Kajian pertumbuhan dan produksi nenas pada lahan gambut dan lahan aluvial di Kalimantan Barat

KAJIAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI NENAS
PADA LAHAN GAMBUT DAN LAHAN ALUVIAL
DI KALIMANTAN BARAT

ENDANG GUNAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Pertumbuhan dan
Produksi Nenas di Lahan Gambut dan Lahan Aluvial di Kalimantan Barat adalah
karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2007


Endang Gunawan
NIM A.351050071

RINGKASAN
ENDANG GUNAWAN, 2007, Kajian Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Nenas pada Lahan Gambut dan Lahan Aluvial di Kalimantan Barat. Dibimbing
oleh WINARSO DRAJAD WIDODO dan M. RAHMAD SUHARTANTO.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi
tanaman nenas yang dikembangkan pada lahan gambut dan lahan aluvial serta
praktek budidayanya. Selain itu data ekologis yang mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan tanaman nenas pada lahan gambut dan lahan alluvial di
Kalimantan Barat juga dipelajari dalam penelitian ini. Penelitian dilakukan pada
dua lokasi penanaman nenas yaitu pada lahan gambut di Desa Galang Kabupaten
Pontianak dan pada lahan aluvial di Desa Sungai Pangkalan Kabupaten
Bengkayang. Penelitian dilakukan selama 1 tahun dimulai pada bulan Mei 2006
dan berakhir pada bulan April 2007.
Pengamatan pada tanaman nenas dilakukan selama penelitian, sedangkan
pengambilan data pertumbuhan dan produksi dilakukan dalam lima tahapan.
Tanaman yang diamati dibagi dalam lima kriteria umur untuk pengamatan

pertumbuhan dan produktifitas tanaman, masing-masing dengan 10 ulangan.
Pemilihan tanaman sampel ditentukan berdasarkan purposive sampling yang
berdasarkan luasan dari lahan yang diamati.
Kedua lokasi pengamatan memiliki pola curah hujan yang berbeda. Lahan
gambut memiliki pola curah hujan yang hampir merata sepanjang tahun,
sedangkan lahan aluvial memiliki pola yang tidak merata. Tetapi dari data curah
hujan selama sepuluh tahun terakhir, kedua lokasi memiliki kecenderungan yang
hampir sama, dimana pada bulan-bulan Juli hingga September curah hujan paling
sedikit.
Grafik pertumbuhan tanaman memperlihatkan tanaman nenas yang tumbuh
di lahan gambut dan lahan aluvial sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air pada
lahan. Demikian pula halnya dengan kualitas buah yang diambil pada musim
kemarau dan musim hujan. Perbedaan percepatan pertumbuhan dan kualitas buah
nenas di dua lokasi juga disebabkan oleh kandungan unsur hara dan pemeliharaan
kebun di lahan gambut lebih baik daripada di lahan aluvial. Perawatan kebun yang
baik seperti pembersihan saluran dan mengurangi jumlah anakan akan
menghasilkan buah nenas yang lebih besar dan manis.

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007
Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa sewizin IPB

KAJIAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI NENAS
PADA LAHAN GAMBUT DAN LAHAN ALUVIAL
DI KALIMANTAN BARAT

Endang Gunawan

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Agronomi


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

Judul Tesis

: Kajian Pertumbuhan dan Produksi Nenas pada Lahan
Gambut dan Lahan Aluvial di Kalimantan Barat.
: Endang Gunawan
: A 351050071

Nama
NIM

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Winarso Drajad Widodo, MS.


Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, MSi.

Ketua

Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi

Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS.

Tanggal Ujian : 23 Agustus 2007

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.

Tanggal Lulus :


PRAKATA

Segala puji dan rasa syukur yang tak terkira penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT karena atas segala karunia-Nya maka penelitian dan penulisan Tesis
ini dapat diselesaikan dengan baik. Tesis yang berjudul Kajian Pertumbuhan dan
Produksi Nenas pada Lahan Gambut dan Lahan Aluvial di Kalimantan Barat ini
diharapkan akan memberikan manfaat untuk megetahui pengaruh lingkungan
yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman nenas baik pada lahan gambut
maupun lahan aluvial. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih
kepada :
1. Dr. Ir. Winarso Drajad Widodo, MS. dan Dr. Ir. Muhammad Rahmad
Suhartanto, MSi. selaku komisi pembimbing, serta Dr. Ir. Sobir, MSi selaku
penguji luar komisi atas segala bimbingan, saran, wawasan dan koreksi yang
sangat penting bagi penulis selama melaksanakan penelitian maupun
penulisan karya ilmiah ini.
2. Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, yang telah menerima
penulis sebagai salah satu Mahasiswa Pascasarjana pada Proram Studi
Agronomi IPB.
3. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS. selaku ketua Program Studi Agronomi Sekolah

Pascasarjana IPB yang telah banyak memberikan saran dan arahan dari mulai
penulis diterima sebagai Mahasiswa sampai menyelesaikan studi.
4. Pemda Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat, yang telah memberikan
dana bagi penulis untuk melaksanakan Tugas Belajar di Sekolah Pascasarjana
IPB.
5. Staf dosen dan peneliti di Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) yang
telah membantu fasilitas laboratorium dan memberikan saran serta masukan
guna memperlancar penelitian dan penulisan Tesis ini.
6. Istri tercinta Atik Rusmiati, yang telah banyak memberikan dukungan dan
menjaga harta dan anak-anak yang penulis tinggalkan selama kuliah. Anakanak tersayang, Muhammad Fikri Mustaqim dan Adinda Aprilia Nur
Karimah, yang merupakan sumber inspirasi dan semangat

7. Kedua orang tua, bapak Moenadir Toha (almarhum), mamak Zannaisi, yang
telah mewariskan semangat dan sikap yang baik, serta seluruh keluarga yang
telah memberikan do’a dan restu.
8. Bapak dan Ibu Mertua, bapak Suardi dan mamak Suhaibah atas do’a dan restu
serta ikut menjaga cucu yang penulis tinggalkan selama kuliah.
9. Rekan-rekan sesama Mahasiswa Pascasarjana Agronomi yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk berdiskusi dan memberikan masukan.
10. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan selama

pendidikan hingga selesainya Tesis ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya
dan pemerintah daerah Kalimantan Barat serta pihak lain yang berkepentingan.
Semoga Allah SWT memberkati kita semua.

Bogor, Agustus 2007

Endang Gunawan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Singkawang pada tanggal 14 Agustus 1968, dari
ayah Moenadir Toha (almarhum) dan ibu Zannaisi. Penulis merupakan putra
kelima dari tujuh bersaudara.
Tahun 1987 setelah tamat dari SMAN 3 Pontianak, penulis melanjutkan
pendidikan S1 di Universitas Tanjungpura Pontianak dan meraih gelar sarjana
jurusan Agronomi pada tahun 1993. Sejak tahun 1993 hingga saat ini penulis
bekerja pada Dinas Pertanian Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat.
Pada tahun 2005 penulis ditugaskan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Sintang untuk melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Agronomi Sekolah

Pascasarjana IPB.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL…………………………………………………………...

iv

DAFTAR GAMBAR

v

……………………………………………………

DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

……………………………………………….
…………………………………………………….


