Emisi Karbon Karbon di di Lahan Lahan Gambut Gambut Karbon Karbon di di Lahan Lahan Gambut Gambut Bongkor

Metode Penghitungan Emisi
Karbon di Lahan Gambut
Bongkor

Prof.Dr. Azwar Maas
Fakultas Pertanian UGM
Workshop Penyusunan Metode Emisi GRK
Gambut, KLH. Selasa, 4 Mei 2010

Gambut Bongkor
g
Lahan gambut bongkor (idle land) adalah lahan
yang telah
l h dialihfungsikan
di lihf
ik
d
darii h
hutan alami
l
i

menjadi lahan budidaya, telah mengalami
y sehingga
gg
kemunduran sifat fisik dan kimianya
tidak dapat lagi berperan sebagai media tumbuh
tanaman budidaya secara menguntungkan

Karakterisasi Lahan Gambut Bongkor
K bi
Kombinasi
i atau salah
l h satu karakter
k
k
berikut:
b ik


Bersifat hidrofobik, kehilangan kemampuan mengikat air/kering
tidak-balik, disebabkan oleh asam humat - selaput lilin, gugus etil

yang
g bersifat non p
polar,, keberadaan minyak,
y , lemak,,
dan metil y
miselium jamur.
Batasan kadar lengas gambut untuk bersifat hidrofobik
– saprik sekitar < 80%,
– hemik sekitar 80 – 110%, dan
– fibrik sekitar sekitar 110% terhadap kering mutlak.



BV lebih besar dibandingkan dengan gambut alami (hidrofilik)
mengingat
i
t terjadi
t j di pengaturan
t
sendiri

di i (re-arrangement)
(
t) akibat
kib t
lepasnya sanggaan air di gambut ini.



pH sangat masam – luar biasa masam (< 3.5), bahkan tidak jarang
pHnya
p
y sekitar 2.7.



Lepas-lepas (terutama di permukaan), berukuran pasir halus
sampai debu dengan warna coklat tua – muda bila kering, dan
dapat mengapung bila kena air




Pada
P
d k
kondisi
di i bongkor
b
k ekstrim,
k t i
air
i ttanahnya
h
jjernih
ih tidak
tid k berwarna
b
dan tidak ada tanaman yang tumbuh di atasnya

Distribusi Gambut Bongkor
• Lahan gambut dengan tipologi luapan C dan D, Bukan di

lahan tipologi luapan A dan B, karena gambut selalu jenuh
air yang mengalami sirkulasi.
• Pada umumnya berada di rawa belakang (backswamp),
(backswamp) bukan
di tanggul alam (natural levee).
• Dapat terjadi pada lahan gambut hidrofilik yang mempunyai
tata air tidak baik,, ada stagnasi
g
air yang
y g ter-akumulasi dan
bersifat luar biasa masam.
• Gambut yang dimanfaatkan dan hasil panen diangkut ke
luar, tanpa adanya asupan nutrisi dan bahan amelioran dari
luar (tidak memperhitungkan nutrient balance),
balance) cenderung
akan menjadi bongkor Æ mudah terjadi misalnya pada
kegiatan HTI yang lahan gambutnya tidak diberi asupan
bahan amelioran dan pupuk sesuai dengan
kebutuhan/terambil oleh tanaman,
tanaman disamping pelarian

nutrisi dan gambut terlarutkan melalui saluran/kanal yang
dibuat

Proses Pelepasan Karbon
• Proses biokimia pelepasan karbon melalui oksidasi Æ solid
ke larut, solid ke gas, dan larut ke gas
• Kegiatan metabolisme mikroorganisme
– Ada sumber nutrisi Æ di gambut relatif sedikit, kecuali bila ada
masukan dari luar
– Ada sumber oksigen dengan mengambil oksigen dari udara atau
mereduksi unsur yang dapat berstatus oksidatif dan reduktif
2 , CO ).
( k
(sekuen
runtutan
t t
reduksi
d k i NO3, MnO
M O2, Fe
F 3+, SO422)

Misalnya sebelum metan terbentuk, maka gas sulfida dulu
terbentuk akibat reduksi sulfa.
– Ada sumber energi (karbon) Æ meggunakan karbon solid dan
larut menjadi karbon larut dan gas
gas, bila menjadi gas metan
maka sumber oksigen dengan mereduksi CO2 dan hanya terjadi
pada nilai redoks < - 250 mV.
– Suasana lingkungan mendukung (pH, EC, Eh)
– Ada mikroorganismenya (di tanah yang sehat terdapat > 107
sel/g tanah. Ada temuan bahwa kandungan mikrobia hanya 104
sel/g tanah di gambut Pangkoh Kalteng.

• Banyak penelitian menunjukkan bawa pelepasan
karbon berupa gas CO2 jauh lebih besar daripada gas
metan (CH4) di tanah gambut, baik pada gambut
alami maupun gambut bongkor.
• Pada gambut yang dibudidayakan dan diberi
amelioran, dapat saja terjadi peningkatan pelarutan
dan pelepasan gas CO2 dan metan.
• Pada prinsipnya gas metan terbentuk bila terjadi

penurunan nilai redoks potensial menjadi < - 250 mV
Æ mudah terjadi di lahan sawah karena nutrisi dan
k b
karbon
mudah
d h terombak
b k cukup
k
b
banyak
k untuk
k
mendukung penurunan redoks potensialnya.
gambut ((terutama gambut
g
bongkor)
g
)
• Di lahan g
penurunan redoks potensial sulit terjadi ada kondisi

tidak tersedianya nutrisi yang cukup dan sumber
karbon y
yang
g mudah terombak ((easily
y degradable).
g
)

• Bila air yang keluar dari lahan gambut (di saluran drainasi)
masih berwarna kuning ke coklatan, maka tandanya proses
pelepasan karbon dari solid ke larutan masih berlangsung:
– dapat dihitung kadar C larutnya dan ditelusuri darimana saja
pelepasan karbon tersebut.
– masalahnya adalah bahwa pelepasan karbon ini tidak diketahui
berasal dari luasan berapa dan terutama terjadi pada
kedalaman berapa pada lapisan gambut di atas muka air tanah.

