50 Berdasarkan data iklim tersebut maka lokasi pengambilan contoh termasuk
memiliki curah hujan yang tinggi dan sering tergenang oleh air hujan. Hal ini juga terkait erat dengan kemampuan regenerasi G. versteegii. Dalam kondisi seperti ini maka benih
G. versteeigii akan mudah busuk sehingga tingkat regenerasi alaminya rendah.
2. Potensi Fungi Mikoriza Arbuskular Alami di semai G. versteegii di Hutan Alam Asai
Keberadaan Jenis FMA
Untuk mengetahui potensi FMA alami, dilakukan trapping untuk memicu sporulisasi FMA di green house menggunakan inang Pueraria javanica dan media zeolit
selama 3 bulan. Informasi potensi FMA alami diperlukan untuk pembibitan G. versteegii di greenhouse atau untuk penanaman di lapangan. Jika potensinya rendah maka perlu
dilakukan inokulasi. Hasil isolasi dari trapping menunjukkan bahwa jumlah spora FMA alami
bervariasi dari 2 hingga 5 spora 10 gram sampel tanah. Identifikasi berdasarkan karakter morfologi FMA antara lain ukuran diameter spora, warna spora, ornamenasesoris
permukaan spora, substanding hifa dan bulbous suspensor sehingga di lokasi penelitian ditemukan 7 spesies yang berasosiasi dengan semai G. versteegii, yaitu Glomus mossae,
Glomus fasciculatum, Glomus aggregatum, Glomus sp1, Glomus sp2, Glomus sp3 dan Acaulospora sp1 Tabel 3.
51 Tabel 3. Dokumentasi jenis spora FMA yang bersimbiosis dengan semai G. versteegii
dari hutan alam Asai, Manokwari, Papua Barat.
Plot Contoh
Gambar Jenis
Jumlah Spora
10 gr tanah
Deskripsi
Plot 1 Glomus mossae
1 -
Bentuk spora bulat -
Berwarna kuning kecoklatan
- Ukuran spora 50-80 µm
- Memiliki subsending
hifa -
Permukaan spora ada halus
Glomus sp1 1
- Bentuk spora lonjong
- Berwarna kuning
kecoklatan -
Ukuran spora Panjang 150 µm, lebar 60 µm
- Memiliki substending
hifa -
Halus
Plot 2 Glomus
fasciculatum 2
- Bentuk spora bulat
- Berwarna coklat
- Ukuran spora 80-100
µm -
Memiliki substending hifa
- Permukaan spora ada
halus Acaulospora sp1
2 -
Bentuk spora bulat -
Berwarna putih kekuningan
- Ukuran spora 90-150
µm -
Tidak memiliki substending hifa
- Permukaan kasar
60 µm
150 µm
80 µm
100 µm
52
Plot 3 Glomus
fasciculatum 1
- Bentuk spora bulat
- Berwarna coklat
kemerahan -
Ukuran spora 60-80 µm -
Memiliki substending hifa
- Permukaan spora ada
halus Glomus sp2.
2 -
Bentuk spora lonjong -
Berwarna coklat kemerahan
- Ukuran spora 60-100
µm -
Substending hifa : - -
Permukaan spora ada halus
Plot 4 Glomus
fasciculatum. 2
- Bentuk spora bulat
- Berwarna coklat tua
- Ukuran spora 60-80 µm
- Memiliki substending
hifa -
Permukaan spora ada halus
Glomus Agregatum 1
- Bentuk spora bulat
- Berwarna coklat
kemerahan -
Ukuran spora 40-80 µm -
Memiliki substending hifa
- Permukaan spora ada
agregat
Plot 5 Glomus sp3.
3 -
Bentuk spora bulat -
Berwarna kuning tua -
Ukuran spora 60-80 µm -
Memiliki substending hifa
- Permukaan spora halus Glomus
fasciculatum 2
- Bentuk spora bulat
- Berwarna coklat
kemerahan -
Ukuran spora 50-80 µm -
Memiliki substending hifa
- Permukaan spora ada halus
Apabila dilihat dari jumlah spora yang ditemukan di setiap plot Tabel 3 maka G. fasciculatum memiliki sebaran hidup lebih luas dibandingkan FMA jenis yang lain. Hal ini
60 µm
100 µm
100 µm
80 µm 60 µm
80 µm
50 µm
50
µm
53 dapat dilihat dari jumlah plot yang ditemukannya jenis ini. Sebaran hidup G. fasciculatum
yang lebih luas menunjukkan G. fasciculatum mampu beradaptasi dan bertahan pada berbagai kondisi habitat. Sebaran jumlah spora FMA per plot pengambilan sampel
disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Sebaran jumlah spora FMA per plot pengambilan sampel
Kolonisasi FMA alami pada semai G. versteegii
Hasil pengamatan kolonisasi FMA pada perakaran semai G. versteegii asal Asai disajikan pada Gambar 7. Dari hasil pewarnaan akar ditemukan adanya struktur kolonisasi
FMA pada akar semai G. versteegii dari hutan alam Asai. Hal ini menunjukkan bahwa secara alami FMA telah bersimbiosis dengan G. versteegii. Perhitungan persentase
kolonisasi menunjukkan bahwa simbiosis FMA dengan G. versteegii bervariasi dari 30 hingga 80 dengan rata-rata persentase kolonisasi perakaran 62 Lampiran 1. Dengan
demikian berdasarkan klasifikasi O’ Connor et al., 2001 simbiosis alami antara FMA dengan G. versteegii di hutan alam Asai termasuk kategori tinggi.
Simbiosis antara FMA dan suatu tanaman inang umumnya ditandai dengan adanya struktur kolonisasi oleh hifa, vesikula, arbuskular dan spora intra radikula atau salah satu
diantaranya. Simbiosis yang terbentuk antara FMA dengan G. versteegii melalui kolonisasi perakaran dapat dilihat pada Gambar 7.
54 Kolonisasi FMA pada G. versteegii diawali dengan hifa eksternal masuk ke akar G.
versteegii Gambar 7a melalui entry point kemudian hifa berkembang di dalam akar membentuk jaringan hifa intra radikula Gambar 7b. Di dalam akar hifa tersebut
membentuk vesikula yang berisi cadangan makanan Gambar 7c. Di dalam organ akar selain selain ditemukan vesikula juga ditemukan spora intra radikula Gambar 7d.
Dalam simbiosis ini tidak ditemukan adanya struktur arbuskula. Diduga tidak terdapatnya arbuskula pada kolonisasi ini karena arbuskula belum terbentuk atau
kemungkinan telah terbentuk tetapi arbuskula tersebut telah rusak dan menghilang pada jangka waktu tertentu. Spora intra radikula diduga berasal dari Glomus agregatum atau
Glomus fasciculatum. Hal ini sesuai pernyataan Kamadibrata, 1993 yang mengatakan bahwa endomikoriza yang dapat membentuk spora dalam akar inang adalah Glomus
agregatum dan Glomus fasciculatum.
Hifa Ekstra radikula Entry Point
Hifa Intra radikula
Vesikel Spora intra radikula
Gambar 7. Struktur kolonisasi FMA dengan akar semai G. versteegii
a
c b
d Hifa ekstra radikula
55
3. Aplikasi FMA pada plantling gaharu G. versteegii