Formulasi Flakes Tepung Komposit Pati Garut dan Tepung Singkong dengan Penambahan Pegagan sebagai Pangan Fungsional Sarapan Anak Sekolah Dasar

FORMULASI FLAKES TEPUNG KOMPOSIT PATI GARUT
DAN TEPUNG SINGKONG DENGAN PENAMBAHAN
PEGAGAN SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL SARAPAN
ANAK SEKOLAH DASAR

DANIEL PRATAMA SIANTURI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Formulasi Flakes
Tepung Komposit Pati Garut dan Tepung Singkong dengan Penambahan Pegagan
sebagai Pangan Fungsional Sarapan Anak Sekolah Dasar” adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Daniel Pratama Sianturi
NIM I14090100

ABSTRAK
DANIEL PRATAMA SIANTURI. Formulasi Flakes Tepung Komposit Pati Garut
dan Tepung Singkong dengan Penambahan Pegagan sebagai Pangan Fungsional
Sarapan Anak Sekolah Dasar. Dibimbing oleh SRI ANNA MARLIYATI.
Pegagan merupakan tanaman herbal yang dapat meningkatkan kemampuan
kognitif. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan formula flakes dari tepung
komposit pati garut dan tepung singkong dengan penambahan pegagan sebagai pangan
fungsional untuk sarapan anak sekolah dasar. Hasil pengujian menunjukkan bahwa flakes
formula terpilih akhir (FTA) adalah flakes yang terbuat dari 60% pati garut, 40% tepung
singkong, dan dengan penambahan pegagan sebesar 2.5%. Uji penerimaan juga dilakukan
terhadap flakes FTA, dan sebanyak 91.67% konsumen sasaran dapat menerima flakes
FTA. Hasil analisis sifat fisik menunjukkan bahwa flakes FTA memiliki kekerasan

sebesar 51.04 g/mm, daya serap air sebesar 273.79%, dan densitas kamba sebesar 0.13
g/ml. Hasil analisis kandungan gizi menunjukkan bahwa flakes FTA mengandung kadar
air sebesar 3.28%, kadar abu sebesar 1.35%, kadar lemak sebesar 0.43%, kadar protein
sebesar 3.09%, kadar karbohidrat sebesar 91.86%, energi sebesar 384 Kal, kadar Ca
sebesar 11.33 mg/100g, kadar Fe sebesar 5.93 mg/100g, dan kadar P sebesar 52.45
mg/100g. Kontribusi kandungan gizi flakes FTA terhadap AKG anak usia sekolah dasar
yaitu: 6.39% - 8.39% untuk energi, 1.80% - 3.09% untuk protein, 0.21% - 0.24% untuk
lemak, 11.13% - 14.61% untuk karbohidrat, 0.33% - 0.40% untuk Ca, 14.83% - 25.95%
untuk Fe, dan 1.47% - 3.67% untuk P.

Kata kunci: flakes, pati garut, tepung singkong , pegagan, sarapan.

ABSTRACT
DANIEL PRATAMA SIANTURI. Formulation Flakes Composite Flour Arrowroot
Starch and Cassava Flour with Addition of Gotu Kola as A Functional Food
Elementary School Children’s Breakfast. Supervised by SRI ANNA MARLIYATI.
Gotu Kola is a herbal plant that can improve cognitive ability. This study aims to
find a formula flakes of composite flour arrowroot starch and cassava flour with addition
of gotu kola as a functional food for elementary school children’s breakfast. The tests
show that the final selected formula flakes (FTA) are the flakes made of 60% arrowroot

starch, 40% of cassava flour, with 2.5% addition of gotu kala. Acceptance test show that
91.67% of consumer target accept FTA. The results of physical analysis show that FTA
have 51.04 g/mm of hardness, 273.79% of water absorption, and 0.13 g/ml of bulk
density. The results of nutrition content analysis show that FTA contained 3.28% of
water, 1.35% of ash, 0.43% of fat, 3.09% of protein, 91.86% of carbohydrate, and 384
kcal of energy, 11.33 mg/100g of Ca, 5.93 mg/100g of Fe, and 52.45 mg/100g of P.
Nutrient contributions of flakes FTA against Nutrition Dietary Allowance children aged
elementary school are: 6.39% - 8.39% for energy, 1.80% - 3.09% for protein, 0.21% 0.24% for fat, 11.13% - 14.61% for carbohydrate, 0.33% - 0.40% for Ca, 14.83% 25.95% for Fe, and 1.47% - 3.67% for P.

Keywords: flakes, arrowroot starch, cassava flour, gotu kola, breakfast.

FORMULASI FLAKES TEPUNG KOMPOSIT PATI GARUT
DAN TEPUNG SINGKONG DENGAN PENAMBAHAN
PEGAGAN SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL SARAPAN
ANAK SEKOLAH DASAR

DANIEL PRATAMA SIANTURI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Gizi
pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Formulasi Flakes Tepung Komposit Pati Garut dan Tepung
Singkong dengan Penambahan Pegagan sebagai Pangan Fungsional
Sarapan Anak Sekolah Dasar
Nama
: Daniel Pratama Sianturi
NIM
: I14090100

Dr.Ir. Sri Anna Marliyati, MSi
Pembimbing I


Diketahui oleh

Dr. Rimbawan
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Fonnulasi Flakes Tepung Komposit Pati Garut dan Tepung
Singkong dengan Penambahan Pegagan sebagai Pangan Fungsional
Sarapan Anak Sekolah Dasar
Nama
: Daniel Pratama Sianturi
NIM
: 114090100

Dr.Ir. Sri Anna Marliyati, MSi
Pembimbing I

Tanggal Lulus:


2 1 JAN 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2013 ini ialah pangan
fungsional, dengan judul Formulasi Flakes Tepung Komposit Pati Garut dan
Tepung Singkong dengan Penambahan Pegagan sebagai Pangan Fungsional
Sarapan Anak Sekolah Dasar.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, Msi selaku dosen pembimbing akademik dan
pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan saran dan dukungan dalam
penulisan karya ilmiah ini.
2. Ibu Leily Amalia, STP, Msi selaku dosen penguji yang telah banyak
memberikan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.
3. Keluarga terkasih, Bapak Paian Sianturi PhD, Mama Lenta Pandiangan, Adik
Benyamin Sianturi, Mikael Fernando Sianturi, dan Jona Anastasi Sianturi atas
segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik.

