SP, MSc, PhD Dr. Diana Sofia Hanafiah, SP, MP


(5)

ABSTRAK

DWI YULIANA SARAGIH. Keragaman Genetik Mutan Kedelai (Glycine max L.) M2 dan M3 Berdasarkan Marka RAPD serta Pengaruh

Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi M3 Hasil Mutasi Kolkisin.

Dibimbing oleh LOLLIE AGUSTINA P.PUTRI sebagai ketua komisi pembimbing dan CHAIRANI HANUM sebagai anggota komisi pembimbing.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman genetik kedelai generasi M2 dan M3 berdasarkan marka RAPD (Random Amplified Polymorphic

DNA) serta pertumbuhan dan perkembangan mutan kedelai generasi M3 hasil mutasi kolkisin pada kondisi naungan.

Sebanyak 13 genotip kedelai meliputi genotip Cikurai, Malikka; genotip mutan Cikurai generasi M2, M3; dan genotip mutan Malikka generasi M2, M3

dianalisis keragaman genetiknya dengan menggunakan marka RAPD dan dilihat pengaruh naungan 50% terhadap pertumbuhan dan produksi empat genotip kedelai meliputi genotip Cikurai, genotip Malikka, genotip mutan M3 Cikurai, dan

genotip mutan M3 Malikka.

Perhitungan koefisien keragaman genetik dan pembentukan dendogram dilakukan dengan bantuan program DARwin 5.05. Analisis data dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non Faktorial.

Dari 5 genotip M2 dan 4 genotip M3 diperoleh 8 genotip yang tidak mengelompok dengan genotip M0 yaitu genotip M2V1(2), M2V2(1), M2V2(2),

M2V2(3), M3V1(1), M3V1(2), M3V2(1), dan M3V2(2). Naungan 50% berpengaruh

nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah buku, umur berbunga, rasio klorofil a/b 21 HST, kandungan klorofil b 56 HST, luas daun 56 HST, bobot daun spesifik 21 dan 56 HST, jumlah polong persampel, jumlah polong berisi persampel, bobot 100 biji, produksi persampel, dan produksi per plot. Genotip Cikurai dan mutan Cikurai generasi M3 memiliki produksi yang paling tinggi. Nilai duga heritabilitas

berkisar 0.12-1.00 dengan nilai KVG 0.5-29.51 dan nilai KVP 0.98-60.49. Kata Kunci : Kedelai, RAPD, Naungan, Produksi, dan Heritabilitas


(6)

ABSTRACT

DWI YULIANA SARAGIH. Genetic Diversity Analysis of Soybean Mutant M2 and M3 Based On RAPD Marker and Shading Effect on The Growth

and Production of M3 Colchicine Mutation. Supervised by LOLLIE AGUSTINA

P.PUTRI and CHAIRANI HANUM.

The objective of this research was to analysis genetic diversity of M2 and

M3 generation of soybean using RAPD and growth and production of M3

generation’s colchicine mutation on low light intensity.

A total of 13 soybean genotypes include Cikurai genotypes, Malikka; Cikurai M2 and M3 mutant generation; and Malikka M2 and M3 mutant

generation analyzed using RAPD. Shading effect on the growth and production of 4 soybean genotypes include Cikurai genotype, Malikka genotype, Cikurai M3

mutant generation, and Malikka M3 mutant generation.

The result of this research showed that from 5 M2 genotypes and 4 M3

genotypes was 8 genotypes that are not in a group with M0 genotypes is M2V1(2),

M2V2(1), M2V2(2), M2V2(3), M3V1(1), M3V1(2), M3V2(1), and M3V2(2) genotype.

Using non-factorial randomized block design showed that shading had significant effect on plant height, flowering, ratio of a/b chlorophyll 21 DAP, chlorophyll b 56 DAP, leaf area 56 DAP, specific leaf weight 21 and 56 DAP, number of pods per sample, number of pods containing per sample, 100 seed weight, production per sample, and production per ha. Cikurai genotype and Cikurai M3 mutant generation are the highest production. The estimation of the

heritability coefficientsfrom 0.12 – 1.00 with coefficient of genotypes variations about 0.5 – 29.51 and coefficient of phenotypic variation about 0.98 – 60.49


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dan program studi Agroekoteknologi, Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr.Ir.Lollie Agustina P.Putri, MSi sebagai ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr.Dra.Ir.Chairani Hanum, MP sebagai anggota komisi pembimbing. Dan juga kepada Prof.Dr.Ir.Rosmayati, MS; Lutfi Azis M Siregar, SP, MSc, PhD; Dr.Diana Sofia, SP, MP sebagai komisi penguji yang telah banyak memberikan saran, masukan dan bimbingan yang sangat berguna bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Terima kasih juga penulis sampaikan sebesar-besarnya kepada ayahanda Agusman Saragih dan Ibunda Rosdiana br. Pardede, SPd yang telah membesarkan dan mendidik penulis selama ini serta abang saya dr. Edwin Batara Saragih dan kedua adik saya Mutiara Saragih dan Marry Inriani Saragih dan teman terdekat saya Roni Vansaro Gulo, SP yang telah menjadi penyemangat selama masa perkuliahan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Tetty Aman Nasution beserta staff Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin serta membantu didalam menyelesaikan penelitian ini.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara Bapak Prof. Dr. Ir. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A (K).,


(8)

Direktur Pascasarjana USU Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE., Dekan Fakultas Pertanian USU Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS dan kepada Ketua Program Studi Agroekoteknologi Bapak Prof. Dr. Ir. Abdul rauf, MP serta segenap dosen Program Magister Agroekoteknologi dan staff tata usaha.

Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada Rintha Meylisa Gulo, SE., Siti Hardiyanti SP., serta kawan-kawan program studi Magister Agroekoteknologi angkatan 2011 Fakultas Pertanian USU.

Medan, Maret 2014


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kehendakNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul “Keragaman Genetik Mutan Kedelai (Glycine max L.) M2 dan M3 Berdasarkan

Marka RAPD Serta Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi M3

Hasil Mutasi Kolkisin” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar magister pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah banyak membantu penulis untuk menyelesaikan Tesis ini yaitu kepada Ibu Dr.Ir.Lollie Agustina P.Putri, MSi sebagai ketua komisi pembimbing dan kepada Ibu Dr.Dra.Ir.Chairani Hanum, MP sebagai anggota komisi pembimbing.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

Medan, Maret 2014


(10)

RIWAYAT HIDUP

Dwi Yuliana Saragih, dilahirkan pada tanggal 2 Juli 1990 di Dolok Silau Simalungun Sumatera Utara Bapak bernama Agusman Saragih dan Ibu Rosdiana Pardede merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Riwayat pendidikan yang telah dicapai penulis sampai saat ini adalah: 1. Tahun 1995 – 2001, bersekolah di Sekolah Dasar Sw. Sultan Agung

Pematangsiantar.

2. Tahun 2001 – 2004, bersekolah di Sekolah Menengah Pertama Sw. Sultan Agung Pematangsiantar.

3. Tahun 2004 – 2007, bersekolah di Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Pematangsiantar.

4. Tahun 2007 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dan lulus tahun 2011 pada Jurusan Budidaya Pertanian Program Studi Pemuliaan Tanaman.

5. Agustus 2011 Penulis diterima menjadi mahasiswa S2 di Sekolah Pasca Sarjana Program Studi Agroekoteknologi, Universitas Sumatera Utara.


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

KATA PENGANTAR ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 5

Syarat Tumbuh ... 6

Varietas ... 7

Mutasi Kolkisin ... 8

Intensitas Cahaya ... 12

Marka RAPD ... 16

Keragaman Genotip dan Fenotip ... 18

Heritabilitas ... 20

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu ... 23

Bahan dan Alat ... 23

Penelitian I. Identifikasi Molekuler Mutan Kedelai Generasi M2 dan M3 ... 23

Uji Kualitas DNA ... 25

Analisis Data ... 26

Penelitian II. Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Mutan Kedelai Generasi M3 Hasil Mutasi Kolkisin ... 28


(12)

Keragaman Genetik ... 29

Heritabilitas ... 30

Uji Progenitas ... 30

Pelaksanaan Penelitian ... 31

Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm) ... 33

Jumlah Cabang (cabang) ... 34

Umur Berbunga (HST) ... 34

Jumlah Buku (buku) ... 34

Kandungan Klorofil a (mg/l) ... 34\ Kandungan Klorofil b (mg/l) ... 34

Rasio Klorofil a dan b (mg/l) ... 34

Rasio Tajuk dan Akar (g) ... 34

Luas Daun (cm2) ... 35

Bobot Daun Spesifik (g/cm2) ... 35

Umur Panen (HST) ... 35

Jumlah Polong Persampel (polong) ... 35

Jumlah Polong Berisi Persampel (polong) ... 35

Bobot 100 Biji (g) ... 35

Produksi Persampel (g) ... 35

Produksi Perplot (g) ... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Identifikasi Molekuler Mutan Kedelai Generasi M2 dan M3 Uji Kualitas DNA ... 37

Uji Kuantitas DNA ... 38

Hasil PCR dengan Marka RAPD ... 39

Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Mutan Kedelai M3 Hasil Mutasi Kolkisin ... 46

Heritabilitas ... 58

Keragaman Genotip dan Fenotip ... 59

Pembahasan Identifikasi Molekuler Mutan Kedelai Generasi M2 dan M3 ... 61

Pengaruh Naungan Terhadap Beberapa Mutan Kedelai Hasil Mutasi Kolkisin ... 64

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 75 Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA ... 77


(13)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Kuantitas dan konsentrasi DNA genotip kedelai dengan uji

UV-Spectrofotometer ... 39

2. Persentase polimorfik primer RAPD ... 42

3. Tinggi tanaman beberapa genotip kedelai ... 46

4. Uji progenitas tinggi tanaman M3 dengan M0 ... 46

5. Jumlah buku beberapa genotip kedelai ... 47

6. Uji progenitas jumlah buku M3 dengan M0 ... 47

7. Jumlah cabang beberapa genotip kedelai ... 48

8. Uji progenitas jumlah cabang M3 dengan M0 ... 48

9. Umur berbunga beberapa genotip kedelai ... 49

10. Uji progenitas berbunga M3 dengan M0 ... 49

11. Kandungan Klorofil a, b, dan rasio klorofil a/b 21 HST beberapa genotip kedelai ... 50

12. Uji progenitas kandungan klorofil a, b, dan rasio klorofil a/b 21 HST M3 dengan M0 ... 50

13. Kandungan Klorofil a, b, dan rasio klorofil a/b 56 HST beberapa genotip kedelai ... 51

14. Uji progenitas kandungan klorofil a, b, dan rasio klorofil a/b 56 HST M3 dengan M0 ... 51

15. Rasio tajuk/ akar 21 HST dan 56 HST beberapa genotip kedelai ... 52

16. Uji progenitas rasio tajuk/ akar 21 HST dan 56 HST M3 dengan M0 ... 52

17. Luas daun 21 HST dan 56 HST beberapa genotip kedelai ... 53

18. Uji progenitas luas daun 21 HST dan 56 HST M3 dengan M0 ... 53

19. Bobot daun spesifik 21 HST dan 56 HST beberapa genotip kedelai ... 54

20. Uji progenitas bobot daun spesifik 21 HST dan 56 HST M3 dengan M0 ... 55


(14)

22. Uji progenitas umur panen M3 dengan M0 ... 56

23. Jumlah polong persampel dan jumlah polong berisi persampel beberapa

genotip kedelai ... 56 24. Uji progenitas jumlah polong persampel dan jumlah polong berisi

persampel M3 dengan M0 ... 57

25. Bobot 100 biji, produksi persampel, dan produksi perplot beberapa

genotip kedelai ... 57 26. Uji progenitas bobot 100 biji, produksi persampel, dan produksi perplot

