Analisis Keragaman Ekson 2 Dan Ekson 3 Gen Myostatin Pada Sembilan Bangsa Kambing Lokal Di Indonesia

ANALISIS KERAGAMAN EKSON 2 DAN EKSON 3 GEN MYOSTATIN
PADA SEMBILAN BANGSA KAMBING LOKAL DI INDONESIA

RISSA HERAWATI BR GINTING

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Keragaman
Ekson 2 dan Ekson 3 Gen Myostatin pada Sembilan Bangsa Kambing Lokal di
Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2016
Rissa Herawati Br Ginting
NIM G352140281

RINGKASAN
RISSA HERAWATI BR GINTING. Analisis Keragaman Ekson 2 dan Ekson 3
Gen Myostatin pada Sembilan Bangsa Kambing Lokal di Indonesia. Dibimbing
oleh ACHMAD FARAJALLAH dan DYAH PERWITASARI.
Kambing lokal Indonesia merupakan ternak ruminansia kecil dengan
jumlah bangsa paling tinggi di Asia Tenggara. Kambing merupakan hewan ternak
yang paling populer setelah sapi dan ayam di Indonesia. Salah satu yang menjadi
masalah dalam upaya produksi ternak kambing lokal Indonesia adalah kualitas
bibit unggul yang masih rendah. Identifikasi bangsa kambing lokal Indonesia
diperlukan dalam upaya menghasilkan bibit unggul melalui program seleksi.
Salah satu gen yang mengatur pertumbuhan kambing adalah gen
myostatin. Gen myostatin menyandikan protein myostatin yang mengontrol
pertumbuhan dan diferensiasi otot kerangka. Myostatin yang tidak berfungsi akan
mengakibatkan terjadinya hipertropi ataupun hiperplasia. Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi keragaman ekson 2 dan ekson 3 gen myostatin serta
menentukan hubungan kekerabatan serta hubungan genetik antara sembilan

bangsa kambing Indonesia.
Sampel DNA diekstraksi dari darah kambing yang terdiri dari 80 sampel
kambing, yaitu kambing Samosir, kambing Muara, kambing Kacang, kambing
Kosta, kambing Peranakan Etawah, kambing Burawa, kambing Gembrong,
kambing Boer dan kambing Boerka. Metode Polymerase Chain Reaction-Single
Strand Conformation Polymorphism (PCR-SSCP) dan sekuensing DNA
digunakan untuk mengidentifikasi keragaman daerah ekson 2 dan ekson 3 gen
myostatin pada kambing lokal Indonesia.
Hasil amplifikasi dengan PCR daerah ekson 2 dan ekson 3 gen myostatin
pada kambing adalah 650 pb. Pensejajaran nukleotida gen myostatin ekson 2 pada
sembilan bangsa kambing lokal Indonesia ditemukan mutasi tertentu. Terdapat 12
tipe gen berdasarkan pola migrasi untai tunggal. Berdasarkan hasil sekuensing
ditemukan 12 haplotipe pada kambing. Dari hasil pensejajaran nukleotida gen
myostatin ekson 3 pada sembilan bangsa kambing lokal Indonesia ditemukan 10
variasi gen myostatin. Variasi yang ditemukan pada ekson 3 mempengaruhi asam
amino. Variasi yang ditemukan pada sembilan bangsa kambing menunjukkan
bahwa keragaman genetik kambing beragam.
Variasi dan tipe gen myostatin yang ditemukan dalam penelitian ini
belum dapat dijadikan penanda bagi kambing lokal yang memiliki parameter
pertumbuhan yang tinggi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar

dalam melakukan seleksi berdasarkan sifat pertumbuhan kambing dalam populasi
yang lebih besar dan beragam.
Kata kunci: myostatin, kambing, SSCP, tipe gen

iii

SUMMARY
RISSA HERAWATI BR GINTING. Variation Analysis of Exon 2 and Exon 3
Myostatin Gene in Nine Local Goat Breeds in Indonesia. Supervised by
ACHMAD FARAJALLAH and DYAH PERWITASARI.
Indonesia local goat is small ruminants with the highest number of breeds
in Southeast Asia. Goats have become the most popular livestock in Indonesia
besides the cattle and the chicken. One of the problems in the production efforts of
Indonesia local goat is the low quality of breeds. Identification of Indonesia local
goat breed is required in order to produce superior breed through the selection
program.
One of the genes that regulate the growth of goat is myostatin gene.
Myostatin gene encoding myostatin protein that controls the growth and
differentiation of skeletal muscle. The myostatin that does not function well will
be resulted the hypertrophy or hyperplasia. This study aimed to identify diversity

of exon 2 and exon 3 in myostatin gene and determine genetic relationships
among the nine goat breeds in Indonesia.
DNA samples were extracted from the blood of goats consist of 80 samples
from Samosir, Muara, Kacang, Costa, Peranakan Etawah, Burawa, Gembrong,
Boer and Boerka goats. Polymerase Chain Reaction Single Strand Conformation
Polymorphism (PCR-SSCP) and DNA sequencing were used to identify the
diversity of exon 2 and exon 3 region myostatin gene in Indonesia local goat.
The results of the PCR amplification of exon 2 and exon 3 region of
myostatin genes in goats were 650 bp. A particular mutation in exon 2 was found
in nine Indonesia local goat breeds. There were 12 types of genes determined by
PCR-SSCP patterns. Sequencing analysis showed 12 haplotypes. Exon 3 of
myostatin gene in nine Indonesia local goat breed indicated 10 variation.
Futhermore it change the amino acids. Nine goat breed showed variation on their
genetic diversity.
Variation and type of the myostatin gene in this study has not applicable
yet as marker for the local goats which have high growth parameters. The result of
this study is expected to be a basic information in goats selection based on growth
character in diverse and large population.
Keywords: myostatin, goats, SSCP, gene type


iv

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

v

KERAGAMAN EKSON 2 DAN EKSON 3 GEN MYOSTATIN PADA
SEMBILAN BANGSA KAMBING DI INDONESIA

RISSA HERAWATI BR GINTING

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

vi

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si

viii

PRAKATA
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan karuniaNya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh gelar Magister

Sains pada Program Studi Biosains Hewan (BSH) Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Achmad Farajallah dan
Ibu Dr. Rd. Rr. Dyah Perwitasari selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan dan masukan dalam penyusunan karya ini, serta Bapak Dr. Ir. Aron
Batubara yang telah membantu dalam memberikan sampel. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu pengajar Biosains Hewan (BSH)
atas semua ilmu, bimbingan, pengalaman, dan nasihat selama ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dirjen Pendidikan Tinggi
(DIKTI) Indonesia yang telah memberikan dana melalui beasiswa Pendidikan
Pasca Sarjana Dalam Negeri (BPPDN) 2014. Ucapan terima kasih untuk rekanrekan BSH 2014 dan Zoocorner atas kebersamaan, bantuan, dukungan dan
motivasi selama perkuliahan dan penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih
yang luar biasa, penulis sampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta
teman-teman atas segala doa, semangat, dukungan dan kasih sayang kepada
penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2016
Rissa Herawati Br Ginting


ix

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN UMUM
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
1

1

TINJAUAN PUSTAKA
Kambing Lokal di Indonesia
Gen Myostatin
Keragaman Genetik Kambing
Metode PCR-SSCP (Polymerase Chain Reaction Single Strand
Conformation Polymorphism)