4. My Fuwi Fascah Aprialty Situmorang, SE atas segala doa, dukungan, dan kasih
sayangnya kepada penulis selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah ini dengan baik.
5. Pak Junaedi, Pak Mashudi, Ibu Antin, dan Ibu Lira atas bantuannya dalam
proses penelitian.
6. Kepala sekolah, para pengajar dan siswa/i SDN Panaragan II yang telah
membantu penulis dalam melakukan uji penerimaan flakes.
7. Rekan-rekan seperjuangan Coconut 46 yang telah membantu dalam melakukan
penelitian: Babang, Bibi, Dewi, Diego, Ega, Estu, Hanum, Ica, Ika, Karina,
Maya, Nisa, Peka, Sonia, Tania, Uun, Wiwi, Yunita, dan semua rekan Coconut
46 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
8. Rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian: Uci,
Dini, Kak Rahmi, Kak Yudi, Eka, dan Muhyi
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014
Daniel Pratama Sianturi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


2

Manfaat Penelitian

3

METODE

3

Tempat dan Waktu

3

Bahan dan Alat

3

Tahap Penelitian


4

Rancangan Percobaan

8

Pengolahan dan Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN

10
10

Pembuatan Tepung Singkong

10

Pembuatan Serbuk Pegagan

11


Pembuatan Flakes

12

Hasil Uji Organoleptik Flakes

14

Penerimaan Flakes

18

Sifat Fisik dan Kandungan Gizi Flakes

20

Kandungan Gizi per Takaran Saji

23

Kontribusi Terhadap AKG Anak Sekolah Dasar (6-12 tahun)

24

SIMPULAN DAN SARAN

25

Simpulan

25

Saran

26

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

51

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Nilai rendemen singkong
Rincian bahan-bahan pembuatan flakes tahap pertama
Rincian bahan-bahan pembuatan flakes tahap kedua
Daftar rata-rata hasil uji hedonik organoleptik tahap pertama
Daftar rata-rata hasil uji hedonik organoleptik tahap kedua
Daftar rata-rata hasil uji mutu hedonik organoleptik tahap kedua
Sifat fisik flakes kontrol dan flakes formula terpilih akhir
Kandungan gizi flakes FK dan flakes FTA (per 100 gram)
Kandungan gizi flakes FTA dan susu dalam satu takaran penyajian
Angka kecukupan gizi anak usia sekolah dasar
Kontribusi zat gizi flakes FTA terhadap AKG anak usia sekolah dasar
Kontribusi zat gizi flakes FTA disajikan dengan susu terhadap AKG
anak usia sekolah dasar
13 Perbandingan kontribusi zat gisi flakes FTA dan flakes komersil
disajikan dengan susu

10
12
13
14
16
16
20
21
23
24
24
25
25

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Diagram alir tahapan penelitian
Diagram alir pembuatan tepung singkong
Diagram alir pembuatan serbuk pegagan
Proses pembuatan flakes
Prosedur proses formulasi flakes dengan penambahan pegagan
Tepung singkong hasil penepungan
Serbuk pegagan
Produk flakes terpiih (FT)
Produk flakes terpiih akhir (FTA)
Persentase penerimaan flakes terpilih akhir (FTA)
Proses uji penerimaan flakes
Takaran saji flakes (tampak atas)
Takaran saji flakes (tampak samping)

4
5
5
6
8
11
12
16
18
19
20
23
24

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Kuesioner uji organoleptik flakes tahap pertama
Kuesioner uji organoleptik flakes tahap kedua
Kuesioner uji penerimaan pada konsumen sasaran anak sekolah dasar
Prosedur analisis sifat fisik dan kandungan gizi
Hasil sidik ragam uji hedonik organoleptik tahap pertama flakes F1, F2,
dan F3
6 Hasil uji lanjut Duncan uji hedonik organoleptik tahap pertama flakes
F1, F2, dan F3 tanpa penambahan susu
7 Hasil uji lanjut Duncan uji hedonik organoleptik tahap pertama flakes
F1, F2, dan F3 dengan penambahan susu

29
30
32
33
38
39
40

8 Hasil sidik ragam uji hedonik organoleptik tahap kedua flakes FT1, FT2,
dan FT3
9 Hasil uji lanjut Duncan uji hedonik organoleptik tahap kedua flakes
FT1, FT2, dan FT3 tanpa penambahan susu
10 Hasil uji lanjut Duncan uji hedonik organoleptik tahap kedua flakes
FT1, FT2, dan FT3 dengan penambahan susu
11 Hasil sidik ragam uji mutu hedonik organoleptik tahap kedua flakes
FT1, FT2, dan FT3
12 Hasil uji lanjut Duncan pada uji mutu hedonik organoleptik tahap kedua
flakes FT1, FT2, dan FT3 tanpa penambahan susu
13 Hasil uji lanjut Duncan pada uji mutu hedonik organoleptik tahap kedua
flakes FT1, FT2, dan FT3 dengan penambahan susu
14 Hasil uji daya terima konsumen sasaran terhadap flakes FTA
15 Hasil uji beda sifat fisik flakes FK dan flakes FTA
16 Hasil uji beda kandungan gizi flakes FK dan flakes FTA
17 Dokumentasi pembuatan flakes

