Penyelesaian Masalah Crew Pairing Maskapai Penerbangan dengan 0-1 Integer Programming

PENYELESAIAN MASALAH CREW PAIRING MASKAPAI
PENERBANGAN DENGAN 0-1 INTEGER PROGRAMMING

ANNE YULIANA UTAMI DEWI

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penyelesaian Masalah
Crew Pairing Maskapai Penerbangan dengan 0-1 Integer Programming adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Anne Yuliana Utami Dewi
NIM G54090033

ABSTRAK
ANNE YULIANA UTAMI DEWI. Penyelesaian Masalah Crew Pairing
Maskapai Penerbangan dengan 0-1 Integer Programming. Dibimbing oleh
PRAPTO TRI SUPRIYO dan BIB PARUHUM SILALAHI.
Crew pairing adalah urutan penerbangan yang berawal dari suatu
pangkalan kru dan berakhir di pangkalan kru yang sama yang akan dilayani oleh
anggota kru. Penentuan crew pairing merupakan salah satu bagian dari upaya
efisiensi biaya operasional pesawat komersil. Tujuannya adalah meminimumkan
jumlah crew pairing dan waktu tunggu total di antara dua penerbangan (sit time).
Masalah ini dimodelkan sebagai 0-1 Integer Programming. Implementasi pada
maskapai Air Asia dengan 25 jadwal penerbangan dalam periode satu hari
memberikan 9 crew pairing dengan total sit time 2075 menit.
Kata kunci: crew scheduling, crew pairing, kru pesawat, maskapai penerbangan

ABSTRACT

ANNE YULIANA UTAMI DEWI. The Solution of Airline Crew Pairing Problem
Using 0-1 Integer Programming. Supervised by PRAPTO TRI SUPRIYO and
BIB PARUHUM SILALAHI.
Crew pairing is a sequence of flights that begins from a crew base and ends
at the same crew base that will be served by a member of crew. Determination of
crew pairing is one part of the operational cost efficiency efforts on commercial
airline. The purpose of this study is to minimize the number of crew pairing and
the total waiting time between two flights (i.e., sit time). This problem is
formulated as 0-1 Integer Programming. Implementation on the airline of Air Asia
with 25 flights schedule within a period of one day provides 9 crew pairing with
the total sit time 2075 minutes.
Keyword: airline, crew, crew scheduling, crew pairing

PENYELESAIAN MASALAH CREW PAIRING MASKAPAI
PENERBANGAN DENGAN 0-1 INTEGER PROGRAMMING

ANNE YULIANA UTAMI DEWI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains
pada
Departemen Matematika

DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Penyelesaian Masalah Crew Pairing Maskapai Penerbangan
dengan 0-1 Integer Programming
Nama
: Anne Yuliana Utami Dewi
NIM
: G54090033

Disetujui oleh

Drs Prapto Tri Supriyo, MKom

Pembimbing I

Dr Ir Bib Paruhum Silalahi, MKom
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Toni Bakhtiar, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul karya
ilmiah yang dikerjakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah Penyelesaian Masalah
Crew Pairing Maskapai Penerbangan dengan 0-1 Integer Programming.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs Prapto Tri Supriyo, MKom
dan Bapak Dr Ir Bib Paruhum Silalahi, MKom selaku pembimbing serta Bapak
Drs Siswandi, MSi sebagai penguji yang telah memberikan saran, bimbingan dan

motivasi dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga
saya sampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta teman-teman, atas
segala dukungan, doa dan kasih sayang yang telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014
Anne Yuliana U.D

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2

DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH

3


Deskripsi

3

Formulasi Masalah

4

STUDI KASUS
Hasil Studi Kasus
SIMPULAN DAN SARAN

7
10
14

Simpulan

14


Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

31

DAFTAR TABEL
1 Jadwal penerbangan Air Asia dalam periode satu hari
2 Crew pairing hasil Tahap 1

3 Crew pairing hasil Tahap 2

7
11
12

DAFTAR GAMBAR
1 Network yang merepresentasikan model masalah crew pairing
2 Time windows setiap crew pairing