2
3
3
4
5

ANALISIS KERAGAMAN EKSON 2 GEN MYOSTATIN PADA
SEMBILAN BANGSA KAMBING LOKAL DI INDONESIA
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil

Pembahasan
Simpulan

7
7
8
9
12
13

SEGREGASI SEMBILAN BANGSA KAMBING LOKAL DI
INDONESIA BERDASARKAN EKSON 3 GEN MYOSTATIN
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Amplifikasi PCR pada Ekson 3 Gen Myostatin
Identifikasi Variasi Nukleotida Gen Myostatin pada Hasil Sekuensing
Hubungan Keragaman Genetik dengan Pertumbuhan Antar Populasi
Bangsa Kambing
Simpulan


14

PEMBAHASAN UMUM

21

SIMPULAN UMUM

22

DAFTAR PUSTAKA

23

RIWAYAT HIDUP

26

14
15
16
16
16
19
21

x

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Frekuensi genotipe dan alel dari gen myostatin pada kambing
Variasi ekson 2 gen myostatin pada bangsa kambing berdasarkan
nukleotida gen myostatin Capra hircus (ABO77206)
Variasi nukleotida ekson 3 gen myostatin pada kambing terhadap
nukleotida gen myostatin Capra hircus (EF591039)
Matrik keragaman nukleotida ekson 3 gen myostatin pada sembilan
bangsa kambing

11
12
17
20

DAFTAR GAMBAR
1

Sembilan bangsa kambing lokal Indonesia (a) kambing Kacang, (b)
kambing Samosir, (c) kambing Boerka, (d) kambing Boer (Ginting dan
Mahmilia 2008), (e) kambing Muara, (f) kambing Kosta, (g) kambing
Gembrong, (h) kambing Peranakan Etawah, (i) kambing Burawa
(PKPKP 2011)
2 Mekanisme kerja myostatin dalam diferensiasi dan pertumbuhan otot
(Langley et al. 2002)
3 Fragmen DNA untai tunggal memiliki bentuk yang berbeda dengan yang
normal karena mengalami mutasi (Nataraj et al. 1991)
4 Daerah yang mengamplifikasi termasuk bagian dari intron 1, ekson 2,
dan intron 2
5 Hasil amplifikasi gen myostatin menggunakan metode PCR pada
kambing Boer (a3, a10), Boerka (b6), Kacang (c5, c6), Gembrong (d2),
Burawa (e1); Marker (M)
6 Hasil elektroforesis dengan menggunakan ImageJ. Kode sampel (a3,
a10, b6, e1, E9, E12, f4, g1, h4, i1, c5, c6, d2), tipe gen myostatin (A,
B, C, D, E, D, F, G, H, I, K, L)
7 Hasil elektroforesis dengan menggunakan ImageJ. Kode sampel (a3,
a10, b6, e1, E9, E12, f4, g1, h4, i1, c5, c6, d2), tipe gen myostatin (A,
B, C, D, E, D, F, G, H, I, K, L)
8 Hasil amplifikasi dari ekson 3 gen myostatin dengan menggunakan PCR
pada kambing Kacang (3g); Muara (8a); Gembrong (4a); Peranakan
Etawa (6b); Kosta (9g); Samosir (7a, 7b); Burawa (5b); Boer (1l);
Boerka (2a); dan M (Marker 100 pb)
9 Urutan nukleotida intron 2, ekson 3, dan intron 3 gen myostatin
beserta urutan asam aminonya berdasarkan urutan nukleotida Capra
hircus (EF432557). Keterangan: Posisi nukleotida dihitung dari basa
pertama urutan Luci 5. Simbol panah (↓) menunjukkan batas posisi
ekson 3. Kodon penyandi asam amino ditulis dengan tiga huruf
10 Pohon filogeni Neighbour-joining gen myostatin ekson 3 pada sembilan
bangsa kambing

2

3
6
8
9

10

11

16

18

19

1

PENDAHULUAN UMUM

Latar Belakang
Kambing lokal Indonesia merupakan ternak yang populer setelah sapi dan
ayam sebagai penghasil susu dan daging. Kambing lokal indonesia terbukti
mampu beradaptasi terhadap iklim tropis. Pemeliharaan yang dilakukan oleh para
petani masih tradisional, yang mengakibatkan ragamnya tinggi. Oleh karena itu,
langkah-langkah strategis perlu dilakukan untuk menyediakan bibit unggul ternak
dengan melakukan identifikasi bangsa-bangsa kambing lokal Indonesia.
Myostatin adalah salah satu faktor pertumbuhan yang mengatur
pertumbuhan kerangka otot pada hewan dewasa. Myostatin menyandikan gen
myostatin yang terdiri atas satu promotor, tiga ekson dan dua intron. Pada
kambing gen myostatin terletak pada kromosom ke 2 (EF591039 NC_022294.1).
Dari segi efek fisiologis, mutasi myostatin dapat menyebabkan peningkatan
jumlah serat otot (hiperplasia) dan peningkatan volume serat otot (hipertropi), atau
sebaliknya. Kejadian double musling pada sapi Belgian Blue dan Piedmontese
diketahui akibat mutasi pada daerah penyandi gen myostatin (Alexandra et al.
1997). Beberapa laporan menunjukkan bahwa mutasi pada daerah promotor dan
intron gen myostatin tidak memberikan efek yang signifikan pada berat dan
bentuk tubuh (Ibeagha-Awemu et al. 2008). Mutasi gen myostatin pada daerah
penyandi dilaporkan dapat meningkatkan pertumbuhan massa otot yang melebihi
normal (Tay et al. 2004).
Untuk mendapatkan data keragaman genetik sembilan bangsa kambing
lokal Indonesia perlu dilakukan identifikasi keragaman ekson 2 dan ekson 3 gen
myostatin serta mengetahui hubungan antara sembilan bangsa kambing di
Indonesia. Variasi yang ditemukan diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi
potensi sumberdaya genetik kambing lokal yang ada di Indonesia.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman ekson 2 dan
ekson 3 gen myostatin dengan metode Polymerase Chain Reaction-Single Strand
Conformation Polymorphism (PCR-SSCP) dan hubungan genetik antara sembilan
bangsa kambing lokal Indonesia.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan
yang bermanfaat untuk mengembangkan kambing lokal Indonesia dengan
memperhatikan keragaman populasi yang ada.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kambing Lokal di Indonesia
Kambing lokal merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang sudah
lama dibudidayakan di sektor peternakan. Kambing lokal berkembang dan
dikelompokkan berdasarkan daerah tertentu, diantaranya kambing Kosta (Banten),
kambing Gembrong (Bali), kambing Jawarandu (Jawa Tengah), kambing Samosir
(Samosir), kambing Benggala (Nusa Tenggara Barat), Muara (Sumatera Utara)
dan beberapa rumpun kambing lokal lainnya. Kambing Gembrong dan Kosta
termasuk ke dalam kelompok jenis kambing dalam status endangered (terancam)
(Mahmilia et al. 2004).
Kambing asli (native breed) merupakan ternak yang dikelompokkan
berdasarkan sejarah dan terbukti berasal dari negara yang secara kontinu
diternakkan di negara tersebut. Kambing Kacang merupakan rumpun kambing asli
yang ditemukan di Indonesia (Mahmilia dan Tarigan 2006).
Penyebaran beberapa jenis kambing terdapat di daerah perbukitan atau
daerah pegunungan Eropa, Asia, dan Etiopia. Kambing terbagi dalam lima
kelompok berdasarkan bentuk dan kelengkungan tanduknya yakni Capra hircus,
C. aegagrus, C. falconeri, C. ibex, dan C. cylindricornis. Capra hircus adalah
salah satu kambing jinak yang dimanfaatkan oleh para petani (Clutton-Brock
1981). Kambing gunung (Oreamnos americanus) adalah pengelompokkan ternak
kambing yang unik berasal dari Amerika utara dan merupakan kelompok kambing
dari gunung Ungulata. Kambing gunung adalah salah satu kambing yang hampir
semua spesiesnya berwarna putih yang ditemukan di Alaska (Johnson 2008).
Kambing liar merupakan rumpun kambing yang sudah dijinakkan, diantaranya
adalah kambing Bezoar, kambing Markhol dan kambing Ibex (Shrestha dan
Fahmy 2005).
Kambing di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua tipe, yakni
kambing potong sebagai penghasil daging dan kambing dwi-guna sebagai
penghasil daging dan susu. Kambing berdasarkan karakteristik tubuh (ukuran
tubuh) dibedakan atas tiga tipe yaitu, kambing tipe besar, tipe sedang, dan tipe
kecil (Batubara, 2011). Para petani memanfaatkan kambing sebagai penghasil
daging dan susu (Kustantinah et al. 2011), selain di Indonesia tulang dan ototnya
dijadikan sebagai media art, dan kotorannya digunakan untuk bahan bakar dan
pupuk kandang (Clutton-Brock 1981).