TINJAUAN PUSTAKA

vi
1

………………………………………………

3

Tanaman Nenas

…………………………………………………

3

Tanah Gambut

………………………………………………….

5


Tanah Mineral

………………………………………………….

7

Pengaruh Iklim Terhadap Tanaman
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat

9

………………………………………………

12

……………………………………………….

12

…………………………………………………

12

………………………………………………………..

12

Bahan dan Alat
Metode

…………………………….

HASIL DAN PEMBAHASAN

………………………………………….

Keadaan Lingkungan pada Lokasi Pengamatan
Kajian Budidaya Tanaman Nenas

…………………

21
21

……………………………..

30

…………………………………

36

Input Budidaya pada Lahan Gambut ………....................................

45

Kualitas Tanaman dan Buah

SIMPULAN

………………………………………...............................

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

50

…………………………………………………

51

…………………………………………………………….

54

DAFTAR TABEL

Halaman
1

2

3

4

Kriteria penilaian tingkat kesuburan tanah gambut menurut
Wiradinata dan Hardjowigeno (1979) ……………………………….

7

Kandungan unsur hara makro dan mikro gambut dan aluvial
pada lokasi pengamatan di Kalimantan Barat ……………………….

29

Penggolongan jarak tanam nenas pada lahan gambut dan
alluvial …………………………………………………………….

32

Hasil analisis sampel buah nenas yang berasal dari lahan
gambut dan alluvial dibandingkan dengan
nenas queen Bogor
………………………………………………..

42

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Bagan aliran pengamatan ..................................................................... 20

2

Peta lokasi pengamatan nenas di Kalimantan Barat .......................... 21

3

Pola penyebaran curah hujan pada dua lokasi selama
1 tahun pengamatan (Mei 2006 – April 2007) ………………………. 23

4

Pola curah hujan tahunan selama sepuluh tahun terakhir
pada dua lokasi pengamatan ……………………………………… .. 24

5

Keadaan suhu maksimum dan minimum di lokasi
pengamatan
................ ……………………………………….. 26

6

Keadaan kelembaban udara di lokasi pengamatan tanaman
nenas ……………………………………………………………….. 27

7

Bibit nenas yang ditanam pada lahan gambut dan alluvial

…………

30

8

Saluran draenase dan jarak tanam nenas pada lahan gambut
dan alluvial ………………………………………………………….

31

9

Kondisi kebun nenas pada lahan alluvial dan gambut

…………….

34

10

Kondisi tanaman yang kekurangan air (kemarau)

………………….

35

11

Buah nenas yang telah matang dan buah hasil panen

12

Perkembangan pertumbuhan tanaman nenas pada lahan
gambut dan alluvial ………………………………………………… 38

13

Kandungan unsure N, P dan K pada jaringan daun tanaman
nenas ………………………………………………………………..

40

Sampel buah nenas queen yang berasal dari lahan aluvial
dan lahan gambut di Kal;imantan Barat ……………………………

41

Ukuran buah nenas dari lahan gambut dan aluvial
Pada musim kemarau dan musim penghujan
………………….....

43

Kualitas buah nenas dari lahan gambut dan aluvial pada
Musim kemarau dan musim penghujan
.....................................

44

Hasil uji organoleptik pada buah nenas

45

14

15

16

17

……………..

……………………………

36

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1

Jadwal Pelaksanaan Penelitian

2

Data Klimatologi pada Lahan Gambut dan Lahan Aluvial
Selama pengamatan (Mei 2006 – April 2007)
……………………..

55

Curah Hujan Rata-rata Selama Sepuluh Tahun (1997-2006)
Stasiun Terdekat (Stasiun Klimatologi Semelagi)
Dengan Lahan Aluvial
…………………………………………..

56

Curah Hujan Rata-rata Selama Sepuluh Tahun (1997-2006)
Stasiun Terdekat (Stasiun Klimatologi Anjungan)
dengan Lahan Gambut
……………………………………………

57

Pengamatan Pertumbuhan Tanaman Nenas pada
Lahan Gambut dan Lahan Aluvial ..................................................

58

Standar Penilaian Sifat Umum Tanah Secara Empiris
Dari Laboratorium Departemen Ilmu Tanah
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor .....................................

59

3.

4

5

6

........................ ……………………..

54

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Sobir, Msi.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman Nenas merupakan salah satu komoditas hortikultura penting yang
terus dikembangkan di Indonesia. Pada tahun 2005 produksi nenas Indonesia
mencapai 673,07 ribu ton dengan produktivitas rata-rata 8,4 ton per hektar.,
Produktivitas tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil rata-rata
produksi per hektar yang dicapai oleh Malaysia sebesar 32 ton per hektar,
Thailand sebesar 22,23 ton per hektar dan Philipina sebesar 36,33 ton per hektar
(FAO 2007). Sejak pertama kali ditemukan oleh Columbus tanaman ini
berkembang sangat cepat, tersebar ke seluruh dunia, terutama di daerah tropis.
Buah nenas dapat dikonsumsi oleh masyarakat dengan cara dimakan langsung
atau melalui proses lebih dahulu dengan cara dimasak atau dikalengkan. Alasan
masyarakat menyukai buah nenas disamping untuk diet juga sebagai pemenuhan
kebutuhan vitamin dan mineral bagi tubuh.
Mulyohardjo (1984) menyebutkan adanya beberapa tipe nenas yang
mempunyai nilai komersial yang tinggi, seperti : Spanish (berdaging putih),
Queen (berdaging kuning) dan Cayenne (berdaging putih kekuningan). Nenas
yang di kenal di Indonesia juga termasuk kedalam ketiga varietas tersebut, tetapi
kebanyakan nenas dikenal atau disebut berdasarkan tempat tumbuhnya, seperti:
Nenas Subang adalah nenas Cayenne yang tumbuh baik di daerah Subang, dan
Nenas Bogor termasuk varietas queen yang tumbuh baik di daerah Bogor.
Di daerah Kalimantan Barat tanaman nenas ditanam pada lahan gambut dan
lahan mineral. Tipe nenas yang dibudidayakan kebanyakan nenas Queen, yang
ditanam secara monokultur atau bercampur dengan nenas tipe lain seperti nenas
Spanish. Proporsi luasan pertanaman nenas di Kalimantan Barat terbesar di
Kabupaten Pontianak sebesar 65,66% dan sisanya tersebar di Kabupaten lainnya.
Produksi nenas pada tahun 2003 mencapai 13.540 ton dengan lahan seluas 375 Ha
(BPS Kalbar 2004). Pada lahan gambut tanaman nenas ditanam di dataran rendah
yaitu pada ketinggian 1 m sampai 2 m dpl, demikian juga dengan tanah Aluvial.

