Kajian pertumbuhan dan produksi nenas pada lahan gambut dan lahan aluvial di Kalimantan Barat

(1)

KAJIAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI NENAS

PADA LAHAN GAMBUT DAN LAHAN ALUVIAL

DI KALIMANTAN BARAT

ENDANG GUNAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Pertumbuhan dan Produksi Nenas di Lahan Gambut dan Lahan Aluvial di Kalimantan Barat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2007

Endang Gunawan


(3)

RINGKASAN

ENDANG GUNAWAN, 2007, Kajian Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Nenas pada Lahan Gambut dan Lahan Aluvial di Kalimantan Barat. Dibimbing oleh WINARSO DRAJAD WIDODO dan M. RAHMAD SUHARTANTO.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi tanaman nenas yang dikembangkan pada lahan gambut dan lahan aluvial serta praktek budidayanya. Selain itu data ekologis yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman nenas pada lahan gambut dan lahan alluvial di Kalimantan Barat juga dipelajari dalam penelitian ini. Penelitian dilakukan pada dua lokasi penanaman nenas yaitu pada lahan gambut di Desa Galang Kabupaten Pontianak dan pada lahan aluvial di Desa Sungai Pangkalan Kabupaten Bengkayang. Penelitian dilakukan selama 1 tahun dimulai pada bulan Mei 2006 dan berakhir pada bulan April 2007.

Pengamatan pada tanaman nenas dilakukan selama penelitian, sedangkan pengambilan data pertumbuhan dan produksi dilakukan dalam lima tahapan. Tanaman yang diamati dibagi dalam lima kriteria umur untuk pengamatan pertumbuhan dan produktifitas tanaman, masing-masing dengan 10 ulangan. Pemilihan tanaman sampel ditentukan berdasarkan purposive sampling yang berdasarkan luasan dari lahan yang diamati.

Kedua lokasi pengamatan memiliki pola curah hujan yang berbeda. Lahan gambut memiliki pola curah hujan yang hampir merata sepanjang tahun, sedangkan lahan aluvial memiliki pola yang tidak merata. Tetapi dari data curah hujan selama sepuluh tahun terakhir, kedua lokasi memiliki kecenderungan yang hampir sama, dimana pada bulan-bulan Juli hingga September curah hujan paling sedikit.

Grafik pertumbuhan tanaman memperlihatkan tanaman nenas yang tumbuh di lahan gambut dan lahan aluvial sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air pada lahan. Demikian pula halnya dengan kualitas buah yang diambil pada musim kemarau dan musim hujan. Perbedaan percepatan pertumbuhan dan kualitas buah nenas di dua lokasi juga disebabkan oleh kandungan unsur hara dan pemeliharaan kebun di lahan gambut lebih baik daripada di lahan aluvial. Perawatan kebun yang baik seperti pembersihan saluran dan mengurangi jumlah anakan akan menghasilkan buah nenas yang lebih besar dan manis.


(4)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


(5)

KAJIAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI NENAS

PADA LAHAN GAMBUT DAN LAHAN ALUVIAL

DI KALIMANTAN BARAT

Endang Gunawan

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(6)

Judul Tesis : Kajian Pertumbuhan dan Produksi Nenas pada Lahan Gambut dan Lahan Aluvial di Kalimantan Barat. Nama : Endang Gunawan

NIM : A 351050071

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Winarso Drajad Widodo, MS. Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, MSi. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.


(7)

PRAKATA

Segala puji dan rasa syukur yang tak terkira penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala karunia-Nya maka penelitian dan penulisan Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Tesis yang berjudul Kajian Pertumbuhan dan Produksi Nenas pada Lahan Gambut dan Lahan Aluvial di Kalimantan Barat ini diharapkan akan memberikan manfaat untuk megetahui pengaruh lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman nenas baik pada lahan gambut maupun lahan aluvial. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Winarso Drajad Widodo, MS. dan Dr. Ir. Muhammad Rahmad Suhartanto, MSi. selaku komisi pembimbing, serta Dr. Ir. Sobir, MSi selaku penguji luar komisi atas segala bimbingan, saran, wawasan dan koreksi yang sangat penting bagi penulis selama melaksanakan penelitian maupun penulisan karya ilmiah ini.

2. Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, yang telah menerima penulis sebagai salah satu Mahasiswa Pascasarjana pada Proram Studi Agronomi IPB.

3. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS. selaku ketua Program Studi Agronomi Sekolah Pascasarjana IPB yang telah banyak memberikan saran dan arahan dari mulai penulis diterima sebagai Mahasiswa sampai menyelesaikan studi.

4. Pemda Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat, yang telah memberikan dana bagi penulis untuk melaksanakan Tugas Belajar di Sekolah Pascasarjana IPB.

5. Staf dosen dan peneliti di Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) yang telah membantu fasilitas laboratorium dan memberikan saran serta masukan guna memperlancar penelitian dan penulisan Tesis ini.

6. Istri tercinta Atik Rusmiati, yang telah banyak memberikan dukungan dan menjaga harta dan anak-anak yang penulis tinggalkan selama kuliah. Anak-anak tersayang, Muhammad Fikri Mustaqim dan Adinda Aprilia Nur Karimah, yang merupakan sumber inspirasi dan semangat


(8)

7. Kedua orang tua, bapak Moenadir Toha (almarhum), mamak Zannaisi, yang telah mewariskan semangat dan sikap yang baik, serta seluruh keluarga yang telah memberikan do’a dan restu.

8. Bapak dan Ibu Mertua, bapak Suardi dan mamak Suhaibah atas do’a dan restu serta ikut menjaga cucu yang penulis tinggalkan selama kuliah.

9. Rekan-rekan sesama Mahasiswa Pascasarjana Agronomi yang telah banyak meluangkan waktunya untuk berdiskusi dan memberikan masukan.

10.Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan selama pendidikan hingga selesainya Tesis ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pemerintah daerah Kalimantan Barat serta pihak lain yang berkepentingan. Semoga Allah SWT memberkati kita semua.

Bogor, Agustus 2007

Endang Gunawan


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Singkawang pada tanggal 14 Agustus 1968, dari ayah Moenadir Toha (almarhum) dan ibu Zannaisi. Penulis merupakan putra kelima dari tujuh bersaudara.

Tahun 1987 setelah tamat dari SMAN 3 Pontianak, penulis melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Tanjungpura Pontianak dan meraih gelar sarjana jurusan Agronomi pada tahun 1993. Sejak tahun 1993 hingga saat ini penulis bekerja pada Dinas Pertanian Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat.

Pada tahun 2005 penulis ditugaskan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sintang untuk melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Agronomi Sekolah Pascasarjana IPB.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL………... iv

DAFTAR GAMBAR ……… v

DAFTAR LAMPIRAN ………. vi

PENDAHULUAN ………. 1

TINJAUAN PUSTAKA ……… 3

Tanaman Nenas ……… 3

Tanah Gambut ………. 5

Tanah Mineral ………. 7

Pengaruh Iklim Terhadap Tanaman ………. 9

BAHAN DAN METODE ……… 12

Waktu dan Tempat ………. 12

Bahan dan Alat ……… 12

Metode ……….. 12

HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 21

Keadaan Lingkungan pada Lokasi Pengamatan ……… 21

Kajian Budidaya Tanaman Nenas ……….. 30

Kualitas Tanaman dan Buah ……… 36

Input Budidaya pada Lahan Gambut ………... 45

SIMPULAN ………... 50

DAFTAR PUSTAKA ……… 51

LAMPIRAN ………. 54


(11)

KAJIAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI NENAS

PADA LAHAN GAMBUT DAN LAHAN ALUVIAL

DI KALIMANTAN BARAT

ENDANG GUNAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Pertumbuhan dan Produksi Nenas di Lahan Gambut dan Lahan Aluvial di Kalimantan Barat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2007

Endang Gunawan


(13)

RINGKASAN

ENDANG GUNAWAN, 2007, Kajian Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Nenas pada Lahan Gambut dan Lahan Aluvial di Kalimantan Barat. Dibimbing oleh WINARSO DRAJAD WIDODO dan M. RAHMAD SUHARTANTO.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi tanaman nenas yang dikembangkan pada lahan gambut dan lahan aluvial serta praktek budidayanya. Selain itu data ekologis yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman nenas pada lahan gambut dan lahan alluvial di Kalimantan Barat juga dipelajari dalam penelitian ini. Penelitian dilakukan pada dua lokasi penanaman nenas yaitu pada lahan gambut di Desa Galang Kabupaten Pontianak dan pada lahan aluvial di Desa Sungai Pangkalan Kabupaten Bengkayang. Penelitian dilakukan selama 1 tahun dimulai pada bulan Mei 2006 dan berakhir pada bulan April 2007.

Pengamatan pada tanaman nenas dilakukan selama penelitian, sedangkan pengambilan data pertumbuhan dan produksi dilakukan dalam lima tahapan. Tanaman yang diamati dibagi dalam lima kriteria umur untuk pengamatan pertumbuhan dan produktifitas tanaman, masing-masing dengan 10 ulangan. Pemilihan tanaman sampel ditentukan berdasarkan purposive sampling yang berdasarkan luasan dari lahan yang diamati.

Kedua lokasi pengamatan memiliki pola curah hujan yang berbeda. Lahan gambut memiliki pola curah hujan yang hampir merata sepanjang tahun, sedangkan lahan aluvial memiliki pola yang tidak merata. Tetapi dari data curah hujan selama sepuluh tahun terakhir, kedua lokasi memiliki kecenderungan yang hampir sama, dimana pada bulan-bulan Juli hingga September curah hujan paling sedikit.

Grafik pertumbuhan tanaman memperlihatkan tanaman nenas yang tumbuh di lahan gambut dan lahan aluvial sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air pada lahan. Demikian pula halnya dengan kualitas buah yang diambil pada musim kemarau dan musim hujan. Perbedaan percepatan pertumbuhan dan kualitas buah nenas di dua lokasi juga disebabkan oleh kandungan unsur hara dan pemeliharaan kebun di lahan gambut lebih baik daripada di lahan aluvial. Perawatan kebun yang baik seperti pembersihan saluran dan mengurangi jumlah anakan akan menghasilkan buah nenas yang lebih besar dan manis.


(14)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


(15)

KAJIAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI NENAS

PADA LAHAN GAMBUT DAN LAHAN ALUVIAL

DI KALIMANTAN BARAT

Endang Gunawan

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(16)

Judul Tesis : Kajian Pertumbuhan dan Produksi Nenas pada Lahan Gambut dan Lahan Aluvial di Kalimantan Barat. Nama : Endang Gunawan

NIM : A 351050071

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Winarso Drajad Widodo, MS. Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, MSi. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.


(17)

PRAKATA

Segala puji dan rasa syukur yang tak terkira penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala karunia-Nya maka penelitian dan penulisan Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Tesis yang berjudul Kajian Pertumbuhan dan Produksi Nenas pada Lahan Gambut dan Lahan Aluvial di Kalimantan Barat ini diharapkan akan memberikan manfaat untuk megetahui pengaruh lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman nenas baik pada lahan gambut maupun lahan aluvial. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Winarso Drajad Widodo, MS. dan Dr. Ir. Muhammad Rahmad Suhartanto, MSi. selaku komisi pembimbing, serta Dr. Ir. Sobir, MSi selaku penguji luar komisi atas segala bimbingan, saran, wawasan dan koreksi yang sangat penting bagi penulis selama melaksanakan penelitian maupun penulisan karya ilmiah ini.

2. Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, yang telah menerima penulis sebagai salah satu Mahasiswa Pascasarjana pada Proram Studi Agronomi IPB.

3. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS. selaku ketua Program Studi Agronomi Sekolah Pascasarjana IPB yang telah banyak memberikan saran dan arahan dari mulai penulis diterima sebagai Mahasiswa sampai menyelesaikan studi.