3

(a)

(d)

(b)

(c)

(e)

(f)

(g)
(h)
(i)
Gambar 1 Sembilan bangsa kambing lokal Indonesia (a) kambing Kacang, (b)
kambing Samosir, (c) kambing Boerka, (d) kambing Boer (Ginting dan
Mahmilia 2008), (e) kambing Muara, (f) kambing Kosta, (g) kambing
Gembrong (h) kambing Peranakan Etawah, (i) kambing Burawa
(PKPKP 2011).

Gen Myostatin
Gen myostatin menyandikan protein myostatin yang terlibat dalam
pertumbuhan otot. Gen myostatin tersusun atas satu promotor, tiga ekson dan dua
intron. Panjang kesuluruhan fragmen gen myostatin adalah 6254 pb (Jin 2009).
Fenomena double muscling yang terjadi pada sapi Belgian blue dan Piedmontese
merupakan salah satu efek yang ditimbulkan dari mutasi gen myostatin
(Kambadur et al. 1997). Delesi pada promotor gen myostatin memberikan efek
yang signifikan pada berat dan bentuk tubuh pada kambing (Li et al. 2008). Telah
ditemukan varian dominan pada daerah non coding 5’UTR dan promotor
menunjukkan pertumbuhan yang intronic dan varian pada daerah 3’UTR berperan

4

penting dalam memodifikasi pola ekspresi gen. Perubahan basa Guanin menjadi
Adenin pada daerah 3’UTR dari gen myostatin dapat menyebabkan hipertropi otot
dan perubahan fenotip pada domba texel (Ibeagha-Awemu et al. 2008). Mutasi
gen myostatin di daerah ekson 2 pada sapi Belgian blue dan Piedmontese
menyebabkan pertambahan massa otot yang sangat mencolok yang dikenal
dengan double muscle. Mutasi delesi 11 nukleotida ekson 3 gen myostatin pada
Belgian blue yang menyebabkan frameshift yang menghilangkan daerah aktif
pada molekul. Piedmontese mengalami mutasi missense pada ekson 3 gen
myostatin yang mengakibatkan substitusi tirosin menjadi sistein. Mutasi pada
daerah coding region dari gen myostatin pada domba (Boman et al. 2006),
kambing (Zhang et al. 2012), anjing (Mosher et al. 2007), burung merpati (Dybus
et al. 2013), Kelinci (Amalianingsih et al. 2015) diketahui menyebabkan
peningkatan massa otot. Mutasi pada daerah intron 2 bersifat polimorfik, dimana
mutasi lebih besar ditemukan diantara spesies kambing dan domba (Li et al.
2006).
Mutasi pada promotor, intron, ekson, dan 5’UTR dan 3’UTR pada gen
myostatin terjadi apabila myostatin tidak berfungsi di dalam sel yang disebut
dengan hipertrofi maupun hiperplasia. Fenomena ini ditemukan pada kasus double
muscling pada hewan ternak (Tay et al. 2004). Hipertrofi adalah perbedaan pada
ukuran dan bentuk otot, yang dikenal sebagai double muscling. Mutasi ini terjadi
pada keturunan Belgian blue dan Piedmontese. Mutasi yang terdapat pada gen
myostatin adalah regulator negatif pertumbuhan otot pada sapi (Kambadur et al.
1997). Terlihat pada perbedaan haplotipe gen myostatin pada daerah otot sapi
yang mengalami hipertropi di Eropa. Mutasi hipertropi pada otot jarang
ditemukan pada populasi (Dunner et al. 2003). Peningkatan massa jaringan
disebut hiperplasia. Kurva pertumbuhan menjadi massa atau berat kumulatif
diplot terhadap usia adalah sigmoid, yang terdiri dari fase percepatan prapubertas
ditambah fase percepatan prapubertas ditambah fase perlambatan pascapubertas
(Owens et al. 1993).
Pada pertumbuhan massa otot, dimana myostatin menghambat myogenin
sehingga myoblast berdiferensiasi menjadi myotubes. Hal ini menyebabkan
myotubes tidak dapat berkembang menjadi serat otot (Kocamis & Killefer 2002).
Prekursor

Myoblasis

Myogenin

Myotubes

Gambar 2 Mekanisme kerja myostatin dalam diferensiasi dan pertumbuhan otot
(Langley et al. 2002).

5

Keragaman Genetik Kambing
Sumber genetik hewan sangat sedikit diperhatikan terhadap potensi
genetiknya. Para petani melakukan mutasi keragaman genetik hewan untuk
memilih bibit unggul atau mengembangkan bangsa baru dalam merespon
perubahan terhadap lingkungan, mengubah penjualan pasar dan kebutuhan
masyarakat (Karugia et al. 2001).
Keragaman genetik disebabkan salah satunya karena adanya mutasi.
Mutasi mengacu pada perbedaan dalam urutan DNA antara individu, kelompok,
atau populasi. Terdapat dua jenis keragaman genetik yang disebabkan
penggantian basa DNA dan penyisipan atau penghapusan pasangan basa. Jenis
yang paling sederhana dari polimorfisme genetik adalah Single Nucleotide
Polymorphism (SNP) (Yahyaoui 2003). Keragaman genetik antara populasi
bangsa kambing lokal tidak menunjukkan hubungan korelasi antara perbedaan
genetik dengan jarak geografisnya (Salles et al. 2011). Keragaman genetik tidak
hanya terjadi pada antar keturunan tetapi juga di dalam satu keturunan antar
populasi maupun di dalam populasi (Handiwirawan dan Subandriyo 2004).
Identifikasi keragaman gen berperan penting dalam mempengaruhi
karakter pertumbuhan pada kambing. Salah satu gen yang berperan dalam
membantu mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan jaringan otot adalah
gen myostatin. Varian gen myostatin merupakan hasil dari efisiensi transkripsi
yang mempengaruhi konsentrasi dari gen myostatin. Mutasi pada daerah exon 1
gen myostatin pada kambing diketahui dapat menyebabkan peningkatan massa
otot sehingga membentuk fenotipe yang berbeda. Mutasi pada gen myostatin
dapat menghasilkan protein non fungsional yang menyebabkan kasus double
muscling (Zhang et al. 2013). Perbedaan pola dari haplotipe gen myostatin adalah
indikator dari sejarah yang memperlihatkan bahwa adanya perbedaan antara
populasi keturunan kambing (Li et al. 2005). Delesi pada promotor gen myostatin
memberikan efek yang signifikan pada berat dan bentuk tubuh pada kambing
(Li et al. 2008). Mutasi daerah 3’-UTR pada domba juga dapat menyebabkan
fenotipe IMM (Increased Muscle Mass) (Boman et al. 2006).