M3 dengan M0 ... 58

27. Nilai duga heritabilitas (h2

) masing-masing genotip per parameter ... 59 28. Koefisien Variabilitas Genotip (KVG) dan Koefisien Variabilitas


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Profil kualitas DNA genotip kedelai dengan gel agarose 0.8% ... 38

2. Profil PCR dengan primer OPD-03 ... 40

3. Profil PCR dengan primer OPD-20 ... 40

4. Profil PCR dengan primer OPH-06 ... 41

5. Profil PCR dengan primer OPH-09 ... 41

6. Profil PCR dengan primer OPN-03 ... 42

7. Faktor analisis (Principal Coordinate Analysis) aksis 1 (horizontal) dan aksis 2 (vertikal) dengan 5 Marka RAPD ... 43

8. Profil Filogenetic Neighbor-Joining dari 13 genotip kedelai berdasarkan Matrix Dissimilarity-Simple Matching ... 44


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Deskripsi 2 varietas kedelai ... 82

2. Bagan lahan percobaan ... 84

3. Bagan plot tanaman ... 85

4. Data pengamatan tinggi tanaman pada 2 MST (cm) ... 86

5. Daftar sidik ragam tinggi tanaman pada 2 MST ... 86

6. Data pengamatan tinggi tanaman pada 4 MST (cm) ... 86

7. Daftar sidik ragam tinggi tanaman pada 4 MST ... 86

8. Data pengamatan tinggi tanaman pada 6 MST (cm) ... 87

9. Daftar sidik ragam tinggi tanaman pada 6 MST ... 87

10. Data pengamatan tinggi tanaman pada 8 MST (cm) ... 87

11. Daftar sidik ragam tinggi tanaman pada 8 MST ... 87

12. Data pengamatan jumlah buku 8 MST (buku) ... 88

13. Daftar sidik ragam jumlah buku 8 MST ... 88

14. Data pengamatan jumlah cabang (cabang) ... 88

15. Daftar sidik ragam jumlah cabang ... 88

16. Data pengamatan umur berbunga (HST) ... 89

17. Daftar sidik ragam umur berbunga ... 89

18. Data pengamatan jumlah klorofil a 21 HST (mg/l) ... 89

19. Daftar sidik ragam jumlah klorofil a 21 HST ... 89

20. Data pengamatan jumlah klorofil b 21 HST (mg/l) ... 90

21. Daftar sidik ragam jumlah klorofil b 21 HST ... 90

22. Data pengamatan rasio klorofil a/b 21 HST (mg/l) ... 90


(17)

24. Data pengamatan jumlah klorofil a 56 HST (mg/l) ... 91

25. Daftar sidik ragam jumlah klorofil a 56 HST ... 91

26. Data pengamatan jumlah klorofil b 56 HST (mg/l) ... 91

27. Daftar sidik ragam jumlah klorofil b 56 HST ... 91

28. Data pengamatan rasio klorofil a/b 56 HST (mg/l) ... 92

29. Daftar sidik ragam rasio klorofil a/b 56 HST ... 92

30. Data pengamatan rasio tajuk/akar 21 HST (g) ... 92

31. Daftar sidik ragam rasio tajuk/akar 21 HST ... 92

32. Data pengamatan rasio tajuk/akar 56 HST (g) ... 93

33. Daftar sidik ragam rasio tajuk/akar 56 HST ... 93

34. Data pengamatan luas daun 21 HST (cm2) ... 93

35. Daftar sidik ragam luas daun 21 HST ... 93

36. Data pengamatan luas daun 56 HST (cm2) ... 94

37. Daftar sidik ragam luas daun 56 HST ... 94

38. Data pengamatan bobot daun spesifik 21 HST (g/cm2 ) ... 94

39. Daftar sidik ragam bobot daun spesifik 21HST ... 95

40. Data pengamatan bobot daun spesifik 56 HST (g/cm2 ) ... 95

41. Daftar sidik ragam bobot daun spesifik 56 HST ... 96

42. Data pengamatan umur panen (HST) ... 96

43. Daftar sidik ragam umur panen ... 96

44. Data pengamatan jumlah polong persampel (polong) ... 96

45. Daftar sidik ragam jumlah polong persampel ... 96

46. Data pengamatan jumlah polong berisi persampel (polong) ... 97

47. Daftar sidik ragam jumlah polong berisi persampel ... 97

48. Data pengamatan bobot 100 biji (g) ... 97

49. Daftar sidik ragam bobot 100 biji ... 97


(18)

51. Daftar sidik ragam produksi persampel ... 98

52. Data pengamatan produksi perplot (g) ... 98

53. Daftar sidik ragam produksi perplot ... 98

54. Foto lahan ... 99

55. Foto tanaman 2 MST – 9 MST ... 99

56. Data scoring ... 105


(19)

ABSTRAK

DWI YULIANA SARAGIH. Keragaman Genetik Mutan Kedelai (Glycine max L.) M2 dan M3 Berdasarkan Marka RAPD serta Pengaruh

Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi M3 Hasil Mutasi Kolkisin.

Dibimbing oleh LOLLIE AGUSTINA P.PUTRI sebagai ketua komisi pembimbing dan CHAIRANI HANUM sebagai anggota komisi pembimbing.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman genetik kedelai generasi M2 dan M3 berdasarkan marka RAPD (Random Amplified Polymorphic

DNA) serta pertumbuhan dan perkembangan mutan kedelai generasi M3 hasil mutasi kolkisin pada kondisi naungan.

Sebanyak 13 genotip kedelai meliputi genotip Cikurai, Malikka; genotip mutan Cikurai generasi M2, M3; dan genotip mutan Malikka generasi M2, M3

dianalisis keragaman genetiknya dengan menggunakan marka RAPD dan dilihat pengaruh naungan 50% terhadap pertumbuhan dan produksi empat genotip kedelai meliputi genotip Cikurai, genotip Malikka, genotip mutan M3 Cikurai, dan

genotip mutan M3 Malikka.

Perhitungan koefisien keragaman genetik dan pembentukan dendogram dilakukan dengan bantuan program DARwin 5.05. Analisis data dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non Faktorial.

Dari 5 genotip M2 dan 4 genotip M3 diperoleh 8 genotip yang tidak mengelompok dengan genotip M0 yaitu genotip M2V1(2), M2V2(1), M2V2(2),

M2V2(3), M3V1(1), M3V1(2), M3V2(1), dan M3V2(2). Naungan 50% berpengaruh

nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah buku, umur berbunga, rasio klorofil a/b 21 HST, kandungan klorofil b 56 HST, luas daun 56 HST, bobot daun spesifik 21 dan 56 HST, jumlah polong persampel, jumlah polong berisi persampel, bobot 100 biji, produksi persampel, dan produksi per plot. Genotip Cikurai dan mutan Cikurai generasi M3 memiliki produksi yang paling tinggi. Nilai duga heritabilitas

berkisar 0.12-1.00 dengan nilai KVG 0.5-29.51 dan nilai KVP 0.98-60.49. Kata Kunci : Kedelai, RAPD, Naungan, Produksi, dan Heritabilitas


(20)

ABSTRACT

DWI YULIANA SARAGIH. Genetic Diversity Analysis of Soybean Mutant M2 and M3 Based On RAPD Marker and Shading Effect on The Growth

and Production of M3 Colchicine Mutation. Supervised by LOLLIE AGUSTINA

P.PUTRI and CHAIRANI HANUM.

The objective of this research was to analysis genetic diversity of M2 and

M3 generation of soybean using RAPD and growth and production of M3

generation’s colchicine mutation on low light intensity.

A total of 13 soybean genotypes include Cikurai genotypes, Malikka; Cikurai M2 and M3 mutant generation; and Malikka M2 and M3 mutant

generation analyzed using RAPD. Shading effect on the growth and production of 4 soybean genotypes include Cikurai genotype, Malikka genotype, Cikurai M3

mutant generation, and Malikka M3 mutant generation.

The result of this research showed that from 5 M2 genotypes and 4 M3

genotypes was 8 genotypes that are not in a group with M0 genotypes is M2V1(2),

M2V2(1), M2V2(2), M2V2(3), M3V1(1), M3V1(2), M3V2(1), and M3V2(2) genotype.

Using non-factorial randomized block design showed that shading had significant effect on plant height, flowering, ratio of a/b chlorophyll 21 DAP, chlorophyll b 56 DAP, leaf area 56 DAP, specific leaf weight 21 and 56 DAP, number of pods per sample, number of pods containing per sample, 100 seed weight, production per sample, and production per ha. Cikurai genotype and Cikurai M3 mutant generation are the highest production. The estimation of the

heritability coefficientsfrom 0.12 – 1.00 with coefficient of genotypes variations about 0.5 – 29.51 and coefficient of phenotypic variation about 0.98 – 60.49


(21)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Peningkatan produksi kedelai nasional melalui perluasan areal tanam memiliki potensi yang cukup besar, antara lain melalui penggunaan lahan dibawah tegakan tanaman perkebunan karet dan kelapa sawit. Menurut Asadi dan Arsyad (1991), intensitas cahaya berkurang hingga mencapai 75% dibawah tegakan tanaman perkebunan karet. Kedelai memerlukan radiasi matahari yang optimum (sekitar 0,3 – 0,8 kal/ cm2/ menit setara 431-1152 kal/ cm2/ hari) dengan spectrum

atau panjang gelombang berkisar 400 – 700 nm untuk mendapatkan hasil bersih fotosintat yang tinggi. Anderson (2000) juga menjelaskan bahwa tanaman yang tumbuh di lingkungan bercekaman tersebut sulit mengekspresikan potensial genetiknya secara utuh untuk tumbuh, berkembang, dan berproduksi secara maksimum. Sihar (1997) menyatakan bahwa intensitas penyinaran dibawah tajuk tanaman karet berkisar 50 – 80 % pada umur 3 tahun, 25 – 40 % pada umur 4 tahun dan makin sedikit bila makin tua. Dilaporkan bahwa hasil kedelai menurun rata-rata 30-60% pada kondisi cekaman naungan. Handayani (2003) juga melaporkan bahwa akibat cekaman naungan 50%, hasil per hektar tanaman kedelai menurun 10-40%. Oleh karena itu diperlakuan upaya pemuliaan untuk memperoleh genotipe atau varietas unggul baru kedelai yang mampu beradaptasi pada lingkungan bercekaman intensitas cahaya rendah.

Salah satu program pemuliaan tanaman yang dapat digunakan untuk mendapatkan kultivar atau varietas unggul adalah dengan teknik pemuliaan mutasi. Penggunaan teknik mutasi dalam program pemuliaan tanaman dilakukan untuk mendapatkan tanaman poliploid. Poliploid dapat menghasilkan


(22)

perubahan-perubahan genetik. Pada poliploid terjadi penggandaan set kromosom (Welsh, 1991).

Menurut Hetharie (2003), pemuliaan poliploidi dapat memperbaiki sifat tanaman dan menambah kejaguran. Tanaman poliploidi mempunyai penampilan morfologi meliputi daun, bunga, batang, umbi lebih jagur atau vigor dibandingkan dengan tanaman diploid. Suryo (1995) juga menjelaskan bahwa pemberian kolkisin dapat meningkatkan bahan-bahan organik di dalam sel seperti protein dan vitamin serta terjadi peningkatan berat total tanaman dan jumlah sel.

