Kondisi Umum Lokasi Penelitian Sedimen

3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Sungai Somber merupakan salah satu sungai yang bermuara ke Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Empat Sub Daerah Aliran Sungai DAS di Teluk Balikpapan, yaitu Sub DAS Wain, Sub DAS Semoi, Sub DAS Sepaku dan Sub DAS Riko. Areal Sub DAS Somber tergolong tidak lebar serta berupa dataran rendah di sepanjang kiri dan kanan Sungai Somber serta berbukit di bagian hulu dan di sisi tenggara. Akan tetapi informasi tentang tingkat erosi bagian hulu Sub DAS Somber ini tergolong masih kurang BPMPPT, 2011. Sisi tenggara Sungai Somber terdapat kegiatan industri perkapalan dan pergudangan yang telah berkembang dengan baik. Disamping itu, sebagian lahan pada sisi tenggara Sungai Somber masih ditumbuhi pohon bakau. Sisi barat laut kanan menuju hulu Sungai Somber umumnya masih berupa hutan bakau dan belum ada kegiatan industri perkapalan. Kegiatan di tepi badan air hanya alat penangkap ikan statis berupa sero yang digunakan untuk menjebak ikan saat air surut BPMPPT, 2011. Sungai Somber bagian hilir digunakan sebagai pelabuhan kapal khusus ferry dan aktifitas dok kapal, industri kayu lapis, pertanian dan permukiman penduduk. Aktifitas-aktifitas yang terjadi di sekitar sungai menyebabkan lingkungan alamiah seperti hutan bakau dan perairan serta organisme yang ada di dalamnya terganggu Yani, 2003. 4

2.2. Hidrokarbon

Hidrokarbon merupakan senyawa organik paling sederhana yang terdiri dari karbon dan hidrogen yang berikatan pada kerangka dasarnya yaitu karbon. Hidrokarbon juga menjadi komponen materi organik yang masuk ke lingkungan perairan selain karbohidrat, protein, lignin dan tannin Chester, 1990 yang termasuk ke dalam kelas senyawa lipid. Hidrokarbon merupakan salah satu biomarker yang dapat digunakan sebagai penanda asal-usul sedimen pada suatu perairan. Komposisi hidrokarbon dapat ditemukan dalam sedimen yang menggambarkan peranan relatif dari sumber-sumber yang berbeda, yaitu biogenik, diagenetik, petrogenik dan pyrogenik Lipiatou et al., 1997; Hostettler et al., 1999 in Mostafa et al., 2009. n-alkana merupakan salah satu hidrokarbon yang berasal dari tumbuhan tingkat tinggi di daratan nC 23 – nC 35 maupun mikroorganisme di perairan seperti plankton dan alga nC 15 – nC 21 Chester, 1990.

2.2.1. Hidrokarbon alifatik

Senyawa alifatik tidak memiliki gugus fenil seperti pada aromatik. Senyawa alifatik dapat berupa asiklik dan siklik. Senyawa asiklik disebut alkana atau parafin dengan susunan rantai karbon lurus linear arrangement dan susunan rantai karbon bercabang disebut iso-alkana atau alkana bercabang. Senyawa siklik memiliki rantai karbon melingkar yang terdiri dari kombinasi lima atau enam karbon yang biasa ditemukan pada petroleum. Senyawa alkana siklik disebut juga naften. Senyawa alkana merupakan senyawa alifatik jenuh yang memiliki ikatan tunggal single bond. Senyawa alifatik tak jenuh terdiri dari 5 alkena dan aromatik yang memiliki ikatan rangkap dua double bond Peters and Moldowan, 1993 dan alkuna yang memiliki ikatan rangkap tiga. Hidrokarbon alifatik di perairan dapat terakumulasi dalam sedimen Wakeham et al., 2004 in Peng et al., 2008. Hidrokarbon alifatik berasal dari sumber alami termasuk biogenik dan dari sumber antropogenik petrogenik. Hidrokarbon alifatik antropogenik dalam sedimen sebagian besar berasal dari sisa-sisa minyak dengan komponen n-alkana, alkana bercabang dan siklik hopana dan sterana Gambar 1, dan biasanya mengandung komponen Unresolved Complex Mixture UCM Doskey, 2001 in Peng et al., 2008. Hidrokarbon alifatik dapat masuk dari atmosfir dan komponen lilin tanaman vegetation waxes yang terlepas ke udara melalui proses pelapukan Azevedo et al., 1999; Kalaitzoglou et al., 2004; Tao et al., 2005 in Maioli et al., 2010. Gambar 1. Beberapa contoh struktur senyawa hidrokarbon alifatik n-alkana, alkana bercabang, hopane, sterana Rasio konsentrasi n-alkana bernomor ganjil dan genap, umumnya ditunjukkan sebagai Carbon Preference Index CPI yang digunakan untuk Sterana Alkana Hopana n-alkana n-Butana H C H C C C H H H H H H H H 6 mengindikasikan sumber n-alkana Azevedo et al., 1999; Kalaitzoglou et al., 2004; Tao et al., 2005 in Maioli et al., 2010. Ada beberapa nilai CPI yang menjadi indikasi dari mana hidrokarbon berasal Mazurek et al., 1989; Tao et al., 2005 in Maioli et al., 2010, yaitu:  CPI 0.96-1.01 : sumber petrogenik  CPI 0.93-1.2 : buangan kendaraan  CPI 1.2-5 : pembakaran kayu  CPI 4: sumber biogenik  CPI 6-30 : lapisan lilin wax tanaman tingkat tinggi  CPI 10 : kebakaran hutan

