Penambahan Glukomanan pada Formulasi Mi Berindeks Glikemik Rendah Berbasis Tepung Komposit (Terigu, Pati Garut, dan Kedelai)

PENAMBAHAN GLUKOMANAN PADA FORMULASI MI
BERINDEKS GLIKEMIK RENDAH BERBASIS TEPUNG
KOMPOSIT (TERIGU, PATI GARUT, DAN KEDELAI)

SONIA ROSSELINI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penambahan
Glukomanan pada Formulasi Mi Berindeks Glikemik Rendah Berbasis Tepung
Komposit (Terigu, Pati Garut, dan Kedelai) adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Sonia Rosselini
NIM I14090023

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja yang terkait.

ABSTRAK
SONIA ROSSELINI. Penambahan Glukomanan pada Formulasi Mi Berindeks
Glikemik Rendah Berbasis Tepung Komposit (Terigu, Pati Garut, dan Kedelai).
Dibimbing oleh CLARA MELIYANTI KUSHARTO dan TIURMA SINAGA.
Pengembangan pangan pokok berindeks glikemik rendah akan mampu
menyumbang kebutuhan energi namun lambat dalam meningkatkan kadar glukosa
darah yang bermanfaat pada penatalaksanaan penyakit metabolik. Penelitian ini
bertujuan mengembangkan mi berindeks glikemik rendah berbasis tepung
komposit (terigu, pati garut, dan kedelai) dengan penambahan glukomanan.
Penelitian dilaksanakan di Institut Pertanian Bogor pada Juli-Desember 2013.
Tahapannya yaitu pembuatan tepung kedelai, pengujian komposisi bahan baku,

formulasi mi, pengujian organoleptik, pengujian sifat fisik dan komposisi mi,
serta pengujian indeks glikemik. Penelitian ini telah berhasil mengembangkan mi
berindeks glikemik rendah berbasis tepung komposit (50% terigu, 30% pati garut,
dan 20% kedelai) melalui penambahan glukomanan pada taraf 1.5% dengan nilai
indeks glikemik 53.90±19.81.
Kata kunci: mi, tepung komposit, indeks glikemik

ABSTRACT
SONIA ROSSELINI. The Addition of Glucomannan on Low Glycemic Index
Noodle Formulation Base on Composite Flour (Wheat Flour, Arrowroot Starch,
and Soybean Flour). Supervised by CLARA MELIYANTI KUSHARTO and
TIURMA SINAGA.
Development of staple food having low glycemic index will be able to
contribute energy need but raising blood glucose slowly that has benefit on
metabolic disease treatment. This research aims to develop low glycemic index
noodle base on composite flour (wheat flour, arrowroot starch, and soybean flour)
by addition of glucomannan flour. The research was conducted at Bogor
Agricultural University on July-December 2013. The steps were soy flour making,
the composition of raw materials assay, noodle formulation, sensory evaluation,
noodle physical properties and compositions assay, as well as glycemic index

testing. This research has successfully developed low glycemic index noodle base
on composit flour (50% wheat flour, 30% arrowroot starch, and 20% soybean
flour) through addition of 1.5% glucomannan with the 53.90±19.81 glycemic
index value.
Keywords: noodle, composite flour, glycemic index

PENAMBAHAN GLUKOMANAN PADA FORMULASI MI
BERINDEKS GLIKEMIK RENDAH BERBASIS TEPUNG
KOMPOSIT (TERIGU, PATI GARUT, DAN KEDELAI)

SONIA ROSSELINI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Gizi Masyarakat pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Penambahan Glukomanan pada Formulasi Mi Berindeks Glikemik
Rendah Berbasis Tepung Komposit (Terigu, Pati Garut, dan
Kedelai)
Nama
: Sonia Rosselini
NIM
: I14090023

Disetujui oleh

Prof Dr drh Clara M. Kusharto, MSc
Pembimbing I

Dr Tiurma Sinaga, MFSA
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Rimbawan
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa bahwasanya
penulisan skripsi dan studi penulis telah selesai dilaksanakan dengan baik. Indeks
glikemik dan pengembangan produk berbasis pangan lokal merupakan dua fokus
utama pada skripsi ini. Dengan demikian, penelitian ini menggabungkan aspek
processing pangan dengan evaluasi nilai gizi.
Ucapan terima kasih terutama penulis sampaikan kepada Prof Dr drh Clara
M. Kusharto, MSc dan Dr Tiurma Sinaga, MFSA selaku dosen pembimbing, Prof
Dr Ir Hardinsyah, MS selaku dosen pemandu seminar, dan Dr Rimbawan selaku
dosen penguji. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya tentunya penulis
sampaikan kepada keluarga tercinta yang selalu menjadi tim sejati yaitu Ayahanda
Slamet Hariono, Ibunda Yulini, dan adik tersayang Sonata Khrisna Deva.
Ucapan terima kasih selanjutnya adalah kepada Program Indofood Riset

Nugraha 2013/2014 yang telah mensponsori penelitian ini, dr Karina Rahmadia
Ekawidyani, M.Sc yang telah bersedia menjadi penanggungjawab uji indeks
glikemik, rekan-rekan seluruh subyek pengujian indeks glikemik, Beasiswa
Bantuan Mahasiswa yang telah memberi tunjangan studi, para teknisi dan laboran
(Ir Titi Riani, MBiomed; Mashudi, STP yang senantiasa menjadi guru penulis;
dan Pak Junaedi), para sahabat di laboratorium (Kak Rahmi, Kak Yudi, Dini,
Anggar, dll), rekan-rekan Gizi Masyarakat (Uthu, Rini, Fithri, Ruroh, Rieska,
Grevi, Soni, dll) dan Kost Pondok Dinar (Yuli, Annisya, dll), serta berbagai pihak
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Semoga skipsi ini bermanfaat sesuai dengan harapan yang penulis
sampaikan didalamnya. Penulis senantiasa menyambut kritik dan masukan yang
membangun untuk perbaikan skripsi ini.