41
42
43
44
45
46
47
48
49
50

46

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usia sekolah dasar disebut juga sebagai masa intelektual, karena pada usia
sekolah dasar anak memiliki keterbukaan dan keinginan untuk mendapatkan
pengetahuan dan pengalaman (Faridi 2002). Untuk mendukung kegiatan anak
pada masa intelektual tersebut, maka kebutuhan gizi anak harus terpenuhi. Salah
satu upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak yaitu
dengan sarapan. Sarapan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan energi dan
juga menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama menunjang
fungsi dan kemampuan kognitif otak.
Sarapan adalah kegiatan makan yang penting untuk dilakukan setiap hari,
sebelum melakukan aktifitas. Sarapan dibutuhkan untuk mengisi kembali
lambung yang telah kosong selama 8-10 jam, sehingga kadar glukosa yang turun
kembali naik dan memberikan energi bagi otak dan tubuh untuk bekerja kembali
dan produktif. Terutama untuk anak-anak usia sekolah, sarapan sangat penting
karena dengan sarapan maka daya konsentrasi ketika belajar di sekolah dapat
lebih optimal dan maksimal.
Umbi garut (Maranta arundinaceae Linn.) adalah salah satu pangan lokal
yang keberadaannya di Indonesia cukup melimpah namun belum terlalu dikenal
oleh masyarakat secara luas, sehingga pemanfaatannya masih kurang maksimal.
Ketersediaan umbi garut cukup banyak dilihat dari kapasitas produksi rata-rata
sebesar 8 ton/hektar atau 3 080 ton sekali panen, sedangkan kapasitas produksi
garut berupa umbi sebesar 360 ton/th (BPS 2003). Salah satu bentuk olahan dari
garut adalah pati garut. Pati garut memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi
dan kandungan lemak yang rendah serta kandungan fosfor dan zat besi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan tepung terigu.
Singkong merupakan makanan pokok ketiga setelah beras dan jagung
(Dewanti-Hariyadi et al. 2002). Hingga saat ini, produksi tanaman singkong di
Indonesia cukup besar namun belum dioptimalkan pemanfaatannya sebagai
makanan sumber karbohidrat. Singkong adalah salah satu pangan lokal yang
memiliki potensi besar untuk dikembangkan dalam rangka program
penganekaragaman pangan. Jika singkong diolah dengan baik, hasilnya tidak
kalah dengan bahan pangan lainnya.
Pegagan atau yang lebih sering disebut antanan merupakan salah satu
tanaman herbal yang memiliki beberapa kandungan zat aktif. Salah satu zat aktif
yang terkandung di dalam pegagan adalah triterpen. Kandungan triterpen
diketahui dapat meningkatkan fungsi kognitif pada otak. Rao et al. (2007)
menyatakan ekstrak daun pegagan sebanyak 158-474 mg/kg berat badan tikus
dapat menstimulasi pertumbuhan dendritik neuronal secara signifikan, sehingga
dapat dikatakan bahwa penggunaan Centella asiatica pegagan dapat
meningkatkan fungsi kognitif otak. Rahmasari (2006) menunjukkan bahwa
pemberian ekstrak air daun pegagan dengan dosis 300 mg/kg berat badan tikus
secara signifikan dapat meningkatkan kadar hemoglobin, nilai hematokrit, serta
kemampuan belajar dan mengingat tikus jantan dewasa berusia 16 minggu.
Penelitian mengenai pegagan yang dilakukan oleh Mirza et al. (2013)

2

menunjukkan bahwa ekstrak pegagan mempunyai peran penting dalam perbaikan
profil hematologi dengan meningkatkan nilai BDM (benda darah merah), Hb
(hemoglobin) dan BDP (benda darah putih) yang lebih baik dibandingkan kontrol
dan ekstrak pegagan juga meningkatkan fungsi kognitif melalui peningkatan profil
aktifitas tikus yang diberi ekstrak pegagan. Penggunaan pegagan untuk tujuan
peningkatan fungsi kognitif juga telah lama dipraktikkan pada pengobatan sistem
ayuverdic, yang merupakan pengobatan sistem alternatif dari pengobatan India
yang menggunakan daun pegagan untuk meningkatkan memori.
Semakin berkembangnya zaman, maka semakin berubah juga perilaku dan
kebiasaan makan, terutama dalam hal sarapan. Waktu penyiapan yang semakin
singkat mengharuskan adanya suatu menu sarapan yang dapat disajikan secara
cepat namun tetap memiliki rasa yang disukai oleh anak-anak. Berawal dari
pemikiran tersebut, maka dibutuhkan suatu bentuk makanan untuk anak usia
sekolah yang mudah dan cepat untuk disajikan dalam bentuk produk sarapan siap
saji yaitu flakes. Sarapan siap saji atau RTE (Ready-to-eat) merupakan salah satu
bentuk makanan yang dapat langsung dikonsumsi atau hanya memerlukan sedikit
waktu untuk pemyajiannya (< 3 menit). Namun, produk sarapan flakes yang
beredar dipasaran masih menggunakan bahan dasar gandum. Maka penting
dilakukan pengembangan produk sarapan siap saji berupa flakes yang kaya energi
dan zat gizi dengan bahan dasar pangan lokal yaitu umbi garut dan singkong
sebagai usaha untuk mengurangi impor gandum dan menggalakkan program
penganekaragaman pangan di Indonesia.
Pembuatan flakes menggunakan pati garut dan tepung singkong dirasa akan
meningkatkan nilai tambah dari kedua pangan tersebut secara ekonomis dan
sangat tepat untuk anak usia sekolah karena kandungan mineral garut yang cukup
tinggi sehingga tepat untuk memenuhi kebutuhan mineral pada anak usia sekolah.
Akan tetapi pemenuhan kebutuhan energi dan mineral saja, dirasakan tidak cukup
bagi anak usia sekolah, perlu ada fungsi lain. Oleh karena itu peneliti
menambahkan pegagan yang telah diketahui memiliki peranan yang positif
terhadap peningkatan fungsi kognitif pada otak, sebagai bahan tambahan pada
flakes.