2

Sedangkan pada tanah PMK pada ketinggian 100 m sampai 200 m dpl. (Dinas
Pertanian Kalimantan Barat, 2003).
Penelitian dan ketersediaan data tentang hubungan karakteristik wilayah,
sifat tanah, musim panen dan kualitas buah nenas disetiap sentra produksi masih
terbatas, sehingga informasi mengenai pertumbuhan dan kualitas buah nenas
masih sedikit. Informasi ini sangat penting bagi pengembangan produksi nenas
secara komersial. Penelitian untuk mengetahui hubungan antara karakteristik
tanah, agroklimat dan budidaya tanaman dengan pola panen dan kualitas buah
penting dilakukan sehingga diperoleh informasi yang berguna bagi pengembangan
nenas di Indonesia,

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pertumbuhan,

produksi dan

budidaya tanaman nenas pada lahan gambut dan lahan aluvial. Selain itu data
ekologis yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman nenas
pada lahan gambut dan lahan aluvial di Kalimantan Barat juga dipelajari dalam
penelitian ini.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi penting tentang pengaruh
lingkungan tumbuh lahan gambut dan lahan aluvial bagi produktifitas dan kualitas
nenas. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pembuatan Standar
Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Tanaman Nenas di Lahan Gambut.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Nenas
Tanaman nenas (Ananas Comosus famili Bromeliaceae) adalah tanaman
buah-buahan tropika beriklim basah yang bersifat merumpun, sehingga walaupun
tanaman nenas sebenarnya adalah monocarpic dapat berbuah beberapa kali. Hal
itu disebabkan tunas akar dan tunas batang mampu berbuah pula (Sunarjono
1987). Bagian tanaman nenas meliputi akar, batang, daun, tangkai buah, buah,
mahkota dan anakan (tunas tangkai buah (slip), tunas yang muncul di ketiak daun
(shoots), tunas yang muncul dari batang di bawah permukaan tanah (suckers)
(Collins 1960). Bagian tanaman nenas yang dapat dimanfaatkan untuk
perbanyakan yaitu mahkota, shoots, suckers dan slips.
Nenas terdiri dari banyak kultivar, terbagi dalam empat kelompok yaitu
Cayenne, Queen, Spanish dan Abacaxi (Samson 1980). Berdasarkan karakteristik
tanaman dan buah nenas dapat dikelompokkan dalam lima kelompok yang
berbeda yaitu Cayenne, Queen, Spanish, Abacaxi dan Maipure. Pengelompokan
tersebut biasanya dalam ukuran tanaman dan ukuran buah, warna dan rasa daging
buah, serta pinggiran daun yang rata dan berduri (Nakasone dan Paull 1999).
Menurut Verheij dan Coronel (1997), tanaman nenas berupa tanaman herba
tahunan atau dua tahunan, tinggi 50 - 100 cm. Daunnya berbentuk pedang,
panjangnya dapat mencapai 1 m atau lebih, lebarnya 5 – 8 cm, pinggirannya
berduri atau hampir rata, berujung lancip, bagian atas daun berdaging, berserat,
beralur, tersusun dalam spiral yang tertutup, bagian pangkalnya memeluk poros
utama. Buahnya berbentuk silender dengan panjang ± 20 cm, diameter ± 14 cm,
bobot 1 – 2,5 kg, dan dihiasi oleh suatu roset daun-daun yang pendek, tersusun
spiral, yang disebut mahkota. Daging buahnya kuning pucat sampai kuning
keemasan.
Tanaman nenas dapat tumbuh di sekitar daerah khatulistiwa antara 25o LU
dan 25o LS, tidak tahan terhadap temperatur dingin. Di Indonesia tanaman nenas
umumnya tumbuh baik di dataran rendah dengan suhu antara 29oC sampai 32oC.
Curah hujan rata-rata antara 1000-3000 mm per tahun dan merata sepanjang
tahun, dengan pH tanah antara 5,5 – 6. Akan tetapi tanaman nenas ini juga toleran

4

terhadap pH rendah (tanah masam) sehingga pada daerah transmigrasi yang
keadaan lahannya masam, tanaman nenas masih mampu tumbuh dengan subur
dan berbuah baik. Namun pada tanah berkapur tanaman nenas tumbuh kerdil dan
menunjukkan gejala klorosis (Sunarjono 1987).
Pada daerah dataran rendah umumnya ditanami nenas tipe Queen. Nenas
ini memiliki ukuran tanaman, daun dan buah yang lebih kecil. Secara umum nenas
Queen memiliki ciri-ciri daun berduri, bobot buah sekitar 0,9-1,3 kg, bentuk buah
kerucut, mata menonjol, warna kulit kuning, warna daging buah kuning tua, hati
kecil, rasa manis, kandungan asam dan serat rendah. Nenas Queen rasanya manis,
renyah dan aromanya harum dibandingkan dengan yang lain (Ensminger et al.
1995, dalam Sari 2002).
Nenas dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. Tanaman nenas sering
ditemukan di daerah tropis terutama di tanah latosol coklat kemerahan atau merah.
Nenas memerlukan tanah berpasir yang banyak mengandung bahan organik,
dimana drainase dan aerasinya baik (Dinas Pertanian Tanaman Pangan 1994).
Tanaman nenas termasuk tanaman yang tahan kekeringan, karena memiliki
sel-sel yang mampu menyimpan air. Tanaman nenas memerlukan sinar matahari
yang cukup untuk pertumbuhan. Kondisi berawan pada musim hujan
menyebabkan pertumbuhan terhambat, buah menjadi kecil, kualitas menurun dan
kadar gula menjadi sangat berkurang. Sebaliknya bila sinar matahari terlalu
banyak maka tanaman akan terbakar dan buah cepat masak. Intensitas matahari
rata-rata pertahunnya yang baik adalah bervariasi antara 33% - 71% (Verheij dan
Coronel 1997).
Menurut Azhari (1995), tanaman nenas merupakan tanaman yang tidak
tahan terhadap genangan air dan tidak senang terhadap pemberian pupuk Nitrogen
(ZA dan Urea) yang tinggi, serta tidak tahan terhadap suhu dingin (salju). Oleh
karena itu di dataran tinggi tanaman nenas kurang baik tumbuhnya dan rasa
buahnya menjadi masam. Tanaman tahan terhadap daerah terlindung, tetapi lebih
baik apabila ditanam di daerah yang terbuka.
Tahap-tahap fisiologi dari pertumbuhan dan perkembangan buah nenas
adalah pembelahan sel, pembesaran sel (pre-mature), penuaan (mature), matang
(ripe) dan senescence (Winarno 1981, dalam Arista 2001). Kriteria buah nenas