• Percobaan pot dengan menyiapan gambut kering angin
(hidrofobik), setelah ditanami jagung hingga umur 8 minggu,
menunjukkan bahwa terjadi kehilangan C organik:

– Gambut saprik sebesar 1.54%
1 54% tanpa ameliorasi
ameliorasi, dan 2
2.1%
1%
dengan ameliorasi
– Gambut fibrik sebesar 0.85% tanpa ameliorasi, dan 2.88%
dengan amelioasi.
Æ Ameliorasi menyediakan hara dan meningkatkan pH sehingga
terjadi peningkatan kegiatan mikrobia yang meningkatkan
pelepasan karbon.

Cara Sederhana Menghitung Karbon
di Lahan Gambut Bongkor










Tebal lapisan bongkor tidak lebih dari 10 cm, mengingat kadar
lengas tanah di bawah lapisan bongkor umumnya > 150%, dan ada
aliran kapileritas dari air tanah yang dapat mencapai > 80 cm pada
gambut saprik
g
p
Kadar karbon maksimum di tanah gambut adalah 58%, ini bila
seluruh tanah gambut tanpa mengandung tanah mineral
Berat volume gambut rerata adalah 0.1 g/cm3
Total karbon (C)/ha maksimum gambut adalah 103 x 103 x 1 x 0.1 x
0.58 kg = 58.000 kg atau 116 ton.
Bila dengan perhitungan misalnya ada penurunan muka gambut
g
akibat dekomposisi
p
sebesar 2 cm/tahun,
/
, maka maksimum
bongkor
akan melepaskan karbon sebesar 11,6 ton/ha/tahun yang sebagian
besar akan berupa bahan terlarut, bukan berupa emisi langsung ke
udara.
Bila gambut tersebut terbakar, maka kebakaran dapat terjadi pada
ketebalan 10 cm tersebut yang menyebabkan pelepasan karbon
sebesar 58 ton/ha. Angka ini dapat melampaui gambut hidofilik
(alami) yang proses kebakarannya jarang yang dapat mencapai
ketebalan 10 cm mengingat gambut ke lapisan bawah semakin
b
basah
h (d
(daya pegang air
i > 400%).
400%)

Resume Pelepasan Karbon dari Gambut






Pelepasan karbon dari lahan gambut merupakan proses biokimia
yang sebagian besar melibatkan aktifitas mikrobia, hasil respirasi
akan berupa emisi gas, dan hasil demkomposisi berupa
pelarutan/penyederhanaan
p
/p y
g
gambut p
padatan.
Tinggi muka air tanah akan menentukan suasana aerob tanah
gambut, bila muka air saluran (alami/buatan) > 1m akan
menyebabkan aliran kapileritas air tanah ke permukaan berkurang
gg tanah gambut
g
p
permukaan dapat
p menjadi
j
kering
g tidak
sehingga
balik (hidrofobik).
Air yang keluar dari lahan gambut berwarna kuning ke coklatan,
semakin kelam warnanya berarti semakin banyak gambut
mengalami
g
p
peruraian/dekomposisi
/
p
y
yang
g menghasilkan
g
bahan
terlarutkan (DOC/dissolved organic carbon) dan bahan
teruapkan/gas.
– Besaran laju pelarutan karbon dapat dikerjakan dengan analisis DOC
((laboratorium)) pada air saluran secara periodik
– Besaran pelepasan karbon berbentuk karbon dioksida dan metan
sekaligus dapat dikerjakan dengan cara yang sama, hanya saja
heteroginitas gambut sangat besar sehingga diperlukan banyak ulangan
pada penagkapan kedua gas tersebut










Gambut bongkor melepaskan karbon lebih rendah daripada gambut
budidaya,
y , mengingat
g g aktifitas mikrobia gambut
g
bongkor
g
lebih
rendah dibandingkan dengan gambut budidaya.
Kebakaran lahan gambut bongkor memang dapat menghasilkan
emisi karbon lebih tinggi daripada gambut alami atau gambut
y ,
budidaya,
Lahan gambut alami atau budidaya dengan jumlah cadangan
karbon di biomass yang ada di atas permukaan lahan gambut dapat
melepaskan karbon lebih banyak, misalnya 1 ha tanaman
monokultur akasia siap panen bobotnya dapat mencapai > 100 ton
bila terbakar akan melepaskan karbon sekitar 50 ton, bila ditambah
dengan gambut yang terbakar di bawahnya akan mempunyai nilai
lebih tinggi daripada gambut bongkor.
Konversi C organik ke bahan organik umumnya menggunakan
faktor 1.724, atau 0.58 dari bahan organik ke C organik.
Subsidence/penurunan muka gambut tidak otomatis berarti
pelepasan karbon sesuai dengan besaran subsidence tersebut
P
Penurunan
muka
k gambut
b t yang direklamasi
di kl
i yang diperbolehkan
di
b l hk
adalah 35 cm/5 tahun (PP 150 tahun 2000)
Perlu pencermatan cara perhitungan pelepasan karbon, baik
melalui pelarutan maupun bentuk emisi gas mengingat heterogenity
l h
lahan
gambut
b t sangatt besar.
b

TERIMA KASIH ATAS PERHATIANNYA