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula flakes tepung komposit
pati garut dan tepung singkong dengan penambahan pegagan sebagai pangan
fungsional sarapan anak sekolah dasar.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis mutu organoleptik formula produk flakes berbasis pati garut dan
tepung singkong dengan penambahan pegagan.
2. Menganalisis daya terima formula produk flakes berbasis pati garut dan tepung
singkong dengan penambahan pegagan terhadap konsumen sasaran.

3
3. Menganalisis sifat fisik dan kandungan gizi formula produk flakes berbasis pati
garut dan tepung singkong dengan penambahan pegagan.
4. Menganalisis kontribusi zat gizi yang dapat diberikan formulasi produk flakes
berbasis pati garut dan tepung singkong dengan penambahan pegagan tehadap
AKG anak sekolah dasar usia 6-12 tahun.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu adanya produk
sarapan siap saji berbasis pangan lokal yaitu tepung komposit garut dan singkong
dengan penambahan pegagan sebagai alternatif produk sarapan fungsional bagi
anak sekolah dasar serta dapat mengurangi tingkat impor gandum di Indonesia.

METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan sejak Agustus 2013 hingga November 2013,
bertempat di laboratorium Institut Pertanian Bogor Dramaga, Bogor. Analisis fisik
dilakukan di Laboratorium Kimia Pangan dan SEAFAST, Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan. Analisis kandungan gizi dilakukan di Laboratorium Kimia dan
Analisis Makanan, Departemen Gizi Masyarakat. Uji organoleptik dilaksanakan
di Laboratorium Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pengujian daya terima konsumen sasaran
dilakukan di SDN Panaragan 2 Kota Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam pembuatan flakes terdiri atas bahan utama dan
pendukung. Bahan utama yaitu pati garut, tepung singkong dan pegagan. Pati
garut diperoleh dari Gapoktan Melati di Yogyakarta, tepung singkong diperoleh
melalui penepungan umbi singkong oleh peneliti. Umbi singkong diperoleh dari
petani singkong di Kracak, Bogor. Pegagan segar diperoleh dari pasar tradisional
di Sukabumi. Bahan pendukung yang digunakan yaitu gula halus, garam, dan air.
Bahan yang digunakan untuk analisis kandungan gizi adalah aquades, air bebas
ion, n-hexane, HCl, selenium-mix, H2SO4 pekat, HNO3 pekat, NaOH, asam borat,
indikator (merah metil dan metil biru), dan larutan vanadat- molibdat.
Alat dalam pembuatan tepung singkong yaitu pisau, slicer, tray, cabinet
dryer, dan discmill. Alat dalam pembuatan flakes yaitu wadah plastik, mixer,
steam cattle jacket, alat pemipih (noodle-maker), timbangan dan oven. Alat yang
digunakan dalam analisis kandungan gizi adalah Atomic Absorption
Spectrofotometry (AAS), batang pengaduk, botol semprot, cawan porselen,
corong gelas, desikator, gegep, gelas piala, hotplate, kertas hulls, kertas whatmann
42, labu erlenmeyer, labu kjeldahl, labu lemak, labu takar, neraca analitik, oven,
soxhlet, spektrofotometer, stirer, sudip, tabung reaksi bertutup, dan tanur. Alat

4

yang digunakan dalam analisis fisik ialah oven, texture analyzer, gelas ukur 100
ml, sentrifuse, tabung sentrifuse, neraca analitik, dan cawan porselen.
Tahap Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam beberapa tahapan yang disajikan dalam
diagram alir pada Gambar 1.
Umbi singkong segar

Pengupasan, pencucian, pemotongan, penirisan,
pengirisan, penepungan, dan pengayakan

Pati garut

Tepung singkong

Pegagan segar
(diambil daunnya)

Formula flakes pati garuttepung singkong (F1, F2, F3)

Pencucian,
pengeringan langsung

Uji organoleptik 1

Penghancuran kasar
(peremasan)

Formula terpilih (FT)
(Formula Kontrol)

Serbuk pegagan

Formula flakes pati garut-tepung singkong dengan penambahan serbuk pegagan (FT1, FT2, FT3)

Uji organoleptik 2

Formula Kontrol (FK)

Analisis kandungan gizi

Formula terpilih akhir (FTA)

Analisis sifat fisik

Uji daya terima anak Sekolah
Dasar

Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian
Pengujian flakes dilakukan sebanyak dua tahap, hal ini bertujuan untuk
memperkecil jumlah sampel yang akan diuji mutu organoleptiknya. Jumlah
sampel yang terlalu banyak menjadi kendala dalam melakukan uji organoleptik.

5
Pegagan yang digunakan dalam penelitian ini diambil hanya bagian daunnya saja,
hal ini dikarenakan bagian daun pegagan memiliki kandungan zat aktif yang
tertinggi dibanding dengan bagian lainnya (Aziz et al. 2007).
Pembuatan Tepung Singkong
Proses pembuatan tepung singkong mengacu pada metode Soeryo (1991)
dengan modifikasi seperlunya agar diperoleh tepung singkong yang diinginkan.
Proses pembuatannya meliputi tahap pengupasan, pembersihan (pencucian secara
cepat), penirisan, penipisan menjadi chips dengan menggunakan slicer,
pengeringan dengan cabinet-dryer, penepungan dengan disc-mill. Tahap
pembuatan tepung singkong dapat dilihat pada Gambar 2.
Umbi singkong segar

Dikupas, dicuci, dipotong, ditiriskan

Diiris dengan slicer menjadi chips singkong

Dikeringkan dengan cabinet dryer (4 jam)

Ditepungkan dengan disc mill (60 mesh)