Metode PCR-SSCP (Polymerase Chain Reaction-Single Strand
Conformational Polymorphism)
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah salah satu teknik ilmiah dalam
biologi molekuler untuk memperkuat satu atau beberapa salinan dari urutan DNA
sehingga menghasilkan ribuan sampai jutaan salinan dari urutan DNA. Terdapat
tiga langkah utama dalam teknik PCR yakni denaturasi, annealing, dan ekstensi.
PCR berguna dalam proses penyelidikan dan diagnosis dari suatu penyakit.
Kualitatif PCR dapat digunakan untuk mendeteksi tidak hanya gen manusia tetapi
juga gen dari bakteri dan virus. PCR dapat mengidentifikasi gen yang telah
terlibat dalam perkembangan kanker (Joshi dan Deshpande 2011).
Single Strand Conformational Polymorphism (SSCP) adalah metode
analisis yang cepat dan cukup sederhana untuk mendeteksi adanya keragaman.
Keragaman yang disebabkan karena penghapusan/sisipan/penyusunan ulang pada

6

proses PCR amplifikasi DNA. Semua rincian untuk penggunaan PCR-SSCP
disajikan dalam arah penyakit genetik (Kakavas et al. 2008).
Menurut Nataraj el al. (1991) metode analisis SSCP memiliki beberapa
tahap yaitu tahap amplifikasi, tahap denaturasi DNA produk PCR pada suhu
94oC, penambahan formamida dye dan tahap elektroforesis dalam gel
poliakrilamida nondenaturasi. Gambar 1 menunjukkan bagaimana perubahan pada
fragmen DNA tunggal yang mempengaruhi bentul molekul DNA untai tunggal
dan menyebabkan perbedaan laju migrasi saat elektoforesis.

Gambar 3 Fragmen DNA untai tunggal memiliki bentuk yang berbeda dengan
yang normal karena mengalami mutasi (Nataraj et al. 1991).

7

ANALISIS KERAGAMAN EKSON 2 GEN MYOSTATIN PADA 9
BANGSA KAMBING LOKAL DI INDONESIA

PENDAHULUAN
Salah satu mata pencarian petani di Indonesia adalah di sub sektor
peternakan diantaranya adalah ternak kambing. Kambing adalah salah satu ternak
ruminansia kecil yang telah beradaptasi dan berkembang dengan kondisi geografis
setempat. Kambing yang ditemukan di Asia telah menyebar ke seluruh benua dan
mendiami hampir semua daerah dingin sampai daerah tropis (Gall 1981). Salah
satunya adalah negara Indonesia yang memiliki potensi keanekaragaman hayati
tinggi dengan keragaman genetik yang melimpah. Kambing memiliki potensi
produktivitas yang tinggi yaitu dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging
(Casey dan Webb 2010), susu (Haenlein 2004), atau keduanya (Vasta et al. 2008).
Beberapa persilangan dan proses adaptasi membentuk beberapa bangsa
kambing lokal yaitu, bangsa kambing Boer, Boerka, Kacang, Gembrong, Burawa,
Peranakan Etawa, Samosir, Muara, dan Kosta adalah kambing lokal Indonesia.
Setiap kambing akan menghasilkan daging dengan memiliki kualitas karakter
yang berbeda. Kualitas daging adalah salah satu karakter ekonomi yang penting
pada hewan ternak (Dehnavi et al. 2012).
Salah satu faktor yang mengontrol pertumbuhan adalah myostatin atau
Growth Diffrentiations Factor 8 (GDF8) yang merupakan anggota dari
superfamili dari Transforming Growth Factor ᵦ (TGF- ᵦ) yang mengontrol
pertumbuhan dan diferensiasi jaringan otot (pertumbuhan otot dan kualitas
daging). Myostatin terdiri atas tiga ekson dan dua intron yang disandikan oleh gen
myostatin (Weiner 2009). Ekspresi mutasi pada gen myostatin dapat
menonaktifkan dan menyebabkan protein non-fungsional yang menyebabkan
pembesaran jaringan otot yang melebihi normal baik hipertrofi maupun
hiperplasia, kondisi ini ditemukan pada kasus double muscling. Polimorfisme gen
myostatin yang ditemukan pada sapi terdapat 14 polimorfisme pada tiga ekson
dan empat pada dua intron. Hasil polimorfisme ini diidentifikasi berguna untuk
program pemuliaan (Grisolia et al. 2009). Pencarian tipe gen pada kambing lokal
di Indonesia adalah cara yang baik untuk meningkatkan kualitas dan mendapatkan
bibit unggul (Zhang et al. 2013).
Penelitian tentang karakteristik gen myostatin pada kambing perlu
dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi potensi sumberdaya genetik
kambing lokal di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi keragaman ekson 2 gen myostatin pada bangsa kambing lokal
Indonesia.

8

BAHAN DAN METODE

Koleksi Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel darah 9 bangsa
kambing di Indonesia yang terdiri dari kambing Samosir (2), kambing Muara (4),
kambing Kacang (10), kambing Kosta (8), kambing Peranakan Etawah (15),
kambing Burawa (13), kambing Gembrong (4), kambing Boer (14) dan kambing
Boerka (10). Sampel dikoleksi di Laboratorium Molekuler Bagian Fungsi Hayati
dan Perilaku Hewan.
Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA dilakukan dengan menggunakan metode fenol kloroform
diikuti oleh presipitasi etanol dengan sedikit modifikasi berdasarkan Sambrook et
al. (1989). Sampel darah diawetkan dengan etanol, etanol dihilangkan dengan
melakukan pencucian dengan buffer TE 2-3 kali.
Amplifikasi DNA
Amplifikasi ekson 2 gen myostatin dilakukan dengan menggunakan
sepasang primer AF80 (forward) 5'-GCTGTTATGAATGAAATGCTAC-3' dan
AF81 (reverse) 5'-TTTTATTGGGTACAGGGCTAC-3' berdasarkan nomor urut
aksesi AB077206, ukuran amplikon sebesar adalah 650 bp (Gambar 4). Reaksi
PCR dalam volume 25 µl, menggunakan PCR kit, Gotaq green master mix.
Kondisi PCR yang digunakan pada tahap predenaturasi pada 95°C selama 2
menit, denaturasi pada 95°C selama 45 detik, annealing 57°C selama 1 menit, dan
ekstensi pada 72°C selama 1 menit diulang untuk 30 siklus. Kualitas amplikon
diperiksa menggunakan PAGE (acrilamide: bisacrylamide ratio 29:1) dan
pewarnaan perak (Byun et al. 2009). Jika amplikon menunjukkan sebuah pita
tunggal yang jelas maka amplikon akan dianalisis dengan menggunakan metode
SSCP.
Intron 1 (133 pb)
Intron 2 (143 pb)
AF80

Ekson 2 (374 bp)

AF81

Gambar 4 Daerah yang diamplifikasi termasuk bagian dari intron 1, ekson 2, dan
intron 2.