Bogor, Februari 2014
Sonia Rosselini

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2


Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat

2

Bahan

3

Alat

3


Prosedur

3

Rancangan Percobaan

9

Pengolahan dan Analisis Data

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Pembuatan Tepung Kedelai

10


Komposisi Bahan Baku

10

Formulasi Mi Kering

12

Karakteristik Organoleptik dan Penentuan Produk Terpilih

15

Sifat Fisik dan Komposisi Mi

18

Indeks dan Beban Glikemik Mi

21


SIMPULAN DAN SARAN

24

Simpulan

24

Saran

25

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

31

RIWAYAT HIDUP

60

DAFTAR TABEL
1 Proporsi bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan mi kering
5
2 Formulasi tepung komposit
6
3 Formulasi mi berbasis tepung komposit dengan penambahan
glukomanan
6
4 Komposisi bahan baku
11
5 Hasil pengujian rating mutu hedonik dan hedonik formulasi komposit
14
6 Hasil pengujian rating mutu hedonik dan hedonik dan penerimaan formulasi
komposit dengan penambahan glukomanan
16
7 Hasil analisis tabulasi silang mutu hedonik dan hedonik mi
17
8 Sifat fisik dan komposisi mi
18
9 Indeks dan beban glikemik mi
20

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir pembuatan tepung kedelai (modifikasi Raji dan
Famuwera 2008)
2 Prosedur pembuatan mi kering berindeks glikemik rendah berbasis
tepung komposit
3 Ilustrasi incremental area under curve (Brouns et al. 2005)
4 Bahan baku formulasi
5 Mi basah mentah keluar dari ekstruder
6 Mi basah matang setelah dikukus
7 Mi kering
8 Rata-rata respon glikemik pangan subyek
9 Struktur molekul glukomanan (Ling et al. 2013)
10 Viskositas larutan glukomanan dengan konsentrasi yang berbeda
selama 80 menit (Akesowan 2008)

4
5
9
10
13
13
13
21
22
23

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Prosedur uji fisik dan komposisi makanan
Perhitungan takaran saji mi
Formulir pengujian organoleptik rating mutu hedonik dan hedonik
Penjelasan sebelum persetujuan subyek indeks glikemik
Persetujuan setelah penjelasan subyek indeks glikemik
Surat lolos kaji etik (ethical approval)
Perhitungan porsi pangan pada pengujian indeks glikemik
Contoh perhitungan luas area di bawah kurva dan indeks glikemik
Karakteristik fisik dan klinis subyek indeks glikemik
Sebaran nilai indeks dan beban glikemik subyek
Kadar glukosa subyek untuk glukosa standar
Kadar glukosa darah subyek untuk mi A

31
34
35
37
39
40
41
42
44
45
47
47

13
14
15
16

Kadar glukosa darah subyek untuk mi B
Hasil pengujian sifat fisik serta komposisi bahan baku dan mi
Hasil analisis statistik sifat organoleptik mi
Hasil analisis statistik perbedaan antar perlakuan pada sifat fisik dan
komposisi mi
17 Hasil analisis statistik karakteristik subyek indeks glikemik mi

48
49
53
56
58

1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sindrom metabolik, yaitu sekumpulan risiko penyakit jantung koroner dan
diabetes membuat transisi epidemiologi akan penyakit yang mendominasi angka
kematian di Indonesia selama kurun waktu 10 tahun (1991-2000) (Djaja et al.
2003). Tingginya kejadian penyakit metabolik yang merupakan dampak jangka
panjang dari gaya hidup membuat masyarakat semakin menaruh perhatian akan
kesehatan, termasuk dalam hal pangan. Konsumen memberikan dua dimensi
terhadap kesehatan, yaitu makan secara sehat dan menghindari makanan yang
tidak sehat. Dimensi pertama sangat terkait dengan berbagai faktor dari makanan
yang berhubungan dengan peningkatan kesehatan dan gizi (Brunso et al. 2002).
Salah satu prinsip diet sehat dalam penatalaksanaan sindrom metabolik
adalah pengaturan konsumsi jenis karbohidrat melalui indeks glikemik. Indeks
glikemik merupakan sistem peringkat makanan menurut efeknya (immediate
effect) terhadap kenaikan kadar glukosa darah (Jenkins et al. 1981).
Pengembangan pangan pokok berindeks glikemik rendah akan mampu
menyumbang kebutuhan energi namun meningkatkan kadar glukosa darah secara
perlahan. Sebuah meta-analisis yang dilakukan Opperman et al. (2004)
mendukung bukti bahwa pangan berindeks glikemik rendah dapat menurunkan
total kolesterol dan meningkatkan kontrol metabolik pada pasien diabetes.
Mi merupakan salah satu pangan pokok masyarakat Indonesia yang
menempati proporsi konsumsi terigu tertinggi yaitu sebesar 50% (Hou 2010).
Bentuk mi yang memiliki masa simpan yang baik adalah mi kering.
Pengembangan mi kering berindeks glikemik rendah dapat dilakukan melalui
pengendalian faktor yang dapat mempengaruhi respon glikemik rendah pada basis
komposit bahan pangan lokal terhadap terigu. Faktor pengendali respon glikemik
pada penelitian ini adalah tepung glukomanan adapun pangan lokal yang
berpotensi sebagai bahan komposit terhadap terigu adalah pati garut.
Glukomanan merupakan serat larut air yang berasal dari umbi porang/ilesiles (Amorphophallus onchophyllus). European Food Safety Authority (EFSA)
(2010) menyebutkan bahwa pemberian glukomanan sebesar 1-5 gram per hari
berefek positif pada fungsi saluran cerna, pengontrolan glikemik, pengaturan berat
badan, dan level kolesterol. Iles-iles adalah tanaman umbi golongan Araceae asli
Indonesia yang secara alami banyak tumbuh liar di hutan-hutan Pulau Jawa.
Pemanfaatan terhadap tanaman ini sebagian besar masih terbatas pada produk chip
kering yang diekspor ke luar negeri (Sa’id dan Rahayu 2009). Penambahan
glukomanan pada formulasi produk untuk menghasilkan pangan fungsional
diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah potensi lokal iles-iles dan produk
pangan tersebut.
Berdasarkan penelitian Suriani (2008), diketahui bahwa pati garut
cenderung memiliki viskositas yang tinggi. Karakter ini sejalan dengan salah satu
karakter pati yang baik untuk bahan baku mi menurut Chen et al. (2003).
Kandungan protein pati garut yang rendah akan dikompensasi melalui proporsi
tepung kedelai. Lebih lanjut, basis komposit yang terdiri atas serealia, umbiumbian, dan kacang-kacangan akan memiliki nilai tambah diversifikasi pangan.