Tepung singkong

Gambar 2 Diagram alir pembuatan tepung singkong
Pembuatan Serbuk Pegagan
Pada penelitian selanjutnya, dilakukan pembuatan serbuk pegagan yang
mengacu pada metode Friska (2002) dengan modifikasi seperlunya. Diagram alir
pembuatan serbuk pegagan disajikan pada Gambar 3.
Pegagan segar

Diambil bagian daunnya

Dicuci sampai bersih

Ditiriskan

X

6

X
Dikeringkan pada sinar matahari sampai pegagan kering
(2-3) jam

Dihancurkan secara kasar
dengan peremasan

Serbuk pegagan

Gambar 3 Diagram alir pembuatan serbuk pegagan
Perancangan Formula flakes
Proses pembuatan flakes tepung komposit pati garut dan tepung singkong
dengan penambahan pegagan dilakukan dengan mengacu pada metode Fauzan
(2005) yang telah dimodifikasi. Pembuatan flakes dilakukan sebanyak dua kali,
proses pembuatan tahap pertama menggunakan bahan utama yaitu pati garut dan
tepung singkong. Pada pembuatan flakes tahap kedua diberikan penambahan
serbuk pegagan bersama dengan bahan utama. Proses pembuatan flakes disajikan
pada Gambar 4.
Bahan utama (pati garut, tepung singkong)

Bahan tambahan (garam, gula)

Dicampur kering (dry mixing)

Ditambahkan air
Dicampur dengan mixer sampai adonan merata (wet mixing)

Dikukus dengan suhu 700C (2-3 menit)
Dibentuk menjadi bulatan kecil

Dipipihkan dengan noodle maker dengan ketebalan 0.5 mm

Ditata pada tray

Dipanggang di oven dengan suhu 1500C (25 menit)

Produk flakes

Gambar 4 Proses pembuatan flakes

7
Pengujian Organoleptik Tahap Pertama
Pengujian organoleptik tahap pertama merupakan uji hedonik yang
dilakukan untuk memilih salah satu dari F1, F2, atau F3, dimana formula terpilih
akan disebut formula terpilih (FT) yang juga merupakan formula kontrol (FK).
Pengujian dilakukan terhadap ketiga jenis produk flakes di atas dan dilakukan
dengan dua penyajian yang berbeda, yaitu disajikan tanpa susu dan dengan susu.
Pengujian dilakukan dengan dua kali ulangan dan masing-masing ulangan dibuat
duplo.
Pengujian dilakukan oleh 32 orang panelis semi terlatih, dimana panelis
merupakan orang yang mampu memberikan penilaian terhadap produk flakes
secara inderawi dan mampu mengisi kuesioner dengan baik. Panelis diminta untuk
mengisi kuesioner uji organoleptik dengan membubuhkan garis vertikal pada garis
bilangan berskala 1-9. Nilai skala yang semakin besar, menunjukkan semakin
tinggi tingkat kesukaan panelis terhadap produk flakes. Atribut yang diujikan
adalah atribut warna, aroma, rasa dan tekstur produk flakes. Pada uji hedonik,
produk dapat dikatakan disukai oleh panelis jika formula yang dipilih memiliki
nilai rata-rata lebih besar dari 5.00. Kuesioner uji organoleptik tahap pertama
dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pengujian Organoleptik Tahap Kedua
Pengujian organoleptik tahap kedua terdiri dari uji hedonik dan uji mutu
hedonik. Uji ini bertujuan untuk memilih produk FT1, FT2 atau FT3 yang akan
menjadi formula terpilih akhir (FTA). Perbedaan setiap formula adalah dalam hal
taraf pegagan yang ditambahkan kedalam formula flakes. Ketiga produk ini juga
disajikan tanpa susu dan dengan susu. Pengujian dilakukan dengan dua kali
ulangan dan masing-masing ulangan dibuat duplo. Pengujian dilakukan oleh 34
orang panelis semi terlatih dan panelis diminta untuk mengisi kuesioner uji
organoleptik dengan memberi indikasi kesukaaannya pada garis bilangan berskala
1-9. Pengujian organoleptik tahap pertama dan tahap kedua memiliki jumlah
panelis yang berbeda, hal ini disebabkan oleh tujuan peneliti yang ingin
mendapatkan formula terpilih berdasarkan penilaian panelis dalam setiap
pengujian organoleptik, sehingga kesamaan panelis tidak menjadi syarat yang
digunakan dalam pengujian.
Pada uji hedonik atribut yang diujikan adalah atribut warna, aroma, rasa dan
tekstur produk flakes. Produk dapat dikatakan disukai oleh panelis jika formula
yang dipilih memiliki nilai rata-rata lebih besar dari 5.00. Pada uji mutu hedonik,
nilai skala 1-9 mewakili mutu produk menurut klasifikasi atribut tertentu.
Klasifikasi atribut warna, rentang skala tersebut mulai dari amat sangat pucat
sampai amat sangat hijau. Klasifikasi atribut aroma, mulai dari amat sangat tidak
langu sampai amat sangat langu. Untuk atribut rasa, mulai dari amat sangat tidak
berasa khas pegagan sampai amat sangat berasa khas pegagan. Pada atribut tekstur,
mulai dari amat sangat melempem sampai amat sangat renyah. Kuesioner uji
organoleptik tahap kedua ini dapat dilihat pada Lampiran 2.
Pengujian Penerimaan Flakes
Pengujian penerimaan dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan
konsumen sasaran terhadap produk flakes formula terpilih akhir (FTA). Pengujian
dilakukan di SDN Panaragan II Bogor, dengan konsumen sasaran anak kelas 5 SD