5

yang siap untuk dipetik adalah adanya perubahan warna dari warna hijau menjadi
agak kekuningan pada bagian pangkal buah. Buah nenas merupakan buah non
klimakterik sehingga harus dipanen pada saat siap untuk dimakan. Kadar padatan
terlarut sekitar 12% dan kadar kemasaman maksimum 1% merupakan kualitas
yang disukai oleh konsumen (Kader 2000). Apabila buah nenas akan dijual secara
komersial terlebih jika jarak jauh, biasanya dipanen bila semua mata masih hijau
dan belum ada tanda-tanda kuning sama sekali.
Nenas segar setiap 100 g mengandung 85 g air, 0,4 g protein, 14 g gula, 1 g
lemak dan 0,5 g serat. Kandungan nutrisi ini tergantung pada lingkungan dimana
buah nenas berasal, yang dari dataran rendah lebih besar, lebih manis dan lebih
berair daripada buah yang berasal dari dataran tinggi. Sari buah nenas
mengandung 0,5-0,9% asam dan 10-17% gula. Nenas juga mengandung bromelin,
suatu enzim pencerna protein (Verheij dan Coronel 1997).
Buah nenas akan mengalami perubahan selama pemasakan dan
pematangan. Dalam keadaan belum masak, mata berwarna kelabu atau hijau muda
dan daun-daun pelindung yang menutup separuh mata akan berwarna kelabu atau
hampir putih. Dengan masaknya buah, ruang antara mata terisi dan warnanya
lambat laun berubah dari hijau muda menjadi hijau tua. Saat buah matang, mata
berubah dari runcing menjadi datar dengan sedikit lekukan di pusatnya, buah
menjadi lebih besar, tidak sekeras seperti semula dan lebih berbau (Pantastico
1989).
Kualitas buah nenas meliputi penampakan, tekstur, flavor, nilai gizi dan
keamanan. Penampakan ini mencakup ukuran (besar, bobot, volume), bentuk
(diameter, keseragaman), intensitas dan keragaman warna, kilap, kerusakan
eksternal dan internal. Tekstur meliputi kekerasan, kelunakan, sukulensi dan
kekenyalan. Flavor merupakan kombinasi rasa dan aroma. Standar kombinasi
buah nenas untuk konsumsi segar meliputi kematangan, kekerasan, keseragaman
ukuran dan bentuk, nisbah panjang mahkota/buah, bebas dari kerusakan,
kelayuan, memar dan keretakan (Childers dan Gardner 1996).

6

Tanah Gambut
Di Indonesia tanah gambut terdapat cukup luas dan tergolong jenis tanah
kedua terluas setelah tanah Podsolik. Total jumlah gambut di Indonesia sekitar 16
juta hektar, dan di Kalimantan Barat luas tanah gambut mencapai 1.677.550 Ha
(BPS Kalbar 2004). Menurut definisi yang disepakati di dalam Kongres
Internasional Ilmu Tanah di Rusia tahun 1930, lahan gambut didefinisikan sebagai
tanah organik yang meliputi sekurang-kurangnya 1 hektar dengan kedalaman 0,5
meter atau lebih dan kandungan mineral tidak lebih dari 35%. Bilamana
kandungan mineral lebih 35% tetapi masih kurang dari 65% tanah tersebut
didefinisikan sebagai sepuk (much). Much merupakan tanah-tanah organik dimana
bagian-bagian tanaman yang mati sudah tidak dapat dibedakan lagi secara jelas,
tanah ini biasanya banyak mengandung bahan mineral dan berwarna gelap.
Pengertian tanah gambut menurut Andriesse (1974) diacu dalam Noor
(2001) adalah tanah organik (organic soils), tetapi bukan berarti bahwa tanah
organik adalah tanah gambut. Sebagian petani menyebut tanah gambut dengan
istilah tanah hitam, karena warnanya hitam dan berbeda dengan jenis tanah lainya.
Tanah gambut yang telah mengalami perombakan secara sempurna sehingga
bagian tumbuhan aslinya tidak dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi
disebut tanah bergambut (muck, peaty muck, mucky). Petani Kalimantan Barat
menamakan tanah ini dengan sebutan sepuk. Tetapi istilah gambut dan sepuk
sering diindekkan dengan pengertian tanah gambut. Jadi, dalam istilah tanah
gambut secara umum termasuk pula yang disebut dengan sepuk.
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua
tanah organik disebut tanah gambut, akan tetapi tanah gambut sudah pasti tanah
organik. Kesuburan tanah gambut sangat beragam tergantung dari berbagai faktor,
seperti ketebalan lapisan gambut dan tingkat dekomposisinya, komposisi bahan
tanaman penyusun gambut, dan kualitas air atau lingkungan selama proses
pembentukan gambut berlangsung (Sabiham 2006).
Wiradinata dan Hardjosoesastro (1979) mengelompokkan tingkat kesuburan
tanah gambut menjadi tiga golongan, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Kriteria
penilaian ini didasari atas pH, N-total, P-tersedia dan K-tersedia.

7

Tanah gambut di Indonesia sebagaian besar bereaksi masam hingga sangat
masam dengan pH kurang dari 4,00 (Ismunadji dan Soepardi 1984). Kemasaman
tanah gambut berhubungan erat dengan kandungan asam organiknya, yaitu asam
humik dan fulvik (Polak 1952; Andriesse1974; Miller dan Donahue 1990).

Tabel 1. Kriteria penilaian tingkat kesuburan tanah gambut menurut
Wiradinata dan Hardjosoesastra (1979)
____________kriteria penilaian____________
Uraian
rendah
sedang
tinggi
pH
N-total (%)
P-tersedia (ppm)
K-tersedia (me/100g)

< 4,00
< 0,20
< 20,00
< 0,39

4,00 – 5,00
0,20 – 0,50
20,00 – 40,00
0,39 – 0,78

> 5,00
> 0,50
> 40,00
> 0,78

Tingkat kemasaman tanah gambut yang tinggi sangat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman, yaitu secara langsung melalui sifat racun dari asam-asam
organik dan ion hidrogen, maupun secara tidak langsung karena rendahnya
penyediaan hara bagi tanaman. Oleh karena itu upaya untuk menekan asam-asam
organik pada tanah gambut sangatlah diperlukan dalam mengelola tanah gambut
untuk pertanian.
Kesuburan tanah gambut sangat beragam tergantung dari berbagai faktor,
seperti ketebalan lapisan gambut dan tingkat dekomposisinya, komposisi bahan
tanaman penyusun gambut, bahan tanah mineral yang berada di bawah lapisan
gambut, kualitas air atau lingkungan selama proses pembentukan gambut
berlangsung. Gambut tebal pada umumnya lebih miskin daripada gambut tipis
yang terbentuk diatas endapan liat marin. Namun demikian kenyataan di lapangan
menunjukkan tidak semua gambut tipis cocok diusahakan untuk pertanian karena
ada gambut tipis yang berada di atas pasir kuarsa yang miskin akan unsur hara,
atau dengan kata lain tingkat kesuburannya rendah (Sabiham 2006)

Tanah Mineral
Tanah tersusun dari empat bahan utama, yaitu bahan mineral, bahan
organik, air dan udara. Istilah tanah mineral menyatakan bahwa tanah tersebut