2
Diversifikasi memiliki dua manfaat utama yaitu meningkatkan status gizi
penduduk melalui asupan gizi yang beragam dan mencegah ketergantungan
terhadap suatu komoditas pangan (Almatsier 2002).

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah mengembangkan mi kering berindeks
glikemik rendah berbasis tepung komposit (terigu, pati garut, dan kedelai) dengan
penambahan glukomanan.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mempelajari pembuatan tepung kedelai
2. Menguji dan mempelajari komposisi (proksimat dan total serat makanan)
bahan baku
3. Mempelajari pembuatan dan formulasi mi kering berbasis tepung komposit
(terigu, pati garut, dan kedelai) dengan dan tanpa penambahan glukomanan
4. Menguji dan mempelajari mutu hedonik (warna, kecerahan, aroma langu,
aroma umbi, rasa manis, rasa asin, aftertaste, serta tekstur kekenyalan dan
kekerasan menggunakan tangan dan gigit) mi kering berbasis tepung komposit
dengan dan tanpa penambahan glukomanan serta menentukan produk terpilih
melalui pengujian rating hedonik dan pertimbangan peneliti
5. Menguji dan mempelajari sifat fisik (waktu rehidrasi optimum, kehilangan
padatan akibat pemasakan, dan elongasi) serta komposisi (proksimat dan total
serat makanan) mi kering berbasis tepung komposit terpilih dengan dan tanpa
penambahan glukomanan
6. Menguji dan mempelajari indeks dan beban glikemik mi kering berbasis
tepung komposit terpilih dengan dan tanpa penambahan glukomanan

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa
pengembangan produk mi berbasis tepung komposit berindeks glikemik rendah
kepada berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) diantaranya adalah
akademisi, masyarakat, pemerintah, dan industri.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada Juli-Desember 2013. Pembuatan tepung
kedelai dan formulasi mi dilakukan di Laboratorium SEAFAST Center, Institut
Pertanian Bogor (IPB). Pengujian organoleptik rating mutu hedonik dan hedonik
dilakukan di Laboratorium Percobaan Makanan, Departemen Gizi Masyarakat,

3
IPB. Pengujian fisik dilakukan di Laboratorium Kimia dan Analisis Bahan
Makanan, Departemen Gizi Masyarakat, IPB dan Laboratorium Pengawasan
Mutu, Departemen Teknologi Industri Pertanian, IPB. Pengujian komposisi
makanan dilakukan di Laboratorium Kimia dan Analisis Bahan Makanan,
Departemen Gizi Masyarakat, IPB. Pengujian indeks glikemik dilakukan di Klinik
Konsultasi Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, IPB.

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan tepung kedelai dan
formulasi terdiri atas kedelai, tepung terigu, pati garut, tepung glukomanan, air,
garam, guar gum, asam sitrat, natrium tripolifosfat, natrium karbonat, dan kalium
karbonat. Tepung terigu yang digunakan merupakan tepung terigu merk X yang
memiliki kandungan protein tertinggi diantara 3 jenis terigu di pasaran. Pati garut
yang digunakan merupakan pati garut merk Y yang diperoleh dari sentra produksi
tepung dan pati umbi-umbian di Bantul Yogyakarta. Sebagian besar garut
(Marantha arundianacea L.) untuk produksi pati garut bervarietas banana, jenis
Sumbawa, dan umur panen 8 bulan.
Tepung glukomanan merk Z yang digunakan diperoleh dari Inasea
Enterprise Makassar. Spesifikasinya yaitu berwarna putih gading/ putih cahaya,
kadar glukomanan >90% (bk), viskositas (1% larutan) >35 000 Cps, dan pH
tingkat 1% 7. Spesifikasi tersebut menempatkan tepung glukomanan dalam
kategori purified top grade flour menurut Ministry of Agriculture of People’s
Republic of China (2002a) dengan spesifikasi berwarna putih, viskositas ≥32 000,
dan kadar glukomanan basis kering ≥90%. Bahan-bahan kimia yang digunakan
untuk pengujian komposisi makanan merupakan bahan-bahan yang lazim terdapat
di laboratorium kimia. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian indeks
glikemik adalah glukosa standar, strip glukosa, dan alkohol swap.

