Arus Penerimaan Inflow Kelayakan Finansial Usaha Ternak Sapi Perah
Dwi Rachmina dan Feryanto di Jawa Timur Studi Kasus Peternakan Sapi Perah di Kecamatan Pujon,
Malang-Jawa Timur
Prosiding Seminar Penelitian Unggulan Departemen Agribisnis 2012 51
penerimaan produk sampingan, serta memperhitungkan nilai pinjaman untuk investasi sebesar 75 juta rupiah. Sedangkan nilai penerimaan tahun ke 2-15 setiap tahunnya
sama dengan penerimaan pada skenario II. Peneriman pada skenario III, dengan kepemilikan sapi laktasi sebanyak 6 enam ekor memberikan pemasukan yang lebih
besar dari skala yang hanya 3 tiga ekor sapi. Penerimaan petani yang hanya memperhitungkan dari produk utama susu, kotoran sapi dan bekas kantung pakan
yang dijual kembali adalah sebesar 32,7 juta rupiah 80 persen produksi. Sedangkan penerimaan tahun ke 2-15 sebanyak 58,7 juta rupiah, dimana di akhir tahun nilainya
sebesar 126,6 juta rupiah. Nilai akhir tahun lebih besar karena memperhitungkan nilai sisa sebesar 67,8 juta rupiah. Pada skenario III, penerimaan berbeda dengan skenario I
dan II disebabkan jumlah produk sampingan yang dijual terdiri dari pedet jantan 2 ekor dan dara betina 2 ekor.
4.2.2.
Arus Pengeluaran Outflow
Arus pengeluaran merupakan bagian dari cashflow yang memberikan informasi mengenai segala biaya yang dikeluarkan dalam menjalankan suatu usaha. Outflow
pada usaha ternak sapi perah rakyat ini terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya operasional terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap.
Biaya Investasi
Biaya investasi pada usahaternak yang dikeluarkan oleh peternak diantaranya pembelian lahan, pembangunan kandang, pembelian ternak, dan pembelian peralatan
untuk mendukung usaha ternak. Skenario I dan II memiliki nilai investasi yang sama. Total investasi menjadi dasar penentuan seberapa besar kredit atau pinjaman yang
akan diajukan ke bank untuk mendanai investasi usaha ternak iniyang akan digunakan pada skenario I, II dan III. Nilai investasi terbesar untuk jenis investasi pembelian
sapi perah yakni sebesar 33 juta rupiah per ekor atau sekitar 43,63 persen dari total nilai investasi. Nilai investasi terbesar kedua yaitu investasi bangunan kandang sapi
sebesar 20 juta rupiah Transportasi yang biasanya diperlukan peternak yaitu transportasi mengantarkan susu ke koperasi, membeli pakan ataupun mencari pakan
hijauan. Total biaya investasi yang dikeluarkan oleh peternak dengan menggunakan tahun dasar tahun 2012 yaitu rata-rata sebesar 75,6 juta rupiah. Berdasarkan nilai
investasi tersebut, maka besar pinjaman pada skenario II ditetapkan sebesar 75 juta rupiah.
Umur investasi yang digunakan adalah umur ekonomis. Umur ekonomis bangunan kandang diperkirakan 15 tahun den merupakan umur usaha ternak sapi
perah. Komponen investasi mempunyai umur pakai lebih dari satu tahun dengan demikian perlu dilakukan perhitungan penyusutan sebagai biaya pembebanan atas
pemakaian investasi. Dengan diketahuinya nilai penyusutas investasi maka pada akhir tahun usaha tahun ke-15 dapat diketahui nilai sisa investasi. Nilai penyusutan per
tahun yaitu sekitar 4,7 juta rupiah.