Analisis Single Strand Conformation Polymorphism (SSCP)
Amplikon yang dimurnikan dengan teknik presipitasi etanol berdasarkan
metode Sambrook et al. (1989), kemudian disuspensi pada pewarna formamida
(formamida 95%, 10% gliserol, 10% APS, dH2O, dan NaOH 0,2N). Untai ganda
dari molekul amplikon didenaturasi pada suhu 94°C selama 10 menit kemudian
didinginkan di icebath. Bentuk dari untai tunggal diperiksa menggunakan

9

poliakrilamida SSCP PAGE (acrilamide: bisacrylamide ratio 59:1) pada kondisi
100 mV selama 16 jam pada suhu 4°C, kemudian staining dengan menggunakan
pewarnaan perak. Tipe gen myostatin ditentukan berdasarkan pola migrasi untai
tunggal dan pengukuran jarak pita DNA menggunakan analisis ImageJ
(Abramoff et al. 2004).
Sekuensing dan Alignment DNA
Setiap tipe pola gen yang berbeda akan disekuensing. Reaksi sekuensing
DNA menggunakan primer yang sama. Proses sequencing dilakukan oleh
Perusahaan komersial. Bentuk kromatogram kemudian diedit secara manual
dengan menggunakan Bioedit (Hall 2004) dan statistik MEGA 6 (Moleculer
Evolutionary Genetic Analysis) (Tamura et al. 2013).

HASIL
Panjang produk yang telah diamplifikasi dari gen myostatin adalah
sepanjang 650 pb pada sembilan populasi kambing (Gambar 5). Amplifikasi
fragmen dari 650 pb terdiri dari bagian intron 1 (133 pb), ekson 2 (374 pb), dan
bagian dari intron 2 (143 pb). Daerah ekson dan intron ditetapkan atas dasar
laporan yang diterbitkan dari gen myostatin pada Capra hircus (AB077206).
M

a3

a10

b6

c5

c6

d2

e1

1000 bp
650 bp

500 bp
400 bp
300 bp
200 bp
100 bp
Gambar 5 Hasil amplifikasi gen myostatin menggunakan metode PCR pada
kambing Boer (a3, a10), Boerka (b6), Kacang (c5, c6), Gembrong
(d2), Burawa (e1); Marker (M).
Perbedaan pola migrasi dari untai tunggal DNA pada poliakrilamid 9%
dapat dilihat secara spesifik pada hasil elektroforesis dengan menggunakan
program ImageJ (Gambar 6). Penyebaran tipe gen myostatin ekson 2 pada
kambing Boer, Boerka, Gembrong, Boerawa, Peranakan Etawa, Samosir, Muara,
dan Costa berasal dari lokasi Sei Putih (Tabel 1). Pada sembilan bangsa kambing
ditemukan 12 tipe gen yaitu, A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, dan L
(Gambar 7). Frekuensi tipe gen terbesar adalah F pada kambing Peranakan Etawa

10

dan frekuensi tipe gen terkecil adalah E dan G pada kambing Boerawa dan
Samosir.

Gambar 6 Hasil deteksi variasi dari ekson 2 gen myostatin dengan menggunakan
PCR SSCP pada kambing Boer (A, B), Boerka (C), Boerawa (D, E,
D), Peranakan Etawa (F), Samosir (G), Muara (H), Costa (I), Kacang
(J, K), dan Gembrong (L).

.
Gambar 7 Hasil elektroforesis dengan menggunakan analisis ImageJ. Kode
sampel (a3, a10, b6, e1, E9, E12, f4, g1, h4, i1, c5, c6, d2), tipe gen
myostatin (A, B, C, D, E, D, F, G, H, I, K

11

Berdasarkan hasil pensejajaran daerah ekson 2 gen myostatin ditemukan
12 variasi nukleotida (Tabel 2). Variasi ditemukan pada daerah intron 1, ekson 2,
dan intron 2 dari gen myostatin. Bentuk variasi yang ditemukan pada gen
myostatin adalah substitusi dan indel nukleotida. Variasi delesi intron 1
ditemukan pada kambing Boerawa, Boerka, Kacang, dan Peranakan Etawa pada
posisi basa A24-, A25-, A44-, A45-, A50-, dan intron 2 pada posisi basa T601-,
T603-, T611-, T612- , A616- dan C618- pada kambing Boerawa, Muara, Boer,
Kosta, Samosir, Boerka, dan Peranakan Etawa. Variasi insersi ditemukan pada
kambing Boerawa di basa -48A (Tabel 2). Variasi pada puncak kromatogram
yang tumpang tindih terdapat pada kambing Boerka, Gembrong dan Kacang,
ditemukan pada basa 37 (T/G), 595 (C/T). Ditemukan perubahan basa dari T/G
pada kambing Boerawa, Boerka, dan Gembrong; A/T pada kambing Boerka; G/A
pada kambing Gembrong; C/T pada kambing Kacang. Sebagian besar dari sampel
merupakan heterozigot dan tidak mempengaruhi asam amino dari variasi yang
ditemukan.
Tabel 1 Frekuensi genotipe dan alel dari gen myostatin pada kambing
Bangsa kambing Jumlah
Tipe gen
Jumlah tipe gen
Frekuensi
sampel
myostatin
myostatin
Boer
14
A
10
12.5%
B
4
5%
Boerawa
13
D
11
13.8%
E
2
2.5%
Boerka
10
C
10
12.5%
Gembrong
4
L
4
5%
Kacang
10
J
5
6.2%
K
5
6.2%
Costa
8
I
8
10%
Muara
4
H
4
5%
Samosir
2
G
2
2.5%
PE
15
F
15
18.8%
Total
80
100%

12

Tabel 2 Variasi ekson 2 gen myostatin pada bangsa kambing berdasarkan
nukleotida gen myostatin Capra hircus (AB077206)
Bangsa
*Posisi basa
Kambing
Intron 1
Exon 2
Intron 2
2 2
3
4 4 4 5 5
4
5
6 6 6
4 5
7
4 5 8 0 4
9
9
0 0 1
7
5
1 3 1
Boer
A A
T
A A - A A
G
C
T T T
Boer
A A
T
A A - A A
G
C
T - T
Boerawa
- A
T
A A - A A
G
C
T T T
Boerawa
A A
G
A A A A A
G
C
- T Boerawa
- A
T
A A - A A
G
C
T T T
Boerka
A A T/G A - - A T
G
C
T T T
Gembrong
A A T/G A A - A A
A
C
T T T
Kacang
A A
T
A A - A A
G
C/T T T T
Kacang
- T
A A - A A
G
C
T T T
Kosta
A A
T
A A - A A
G
C
T - T
Muara
A A
T
A A - A A
G
C
- T Samosir
A A
T
A A - A A
G
C
T T T
PE
A A
T
- A - - A
G
C
T T T
*Posisi basa pada intron 1, ekson 2, dan intron 2 dibaca secara vertikal.