Keragaman genetik sesungguhnya mencerminkan kemampuan adaptasi tanaman, sehingga dapat dikatakan populasi dengan keragaman genetik yang tinggi memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi pula. Menurut Stern dan Roche (2004) nilai adaptasi populasi dari lingkungan yang berbeda-beda menjadi sumber keragaman fenotip. Adaptasi secara evolusioner diikuti oleh perubahan struktur genetik. Informasi genetik diubah melalui reaksi-reaksi terhadap seleksi dari generasi ke generasi, adaptasi yang telah ada ditingkatkan atau mengembangkan adaptasi yang baru. Menurut Finkeldey (2005), keragaman genetik pada suatu populasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu mutasi dan aliran gen yang meningkatkan keragaman genetik.

Marka molekuler merupakan alat yang sangat baik bagi pemulia dan ahli genetik untuk menganalisis genom tanaman. Marka molekuler juga dapat diartikan sebagai upaya untuk membedakan karakteristik tanaman pada tingkat gen. Penggunaan marka molekuler utamanya untuk memonitor variasi susunan DNA di dalam spesies. Penanda molekuler banyak digunakan dalam analisis keragaman genetik tanaman, salah satunya adalah Random Amplified Polimorphic


(23)

DNA (RAPD). RAPD digunakan untuk mengidentifikasi genotip tanaman karena memiliki kelebihan dalam pelaksanaan dan analisa.

Hasil penelitian terdahulu (Saragih, 2011) dari mutan M1 Cikurai (V1) dan

mutan M1 Malikka (V2) hasil mutasi kolkisin untuk data vegetatif tidak berbeda

nyata, sedangkan untuk data generatif berbeda nyata seperti pada V1 umur berbunga lebih cepat dan data produksi jumlah polong berisi yang lebih banyak pada V2, tetapi V1 memiliki bobot 100 butir yang lebih besar, dan produksi per ha tertinggi pada V1. Dari hasil penelitian M1, berdasarkan produksi mutan yang

berpotensi sebagai genotip yang toleran pada kondisi naungan adalah V2 .

Selanjutnya (Rahmadani, 2012) pada mutan generasi M2 Cikurai (V1) dan

mutan generasi M2 Malikka (V2) hasil mutasi kolkisin untuk data vegetatif tidak

berbeda nyata, sedangkan data generatif umur berbunga berbeda nyata pada V1 lebih cepat. Umur panen yang paling cepat juga terdapat pada V1. Untuk data produksi per plot tertinggi yaitu pada V2. Dari hasil penelitian generasi M2,

berdasarkan produksi mutan yang berpotensi sebagai genotip yang toleran pada kondisi naungan adalah V2.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian selanjutnya guna mengetahui kelanjutan pertumbuhan vegetatif, generatif, dan produksi dari mutan kedelai generasi M3 serta keragaman genetik

mutan kedelai M2 dan M3 yang dianalisis berdasarkan RAPD.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui keragaman genetik genotip mutan kedelai generasi M2


(24)

pertumbuhan dan perkembangan mutan kedelai generasi M3 hasil mutasi kolkisin

pada kondisi naungan 50%.

Hipotesis Penelitian

Ada keragaman genetik kedelai hasil mutasi kolkisin dan ada pengaruh kondisi naungan 50% terhadap pertumbuhan dan perkembangan mutan generasi M3.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dengan mengevaluasi keragaman fenotip dan genotip beberapa genotip mutan generasi M3 serta mengetahui keragaman genetik

M2 dan M3 antara lain :

1. Mendapatkan keragaman fenotip dan genotip kedelai M3 yang ditanam pada

kondisi naungan.


(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Kedelai (Glycine max L.)

Botani Tanaman

Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan anggota dari famili Leguminosae, subfamili Papilionideae, dan termasuk ke dalam genus Glycine L. (Johnson dan Bernard, 1963). Bibit kedelai berkecambah dengan tipe perkecambahan epigeal dengan kotiledon tebal dan berdaging, berwarna kuning atau hijau. Tanaman ini biasanya tegak dan merupakan herba tahunan yang lebat dengan tinggi mencapai dua meter dan kadang-kadang agak merambat. Sistem perakaran tunggang bercabang dengan panjang akar mencapai dua meter. Akar lateral menyebar secara horizontal hingga 2.5 meter (Giller dan Dashiell, 2010).

Bunga kedelai termasuk bunga sempurna, artinya dalam satu bunga terdapat alat kelamin jantan dan betina. Bunga dapat melakukan penyerbukan sendiri, yaitu kepala putik diserbuki oleh tepung sari dari bunga yang sama. Penyerbukan terjadi sebelum bunga mekar sehingga disebut penyerbukan kleistogami (penyerbukan tertutup). Karena cara penyerbukannya tertutup, kemungkinan terjadinya persilangan alami kurang dari 0,5%. Akibatnya suatu varietas dapat dipertahankan kemurniannya hingga bertahun-tahun (Sumarno 1983).

Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50,


(26)

bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak (Sumarno 1983).

Syarat Tumbuh Iklim

Suhu tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 300 C. Bila suhu lingkungan sekitar 400 C pada masa tanaman berbunga, bunga tersebut akan rontok sehingga jumlah polong dan biji kedelai menjadi berkurang. Suhu yang terlalu rendah (100 C), seperti pada daerah subtropik, dapat menghambat proses pembungaan dan pembentukan polong kedelai. Suhu optimal untuk pembentukan bunga yaitu 24 – 250 C (Tindall, 1983).

Kebutuhan cahaya bagi kedelai untuk mencapai fotosintesis maksimal adalah berkisar antara 0.3 – 0.8 kal/cm2/menit atau setara dengan 432 – 1152 kal/cm2/hari (Salisbury dan Ross, 1992).

Kondisi iklim yang cocok umumnya adalah daerah dengan kelembaban udara (RH) rata-rata 65% dan curah hujan paling optimum antara 100-200 mm/bulan. Kedelai membutuhkan setidaknya 500 mm air selama musim pertumbuhan untuk perkembangan yang baik dengan konsumsi air dalam kondisi optimal adalah 850 mm (Giller dan Dashiell, 2010).


(27)

Tanah

Pada umumnya kedelai menghendaki tanah yang berstruktur remah dengan keasaman sedang (pH 5-7). Nilai pH ideal bagi pertumbuhan kedelai 6.0-6.8. Apabila pH diatas 7.0 kedelai mengalami klorosis sehingga tanaman menjadi kerdil dan daunnya menguning. Sementara pada pH di bawah 5.0 kedelai mengalami keracunan Al, Fe, dan Mn, sehingga pertumbuhannya terganggu (Baharsjah, 1992).

Varietas

Untuk mempertahankan kemurnian agar seragam dan keunggulannya tetap di miliki, perlu mempelajari sifat-sifat morfologis tanaman seperti tipe tumbuh,warna hipokotil, warna bunga, warna bulu, umur berbunga, dan sifat-sifat kuantitatif seperti tinggi tanaman, ukuran biji, dan ukuran daun. Pengenalan atau identifikasi varietas unggul adalah suatu teknik untuk menentukan apakah yang dihadapi tersebut adalah benar varietas unggul yang dimaksudkan. Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan mempergunakan alat pegangan berupa deskripsi varietas (Gani, 2000).

Varitas unggul kedelai mempunyai keunggulan tertentu dibanding dengan varietas lokal, keunggulan dapat berupa hasil yang lebih tinggi, batang lebih pendek (genjah) lebih tahan terhadap hama/penyakit dan lain-lain. Kedelai yang unggul untuk suatu daerah belum tentu unggul didaerah lain tergantung kepada topografi, iklim dan cara tanam (Departemen Pertanian, 1990).

Tingkat hasil suatu tanaman ditentukan oleh interaksi faktor genetis varietas unggul dengan lingkungan tumbuhnya seperti kesuburan tanah,


(28)

ketersediaan air, dan pengelolaan tanaman. Tingkat hasil varietas unggul yang tercantum dalam deskripsi umumnya berupa angka rata-rata dari hasil yang terendah dan tertinggi pada beberapa lokasi dan musim. Potensi hasil varietas unggul dapat saja lebih tinggi atau lebih rendah pada lokasi tertentu dengan penggunaan masukan dan pengelolaan tertentu pula (Gani, 2000).

Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatu lingkungan untuk mendapatkan genotip unggul pada lingkungan tersebut. Pada umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap genotip. Respon genotip terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam penampilan fenotipe dari tanaman bersangkutan (Darliah et. al, 2001).

Mutasi Kolkisin

Mutasi adalah perubahan yang terjadi secara struktural pada material genetik yang merupakan bagian dari fenomena dasar kehidupan. Bila mutasi tidak pernah terjadi, maka material kehidupan tidak akan mengalami perkembangan dan beradaptasi terhadap berbagai kondisi ekologis yang ada. Berdasarkan sejarah, mutasi telah terjadi secara spontan, yang disebabkan oleh sejumlah fenomena alamiah seperti radiasi kosmik atau sinar ultraviolet (Nasir, 2002).

Pemuliaan mutasi adalah mutasi buatan untuk mendapatkan varietas tanaman yang unggul. Istilah pemuliaan mutasi kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan pemakaian mutagen oleh pemulia tanaman dalam usahanya untuk menciptakan keragaman dari mutasi buatan. Ini berlawanan dengan pemuliaan konvensional dimana pemulia tanaman bergantung pada keragaman alami dan keuntungannya diperoleh dari rekombinasi gen, kadang-kadang dibantu dengan hibridisasi (Crowder, 1997).


(29)

Kepekaan terhadap perlakuan kolkisin amat berbeda diantara species tanaman. Oleh karena itu baik konsentrasi maupun waktu perlakuan akan berbeda pula, bahkan untuk bagian tanaman yang berbeda akan lain pula dosis dan waktunya. Untuk biji kedelai yang cepat berkecambah, biji direndam dalam larutan selama 1 – 5 hari sebelum tanam (Poespodarsono, 1988).

Larutan kolkisin efektif pada konsentrasi 0,001-1,00 ppm dengan lama perlakuan 3-24 jam, tetapi pada benih yang berkulit keras seperti benih kacang-kacangan konsentrasi 0,2 ppm lebih dianjurkan. Konsentrasi 0,2 ppm yang lebih umum dipakai untuk semua tanaman dengan lama perlakuan antara 24-96 jam (Haryanti et. al,2009).

Apabila kolkisin digunakan pada konsentrasi yang tepat maka jumlah kromosom akan meningkat, sehingga tanaman bersifat poliploid. Tanaman yang bersifat poliploid menghasilkan ukuran morfologi lebih besar dibandingkan tanaman diploid. Kolkisin akan bekerja efektif pada konsentrasi 0,01-1 ppm untuk jangka waktu 6-72 jam, namun setiap jenis tanaman memiliki respon yang berbeda-beda (Suryo, 1995).

Kolkisin berfungsi sebagai mutagen untuk individu poliploid. Adapun cara kerja kolkisin yaitu kolkisin akan masuk kedalam biji (2n) dan menyebabkan terhambatnya kerja mikrotubulus. Kerja mikrotubulus terhambat, berarti menghambat terbentuknya benang spindel dan kromosom yang siap membelah akan mengalami gagal berpisah sehingga sel tidak akan mengalami pembelahan. Hal ini menyebabkan biji mempunyai genom 4n (Sadida et. al, 2010).

Sifat umum tanaman poliploid adalah memiliki ukuran bagian-bagian tanaman yang lebih besar, meliputi akar, batang, daun, bunga, atau buah.