4
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Syntax dan hasil komputasi program LINGO 11.0 untuk masalah
penentuan crew pairing pada Tahap 1
2 Syntax dan hasil komputasi program LINGO 11.0 untuk masalah
penentuan crew pairing pada Tahap 2

16

22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Maskapai penerbangan sebagai salah satu industri jasa transportasi udara
memiliki permasalahan yang kompleks dipandang dari segi operasional.
Permasalahan itu di antaranya adalah permasalahan operasi perawatan, kru,
pelayanan dan pelanggan, pesawat, inventory, pengadaan, serta pembelian bahan
bakar dan suku cadang (Bazargan 2010). Di antara permasalahan-permasalahan
tersebut, biaya pengeluaran untuk penugasan kru (pilot dan awak kabin)
merupakan pengeluaran terbesar setelah pengeluaran bahan bakar, sehingga
diperlukan perencanaan biaya kru yang lebih efisien. Salah satu yang dapat
membuat biaya kru lebih efisien adalah perencanaan penjadwalan kru yang
optimal.
Penjadwalan kru (crew scheduling) dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu
tahap penentuan crew pairing dan tahap penugasan kru (crew rostering).
Penentuan crew pairing merupakan penentuan aktivitas penerbangan tanpa
memperhatikan nama-nama kru (anonim). Daftar jam penerbangan dibuat sebagai
input untuk membentuk urutan penerbangan yang disebut crew pairing. Tujuan
utama pada tahap ini adalah penggunaan jumlah sumber daya kru yang minimum

pada suatu perjalanan dengan semua daftar jam penerbangan dapat terpenuhi.
Tahap selanjutnya yaitu penentuan pasangan kru yang ditugaskan pada setiap
crew pairing untuk menjalankan berbagai aktivitas seperti tugas dasar, tugas
pelayanan, dan lain-lain yang disebut crew rostering. Tujuannya agar
mendapatkan penugasan yang layak dengan meminimumkan biaya kru.
Kedua masalah tersebut dapat didekatkan dengan dua metode yaitu metode
matematis dan artificial intelligent. Pada metode matematis, masalah ini dapat
diformulasikan sebagai Integer Programming. Penelitian ini akan fokus pada
tahap penentuan kelompok kru (crew pairing) dengan menggunakan 0-1 Integer
Programming.
Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah memodelkan masalah crew pairing
maskapai penerbangan dengan metode matematis menggunakan 0-1 Integer
Programming dan mengimplementasikannya dalam penentuan jumlah crew
pairing yang optimal dengan waktu tunggu total di antara dua penerbangan
minimum.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan operasional maskapai penerbangan dapat dibagi menjadi empat
tahapan dimana hasil dari suatu tahapan akan menjadi input bagi tahapan lain.
Tahapan-tahapan tersebut adalah schedule planning, fleet assignment, aircraft
routing, dan crew scheduling. Pertama, tahap schedule planning. Tahap ini
bersumber pada perkiraan permintaan penumpang (pengguna jasa maskapai
penerbangan). Output dari tahap ini menghasilkan flight schedule hari dan
frekuensi penerbangan.
Tahap 2 adalah fleet assignment. Tahapan ini memasangkan setiap jadwal
penerbangan dengan spesifik jenis dari armada yang mempertimbangkan
kapasitas armada dan karakteristik penerbangan (domestik dan internasional).
Pada Tahap 3 yaitu aircraft routing menguraikan penjadwalan armada yang diatur
agar penerbangan dilakukan armada pada kondisi kerja terbaik dan memenuhi
regulasi yang ada serta waktu penerbangan memungkinkan untuk memenuhi
permintaan pelanggan.
Crew scheduling adalah tahapan terakhir dari perencanaan operasional
maskapai penerbangan. Pada tahap ini, jadwal penerbangan dan penugasan
digunakan untuk menentukan alokasi tugas untuk masing-masing anggota kru
sehingga semua penerbangan dilayani dengan memenuhi standar tenaga kerja,
operasional, dan regulasi pemerintah. Tahap crew scheduling memiliki dua sub
masalah yang saling berhubungan. Kedua masalah tersebut adalah Airline Crew
Pairing Problem (ACPP) dan Airline Crew Rostering Problem (ACRP). ACPP
menentukan jumlah minimum dari anonim kru yang harus melayani semua
penerbangan yang sudah direncanakan dengan mempertimbangkan tenaga kerja,
operasional, dan regulasi pemerintah. Hasil dari ACPP diperlukan pada masalah
ACRP. Pada ACRP, masing-masing anggota kru ditugaskan pada kru anonim
(Barnhart 2003).
Pada Airline Crew Pairing Problem, crew pairing yang fisibel adalah
dimana kota tujuan dari suatu leg sama dengan kota asal dari leg berikutnya.
Selain itu crew pairing harus berawal dan berakhir pada pangkalan kru (crew
base) yang sama. Tujuan dari masalah ini adalah untuk mendapatkan crew pairing
yang dapat memenuhi semua legs dengan biaya yang minimum (Vargas et al
2009).
Crew pairing yang akan dicari harus memperhatikan sejumlah tenaga kerja,
operasional dan regulasi yang ada di perusahaan maupun negara di mana
maskapai tersebut beroperasi. Pada peraturan maskapai penerbangan dan
pemerintah, crew pairing harus memenuhi kondisi sebagai berikut: (1) crew
pairing dimulai dan berakhir tugasnya pada pangkalan kru yang sama, (2) tidak
ada crew pairing yang melebihi flying time, service time, maksimum landing, dan
maksimum duties (Diana et al 2009).
Tugas akhir ini membahas tentang Airline Crew Pairing Problem (masalah
crew pairing maskapai penerbangan) di mana model bersumber dari paper Miguel
A. Vargas dkk yang berjudul “Hybrid Approach to Airline Crew Pairing
Optimization for Small Carries” yang akan diselesaikan menggunakan 0-1 Integer
Programming.