2.2.2. Polisiklik Aromatik Hidrokarbon PAH

Polisiklik aromatik hidrokarbon PAH adalah senyawa yang terdiri dari dua atau lebih cincin aromatik benzene yang memiliki enam atom karbon C Neff, 1979. Contoh senyawa PAH diantaranya adalah phenanthrene, fluoroanthene dan benz[a]anthracene yang masing-masing memiliki tiga sampai empat cincin aromatik benzene, kecuali pada fluoroanthene yang juga berikatan dengan siklopentana Gambar 2. PAH merupakan senyawa kimia karsinogenik yang terbentuk oleh pembakaran bahan organik yang tidak sempurna pada proses antropogenik seperti pembakaran fosil dan proses alami seperti kebakaran hutan Harvey, 1998 in Orecchio et al., 2009; Pitts et al., 2000 in Itoh et al., 2008. 7 a b c Gambar 2. Struktur senyawa aromatik a Phenanthrene, b Fluoranthene dan c Benz[a]anthracene PAH secara umum dibentuk oleh berbagai macam proses, seperti biosintesis, diagenesis bahan organik yang memproduksi bahan bakar fosil dan pembakaran tidak sempurna dari bahan organik Neff, 1979. Nikolaou et al. 2009 in Nugraha 2011 membagi tiga kategori sumber PAH yaitu: 1. PAH petrogenik, yang terkait dengan petroleum minyak, termasuk minyak mentah dan produk penyulingannya. 2. PAH biogenik, yang berasal dari proses biologi atau tahap awal dari diagenesis pada sedimen laut misal: perylene. 3. PAH pyrogenik, yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil minyak dan batu bara dan material organik seperti kayu. Kadar PAH yang relatif tinggi juga pernah ditemukan oleh beberapa peneliti dalam sedimen yang lokasinya berdekatan dengan perkotaan. Menurut Connel dan Miller 1981 in Marsaoli 2004 PAH dapat berasal dari air buangan, seperti buangan rumah tangga dan industri, sampah, dan aliran buangan kota, serta dalam buangan atmosferik dari pembakaran bahan bakar fosil. Walaupun PAH bersifat toksik, keberadaan senyawa PAH di lingkungan perairan sulit untuk dideteksi Neff, 1979. 8