Pada skenario III, karena kepmilikan sapi perah lebih banyak yakni 6 ekor. Memberikan implikasi terhadap ukuran lahan, kandang dan peralatan. Jumlah biaya
di Jawa Timur Studi Kasus Peternakan Sapi Perah di Kecamatan Pujon, Dwi Rachmina dan Feryanto
Malang-Jawa Timur
52 Prosiding Seminar Penelitian Unggulan Departemen Agribisnis 2012
investasi yang dibutuhkan dengan kepemilikan 6 ekor sapi adalah sebesar 137,2 juta rupiah. Nilai terbesar dari investasi adalah pembelian sapi laktasi satu tahun dengan
nilai 66 juta rupiah 48 persen dari biaya investasi, lahan senilai 27,7 juta 20 persen dan kandang 25 juta 18 persen.
Biaya Operasional
Biaya operasional merupakan biaya keseluruhan yang berhubungan dengan kegiatan operasional usaha ternak sapi perah rakyat dengan skala kepemilikan 3 tiga
dan 6 enam ekor sapi laktasi. Biaya operasional terbagi menjadi biaya variabel, biaya tetap, dan biaya lainnya.
Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang nilainya tergantung pada jumlah produk yang dihasilkan, sehingga biaya variabel bisa berubah-ubah. Namun pada analisis usaha
ternak sapi perah ini diasumsikan harga konstan dengan kebutuhan yang sama sehingga dari tahun pertama hingga tahun ke-15 memiliki nilai yang sama.
Perhitungan biaya variabel untuk ketiga skenario tidak memiliki perbedaan.
Komponen biaya variabel meliputi biaya pakan hijauan, biaya pakan konsentrat, pakan tambahan gamblo, obat-obatan, dan inseminasi buatan. Biaya pakan
dalam usaha ternak ini merupakan komponen biaya terbesar, meliputi biaya pakan hijauan, konsentrat, dan gamblong atau ampas. Berdasarkan penelitian-penelitian
sebelumnya menyebutkan bahwa rata-rata proporsi pengeluaran pembelian pakan dari total biaya adalah sebesar 60-70 persen Feryanto, 2010. Total biaya variabel usaha
ternak rakyat dengan kepemilikan sapi sebanyak tiga ekor pada skenario I dan II yaitu 13,2 juta rupiah per tahun. Sementara total biaya pakan sebesar 12,7 juta rupiah atau
sekitar 96,6 persen dari total biaya variabel. Pada Skenario III, jumlah biaya variabel setiap tahun yang dikeluarkan untuk kepemilikan 6 enam ekor sapi adalah sebesar
24,1 juta rupiah dengan proporsi tertinggi adalah untuk pakan, baik konsentrat, hijauan ataupun pelengkap. Konsentrat adalah pakan buatan pabrik yang sebagian
bahan bakunya diimpor. Tingginya proporsi biaya pakan sangat memberatkan peternak, terutama jika terjadi kenaikan harga pakan, karena akan meningkatkan biaya
produksi. Sampai saat ini, para peternak belum mampu memanfaatkan pakan buatan sendiri sebagai pakan alternatif yang biayanya lebih murah sehingga dapat
menurunkan biaya produksi. Biaya Tetap
Biaya tetap pada umumnya terdiri dari biaya listrik, air, telephonepulsa handphone
, tenaga kerja, dan pajak atau iuran. Pada usaha ternak sapi perah , biaya tetap yang diperhitungkan adalah biaya tenaga kerja, biaya air, biaya listrik,
telephonepulsa handphone, bahan bakar untuk motor bensin, iuran ke koperasi, perbaikanperawatan kandang, dan pajak bumi dan bangunan PBB.
Total biaya tetap yang dikeluarkan untuk usahaternak sapi perah pada skenario I dan II adalah sebesar 5,7 juta rupiah per tahun untuk pemeliharan tiga ekor sapi.