Alat
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan tepung kedelai adalah cabinet
dryer, disc mil, dan ayakan 100 mesh. Alat-alat yang digunakan untuk formulasi
terdiri atas hand mixer, steaming box, multifunctional noodle machine merk MS9,
dan kipás angin. Alat yang digunakan untuk pengujian fisik terdiri atas Tensile
Strength Tester dan alat-alat gelas. Alat-alat yang digunakan untuk pengujian
komposisi makanan merupakan alat-alat yang lazim digunakan di laboratorium
kimia. Alat-alat yang digunakan untuk pengujian indeks glikemik terdiri atas
finger-prick cappilary blood dan glukometer merk One Touch Ultra.

Prosedur
Pembuatan Tepung Kedelai
Pembuatan tepung kedelai dapat dilihat pada Gambar 1. Pati garut tidak
dibuat oleh peneliti karena produk komersial sudah memiliki kehalusan dan
penampakan fisik yang baik yaitu cukup putih dan lolos ayakan 100 mesh. Tepung

4
Kedelai utuh
Sortasi
Perendaman dengan Na2CO3 0.5% selama 16 jam
Perebusan pada suhu 100oC selama 10 menit
Pengeringan dengan cabinet dryer pada suhu 70-80oC selama 10 jam
Penggilingan dengan disc mill
Pengayakan 100 mesh
Tepung kedelai
Gambar 1 Diagram alir pembuatan tepung kedelai (modifikasi Raji
dan Famuwera 2008)
adalah bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara penggilingan atau penepungan.
Pada proses penggilingan, ukuran bahan diperkecil dengan cara diremuk yaitu
ditekan dengan gaya mekanis dari alat penggiling. Sementara itu, pati diperoleh
melalui proses ekstraksi dengan cara pengepresan pengendapan (Richana dan
Sumari 2004).
Pengujian Komposisi Bahan Baku
Pengujian komposisi yang dilakukan terhadap tepung kedelai dan pati garut
meliputi pengujian proksimat dan total serat makanan adapun pada tepung
glukomanan hanya kadar air, lemak, dan total serat makanan. Prosedur pengujian
dapat dilihat pada Lampiran 1. Komposisi tepung terigu berupa protein, lemak,
dan karbohidrat by difference diperoleh dari Informasi Nilai Gizi kemasan adapun
air dan abu diperoleh dari Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3751-2006 tepung
terigu sebagai bahan makanan. Komposisi tepung glukomanan berupa abu,
protein, dan karbohidrat by difference diperoleh dari Food Composition Database,
Department of Food and Nutrition, Sugiyama Joakuen University (2000).
Formulasi Mi Kering
Proporsi bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi mi dapat dilihat
pada Tabel 1. Proporsi bahan-bahan selain tepung komposit merupakan presentase
terhadap tepung komposit. Modifikasi dilakukan terhadap basis tepung dan air
adapun proporsi bahan tambahan pangan mengadopsi dari Simanjuntak (2001).
Kadar air optimum diperoleh berdasarkan trial and error sementara tepung
diperoleh melalui formulasi. Pada pembuatan mi berbasis pati, kadar air yang

5
Tabel 1 Proporsi bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan mi kering
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Jumlah
(%)

Bahan
Bahan utama
Tepung komposit
Air (% dari tepung komposit)
Bahan tambahan (% dari tepung komposit)
Garam
Guar gum
Asam sitrat
Natrium tripolifosfat
Natrium karbonat
Kalium karbonat

100.00
52.00
1.00
1.00
2.00
2.00
0.94
0.56

digunakan lebih banyak dari mi berbasis protein yaitu sekitar 66-70% (Chansri et
al. 2005). Berdasarkan trial and error, jumlah air optimum untuk formulasi
sebesar 52% yang terdiri atas 45% air untuk pembentukan binder (adonan pengikat
berupa pati yang sudah tergelatinisasi) bersama dengan pati garut dan 7% air
10% pati
garut

Terigu
Tepung
kedelai
Sisa pati
garut

Natrium
tripolifosfat

Garam

45%
air

Gelatinisasi

Asam sitrat

Pencampuran 10 menit

Natrium
karbonat

Ekstrusi 2 kali (dengan
penekanan menggunakan balok
kayu)
Pencetakan adonan

7% air
Pengukusan selama 15
menit

Kalium
karbonat
Guar
gum

Pengeringan dengan kipas angin selama 48 jam
Mi kering berbasis tepung komposit
(terigu, pati garut, dan kedelai)
Gambar 2 Prosedur pembuatan mi kering berindeks glikemik rendah berbasis
tepung komposit