4. Pemda Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat, yang telah memberikan dana bagi penulis untuk melaksanakan Tugas Belajar di Sekolah Pascasarjana IPB.

5. Staf dosen dan peneliti di Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) yang telah membantu fasilitas laboratorium dan memberikan saran serta masukan guna memperlancar penelitian dan penulisan Tesis ini.

6. Istri tercinta Atik Rusmiati, yang telah banyak memberikan dukungan dan menjaga harta dan anak-anak yang penulis tinggalkan selama kuliah. Anak-anak tersayang, Muhammad Fikri Mustaqim dan Adinda Aprilia Nur Karimah, yang merupakan sumber inspirasi dan semangat


(18)

7. Kedua orang tua, bapak Moenadir Toha (almarhum), mamak Zannaisi, yang telah mewariskan semangat dan sikap yang baik, serta seluruh keluarga yang telah memberikan do’a dan restu.

8. Bapak dan Ibu Mertua, bapak Suardi dan mamak Suhaibah atas do’a dan restu serta ikut menjaga cucu yang penulis tinggalkan selama kuliah.

9. Rekan-rekan sesama Mahasiswa Pascasarjana Agronomi yang telah banyak meluangkan waktunya untuk berdiskusi dan memberikan masukan.

10.Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan selama pendidikan hingga selesainya Tesis ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pemerintah daerah Kalimantan Barat serta pihak lain yang berkepentingan. Semoga Allah SWT memberkati kita semua.

Bogor, Agustus 2007

Endang Gunawan


(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Singkawang pada tanggal 14 Agustus 1968, dari ayah Moenadir Toha (almarhum) dan ibu Zannaisi. Penulis merupakan putra kelima dari tujuh bersaudara.

Tahun 1987 setelah tamat dari SMAN 3 Pontianak, penulis melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Tanjungpura Pontianak dan meraih gelar sarjana jurusan Agronomi pada tahun 1993. Sejak tahun 1993 hingga saat ini penulis bekerja pada Dinas Pertanian Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat.

Pada tahun 2005 penulis ditugaskan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sintang untuk melanjutkan pendidikan S2 di Program Studi Agronomi Sekolah Pascasarjana IPB.


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL………... iv

DAFTAR GAMBAR ……… v

DAFTAR LAMPIRAN ………. vi

PENDAHULUAN ………. 1

TINJAUAN PUSTAKA ……… 3

Tanaman Nenas ……… 3

Tanah Gambut ………. 5

Tanah Mineral ………. 7

Pengaruh Iklim Terhadap Tanaman ………. 9

BAHAN DAN METODE ……… 12

Waktu dan Tempat ………. 12

Bahan dan Alat ……… 12

Metode ……….. 12

HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 21

Keadaan Lingkungan pada Lokasi Pengamatan ……… 21

Kajian Budidaya Tanaman Nenas ……….. 30

Kualitas Tanaman dan Buah ……… 36

Input Budidaya pada Lahan Gambut ………... 45

SIMPULAN ………... 50

DAFTAR PUSTAKA ……… 51

LAMPIRAN ………. 54


(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kriteria penilaian tingkat kesuburan tanah gambut menurut

Wiradinata dan Hardjowigeno (1979) ………. 7

2 Kandungan unsur hara makro dan mikro gambut dan aluvial

pada lokasi pengamatan di Kalimantan Barat ………. 29

3 Penggolongan jarak tanam nenas pada lahan gambut dan

alluvial ………. 32

4 Hasil analisis sampel buah nenas yang berasal dari lahan gambut dan alluvial dibandingkan dengan

nenas queen Bogor ……….. 42


(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bagan aliran pengamatan ... 20

2 Peta lokasi pengamatan nenas di Kalimantan Barat ... 21

3 Pola penyebaran curah hujan pada dua lokasi selama

1 tahun pengamatan (Mei 2006 – April 2007) ………. 23

4 Pola curah hujan tahunan selama sepuluh tahun terakhir

pada dua lokasi pengamatan ……… .. 24

5 Keadaan suhu maksimum dan minimum di lokasi

pengamatan ... ……….. 26

6 Keadaan kelembaban udara di lokasi pengamatan tanaman

nenas ……….. 27

7 Bibit nenas yang ditanam pada lahan gambut dan alluvial ………… 30

8 Saluran draenase dan jarak tanam nenas pada lahan gambut

dan alluvial ………. 31

9 Kondisi kebun nenas pada lahan alluvial dan gambut ………. 34

10 Kondisi tanaman yang kekurangan air (kemarau) ………. 35

11 Buah nenas yang telah matang dan buah hasil panen ……….. 36

12 Perkembangan pertumbuhan tanaman nenas pada lahan

gambut dan alluvial ……… 38

13 Kandungan unsure N, P dan K pada jaringan daun tanaman

nenas ……….. 40

14 Sampel buah nenas queen yang berasal dari lahan aluvial

dan lahan gambut di Kal;imantan Barat ……… 41

15 Ukuran buah nenas dari lahan gambut dan aluvial

Pada musim kemarau dan musim penghujan ………... 43

16 Kualitas buah nenas dari lahan gambut dan aluvial pada

Musim kemarau dan musim penghujan ... 44


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... ……….. 54

2 Data Klimatologi pada Lahan Gambut dan Lahan Aluvial

Selama pengamatan (Mei 2006 – April 2007) ……….. 55

3. Curah Hujan Rata-rata Selama Sepuluh Tahun (1997-2006) Stasiun Terdekat (Stasiun Klimatologi Semelagi)

Dengan Lahan Aluvial ……….. 56

4 Curah Hujan Rata-rata Selama Sepuluh Tahun (1997-2006) Stasiun Terdekat (Stasiun Klimatologi Anjungan)

dengan Lahan Gambut ……… 57

5 Pengamatan Pertumbuhan Tanaman Nenas pada

Lahan Gambut dan Lahan Aluvial ... 58

6 Standar Penilaian Sifat Umum Tanah Secara Empiris Dari Laboratorium Departemen Ilmu Tanah

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor ... 59


(24)

(25)

(26)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman Nenas merupakan salah satu komoditas hortikultura penting yang terus dikembangkan di Indonesia. Pada tahun 2005 produksi nenas Indonesia mencapai 673,07 ribu ton dengan produktivitas rata-rata 8,4 ton per hektar., Produktivitas tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil rata-rata produksi per hektar yang dicapai oleh Malaysia sebesar 32 ton per hektar, Thailand sebesar 22,23 ton per hektar dan Philipina sebesar 36,33 ton per hektar (FAO 2007). Sejak pertama kali ditemukan oleh Columbus tanaman ini berkembang sangat cepat, tersebar ke seluruh dunia, terutama di daerah tropis. Buah nenas dapat dikonsumsi oleh masyarakat dengan cara dimakan langsung atau melalui proses lebih dahulu dengan cara dimasak atau dikalengkan. Alasan masyarakat menyukai buah nenas disamping untuk diet juga sebagai pemenuhan kebutuhan vitamin dan mineral bagi tubuh.

Mulyohardjo (1984) menyebutkan adanya beberapa tipe nenas yang mempunyai nilai komersial yang tinggi, seperti : Spanish (berdaging putih),

Queen (berdaging kuning) dan Cayenne (berdaging putih kekuningan). Nenas yang di kenal di Indonesia juga termasuk kedalam ketiga varietas tersebut, tetapi kebanyakan nenas dikenal atau disebut berdasarkan tempat tumbuhnya, seperti: Nenas Subang adalah nenas Cayenne yang tumbuh baik di daerah Subang, dan Nenas Bogor termasuk varietas queen yang tumbuh baik di daerah Bogor.

Di daerah Kalimantan Barat tanaman nenas ditanam pada lahan gambut dan lahan mineral. Tipe nenas yang dibudidayakan kebanyakan nenas Queen, yang ditanam secara monokultur atau bercampur dengan nenas tipe lain seperti nenas

Spanish. Proporsi luasan pertanaman nenas di Kalimantan Barat terbesar di Kabupaten Pontianak sebesar 65,66% dan sisanya tersebar di Kabupaten lainnya. Produksi nenas pada tahun 2003 mencapai 13.540 ton dengan lahan seluas 375 Ha (BPS Kalbar 2004). Pada lahan gambut tanaman nenas ditanam di dataran rendah yaitu pada ketinggian 1 m sampai 2 m dpl, demikian juga dengan tanah Aluvial.


(27)

2

Sedangkan pada tanah PMK pada ketinggian 100 m sampai 200 m dpl. (Dinas Pertanian Kalimantan Barat, 2003).

Penelitian dan ketersediaan data tentang hubungan karakteristik wilayah, sifat tanah, musim panen dan kualitas buah nenas disetiap sentra produksi masih terbatas, sehingga informasi mengenai pertumbuhan dan kualitas buah nenas masih sedikit. Informasi ini sangat penting bagi pengembangan produksi nenas secara komersial. Penelitian untuk mengetahui hubungan antara karakteristik tanah, agroklimat dan budidaya tanaman dengan pola panen dan kualitas buah penting dilakukan sehingga diperoleh informasi yang berguna bagi pengembangan nenas di Indonesia,

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pertumbuhan, produksi dan budidaya tanaman nenas pada lahan gambut dan lahan aluvial. Selain itu data ekologis yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman nenas pada lahan gambut dan lahan aluvial di Kalimantan Barat juga dipelajari dalam penelitian ini.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan informasi penting tentang pengaruh lingkungan tumbuh lahan gambut dan lahan aluvial bagi produktifitas dan kualitas nenas. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pembuatan Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Tanaman Nenas di Lahan Gambut.


(28)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Nenas

Tanaman nenas (Ananas Comosus famili Bromeliaceae) adalah tanaman buah-buahan tropika beriklim basah yang bersifat merumpun, sehingga walaupun tanaman nenas sebenarnya adalah monocarpic dapat berbuah beberapa kali. Hal itu disebabkan tunas akar dan tunas batang mampu berbuah pula (Sunarjono 1987). Bagian tanaman nenas meliputi akar, batang, daun, tangkai buah, buah, mahkota dan anakan (tunas tangkai buah (slip), tunas yang muncul di ketiak daun (shoots), tunas yang muncul dari batang di bawah permukaan tanah (suckers) (Collins 1960). Bagian tanaman nenas yang dapat dimanfaatkan untuk perbanyakan yaitu mahkota, shoots, suckers dan slips.

Nenas terdiri dari banyak kultivar, terbagi dalam empat kelompok yaitu

Cayenne, Queen, Spanish dan Abacaxi (Samson 1980). Berdasarkan karakteristik tanaman dan buah nenas dapat dikelompokkan dalam lima kelompok yang berbeda yaitu Cayenne, Queen, Spanish, Abacaxi dan Maipure. Pengelompokan tersebut biasanya dalam ukuran tanaman dan ukuran buah, warna dan rasa daging buah, serta pinggiran daun yang rata dan berduri (Nakasone dan Paull 1999).

Menurut Verheij dan Coronel (1997), tanaman nenas berupa tanaman herba tahunan atau dua tahunan, tinggi 50 - 100 cm. Daunnya berbentuk pedang, panjangnya dapat mencapai 1 m atau lebih, lebarnya 5 – 8 cm, pinggirannya berduri atau hampir rata, berujung lancip, bagian atas daun berdaging, berserat, beralur, tersusun dalam spiral yang tertutup, bagian pangkalnya memeluk poros utama. Buahnya berbentuk silender dengan panjang ± 20 cm, diameter ± 14 cm, bobot 1 – 2,5 kg, dan dihiasi oleh suatu roset daun-daun yang pendek, tersusun spiral, yang disebut mahkota. Daging buahnya kuning pucat sampai kuning keemasan.