3

DESKRIPSI DAN FORMULASI MASALAH
Deskripsi
Crew pairing adalah urutan penerbangan yang berawal dari suatu pangkalan
kru (crew base) dan berakhir di pangkalan kru yang sama yang akan dilayani oleh
sejumlah kru tanpa memperhatikan nama-nama kru (anonim). Tujuan dari
masalah ini adalah untuk menemukan crew pairing yang melayani semua jadwal
penerbangan dalam rangkaian perjalanan dengan biaya minimum. Jadwal satu
penerbangan yang memuat informasi kota asal, kota tujuan, waktu keberangkatan
dan waktu kedatangan disebut leg. Crew pairing terdiri dari leg-leg yang tersusun
berurut. Dalam masalah ini tidak diperhatikan perbedaan antar personel kru yang
terdiri atas awak kokpit (pilot dan co-pilot) dan awak kabin (flight attendant).
Selain itu semua kru dianggap dapat melayani semua tipe/jenis pesawat.
Dalam suatu crew pairing didefinisikan beberapa istilah berikut:
flying time
: lamanya pelayanan oleh kru di udara pada setiap leg
briefing time : lamanya persiapan kru di bandara sebelum penerbangan pertama
dari crew pairing
debriefing time : lamanya kru menetap di bandara setelah penerbangan terakhir
dari crew pairing
ground time : waktu yang dibutuhkan pesawat untuk mendarat
ditambah dengan waktu yang dibutuhkan kru untuk
meninggalkan pesawat
sit time
: lamanya kru menunggu di bandara untuk melakukan
penerbangan selanjutnya
service time
: durasi total kru melakukan tugas yang berhubungan dengan
pelayanan penerbangan. Service time terdiri
atas flying time, briefing dan debriefing time, ground time serta
sit time
Crew pairing yang dibuat harus berdasarkan peraturan maskapai penerbangan
dan pemerintah tempat maskapai penerbangan tersebut beroperasi. Aturan-aturan
tersebut antara lain:
1 total flying time dalam setiap crew pairing tidak melebihi maksimum total
flying time
2 service time dalam setiap crew pairing tidak melebihi maksimum service time