8

tersusun dari bahan mineral yang dominan, sedangkan kandungan bahan
organiknya sangat sedikit sekali (3 – 5%). Bahan mineral tanah berasal dari
pelapukan batuan induk. Oleh karena itu susunan mineral di dalam tanah berbedabeda sesuai dengan susunan mineral batuan yang dilapuk. Mineral tanah dapat
dibedakan menjadi mineral primer dan mineral sekunder. Mineral Primer adalah
mineral yang berasal langsung dari batuan yang dilapuk, sedang mineral sekunder
adalah mineral bentukan baru yang terbentuk selama proses pembentukan tanah
berlangsung (Hardjowigeno 2003).
Indonesia memiliki berbagai macam jenis tanah, sebagian besar tanah
merupakan tanah mineral yang umumnya merupakan tanah marjinal. Dalam garis
besarnya, tanah-tanah marjinal ini dibedakan menjadi dua golongan, yaitu lahan
kering yang umumnya terdiri atas tanah Ultisol (Podsolik Merah Kuning) dan
mungkin Oxisol, dan tanah-tanah daerah rawa-rawa yang umumnya terdiri atas
tanah Histosol (Gambut, Tanah Organik), tanah berpotensi sulfat masam
(Sulfaquent) dan tanah sulfat masam (Sulfaquept). Problema tanah Ultisol dan
Oxisol adalah reaksi tanah yang masam, kandungan Al yang tinggi, unsur hara
yang rendah, sehingga diperlukan pengapuran serta pengelolaan yang baik agar
tanah menjadi produktif dan tidak rusak. Jenis tanah ini diperkirakan 48 juta
hektar dan umumnya tersebar di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya.
Bahan mineral adalah bahan tanah yang berkadar bahan organik kurang dari 30
persen atau kurang dari 18 persen karbon organik. Tekstur

bahan mineral

ditetapkan pada lapisan atas tanah sampai kedalaman 40 cm. Tekstur tanah
menunjukkan perbandingan relatif fraksi liat, debu dan pasir. Sifat ini
mempengaruhi kapasitas mengikat air, KTK, porositas, infiltrasi, hydraulic
conductivity dan aerasi tanah. Secara tidak langsung tekstur tanah mempengaruhi
perkembangan akar (Hardjowigeno 2003).
Tanaman nenas dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah yang luas. Di daerah
tropis nenas bisa dibudidayakan di tanah laterik merah atau laterik coklat
kemerahan (Collins 1960). Faktor utama yang menentukan

jenis tanah yang

sesuai untuk pertumbuhan nenas adalah drainase dan daya pegang air (Albrigo
1966). Tanaman nenas tidak tahan terhadap genangan, oleh karena itu tanah yang
cocok untuk tanaman nenas adalah tanah ringan atau sedang yang memiliki humus

9

yang banyak (Collins 1960). Tanaman ini lebih menyukai tanah liat berpasir yang
memiliki drainase yang baik dan mengandung bahan organik yang tinggi dengan
pH 4,5 – 6,5. Drainase hendaknya dijaga sebaik-baiknya, karena tanaman yang
terendam sangat mudah terserang penyakit busuk akar (Verheij dan Caronel
1997).
Tanah Aluvial merupakan jenis tanah yang terbentuk bukan dari proses
pelapukan oleh iklim atau proses lainnya, melainkan adanya proses penimbunan
sehingga sifat dan ciri-cirinya tidak dapat lepas dari bahan induk pembentuknya.
Biasanya tanah aluvial berada di daerah pinggiran sungai besar atau pantai
(Soepardi 1983).
Menurut Soepraptohardjo (1976) dalam Zufikri (2002), tanah aluvial
mempunyai reaksi tanah yang beranekaragam, kandungan bahan organiknya
rendah, kejenuhan basa sedang sampai tinggi, daya jerapan tinggi dan kandungan
unsur hara tergantung dari bahan induk. Pada beberapa tempat, tanah aluvial
mengandung bahan kimia atau garam-garam tertentu atau sulfat untuk tanah yang
berada dekat pantai. Kesuburan tanah aluvial juga dipengaruhi oleh asam-asam
humus dan bahan-bahan racun yang ikut terbawa air. Keadaan yang sangat masam
dari tanah ini menyebabkan terbebasnya besi dan alumunium yang merupakan
racun bagi tanaman.
Daerah penyebaran tanah aluvial beraneka ragam sehingga menyebabkan
kesuburannya beranekaragam pula. Soepardi (1983) mengatakan, bahwa bila
tanah aluvial didrainasekan dengan sempurna akan sangat produktif.

Pengaruh Iklim Terhadap Tanaman
Pertumbuhan tanaman buah-buahan selain dipengaruhi oleh keadaan tanah
juga dipengaruhi oleh keadaan iklim, yang meliputi :
1. Curah Hujan. Pada umumnya penyebaran tanaman buah-buahan di Indonesia
mengikuti pola persebaran iklim, khususnya curah hujan. Banyaknya hari
hujan yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia tidaklah sama. Di daerah
dataran rendah yang mempunyai curah hujan lebat dan merata sepanjang
tahun terdapat beraneka tanaman buah-buahan tumbuh subur dan rapat seperti
belukar. Sebaliknya pada daerah yang curah hujannya sedikit dan tidak merata

10

sepanjang tahun tanaman buah-buahan tumbuh jarang dan merana. Tinggi
rendahnya curah hujan disuatu tempat tentu saja akan mempengaruhi
kelembaban udara di daerah tersebut. Di Indonesia tanaman nenas akan
tumbuh dengan baik dengan curah hujan rata-rata antara 1000 – 3000 mm per
tahun (Sunarjono 1987).
2.

Suhu Udara, Suhu udara di wilayah Indonesia erat hubungannya dengan
ketinggian tempat di atas permukaan laut (elevasi) dan hembusan angin.
Makin tinggi tempat di atas permukaan laut, makin rendah suhunya. Di
dataran rendah yang cukup mendapatkan air irigasi atau air hujan, hampir
semua jenis buah-buahan tropik dapat tumbuh dan berbuah dengan baik,
sedangkan di dataran tinggi tidak banyak jenis tanaman buah-buahan yang
mampu tumbuh dengan baik. Menurut Verheij dan Coronel (1997) temperatur
optimim nenas mendekati temperatur daerah tropika basah, berkisar 23 –
32oC. Pada suhu dan kelembaban yang terlalu tinggi daun-daun tanaman
menjadi lunak, buah menjadi besar dengan kandungan asam rendah dan
pertumbuhan menjadi sangat rendah.
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam budidaya nenas.
Laju pertumbuhan dan perkembangan berhubungan positip dengan kenaikan
suhu sampai 29oC. Pada suhu yang tinggi ukuran tanaman dan daun lebih
besar dan lebih lentur, teksturnya halus dan warnanya gelap, ukuran buah
lebih besar dan kandungan asamnya lebih rendah. Suhu optimum untuk
pertumbuhan akar yaitu 29oC, pertumbuhan daun 32oC dan untuk pemasakan
buah yaitu 25oC (Nakasone dan Paull 1999).