8

(10-11 tahun). Pengujian dilakukan terhadap produk flakes formula terpilih akhir
yang disajikan dengan susu dan dilakukan dengan dua kali ulangan.
Uji penerimaan flakes formula terpilih akhir menggunakan tiga tingkat
penerimaan, yaitu tidak suka; netral/biasa; dan suka yang ditampilkan melalui
gambar yang mewakili tingkat penerimaan panelis (Lampiran 3). Pada uji
penerimaan, produk flakes formula terpilih akhir dikatakan dapat diterima oleh
panelis jika panelis memilih kategori suka dan netral/biasa.
Analisis sifat fisik dan kandungan gizi
Analisis sifat fisik dan kandungan gizi dilakukan pada produk flakes terpilih
akhir dan kontrol. Analisis sifat fisik yang diuji adalah sifat kekerasan/tekstur
flakes dengan menggunakan alat Texture-Analyzer versi XT2i, dengan spesifikasi
probe P/0.25s ¼ inch sph. stainless, kecepatan probe 1 mm/detik, distance 2.0
mm, dan rriger auto-5 gr. Analisis daya serap air dan analisis densitas kamba
menggunakan metode Muchtadi et al. (1988).
Analisis kandungan gizi meliputi analisis proksimat dan analisis kandungan
mineral. Analisis proksimat yang dilakukan yaitu analisis kandungan kadar air
dengan menggunakan metode oven biasa, kadar abu dengan menggunakan metode
AOAC 2005, kadar protein menggunakan metode semi mikro Kjeldahl, kadar
lemak menggunakan metode soxhlet, dan kadar karbohidrat menggunakan metode
by difference. Analisis kandungan mineral yang dilakukan yaitu kadar Ca, Fe, dan
Phospor. Analisis kadar Ca dan Fe menggunakan metode Atomic Absorption
Spectrofotometry (AAS), sedangkan kadar Phospor dengan metode Fardiaz et al.
(1986). Prosedur analisis sifat fisik dan kandungan gizi dapat dilihat pada
Lampiran 4.
Rancangan Percobaan
Penetapan formula flakes komposit pati garut dan tepung singkong
dilakukan secara trial and error untuk mencari perbandingan komposisi yang
tepat. Formula yang digunakan adalah formula dengan komposisi pati garut (%) :
tepung singkong (%) = 40:60 (F1), 50:50 (F2), dan 60:40 (F3). Kemudian dari
ketiga formula tersebut ditentukan formula terpilih. Kemudian dari formula
tepung komposit terpilih, dilakukan formulasi selanjutnya dengan penambahan
pegagan. Formula yang digunakan adalah formula dengan persentase komposisi
tepung komposit terpilih : pegagan = 97.5:2.5 (FT1), 95:5 (FT2), dan 92.5:7.5
(FT3). Penambahan pegagan dilakukan tidak lebih dari 10% dengan
mempertimbangkan aspek penampakan fisik flakes yang akan terlalu berwarna
hijau dan rasa dari flakes yang akan terlalu pahit. Diagram alir dari formulasi
flakes komposit dapat dilihat pada Gambar 5.
Pati garut

Tepung singkong

X

9
X

Pati garut:Tepung singkong
40:60
(F1)

Pati garut:Tepung singkong
50:50
(F2)

Pati garut:Tepung singkong
60:40
(F3)

Formula tepung komposit terpilih
( FT/kontrol )

Ditambahkan (+) Serbuk pegagan

FT:Pegagan
97.5:2,5
(FT1)

FT: Pegagan
95:5
(FT2)

FT: Pegagan
92.5:7,5
(FT3)

Gambar 5 Prosedur proses formulasi flakes dengan penambahan pegagan
Rancangan percobaan dari penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) yang dilakukan sebanyak dua kali. Pertama, RAL untuk penentuan tepung
komposit terpilih. Kedua, RAL untuk penentuan perbandingan antara formula
tepung komposit terpilih dengan pegagan.
Model RAL pertama yang digunakan adalah sebagai berikut:

Keterangan :
= Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j,
= Perlakuan ke-i (i = 1, 2, 3)
= Ulangan ke-j (j = 1, 2)
= Rataan umum
= Rasio pati garut : tepung singkong (40:60, 50:50, dan 60:40)
= Pengaruh acak pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j
Model RAL kedua yang digunakan adalah sebagai berikut:

Keterangan :
= Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j,
= Perlakuan ke-i (i = 1, 2, 3)
= Ulangan ke-j (j = 1, 2)
= Rataan umum

10

= Rasio FT : pegagan ( 97.5: 2.5; 95:5, dan 92.5:7.5)
= Pengaruh acak pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j

Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS
16.0 for Windows dan Microsoft Excel 2007. Data uji organoleptik dianalisis
menggunakan sidik ragam pada SPSS 16.0 for Windows yang bertujuan untuk
menunjukkan apakah ada perbedaan nyata pada tingkat kesukaan panelis dari tiga
perlakuan yang diaplikasikan: FT1, FT2, dan FT3. Apabila perlakuan terbukti
berpengaruh secara nyata terhadap tingkat kesukaan (α 60 mesh) akan membuat produk flakes menjadi tidak
kompak dan rapuh.
Pembuatan tepung singkong dilakukan sebanyak dua kali dalam rentang
waktu yang berbeda tetapi dengan prosedur yang sama. Nilai rendemen singkong
yang diperoleh dari dua kali pembuatan tepung singkong dapat dilihat pada Tabel
1.