Tanaman nenas dapat tumbuh di sekitar daerah khatulistiwa antara 25o LU dan 25o LS, tidak tahan terhadap temperatur dingin. Di Indonesia tanaman nenas umumnya tumbuh baik di dataran rendah dengan suhu antara 29oC sampai 32oC. Curah hujan rata-rata antara 1000-3000 mm per tahun dan merata sepanjang tahun, dengan pH tanah antara 5,5 – 6. Akan tetapi tanaman nenas ini juga toleran


(29)

4

terhadap pH rendah (tanah masam) sehingga pada daerah transmigrasi yang keadaan lahannya masam, tanaman nenas masih mampu tumbuh dengan subur dan berbuah baik. Namun pada tanah berkapur tanaman nenas tumbuh kerdil dan menunjukkan gejala klorosis (Sunarjono 1987).

Pada daerah dataran rendah umumnya ditanami nenas tipe Queen. Nenas ini memiliki ukuran tanaman, daun dan buah yang lebih kecil. Secara umum nenas Queen memiliki ciri-ciri daun berduri, bobot buah sekitar 0,9-1,3 kg, bentuk buah kerucut, mata menonjol, warna kulit kuning, warna daging buah kuning tua, hati kecil, rasa manis, kandungan asam dan serat rendah. Nenas Queen rasanya manis, renyah dan aromanya harum dibandingkan dengan yang lain (Ensminger et al. 1995, dalam Sari 2002).

Nenas dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. Tanaman nenas sering ditemukan di daerah tropis terutama di tanah latosol coklat kemerahan atau merah. Nenas memerlukan tanah berpasir yang banyak mengandung bahan organik, dimana drainase dan aerasinya baik (Dinas Pertanian Tanaman Pangan 1994).

Tanaman nenas termasuk tanaman yang tahan kekeringan, karena memiliki sel-sel yang mampu menyimpan air. Tanaman nenas memerlukan sinar matahari yang cukup untuk pertumbuhan. Kondisi berawan pada musim hujan menyebabkan pertumbuhan terhambat, buah menjadi kecil, kualitas menurun dan kadar gula menjadi sangat berkurang. Sebaliknya bila sinar matahari terlalu banyak maka tanaman akan terbakar dan buah cepat masak. Intensitas matahari rata-rata pertahunnya yang baik adalah bervariasi antara 33% - 71% (Verheij dan Coronel 1997).

Menurut Azhari (1995), tanaman nenas merupakan tanaman yang tidak tahan terhadap genangan air dan tidak senang terhadap pemberian pupuk Nitrogen (ZA dan Urea) yang tinggi, serta tidak tahan terhadap suhu dingin (salju). Oleh karena itu di dataran tinggi tanaman nenas kurang baik tumbuhnya dan rasa buahnya menjadi masam. Tanaman tahan terhadap daerah terlindung, tetapi lebih baik apabila ditanam di daerah yang terbuka.

Tahap-tahap fisiologi dari pertumbuhan dan perkembangan buah nenas adalah pembelahan sel, pembesaran sel (pre-mature), penuaan (mature), matang (ripe) dan senescence (Winarno 1981, dalam Arista 2001). Kriteria buah nenas


(30)

5

yang siap untuk dipetik adalah adanya perubahan warna dari warna hijau menjadi agak kekuningan pada bagian pangkal buah. Buah nenas merupakan buah non klimakterik sehingga harus dipanen pada saat siap untuk dimakan. Kadar padatan terlarut sekitar 12% dan kadar kemasaman maksimum 1% merupakan kualitas yang disukai oleh konsumen (Kader 2000). Apabila buah nenas akan dijual secara komersial terlebih jika jarak jauh, biasanya dipanen bila semua mata masih hijau dan belum ada tanda-tanda kuning sama sekali.

Nenas segar setiap 100 g mengandung 85 g air, 0,4 g protein, 14 g gula, 1 g lemak dan 0,5 g serat. Kandungan nutrisi ini tergantung pada lingkungan dimana buah nenas berasal, yang dari dataran rendah lebih besar, lebih manis dan lebih berair daripada buah yang berasal dari dataran tinggi. Sari buah nenas mengandung 0,5-0,9% asam dan 10-17% gula. Nenas juga mengandung bromelin, suatu enzim pencerna protein (Verheij dan Coronel 1997).

Buah nenas akan mengalami perubahan selama pemasakan dan pematangan. Dalam keadaan belum masak, mata berwarna kelabu atau hijau muda dan daun-daun pelindung yang menutup separuh mata akan berwarna kelabu atau hampir putih. Dengan masaknya buah, ruang antara mata terisi dan warnanya lambat laun berubah dari hijau muda menjadi hijau tua. Saat buah matang, mata berubah dari runcing menjadi datar dengan sedikit lekukan di pusatnya, buah menjadi lebih besar, tidak sekeras seperti semula dan lebih berbau (Pantastico 1989).

Kualitas buah nenas meliputi penampakan, tekstur, flavor, nilai gizi dan keamanan. Penampakan ini mencakup ukuran (besar, bobot, volume), bentuk (diameter, keseragaman), intensitas dan keragaman warna, kilap, kerusakan eksternal dan internal. Tekstur meliputi kekerasan, kelunakan, sukulensi dan kekenyalan. Flavor merupakan kombinasi rasa dan aroma. Standar kombinasi buah nenas untuk konsumsi segar meliputi kematangan, kekerasan, keseragaman ukuran dan bentuk, nisbah panjang mahkota/buah, bebas dari kerusakan, kelayuan, memar dan keretakan (Childers dan Gardner 1996).


(31)

6

Tanah Gambut

Di Indonesia tanah gambut terdapat cukup luas dan tergolong jenis tanah kedua terluas setelah tanah Podsolik. Total jumlah gambut di Indonesia sekitar 16 juta hektar, dan di Kalimantan Barat luas tanah gambut mencapai 1.677.550 Ha (BPS Kalbar 2004). Menurut definisi yang disepakati di dalam Kongres Internasional Ilmu Tanah di Rusia tahun 1930, lahan gambut didefinisikan sebagai tanah organik yang meliputi sekurang-kurangnya 1 hektar dengan kedalaman 0,5 meter atau lebih dan kandungan mineral tidak lebih dari 35%. Bilamana kandungan mineral lebih 35% tetapi masih kurang dari 65% tanah tersebut didefinisikan sebagai sepuk (much). Much merupakan tanah-tanah organik dimana bagian-bagian tanaman yang mati sudah tidak dapat dibedakan lagi secara jelas, tanah ini biasanya banyak mengandung bahan mineral dan berwarna gelap.

Pengertian tanah gambut menurut Andriesse (1974) diacu dalam Noor (2001) adalah tanah organik (organic soils), tetapi bukan berarti bahwa tanah organik adalah tanah gambut. Sebagian petani menyebut tanah gambut dengan istilah tanah hitam, karena warnanya hitam dan berbeda dengan jenis tanah lainya. Tanah gambut yang telah mengalami perombakan secara sempurna sehingga bagian tumbuhan aslinya tidak dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (muck, peaty muck, mucky). Petani Kalimantan Barat menamakan tanah ini dengan sebutan sepuk. Tetapi istilah gambut dan sepuk sering diindekkan dengan pengertian tanah gambut. Jadi, dalam istilah tanah gambut secara umum termasuk pula yang disebut dengan sepuk.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua tanah organik disebut tanah gambut, akan tetapi tanah gambut sudah pasti tanah organik. Kesuburan tanah gambut sangat beragam tergantung dari berbagai faktor, seperti ketebalan lapisan gambut dan tingkat dekomposisinya, komposisi bahan tanaman penyusun gambut, dan kualitas air atau lingkungan selama proses pembentukan gambut berlangsung (Sabiham 2006).

Wiradinata dan Hardjosoesastro (1979) mengelompokkan tingkat kesuburan tanah gambut menjadi tiga golongan, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Kriteria penilaian ini didasari atas pH, N-total, P-tersedia dan K-tersedia.


(32)

7

Tanah gambut di Indonesia sebagaian besar bereaksi masam hingga sangat masam dengan pH kurang dari 4,00 (Ismunadji dan Soepardi 1984). Kemasaman tanah gambut berhubungan erat dengan kandungan asam organiknya, yaitu asam

humik dan fulvik (Polak 1952; Andriesse1974; Miller dan Donahue 1990).

Tabel 1. Kriteria penilaian tingkat kesuburan tanah gambut menurut Wiradinata dan Hardjosoesastra (1979)

____________kriteria penilaian____________ U r a i a n rendah sedang tinggi

pH < 4,00 4,00 – 5,00 > 5,00 N-total (%) < 0,20 0,20 – 0,50 > 0,50 P-tersedia (ppm) < 20,00 20,00 – 40,00 > 40,00 K-tersedia (me/100g) < 0,39 0,39 – 0,78 > 0,78

Tingkat kemasaman tanah gambut yang tinggi sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, yaitu secara langsung melalui sifat racun dari asam-asam organik dan ion hidrogen, maupun secara tidak langsung karena rendahnya penyediaan hara bagi tanaman. Oleh karena itu upaya untuk menekan asam-asam organik pada tanah gambut sangatlah diperlukan dalam mengelola tanah gambut untuk pertanian.

Kesuburan tanah gambut sangat beragam tergantung dari berbagai faktor, seperti ketebalan lapisan gambut dan tingkat dekomposisinya, komposisi bahan tanaman penyusun gambut, bahan tanah mineral yang berada di bawah lapisan gambut, kualitas air atau lingkungan selama proses pembentukan gambut berlangsung. Gambut tebal pada umumnya lebih miskin daripada gambut tipis yang terbentuk diatas endapan liat marin. Namun demikian kenyataan di lapangan menunjukkan tidak semua gambut tipis cocok diusahakan untuk pertanian karena ada gambut tipis yang berada di atas pasir kuarsa yang miskin akan unsur hara, atau dengan kata lain tingkat kesuburannya rendah (Sabiham 2006)

Tanah Mineral

Tanah tersusun dari empat bahan utama, yaitu bahan mineral, bahan organik, air dan udara. Istilah tanah mineral menyatakan bahwa tanah tersebut


(33)

8

tersusun dari bahan mineral yang dominan, sedangkan kandungan bahan organiknya sangat sedikit sekali (3 – 5%). Bahan mineral tanah berasal dari pelapukan batuan induk. Oleh karena itu susunan mineral di dalam tanah berbeda-beda sesuai dengan susunan mineral batuan yang dilapuk. Mineral tanah dapat dibedakan menjadi mineral primer dan mineral sekunder. Mineral Primer adalah mineral yang berasal langsung dari batuan yang dilapuk, sedang mineral sekunder adalah mineral bentukan baru yang terbentuk selama proses pembentukan tanah berlangsung (Hardjowigeno 2003).

Indonesia memiliki berbagai macam jenis tanah, sebagian besar tanah merupakan tanah mineral yang umumnya merupakan tanah marjinal. Dalam garis besarnya, tanah-tanah marjinal ini dibedakan menjadi dua golongan, yaitu lahan kering yang umumnya terdiri atas tanah Ultisol (Podsolik Merah Kuning) dan mungkin Oxisol, dan tanah-tanah daerah rawa-rawa yang umumnya terdiri atas tanah Histosol (Gambut, Tanah Organik), tanah berpotensi sulfat masam (Sulfaquent) dan tanah sulfat masam (Sulfaquept). Problema tanah Ultisol dan Oxisol adalah reaksi tanah yang masam, kandungan Al yang tinggi, unsur hara yang rendah, sehingga diperlukan pengapuran serta pengelolaan yang baik agar tanah menjadi produktif dan tidak rusak. Jenis tanah ini diperkirakan 48 juta hektar dan umumnya tersebar di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Bahan mineral adalah bahan tanah yang berkadar bahan organik kurang dari 30 persen atau kurang dari 18 persen karbon organik. Tekstur bahan mineral ditetapkan pada lapisan atas tanah sampai kedalaman 40 cm. Tekstur tanah menunjukkan perbandingan relatif fraksi liat, debu dan pasir. Sifat ini mempengaruhi kapasitas mengikat air, KTK, porositas, infiltrasi, hydraulic conductivity dan aerasi tanah. Secara tidak langsung tekstur tanah mempengaruhi perkembangan akar (Hardjowigeno 2003).