3. Penyinaran Matahari. Sinar matahari mempunyai peranan penting dalam
memberikan energi untuk proses fotosintesis bagi tanaman. Namun telah
diketahui bahwa tidak semua sinar matahari dapat mencapai permukaan bumi,
dan dapat diterima oleh tanaman. Pada musim-musim penghujan, intensitas
cahaya matahari yang diterima tanaman tidak maksimum. Kebutuhan sinar
matahari bagi tanaman buah-buahan tropis adalah antara 40 sampai 80 %
tergantung jenisnya. Selain intensitas, lamanya penyinaran juga merupakan
hal yang penting. Lama penyinaran atau yang lebih populer dengan panjang
hari berbeda di setiap tempat dan musim. Pada daerah khatulistiwa, lama

11

penyinaran berkisar 12 jam per hari. Semakin jauh dari khatulistiwa lama
penyinaran dapat lebih panjang atau lebih pendek sesuai dengan pergerakan
sinar matahari (Azhari 1995).
Nenas adalah tanaman xerofit. Jalur fotosintesisnya adalah tipe CAM
(Crassulacean Acid Metabolism = Metabolisme Asam Crassslaceae). Karbon
dioksida diserap pada malam hari dan diubah menjadi asam yang digunakan
dalam sintesis karbohidrat pada siang hari. Jalur metabolisme ini
memungkinkan

stomata

tertutup

sepanjang

siang

untuk

menghemat

penggunaan air. Tentu saja tanaman ini tahan terhadap kekeringan, tetapi
sistem

perakarannya

dangkal

saja,

sehingga

pada

keadaan

kering

pertumbuhannya segera tertahan (Fitter dan Hay 1981)
4. Air Tanah. Pada umumnya tanaman buah-buahan memerlukan air cukup pada
musim kemarau, dan tidak berlebihan air pada musim penghujan. Pada musim
hujan air sebagian meresap masuk kedalam tanah dan sebagian lagi mengalir
di permukaan tanah menuju ketempat yang lebih rendah. Menurut Azhari
(1995), dalam menghisap air tanaman mempunyai kapasitas yang berbedabeda, tergantung jenis tanaman masing-masing. Dalam kaitannya dengan
kapasitas menyerap air ini, tanaman dibedakan dalam tiga jenis yaitu: xerofit
(menyerap air dalam jumlah sedikit), mesofit (memerlukan air cukup) dan
hidrofit (membutuhkan air dalam jumlah banyak). Pertumbuhan tanaman
nenas tergantung pada pasokan air yang cukup pada perakarannya yang
dangkal itu. Pertumbuhan akar akan terganggu jika air tidak tersedia,
sebaliknya jika terlalu banyak air akan terjadi pembusukan akar. Berbagai
teknik penanaman dilakukan untuk menjaga agar tingkat kelembaban tanah
sedang, yang berarti drainasenya sempurna, jika perlu penanaman dilakukan
diatas bedengan yang ditinggikan.

12

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2006 sampai dengan Mei 2007. Jadwal
pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Penelitian dilaksanakan di
daerah Kalimantan Barat pada lahan Gambut (Desa Galang Kecamatan Sungai
Pinyuh, Kabupaten Pontianak) dan lahan mineral ( Desa Sungai Pangkalan
Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Bengkayang). Analisis tanah dan daun
dilaksanakan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Fakultas Pertanian IPB, Analisis buah dilaksanakan di Laboratorium Pusat Kajian
Buah-buah Tropika (PKBT) Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah tanaman nenas jenis Queen yang sudah
berproduksi pada lahan gambut dan lahan aluvial, sampel tanah gambut, sampel
tanah aluvial, beberapa sampel daun dan buah nenas. Bahan-bahan penunjang
laboratorium untuk analisis daun dan buah berupa Amilum, NaOH, Iodine,
Phenolphetalein (PP),

dan Aquades. Bahan penunjang lainnya berupa Tissu

gulung, kertas label dan kertas koran.
Alat-alat utama yang digunakan untuk pengamatan iklim, peralatan untuk
mengambil contoh tanah dan peralatan laboratorium untuk analisa tanah, daun dan
buah seperti Oven, Timbangan, Jangka Sorong, penggaris, pisau, tabung reaksi,
gelas erlemeyer, pH meter, pinset, pipet dan labu titrasi

Metode
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode survey lapangan,
dengan melakukan pengamatan pada pertumbuhan tanaman nenas di 2 lokasi
yaitu pada lahan gambut (Desa Galang Kabupaten Pontianak) dan pada lahan
aluvial (Desa Sungai Pangkalan Kabupaten Bengkayang). Penetapan
ditentukan secara

sampel

purposive sampling. Pada lokasi tersebut dilakukan

pengamatan terhadap sampel terpilih yang didasarkan pada tingkat/luas lahan
masing-masing.

13

A. Pengamatan pada tanaman :
Tanaman yang akan diamati/dipilih yaitu meliputi 5 kriteria umur
untuk pengamatan pertumbuhan

dan produktifitas tanaman, masing-

masing dengan 10 sampel.
Pelaksanaan pengamatan di lapangan dilakukan dalam beberapa
tahap, yaitu :
1. Survey Awal, yaitu untuk menentukan :
a. lokasi pengamatan yang dipilih pada lahan gambut dan lahan
mineral.
b. penentuan tanaman yang dipilih untuk menjadi sampel dengan
kriteria fase pertumbuhan yang telah ditetapkan.
c. pemasangan alat pengamat curah hujan.
d. pengambilan sampel tanah untuk dianalisis sifat fisik dan kimianya
di laboratorium.
2. Pengamatan I dilakukan pada awal musim kemarau (Mei 2006).
a. Pengambilan data pertumbuhan tanaman dengan mengukur lebar
daun, panjang daun dan tinggi tanaman
3. Pengamatan II dilakukan pertengahan musim kemarau (Agustus 2006)
a.

Pengambilan data pertumbuhan tanaman dengan mengukur lebar
daun, panjang daun dan tinggi tanaman.

4. Pengamatan III dilakukan pada awal musim hujan (November 2006)
a. Pengambilan data pertumbuhan tanaman dengan mengukur lebar
daun, panjang daun dan tinggi tanaman.
b. Pengambilan sampel buah yang telah matang pada tanaman N5
untuk diambil datanya di laboratorium.
5. Pengamatan IV dilakukan pertengahan musim hujan (Pebruari 2007)
a. Pengambilan data pertumbuhan tanaman dengan mengukur lebar
daun, panjang daun dan tinggi tanaman.
6. Pengamatan V

dilakukan pada akhir musim hujan (April 2007)

a. Pengambilan data pertumbuhan tanaman dengan mengukur lebar
daun, panjang daun dan tinggi tanaman

14

b. Pengambilan sampel buah yang telah matang pada tanaman N3
untuk diambil datanya di laboratorium.
c. Pengambilan sampel tanaman, yaitu dengan membongkar tanaman
untuk diambil data berat basah dan berat kering, data serapan hara
N, P dan K pada daun.
d. Pengambilan sampel tanah pada lahan gambut dan aluvial untuk
dianalisa di laboratorium..
Pengamatan Tanaman di Lapangan meliputi :
a. Panjang daun (cm), mengukur pada daun terpanjang dengan
penggaris dari

pangkal hingga ujung daun. Daun yang diukur

merupakan daun yang terpanjang dalam satu tanaman, kemudian
daun tersebut ditandai untuk terus diambil datanya hingga akhir
penelitian.
b. Lebar daun (cm), mengukur pada daun terpanjang dengan
penggaris bagian terlebar dari helaian daun.
c. Tinggi tanaman (cm), yang diukur dari permukaan tanah sampai
pucuk

tanaman yang terpanjang, yang terus diambil datnya

hingga akhir penelitian.