Komponen biaya tetap terbesar adalah biaya tenaga kerja, yakni sebesar 3,6 juta
Dwi Rachmina dan Feryanto di Jawa Timur Studi Kasus Peternakan Sapi Perah di Kecamatan Pujon,
Malang-Jawa Timur
Prosiding Seminar Penelitian Unggulan Departemen Agribisnis 2012 53
rupiah per tahun 63 persen dari total biaya. Tenaga kerja yang dimaksud disini adalah tenaga kerja yang mengerjakan pekerjaan untuk mencari pakan hijauan
rumput, memerah susu, dan membersihkan kandang sapi. Setiap bulan biaya yang dikeluarkan oleh peternak sebesar 300 ribu rupiah dengan tingkat upah yang
digunakan adalah Rp. 30.000hari. Dengan demikian rata-rata tenaga kerja dari luar rumah tangga yang digunakan adalah sebanyak 10 hari kerja. Sedangkan pada
skenario III jumlah biaya tetap yang dikeluarkan oleh peternak adalah sebesar 9,9 juta rupiah. Nilai yang relative besar implikasi dari penggunaan tenaga kerja sebanyak dua
orang selama 10 hari kerja, penggunaan air, dan listrik yang lebih banyak. Biaya lain
Konsekuensi yang timbul ketika peternak melakukan pinjaman dana ke bank, seperti pada skenario II, adalah pembayaran pokok dan bunga pinjaman ke bank.
Pinjaman sebesar 75 juta rupiah dengan waktu pembayaran selama 10 tahun dan tingkat bunga pinjaman 10 persen per tahun. Tingkat bunga 10 persen mengacu pada
tingkat bunga Kredit Peternak Sapi KPS. Nilai bunga dan pokok pinjaman yang harus dibayar oleh peternak adalah sebesar 12,206 juta rupiah per tahun selama 10
tahun. Sehingga perhitungan cashflow pada skenario kedua akan memasukkan nilai pembayaran bunga dan pokok pinjaman tersebut.
Penilaian Kelayakan Finansial
Kriteria kelayakan investasi menggunakan nilai present value PV yang telah di discount dari arus penerimaan dan biaya selama umur suatu proyek Kadariah et al.,
1999. Sedangkan, Harga yang digunakan untuk menghitung penerimaan dan pengeluaran adalah harga yang berlaku pada bulan September 2012 di lokasi
penelitian, dengan menggunakan asumsi harga konstan fixed prices. Proyeksi penerimaan dan pengeluaran pada cashflow dibuat dengan mengkalikan tingkat
diskonto sebesar 6,75 persen dan 10 persen untuk pinjaman. Hasil kelayakan investasi usaha ternak sapi perah dengan skala kepemilikan tiga dan enam ekor sapi laktasi di
Kecamatan Pujon Kabupaten Malang, dapat dilihat secara rinci pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Analisis Kelayakan Finansial Usaha Ternak Sapi Perah Rakyat di Kecamatan Pujon Untuk Skenario I, II, dan III
No Kriteria Kelayakan
Skenario I DF = 6,75
Skenario II DF = 6,75
Skenario III DF=10
1 Net Present Value
NPV Rp 16.505.885,08
-7.439.974,06 96.290.311,42
2 Net Benefit Per Cost
Net BC 1,23
0,74 1,74
3 Internal Rate of Return
IRR 9,9
6,8 16,28
4 Payback Periode
PBP Tahun 14 tahun 4 bulan
15 tahun 10 tahun 1 bulan
Keterangan : -
Skenario I dan II kepemilikan sapi sebanyak tiga ekor -
Skenario III kepemilikan sapi sebanyak enam ekor
Pada Tabel 3 terlihat bahwa hanya Skenario I dan III yang menunjukkan hasil bahwa usaha ternak sapi perah rakyat di Kecamatan Pujon layak untuk diusahakan.
Sementara Skenario II menunjukkan hasil yang tidak layak diusahakan. Hal ini mencerminkan usaha ternak sapi perah rakyat juga belum feasible untuk mendapat
di Jawa Timur Studi Kasus Peternakan Sapi Perah di Kecamatan Pujon, Dwi Rachmina dan Feryanto
Malang-Jawa Timur
54 Prosiding Seminar Penelitian Unggulan Departemen Agribisnis 2012
pembiayaan dari sumber eksternal atau pinjaman. Kondisi ini sangat erat kaitannya dengan dua hal, yaitu 1 sisi produksi yang masih terhambat oleh rendahnya
produktivitas dan harga susu segar, dan 2 pada sisi biaya yang masih terkendala oleh tingginya biaya pakan. Produk sampingan masih berperan dalam menutup sebagian
dari pengeluaran atau biaya usaha dan belum dapat berperan sebagai tambahan keuntungan.