4
Sebagai ilustrasi, perhatikan network pada gambar berikut

Gambar 1 Network yang merepresentasikan model masalah crew
pairing
Pada network ini, simpul (nodes) {2,3,4…n} adalah simpul yang
merepresentasikan legs sedangkan simpul {1} merepresentasikan pangkalan kru
(crew base) dimana crew pairing dimulai dan berakhir. Panah (arc)
merepresentasikan alur atau urutan leg. Contohnya, arc (1,2) menyatakan leg 2
berawal dari pangkalan, arc (2,5) menyatakan leg 5 dilakukan setelah leg 2, dan
arc (5,1) menyatakan leg 5 berakhir di pangkalan kru. Contoh satu crew pairing,
berawal dari arc (1,2), dilanjutkan arc (2,5) terakhir arc (5,1).
Formulasi Masalah
Masalah crew pairing dapat diformulasikan sebagai suatu ILP. Sebelum
model dikaji secara terperinci, maka perlu ditentukan parameter dan variabel
keputusannya.
Himpunan
N
= himpunan dari node = {1,2,…,n} dengan node 1 merepresentasikan
pangkalan kru
= himpunan node yang merepresentasikan leg penerbangan = N-{1}
A
= himpunan arcs yang merepresentasikan pasangan leg yang mungkin
Indeks
= indeks untuk menyatakan leg
= indeks untuk menyatakan crew pairing
Parameter
= maksimum banyaknya crew pairing
= maksimum service time
= maksimum total flying time
= flying time pada leg i
= ground time di bandara kota tujuan pada leg i,
dengan adalah briefing time
= waktu keberangkatan pada leg i

5
= waktu kedatangan pada leg i
= debriefing time
= sit time antara leg i dan leg j
= konstanta positif yang nilainya relatif besar

M

Variabel keputusan
l

{

berada pada c w a n

Tahap 1
Fungsi Objektif
Fungsi objektif dari Tahap 1 pada masalah ini adalah meminimumkan
jumlah crew pairing untuk memenuhi semua penerbangan.
Minimumkan




Kendala
1. Setiap penerbangan (leg) hanya dapat dilayani oleh satu crew pairing.




2. Crew pairing harus kontinu. Artinya setelah melayani suatu leg pada suatu
crew pairing, kru akan melayani leg berikutnya tanpa mengulangi leg yang
sama.




3. Setiap penerbangan yang berawal dari pangkalan dilayani paling banyak sekali
dalam setiap crew pairing.

4. Crew pairing dimulai dari suatu pangkalan kru dan berakhir di pangkalan kru
yang sama.




6
5. Selisih waktu kedatangan pada leg i dengan waktu mulainya briefing pada
setiap crew pairing tidak boleh melebihi maksimum service time.
∑ (

)

∑ (

)

6. Waktu kedatangan ditambah ground time pada leg i lebih kecil dari waktu
keberangkatan pada leg j.

7. Total flying time dalam setiap crew pairing lebih kecil dari maksimum total
flying time.

8. Semua variabel keputusan bernilai nol atau satu.
,
Tahap 2
Fungsi Objektif
Fungsi objektif pada Tahap 2 adalah untuk meminimumkan jumlah waktu
kru menunggu di bandara untuk melakukan penerbangan selanjutnya (sit time).
Minimumkan
∑ ∑
Kendala
1. Jumlah crew pairing optimal adalah sebanyak


2. Kendala 1-8 pada Tahap 1.



.