2.3. Sedimen

Sedimen berasal dari kerak bumi yang diangkut melalui proses hidrologi dari suatu tempat ke tempat lain, baik secara vertikal ataupun horizontal. Sedimen terdiri dari beberapa komponen yang bervariasi, tergantung dari lokasi, kedalaman, dan geologi dasar Forstner dan Witman, 1983 in Mulyawan, 2005. Sedimen di dasar laut berasal dari berbagai sumber materi Wibisono, 2005; Sanusi, 2006, yaitu: 1. Sedimen Lithogenous, berasal dari pelapukan weathering batuan dari daratan yang terbawa oleh aliran sungai fluvial transport dan angin aeolian transport yang masuk ke lingkungan laut. 2. Sedimen Hydrogenous, terbentuk akibat proses pengendapan atau mineralisasi elemen-elemen kimia yang terlarut dalam laut. 3. Sedimen Biogenous, berasal dari organisme laut yang telah mati dan terdiri dari remah-remah cangkang shell yang mengandung Ca, Mg calcareous dan Si siliceous. 4. Sedimen Cosmogenous, berasal dari luar angkasa yang ditemukan di dasar laut. Sanusi 2006 menyatakan bahwa terbentuknya senyawa kimia dalam sedimen disebabkan oleh reaksi oksidasi-reduksi dan akan mempengaruhi habitat serta kehidupan organisme bentik. Selain itu, proses-proses fisika kimia lainnya yang terjadi dalam sedimen adalah adsorpsi-desorpsi dan solidifikasi-disolusi yang akan mempengaruhi komposisi spesiasi kimia sedimen dan lapisan air di permukaan sedimen sediment-water interface melalui interaksi air sedimen. 9 Proses lain yang terjadi pada sedimen adalah diagenesis. Menurut Peters dan Moldowan 1993, diagenesis merupakan perubahan yang terjadi secara biologi, fisika dan kimia pada bahan organik dalam sedimen khususnya perubahan signifikan akibat bahang heat. Beberapa faktor yang berperan terhadap diagenesa sedimen adalah perubahan fisik lingkungan peningkatan penimbunan, suhu dan tekanan, kimiawi kandungan oksigen, mineral dan potensi redoks dan biologi aktifitas bakteri, jenis bakteri. Umumnya daerah aliran sungai DAS selalu membawa endapan lumpur akibat erosi yang terjadi secara alami dari pinggiran sungai dan hampir seluruh kandungan sedimen akan meningkat terus akibat erosi dari tanah pertanian kehutanan, konstruksi, dan pertambangan Darmono, 2001. Sedimen yang terbawa oleh sungai tentu membawa bahan organik dan anorganik yang akan mempengaruhi kondisi perairan. Bahan organik pada sedimen berasal dari biota atau tumbuhan yang membusuk lalu tenggelam ke dasar dan bercampur dengan lumpur, sedangkan bahan anorganik umumnya berasal dari pelapukan batuan. Sedimen hasil pelapukan batuan terbagi atas kerikil, pasir, lumpur, dan liat Keller dan Wibel, 1991 in Mulyawan, 2005. Sedimen muara estuari merupakan tempat mengendap dan terakumulasinya berbagai jenis bahan organik dan anorganik yang terbawa oleh aliran sungai dari daratan atau berasal dari limbah yang dihasilkan oleh beragam aktifitas manusia yang terjadi di sekitar muara. Sedimen di muara biasanya memiliki ukuran partikel yang lebih halus. Terdapat hubungan antara ukuran partikel sedimen dengan kandungan bahan organik. Kandungan bahan organik 10 pada sedimen halus lebih tinggi jika dibandingkan dengan sedimen yang kasar karena pada sedimen kasar partikel yang lebih halus tidak mengendap. Demikian pula dengan bahan pencemar, kandungan bahan pencemar yang tinggi biasanya terdapat pada partikel sedimen yang halus. Hal ini disebabkan karena adanya daya tarik elektrokimia antara partikel sedimen dengan partikel mineral Boehm, 1987 in Mulyawan, 2005. Tabel 1 merupakan klasifikasi sedimen berdasarkan ukurannya Wibisono, 2005. Tabel 1. Ukuran besar butir sedimen menurut Skala Wentworth Nama Partikel Ukuran mm Batu Stone Bongkah Boulder 256 Krakal Coble 64 - 256 Kerikil Peble 4 - 64 Butiran Granule 2 - 4 Pasir Sand Pasir sangat kasar very coarse sand 1 - 2 Pasir kasar coarse sand ½ - 1 Pasir sedang medium sand ¼ - ½ Pasir halus fine sand 18 – ¼ Pasir sangat halus very fine sand 116 – 18 Lanau Silt Lanau kasar coarse silt 132 – 116 Lanau sedang medium silt 164 – 132 Lanau halus fine silt 1128 – 164 Lanau sangat halus very fine silt 1256 – 1128 Lempung Clay Lempung kasar coarse clay 1640 – 1256 Lempung sedang medium clay 11024 – 1640 Lempung halus fine clay 12360 – 11024 Lempung sangat halus very fine clay 14096 – 12360 11

2.4. Kromatografi Gas – Spektrometri Massa GC-MS