Tanaman nenas dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah yang luas. Di daerah tropis nenas bisa dibudidayakan di tanah laterik merah atau laterik coklat kemerahan (Collins 1960). Faktor utama yang menentukan jenis tanah yang sesuai untuk pertumbuhan nenas adalah drainase dan daya pegang air (Albrigo 1966). Tanaman nenas tidak tahan terhadap genangan, oleh karena itu tanah yang cocok untuk tanaman nenas adalah tanah ringan atau sedang yang memiliki humus


(34)

9

yang banyak (Collins 1960). Tanaman ini lebih menyukai tanah liat berpasir yang memiliki drainase yang baik dan mengandung bahan organik yang tinggi dengan pH 4,5 – 6,5. Drainase hendaknya dijaga sebaik-baiknya, karena tanaman yang terendam sangat mudah terserang penyakit busuk akar (Verheij dan Caronel 1997).

Tanah Aluvial merupakan jenis tanah yang terbentuk bukan dari proses pelapukan oleh iklim atau proses lainnya, melainkan adanya proses penimbunan sehingga sifat dan ciri-cirinya tidak dapat lepas dari bahan induk pembentuknya. Biasanya tanah aluvial berada di daerah pinggiran sungai besar atau pantai (Soepardi 1983).

Menurut Soepraptohardjo (1976) dalam Zufikri (2002), tanah aluvial mempunyai reaksi tanah yang beranekaragam, kandungan bahan organiknya rendah, kejenuhan basa sedang sampai tinggi, daya jerapan tinggi dan kandungan unsur hara tergantung dari bahan induk. Pada beberapa tempat, tanah aluvial mengandung bahan kimia atau garam-garam tertentu atau sulfat untuk tanah yang berada dekat pantai. Kesuburan tanah aluvial juga dipengaruhi oleh asam-asam humus dan bahan-bahan racun yang ikut terbawa air. Keadaan yang sangat masam dari tanah ini menyebabkan terbebasnya besi dan alumunium yang merupakan racun bagi tanaman.

Daerah penyebaran tanah aluvial beraneka ragam sehingga menyebabkan kesuburannya beranekaragam pula. Soepardi (1983) mengatakan, bahwa bila tanah aluvial didrainasekan dengan sempurna akan sangat produktif.

Pengaruh Iklim Terhadap Tanaman

Pertumbuhan tanaman buah-buahan selain dipengaruhi oleh keadaan tanah juga dipengaruhi oleh keadaan iklim, yang meliputi :

1. Curah Hujan. Pada umumnya penyebaran tanaman buah-buahan di Indonesia mengikuti pola persebaran iklim, khususnya curah hujan. Banyaknya hari hujan yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia tidaklah sama. Di daerah dataran rendah yang mempunyai curah hujan lebat dan merata sepanjang tahun terdapat beraneka tanaman buah-buahan tumbuh subur dan rapat seperti belukar. Sebaliknya pada daerah yang curah hujannya sedikit dan tidak merata


(35)

10

sepanjang tahun tanaman buah-buahan tumbuh jarang dan merana. Tinggi rendahnya curah hujan disuatu tempat tentu saja akan mempengaruhi kelembaban udara di daerah tersebut. Di Indonesia tanaman nenas akan tumbuh dengan baik dengan curah hujan rata-rata antara 1000 – 3000 mm per tahun (Sunarjono 1987).

2. Suhu Udara, Suhu udara di wilayah Indonesia erat hubungannya dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (elevasi) dan hembusan angin. Makin tinggi tempat di atas permukaan laut, makin rendah suhunya. Di dataran rendah yang cukup mendapatkan air irigasi atau air hujan, hampir semua jenis buah-buahan tropik dapat tumbuh dan berbuah dengan baik, sedangkan di dataran tinggi tidak banyak jenis tanaman buah-buahan yang mampu tumbuh dengan baik. Menurut Verheij dan Coronel (1997) temperatur optimim nenas mendekati temperatur daerah tropika basah, berkisar 23 – 32oC. Pada suhu dan kelembaban yang terlalu tinggi daun-daun tanaman menjadi lunak, buah menjadi besar dengan kandungan asam rendah dan pertumbuhan menjadi sangat rendah.

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam budidaya nenas. Laju pertumbuhan dan perkembangan berhubungan positip dengan kenaikan suhu sampai 29oC. Pada suhu yang tinggi ukuran tanaman dan daun lebih besar dan lebih lentur, teksturnya halus dan warnanya gelap, ukuran buah lebih besar dan kandungan asamnya lebih rendah. Suhu optimum untuk pertumbuhan akar yaitu 29oC, pertumbuhan daun 32oC dan untuk pemasakan buah yaitu 25oC (Nakasone dan Paull 1999).

3. Penyinaran Matahari. Sinar matahari mempunyai peranan penting dalam memberikan energi untuk proses fotosintesis bagi tanaman. Namun telah diketahui bahwa tidak semua sinar matahari dapat mencapai permukaan bumi, dan dapat diterima oleh tanaman. Pada musim-musim penghujan, intensitas cahaya matahari yang diterima tanaman tidak maksimum. Kebutuhan sinar matahari bagi tanaman buah-buahan tropis adalah antara 40 sampai 80 % tergantung jenisnya. Selain intensitas, lamanya penyinaran juga merupakan hal yang penting. Lama penyinaran atau yang lebih populer dengan panjang hari berbeda di setiap tempat dan musim. Pada daerah khatulistiwa, lama


(36)

11

penyinaran berkisar 12 jam per hari. Semakin jauh dari khatulistiwa lama penyinaran dapat lebih panjang atau lebih pendek sesuai dengan pergerakan sinar matahari (Azhari 1995).

Nenas adalah tanaman xerofit. Jalur fotosintesisnya adalah tipe CAM (Crassulacean Acid Metabolism = Metabolisme Asam Crassslaceae). Karbon dioksida diserap pada malam hari dan diubah menjadi asam yang digunakan dalam sintesis karbohidrat pada siang hari. Jalur metabolisme ini memungkinkan stomata tertutup sepanjang siang untuk menghemat penggunaan air. Tentu saja tanaman ini tahan terhadap kekeringan, tetapi sistem perakarannya dangkal saja, sehingga pada keadaan kering pertumbuhannya segera tertahan (Fitter dan Hay 1981)

4. Air Tanah. Pada umumnya tanaman buah-buahan memerlukan air cukup pada musim kemarau, dan tidak berlebihan air pada musim penghujan. Pada musim hujan air sebagian meresap masuk kedalam tanah dan sebagian lagi mengalir di permukaan tanah menuju ketempat yang lebih rendah. Menurut Azhari (1995), dalam menghisap air tanaman mempunyai kapasitas yang berbeda-beda, tergantung jenis tanaman masing-masing. Dalam kaitannya dengan kapasitas menyerap air ini, tanaman dibedakan dalam tiga jenis yaitu: xerofit

(menyerap air dalam jumlah sedikit), mesofit (memerlukan air cukup) dan

hidrofit (membutuhkan air dalam jumlah banyak). Pertumbuhan tanaman nenas tergantung pada pasokan air yang cukup pada perakarannya yang dangkal itu. Pertumbuhan akar akan terganggu jika air tidak tersedia, sebaliknya jika terlalu banyak air akan terjadi pembusukan akar. Berbagai teknik penanaman dilakukan untuk menjaga agar tingkat kelembaban tanah sedang, yang berarti drainasenya sempurna, jika perlu penanaman dilakukan diatas bedengan yang ditinggikan.


(37)

12

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2006 sampai dengan Mei 2007. Jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Penelitian dilaksanakan di daerah Kalimantan Barat pada lahan Gambut (Desa Galang Kecamatan Sungai Pinyuh, Kabupaten Pontianak) dan lahan mineral ( Desa Sungai Pangkalan Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Bengkayang). Analisis tanah dan daun dilaksanakan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB, Analisis buah dilaksanakan di Laboratorium Pusat Kajian Buah-buah Tropika (PKBT) Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tanaman nenas jenis Queen yang sudah berproduksi pada lahan gambut dan lahan aluvial, sampel tanah gambut, sampel tanah aluvial, beberapa sampel daun dan buah nenas. Bahan-bahan penunjang laboratorium untuk analisis daun dan buah berupa Amilum, NaOH, Iodine,

Phenolphetalein (PP), dan Aquades. Bahan penunjang lainnya berupa Tissu gulung, kertas label dan kertas koran.

Alat-alat utama yang digunakan untuk pengamatan iklim, peralatan untuk mengambil contoh tanah dan peralatan laboratorium untuk analisa tanah, daun dan buah seperti Oven, Timbangan, Jangka Sorong, penggaris, pisau, tabung reaksi, gelas erlemeyer, pH meter, pinset, pipet dan labu titrasi

Metode

Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode survey lapangan, dengan melakukan pengamatan pada pertumbuhan tanaman nenas di 2 lokasi yaitu pada lahan gambut (Desa Galang Kabupaten Pontianak) dan pada lahan aluvial (Desa Sungai Pangkalan Kabupaten Bengkayang). Penetapan sampel ditentukan secara purposive sampling. Pada lokasi tersebut dilakukan pengamatan terhadap sampel terpilih yang didasarkan pada tingkat/luas lahan masing-masing.


(38)

13

A. Pengamatan pada tanaman :

Tanaman yang akan diamati/dipilih yaitu meliputi 5 kriteria umur untuk pengamatan pertumbuhan dan produktifitas tanaman, masing-masing dengan 10 sampel.

Pelaksanaan pengamatan di lapangan dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu :

1. Survey Awal, yaitu untuk menentukan :

a. lokasi pengamatan yang dipilih pada lahan gambut dan lahan mineral.

b. penentuan tanaman yang dipilih untuk menjadi sampel dengan kriteria fase pertumbuhan yang telah ditetapkan.

c. pemasangan alat pengamat curah hujan.

d. pengambilan sampel tanah untuk dianalisis sifat fisik dan kimianya di laboratorium.

2. Pengamatan I dilakukan pada awal musim kemarau (Mei 2006). a. Pengambilan data pertumbuhan tanaman dengan mengukur lebar

daun, panjang daun dan tinggi tanaman

3. Pengamatan II dilakukan pertengahan musim kemarau (Agustus 2006) a. Pengambilan data pertumbuhan tanaman dengan mengukur lebar

daun, panjang daun dan tinggi tanaman.

4. Pengamatan III dilakukan pada awal musim hujan (November 2006) a. Pengambilan data pertumbuhan tanaman dengan mengukur lebar

daun, panjang daun dan tinggi tanaman.

b. Pengambilan sampel buah yang telah matang pada tanaman N5 untuk diambil datanya di laboratorium.

5. Pengamatan IV dilakukan pertengahan musim hujan (Pebruari 2007) a. Pengambilan data pertumbuhan tanaman dengan mengukur lebar

daun, panjang daun dan tinggi tanaman.