PEMBAHASAN
Pertumbuhan dan diferensiasi faktor 8 gen myostatin secara langsung
menyebabkan double muscling dan konformasi karkas pada bangsa kambing.
Identifikasi variasi gen myostatin dengan menggunakan analisis SSCP. Teknik ini
telah banyak digunakan untuk mendeteksi mutasi pada DNA genom yang berbasis
teknologi PCR (Hayashi 2014). SSCP sangat signifikan digunakan untuk
menganalisis variasi alel dan urutan mutasi (Gasser et al. 2007). Konsep dasar
dari metode SSCP berubah pada fragmen DNA bahkan hanya satu nukleotida
saja. Perubahan ini akan mempengaruhi konformasi DNA untai tunggal dan dapat
dideteksi dengan melihat perbedaan dalam migrasi pola pita pada elektroforesis
gel poliakrilamid dilakukan dalam kondisi non-denaturasi (Atha et al. 2001). Pada
penelitian ini pita untai tunggal ditemukan dua. Menurut Hayashi (2014) metode
PCR-SSCP terdeteksi setidaknya satu DNA untai tunggal yang menunjukkan
adanya mutasi pada urutan DNA berdasarkan migrasi pita pada gel poliakrilamid.
Persentase frekuensi ditentukan dengan membagi jumlah sampel yang memiliki
tipe tertentu dengan jumlah total sampel yang terkandung dalam lokasi. Variasi
tipe gen yang lebih tinggi terdapat pada kambing Peranakan Etawa mungkin
disebabkan oleh persilangan yang tidak terkontrol.
Keragaman nukleotida merupakan indikator sejarah dari populasi atau
bangsa yang berbeda, sehingga distribusi keragaman sangat berguna untuk
menyelidiki hubungan antara populasi (Zhang et al. 2011). Urutan dan variasi gen
adalah untuk mempelajari ekspresi dan fungsi gen. Distribusi keragaman gen

6
1
2
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T
T

6
1
6
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A

6
1
8
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
C
-

13

myostatin menunjukkan perbedaan yang signifikan antara bangsa kambing yang
berbeda. Terdapat 12 pb indel yang terdeteksi pada sembilan bangsa kambing dan
menunjukkan bahwa adanya keragaman. Mutasi substitusi ekson 2 terdapat pada
kambing Boerawa, Boerka, Gembrong, dan Kacang. Keragaman mungkin
disebabkan karena perbedaan dalam produktivitas keturunan dan tujuan
pemuliaan pada kambing. Kambing Boerawa, Boerka, Gembrong, dan Kacang
menghasilkan daging yang ditandai dengan pertumbuhan dan sifat unggul dari
daging. Peranakan Etawa memiliki frekuensi heterozigot yang tertinggi.
Variasi Indel menunjukkan bahwa keturunan kambing adalah heterozigot.
Heterosigositas terdapat pada kambing Burawa menunjukkan bahwa kambing
Burawa adalah hasil persilangan. Heterosigositas menggambarkan variasi genetik
dalam suatu populasi. Semakin tinggi nilai heterosigositas dalam suatu populasi,
semakin tinggi variasi genetik dalam populasi (Ferguson 1980). Distribusi
haplotipe sangat berguna untuk menyelidiki hubungan antara populasi. Dalam
beberapa haplotipe gen myostatin sapi (MSTN) terlihat lebih spesifik pada jenis
tertentu dan hubungan antara haplotipe yang berbeda digunakan untuk menguji
hipotesis sebelumnya tentang asal-usul hipertrofi di Eropa (Dunner et al. 2003).
Evolusi gen myostatin dan efek mutan masih belum jelas. Sistematis sebagian
besar individu dari keturunan yang berbeda untuk mengevaluasi asal dan evolusi,
struktur genetik, keragaman populasi dan hubungan keragaman dengan karakter
pertumbuhan (Li et al. 2005).

SIMPULAN
Pensejajaran nukleotida ekson 2 gen myostatin pada sembilan bangsa
kambing lokal Indonesia ditemukan mutasi yang tidak mempengaruhi asam
aminonya. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada 12 variasi antara sembilan
bangsa kambing yang diperoleh dari hasil sekuensing dan ditemukan 12 tipe gen
berdasarkan pada pola migrasi untai tunggal.

14

SEGREGASI SEMBILAN BANGSA KAMBING LOKAL DI
INDONESIA BERDASARKAN EKSON 3 GEN MYOSTATIN
PENDAHULUAN
Ternak kambing merupakan salah satu ternak yang memiliki potensi
pengembangan yang baik dalam menyuplai kebutuhan. Pengembangan usaha
ternak kambing didukung dengan sumber daya ternak kambing lokal yang
berkualitas dan adaptif terhadap kondisi lingkungan (Rusdiana et al. 2014).
Faktor lingkungan adalah salah satu penyebab perbedaan kambing di Indonesia,
sehingga ada fenotipe antara keturunan asli yang berbeda (Sulabda 2012).
Pelestarian dan pengelompokan ternak menurut bangsa kambing dapat
dimulai dengan sebutan khusus menurut wilayah, misalnya kambing Samosir di
Sumatera Utara, kambing Marica yang ada di Sulawesi Selatan, kambing
Benggala di Nusa Tenggara Barat, kambing Muara di Sumatera Utara, kambing
Jawarandu di Jawa Tengah, kambing Gembrong di Bali dan jenis kambing lainnya
di daerah Indonesia. Pemanfaatan dan tujuan peruntukan kambing mengakibatkan
performans pada kambing berbeda. Hal ini mempengaruhi variasi mutasi gen yang
terlibat pada pertumbuhan otot.
Salah satu gen yang penting untuk mengatur pertumbuhan massa otot
adalah gen myostatin (Gan et al. 2008). Myostatin disandikan oleh gen myostatin
yang tersusun atas satu promotor, tiga ekson dan dua intron. Gen myostatin telah
digunakan secara luas sebagai penanda fenomena double muscling pada ternak.
Mutasi pada gen myostatin dapat menginaktivasi ekspresi dan menghasilkan
protein non-fungsional yang mempengaruhi pertumbuhan otot (Zhang et al.
2013). Identifikasi keragaman gen myostatin berperan penting dalam
mempengaruhi karakter pertumbuhan pada kambing. Delesi pada promotor gen
myostatin memberikan efek yang signifikan pada berat dan bentuk tubuh pada
kambing (Li et al. 2008). Mutasi pada daerah intron 2 bersifat polimorfik, dimana
mutasi lebih besar ditemukan diantara spesies kambing dan domba daripada
sesama spesies (Li et al. 2006). Mutasi pada daerah coding gen myostatin pada
domba diketahui menyebabkan peningkatan massa otot sehingga membentuk
fenotipe yang berbeda (Boman et al. 2006).
Penelitian tentang karakteristik daerah coding pada kambing lokal di
Indonesia perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas kambing dalam hal
pemuliaan hewan. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi keragaman ekson 3 gen myostatin pada sembilan kambing lokal
di Indonesia serta hubungan genetik antara sembilan bangsa kambing.