7

STUDI KASUS
Dalam permasalahan ini misalkan diberikan jadwal penerbangan suatu
maskapai penerbangan. Maskapai penerbangan ini ingin meminimumkan jumlah
crew pairing agar biaya untuk kru dapat diminimalkan. Perusahaan perlu
membuat jadwal kru agar jumlah crew pairing minimum dan waktu tunggu
diantara dua leg (sit time) juga minimum dengan memenuhi aturan pembatasan
flying time dan service time pada setiap crew pairing. Menurut FAA (The Federal
Aviation Administration), maksimum total flying time untuk kru (terutama pilot)
melayani setiap penerbangan dalam satu hari adalah 8 jam dan maksimum service
time dalam sehari adalah 14 jam. Dengan model 0-1 Integer Programming, akan
ditentukan jumlah minimum crew pairing yang akan melayani semua
penerbangan tersebut. Asumsi yang digunakan dalam karya ilmiah ini ialah
sebagai berikut:
1. Bandara yang menjadi pangkalan kru awal dan pangkalan kru akhir sama.
Dalam kasus ini diasumsikan Cengkareng, Jakarta (CGK) sebagai pangkalan
kru.
2. Satu periode sama dengan 1 hari. Artinya setiap crew pairing berawal dan
berakhir di pangkalan kru dalam hari yang sama.
3. Semua kru dianggap dapat melayani semua jenis pesawat.
4. Semua bandara berada pada wilayah waktu yang sama.
5. Keterlambatan penerbangan pada keberangkatan ataupun kedatangan tidak
dipertimbangkan.
Data jadwal penerbangan yang diberikan merupakan data maskapai
penerbangan Air Asia yang sudah disesuaikan. Data dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jadwal penerbangan Air Asia dalam periode satu hari
No
penerbangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

QZ 7510
QZ 7526
QZ 7520
QZ 7516
QZ 7558
QZ 7556
QZ 7552
QZ 8063
QZ 7680
QZ 7682
QZ 7511
QZ 7523
QZ 7521
QZ 7515
QZ 7517

Tempat
keberangkatankedatangan
CGK-DPS
CGK-DPS
CGK-DPS
CGK-DPS
CGK-JOG
CGK-JOG
CGK-JOG
CGK-KNO
CGK-SUB
CGK-SUB
DPS-CGK
DPS-CGK
DPS-CGK
DPS-CGK
DPS-CGK

Waktu

06:00-07:40
08:45-10:25
09:55-11:35
19:35-21:15
05:20-06:25
05:50-06:55
10:30-11:35
10:40-13:05
07:40-08:55
08:45-10:00
08:20-10.00
11:35-13:15
12:00-13:40
17:20-19:00
21:55-23:35

8
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

QZ 8621
QZ 7557
QZ 7551
QZ 8609
QZ 8098
QZ 7685
QZ 7689
QZ 8620
QZ 7831
QZ 8862

DPS-SUB
JOG-CGK
JOG-CGK
JOG-DPS
KNO-CGK
SUB-CGK
SUB-CGK
SUB-DPS
SUB-UPG
UPG-SUB

13:15-14:05
12:55-14:00
16:05-17:10
10:10-11:20
16:50-19:15
17:10-18:25
20:35-21:50
12:00-12:50
11:55-13:25
14:45-16:15

Berdasarkan permasalahan yang ada, formulasi matematik dari masalah
tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
Himpunan
N
= himpunan dari node = {1,2,3,…,26} dengan node 1 merepresentasikan
pangkalan kru
= himpunan node yang merepresentasikan leg penerbangan = {2,3,…,26}
A
= himpunan arcs yang merepresentasikan pasangan leg yang mungkin
Indeks
= indeks untuk menyatakan leg
= indeks untuk menyatakan crew pairing
Parameter
= maksimum banyaknya crew pairing = 10
= maksimum service time = 14 jam
= maksimum total flying time = 8 jam
= flying time pada leg i
= ground time di bandara kota tujuan pada leg i = 25 menit, dan
adalah briefing time = 25 menit
= waktu keberangkatan pada leg i
= waktu kedatangan pada leg i
= debriefing time = 20 menit
= sit time antara leg i dan leg j
M
= konstanta positif yang nilainya relatif besar
Variabel keputusan
{

l

berada pada c w a n

Tahap 1
Fungsi Objektif
Fungsi objektif dari Tahap 1 pada masalah ini adalah meminimumkan
jumlah crew pairing untuk memenuhi semua penerbangan.

9
Minimumkan
∑∑

Kendala
1. Setiap penerbangan (leg) hanya dapat dilayani oleh satu crew pairing.
∑∑
2. Crew pairing harus kontinu. Artinya setelah melayani suatu leg pada suatu
crew pairing, kru akan melayani leg berikutnya tanpa mengulangi leg yang
sama.