6. Pengamatan V dilakukan pada akhir musim hujan (April 2007) a. Pengambilan data pertumbuhan tanaman dengan mengukur lebar


(39)

14

b. Pengambilan sampel buah yang telah matang pada tanaman N3 untuk diambil datanya di laboratorium.

c. Pengambilan sampel tanaman, yaitu dengan membongkar tanaman untuk diambil data berat basah dan berat kering, data serapan hara N, P dan K pada daun.

d. Pengambilan sampel tanah pada lahan gambut dan aluvial untuk dianalisa di laboratorium..

Pengamatan Tanaman di Lapangan meliputi :

a. Panjang daun (cm), mengukur pada daun terpanjang dengan penggaris dari pangkal hingga ujung daun. Daun yang diukur merupakan daun yang terpanjang dalam satu tanaman, kemudian daun tersebut ditandai untuk terus diambil datanya hingga akhir penelitian.

b. Lebar daun (cm), mengukur pada daun terpanjang dengan penggaris bagian terlebar dari helaian daun.

c. Tinggi tanaman (cm), yang diukur dari permukaan tanah sampai pucuk tanaman yang terpanjang, yang terus diambil datnya hingga akhir penelitian.

Pengamatan Tanaman di laboratorium meliputi :

1. Analisa pada sampel tanaman, meliputi :

a. Bobot basah daun (gram), yaitu pengukuran bobot daun dengan cara menimbang daun setelah dibongkar

b.Bobot kering daun (gram), yaitu hasil pengukuran bobot daun yang telah dikeringkan (dengan oven) pada suhu 105oC selama 24 jam. 2. Analisa lengkap pada sampel tanah gambut dan tanah mineral, yang

meliputi:

a. kandungan unsur hara makro ( persen C organik, persen N total, P tersedia dan K tersedia).


(40)

15

- persen C organik, menggunakan metode Walkley and Black yaitu dengan titrasi FeSO4 untuk tanah aluvial dan metode pengabuan yang diukur dengan alat grafimetrik untuk gambut.

- Persen N total, menggunakan metode Kjeldhal, yaitu titrasi dengan menggunakan larutan HCl 0.02%.

- P tersedia, menggunakan metode Bray I dengan alat

Spectrophotometer.

- K tersedia, menggunakan metode Bray I.

b. Kandungan unsur hara mikro (Ca, Mg, H, Fe, Zn dan Mn)

- Ca dan Mg menggunakan larutan NH4OAc pH 7 yang dapat

langsung diukur dengan metode foto nyala.

- H, Fe, Zn dan Mn menggunakan pengekstrak larutan HCl 0.05 N, kemudian diukur dengan alat AAS (Atomic Absorbtion Spectrophotometer).

c. pH (H2O dan HCl).

d. kapasitas tukar kation (KTK)

- Nilai KTK merupakan penjumlahan dari kation-katiaon pada sampel tanah yang dinyatakan dalam me/100 gr.

e. kejenuhan basa (KB)

- Nilai Kejenuhan Basa dinnyatakan dalam persen, dengan rumus :

Jumlah Kation

KB = --- x 100 % KTK

f. persen tekstur (pasir, debu dan liat).

- menggunakan metode pipet, setelah dilakukan perendaman dengan H2O2 selama 24 jam dan dipanaskan, suspensi dan dipipet per

waktu.

g. Kadar Air dan Kadar Abu.

- Kadar Air dengan menghitung selisih berat basah dan berat kering, yang dinyatakan dalam persen.


(41)

16

- Kadar Abu dengan menggunakan metode graphymetric, dengan memanaskan dan diabukan. Perhitungan berdasarkan bobot kehilangan dimana totalpasir, debu dan liat sama dengan 100 persen.

Pengambilan sampel tanah dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada awal dan akhir penelitian. Pengambilan sampel tanah dilakukan disekitar perakaran tanaman sampel. Setelah di laboratorium tanah dikeringkan dengan oven dengan suhu 60°C selama 24 jam.

3. Analisa pada sampel jaringan daun nenas, meliputi pengukuran : Pengambilan sampel untuk analisis kandungan hara N, P dan K pada jaringan daun tanman dilakukan pada akhir penelitian. Pengambilan organ tanaman dilakukan pada pagi hari dan segera dimasukkan kedalam cool box. Setelah sampai di laboratorium, sampel dimasukkan kedalam freezer dengan suhu -10°C dan pada hari berikutnya dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu 60°C selama 24 jam. Sampel yang sudah kering disimpan kembali ke dalam freezer

untuk dianalisis kadar unsur haranya.

Analisis kandungan Nitrogen menggunakan metode Kjeldhal. Prinsip kerjanya adalah sampel didestruksi dengan asam sulfat pekat dengan menggunakan kalium sulfat dan merkuri oksida sebagai katalisator. Nitrogen organik yang terdapat dalam sampel diubah menjadi ion ammonium. Kemudian ammonium didestilasi dengan penambahan natrium hidroksida. Kadar nitrogen dalam sampel ditentukan dengan

Kjeltec Auto Analiyzer.

Analisis kandungan Posfat dan Kalium menggunakan metode pengabuan kering dengan menggunakan Hidrogen Klorida pekat.

4. Analisa pada sampel buah nenas, meliputi pengukuran : a. kadar air (persen)

Cawan petri yang akan digunakan dikeringkan dengan oven pada suhu 105°C selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang (A) gram. Timbang sebanyak 5 (B) gram sampel yang telah dihomogenkan. Selanjutnya dimasukkan dalam


(42)

17

oven pada suhu 100-105°C sampai beratnya konstan lalu didinginkan dan ditimbang (C) gram. Kadar air dihitung dengan rumus :

B - C

--- x 100 % B - A

Dimana A = berat cawan

B = berat cawan + bahan sebelum dikeringkan C = adalah berat cawan + bahan setelah dikeringkan.

b. padatan total terlarut / PTT (°Brix)

PTT diukur dengan hand-refraktometer. Setetes filtrat sampel diteteskan pada prisma refraktometer yang sudah distabilkan dan dilakukan pembacaan. Jika dilakukan pengenceran, hasil pembacaan dikalikan dengan faktor pengencer. Sebelum dan sesudah digunakan, prisma refraktometer dibersihkan dengan aquades. Total Padatan Terlarut dinyatakan dengan °Brix.

c. kandungan asam total (persen)

Kandungan asam tertitrasi dihitung melalui asam tertitrasi. Sebanyak 25 gram hancuran buah nenas dilarutkan dengan 250 ml aquades kedalam labu ukur 100 ml kemudian disaring dan dipipet sebanyak 10 ml, setelah itu diberi 3 tetes indikator fenolftalein. Larutan kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah jambu.

ml NaOH x N NaOH x fp x BE

Total Asam = --- x 100 % mg sampel

N = Normalitas larutan NaOH Fp = Faktor pengencer (250/25)

BE = Berat Equivalen asam malat umtuk nenas

d. pH buah

Pengukuran pH dilakukan pada bagian pangkal tengah dan ujung buah. Sebanyak 10 gram hamcuran buah di larutkan dengan


(43)

18

aquades menjadi 100 ml kemudian diukur pH nya dengan menggunakan pH meter.

e. bobot buah dan bobot buah tanpa mahkota (gram)

Pengukuran dilakukan dengan melakukan penimbangan buah dengan timbangan elektrik.

f. panjang buah dan panjang mahkota (cm).

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan penggaris dari pangkal hingga ujung.

g. jumlah daun mahkota (helai)

Dilakukan dengan menghitung jumlah helaian daun yang ada pada mahkota buah.

h. diameter buah dan diameter hati (cm)

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong setelah terlebih dahulu buah dibelah secara vertikal.

i. kedalaman mata (cm)

Dilakukan dengan menggunakan jangka sorong setelah terlebih dahulu buah dibelah secara vertikal. Pengukuran dilakukan pada pangkal tengah dan ujung buah.

j. warna buah dan warna daging buah (menggunakan Shell colour 0-7)

k. uji organoleptik

Pengujian dilakukan oleh 25 orang fanelis, bagian buah yang lakuan pengujian adalah bagian tengahnya. Uji organoleptik dilakukan terhadap aroma buah, keempukan, kerenyahan, kemanisan, intensitas rasa manis dan intensitas rasa masam.

B. Pengamatan Teknik Budidaya :

Metode yang digunakan dalam pengamatan ini adalah dengan melihat dan melakukan wawancara serta pengisian kuesioner sebanyak 35 orang petani. Berdasarkan luasan areal penanaman nenas, maka pemilihan rensponden ditentukan berdasarkan pertimbangan luasan lahan. Untuk lahan gambut diambil 20 orang responden sedangkan untuk lahan aluvial


(44)

19

diambil 15 orang responden. Informasi yang diketahui meliputi: asal bibit, pengolahan tanah, pemupukan, pemangkasan, pengendalian hama dan penyakit, jenis hama dan penyakit, panen, pasca panen dan pemasaran.

C. Pengamatan lingkungan fisik :

Yaitu pengamatan lingkungan fisik di sekitar pertumbuhan tanaman dengan melihat serta mengambil data :

a. Adanya serangan hama dan penyakit.

Selain dengan wawancara juga dilakukan observasi ke lahan untuk mencari tanaman yang terserang hama dan penyakit, serta bagaimana cara penanggulangannya selama ini.

b. Pengambilan gambar pertumbuhan tanaman (photo tanaman) c. Warna daun dan buah (menggunakan shell colour 0-7)

d. Pengamatan Curah Hujan (mm/bulan) selama setahun di lokasi pengamatan.

Pengamatan dilakukan langsung pada lokasi pengamatan di lahan gambut dan aluvial dengan cara manual yaitu dengan cara menampung air hujan pada wadah dengan menggunakan corong berukuran diameter 15 cm selama 1 tahun pengamatan.

e. Curah Hujan rata-rata (mm/bulan) 10 tahun terakhir pada stasiun klimatologi terdekat.

Pengukuran curah hujan juga dilakukan pada stasiun klimatologi terdekat yaitu stasiun klimatologi anjungan yang berjarak 15 km dari lokasi gambut, dan stasiun klimatologi semelagi yang berjarak 40 km dari lahan aluvia. Data curah hujan selama 10 tahun terakhir juga diambil dari dua stasiun klimatologi tersebut untuk mengetahui pola curah hujan daerah setempat selama ini. f. Jumlah Hari Hujan (hari) selama setahun dilokasi pengamatan.

Data mengenai jumlah hari mengalami hujan selama penelitian yang diambil pada saat pengamilan data curah hujan


(45)

20

g. Kelembaban Udara (RH) rata-rata (%) selama setahun dilokasi pengamatan.

Pengukuran kelembaban udara dilakukan dengan menggunakan alat higrometer data hasil pengukuran dinyatakan kedalam persen. h. Suhu Udara rata-rata (oC) selama setahun di lokasi pengamatan.

Pengukuran suhu udara selama penelitian dilakukan dengan menggunakan termometer maksimum-minimum.

Gambar 1 Bagan Aliran Penganatan.

KAJIAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI NENAS

IKLIM TANAH

GAMBUT ALUVIAL

TANAMAN TEKNIK BUDIDAYA

. ASAL BENIH . PENGENDALIAN HPT . PENGOLAHAN . JENIS HPT

TANAH . PANEN . PEMUPUKAN . PASCA PANEN .PEMANGKASAN . PEMASARAN KUALITATIF KUANTITATIF

. PERTUMBUHAN . WARNA BUAH . WARNA DAGING

BUAH . BENTUK BUAH . PTT

. PAT

. ORGANOLEPTIK . Ph

VEGETATIF . JUMLAH DAUN . PANJANG DAUN . TINGGI TANAMAN . JUMLAH ANAKAN . BOBOT BASAH . BOBOT KERING

GENERATIF . UKURAN BUAH . BOBOT BUAH . KADAR AIR BUAH . JUMLAH DAUN

MAHKOTA . KEDALAMAN MATA


(46)

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Lingkungan pada Lokasi Pengamatan

Gambaran Umum Lokasi Pengamatan

Pengamatan pertumbuhan tanaman nenas dilakukan pada dua tempat yang memiliki jenis tanah yang berbeda. Lokasi pertama adalah areal pertumbuhan tanaman nenas yang tumbuh pada lahan gambut yang berlokasi di Desa Galang Kecamatan Sungai Pinyuh Kabupaten Pontianak, sedangkan lokasi kedua merupakan areal tanaman nenas yang tumbuh pada tanah aluvial yang berlokasi di Desa Sungai Pangkalan Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Bengkayang. Kedua lokasi ini merupakan perkebunan nenas yang ditanam secara monokultur dengan luasan 1-2 ha per kepala keluarga.