(30)

Tanaman poliploid juga memiliki ukuran sel, diameter buluh-buluh pengangkutan, dan ukuran stomata yang lebih besar. Bertambahnya diameter buluh-buluh pengangkutan akibat pemberian kolkisin, menyebabkan diameter batang tanaman yang lebih besar (Suryo, 1995).

Secara umum pengaruh poliploid bagi tanaman adalah sebagai berikut : 1. Inti dan isi sel lebih besar (stomata dan tepung sari)

2. Daun dan bunga bertambah besar. Pertambahan ukuran ini ada batasnya, sehingga bila terjadi penambahan terus pada jumlah kromosom tidak menyebabkan penambahan secara berlanjut.

3. Dapat terjadi perubahan senyawa kimia, termasuk peningkatan atau perubahan pada macam atau proporsi karbohidrat, protein, vitamin, atau alkaloid.

4. Laju pertumbuhan menjadi lebih lambat dibanding dengan tanaman diploid dan berbunganya juga terlambat.

5. Meiosis sering tidak teratur, sehingga terjadi kromosom yang tidak berpasangan.

6. Menurunnya fertilitas pada poliploid merupakan hal penting untuk diperhatikan pada pemuliaannya. Penurunan ini dapat terjadi pada daya hidup butir tepung sari dan jumlah biji. Derajat penurunan tergantung dari spesies (Poespodarsono, 1988).

Peranan poliploidi dalam pemuliaan tanaman sangat banyak, antara lain untuk mendapatkan buah tanpa biji (seedless) seperti semangka tanpa biji dan anggur tanpa biji yang menggunakan metode triploid (3x), memasukkan gen ketahanan terhadap penyakit maupun stress lingkungan dengan metode alopoliploidi, sedangkan aneuploidi berguna untuk mempelajari karakter genetik


(31)

tertentu seperti dengan menggunakan metode trisomik yang dapat menentukan kromosom mana yang membawa lokus karena suatu fenotip akan dipengaruhi oleh kromosom yang terlibat dalam aneuploidi (Suryo, 1995).

Daun merupakan organ fotosintesis utama, sehingga menentukan jumlah asimilat yang dihasilkan yang diperlukan selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kloroplast pada tanaman berkembang dari struktur mikro yang terdeferensiasi yang disebut proplastid. Menurut Adams et. al (1970) proplastid ikut membelah selama mitosis. Pada saat benih diperlakukan dengan kolkisin, mitosis pada sel-sel embrio diikuti dengan pembelahan proplastid, meskipun kromosom yang telah mengganda mungkin gagal berpisah pada anaphase akibat rusaknya formasi mikrotubula penyusun benang-benang spindel oleh kolkisin, sehingga menghasilkan tanaman yang mempunyai kadar klorofil yang lebih tinggi.

Penelitian Abmelah (2013) pada pengamatan paremeter panjang tanaman, bobot polong per tanaman dan diameter biji yang diperoleh pada perlakuan kolkisin memberikan pengaruh yang nyata. Rataan tertinggi panjang tanaman terdapat pada perlakuan tanpa kolkisin 0 ppm yakni sebesar 259.63 cm, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan 200 ppm yakni sebesar 166.32 cm, pada parameter bobot polong per tanaman rataan tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa kolkisin 0 ppm yakni sebesar 103.24 g, sedangkan rataan terendah terdapat pada perlakuan kolkisin 200 ppm yakni sebesar 41.82.

Penggunaan kolkisin untuk tujuan yang mempunyai arti penting, karena harganya cukup mahal. Disamping untuk tujuan pemuliaan biasanya digunakan pula pada penelitian-penelitian. Perlakuan kolkisin termasuk perlakuan mutasi


(32)

karena merubah kromosom yang berakibat berubahnya sifat tanaman (Poespodarsono, 1988).

Intensitas Cahaya

Cahaya matahari merupakan sumber utama energi bagi kehidupan, tanpa adanya cahaya matahari kehidupan tidak akan ada. Bagi pertumbuhan tanaman ternyata pengaruh cahaya selain ditentukan oleh kualitasnya ternyata ditentukan intensitasnya. Intensitas cahaya adalah banyaknya energi yang diterima oleh suatu tanaman per satuan luas dan per satuan waktu (kal/cm2/hari). Dengan demikian pengertian intensitas yang dimaksud sudah termasuk lama penyinaran, yaitu lama matahari bersinar dalam satu hari. Pada dasarnya intensitas cahaya matahari akan berpengaruh nyata terhadap sifat morfologi tanaman. Hal ini dikarenakan intensitas cahaya matahari dibutuhkan untuk berlangsungnya penyatuan CO2 dan air untuk membentuk karbohidrat (Asadi et. al, 1997).

Tanaman yang mendapatkan cahaya matahari dengan intensitas yang tinggi menyebabkan lilit batang tumbuh lebih cepat, susunan pembuluh kayu lebih sempurna, internodia menjadi lebih pendek, daun lebih tebal tetapi ukurannya lebih kecil dibanding dengan tanaman yang terlindung. Beberapa efek dari cahaya matahari penuh yang melebihi kebutuhan optimum akan dapat menyebabkan layu, fotosistesi lambat, laju respirasi meningkat tetapi kondisi tersebut cenderung mempertinggi daya tahan tanaman (Lukitasari, 2005).

Tanaman hijau memanfaatkan cahaya matahari melalui proses fotosintesis. Chozin (1998) melaporkan bahwa intensitas cahaya di bawah tegakan karet umur dua dan tiga tahun setara dengan intensitas cahaya di bawah paranet 25% dan


(33)

50%, sedangkan pada tegakan karet berumur empat tahun sudah melebihi intensitas cahaya dalam paranet 75%.

Pendapat di atas diperkuat oleh Baharsyah et. al, (1985) bahwa cahaya matahari sangat besar peranannya dalam proses fisiologis yaitu fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan perkembangan, pembukaan dan penutupan stomata, berbagai pergerakan tanaman dan perkecambahan. Penyinaran matahari mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi dan hasil tanaman melalui proses fotosintesis. Hubungan antara penyinaran matahari dengan hasil adalah kompleks terutama untuk kedelai yang memang pada dasarnya merupakan tanaman yang menyukai cahaya matahari penuh.

Wrigley (1982) menyatakan bahwa ada keuntungan dan kerugian pada kondisi ternaungi, yaitu:

1. Keuntungan

- Tanaman yang menaungi berperan sebagai pemecah angin, dimana angin dengan hembusan udara panas dapat meningkatkan transpirasi dan berbahaya bagi tanaman.

- Kisaran suhu daun dan tanah rendah dibawah naungan. - Kelembaban relatif tinggi.

- Kelembaban permukaan tanah rendah dan sangat pentig bagi tanaman pada saat musim kering.

- Penaung mengurangi dampak buruk dari air hujan. 2. Kerugian

- Naungan akan mengurangi intensitas sinar matahari, sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman yang memerlukan intensitas penuh.


(34)

- Penaung menyebabkan intensitas cahaya yang diterima kanopi daun menjadi lebih kecil. Akibatnya berpengaruh terhadap proses metabolisme tanaman seperti fotosintesis

Perlakuan dengan pemberian naungan pada kedelai akan mempengaruhi sifat morfologi tanaman. Morfologi kedelai yang bisa dipengaruhi oleh naungan adalah batang tidak kokoh, karena garis tengah batang lebih kecil sehingga tanaman menjadi mudah rebah seperti diungkapkan Adisarwanto (1999). Hal ini tidak berlaku bagi tanaman yang toleran naungan karena cenderung lebih efisien dalam pemanfaatan cahaya. Pada batas naungan tertentu proses fisiologis didalam tanaman toleran tersebut tidak terlalu dipengaruhi naungan sehingga tanaman tumbuh normal, tidak terjadi etiolasi dan kerebahan yang tentunya tidak mempengaruhi hasil (Asadi dan Arsyad ,1991).

Asadi et. al (1997) menjelaskan bahwa adaptasi tanaman terhadap naungan dicirikan oleh: a) peningkatan luas daun dan penurunan penggunaan metabolit, b) penurunan jumlah transmisi dan refleksi cahaya. Penurunan intensitas cahaya akibat naungan juga akan menurunkan rasio klorofil a/b, tetapi akan meningkatkan jumlah relatif klorofil. Pemberian naungan pada tanaman akan berdampak terhadap proses metabolism dalam tubuh tanaman dan akhirnya akan berdampak terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman, terutama karena kurangnya intensitas cahaya yang diterima tanaman tersebut (Baharsyah,1980).

Widiastuti et. al (2004) juga menyatakan bahwa pemberian perlakuan naungan pada berbagai stadi pertumbuhan berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga per tanaman, jumlah polong per tanaman, berat biji, dan produksi biji kering pada berbagai macam variaetas kedelai. Pemberian naungan 20% akan


(35)

memberikan hasil yang lebih baik apabila diaplikasikan pada awal pengisian polong dibandingkan dengan awal tanam atau awal berbunga.

Tanaman yang mendapat cekaman naungan cenderung mempunyai jumlah cabang sedikit dan batang yang lebih tinggi dibanding tanaman yang ditanam dalam kondisi tanpa naungan. Perubahan tinggi batang tanaman pada beberapa tanaman akibat naungan sudah tampak mengalami etiolasi pada naungan lebih dari 25%. Etiolasi yang terjadi pada sebagian besar tanaman akibat naungan disebabkan karena adanya produksi dan distribusi auksin yang tinggi,sehingga merangsang pemanjangan sel yang mendorong meningkatnya tinggi tanaman (Gatut, 2001).

Sel penutup memiliki klorofil di dalam selnya sehingga cahaya matahari akan sangat berpengaruh buruk pada klorofil. Larutan klorofil yang dihadapkan pada sinar kuat akan tampak berkurang hijaunya. Daun-daun yang terkena langsung umumnya akan tampak kekuning-kuningan, salah satu cara untuk dapat

menentukan kadar klorofil adalah dengan metoda spektofotometri (Dwijiseputro, 1981).

Menurut Praba et. al, dengan penurunan intensitas cahaya kandungan klorofil memperlihatkan peningkatan yang sama dengan peningkatan klorofil

dibawah naungan 10% sampai 50%, dilaporkan oleh Singh et. al (1988), Liu et. al (1984) bahwa peningkatan klorofil merupakan cara tanaman padi untuk

memperkaya sistem asimilasi dalam mempoduksi hasil fotosintesis dan menyarankan bahwa total klorofil dan rasio klorofil a/b dapat digunakan menjadi suatu parameter untuk menyeleksi varietas yang efisien fotosintesis pada cahaya rendah.


(36)

Kandungan klorofil pada tanaman sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Tanaman yang ternaungi mempunyai klorofil lebih banyak dibandingkan tanaman yang tidak ternaungi. Hasil penelitian pada kedelai menunjukkan bahwa tanaman yang toleran terhadap intensitas cahaya rendah memiliki jumlah klorofil lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang peka (Wirnas, 2005).

Genotipe yang toleran naungan mempunyai daun yang lebih lebar dan tipis,kandungan klorofil b yang lebih tinggi dan rasio klorofil a/b yang lebih rendah dari pada genotip peka. Perubahan karakter morfologi dan fisiologi daun tersebut merupakan bentuk mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman naungan. Dengan demikian karakter morfologi daun dapat memberikan faktor besar dalam perbaikan adaptasi kedelai terhadap cekaman naungan (Kisman, 2008).