6
tambahan pada saat pencampuran. Prosedur pembuatan mi mengadopsi dari Hou
(2010) dan Chansri et al. (2005) dengan prinsip modifikasi pencampuran dan
pengeringan. Diagram alir prosedur tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
Formulasi mi terdiri atas formulasi tepung komposit dan formulasi tepung
komposit dengan penambahan glukomanan. Hasil studi Nasution (2005) mengenai
formulasi mi kering dari tepung terigu dengan tepung rumput laut yang diperkaya
dengan kacang kedelai menunjukkan bahwa adonan dengan proporsi tepung terigu
di bawah 50% menghasilkan adonan yang tidak dapat dicetak. Sementara itu,
Widaningrum et al. (2005) melakukan subtitusi tepung garut terhadap formulasi
mi basah sebesar 20%. Proporsi tepung kedelai mempertimbangkan kadar protein
mínimum untuk mi kering berdasarkan SNI 01-2974-1996 mi kering sebesar 8%.
Perlakuan sebanyak 9 komposit dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Formulasi tepung komposit
Jenis Komposit
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Formulasi Tepung Komposit (%)
Tepung Terigu
Pati Garut
Tepung Kedelai
50
20
30
50
25
25
50
30
20
60
10
30
60
20
20
60
30
10
70
10
20
70
15
15
70
20
10

Tabel 3 Formulasi mi berbasis tepung komposit dengan penambahan glukomanan
Formula
1
2
3
4
5

Taraf Konsentrasi
Glukomanan (%)
0.50
0.75
1.00
1.25
1.50

Penambahan tepung glukomanan mengadopsi anjuran EFSA (2010) dengan
mempertimbangkan taraf maksimal yang teksturnya dapat diterima konsumen dan
frekuensi pangan pokok dalam sehari yaitu 2-3 kali. Formulasi konsentrasi
glukomanan pada formulasi mi dapat dilihat pada Tabel 3. Penambahan
glukomanan di atas 1.5% menyebabkan mi memiliki volume yang besar akibat
kemampuan penyerapan air yang tinggi oleh glukomanan. Diduga, produk mi
tersebut juga tidak akan memiliki elongasi yang lebih baik karena terhalangnya
penyerapan air pada terigu (Husniati dan Devi 2013). Basis yang ditetapkan
peneliti adalah sebesar 100 gram tepung komposit yang dikonversi menjadi 100
gram mi kering (Lampiran 2). Hal ini mendasari ditetapkannya taraf bawah
sebesar 0.5% dimana jika dalam satu hari konsumen mengonsumsi 2-3 kali mi

7
sebagai pangan pokok, maka sudah dapat memenuhi batas bawah yang dianjurkan
EFSA.
Pengujian Organoleptik Rating Mutu Hedonik dan Hedonik
Formula terpilih ditentukan melalui pengujian rating hedonik dan
pertimbangan peneliti. Pada formulasi tepung komposit, pertimbangan peneliti
yaitu proporsi tepung terigu terendah dan pati garut tertinggi adapun pada
formulasi tepung komposit dengan penambahan glukomanan yaitu konsentrasi
tepung glukomanan tertinggi. Mi direhidrasi sesuai dengan waktu rehidrasi
optimum. Mi terpilih pada formulasi tepung komposit disebut mi A sementara
pada formulasi tepung komposit dengan penambahan glukomanan disebut mi B.
Panelis merupakan panelis semi terlatih berjumlah 30 orang dengan
mempertimbangkan unit percobaan yang mampu diuji oleh panelis. Pada formulasi
jenis komposit, panelis berjumlah 90 orang dengan jumlah unit percobaan pada
setiap panelis sebesar 6 unit. Pada formulasi komposit dengan penambahan
glukomanan, panelis yang digunakan berjumlah 60 orang dengan unit percobaan
pada setiap panelis sebesar 5 unit. Penjelasan mengenai teknis pengujian
organoleptik dapat dilihat pada kuisioner pengujian organoleptik pada Lampiran 3.
Penilaian hedonik untuk memilih formula terbaik diturunkan menjadi
presentase penerimaan panelis terhadap atribut keseluruhan jika tidak diperoleh
perbedaan yang nyata pada rata-rata penilaian hedonik panelis antar produk
(Dubost et al. 2002). Atribut keseluruhan diperoleh melalui pembobotan terhadap
masing-masing atribut. Menurut Muhandri (2011), parameter elongasi dan
kehilangan padatan akibat pemasakan merupakan parameter mutu utama mi,
dimana keduanya merupakan bagian dari atribut tekstur. Dengan demikian, bobot
skor atribut tekstur merupakan yang tertinggi, yaitu 0.5. Selain itu, atribut testur
adalah atribut yang terbanyak diturunkan dalam penilaian mutu hedonik, yaitu
tekstur menggunakan tangan dan gigit dimana masing-masing dijabarkan lagi
menjadi kekerasan dan kekenyalan.
Atribut warna dan aroma mendapatkan bobot skor tertinggi kedua dimana
masing-masing adalah 0.2. Warna merupakan aspek fisik yang diperhatikan
pertama kali adapun aroma penting untuk diperhatikan terkait dengan
keheterogenan bahan yang berpotensi untuk menimbulkan aroma yang tidak
disukai, seperti langu. Warna dijabarkan menjadi 2 atribut pada mutu hedonik,
yaitu warna dan kecerahan. Adapun aroma yang dimaksud pada mutu hedonik
adalah aroma langu. Atribut yang mendapat bobot skor terkecil adalah rasa yaitu
0.1. Hal ini dikarenakan atribut rasa merupakan atribut yang relatif paling mudah
untuk dimodifikasi. Atribut rasa dijabarkan menjadi rasa manis dan asin serta
aftertaste. Rasa manis dan asin dapat dimodifikasi dengan penambahan garam
sementara aftertaste dengan pemberian bumbu ketika disajikan.
Pengujian Sifat Fisik dan Komposisi Mi
Pengujian sifat fisik yang dilakukan meliputi waktu rehidrasi, kehilangan
padatan akibat pemasakan-KPAP (cooking loss), dan elongasi (modifikasi Tan et
al. 2009). Waktu rehidrasi merupakan waktu yang diperlukan oleh suatu produk
untuk menyerap air kembali setelah mengalami proses pengeringan. Kehilangan
padatan akibat pemasakan adalah banyaknya padatan dalam mi yang terurai ke
dalam air selama proses pemasakan. Elongasi adalah pertambahan panjang