Gambar 1. Peta lokasi pengamatan nenas di Kalimantan Barat.

Secara georafis kedua daerah tersebut terletak di sekitar garis khatulistiwa dengan posisi Desa Galang pada 0o16’ LU dan 109o04’ BT dengan ketinggian


(47)

22

tempat 2 meter dari permukaan laut, sedangkan posisi Desa Sungai Pangkalan pada 0o42’ LU dan 108o56’ BT dengan ketinggian tempat 3 meter dari permukaan laut. Lokasi kedua daerah yang tidak terlalu berjauhan dengan ketinggian tempat yang relatif sama, menyebabkan perbedaan iklim di kedua tempat tidak terlalu nyata. Pada ketinggian tempat seperti ini tanaman nenas menunjukkan pertumbuhan yang baik, meskipun pada jenis tanah yang berbeda. Di daerah tropis, tanaman nenas dapat ditanam di daerah yang mempunyai ketinggian sampai 800 meter di atas permukaan laut. Apabila tanaman nenas ditanam di daerah yang lebih tinggi maka buah nenas menjadi terlalu masam, dan hal ini akan mempengaruhi kualitas buah nenas yang dihasilkan.

Lokasi pengamatan pada lahan gambut merupakan sentra produksi tanaman nenas di Kalimantan Barat yang berjarak 55 km dari ibukota propinsi (Pontianak) sedangkan lokasi pada lahan aluvial berjarak 110 km dari Pontianak. Kedua lokasi ini merupakan daerah yang mudah dijangkau oleh kendaraan darat, baik dari ibukota propinsi maupun ibukota kabupaten atau kecamatan. Keadaan ini memudahkan pemasaran buah nenas ke seluruh wilayah Kalimantan Barat, dengan kualitas buah yang baik. Dari pantai sebelah Barat Kalimantan, Desa Galang berjarak 10 km dari garis pantai sedangkan Desa Sungai Pangkalan berjarak 7 km dari bibir pantai. Keadaan ini menyebabkan tingkat kesuburan tanah dipengaruhi oleh adanya pengaruh pasang surut air laut, dengan membawa unsur hara yang dimanfaatkan oleh tanaman.

Tanaman nenas merupakan salah satu komoditi unggulan masyarakat yang bercocok tanam di lahan gambut. Jenis tanaman lain yang biasa ditanam di lahan gambut kalimantan barat adalah tanaman lidah buaya, jagung, tanaman buah-buahan seperti pepaya dan rambutan, serta tanaman sayuran. Pada lahan gambut penanaman nenas mencapai 1000 – 1500 Ha, sedangkan pada lahan aluvial hanya seluas 50 Ha. Jenis tanaman yang ditanam sebagian besar merupakan tipe Queen, dan sebagian kecil merupakan tipe lain.

Curah Hujan dan Pola Curah Hujan

Curah hujan merupakan sumber air utama bagi tanaman, baik langsung (pada lahan kering) ataupun tidak (lahan beririgasi). Curah hujan merupakan


(48)

23

unsur iklim yang besar pengaruhnya terhadap suatu sistem usahatani, terutama pada lahan kering dan tadah hujan.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di dua lokasi pengamatan (Gambar 3), diketahui bahwa masing-masing lokasi memiliki penyebaran, intensitas, jumlah dan lama hujan yang berbeda baik secara harian, bulanan maupun rata-rata selama sepuluh tahun terakhir. Curah hujan merupakan faktor penting dalam aktivitas pertanian terutama produksi tanaman didaerah tropika.

Hasil pengamatan curah hujan selama setahun, kedua lokasi memiliki kisaran curah hujan tahunan yang cukup tinggi yaitu antara 2500 – 3500 mm/tahun atau 230 – 260 mm/bulan. Pola Curah Hujan pada dua lokasi pengamatan menunjukkan pola yang hampir sama walaupun dengan jumlah dan intensitas yang berbeda. Berdasarkan pola curah hujan yang ada, lahan gambut memiliki pola curah hujan yang cenderung merata sepanjang bulan. Hujan turun pada musim penghujan maupun kemarau, tetapi jumlah dan intensitas curah hujan pada musim kemarau lebih rendah.

0 100 200 300 400 500 600 700

Mei Jun jul Agt Sep Okt Nop Des Jan Peb Ma r

Apr Bulan

(mm)

Lahan Gambut Lahan Aluvial

Gambar 3. Pola penyebaran Curah Hujan pada dua lokasi selama 1 tahun pengamatan (Mei 2006 – April 2007).

Menurut Kartasapoetra (2004) bulan basah adalah bulan dengan curah hujan melebihi 100 mm, sedangkan bulan kering adalah bulan dengan curah hujann kurang dari 60 mm. Antara bulan basah dan bulan kering disebut bulan


(49)

24

lembab. Bulan lembab ini tidak termasuk dalam perhitungan. Klasifikasi iklim menurut Schmidt-Fergusson menentukan bulan basah dan bulan kering berdasarkan curah hujan rata-rata sepuluh tahun terakhir. Curah hujan bulan basah dan bulan kering dijumlahkan dan dihitung rata-ratanya, kemudian ditentukn nilai golongan iklim yaitu :

Jumlah rata-rata curah hujan bulan kering

Q = --- x 100 % Jumlah rata-rata curah hujan bulan basah

Berdasarkan data curah hujan sepuluh tahun terakhir (Gambar 4), kedua lokasi pengamatan tidak memiliki bulan kering. Melalui perhitungan nilai Q, kedua wilayah tersebut termasuk kedalam tipe iklim A, yaitu sangat basah (Q = 0).

0 50 100 150 200 250 300 350 400

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt

Nop De s

Bulan

(m

m

)

Lahan gambut Lahan aluvial

Gambar 4. Pola Curah Hujan tahunan selama sepuluh tahun terakhir pada dua lokasi pengamatan.

Lahan Aluvial memiliki pola curah hujan yang tidak merata sepanjang bulan. Hujan tetap turun pada musim penghujan dan musim kemarau. Hujan yang turun pada musim penghujan yaitu pada bulan September hingga Januari memiliki jumlah dan intensitas yang tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Pada bulan Juli dan Agustus merupakan bulan-bulan yang memiliki curah hujan dengan intensitas yang paling kecil.


(50)

25

Berdasarkan pola Curah Hujan rata-rata sepuluh tahun terakhir, kedua lokasi menunjukkan pola yang hampir sama. Lahan gambut memiliki jumlah dan intensitas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan lahan aluvial. Keadaan ini akan mempengaruhi ketesediaan air pada tanah untuk pertumbuhan tanaman.

Suhu Udara

Suhu merupakan indikasi jumlah energi (panas) yang terdapat dalam suatu system atau massa. Oleh karena itu erat kaitannya dengan kesetimbangan radiasi surya pada sistem atau massa tersebut. Semakin banyak energi radiasi surya yang tersimpan/tertahan dalam sistem tersebut makin tinggi suhunya. Suhu mempengaruhi proses biokimia pada fotosintesa, respirasi proses dalam jaringan atau dilepas ke lingkungannya. Pengaruh suhu juga terlihat pada perkembangan, pembentukan daun, inisiasi organ produktif, pematangan buah dan umur tanaman (Bey dan Las 1991).

Transpirasi atau kehilangan uap air melalui stomata daun dipengaruhi oleh suhu. Jumlah transpirasi adalah rendah pada suhu rendah dan meningkat jika suhu menaik. Dibawah kondisi respirasi yang berlebihan, maka kehilangan air akan melewati jumlah air yang memasuki tanaman dan kelayuan segera terjadi.

Kisaran suhu rata-rata di dua lokasi pengamatan tidak terlalu berbeda. Suhu rata-rata desa Galang berkisar antara 26,5-28,4 oC sedangkan Desa Sungai Pangkalan berkisar antara 26,2-28,7 oC. Gambar 5 memperlihatkan suhu maksimum dan minimum dari kedua lokasi pengamatan. Lahan Gambut memiliki suhu maksimum siang hari sebesar 34ºC pada bulan Mei sampai September, sedangkan suhu minimum berkisar 21ºC malam hari pada bulan Juli sampai Oktober. Lahan aluvial memiliki kisaran suhu maksimum siang hari sebesar 33ºC pada bulan Mei sampai September, sedangkan suhu minimum malam hari sebesar 22ºC pada bulan Agustus sampai September. Data Klimatologi selama pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 2.


(51)

26

Lahan Gam but

0 5 10 15 20 25 30 35 40 Me i

Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan Peb Ma r Apr Bulan Su h u ( C ) maksimum minimum Lahan Aluvial 0 5 10 15 20 25 30 35

Mei Jun Ju

l

Agt Sep Ok

t

Nop Des Jan Peb Mar Apr

Bulan Su h u ( C ) maksimum minimum

Gambar 4 Keadaan suhu maksimum dan minimum di lokasi pengamatan tanaman nenas pada Lahan Gambut dan Lahan Aluvial.

Kelembaban Udara

Pada lokasi pengamatan di Desa Galang dengan kondisi tanah gambut kelembaban udara berkisar antara 81 – 85 % , sedangkan di desa Sungai Pangkalan dengan kondisi tanah aluvial kelembaban udara rata-rata berkisar 82 – 87%. Keadaan kelembaban udara pada lokasi pengamatan dapat dilihat pada gambar 6.

Secara umum pola kelembaban udara pada kedua lokasi pengamatan menunjukkan pola yang sama, dimana terjadinya penurunan kelembaban udara terjadi pada bulan Juni dan mencapai titik terendahnya pada bulan Juli kemudian meningkat lagi pada bulan Agustus. Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Desember dan terjadi penurunan lagi hingga mencapai titik terendah pada bulan Februari dan Maret. Penurunan kelembaban udara yang terjadi pada bulan


(52)

27

Juli dan Agustus diduga berhubungan dengan adanya musim kemarau yang terjadi pada daerah tersebut.

76 78 80 82 84 86 88

Mei Jun Ju

l

Agt Sep Okt Nop Des Jan Peb Mar Apr

Bulan

( %

)

Lahan Gambut Lahan Aluvial

Gambar 6 Keadaan kelembaban udara di lokasi pengamatan.

Jenis Tanah

Desa Galang memiliki jenis tanah gambut dengan ketebalan 1 - 2 meter dan kandungan C organiknya lebih dari 54,65 % (Tabel 2). Pengertian tanah gambut badalah tanah yang secara alamiah mengandung C organik sebanyak 40% atau lebih dengan ketebalan 100 cm atau lebih. Namun bila sudah diusahakan, mengandung C organik sebanyak 15 % atau lebih. Berdasarkan asal dan penyusunnya, gambut desa Galang termasuk kedalam jenis gambut kayuan (woody peat) yaitu gambut yang berasal dari jenis pohon-pohonan (hutan tiang) beserta tanaman semak (paku-pakuan) dibawahnya, dan berdasarkan proses pembentukannya tergolong gambut ombrogen yaitu gambut yang pembentukannya dipengaruhi oleh curah hujan (Noor 2001). Berdasarkan ketebalan lapisan bahan organiknya, gambut desa Galang tergolong gambut tengahan, yaitu lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan organik antara 100 – 200 cm.