Pengamatan Tanaman di laboratorium meliputi :
1. Analisa pada sampel tanaman, meliputi :
a. Bobot basah daun (gram), yaitu pengukuran bobot daun dengan cara
menimbang daun setelah dibongkar
b. Bobot kering daun (gram), yaitu hasil pengukuran bobot daun yang
telah dikeringkan (dengan oven) pada suhu 105oC selama 24 jam.
2. Analisa lengkap pada sampel tanah gambut dan tanah mineral, yang
meliputi:
a. kandungan unsur hara makro ( persen C organik, persen N total, P
tersedia dan K tersedia).

15

-

persen C organik, menggunakan metode Walkley and Black yaitu
dengan titrasi FeSO4 untuk tanah aluvial dan metode pengabuan
yang diukur dengan alat grafimetrik untuk gambut.

-

Persen N total, menggunakan metode Kjeldhal, yaitu titrasi dengan
menggunakan larutan HCl 0.02%.

-

P

tersedia,

menggunakan

metode

Bray

I

dengan

alat

Spectrophotometer.
-

K tersedia, menggunakan metode Bray I.

b. Kandungan unsur hara mikro (Ca, Mg, H, Fe, Zn dan Mn)
-

Ca dan Mg menggunakan larutan NH4OAc pH 7 yang dapat
langsung diukur dengan metode foto nyala.

-

H, Fe, Zn dan Mn menggunakan pengekstrak larutan HCl 0.05 N,
kemudian

diukur

dengan

alat

AAS

(Atomic

Absorbtion

Spectrophotometer).
c. pH (H2O dan HCl).
d. kapasitas tukar kation (KTK)
-

Nilai KTK merupakan penjumlahan dari kation-katiaon pada
sampel tanah yang dinyatakan dalam me/100 gr.

e. kejenuhan basa (KB)
-

Nilai Kejenuhan Basa dinnyatakan dalam persen, dengan rumus :

KB =

Jumlah Kation
----------------------KTK

x 100 %

f. persen tekstur (pasir, debu dan liat).
-

menggunakan metode pipet, setelah dilakukan perendaman dengan
H2O2 selama 24 jam dan dipanaskan, suspensi dan dipipet per
waktu.

g. Kadar Air dan Kadar Abu.
-

Kadar Air dengan menghitung selisih berat basah dan berat kering,
yang dinyatakan dalam persen.

16

-

Kadar Abu dengan menggunakan metode graphymetric, dengan
memanaskan dan diabukan. Perhitungan berdasarkan bobot
kehilangan dimana totalpasir, debu dan liat sama dengan 100
persen.

Pengambilan sampel tanah dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada
awal dan akhir penelitian. Pengambilan sampel tanah dilakukan
disekitar perakaran tanaman sampel. Setelah di laboratorium tanah
dikeringkan dengan oven dengan suhu 60°C selama 24 jam.
3. Analisa pada sampel jaringan daun nenas, meliputi pengukuran :
Pengambilan sampel untuk analisis kandungan hara N, P dan K pada
jaringan daun tanman dilakukan pada akhir penelitian. Pengambilan
organ tanaman dilakukan pada pagi hari dan segera dimasukkan
kedalam cool box. Setelah sampai di laboratorium, sampel dimasukkan
kedalam freezer dengan suhu -10°C dan pada hari berikutnya
dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu 60°C selama 24
jam. Sampel yang sudah kering disimpan kembali ke dalam freezer
untuk dianalisis kadar unsur haranya.
Analisis kandungan Nitrogen menggunakan metode Kjeldhal. Prinsip
kerjanya adalah sampel didestruksi dengan asam sulfat pekat dengan
menggunakan kalium sulfat dan merkuri oksida sebagai katalisator.
Nitrogen organik yang terdapat dalam sampel diubah menjadi ion
ammonium. Kemudian ammonium didestilasi dengan penambahan
natrium hidroksida. Kadar nitrogen dalam sampel ditentukan dengan
Kjeltec Auto Analiyzer.
Analisis kandungan Posfat dan Kalium menggunakan metode
pengabuan kering dengan menggunakan Hidrogen Klorida pekat.
4. Analisa pada sampel buah nenas, meliputi pengukuran :
a. kadar air (persen)
Cawan petri yang akan digunakan dikeringkan dengan oven pada
suhu 105°C selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator,
kemudian ditimbang (A) gram. Timbang sebanyak 5 (B) gram
sampel yang telah dihomogenkan. Selanjutnya dimasukkan dalam

17

oven pada suhu 100-105°C sampai beratnya konstan lalu
didinginkan dan ditimbang (C) gram. Kadar air dihitung dengan
rumus :
B - C
---------------- x
B - A

100 %

Dimana A = berat cawan
B = berat cawan + bahan sebelum dikeringkan
C = adalah berat cawan + bahan setelah dikeringkan.
b. padatan total terlarut / PTT (°Brix)
PTT diukur dengan hand-refraktometer. Setetes filtrat sampel
diteteskan pada prisma refraktometer yang sudah distabilkan dan
dilakukan

pembacaan.

Jika

dilakukan

pengenceran,

hasil

pembacaan dikalikan dengan faktor pengencer. Sebelum dan
sesudah digunakan, prisma refraktometer dibersihkan dengan
aquades. Total Padatan Terlarut dinyatakan dengan °Brix.
c. kandungan asam total (persen)
Kandungan asam tertitrasi dihitung melalui asam tertitrasi.
Sebanyak 25 gram hancuran buah nenas dilarutkan dengan 250 ml
aquades kedalam labu ukur 100 ml kemudian disaring dan dipipet
sebanyak 10 ml, setelah itu diberi 3 tetes indikator fenolftalein.
Larutan kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terbentuk
warna merah jambu.
ml NaOH x N NaOH x fp x BE
Total Asam = ------------------------------------------ x 100 %
mg sampel
N = Normalitas larutan NaOH
Fp = Faktor pengencer (250/25)
BE = Berat Equivalen asam malat umtuk nenas
d. pH buah
Pengukuran pH dilakukan pada bagian pangkal tengah dan ujung
buah. Sebanyak 10 gram hamcuran buah di larutkan dengan

18

aquades menjadi 100 ml kemudian diukur pH nya dengan
menggunakan pH meter.
e. bobot buah dan bobot buah tanpa mahkota (gram)
Pengukuran dilakukan dengan melakukan penimbangan buah
dengan timbangan elektrik.
f. panjang buah dan panjang mahkota (cm).
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan penggaris dari
pangkal hingga ujung.
g. jumlah daun mahkota (helai)
Dilakukan dengan menghitung jumlah helaian daun yang ada pada
mahkota buah.
h. diameter buah dan diameter hati (cm)
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong setelah
terlebih dahulu buah dibelah secara vertikal.
i. kedalaman mata (cm)
Dilakukan dengan menggunakan jangka sorong setelah terlebih
dahulu buah dibelah secara vertikal. Pengukuran dilakukan pada
pangkal tengah dan ujung buah.
j. warna buah dan warna daging buah

(menggunakan Shell colour

0-7)
k. uji organoleptik
Pengujian dilakukan oleh 25 orang fanelis, bagian buah yang
lakuan pengujian adalah bagian tengahnya. Uji organoleptik
dilakukan

terhadap

aroma

buah,

keempukan,

kerenyahan,

kemanisan, intensitas rasa manis dan intensitas rasa masam.