Hasil skenario I menunjukkan hasil analisis kelayakan yang dilakukan pada usaha ternak sapi perah dengan skala kepemilikan 3 tiga ekor sapi di Kecamatan
Pujon, Malang dengan tingkat diskonto 6,75 persen memiliki nilai NPV positif sebesar Rp. 16.505.885,08. Nilai NPV positif mengidikasikan bahwa usaha ternak
sapi perah rakyat di Kecamatan Pujon layak diusahakan. Namun perlu dicermati bahwa keuntungan usaha ternak tersebut hanya sebesar 16,5 juta rupiah selama 15
tahun atau 1,1 juta rupiah per tahun atau 91,7 ribu rupiah per bulan. Hal ini menunjukkan sangat rendahnya keuntungan yang dapat dihasilkan dari usaha ternak
sapi perah rakyat walaupun sudah memperhitungkan seluruh produk yang dihasilkan. Keuntungan tersebut sudah dapat dipastikan tidak akan cukup untuk memenuhi
kebutuhan keluarga peternak yang rata-rata memiliki tiga orang tanggungan. Kalau pemenuhan kebutuhan keluarga saja tidak tercukupi, maka sulit bagi peternak untuk
mengalokasikan bagian dari keuntungan untuk mengembangkan usaha ternak secara mandiri. Nilai Net BC yang diperoleh adalah sebesar 1,23 artinya biaya yang
dikeluarkan oleh peternak lebih kecil dari manfaat yang diperoleh, atau dengan kata lain dari setiap satu rupiah yang dikeluarkan dalam usaha ternak sapi perah rakyat ini
akan memberikan imbalan atau penerimaan sebasar 1,23 rupiah. Karena nilai Net BC lebih besar dari satu Net BC1, maka usaha ini layak untuk dilaksanakan.
Kriteria berikutnya yaitu IRR sebesar 9,9 persen, dimana nilai ini lebih besar dari tingkat diskonto discount rate sebesar 6,75 persen. Nilai 9,9 persen
menunjukkan bahwa nilai tingkat pengembalian usaha ternak IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang disyaratkan, sehingga usaha ini layak dijalankan. Namun,
selisih yang sangat kecil antara IRR dan tingkat diskonto yakni sebesar 3,15 persen, kurang menarik bagi investor atau pemilik modal. Apalagi jika mempetimbangkan
risiko usaha ternak, maka investor akan lebih memilih untuk menginvestasikan dananya dalam bentuk tabungan atau deposito di bank, dengan risiko yang lebih kecil.
Payback Period yang diperoleh pada Skenario I sebesar 14 tahun 4 bulan, yang
berarti usaha ternak sapi perah dengan skala kepemilikan 3 ekor sapi perah memiliki waktu pengembalian modal selama 14 tahun empat bulan. Hal ini menunjukkan
bahwa kemampuan pengembalian modal atau investasi pada usaha ternak sapi perah tersebut sangat lambat dan hampir mendekati akhir umur usaha ternak yaitu tahun ke-
15.
Skenario II, asumsi yang digunakan jika menggunakan sumber dana pinjaman. Hasil perhitungan menunjukkan, nilai NPV = - Rp. 7.439.974,06., NPV0, Net BC
= 0,74 Net BC1, IRR = 6,8 persen IRRDR, 10 persen, dan PBP 15 tahun.