Marka RAPD

RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) merupakan metode perbanyakan genom yang paling sering digunakan karena sangat mudah dan membutuhkan jumlah DNA genom yang tidak terlalu banyak. RAPD banyak digunakan untuk menganalisis keanekaragaman karakter genetik dalam berbagai penelitian dengan pertimbangan antara lain tidak membutuhkan latar belakang pengetahuan tentang genom yang akan dianalisis, primer yang digunakan bersifat universal (dapat digunakan untuk prokariot maupun eukariot), mampu menghasilkan karakter yang relatif tidak terbatas jumlahnya, bahan-bahan yang digunakan relatif lebih murah, preparasi lebih mudah, dan memberikan hasil lebih cepat dibandingkan dengan analisis molekuler lainnya. Metode RAPD mampu mendeteksi sekuen nukleotida dengan hanya menggunakan satu primer. Primer


(37)

tersebut akan berikatan utas tunggal genom yang satu dan pada utas DNA pasangannya dengan arah berlawanan. Selama situs penempelan primer masih berada pada jarak yang dapat diamplifikasi pada umumnya tidak lebih dari 5000 pasangan basa (pb), maka akan diperoleh produk DNA amplifikasi (Weising et. al, 1995).

Salah satu keuntungan pemakaian analisis keragaman genetik tanaman dengan menggunakan teknik molekuler yang memanfaatkan teknologi amplifikasi PCR adalah kuantitas DNA yang diperlukan hanya sedikit. Disamping itu, dalam pelaksanaan teknik RAPD tingkat kemurnian DNA yang dibutuhkan tidak perlu terlalu tinggi atau dengan kata lain teknik amplifikasi PCR relatif toleran terhadap tingkat kemurnian DNA. Walaupun demikian, dalam suatu teknik isolasi DNA masih diperlukan suatu tahapan untuk meminimalkan senyawa-senyawa kontaminan yang dapat mengganggu reaksi PCR seperti polisakarida dan metabolit sekunder. Hal ini disebabkan keberadaan polisakarida dan metabolit sekunder dalam sel tanaman sering menyulitkan dalam isolasi asam nukleat. Adanya polisakarida dan senyawa metabolit sekunder dalam sel tanaman sering menyulitkan dalam proses isolasi adam nukleat. Struktur polisakarida yang mirip dengan asam nukleat akan menyebabkan polisakarida tersebut akan mengendap bersama dengan asam nukleat (Wilkins dan Smart, 1996).

Dalam program pemuliaan tanaman, diperlukan identifikasi baik karakter morfologi maupun molekuler untuk menguji keragaman genotip klon-klon yang akan dipilih untuk tetua persilangan. Pemakaian teknik RAPD memiliki resolusi yang sebanding dengan RFLP dalam hal analisis kekerabatan antar genotip dan mampu menghasilkan jumlah karakter yang tidak terbatas sehingga sangat


(38)

membantu dalam analisis keragaman genteik tanaman yang tidak diketahui latar belakang genomnya. Analisis RAPD hanya memerlukan sejumlah kecil DNA sehingga sangat sesuai untuk spesies tanaman berkayu. RAPD memerlukan biaya lebih rendah dibandingkan biaya untuk uji kekerabatan berdasarkan analisis DNA yang lain. Metode RAPD menggunakan primer dengan ukuran sepuluh basa sering digunakan untuk studi kekerabatan, identifikasi varietas, pemetaan genetik, analisis struktur DNA organisme dan finger printing suatu individu organisme. Teknik RAPD menggunakan primer acak maupun spesifik telah terbukti dapat digunakan sebagai penanda molekuler untuk berbagai karakter agronomis penting. Pemakaian marka molekuler RAPD banyak digunakan untuk menyusun kekerabatan beberapa individu dalam spesies maupun kekerabatan antar spesies. Penggunaan kekerabatan ini dapat dijadikan rujukan dalam pemuliaan persilangan untuk mendapatkan keragaman yang tinggi dari hasil suatu persilangan penanda RAPD yang efektif dalam mengevaluasi silsilah bahan, sementara SSR sangat penting untuk mengenali perbedaan antara karakteristik kuantitatif (Maftuchah, 2001).

Keragaman Genotip dan Fenotip

Keragaman genetik alami merupakan sumber bagi setiap program pemuliaan tanaman. Variasi ini dapat dimanfaatkan, seperti semula dilakukan manusia, dengan cara melakukan introduksi sederhana dan teknik seleksi atau dapat dimanfaatkan dalam program persilangan yang canggih untuk mendapatkan kombinasi genetik yang baru. Jika perbedaan antara dua individu yang mempunyai faktor lingkungan yang sama dapat diukur, maka perbedaan ini berasal dari variasi genotip kedua tanaman tersebut. Keragaman genetik menjadi


(39)

perhatian utama para pemulia tanaman, karena melalui pengelolaan yang tepat dapat dihasilkan varietas baru yang lebih baik (Welsh, 1991).

Fenotip suatu karakter adalah hasil interaksi antara genotip dan lingkungan. Dengan demikian, varians fenotip adalah penjumlahan varians genotip dan varians lingkungan dalam suatu populasi adalah nol, maka varians fenotip sama dengan varians genotip. Nilai yang diobservasi atau nilai suatu karakter yang diukur pada suatu individu disebut nilai fenotip dari individu tersebut. Fenotip adalah penampilan (dalam bentuk karakter fisik, biokimia, fisiologi, dll) dari suatu individu tanaman yang merupakan hasil dari pengaruh genotip dan lingkungan. Genotip adalah konstitusi genetik yang dimiliki oleh suatu individu (Malau, 1995).

Gen-gen tidak dapat menyebabkan berkembangnya karakter terkecuali jika mereka berada pada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruh terhadap berkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali jika gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas didalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan dimana individu berada (Allard, 2005).

Keragaman merupakan hal penting dalam pemuliaan karena dapat ditemukan berbagai sumber gen untuk perbaikan suatu sifat tanaman. Gen-gen tersebut dapat ditransfer ke tanaman dengan cara konvensional maupun rekayasa genetik. Salah satu teknik pemuliaan untuk perbaikan sifat adalah perakitan


(40)

poliploidi. Poliploidi adalah keadaan sel dengan penambahan satu atau lebih genom dari genom normal 2n=2x (Hetharie, 2003).

Heritabilitas

Fehr (1987) menyebutkan bahwa heritabilitas adalah salah satu alat ukur dalam sistem seleksi yang efisien yang dapat menggambarkan efektivitas seleksi genotipe berdasarkan penampilan fenotipenya. Hanson (1963) menyatakan nilai heritabilitas dalam arti luas menunjukkan genetik total dalam kaitannya keragaman genotip, sedangkan menurut Poespodarsono (1988), bahwa makin tinggi nilai heritabilitas satu sifat makin besar pengaruh genetiknya dibanding lingkungan.

Variasi genetik akan membantu dalam mengefisienkan kegiatan seleksi. Apabila variasi genetik dalam suatu populasi besar, ini menunjukkan individu dalam populasi beragam sehingga peluang untuk memperoleh genotip yang diharapkan akan besar. Sedangkan pendugaan nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa faktor pengaruh genetik lebih besar terhadap penampilan fenotip bila dibandingkan dengan lingkungan. Untuk itu informasi sifat tersebut lebih diperankan oleh faktor genetik atau faktor lingkungan, sehingga dapat diketahui sejauh mana sifat tersebut dapat diturunkan pada generasi berikutnya (Mardjono dan Sudarmo, 2007).

Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya pengukuran heritabilitas antara lain karakteristik populasi, sampel genotip yang diteliti, metode perhitungan, seberapa luasnya evaluasi genotip, adanya ketidakseimbangan pautan yang terjadi, dan tingkat ketelitian selama penelitian. Nilai duga heritabilitas dibutuhkan untuk mengetahui proporsi penampilan yang diakibatkan oleh


(41)

pengaruh genetik yang diwariskan kepada keturunannya. Nilai duga heritabilitas berkisar antara 0,0 – 1,0, nilai duga heritabilitas sebesar 1,0 menunjukkan bahwa semua variasi penampilan tanaman yang ditimbulkan disebabkan oleh faktor genetik sedangkan nilai duga heritabilitas 0,0 menunjukkan bahwa tidak satupun dari variasi tanaman yang muncul dalam populasi tersebut disebabkan oleh faktor genetik (Babas, 2010).


(42)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian di Laboratorium dan penelitian di Lapangan.

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan di Desa Tumpatan Nibung, Batang Kuis, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl yang dimulai pada bulan April 2013 hingga November 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk penelitian molekuler adalah daun yang berasal dari kecambah mutan kedelai generasi M2 (M2), dan mutan kedelai

generasi M3 (M3), CTAB (Promega H6269), Polyvinil Polypirolidone (PVPP)

(Promega 77627) 0.1 g, buffer CTAB, buffer TAE, buffer TE, Kloroform Isoamilalkohol 24:1 (KIAA), NaCl, NaOH, Na-EDTA, Hcl p.a, alcohol 100% dan 70%, Isopropanol dingin, aquades, ß-mercaptoetanol 2%, agarose (promega V3121), primer oligonukleotida, master mix (promega M7122), DNA ladder (G210A), kertas tissue, dan bahan yang digunakan untuk penelitian di lapangan adalah kedelai Varietas Cikurai, Varietas Malikka, Mutan M3 Cikurai, Mutan M3 Malikka sebagai objek yang diamati.

Alat yang digunakan dalam penelitian di Laboratorium adalah centrifuge

(eppendorf 5415), vortex, frezer, tabung eppendorf 2.0 ml, 1.5 ml, dan 50 ul, mikropipet ukuran 1-50 µl, 100-500 µl, dan 200-1000 µl, sarung tangan karet, tip pipet (warna putih, kuning, dan biru), autoklaf, penangas air (water bath,


(43)

BIOSAN), oven, pH meter, pengaduk magnetik, alat-alat gelas (gelas ukur, baker glass, Erlenmeyer, dll), UV-transilluminator (UV Tec Cambridge 20 UV), elektroforesis (Power PAC 3000, BIO RAD), PCR (Therma Cycler), Gel-Doc (U Cambridge), power supply, dan alat yang digunakan pada penelitian di lapangan adalah cangkul, parang, meteran, handspryer, papan nama, papan perlakuan,pacak sample, timbangan, buku tulis, kalkulator, penggaris, paranet 50 %, dan polybag.

Metode Penelitian

Penelitian I. Identifikasi Molekuler Mutan Kedelai Generasi M2 dan M3

Penelitian ini adalah untuk melihat perubahan genetik pada mutan kedelai generasi M2 dan M3 varietas Cikurai dan Malikka akibat perlakuan kolkisin dan mempermudah proses penapisan (screening) yang akan dilakukan pada generasi selanjutnya.

Pengambilan Sampel Daun

Sampel daun yang digunakan adalah daun yang berasal dari kecambah genotip mutan kedelai generasi M2 dan M3.

Isolasi dan Pemurnian DNA

Isolasi DNA dilakukan dengan dengan metode CTAB yang dimodifikasi

memakai β-mercaptoethanol, PVPP, dan nitrogen cair saat penggerusan (Toruan dan Hutabarat, 1997).

Daun kedelai ditimbang masing-masing 0.2 g. Daun dipotong halus dengan gunting secara melintang. Kemudian daun dimasukkan kedalam mortar untuk digerus. Potongan daun yang ada dalam mortar ditambah buffer CTAB. Kedalam mortar ditambah Polyvinil Polypirolidone (PVPP) 0,1 g dan 0,5 ml


(44)

buffer CTAB, kemudian digerus kembali hingga benar-benar lumat. Daun dipindahkan kedalam tabung mikro 2 ml, ditambah 1 ml buffer ekstrak CTAB dan 10 µl ß-mercapthoehtanol, kemudian divortex hingga rata. Tabung tersebut diinkubasi kedalam penangas air bersuhu 650C selama 30 menit, setiap 10 menit tabung dikocok perlahan secara regular. Setelah selesai dipanaskan dimasukkan larutan KIAA 1 ml kedalam tabung. Kemudian tabung dikocok lagi hingga homogen. Tabung disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 13.000 rpm.