8
maksimum mi ketika mengalami tarikan sebelum putus. KPAP dan elongasi
merupakan parameter mutu utama mi yang tergantung pada kekokohan mi
(Muhandri 2011). Pengujian komposisi yang dilakukan meliputi pengujian
proksimat (AOAC 2007) dan kadar serat makanan (AOAC 2009). Pengujian sifat
fisik dan komposisi mi dapat dilihat pada Lampiran 1. Kandungan energi diperoleh
dari penjumlahan kandungan energi pada protein, lemak, dan karbohidrat by
difference (%bb).
Pengujian Indeks dan Beban Glikemik Mi
Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan subyek (informed consent)
dan surat keterangan lolos kaji etik penelitian (ethical approval) dari Komite Etik
Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penjelasan
sebelum persetujuan (PSP) subyek, informed consent, dan surat keterangan lolos
kaji etik dapat dilihat pada Lampiran 4, Lampiran 5, dan Lampiran 6.
Subyek penentuan indeks glikemik mi berjumlah 10 orang sesuai dengan
anjuran BPOM (2011) yang terdiri atas 5 orang laki-laki dan 5 orang perempuan.
Kriteria inklusinya yaitu berumur 18-30 tahun, memiliki indeks massa tubuh
(IMT) normal (18.5–22.9 kg/m2), tidak memiliki riwayat penyakit diabetes dan
memiliki kadar glukosa darah puasa normal (60-100 mg/dL), tidak mengalami
gangguan pencernaan (Brouns et al. 2005), tidak menggunakan obat-obatan (Lee
et al. 2009), tidak merokok (Frati et al. 1996), serta tidak minum minuman
beralkohol (Soh dan Miller 1999). Adapun kriteria eksklusinya yaitu subyek dalam
keadaan tidak sehat, baik berdasarkan diagnosis dokter (Lee et al. 2009) maupun
secara subyektif oleh panelis atau peneliti; mengonsumsi pangan yang berefek
diuretik (kopi dan teh); memiliki alergi terhadap terigu; dan stres.
Rangkaian pengujian indeks glikemik terdiri atas perekrutan dan pemilihan
subyek serta pengujian indeks glikemik pangan yaitu pangan standar berupa
glukosa murni pada minggu pertama, mi A pada minggu kedua, dan mi B pada
minggu ketiga. Jeda antara pangan adalah 4-7 hari. Pangan yang diberikan setara
dengan 50 gram karbohidrat tersedia (available carbohydrate) yang dikoreksi
dengan nilai kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) mi. Nilai KPAP
menjadi koreksi agar jumlah karbohidrat tersedia mi matang tidak berkurang
akibat pemasakan. Karbohidrat tersedia dalam pangan dimana merupakan fraksi
yang tersedia untuk penyerapan di usus kecil (Foster-Powell 2002) dilakukan
dengan memasukkan kadar total serat makanan sebagai faktor koreksi dalam
karbohidrat by difference. Perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 7.
Prosedur penentuan indeks glikemik mengacu pada Brouns et al. (2005)
yaitu sebagai berikut.
a Subyek menjalani puasa penuh (kecuali air) semalam selama minimal 10 jam.
b Contoh darah subyek pada akhir puasa (disebut menit ke-0) diambil sebanyak
±50 μL dengan menggunakan finger-prick capillary blood dan diukur kadar
glukosanya.
c Pangan diberikan kepada subyek. Perhitungan dimulai ketika tegukan pertama
pada larutan glukosa standar dan gigitan pertama pada mi. Glukosa standar
dilarutkan dalam 240 ml air dan dihabiskan dalam waktu maksimal 5 menit
adapun mi yang telah dimasak sesuai waktu rehidrasi optimum dihabiskan
dalam waktu maksimal 14 menit.

9
d Contoh darah subyek diambil kembali pada setiap 15 menit pada jam pertama
kemudian setiap 30 menit pada jam kedua dan diukur kadar glukosanya.
e Kadar glukosa darah dan waktu diplot pada grafik.
f Luas daerah dibawah kurva dihitung dengan metode perhitungan luas bangun
incremental area under curve (I-AUC). Ilustrasi I-AUC ditampilkan pada
Gambar 3.
g Indeks glikemik kedua mi pada setiap subyek merupakan perbandingan luas IAUC antara mi dengan glukosa standar. Contoh perhitungannya dapat dilihat
pada Lampiran 8.
h Indeks glikemik kedua mi merupakan rata-rata indeks glikemik 10 orang
subyek.
i Beban glikemik diperoleh dari perhitungan indeks glikemik dikalikan dengan
karbohidrat tersedia dalam satu takaran saji (100 gram mi mentah) yang
dikurangi dengan KPAP-nya.