3. Setiap penerbangan yang berawal dari pangkalan dilakukan paling banyak
sekali dalam setiap crew pairing.

4. Crew pairing dimulai dari suatu pangkalan dan berakhir di pangkalan yang
sama.




5. Selisih waktu kedatangan pada leg i dengan waktu mulainya briefing pada
setiap crew pairing tidak boleh melebihi maksimum service time.
∑ (

)

∑ (

)

.

6. Waktu kedatangan ditambah ground time pada leg i lebih kecil dari waktu
keberangkatan pada leg j.

10
7. Total flying time pada setiap crew pairing lebih kecil dari maksimum total
flying time.

8. Semua variabel keputusan bernilai nol atau satu.
,
Tahap 2
Fungsi Objektif
Fungsi objektif pada Tahap 2 adalah untuk meminimumkan jumlah waktu
kru menunggu di bandara untuk melakukan penerbangan selanjutnya (sit time).
Minimumkan
∑ ∑
Kendala
1. Jumlah crew pairing optimal adalah sebanyak

2. Kendala 1-8 pada Tahap 1

.

∑∑

Hasil Studi Kasus
Penyelesaian masalah penentuan crew pairing pada karya ilmiah ini
dilakukan dengan bantuan software LINGO 11.0. Syntax program dan hasil
komputasi dicantumkan pada Lampiran 1 dan 2. Tahap 1 melakukan proses
komputasi selama 13 detik sedangkan tahap 2 selama 32 detik. Tahap 1
memberikan solusi minimum dengan jumlah crew pairing sebanyak 9 dengan
rincian diberikan pada Tabel 2. Sebagai contoh, crew pairing 1 melakukan
penerbangan dengan urutan leg: 1 - 2 - 12 - 8 - 19 - 1.
Crew pairing 1 mengawali tugasnya dengan melayani penerbangan JakartaDenpasar pada pukul 06:00 dan tiba pada pukul 07:40. Tiba di Denpasar, kru
melanjutkan tugasnya melayani penerbangan Denpasar-Jakarta dengan waktu
keberangkatan pukul 08:20 dan tiba pukul 10:00. Setelah kembali ke pangkalan
kru (Jakarta), kru melanjutkan tugasnya dengan melayani penerbangan JakartaYogyakarta, pada pukul 10:30 sampai pukul 11:35. Kru melayani penerbangan
terakhir, yaitu penerbangan Yogyakarta-Jakarta dengan waktu keberangkatan
pada pukul 16:05, dan berakhir pada pukul 17:10.

11
Tabel 2 Crew pairing hasil tahap 1
Crew pairing 1

Crew pairing 2

Crew pairing 3

Crew pairing 4

Crew pairing 5

Crew pairing 6

Crew pairing 7

Crew pairing 8

Crew pairing 9

Leg
No
Kota
Waktu
Leg
No
Kota
Waktu
Leg
No
Kota
Waktu
Leg
No
Kota
Waktu
Leg
No
Kota
Waktu
Leg
No
Kota
Waktu
Leg
No
Kota
Waktu
Leg
No
Kota
Waktu
Leg
No
Kota
Waktu

2
QZ 7510
CGK-DPS
06:00-07:40
3
QZ 7526
CGK-DPS
08:45-10:25
4
QZ 7520
CGK-DPS
09:55-11:35
5
QZ 7516
CGK-DPS
19:35-21:15
6
QZ 7558
CGK-JOG
05:20-06:25
7
QZ 7556
CGK-JOG
05:50-06:55
9
QZ 8063
CGK-KNO
10:40-13:05
10
QZ 7680
CGK-SUB
07:40-08:55
11
QZ 7682
CGK-SUB
08:45-10:00

Solusi
12
8
QZ 7511
QZ 7552
DPS-CGK
CGK-JOG
08:20-10:00 10:30-11:35
13
QZ 7523
DPS-CGK
11:35-13:15
17
22
QZ 8621
QZ 7685
DPS-SUB
SUB-CGK
13:15-14:05 17:10-18:25
16
QZ 7517
DPS-CGK
21:55-23:35
20
14
QZ 8609
QZ 7521
JOG-DPS
DPS-CGK
10:10-11:20 12:00-13:40
18
QZ 7557
JOG-CGK
12:55-14:00
21
QZ 8098
KNO-CGK
16:50-19:15
24
15
QZ 8620
QZ 7515
SUB-DPS
DPS-CGK
12:00-12:50 17:20-19:00
25
26
QZ 7831
QZ 8862
SUB-UPG
UPG-SUB
11:55-13:25 14:45-16:15