Fase atas dipindahkan ke tabung mikro lain 2 ml dan ditambah larutan KIAA 1 ml dan kembali disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan yang sama. Supernatant dipindahkan ke tabung mikro 1.5 ml dan ditambah isopropanol dingin 1 ml. Tabung dikocok perlahan dan diperhatikan adanya benang-benang halus putih yang muncul. Bila benang-benang halus putih sudah tampak jelas disimpan pada suhu 40C selama 30 menit. Setelah 30 menit cairan isopropanol dibuang dan benang-benang halus dalam tabung ditinggalkan lalu dikering anginkan. Kemudian kedalam tabung ditambahkan 100 µl buffer TE dan dispin manual agar terbentuk suspense antara pellet dengan buffer TE (Orozco-Castillo et. al, 1994).

Bila masa inkubasi selesai, ke dalam tabung ditambahkan 1 ml etanol dingin 100% yang berisi suspense DNA dalam buffer TE dan dikocok kembali secara perlahan dan disimpan pada suhu 40C selama 30 menit. Tabung disentrifugasi kembali selama 5 menit pada kecepatan 13.000 rpm. Selanjutnya fase atas dibuang, tabung dikeringanginkan kemudian ditambah 100 µl buffer TE dan pellet DNA disuspensikan ke dalam buffer. Stock DNA yang diperoleh disimpan pada suhu ± 200C bila tidak digunakan (Orozco-Castillo et. al, 1994).


(45)

Uji Kualitas DNA

Uji kualitas DNA dilakukan dengan elektroforesis metode standar dengan 5 µl stok DNA ditambah 1 µl loading dye kedalam sumur gel agarose 0.8% yang ditambahkan 1 µl etidium bromida.

Contoh DNA yang telah disiapkan dimasukkan kedalam sumur gel. Setelah semua lubang sumur gel berisi selanjutnya dielektroforesis. Running

elektroforesis dilakukan pada kondisi 70 volt selama 60 menit. Visualisasi DNA yang telah dielektroforesis dilakukan dengan UV transluminator dan didokumentasikan.

Kualitas DNA dinyatakan baik bila hasil elektroforesis menunjukkan pola pita yang terang dan focus. Artinya DNA yang dihasilkan cukup solid, utuh dan mempunyai konsentrasi yang tinggi.

Amplifikasi/ Genotyping

Amplifikasi mengikuti prosedur baku analisis RAPD, sesuai prosedur William et. al, (1990). Amplifikasi dilakukan dengan menggunakan 5 primer RAPD polimorfik yang digunakan berasal dari Sigma-Aldrich polimorfik.

Persiapan awal amplifikasi adalah mencairkan komponen untuk running PCR yaitu paket PCR produksi Promega dalam kotak berisi pecahan es. Kemudian dibuat larutan master yang terdiri atas : ddH2O 9,5 µl x 14 = 133 µl,

Go Green Tag 12,5 µl x 14 = 175 µl, Primer 1 µl x 14 = 14 µl. Dari tube diambil 23 µl ke tube yang lain sehingga diperoleh 13 tube untuk PCR dan ditambahkan masing-masing DNA sebanyak 2 µl. Kemudian tabung dispin manual. Tabung berisi stok DNA dan campuran master dimasukkan dalam blok sampel di mesin PCR dengan annealing 360C. Reaksi amplifikasi Gene Amp PCR Applied


(46)

Biosystems di desain waktu, suhu, dan jumlah siklus termal 45 kali (3 jam 51 menit). Proses amplifikasi PCR dapat dilihat pada tabel 1.

Setelah reaksi PCR selesai DNA hasil amplifikasi disimpan dalam suhu 40C bila sedang tidak digunakan.

Tabel 1. Proses Amplifikasi PCR

No Tahapan Suhu Waktu Jumlah Siklus

1 Denaturasi awal 940C 2 menit 1

2 Denaturasi 940C 1 menit 45

3 Annealing 370C 1 menit 45

4 Ekstension 720C 2 menit 45

5 Ekstension akhir 720C 10 menit 1

6 Kondisi akhir PCR 40C Tak terbatas 1

Elektroforesis

Sebelum dilakukan elektroforesis disiapkan gel agarose konsentrasi 1,5% (b/v) dengan 2.5 µl etidium bromide.

Running elektroforesis dilakukan pada kondisi 70 volt selama 80 menit. Visualisasi DNA yang telah di elektroforesis dilakukan dengan UV transluminator dengan cara meletakkan gel pada UV transluminator dan jika pita/ band molekul DNA kelihatan terang maka didokumentasikan.

Analisis Data

Penentuan Skoring Marka RAPD

Untuk menentukan keragaman genetik, produk PCR-RAPD diskoring berdasarkan muncul tidaknya pita DNA. Pita yang muncul pada gel diasumsikan sebagai alel RAPD. Keragaman alel RAPD ditentukan dari perbedaan migrasi alel pada gel masing-masing individu sampel. Berdasarkan ada atau tidaknya pita,


(47)

profil pita diterjemahkan kedalam data biner. Pita yang muncul diberi kode l (ada) dan 0 (tidak ada).

Penentuan Ukuran Pasangan Basa

Ukuran fragmen basa (pasangan basa = bp) produk PCR ditentukan dengan log jarak menggunakan program regresi linier. Fragmen DNA standar (DNA landder) digunakan sebagai absis (x) dan log jarak migrasi sebagai ordinat (y). Dari persamaan ini ditentukan ukuran pasangan basa dari fragmen produk PCR berdasarkan log jarak dari fragmen tersebut.

Matriks ketidaksamaan (dissimilarity) tiap kombinasi pasangan dihitung berdasarkan Dissmilarity Index Simple Matching pada bootsraps 1000, sesuai rumus :

djj =1-

1

�1 � � �=1

dengan djj ketidaksamaan antara i dan j, L jumlah lokus, π merupakan tingkat

ploidi dan m1 merupakan jumlah alel yang umum diantara I dan j untuk lokus l. Matriks jarak atau ketidaksamaan genetik untuk semua kombinasi pasangan individu dapat dilakukan dengan dua tipe analisis deskriptif dari keragaman : (1)

Principal Coordinates Analysis (PCoA), suatu jenis analisis faktorial pada tabel ketidaksamaan untuk mendapatkan group origin utama, dan (ii) Neighbour-Joining Tree (NJtree) berdasarkan Saitou dan Nei (1978) untuk memperoleh gambaran dari kekerabatan diantara individu-individu. Perhitungan dan analisis deskriptif ini menggunakan software DARwin5.05 (Perrier dan Jacquemoundd-Collet, 2009).


(48)

Penelitian II. Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Mutan Kedelai Generasi M3 Hasil Mutasi Kolkisin

Penelitian ini menggunakan metode RAK (Rancangan Acak Kelompok) Non Faktorial. Genotip yang diuji yaitu Genotip Cikurai, Genotip Malikka, Genotip Mutan M3 Cikurai, dan Genotip Mutan M3 Malikka.

G1 (M0V1) : Genotip Cikurai

G2 (M0V2) : Genotip Malikka

G3 (M3V1) : Genotip Mutan Generasi M3 Cikurai

G4 (M3V2) : Genotip Mutan Generasi M3 Malikka

Jumlah ulangan (blok) : 5 ulangan

Jumlah plot : 20 plot

Jumlah tanaman per plot : 10 tanaman Jumlah sampel per plot : 9 tanaman Jumlah seluruh sampel : 180 tanaman Jumlah seluruh tanaman : 200 tanaman

Jumlah polybag : 200 polybag

Ukuran plot : 200 cm x 70 cm

Jarak antar plot : 30 cm Jarak antar ulangan : 50 cm

Luas lahan seluruhnya : 9,9 m x 6,5 m

Analisis Data

Data yang dikumpulkan , dianalisis dengan sidik ragam model linear Rancangan Acak Kelompok (RAK) non faktorial yaitu sebagai berikut:

Yij = µ + ��+ βj + εij i=1, 2, 3, 4, 5 j=1, 2, 3, 4

Dimana :

Yij = Hasil pengamatan pada blok ke-i terhadap perlakuan genotip ke-j.

µ = Nilai tengah rata-rata.

�� = Efek blok ke-i.


(49)

εij = Efek galat percobaan pada blok ke-i terhadap perlakuan genotip ke-j.

Jika data yang dianalisis dengan sidik ragam berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) menggunakan software SAS 9.1.

Keragaman Genetik

Keragaman dihitung setelah terlebih dahulu menghitung varians fenotip (σ2P) dan varians genotip (σ2G). Untuk menghitung varians fenotip (σ2P) dan varians genotip (σ2G) disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Model Sidik Ragam dan Nilai Kuadrat Tengah

Sumber

Keragaman Derajat Bebas JK KT

Estimasi (Kuadrat Tengah) Blok Genotip Eror (b-1) (g-1) (b-1)(g-1) JKB JKP JKE KTB KTP KTE

σ2e + g σ2

r

σ2e + r σ2

g

σ2

e

Total gb-1 JKT

Dari hasil analisis varians genotipe dan varians antar genotipe didapat : Koefisien Varians Genotipe (KVG) dan Koefisien Varians Penotip (KVP) dengan menggunakan rumus :

KVG = 100%

2

x g Χ

σ

σ2g =

r KTE

KTG

KVP = 100%

2

x p Χ

σ

σ2e = KTE

σ2

p = σ2g + σ2e Dimana Χ = rataan populasi Murdaningsih et. al (1990) mengatakan bahwa Koefisien Varians Genotipe (KVG) yang telah diperoleh dari keseluruhan sifat agronomi dan hasil dapat diklasifikasikan rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi.

Kriteria rendah < 25% dari KVG yang terbesar Kriteria sedang ≥ 25% - ≤ 50% dari KVG yang terbesar Kriteria tinggi ≥ 50% - ≤ 75% dari KVG yang terbesar


(50)

Kriteria sangat tinggi ≥ 75% dari KVG yang terbesar Untuk menentukan luas sempitnya variasi genetik suatu karakter yang mempunyai koefisien variasi genetik relatif yang rendah dan sedang digolongkan sebagai karakter yang bervariabilitas sempit, sedangkan koefisien variasi genetik tinggi dan sangat tinggi digolongkan sebagai karakter yang bervariabilitas sedang.

Heritabilitas

Nilai heritabilitas dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

p g h 2 2 2 σ σ = σ2

p = σ2g + σ2e

e g

g

h 2 2

2 2 σ σ σ + = keterangan :

h2 = heritabilitas

σ2

g = varians genotipe

σ2

p = varians fenotip

σ2

e = varians lingkungan

Menurut Mangoendjojo (2003), heritabilitas dikatakan : - tinggi --- bila nilai H > 50%

- sedang --- bila nilai H terletak antara 20%-50%, dan - rendah --- bila nilai H < 20%.

Uji Progenitas

Untuk membedakan atau membandingkan dua macam perlakuan (uji beda rata-rata) umumnya dilakukan uji t (t test) pada prinsipnya berbeda nyata atau tidaknya perlakuan tersebut dapat diketahui dari perbandingan t hitung dengan t tabel (daftar) (Sastosupardi,2004).