Gambar 3 Ilustrasi incremental area under curve (Brouns et
al. 2005)

Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor dan dua ulangan. Pada kedua
formulasi, model rancangannya adalah sebagai berikut.
Yij = µ + αi + εij
Keterangan:
Yij
: nilai pengamatan pada jenis komposit/ konsentrasi tepung glukomanan
ke-i dan ulangan ke-j
i
: jenis komposit/ konsentrasi tepung glukomanan
α
: pengaruh jenis komposit/ formula ke-i
j
: ulangan ke-j (1 dan 2)
µ
: rataan umum
εij
: pengaruh acak yang menyebar normal (0,σ2)
Pengolahan dan Analisis Data
Keseluruhan data diolah dalam piranti lunak Microsoft Excel untuk
mendapatkan rata-rata nilai dan standar deviasinya (rata-rata±SD) kemudian
dilanjutkan dengan pengujian statistik menggunakan Statistical Programme for
Social Science (SPSS) 16.0 for Windows 2007. Perbedaan antara perlakuan pada

11
membentuk gel ketika tersedia air dalam perut dan usus halus sehingga
memperlambat pengosongan perut, mempercepat waktu transit di usus halus serta
mengendalikan penyerapan glukosa dalam darah dan nilai indeks glikemik bahan
pangan (Lunn dan Buttriss 2007). Komposisi bahan baku tersebut disajikan pada
Tabel 4. Berdasarkan kandungan lemak, protein, dan seratnya, diduga tepung
kedelai merupakan bahan baku yang dapat berperan dalam pengendalian respon
glikemik rendah pada basis tepung komposit.
Tabel 2 Komposisi bahan baku
Jenis Zat Gizi

Terigu

Air (%bb)
Abu (%bk)
Protein (%bk)
Lemak (%bk)
Karbohidrat by difference (%bk)
Serat makanan tidak larut (%bk)
Serat makanan larut (%bk)
Total serat makanan (%bk)

≤14.51
≤0.601
13.852
1.152
85.412
2.771

Pati
Garut
14.07
0.41
1.15
0.41
98.03
0.09
0.68
0.77

Tepung
Kedelai
5.89
4.27
40.44
26.95
28.34
7.62
4.84
12.46

Gluko
manan
9.77
5.963
3.193
0.66
90.743
8.87
74.95
83.82

1

SNI 01-3751-2006
Informasi Nilai Gizi kemasan
3
Department of Food and Nutrition, Department of Food and Nutrition, Sugiyama Joakuen
University (2000)
2

Kadar air pati garut sedikit lebih tinggi dibandingkan pada penelitian
Maulani et al. (2012) dengan umur panen yang sama (8 bulan) yaitu sebesar
12.11%. Namun kadar air ini masih memenuhi persyaratan kadar air pati garut
untuk komersial yaitu di bawah 18% (Pudjiono 1998). Sebaliknya, kadar abu,
protein, lemak, karbohidrat, dan total serat makanannya lebih rendah yaitu masingmasing sebesar 0.83% (bk), 1.74% (bk), 1.50% (bk), 94.88% (bk), dan 1.06% (bk).
Diduga hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti tidak seragamnya varietas
dan umur panen umbi serta perbedaan lama dan metode pengeringan. Rendemen
pati garut tertinggi diperoleh pada umbi dengan umur panen 9 bulan yaitu sebesar
18.33% sehingga diduga dapat mempengaruhi pemilihan produsen dalam skala
produksi.
Kadar proksimat tepung kedelai mendekati nilai menurut Balai Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) (2007) yaitu kadar air 9%, abu
5.06% (bk), protein 39.45% (bk), lemak 22.63% (bk), dan karbohidrat by
difference 32.86% (bk). Kadar air yang lebih rendah ini dikaitkan dengan kualitas
yang lebih baik karena kadar air bahan pangan menentukan daya terima,
kesegaran, dan daya tahan bahan pangan (Winarno 2008). Sementara itu, kadar
protein yang tidak jauh berbeda dengan nilai Balitbangkes (2007) diharapkan
dapat memenuhi batas minimum kadar protein mi kering menurut SNI 01-29741996. Kadar serat tepung kedelai lebih tinggi dari Department of Food and
Nutrition, Sugiyama Joakuen University (2000) sebesar 9.60% (bk) karena kacang
kedelai yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari kedelai yang tidak
dibuang kulitnya. Kulit memiliki proporsi sebesar 9% dari bobot biji dan memiliki
kandungan serat makanan sebesar 87.00% (bb) (Blasi et al. 2000; Balitbangkes
1995).

12
Kadar air tepung glukomanan sebesar 9.77% mendukung kategori utama
menurut Ministry of Agriculture of People’s Republic of China (2002a) dengan
kadar air maksimal 11%. Sementara itu, kadar serat makanan larut yang lebih
rendah dari kadar glukomanan menurut informasi produsen diduga disebabkan
oleh tidak sensitifnya metode uji. Uji serat makanan enzimatis hanya
mengandalkan kemampuan etanol dalam mengandapkan gugus pektat sementara
uji kadar glukomanan memerlukan mekanisme deasetilisasi (Huang et al. 2002).