15

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 sampai dengan
Januari 2016 di Laboratorium Molekuler Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku
Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Koleksi Sampel DNA Kambing
Sampel DNA yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel darah
sembilan bangsa kambing yang terdiri dari 80 sampel kambing, yaitu kambing
Samosir (2), kambing Muara (4), kambing Kacang (10), kambing Kosta (8),
kambing Peranakan Etawah (15), kambing Burawa (13), kambing Gembrong (4),
kambing Boer (14) dan kambing Boerka (10). Sampel dikoleksi di Laboratorium
Molekuler Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA dilakukan dengan menggunakan metode fenol kloroform
diikuti oleh presipitasi etanol dengan sedikit modifikasi berdasarkan Sambrook
et al. (1989). Sampel darah diawetkan dengan etanol, etanol dihilangkan dengan
melakukan pencucian dengan buffer TE 2-3 kali.
Amplifikasi DNA
Amplifikasi ekson 3 gen myostatin dilakukan dengan menggunakan
sepasang primer Luci 5 (forward) 5’ATGTGACATAAGCAAAATGATTAG-3’
dan Luci 6 (reverse) 5’CTTGTGCTTAAGTGACTGTAG-3’ berdasarkan nomor
urut aksesi EF591039, ukuran amplikon sebesar adalah 650 pb. Amplifikasi
dilakukan dengan menggunakan mesin PCR ESCO 2. Reaksi PCR dalam volume
25 µl, menggunakan PCR kit, Gotaq green master mix. Kondisi PCR yang
digunakan pada tahap predenaturasi pada suhu 95°C selama dua menit, denaturasi
pada suhu 95°C selama 45 detik, penempelan primer pada suhu 57°C selama satu
menit, dan pemanjangan DNA pada suhu 72°C selama satu menit diulang dengan
30 siklus. Kualitas amplikon dideteksi dengan menggunakan PAGE 6%
(acrilamide:bisacrylamide ratio 29:1) dan pewarnaan perak (Byun et al. 2009).
Analisis Data Sekuen
Reaksi sekuensing DNA menggunakan primer yang sama. Proses
sekuensing dilakukan oleh perusahaan komersial. Bentuk kromatogram kemudian
secara manual diedit menggunakan Bioedit versi 7.0.8.0 (Hall 2004) dan
disejajarkan dengan urutan nukleotida gen myostatin pada Capra hircus
(EF591039) dengan menggunakan perangkat lunak statistik MEGA 6 (Moleculer

16

Evolutionary Genetic Analysis) (Tamura et al. 2013). Rekonstruksi pohon filogeni
dengan menggunakan metode neighbour-jaoining (Tamura et al. 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi PCR pada Gen Myostatin Ekson 3
Ekson 3 gen myostatin telah berhasil mengamplifikasi ekson 3 beserta
intron 2 dan 3’UTR yang mengapitnya dengan menggunakan sepasang primer.
Berdasarkan hasil yang diperoleh panjang fragmen gen myostatin intron 2, ekson
3, dan 3’UTR adalah 136 pb, 377 pb, 137 pb (Gambar 8). Hasil ini sesuai dengan
panjang produk pada sekuens gen myostatin (GenBank dengan kode akses
EF591039).

650 pb
600 pb

100 pb

Gambar 8 Hasil amplifikasi dari ekson 3 gen myostatin dengan menggunakan
PCR pada kambing Kacang (3g); Muara (8a); Gembrong (4a);
Peranakan Etawa (6b); Kosta (9g); Samosir (7a, 7b); Burawa (5b);
Boer (1l); Boerka (2a); dan M (Marker 100 pb).

Identifikasi Variasi Nukleotida Gen Myostatin Pada Hasil sekuensing
Variasi gen myostatin pada sembilan bangsa kambing lokal ditemukan
pada bagian awal, tengah, dan akhir gen myostatin. Bentuk variasi yang
ditemukan pada gen myostatin yaitu delesi, substitusi, dan variasi pada puncak
kromatogram yang saling tumpang tindih (Tabel 3). Variasi substitusi intron 2
ditemukan pada kambing Gembrong (A7C, A11T), kambing Peranakan Etawah
(T10A, A11T), kambing Burawa (T10A, A11T), kambing Muara (A11T),
kambing Samosir (A11T), ekson 3 terdapat pada kambing Boerka (A182T,
T437A, T439A, A445G). Variasi pada puncak kromatogram yang saling tumpang
tindih pada intron 2 terdapat pada posisi basa ke-13. Variasi delesi 3’UTR
ditemukan pada kambing Kosta dan Samosir pada posisi basa T552- dan G560-.

17

Hasil perunutan DNA intron 2 dan 3’UTR tidak ditemukan variasi yang
menyebabkan perubahan asam amino yang signifikan karena daerah intron
merupakan daerah bukan penyandi yang tidak ikut dalam proses translasi. Pada
ekson 3 ditemukan mutasi khusus, dapat dilihat pada perubahan asam amino ke437 yaitu tyrosin menjadi lisin (Gambar 9).
Tabel 3 Variasi nukleotida ekson 3 gen myostatin pada kambing terhadap
nukleotida gen myostatin Capra hircus (EF591039)
Bangsa
Posisi basa
Kambing
Intron 2
Ekson 3
3’UTR
7
1
1
1
1
4
4
4
5
5
0
1
3
8
3
3
4
5
6
2
7
9
5
2
0
Kacang
A
T
A
G
A
T
T
A
T
G
Muara
A
T
T
G
A
T
T
A
T
G
Gembrong
C
T
T
G
A
T
T
A
T
G
PE
A
A
T
G
A
T
T
A
T
G
Kosta
A
T
A
G
A
T
T
A
G
Samosir
A
T
T
G
A
T
T
A
T
Samosir
A
T
T
G
A
T
T
A
T
G
Burawa
A
A
T
G
A
T
T
A
T
G
Boer
A
T
A G/A A
T
T
A
T
A
Boerka
A
T
A
G
T
A
A
G
T
G

18

Gambar 9 Urutan nukleotida intron 2, ekson 3, dan 3’UTR gen myostatin beserta
urutan asam aminonya berdasarkan urutan nukleotida Capra hircus
(EF432557). Keterangan: Posisi nukleotida dihitung dari basa pertama
urutan Luci 5. Simbol panah (↓) menunjukkan batas posisi ekson 3.
Kodon penyandi asam amino ditulis dengan tiga huruf.
Variasi substitusi intron 2, ekson 3 dan delesi 3’ UTR pada gen myostatin
kemungkinan disebabkan oleh persilangan antara kambing yang tidak terkontrol.
Hal ini mengakibatkan berubahnya performan pada kambing. Mutasi di daerah
coding dapat menyebabkan peningkatan massa otot fenotipe IMM (Increased
Muscle Mass), dan mengganggu penerjemahan asam amino yang menyebabkan
prematur pada kambing (Boman et al. 2006).
Pada kelompok populasi kambing lokal ditemukan perbedaan antara satu
kelompok populasi kambing lokal dengan kelompok yang lain, sehingga urutan
nukleotida yang berbeda dapat digunakan sebagai penciri dari setiap populasi
kambing lokal. Perubahan susunan nukleotida dalam bentuk substitusi dan delesi
pada sembilan bangsa kambing diduga karena merupakan hasil persilangan antara
pejantan kambing dari luar dengan induk kambing yang telah beradaptasi dengan
kondisi kambing setempat. Menurut Batubara (2011) menyatakan bahwa
perubahan susunan basa nukleotida dan mutasi substitusi yang terdapat pada
kambing lokal disebabkan karena adanya proses adaptasi sebagai kambing asli

19

dengan kondisi lokasi yang berbeda dengan kondisi di Sumatera, Jawa, dan Bali
serta adanya seleksi yang berhubungan dengan tujuan produksi yang diinginkan
oleh peternak.
Sebagian besar dari sampel bersifat heterozigot dan DNA mempengaruhi
asam aminonya. Heterozigositas yang terjadi pada populasi bangsa kambing
menunjukkan bahwa diantara kambing merupakan hasil dari persilangan.
Heterozigositas menggambarkan adanya variasi genetik pada suatu populasi.
Populasi dengan keragaman genetik tinggi akan memiliki peluang hidup yang
semakin tinggi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan (Ferguson 1980).
Heterozigositas yang tinggi memungkinkan adanya perbaikan kualitas genetik
populasi dengan seleksi gen yang menguntungkan.
Keragaman sekuen nukleotida gen myostatin diperoleh dengan perunutan
sekuen yang di alignment dan mendeteksi kromatogram dari urutan nukleotida.
Evolusi gen myostatin dan efek mutan masih belum diketahui dengan jelas.
Sistematik dari sebagian besar individu dari keturunan yang berbeda untuk
mengevaluasi asal dan evolusi, struktur genetik, keragaman populasi dan
hubungan keragaman dengan ciri pada pertumbuhan (Li et al. 2006).