(51)

t hitung = Y2−Y1

√ S²

jika: t hitung ≤ t.05 (dbe) → tn (H0 terima)

t hitung ≥ t.05 (dbe) → * (H1 tolak)

keterangan:

S² = KT eror

Y1 = nilai rata-rata pada Mutan 1 (M1) Y2 = nilai rata-rata pada Mutan 2 (M2) n = Ulangan

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Lahan

Areal pertanaman yang akan digunakan dibersihkan dari gulma yang tumbuh pada areal tersebut. Kemudian dibuat plot percobaan dengan ukuran 200cm x 70cm. Parit drainase dibuat dengan jarak antar plot 30 cm dan jarak antar ulangan 50 cm.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah polybag yang berukuran 30 x 40 cm . Polybag diisi dengan tanah top soil dan kompos dengan perbandingan 2 : 1.

Penanaman

Penanaman dilakukan dengan cara Genotip kacang kedelai dimasukkan kedalam lubang tanam sedalam 2 cm sebanyak dua butir perlubang kemudian ditutup dengan tanah.


(52)

Persiapan Naungan

Naungan yang digunakan yaitu paranet 50%, dengan ketinggian naungan 2 m dan total paranet yang dibutuhkan adalah 100 m3. Naungan di aplikasikan pada saat tanaman berumur 21 HST sampai panen.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis anjuran kebutuhan pupuk kedelai yaitu 50 kg Urea/ha (0.6 g/lubang tanam), 100 Kg SP-36/ha (1.2 g/lubang tanam), dan 50 kg KCl/ha (0.6 g/lubang tanam). Pemupukan Urea dilakukan dalam 2 tahap yakni pada saat penanaman sebanyak setengah dosis anjuran dan setengah dosis lagi diberikan pada saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam (hst) sedangkan pupuk SP-36 dan KCl diberikan pada saat penanaman.

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan pagi atau sore hari. Apabila terjadi hujan maka tanaman tidak perlu disiram.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan untuk menggantikan tanaman yang mati dengan tanaman cadangan yang masih hidup. Penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST).

Penjarangan

Penjarangan dilakukan dengan tujuan mengurangi tanaman yang lebih dari satu pada setiap lubang tanam dengan menggunting tanaman tersebut.


(53)

Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST).

Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan tujuan untuk menghindari persaingan antara gulma dengan tanaman. Penyiangan gulma dilakukan secara manual atau menggunakan cangkul dengan membersihkan gulma yang ada di lahan penelitian. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan.

Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menyemprotkan insektisida Decis 2.5 EC dengan dosis 0.5 cc/liter air, sedangkan pengendalian penyakit dilakukan dengan menyemprotkan fungisida Dithane M-4.5 dengan dosis 1 cc/liter air. Masing- masing disemprotkan pada tanaman yang terserang.

Panen

Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut batang tanaman tersebut dengan menggunakan tangan. Adapun kriteria panennya adalah sebagian besar daun telah menguning dan gugur, keadaan tanaman terlihat 99% telah menguning atau kering.

Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari pangkal sampai titik tumbuh dengan menggunakan meteran, pengamatan tinggi tanaman kedelai ini di mulai setelah tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST). Selang waktu 2 minggu sampai pengukuran tinggi tanaman mencapai 8 MST.


(54)

Jumlah Cabang (cabang)

Jumlah cabang ditetapkan dengan cara menghitung seluruh cabang utama yang ada pada setiap tanaman. Pengamatan jumlah cabang diamati pada akhir pertumbuhan.

Umur Berbunga (HST)

Umur berbunga dihitung saat bunga pertama sudah muncul dalam satu tanaman.

Jumlah Buku (buku)

Pengamatan jumlah buku dimulai setelah tanaman berumur 2 MST sampai tanaman berumur 8 MST.

Kandungan Klorofil a (mg/l)

Daun yang digunakan yaitu daun yang telah membuka sempurna (daun kedua dan ketiga dari pucuk) dipanen pada saat tanaman berumur 21 HST dan 56 HST. Analisis kandungan klorofil dilakukan dengan metode Arnon (1949).

Kandungan Klorofil b (mg/l)

Daun yang digunakan yaitu daun yang telah membuka sempurna (daun kedua dan ketiga dari pucuk) dipanen pada saat tanaman berumur 21 HST dan 56 HST. Analisis kandungan klorofil dilakukan dengan metode Arnon (1949).

Rasio Klorofil a dan b (mg/l)

Diperoleh dengan membagikan jumlah klorofil a dengan jumlah klorofil b.

Rasio Tajuk dan Akar (g)

Diperoleh dengan membagikan berat kering akar dengan berat kering tajuk. Diamati pada saat tanaman berumur 21 HST dan 56 HST.


(55)

Luas Daun (cm2)

Luas daun dihitung dengan menggunakan leaf area meter. Daun yang diamati yaitu daun yang telah membuka sempurna (daun kedua dan ketiga dari pucuk) dipanen pada saat tanaman berumur 21 HST dan 56 HST.

Bobot Daun Spesifik (g/ cm2)

Bobot daun spesifik dihitung dengan cara membagikan berat kering daun dengan luas daun yang di ukur dengan menggunakan leaf area meter.

Umur Panen (HST)

Pengamatan umur panen dihitung ketika tanaman telah mencapai warna polong matang ± 95% yang ditandai dengan warna kecokelatan pada polong.

Jumlah Polong Persampel (polong)

Perhitungan jumlah polong dilakukan dengan menghitung semua polong pada masing-masing tanaman sampel yang dilakukan setelah tanaman tersebut dipanen.

Jumlah Polong Berisi Per sampel (polong )

Dihitung jumlah polong berisi tiap tanaman, yaitu polong yang berisi biji, pada saat tanaman telah matang penuh, dihitung setelah panen.

Bobot 100 biji (g)

Penimbangan dilakukan dengan menimbang 100 biji dari masing masing perlakuan dengan menggunakan timbangan analitik.

Produksi per Sampel (g)

Perhitungan produksi per sampel dilakukan dengan cara menimbang bobot buah per tanaman sampel setiap perlakuan dengan menggunakan timbangan analitik.


(56)

Produksi per Plot (g)

Perhitungan produksi per plot dilakukan dengan cara menimbang bobot buah seluruh tanaman setiap perlakuan dengan menggunakan timbangan analitik.


(57)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Identifikasi Molekuler Beberapa Mutan Kedelai Generasi M2 dan M3

Berdasarkan uji kualitas dan kuantitas DNA dapat diketahui bahwa hasil dari isolasi DNA mutan kedelai dapat digunakan untuk proses PCR. Primer pada proses PCR yang menghasilkan persentase polimorfisme tertinggi yaitu OPD-03 sedangkan yang membentuk pita terbanyak terdapat pada primer OPD-20 dan OPH-06.

Dari hasil analisis PCoA dapat dilihat bahwa keragaman dari 4 genotip mutan kedelai sangat tinggi dan analisis dendogram memperlihatkan bahwa telah terjadi keragaman genetik pada mutan kedelai akibat mutasi kolkisin.

Uji Kualitas DNA

Kualitas DNA dengan menggunakan nitrogen cair dinilai dari uji gel agarose 0.8% hasil running elektroforesis. Hasil running elektroforesis 12 mutan kedelai yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1.

Dari hasil pengamatan kualitas DNA pada Gambar 1 dapat dilihat pola pita tebal yang menunjukkan adanya DNA kedelai pada genotip A1 – F2 untuk di analisis menggunakan PCR.


(58)

Gambar 1. Profil kualitas DNA genotip kedelai dengan gel agarose 0.8%

Keterangan : A1, A2 (tanpa mutasi Varietas Cikurai); B1, B2 (tanpa mutasi

Varietas Malikka); C1, C2 (mutan M2 Varietas Cikurai); D1, D2 (mutan M2 Varietas Malikka); E1, E2 (mutan M3 Varietas Cikurai); dan F1, F2 (mutan M3 Varietas Malikka)

13 sampel diuji dengan metode CTAB yang dimodifikasi memakai

β-mercaptoethanol, PVPP, dan nitrogen cair saat penggerusan (Toruan dan Hutabarat, 1997). Dari hasil gel agarose diperoleh 13 DNA kedelai

yang dapat digunakan pada proses PCR.

Uji Kuantitas DNA

Kemurnian DNA yang baik memiliki rasio λ260 / λ280 sekitar 1.8 – 2.0. Rasio ini memperlihatkan kemurnian DNA. Apabila lebih rendah maupun lebih tinggi dari rasio ini menunjukkan masih terdapat kontaminan pada DNA, namun dapat dilanjutkan ke analisis PCR (Sambrook et. al, 1989). Konsentrasi yang

dapat digunakan dalam proses PCR minimal 10 µg/µl (Sambrook dan Russel, 2001)

Hasil pengamatan kuantitas dengan spektrofometer menunjukkan bahwa DNA yang diperoleh dari sampel-sampel kedelai memiliki kemurnian dan konsentrasi DNA yang baik (Tabel 1).


(59)

Tabel 1. Kuantitas dan konsentrasi DNA genotip kedelai dengan uji

UV-Spectrofotometer

Genotip Sampel λ260 / λ280 Konsentrasi DNA µg/µl

M0V1 1 2.13 590

M0V1 2 2.12 679

M0V2 1 2.14 1095

M0V2 2 2.13 3779

M2V1 1 2.18 939

M2V1 2 2.11 2493

M2V2 1 2.16 951

M2V2 2 2.09 2199

M2V2 3 2.16 1498

M3V1 1 2.19 830

M3V1 2 2.08 2381

M3V2 1 2.09 2141

M3V2 2 2.1 968

Rata-rata 2.13 1,580.23

Keterangan : λ260 / λ280 = kemurnian DNA

Hasil PCR dengan Marka RAPD

Jumlah pita yang dihasilkan setiap primer bervariasi dapat dilihat pada Gambar 2 – 6. Lima (5) primer yang digunakan adalah polimorfik. Primer yang digunakan pada RAPD bersifat acak dan dapat digunakan ke semua materi genetik. Namun, tidak semua primer dapat teramplifikasi pada proses PCR karena beberapa primer akan bersifat monomorfik. Kelima primer yang telah diuji (OPD-03, OPD-20, OPH-06, OPH-09, dan OPN-03) dapat teramplifikasi pada proses PCR kedelai.


(60)

Gambar 2. Profil PCR dengan primer OPD-03

Keterangan : M (Marker); A1, A2 (tanpa mutasi Varietas Cikurai); B1, B2 (tanpa mutasi Varietas Malikka); C1, C2 (mutan M2 Varietas Cikurai); D1, D2 (mutan M2 Varietas Malikka); E1, E2 (mutan M3 Varietas Cikurai); dan F1, F2 (mutan M3 Varietas Malikka)

Gambar 2 menunjukkan bahwa jumlah pita yang terbentuk dengan primer OPD-03 yaitu 5 pita polimorfik (100% polimorfik).

Gambar 3. Profil PCR dengan primer OPD-20

Keterangan : M (Marker); A1, A2 (tanpa mutasi Varietas Cikurai); B1, B2 (tanpa mutasi Varietas Malikka); C1, C2 (mutan M2 Varietas Cikurai); D1, D2 (mutan M2 Varietas Malikka); E1, E2 (mutan M3 Varietas Cikurai); dan F1, F2 (mutan M3 Varietas Malikka)

Hasil pada Gambar 3 menunjukkan bahwa jumlah pita yang terbentuk dengan primer OPD-20 yaitu 6 pita dengan 5 pita polimorfik (83.3% polimorfik).