Formulasi Mi Kering
Bahan utama yang diperlukan dalam pembuatan mi adalah tepung, air, dan
bahan tambahan pangan (BTP) berupa larutan abu, garam, natrium tripolifosfat,
asam sitrat, dan hidrokoloid. Natrium tripolifosfat digunakan sebagai pengikat air
agar air adonan tidak menguap sehingga adonan tidak mengalami
pengerasan/kekeringan di permukaan sebelum proses pembentukan lembaran mi
serta untuk meningkatkan kehalusan tekstur dan kekenyalan mi. Natrium dan
kalium karbonat yang sering disebut larutan alkali atau abu berfungsi
mempercepat pengikatan gluten serta meningkatkan elastisitas, fleksibilitas,
kehalusan tekstur, dan sifat kenyal. Senyawa-senyawa ini bila dipanaskan akan
melepaskan CO2 yang akan mengakibatkan pengembangan adonan.
Hidrokoloid yaitu guar gum ditambahkan untuk meningkatkan karakteristik
liat dan mempersatukan adonan sehingga menjadikan bentuk lembaran mi yang
lebih halus. Asam sitrat digunakan untuk menurunkan pH agar akivitas fenolase
dalam tepung terhambat. Garam dapur berfungsi sebagai sebagai pengikat gluten
selama proses pencampuran sehingga adonan sedikit mengembang, memberi rasa
pada mi, serta menghambat aktivitas protease dan amilase sehingga pasta tidak
lengket dan tidak mengembang secara berlebihan (Astawan 1999; Simanjuntak
2001).
Mi yang dikembangkan pada penelitian ini tidak sepenuhnya memenuhi
kriteria mi berbasis pati menurut Ministry of Agriculture of People Republic of
China (2002b) dengan kadar pati minimal 75% (bb). Kadar pati mi jika
diasumsikan sama dengan karbohidrat tersedia adalah sebesar 63.97% (bb) pada
mi A dan 62.75% (bb) pada mi B. Namun berdasarkan trial and error, diketahui
bahwa proses pembuatan mi pada penelitian ini lebih mengandalkan sifat
fungsional pati yaitu penyerapan air, gelatinisasi yang terjadi di suhu tinggi, dan
retrogradasi (Tam et al. 2004). Pembuatan mi dengan pencampuran langsung dan
pengeringan oven seperti mi terigu akan menghasilkan tekstur mi putus-putus.
Gelatinisasi adalah peristiwa hilangnya sifat birefringence (kemampuan
menyerap cahaya) granula pati akibat penambahan air secara berlebihan dan
pemanasan pada waktu dan suhu tertentu. Penambahan air dan pemanasan secara
berlebihan tersebut membuat granula pati membengkak dan tidak dapat kembali ke
kondisi semula. Pada proses gelatinisasi terjadi proses perusakan ikatan hidrogen
intermolekuler, pembengkakan granula pati, serta peningkatan kelarutan yang
diikuti dengan peningkatan viskositas (Ubwa et al. 2012). Pembentukan binder
(adonan pengikat) merupakan tahapan yang bertujuan untuk menggelatinisasi
sebagian adonan pati pada suhu tinggi (Chansri et al. 2005).

13

Gambar 5 Mi basah mentah keluar dari ekstruder

Gambar 6 Mi basah matang setelah dikukus

Gambar 7 Mi kering
Retrogradasi merupakan perubahan amilosa dari bentuk amorf ke bentuk
kristalin. Retrogradasi terjadi apabila ikatan hidrogen dan gugus hidroksil molekul
amilosa-amilopektin yang berdekatan saling berikatan dalam bentuk pasta ketika
pati yang telah digelatinisasi didiamkan beberapa lama (Zaidul et al. 2007). Salah
satu cara penerapan pengeringannya adalah dengan menggunakan kipas angin.
Berdasarkan trial and error, diperoleh waktu minimum pengeringan selama
minimal 2 hari, modifikasi dari Hou (2010) selama 6-18 jam pada cabinet yang
tertutup.
Pati garut memiliki beberapa karakter yang baik untuk pembuatan mi menurut
Chen et al. (2003) dan Tam et al. (2004). Karakteristik tersebut yaitu viskositas yang
tinggi pada suhu dingin dan cenderung dipertahankan selama pemanasan, kandungan
amilosa yang relatif tinggi, serta cepat mengalami retrogradasi atau berada pada tipe
gelatinisasi 3 (Vamadevan et al. 2013). Mi yang dihasilkan dari pati dengan karakter
tersebut memiliki kualitas KPAP yang rendah, untaian yang kuat dan kompak, elastis,
serta kelengketan yang rendah (Ahmad 2009). Menurut Suriani (2008), pati garut

1 (T50, G20, K30)
2 (T50, G25, K25)
3 (T50, G30, K20)
4 (T60, G10, K30)
5 (T60, G20, K20)
6 (T60, G30, K10)

Warna
M Hed
War Kec
1.98 3.55
2.50 3.62
4.00 3.55
3.00 3.92
4.00 3.47
1.50 3.67

7 (T70, G10, K20)
8 (T70, G15, K15)
9 (T70, G20, K10)
p*

1.50 4.27 5.07 3.83 4.32 3.87 4.45
4.60 4.42 3.90 4.38
2.50 3.87 4.83 3.58 4.37 3.93 4.28
4.55 4.05 4.10 4.35
2.50 3.68 3.82 3.73 4.20 4.03 4.58
4.58 4.37 3.93 4.20
0.053 0.465 0.051 0.511 0.972 0.691 0.273 0.671 0.286 0.298 0.587

Jenis Komposit

Hed
4.40
4.77
5.02
4.88
4.15
4.57

4.18
4.13
4.15
0.049

Hed
4.42
4.68
4.97
4.23
4.42
4.55

Keseluruhan
Pen
Hed
(%)
4.41 76.67
4.61 86.67
4.84 91.67
4.38 78.33
4.36 80.00
4.50 86.67

4.77 4.72
4.75 4.67
4.33 4.20
0.090 0.070

88.33
85.00
76.67
0.216

*Sig. pada