11
Tabel 1 Nilai rendemen singkong
Prosedur kePenepungan ke-1
Penepungan ke-2
Rata-rata

Berat singkong
basah (gram)
8 240
14 580

Berat tepung
singkong (gram)
3 240
5 200

Rendemen (%)
39.32
35.67
37.49

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata rendemen tepung
singkong adalah 37.49%. Menurut Soetanto (2008) rendemen tepung singkong
adalah sebesar 30%, hal ini menunjukkan bahwa rendemen yang diperoleh dari
hasil penelitian sesuai dengan literatur. Tepung singkong hasil penepungan dapat
dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Tepung singkong hasil penepungan

Pembuatan Serbuk Pegagan
Pegagan (Centella asiatica) dalam penelitian ini digunakan sebagai bahan
yang ditambahkan pada produk flakes. Penambahan ini bertujuan untuk
meningkatkan nilai tambah gizi bagi flakes, yaitu sebagai pangan fungsional untuk
peningkatan fungsi kognitif otak. Berdasarkan penelitian-penelitian pendahulu
(Herlina 2010, Rao et al. 2005, Veerendra & Gupta 2002, dan Wattanathorn et al.
2008) pegagan terbukti dapat meningkatkan kemampuan kognitif otak. Menurut
Mirza (2012) daun pegagan memiliki kandungan gizi yaitu kadar air sebesar
88.13%, kadar abu sebesar 1.27%, dan kadar protein sebesar 16.27%.
Serbuk pegagan dibuat dengan cara mensortir pegagan yang akan digunakan
dan memetik hanya bagian daunnya saja, kemudian daun pegagan dicuci sampai
bersih. Pencucian daun pegagan dilakukan di awal prosedur untuk meminimalkan
kehilangan zat gizi. Lalu, pegagan dijemur di bawah sinar matahari selama 2-3
jam hingga kering. Daun pegagan yang sudah kering selanjutnya diolah menjadi
serbuk kasar dengan cara diremas sehingga ketika ditambahkan ke dalam flakes
bentuk corak serpihan masih terlihat. Ukuran serbuk yang terlalu halus akan
merubah warna flakes menjadi hijau.
Daun pegagan segar yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 3 140
gram dan menghasilkan sebanyak 186 gram serbuk pegagan. Rendemen serbuk
pegagan yang diperoleh sebesar 5.93%, rendemen serbuk pegagan yang kecil
disebabkan banyaknya kadar air daun pegagan yang hilang selama proses
pengeringan dilakukan.

12

Pemilihan metode yang digunakan dalam prosedur pembuatan serbuk
pegagan yaitu berdasarkan pertimbangan bahwa menggunakan sinar matahari
secara langsung lebih baik karena dapat meminimalkan zat-zat gizi yang hilang
ataupun rusak selama melakukan pengeringan. Selama pengeringan, pegagan
dibungkus dengan plastik bersih untuk meminimalkan kontaminasi. Serbuk
pegagan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Serbuk pegagan

Pembuatan Flakes
Pembuatan produk flakes dalam penelitian ini menggunakan dua bahan
utama yaitu pati garut dan tepung singkong. Pati garut yang digunakan adalah pati
garut yang diperoleh dari Gapoktan Melati Yogyakarta. Proses pembuatan produk
flakes terdiri dari dua tahap pembuatan.
Tahap pertama adalah formulasi flakes dengan dua bahan utama, yaitu pati
garut dan tepung singkong. Pada tahap ini, dibuat tiga jenis formula yaitu F1, F2,
dan F3. Formula F1 memiliki perbandingan persentase pati garut dengan tepung
singkong sebesar 40:60. Formula F2 dengan perbandingan 50:50, dan formula F3
dengan perbandingan 60:40. Tahap pertama ini bertujuan untuk mendapatkan
formula dengan perbandingan persentase yang lebih disukai panelis. Formula
yang paling disukai panelis ditentukan melalui uji hedonik yang disebut sebagai
formula terpilih (FT), yang juga akan digunakan sebagai kontrol (FK).
Pembuatan flakes tahap pertama dilakukan dengan mencampurkan bahan
utama dan bahan pendukung, yaitu gula, garam, dan air sesuai dengan takaran
yang pas untuk memperoleh karakteristik yang mendekati karakteristik flakes.
Rincian bahan dasar dan bahan tambahan pada pembuatan flakes tahap pertama
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Rincian bahan-bahan pembuatan flakes tahap pertama
Formula
Bahan
Pati garut (g)
Tepung singkong (g)
Garam (g)
Gula (g)
Air (g)
Total (pati garut dan
tepung singkong) (g)

200.00
300.00
3.12
84.38
265.62

250.00
250.00
3.12
84.38
265.62

300.00
200.00
3.12
84.38
265.62

Persentase
Terhadap
Berat
Total
0.62
16.88
53.12

500.00

500.00

500.00

-

F1

F2

F3

13
Tahap kedua, flakes FT diberi tambahan serbuk pegagan dengan tiga taraf
kadar yakni, 2.5% , 5%, dan 7.5%. Ketiga formula tersebut disebut FT1, FT2, dan
FT3. Penambahan pegagan dilakukan kurang dari 10%, untuk menghindari
perubahan warna menjadi terlalu hijau, serta rasa yang cenderung menjadi pahit.
Kedua faktor ini diduga akan mengurangi daya terima konsumen sasaran yaitu
anak usia sekolah dasar. Persentase ini merupakan perbandingan berat pegagan
dengan total berat bahan utama dalam adonan. Rincian bahan dasar dan bahan
tambahan pada pembuatan flakes tahap kedua dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Rincian bahan-bahan pembuatan flakes tahap kedua
Formula
Bahan
Pati garut (g)
Tepung singkong (g)
Serbuk pegagan (g)
Garam (g)
Gula (g)
Air (g)
Total (pati garut dan
tepung singkong) (g)