Hubungan Keragaman Genetik Dengan Pertumbuhan Antar Populasi
Bangsa Kambing
Hasil pensejajaran ekson 3 gen myostatin dengan panjang 589 pb pada
kambing Boer, Boerka, Kacang, Gembrong, Burawa, Peranakan Etawah, Samosir,
Muara, Kosta digunakan untuk konstruksi pohon filogenetik. Konstruksi pohon
filogenetik digunakan untuk melihat hubungan kekerabatan antara sembilan
bangsa kambing (Gambar 10) dan jarak genetik pada sembilan bangsa kambing
yang berasal dari satu lokasi (Sei Putih) (Tabel 4).

Gambar 10 Pohon filogeni Neighbour-joining ekson 3 gen myostatin pada
sembilan bangsa kambing.

20

Tabel 4 Jarak genetik pada sembilan bangsa kambing
Bangsa
Kambing

1

2

3

4

1. Capra
hircus
2. Kacang
3. Muara
4. Gembrong
5. PE
6. Kosta
7. Samosir
8. Samosir
9. Burawa
10. Boer
11. Boerka

0,000
0,002
0,003
0,003
0,000
0,002
0,002
0,003
0,000
0,007

0,002
0,003
0,003
0,000
0,002
0,002
0,003
0,000
0,007

0,002
0,002
0,002
0,000
0,000
0,002
0,002
0,009

0,003
0,003
0,002
0,002
0,003
0,003
0,010

Jarak Genetik
5
6

0,003
0,002
0,002
0,000
0,003
0,010

0,002
0,002
0,003
0,000
0,007

7

8

9

10

11

0,000
0,002
0,002
0,009

0,002
0,002
0,009

0,003
0,010

0,007

0

Analisis filogenetik dengan menggunakan Neighbour-joining tree
menunjukkan bahwa kambing Burawa memiliki hubungan genetik yang dekat
(jarak genetik 0,000) dengan kambing Peranakan etawah, sedangkan kambing
Kosta berada dalam satu kelompok dengan Kacang, hal ini menunjukkan
keturunan gen dalam kelompok memiliki hubungan genetik yang dekat dengan
jarak genetik 0,000. Kambing Samosir terdapat dalam satu kelompok, hal ini
menunjukkan bahwa kambing Samosir memiliki hubungan genetik yang dekat
(jarak genetik 0,000). Kambing Muara dan Gembrong berada dalam satu
kelompok dengan jarak genetik 0,002. Kambing Boerka terpisah dengan
kelompok kambing lainnya, hal ini menunjukkan bahwa kambing Boerka tidak
memiliki hubungan genetik yang dekat (jarak genetik 0,007) dengan kambing
Kacang, Kosta dan Capra hircus, sedangkan kambing Muara dan Samosir (jarak
genetik 0,009), Gembrong, Peranakan Etawah, dan Burawa memiliki jarak genetik
sebesar 0,010.
Pada nilai hasil uji booststrap dengan pengulangan 1000 kali pada analisis
Neighbour Joining dengan metode dua parameter Kimura menunjukkan bahwa
kambing Peranakan Etawah dan Burawa memiliki nilai booststrap tertinggi yaitu
68% kemudian disusul oleh kambing Samosir (12%). Berdasarkan hasil analisis
pada kesembilan populasi kambing dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman
genetik menjadi tujuh kelompok, yaitu kelompok kambing Muara dengan
Gembrong, kelompok kambing Samosir, Peranakan etawah dengan Burawa,
kelompok kambing Kacang dengan Kosta, kelompok kambing Boer, Kelompok
Capra hircus dan kelompok kambing Boerka.
Hal ini kemungkinan disebabkan karena kambing Peranakan etawah dan
Burawa, Kosta dan Boer merupakan satu persilangan. Hasil penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa persilangan antara kambing Boer dengan kambing Kacang
dan kambing Kacang dengan Etawah menunjukkan hasil seleksi yang positif
(Kostaman dan Sutama 2005). Persilangan merupakan salah satu cara yang
mampu untuk meningkatkan produktivitas ternak, seperti kambing boerka
merupakan hasil persilangan kambing boer dengan kacang dimana dari segi
performans atau reproduksi menghasilkan persilangan yang unggul dalam
memperoleh bobot tubuh yang besar (Mahmilia dan Tarigan 2006). Keragaman
tipe gen yang lebih tinggi pada kambing Boerka mungkin disebabkan oleh
persilangan yang tidak terkontrol antara kambing Kacang yang berasal dari

21

Indonesia dengan kambing Boer yang berasal dari Afrika selatan sehingga
kambing Boerka memiliki variasi yang paling tinggi dibandingkan kambing yang
lainnya (Sodiq et al. 2003).
Variasi gen yang timbul dipengaruhi oleh seleksi, mutasi gen,
pencampuran dua populasi yang frekuensi gen berbeda, silang dalam (inbreeding),
silang luar (outbreeding) dan genetic drift. Ekspresi gen dapat mempengaruhi sifat
yang yang muncul. Fenotipik yang muncul dapat dipengaruhi oleh variasi gen
pada arah dan besar respon terhadap perubahan lingkungan. Fenotipik yang
bersifat ekonomis merupakan sifat kuantitatif yang dikontrol oleh banyak gen dan
masing-masing gen memberikan sedikit kontribusi pada sifat tersebut
(Noor 2008).
Dengan demikian, pelestarian terhadap sumberdaya genetik ternak lokal
sebagai bagian dari komponen keanekaragaman hayati adalah penting untuk
memenuhi kebutuhan pangan, pertanian dan perkembangan sosial masyarakat di
masa yang akan datang.

SIMPULAN
Gen myostatin ekson 3 pada sembilan bangsa kambing bersifat heterozigot
dibuktikan dengan sekuensing. Hasil pensejajaran ditemukan 10 variasi gen
myostatin, dengan demikian keragaman genetik kambing tinggi. Variasi pada
intron 2 dan 3’UTR gen myostatin tidak mempengaruhi asam amino secara
signifikan sedangkan variasi yang ditemukan pada ekson 3 mempengaruhi asam
aminonya. Kesembilan populasi kambing dapat dikelompokkan berdasarkan
keragaman genetik menjadi tujuh kelompok, yaitu kelompok kambing Muara
dengan Gembrong, kelompok kambin