B. Pengamatan Teknik Budidaya :
Metode yang digunakan dalam pengamatan ini adalah dengan melihat
dan melakukan wawancara serta pengisian kuesioner sebanyak 35 orang
petani. Berdasarkan luasan areal penanaman nenas, maka pemilihan
rensponden ditentukan berdasarkan pertimbangan luasan lahan. Untuk
lahan gambut diambil 20 orang responden sedangkan untuk lahan aluvial

19

diambil 15 orang responden. Informasi yang diketahui meliputi: asal
bibit, pengolahan tanah, pemupukan, pemangkasan, pengendalian hama
dan penyakit, jenis hama dan penyakit, panen, pasca panen dan
pemasaran.

C. Pengamatan lingkungan fisik :
Yaitu pengamatan lingkungan fisik di sekitar pertumbuhan tanaman
dengan melihat serta mengambil data :
a. Adanya serangan hama dan penyakit.
Selain dengan wawancara juga dilakukan observasi ke lahan
untuk mencari tanaman yang terserang hama dan penyakit, serta
bagaimana cara penanggulangannya selama ini.
b. Pengambilan gambar pertumbuhan tanaman (photo tanaman)
c. Warna daun dan buah (menggunakan shell colour 0-7)
d. Pengamatan Curah Hujan (mm/bulan) selama setahun di lokasi
pengamatan.
Pengamatan dilakukan langsung pada lokasi pengamatan di lahan
gambut dan aluvial dengan cara manual yaitu dengan cara
menampung air hujan pada wadah dengan menggunakan corong
berukuran diameter 15 cm selama 1 tahun pengamatan.
e. Curah Hujan rata-rata (mm/bulan) 10 tahun terakhir pada stasiun
klimatologi terdekat.
Pengukuran curah hujan juga dilakukan pada stasiun klimatologi
terdekat yaitu stasiun klimatologi anjungan yang berjarak 15 km
dari lokasi gambut, dan stasiun klimatologi semelagi yang
berjarak 40 km dari lahan aluvia. Data curah hujan selama 10
tahun terakhir juga diambil dari dua stasiun klimatologi tersebut
untuk mengetahui pola curah hujan daerah setempat selama ini.
f. Jumlah Hari Hujan (hari) selama setahun dilokasi pengamatan.
Data mengenai jumlah hari mengalami hujan selama penelitian
yang diambil pada saat pengamilan data curah hujan

20

g. Kelembaban Udara (RH) rata-rata (%) selama setahun dilokasi
pengamatan.
Pengukuran kelembaban udara dilakukan dengan menggunakan
alat higrometer data hasil pengukuran dinyatakan kedalam persen.
h. Suhu Udara rata-rata (oC) selama setahun di lokasi pengamatan.
Pengukuran suhu udara selama penelitian dilakukan dengan
menggunakan termometer maksimum-minimum.

IKLIM

KAJIAN PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI NENAS

GAMBUT

TANAMAN

KUALITATIF

. PERTUMBUHAN
. WARNA BUAH
. WARNA DAGING
BUAH
. BENTUK BUAH
. PTT
. PAT
. ORGANOLEPTIK
. Ph

KUANTITATIF

VEGETATIF
. JUMLAH DAUN
. PANJANG DAUN
. TINGGI TANAMAN
. JUMLAH ANAKAN
. BOBOT BASAH
. BOBOT KERING

Gambar 1 Bagan Aliran Penganatan.

TANAH

ALUVIAL

TEKNIK BUDIDAYA
. ASAL BENIH
. PENGOLAHAN
TANAH
. PEMUPUKAN
.PEMANGKASAN

GENERATIF
. UKURAN BUAH
. BOBOT BUAH
. KADAR AIR BUAH
. JUMLAH DAUN
MAHKOTA
. KEDALAMAN MATA

. PENGENDALIAN HPT
. JENIS HPT
. PANEN
. PASCA PANEN
. PEMASARAN

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Lingkungan pada Lokasi Pengamatan

Gambaran Umum Lokasi Pengamatan
Pengamatan pertumbuhan tanaman nenas dilakukan pada dua tempat yang
memiliki jenis tanah yang berbeda. Lokasi pertama adalah areal pertumbuhan
tanaman nenas yang tumbuh pada lahan gambut yang berlokasi di Desa Galang
Kecamatan Sungai Pinyuh Kabupaten Pontianak, sedangkan lokasi kedua
merupakan areal tanaman nenas yang tumbuh pada tanah aluvial yang berlokasi di
Desa Sungai Pangkalan Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Bengkayang. Kedua
lokasi ini merupakan perkebunan nenas yang ditanam secara monokultur dengan
luasan 1-2 ha per kepala keluarga.

Gambar 1. Peta lokasi pengamatan nenas di Kalimantan Barat.

Secara georafis kedua daerah tersebut terletak di sekitar garis khatulistiwa
dengan posisi Desa Galang pada 0o16’ LU dan 109o04’ BT dengan ketinggian

22

tempat 2 meter dari permukaan laut, sedangkan posisi Desa Sungai Pangkalan
pada 0o42’ LU dan 108o56’ BT dengan ketinggian tempat 3 meter dari permukaan
laut. Lokasi kedua daerah yang tidak terlalu berjauhan dengan ketinggian tempat
yang relatif sama, menyebabkan perbedaan iklim di kedua tempat tidak terlalu
nyata. Pada ketinggian tempat seperti ini tanaman nenas menunjukkan
pertumbuhan yang baik, meskipun pada jenis tanah yang berbeda. Di daerah
tropis, tanaman nenas dapat ditanam di daerah yang mempunyai ketinggian
sampai 800 meter di atas permukaan laut. Apabila tanaman nenas ditanam di
daerah yang lebih tinggi maka buah nenas menjadi terlalu masam, dan hal ini akan
mempengaruhi kualitas buah nenas yang dihasilkan.
Lokasi pengamatan pada lahan gambut merupakan sentra produksi tanaman
nenas di Kalimantan Barat yang berjarak 55 km dari ibukota propinsi (Pontianak)
sedangkan lokasi pada lahan aluvial berjarak 110 km dari Pontianak. Kedua lokasi
ini merupakan daerah yang mudah dijangkau oleh kendaraan darat, baik dari
ibukota propinsi maupun ibukota kabupaten atau kecamatan. Keadaan ini