200.00
300.00
12.50
3.12
84.38
265.62

250.00
250.00
25.00
3.12
84.38
265.62

300.00
200.00
37.50
3.12
84.38
265.62

Persentase
Terhadap
Berat
Total
0.62
16.88
53.12

500.00

500.00

500.00

-

FT1

FT2

FT3

Penentuan takaran bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi mengacu
pada literatur pembuatan flakes (Anggiarini 2004, Koswara 2003, dan
Widyasitoresmi 2010) disertai dengan melakukan uji coba trial-error sampai
didapatkan karakteristik adonan flakes yang diinginkan. Pembuatan adonan
dilakukan dengan mencampurkan seluruh adonan kering dan mengaduknya
sampai rata, lalu ditambahkan air sedikit demi sedikit sambil mengocok adonan
dengan mixer, sampai adonan menyatu dan menjadi kalis. Lalu, dikukus selama
dua sampai tiga menit menggunakan jacket steam-cattle pada suhu 700C. Tujuan
dari pengukusan ini adalah agar pati yang ada menjadi setengah matang sehingga
mempermudah pencetakan adonan atau palleting pada grinder.
Menurut Astawan (2004), pengukusan tepung yang terlalu lama menyebabkan
tepung terlalu matang, sehingga sulit diolah karena tepung yang terlalu lunak
menyebabkan flakes mudah patah, sementara tepung yang masih terlalu mentah akan
mengakibatkan adonan yang dihasilkan lebih mudah patah karena menghasilkan
flakes dengan tekstur yang tidak kompak.
Selanjutnya, adonan yang telah dikukus dipipil menjadi bulatan kecil kirakira seukuran biji jagung. Pemipilan dilakukan secara manual, karena penggunaan
alat extruder tidak dapat dilakukan disebabkan oleh adonan yang terlalu melekat
pada alat extruder, hal ini disebabkan karena bahan dasar dari flakes adalah
singkong yang memiliki kadar amilosa yang lebih rendah dibanding kadar
amilopektinnya (Ulyarti 1997).
Adonan yang telah dipipil, kemudian dipipihkan dengan ketebalan sekitar
0.5 mm menggunakan noodle-maker, sampai membentuk flakes sesuai dengan
ukuran yang diinginkan. Flakes basah yang telah dipipihkan kemudian disusun
diatas tray, dan tidak ada flakes bertindih. Hal ini bertujuan agar setelah
pemanggangan, flakes tidak saling menempel dan mudah dipisahkan. Flakes
basah yang telah disusun di tray dipanggang di dalam oven dengan suhu 1500C,

14

selama kurang lebih 25 menit sampai flakes menjadi keras dan berwarna kuning
keemasan. Bobot adonan (bahan utama dan bahan pendukung) sebanyak 43.28
gram menghasilkan flakes sebanyak 25 gram. Hal ini terjadi karena selama proses
pemanggangan, banyak kadar air yang menguap, sehingga bobot flakes lebih
rendah daripada bobot adonan. Dokumentasi pembuatan flakes dapat dilihat pada
Lampiran 17.

Hasil Uji Organoleptik Flakes
Tahap Pertama
Pada tahap ini, flakes belum ditambah pegagan. Uji organoleptik ini
dilakukan untuk mendapatkan formula flakes (F1, F2, atau F3) yang paling
disukai oleh panelis. Formula terpilih tersebut disebut FT yang juga merupakan
formula kontrol (FK) pada saat dilakukan analisis fisik dan analisis kandungan
gizi.
Ketiga produk flakes disajikan kepada panelis dengan dua perlakuan, yaitu
dengan penambahan susu dan tanpa penambahan susu. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui apakah panelis masih dapat menerima produk flakes bila dikonsumsi
secara langsung atau disajikan dengan susu. Hasil rata-rata uji hedonik tahap
pertama disajikan pada Tabel 4, sedangkan hasil sidik ragam dan uji lanjut
Duncan dapat dilihat pada Lampiran 5-7.
Tabel 4 Data rata-rata hasil uji hedonik organolpetik tahap pertama
Formula

Tanpa penambahan susu
Warna
a

Dengan penambahan susu

Aroma

Rasa

Tekstur

a

a

a

Warna
a

Aroma

Rasa

a

a

Tekstur

F1
6.30
5.87
6.18
5.48
6.33
6.41 6.41
6.15a
a
a
a
b
a
a
a
F2
6.08
5.71
6.29
6.18
6.32
6.65 6.65
6.64b
a
a
a
b
a
a
a
F3
5.84
5.83
6.19
6.06
6.21
6.44 6.44
6.65b
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata
(p0.05).
Hasil uji hedonik terhadap produk flakes yang disajikan dengan susu
menunjukkan bahwa panelis juga lebih menyukai F1 dengan nilai rata-rata 6,33.
Sama halnya seperti hasil uji hedonik untuk flakes tanpa susu, hasil sidik ragam
uji hedonik dengan penambahan susu menunjukkan bahwa perbedaan
perbandingan antara pati garut dan tepung singkong tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap penerimaan panelis pada warna flakes (p>0.05).
b. Aroma
Hasil uji hedonik terhadap atribut aroma flakes yang disajikan tanpa susu
menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai F1 dengan nilai rata-rata 5.87. Hasil
sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan antara pati garut dan

15
tepung singkong tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan
panelis pada aroma flakes (p>0.05).
Penyajian dengan menggunakan susu menunjukkan bahwa panelis lebih
menyukai F2 dengan nilai rata-rata 6.65; dan hasil sidik ragam menunjukkan
bahwa perbedaan perbandingan antara pati garut dan tepung singkong tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan panelis pada aroma flakes
(p>0.05).
c. Rasa
Hasil uji hedonik terhadap atribut rasa pada flakes yang disajikan tanpa susu
menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai F2 dengan nilai rata-rata 6.29, dan
hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan antara pati garut
dan tepung singkong tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan
panelis pada rasa flakes (p>0.05).
Penyajian dengan menggunakan susu menunjukkan bahwa panelis lebih
menyukai F2, dengan nilai rata-rata 6.65; dan hasil sidik ragam menunjukkan
bahwa perbedaan perbandingan antara pati garut dan tepung singkong tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap penerimaan panelis pada rasa flakes
(p>0.05).
d. Tekstur
Hasil uji hedonik terhadap atribut tekstur pada flakes yang disajikan tanpa
penambahan susu menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai F2 dengan nilai
rata-rata 6.18; dan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan
antara pati garut dan tepung singkong memberikan pengaruh yang nyata terhadap
penerimaan panelis pada tekstur flakes (p