M A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2 D3 E1 E2 F1 F2

M A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2 D3 E1 E2 F1 F2

1

2 3

4 5

1 2

3 4 5 6


(61)

Gambar 4. Profil PCR dengan primer OPH-06

Keterangan : M (Marker); A1, A2 (tanpa mutasi Varietas Cikurai); B1, B2 (tanpa mutasi Varietas Malikka); C1, C2 (mutan M2 Varietas Cikurai); D1, D2 (mutan M2 Varietas Malikka); E1, E2 (mutan M3 Varietas Cikurai); dan F1, F2 (mutan M3 Varietas Malikka)

Jumlah pita yang terbentuk dengan primer OPH-06 yaitu 6 pita dengan 4 pita polimorfik (66.67% polimorfik) (Gambar 4).

Gambar 5. Profil PCR dengan primer OPH-09

Keterangan : M (Marker); A1, A2 (tanpa mutasi Varietas Cikurai); B1, B2 (tanpa mutasi Varietas Malikka); C1, C2 (mutan M2 Varietas Cikurai); D1, D2 (mutan M2 Varietas Malikka); E1, E2 (mutan M3 Varietas Cikurai); dan F1, F2 (mutan M3 Varietas Malikka)

Primer OPH-09 pada Gambar 5 membentuk 3 pita dengan 2 pita polimorfik (66.67% polimorfik).

M A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2 D3 E1 E2 F1 F2

M A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2 D3 E1 E2 F1 F2

1 2

3 4 5 6

1 2


(62)

Gambar 6. Profil PCR dengan primer OPN-03

Keterangan : M (Marker); A1, A2 (tanpa mutasi Varietas Cikurai); B1, B2 (tanpa mutasi Varietas Malikka); C1, C2 (mutan M2 Varietas Cikurai); D1, D2 (mutan M2 Varietas Malikka); E1, E2 (mutan M3 Varietas Cikurai); dan F1, F2 (mutan M3 Varietas Malikka)

3 pita dengan 2 pita polimorfik (66.67% polimorfik) terbentuk dengan primer OPN-03 (Gambar 6)

Hasil pengamatan persentasi polimorfik setiap primer dapat dilihat pada Tabel 2. Persentasi polimorfik setiap primer berada pada selang 66.67% sampai 100% yang menunjukkan keragaman tinggi (diatas 50%). Jumlah pita polimorfik tertinggi yaitu 6 pita pada primer OPD-20, OPH-06 dan terendah yaitu 3 pita pada primer OPN-03 dan OPH-09.

Tabel 2. Persentase polimorfik primer RAPD

No Primer Sequens Primer

(5’-3’)

Tm Primer (0C)

Range Pita (bp) Jumlah Pita Pita Polimorfik %

1 OPD-03 GTCGCCGTCA 27 1221.5-452.3 5 5 100

2 OPD-20 ACCCGGTCAC 27 1081-359.9 6 5 83.3

3 OPN-03 GGTACTCCCC 27 1081-459.6 3 2 66.67

4 OPH-06 ACGCATCGCA 25 1391-396.2 6 4 66.67

5 OPH-09 TGTAGCTGGG 25 652.5-447.7 3 2 66.67

Total 23 18 383.4

Rataan 4.6 3.6 76.68

Gambar 7 menunjukkan persentase keragaman genetik berdasarkan analisis PCoA. Melalui Software DARwin diperoleh keragaman genetik pada

M A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2 D3 E1 E2 F1 F2

1 2


(63)

aksis 1 sebesar 38% sedangkan aksis 2 sebesar 22.51% dengan total 60.51%. Sebaran genotip terdapat pada setiap aksis.

Gambar 7. Faktor analisis (Principal Coordinate Analysis) aksis 1 (horizontal) dan aksis 2 (vertikal) dengan 5 Marka RAPD

Hasil analisis pengelompokan UPGMA (Unweight Pair-Group Method with Arithmetic) dengan metode Matrix Dissimilarity Simple Matching untuk 13 genotip kedelai dengan 5 marka RAPD dapat dilihat pada Gambar 8.

aksis 2


(64)

Gambar 8. Profil Filogenetic Neighbor-Joining dari 13 genotip kedelai berdasarkan Matrix Dissimilarity Simple Matching

Dari Gambar 8 dapat diketahui bahwa 13 genotip kedelai terbagi menjadi 3 kelompok utama. Kelompok I (7 genotip) yang terdiri dari genotip tanpa mutasi

M3V1(2)

M2V2(2)

M3V1(1)

M2V2(1)

M0V2(2)

M0V1(1)

M2V1(2)

M3V2(1)

M2V1(1)

M3V2(2)

M2V2(3)

M0V2(1)

M0V1(2)

I

II

III 1

2

1


(65)

(2 genotip), genotip M2 (3 genotip), dan genotip M3 (2 genotip), kelompok II (4

genotip) yang terdiri dari genotip M2 (2 genotip) dan genotip M3 (2 genotip), dan

kelompok III (2 genotip) yang terdiri dari genotip tanpa mutasi.

Berdasarkan hasil ini (Gambar 8) bahwa ketidaksamaan ketiga kelompok genotip kedelai yaitu 24%. Kelompok I memiliki 2 kelompok (1,2), sub-kelompok 1 memperlihatkan ketidaksamaan 18% antara genotip M2V2(2) dengan

M3V1(2) dan ketidaksamaan 15% antara genotip M2V2(1) dengan M3V1(1),

sedangkan sub-kelompok 2 memperlihatkan ketidaksamaan 17% antara genotip M2V1(2) dengan sub-kelompok 2 yang terdiri dari genotip M0V1(1) dan M0V2(2)

(ketidaksamaan antar genotip yaitu 16%). Kelompok II memiliki 2 sub-kelompok (1,2), sub-kelompok 1 memperlihatkan ketidaksamaan 20% antara genotip M2V1(1) dengan M3V2(2) dan sub-kelompok 2 memperlihatkan ketidaksamaan 14%

antara genotip M2V2(3) dengan M3V2(2). Kelompok III memperlihatkan

ketidaksamaan 23% antara genotip M0V1(2) dengan M0V2(1).

Pengaruh Naungan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Mutan Kedelai M3 Hasil Mutasi Kolkisin

Dari hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa genotip mutan kedelai berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman 2, 4, 8 MST; umur berbunga; rasio klorofil a/b 21 HST; kandungan klorofil b 56 HST; luas daun 21 HST, bobot daun spesifik 21 HST; jumlah polong persampel; jumlah polong berisi persampel; bobot 100 biji; produksi persampel; dan produksi perplot.

Dari hasil analisis keragaman genetik dapat diketahui nilai heritabilitas berkisar antara 0.05 – 0.61 , nilai KVG 0.5 – 29.51, dan nilai KVP 0.98 – 60.49.


(1)

(2)

(3)

Lampiran 56. Data Scoring

Primer Pita Sampel

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 OPD-20 _1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 _2 0 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 _3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _4 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 _5 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0

_6 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0

OPD-03 _1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 _2 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 _3 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 _4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0

_5 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0

OPN-03 _1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 _2 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0

_3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

OPH-06 _1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 _2 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 _3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 _4 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 _5 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1

_6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

OPH-09 _1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 _2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

_3 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0

Lampiran 57. Prosedur Uji Klorofil a dan b Metode Arnon (1949)

Ditimbang 1 g daun 4 genotip kedelai (daun ke 2 dan ke 3) yang telah

membuka sempurna, dimasukkan kedalam mortar kemudian diberikan 3 ml aseton

85% dan digerus sampai halus. Dimasukkan hasil gerusan kedalam tabung 10 ml.

Mortar dibersihkan dengan 2 ml aseton dan bilasan nya dimasukkan kedalam


(4)

Tabung yang berisi larutan dimasukkan kedalam waterbath 700C selama

15 menit, kemudian di sentrifuse dengan kecepatan 3400 rpm selama 5 menit.

Diambil 1 ml cairan pada fase atas dan dimasukkan ke dalam cuvet. Diatur

panjang gelombang pada spektrofotometer untuk absorbansi klorofil a (645 nm)

dan klorofil b (663 nm). Aseton dijadikan sebagai nilai standar. Masing-masing

cuvet dimasukkan kedalam spektrofotometer secara bergantian dan dicatat nilai

absorbansinya.

Klorofil a = 12.7D-663-2.69D-645 (mg/l) Klorofil b = 22,9D-645-4.68D-663 (mg/l)

Lampiran 58. Pembuatan Larutan Stok a. CTAB 5%

Larutan dibuat dengan melarutkan : - NaCl : 2.0 g

- CTAB : 5.0 g - Aquades : 100 ml

b. Tris HCl 1M pH 8.0 (100ml) Bahan yang digunakan adalah : - Tris : 12.114 g

- HCl p.a. : 4.2 ml - Aquades : 80 ml

- Larutan yang dibuat dengan mencampurkan bahan kimia didalam gelas beaker yang diaduk dengan menggunakan batang pengaduk meagnetik di atas hot plate

- Volume ditepatkan dengan aquades hingga 100 ml - Larutan disterilisasi dengan autoclave

c. Tris HCl 1M pH 7.4 (50 ml) Bahan yang digunakan adalah : - Tris : 6.057 mg

- Aquades ditambahkan hingga volume larutan mendekati 50 ml

- Pengaturan pH dilakukan dengan menambahkan NaOH 2.5 M hingga pH 7.4 - Volume ditepatkan hingga 50 ml

- Larutan disterilisasi dengan autoclave

d. EDTA 0.5 M pH 8.0 (100ml) Bahan yang digunakan adalah : - NaEDTA : 18.612 g


(5)

- NaOH : 2.0 g - Aquades : 80 ml

- dibuat larutan dengan mencampur bahan kimia dalam gelas beaker dan diaduk dengan menggunakan batang pengaduk magnetic

- diatur pH dengan menambahkan HCl hingga pH 8.0 - ditepatkan volume dengan aquades hingga 100 ml - disterilisasikan larutan dengan autoclave

e. NaCl 5 M pH 7.7 (100 ml) Bahan yang digunakan adalah : - NaCl : 29.22 g

- ditambahkan aquades hingga larutan mendekati 100 ml dan diaduk dengan menggunakan batang pengaduk magnetik hingga larut

- diatur pH dengan menambahkan NaOH hingga pH 7.7 - ditepatkan volume dengan aquades hingga 100 ml - disterilisasikan larutan dengan autoclave

f. Buffer Ekstraksi/ CTAB (100 ml) Bahan yang digunakan adalah : - CTAB 2% : 40 ml CTAB 5% - NaCl 1.26 M : 25.1 ml NaCl 5 M

- EDTA 20 mM : 4 ml EDTA 0.5 M pH 8.0

- Tris HCl pH 8.0 100 mM : 10 ml Tris HCl 1 M pH 8.0 - Aquades steril : 10.8 ml

g. Buffer TAE 50 X (100 ml) Bahan yang digunakan adalah :

- Tris : 24.2 ml

- Asam Asetat Glasial : 5.7 ml - EDTA 0.5 M pH 8.0 : 10 ml

- ditambahkan aquades hingga volume larutan 100 ml

h. Buffer TAE 1 X (500 ml) Bahan yang digunakan adalah : - Buffer TAE 50 X : 10 ml - Aquades : 490 ml

i. Buffer TE (50 ml)

Bahan yang digunakan adalah: - Tris HCl 1 M pH 8.0 : 0.5 ml - EDTA 0.5 M pH 8.0 : 0.1 ml - Aquades : 49.4 ml


(6)

j. Kloroform Isoamialkohol 24 : 1 (50 ml) - Kloroform : 48 ml

- Isoamialkohol : 2 ml - dicampur merata

k. Etanol 70% - Etanol : 70 ml - Aquades : 30 ml