Berdasarkan hasil analisis tanah dalam penelitian ini diketahui bahwa pH gambut 4,10 hal ini menunjukkan bahwa tanah gambut bereaksi masam. Menurut Noor (2001) umumnya gambut trofik terutama gambut ombrogen mempunyai kisaran pH 3,0 – 4,5, kecuali mendapat penyusupan air laut atau payau. Kemasaman tanah gambut cenderung makin tinggi jika gambut tersebut


(53)

28

makin tebal. Lahan gambut mempunyai lapisan bawah berupa marin (pirit) berpotensi masam. Apabila pirit teroksidasi akibat reklamasi atau pongolahan, maka kemasaman tanah dan perairan meningkat hingga mencapai pH 2 – 3. Keadaan ini mengakibatkan banyak masalah dalam pengembangan pertanian dan perikanan.

Lokasi pengamatan di desa Sungai Pangkalan memiliki jenis tanah aluvial yang merupakan hasil proses penimbunan, sehingga sifat dan cirinya tidak dapat lepas dari bahan induk pembentuknya. Kesuburan tanah aluvial tidak selalu didapat di daerah tropika, didaerah aliran sungai yang hulu sungainya berasal dari permukaan yang sangat lapuk, bahan aluvuimnya biasanya tidak subur (Sanchez 1992).

Berdasarkan hasil analisis tanah pada Tabel 2, tingkat kesuburan tanah aluvial yang ditanami nenas di Kalimantan Barat lebih rendah dibandingkan dengan lahan gambut. Kandungan unsur hara dan kriteria tanah memiliki penggolongan sifat yang dinilai berdasarkan sifat umum tanah secara empiris dan belum dihubungkan dengan kebutuhan tanaman (Lampiran 6).

Kedua jenis tanah memiliki tingkat kemasaman yang sangat tinggi yaitu gambut dengan pH 3,9 dan aluvial dengan pH 4,1. Tingkat kemasaman tanah yang cukup tinggi ini disebabkan karena adanya ion H+ dan adanya curah hujan yang

cukup tinggi yang menyebabkan basa-basa mudah tercuci. Pada tanah gambut kemasaman tanah berhubungan erat dengan asam organik yaitu asam humik dan fulvik. Pada kondisi tanah yang sangat masam tanah akan membebaskan ion besi dan alumunium yang dapat meracuni perakaran tanaman.

Reaksi tanah dapat mempengauhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, oleh karena peranannya langsung berpengaruh terhadap ketersediaan unsur-unsur didalam tanah. Nilai pH tanah merupakan faktor penting dalam mempengaruhi kelarutan unsur-unsur yang cenderung berseimbang dengan fase padat. Kelarutan oksida-oksida atau hidroksida Fe dan Al secara langsung bergantung pada konsentrasi ion hidroksil (OH) dan kelarutannya menurun jika pH meningkat (Depdikbud 1991).


(54)

29

Tabel 2. Kandungan unsur hara makro dan mikro gambut dan aluvial pada lokasi pengamatan di Kalimantan Barat

Peubah Gambut Sifat* Aluvial Sifat*

Kandungan Hara

C organik (%) 54,65 sangat tinggi ( > 5 ) 0,89 sangat rendah ( < 1 ) N total (%) 1,06 sangat tinggi (< 0,75) 0,10 rendah ( 0,1-0,2 )

P (ppm) 14,3 rendah ( 10-15 ) 2,1 sangat rendah ( < 10 ) Ca (me/100 g) 2,34 rendah ( 2-5 ) 0,37 sangat rendah ( < 2 ) Mg (me/100 g) 1,43 sedang ( 1,1-2,0 ) 0,22 rendah ( 0,4-1,0 )

K (me/100 g) 0,10 rendah ( 0,1-0,3 ) 0,07 sangat rendah ( < 0,1 )

H (me/100 g) 0,82 0,36

Fe (me/100 g) 5,20 2,12

Zn (me/100 g) 2,16 0,40

Mn (me/100 g) 7,20 1,40

Kriteria Tanah

pH 3,90 sangat masam ( < 4,5 ) 4,10 sangat masam ( < 4,5 ) KTK (me/100g) 76,65 sangat tinggi ( > 40 ) 13,90 rendah ( 5-16 )

KB (%) 5,2 sangat rendah ( < 20 ) 5,5 sangat rendah ( < 20 ) Tekstur

.pasir 0 90,72

.debu 0 2,99

.liat 0 6,29

Kadar Air 68,42 0

Kadar Abu 3,50 0

*) Standar penilaian sifat umum tanah secara empiris dari Laboratorium Departemen Ilmu Tanah IPB

Secara umum gambut memiliki kandungann unsur hara yang lebih baik daripada aluvial. Hal ini menyebabkan Kapasitas Tukar Kation (KTK)nya sangat tinggi yaitu sebesar 76,65 me/100g untuk tanah gambut, sedangkan pada tanah aluvial bersifat rendah yaitu sebesar 13,90 me/100g. Semakin besar KTK maka semakin besar pula kemampuan dari permukaan koloid tanah menjerap dan mempertukarkan sejumlah kation, yang bisanya adalah Ca, Mg, K, Na, NH4, Al,

Fe dan H (Depdikbud, 1991).

Kandungan unsur C dan N pada tanah gambut sangat tinggi, sedangkan unsur P dan K rendah. Kandungan unsur hara N yang cukup tinggi menyebabkan pertumbuhan vegetatif tanaman menjadi lebih baik. Nitrogen terutama dibutuhkan tanaman guna sintesis protein, namun secara struktural merupakan bagian dari klorofil. Tanaman yang tumbuh harus mengandung Nitrogen dalam membentuk sel-sel baru.


(55)

30

Tekstur tanah aluvial menunjukkan tanah tersebut didominasi oleh fraksi pasir 90,72%, debu 2,99% dan liat 6,29%. Hal ini menunjukkan bahwa tanah aluvial yang ditanami tanaman nenas memiliki porositas tanggi sehingga apabila terjadi hujan akan mengalami tingkat pencucian unsur hara yang tinggi.

Kajian Budidaya Tanaman Nenas

Benih

Nenas dapat diperbanyak dengan menggunakan tunas mahkota, tunas batang (anakan), tunas dasar buah, dan stek batang. Tanaman nenas yang ditanam di lahan gambut maupun aluvial di Kalimantan Barat umumnya menggunakan benih nenas yang berasal dari tunas batang (anakan). Hasil wawancara menyatakan bahwa lebih dari 80% petani menggunakan tunas batang sebagai benih, sedangkan sisanya menggunakan benih dari bagian tanaman yang lain. Alasan menggunakan tunas batang adalah untuk memperoleh pohon nenas yang baik dan cepat menghasilkan buah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunarjono (1987) bahwa antara anakan (sucker), tunas ketiak daun (shoots) dan mahkota (crown) terdapat perbedaan sifat fisiologis dalam umur berbunga dan produksinya. Makin kebagian atas tanaman, umurnya makin panjang dan produksinya rendah.

Benih nenas yang ditanam di lahan gambut dan aluvial berasal dari daerah Pontianak, yang merupakan tipe Queen, dengan ciri daun berduri. Diperkirakan masuknya benih yang pertama sekali sudah sangat lama dan dikembangkan pertama kali di sekitar pekarangan rumah penduduk.


(56)

31

Benih nenas yang baru diambil biasanya tidak langsung ditanam, para petani memberikan perlakuan penjemuran terlebih dahulu sebelum benih ditanam. Sebagian besar petani yang diwawancarai 75% melakukan penjemuran selama dua hingga tiga minggu (Gambar 7). Bagian bawah daun bibit yang kering akan dibuang dan ditinggalkan bagian atas yang masih segar. Menurut Sunarjono (1987) bahwa anakan atau mahkota bunga yang baru dipotong (dipisahkan) dapat ditanam langsung, tanpa disemai dahulu. Namun sebaiknya dibiarkan dahulu beberapa hari sebelum ditanam. Hal ini dimaksudkan agar lukanya tertutup kalus lebih dahulu sehingga cepat berakar.

Persiapan Lahan

Umumnya lahan yang digunakan untuk penanaman nenas di Kalimantan Barat berasal dari hutan atau semak belukar yang dilakukan pembersihan dengan cara ditebang dan dibakar. Hasil pengamatan di lapangan memperlihatkan lahan gambut yang ditanami nenas masih memperlihatkan adanya sisa-sisa bagian tanaman seperti batang maupun akar pada areal pertanaman. Hal ini menunjukkan bahwa petani di lahan gambut tidak membersihkan lahannya sebaik mungkin sebelum melakukan penanaman. Pada lahan aluvial di Desa Sungai Pangkalan lahan terlihat telah dibersihkan sebelum dilakukan penanaman. Hal ini diduga karena vegetasi yang tumbuh merupakan semak belukar yang memiliki batang yang kecil.

Gambar 8. Saluran draenase dan Jarak tanam nenas

Pembuatan saluran draenase dilakukan oleh petani pada lahan yang akan ditanami nenas (Gambar 8). Ada beberapa alasan mereka membuat saluran air,


(57)

32

sebanyak 40% menyatakan saluran sebagai batas saja antara satu lahan dengan lahan lainnya. Sebanyak 50% menyatakan bahwa saluran dapat mencegah lahan dari penggenangan air atau banjir, sedangkan 10% tidak menyatakan alasan. Dari data ini menunjukkan bahwa kesadaran petani tentang fungsi saluran pada pertanaman nenas sudah cukup tinggi.

Hasil penelitian secara kuantitatif menyatakan bahwa semua petani baik yang melaksanakan budidaya nenas di lahan gambut maupun lahan aluvial tidak melakukan pengolah tanah terlebih dahulu sebelum penanaman. Setelah lahan ditebas dan dibakar bibit yang telah dijemur ditanam dengan berbagai macam jarak tanam. Dari hasil wawancara dengan petani responden dapat dibagi dalam empat kelompok jarak tanam yang dilakukan seperti yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Penggolongan jarak tanam nenas pada lahan gambut dan aluvial Golongan Jarak Tanam Gambut (%) Aluvial (%)

I lebih dari 100 x 100cm 50 30 II 100 x 100 cm 15 25 III kurang dari 100 x 100 cm 5 10 IV tidak beraturan 25 35

Sebagian besar dari petani lahan gambut (50%) melakukan penanaman nenas dengan menggunakan jarak tanam lebih dari 1 meter, seperti 120 x 150 cm, 100 x 120 cm dan 100 x 150 cm. Sedangkan pada lahan aluvial petani lebih banyak menggunakan jarak tanam yang tidak beraturan (35%). Penentuan jarak tanam akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi tanaman nenas. Jarak tanam yang rapat menyebabkan persaingan penyerapan unsur hara oleh akar tanaman. Persaingan penyerapan unsur hara akan semakin tinggi apabila banyak anakan yang tumbuh. Keadaan ini menyebabkan pertumbuhan tanam,an menjadi terhambat dan kualitas semakin menurun.

Tabel 4 memperlihatkan bobot dan ukuran buah nenas yang berasal dari lahan gambut lebih baik dibanding nenas dari lahan aluvial. Demikian pula dengan penyerapan unsur N, P dan K pada daun tanaman (Gambar 13) menunjukkan pertumbuhan tanaman nenas di lahan gambut lebih baik daripada lahan aluvial. Penanaman yang tidak beraturan yang dilakukan oleh petani


(58)

33

disebabkan kurangnya pemahaman tentang pentingnya jarak tanam dalam pengelolaan perkebunan dan kualitas produksi.

Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman

Lahan yang sudah dipersiapkan ditanami dengan bibit tanaman nenas sesuai jarak tanam. Untuk meluruskan tanaman digunakan tali dan setiap jarak dilakukan pengajiran, kemudian bibit ditanam sebanyak 1 bibit setiap lubang tanam. Kedalaman-tanamnya beragam, tetapi umumnya berkisar antara 5-7 cm. Setelah itu lubang tanam ditutup kembali lalu sedikit ditekan agar bibit dapat berdiri dengan tegak.

Petani tidak pernah melakukan pemupukan baik pada tanaman nenas yang tumbuh di lahan gambut maupun lahan aluvial karena berproduksi dengan baik walaupun tanpa menggunakan pupuk. Diduga pertumbuhan nenas yang baik disebabkan lahan yang digunakan merupakan lahan bukaan baru sehingga tanah masih banyak menyediakan unsur hara makro maupun mikro. Dari hasil analisis tanah gambut mengandung unsur hara yang lebih baik daripada aluvial (Tabel 2). Keadaan ini mengakibatkan pertumbuhan tanaman nenas pada gambut lebih baik daripada aluvial, demikian juga dengan buah nenasnya.

Gambar 9 memperlihatkan perbandingan antara tanaman nenas pada lahan aluvial dan lahan gambut. Penanaman pada lahan gambut dilakukan dengan jarak tanam dengan ukuran tertentu. Penanaman nenas pada lahan aluvial tidak dilakukan dengan jarak tanam yang beraturan, hal ini mengakibatkan pertumbuhan tanaman agak terhambat karena terlalu rapat terutama setelah tumbuh anakan. Penanaman nenas dengan menggunakan jarak tanam yang teratur akan memudahkan pemeliharaan tanaman dan pertumbuhan tanaman menjadi normal sehingga buah yang dihasilkan menjadi lebih besar. Penentuan jarak tanam telah mempertimbangkan anakan yang akan tumbuh sehingga tanaman tetap akan berproduksi dengan baik.


(59)

34

a

b

Gambar 9 Kondisi kebun nenas pada lahan aluvial (a) dan lahan gambut (b).

Pembersihan lahan dilakukan oleh petani dengan beragam kegiatan. Sebanyak 20% menyatakan melakukan pembersihan lahan secara rutin, 40% membersihkan lahannya apabila akan melakukan pemanenan, sedangkan 40 melakukan pembersihan lahan bila dianggap perlu saja. Jenis gulma yang hidup pada lahan gambut didominasi oleh jenis pakis, sedangkan pada lahan aluvial didominasi oleh rumput dan alang-alang. Tetapi penebasan juga dilakukan oleh petani pada tanaman nenas yang sudah dipanen. Serasah tanaman dibiarkan saja di areal pertanaman, tujuannya adalah untuk menjaga kelembaban tanah. Terlebih pada lahan gambut, dimana pada musim kemarau lahan menjadi sangat kering dan


(60)

35

pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Adanya serasah akan mempertahankan kelembaban tanah sehingga perakaran dapat menyerap hara.

Pengamatan yang dilakukan pada lokasi pengamatan ternyata penyiraman tanaman tidak pernah dilakukan oleh petani. Hal ini diduga karena pada lokasi tersebut mengalami curah hujan cukup tinggi yang terjadi sepanjang tahun.

Hama yang sering menyerang tanaman nenas berupa hama tikus dan musang. Sedangkan penyakit yang menyerang tanaman jarang sekali dikeluhkan oleh petani. Kerusakan tanaman lebih banyak disebabkan kebakaran pada musim kemarau yang terjadi pada lahan gambut (Gambar 10). Dari hasil wawancara dengan petani, penggunaan pestisida dan pupuk tidak pernah dilakukan petani selama bertanam nenas baik pada lahan gambut maupun aluvial.

Gambar 10. Kondisi tanaman yang kekurangan air (kemarau).

Kondisi kekeringan yang terjadi pada musim kemarau akan mengakibatkan tanaman dan lahan gambut mudah terbakar terbakar, hal ini sulit untuk ditanggulangi oleh petani karena api menjalar dari bagian bawah lahan.

Panen dan Pasca Panen

Pemanenan tanaman nenas dilakukan pada saat buah telah tua, dengan ciri-ciri warna kulit buah hijau kekuningan, mata menjadi membesar dan agak mendatar, dan kalau dipukul mengeluarkan bunyi seperti menggema. Tidak terdapat perbedaan waktu panen tanaman nenas dari kedua lokasi tersebut. Tanaman yang telah berumur 9-10 bulan akan mengalami pembungaan, dan setelah 3 – 5 bulan setelah itu buah nenas dapat dipanen.


(61)

36

Gambar 11. Buah nenas yang telah matang dan buah hasil panen.

Tanaman nenas dapat dipanen sepanjang musim, dan hasil panen buah yang terbesar biasanya pada bulan-bulan Mei, Juni, Nopember dan Desember. Walaupun tanaman nenas pada kedua lokasi dapat dipanen sepanjang tahun, tetapi pada bulan-bulan September dan Oktober biasanya buah nenas agak sulit didapat

Pemanenan buah nenas dilakukan dengan cara memotong tangkai buah dengan menyisakan 1,5-2 cm dari dasar buah, dengan tidak memotong bagian mahkota buah (Gambar 11). Tanaman nenas yang telah diambil buahnya biasanya ditebas atau dipotong dan biomassanya dibiarkan saja menjadi mulsa untuk menjaga kelembaban tanah. Buah yang telah dipanen biasanya langsung dijual oleh petani secara langsung dipinggir-pinggir jalan atau dititpkan di warung.

Kualitas Tanaman dan Buah Nenas

Pertumbuhan tanaman

Tanaman nenas yang tumbuh pada lahan gambut dan lahan aluvial dikelola langsung oleh petani. Setiap petani rata-rata memiliki 1-2 Ha, dengan cara yang masih tradisional. Benih diperoleh dari tanaman sekitarnya atau kebun tetangga dan selama bercocok tanam para petani tidak pernah menggunakan pestisida, baik untuk membasmi hama dan penyakit tanaman maupun untuk pengaturan masa panen. Tanaman yang ditanam nenas yang ditanam umumnya tipe Queen yang memiliki daun yang berduri, dan ukuran buah yang tidak terlalu besar berkisar 0,5 – 1,3 kg. Jumlah anakan yang tumbuh pada tunas batang biasanya dibirkan tumbuh dan tidak dibatasi sehingga mempengaruhi ukuran buah.


(1)

Lampiran 3. Curah hujan rata-rata selama sepuluh tahun (1997-2006) stasiun terdekat (Stasiun Klimatologi Semelagi) dengan lahan aluvial

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des

1997 280 60 80 205 120 245 50 35 290 85 285 203 1998 234 214 337 467 243 268 312 360 340 378 234 274 1999 378 136 117 105 256 105 94 130 149 544 99 284 2000 262 272 175,5 121 29 163 46 156 299,5 199,5 295 293,5 2001 228,5 270 137 120,5 276 230 179 77,5 450,5 227,5 447,5 236 2002 479,5 223,5 245 207 310 255 29,5 57,5 192,5 179,5 270 198 2003 208 203 479,5 243 160 98 161 192 357,5 308 226 2004 433,5 72 308 208 160 131 253 4,5 276 381 310 442 2005 285 82 232 `112,5 445 217,5 171 47 119,5 388 511 356 2006 207 526 88 209 131 163 63,5 60 280 82 272 644


(2)

Lampiran 4. Curah hujan rata-rata sepuluh tahun (1997-2006) pada stasiun terdekat (Stasiun Klimatologi Anjungan) dengan lahan gambut.

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des

1997 159,5 185 354 294 210 277,5 277,5 247,5 531,5 531,5 287 371,5 1998 113 185,5 127 240 282,5 341 201 489 230 380,5 380,5 185,5 1999 289,5 135 435,5 385,5 453 346 144 305,5 343 374 337,5 430 2000 177 49 207,5 95,5 241 253 239,5 228,5 315,5 375,5 214 296,5 2001 308,5 261,5 126 249 38 211,5 138 492 245 302 296,5 175 2002 290,5 191,5 82,5 285 113 262 248 66 325 285 359 145 2003 419,5 68,5 97,5 357 311 179,5 33 85 239,5 400 418,5 300 2004 501,5 221,5 274,5 288 230 278 254,5 123 275 373 338 489,5 2005 340,5 64 276,5 381 217 128 269,5 20,5 258 289 336 321,5 2006 250,5 322,5 276,5 136,5 392 260,5 269,5 211,5 446 437 411,5 373,5


(3)

Lampiran 5. Pengamatan pertumbuhan tanaman nenas pada lahan gambut dan aluvial.

Gambut Aluvial Pengamatan

Pnjg Daun

Lbr Daun

Tinggi Tan

Pnjg Daun

Lbr Daun

Tinggi Tan (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) I 28,0 2,9 40,6 24,5 2,6 35,2 II 47,3 3,9 62,5 44,8 3,5 60,6 III 66,1 4,7 81,5 52,4 3,9 69,9 IV 73,5 5,0 87,9 58,0 4,2 75,2 V 74,0 5,2 88,2 58,5 4,3 75,7


(4)

Lampiran 6. Standar penilaian sifat umum tanah secara empiris dari Laboratorium Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Sifat Tanah

sangat

rendah rendah sedang tinggi sangat

tinggi

C organik (%) < 1,00 1,00 - 2,00 2,01 - 3,00 3,01 - 5,00 > 5,00 N total (%) < 0,01 0,10 - 0,20 0,21 - 0,50 0,51 - 0,75 > 0,75 P (ppm) < 10,0 10,0 - 15,0 16,0 - 25,0 26,0- 35,0 > 35,0 K (me/100gr) < 0,1 0,1 - 0,3 0,4 - 0,5 0,6 - 1,0 > 1,0

Na

(me/100gr) < 0,1 0,1 - 0,3 0,4 - 0,7 0,8 - 1,0 > 1,0 Mg

(me/100gr) < 0,4 0,4 - 1,0 1,1 - 2,1 2,1 - 8,0 > 8,0 Ca

(me/100gr) < 2,0 2,0 - 5,0 6,0 - 10,0 11,0 - 20,0 > 20,0 KTK

(me/100gr) < 5,0 5,0 - 16,0 17,0 - 24,0 25,0 - 40,0 > 40,0 KB (%) < 20 20 - 35 36 - 50 51 - 70 > 70

sangat masam masam agak masam netral agak alkalis


(5)

(6)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penanaman nenas di Kalimantan Barat secara umum masih belum menerapkan teknologi budidaya yang dianjurkan seperti penggunaan bibit, pemeliharaan tanaman, pengendalian hama dan penyakit serta penangan pasca panen.

Tanaman nenas yang tumbuh pada lahan gambut menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik daripada tanaman yang tumbuh pada lahan aluvial. Hal ini disebabkan kandungan unsur hara gambut yang lebih baik juga adanya curah hujan yang terjadi sepanjang tahun sehingga menyebabkan unsur hara tersebut tersedia bagi tanaman. Kandungan unsur N, P dan K yang terserap pada jaringan tanaman nenas lahan gambut lebih tinggi dibandingkan lahan aluvial.

Kualitas buah menunjukkan nenas dari lahan gambut lebih disukai karena rasanya yang manis dan buah yang lebih besar. Sedangkan nenas yang berasal dari lahan aluvial lebih disukai karena kerenyahannya.

Saran

Penelitian ini merupakan suatu kegiatan penelitian awal untuk mempelajari budidaya nenas dilahan gambut Kalimantan Barat. Masih banyak permasalahan yang muncul yang perlu dijawab dengan penelitian lanjutan, baik pada jenis dan letak geografi lahan gambut maupun pada penerapan teknologi dalam budidaya tanaman nenas di lahan gambut.