Dwi Rachmina dan Feryanto di Jawa Timur Studi Kasus Peternakan Sapi Perah di Kecamatan Pujon,
Malang-Jawa Timur
Prosiding Seminar Penelitian Unggulan Departemen Agribisnis 2012 55
Ketidaklayakan disebabkan bahwa peternak memiliki beban bunga dan pokok pinjaman selama 10 tahun sebesar 12,3 juta rupiah per tahun atas pinjaman sebesar 75
juta rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan keterbatasan modal yang selama ini dihadapi oleh peternak tidak dapat diselesaikan hanya dengan memberikan
fasilitasi pinjaman tanpa perbaikan pada sisi produksi dan pembenahan pada sisi pemasaran dan input. Pemberian pinjaman dengan bunga 10 persen ternyata justru
membuat usaha ternak sapi perah rakyat mengalami kerugian.
Selain skenario I, pengusahaan ternak dengan skala kepemilikan sebanyak enam ekor skenario III, ternyata lebih layak untuk dijalankan hal ini dapat dilihat
bahwa keuntungan bersih selama umur proyek atau nilai NPV yang diperoleh sebesar 96,3 juta rupiah. Artinya, bahwa setiap tahun usahaternak ini akan memberikan
keuntungan bersih sebesar 6,4 juta rupiah atau 535 ribu rupiah setiap bulannya lebih besar daripada skenario I yang hanya 91,7 ribu rupiah per bulan. Nilai Net BC yang
dipeorleh sebesar 1,74 Net BC1 ini memiliki arti bahwa setiap satu rupiah yang dikeluarkan, akan memberikan manfaat bersih terhadap usahaternak ini sebesar Rp
1,74 lebih besar dari skenario I yang hanya 1,23. Tingkat pengembalian internal yang ditunjukkan oleh nilai IRR juga memenuhi kelayakan suatu usaha, karena IRR
yang diperoleh sebesar 16,28 persen, sedangkan waktu pengembalian modal pada usaha ini selama 10 tahun 1 bulan lebih singkat bila dibandingkan dengan skenario
satu yang lebih dari 14 tahun.
Berdasarkan seluruh kriteria kelayakan usaha, menunjukkan bahwa usaha ternak pada skenario I kurang menguntungkan atau kurang efisien untuk dijalankan,
karena memberikan keuntunagn bisnis yang sangat renda. Bahkan skenario II, dengan kepemilikan sapi perah hanya 3 ekor tidak layak untuk dijalankan. Penyebab tidak
layaknya usaha ternak ini perlu diperhatikan oleh pemerintah. Beberapa diantaranya adalah perlu untuk meningkatkan kepemilikan jumlah sapi perah. Hal ini sesuai
dengan skenario III yang dilakukan, bahwa pengusahaan sapi perah dengan kepemilikan sapi laktasi sebanyak enam ekor lebih menguntungkan bila dibandingkan
kepemilikan sapi perah dibawah skala itu. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki skala kepemilikan sapi perah rakyat adalah memfasilitasi peternak dan
koperasi melalui badan litbang dan perguruan tinggi untuk menghasilkan indukan sapi yang unggul. Serta perlu memperkuat perekonomian peternak dengan pemberdayaan
peternak oleh koperasi dengan berbagai program untuk memberikan nilai tambah pada produk yang dihasilkan dan juga kualitas susu yang dihasilkan. Karena jika
perekonomian keluarga peternak tidak diperkuat, maka usaha ini sangat rentan akan mengalami kebangkrutan. Hal ini disebabkan, peternak memandang ternaknya sebagai
tabungan, yang sewaktu-waktu dapat diambil dengan menjualnya terlebih dahulu. Namun, jika adanya pendampingan dan pemberdayaan peternak untuk menghasilkan
susu yang berkualitas atau adanya produk turunan yang dihasilkan, tentunya keterikatan peternak akan ternaknya menjadi lebih tinggi.
di Jawa Timur Studi Kasus Peternakan Sapi Perah di Kecamatan Pujon, Dwi Rachmina dan Feryanto
Malang-Jawa Timur
56 Prosiding Seminar Penelitian Unggulan Departemen Agribisnis 2012