19
QZ 7551
JOG-CGK
16:05-17:10

23
QZ 7689
SUB-CGK
20:35-21:50

Pada tahap 2, model ditujukan untuk mendapatkan crew pairing dengan
total sit time minimum yaitu 2075 menit dengan rincian crew pairing terdapat
pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan crew pairing yang didapatkan memiliki total
sit time sama seperti pada tahap 1 namun crew pairing yang didapatkan berbeda.
Crew pairing yang berbeda antara lain crew pairing 3, 5, dan 6. Sebagai contoh,
crew pairing 3 pada tahap 2 memenuhi penerbangan dengan urutan leg: 1 - 4 - 14
- 1 sedangkan pada tahap 1, crew pairing 3 memenuhi penerbangan dengan urutan
leg: 1 - 4 - 17 - 22 - 1.

12
Tabel 3 Crew pairing hasil tahap 2
Crew pairing 1

Crew pairing 2

Crew pairing 3

Crew pairing 4

Crew pairing 5

Crew pairing 6

Crew pairing 7

Crew pairing 8

Crew pairing 9

Leg
No
Kota
Waktu
Leg
No
Kota
Waktu
Leg
No
Kota
Waktu
Leg
No
Kota
Waktu
Leg
No
Kota
Waktu
Leg
No
Kota
Waktu
Leg
No
Kota
Waktu
Leg
No
Kota
Waktu
Leg
No
Kota
Waktu

2
QZ 7510
CGK-DPS
06:00-07:40
3
QZ 7526
CGK-DPS
08:45-10:25
4
QZ 7520
CGK-DPS
09:55-11:35
5
QZ 7516
CGK-DPS
19:35-21:15
6
QZ 7558
CGK-JOG
05:20-06:25
7
QZ 7556
CGK-JOG
05:50-06:55
9
QZ 8063
CGK-KNO
10:40-13:05
10
QZ 7680
CGK-SUB
07:40-08:55
11
QZ 7682
CGK-SUB
08:45-10:00

Solusi
12
8
QZ 7511
QZ 7552
DPS-CGK
CGK-JOG
08:20-10:00 10:30-11:35
13
QZ 7523
DPS-CGK
11:35-13:15
14
QZ 7521
DPS-CGK
12:00-13:40
16
QZ 7517
DPS-CGK
21:55-23:35
18
QZ 7557
JOG-CGK
12:55-14:00
20
17
QZ 8609
QZ 8621
JOG-DPS
DPS-SUB
10:10-11:20 13:15-14:05
21
QZ 8098
KNO-CGK
16:50-19:15
24
15
QZ 8620
QZ 7515
SUB-DPS
DPS-CGK
12:00-12:50 17:20-19:00
25
26
QZ 7831
QZ 8862
SUB-UPG
UPG-SUB
11:55-13:25 14:45-16:15

19
QZ 7551
JOG-CGK
16:05-17:10

22
QZ 7685
SUB-CGK
17:10-18:25

23
QZ 7689
SUB-CGK
20:35-21:50

Crew pairing yang dihasilkan dari proses komputasi memberikan gambaran
waktu pelayanan oleh kru untuk setiap crew pairing. Hal tersebut dapat dilihat
pada Gambar 2. Crew pairing 1 pada Gambar 2 menunjukkan kru memulai
tugasnya dengan mengikuti briefing di pangkalan kru selama 25 menit. Kru mulai
melayani leg 2 selama 100 menit saat pesawat di udara. Setelah mendarat kru
perlu waktu untuk meninggalkan pesawat (ground time ) yaitu selama 25 menit.
Kemudian setelah menunggu selama 15 menit, kru melayani leg 12 selama 100
menit dan 25 menit untuk meninggalkan pesawat. Kru menunggu selama 5 menit
sebelum melayani leg 8. Kru melayani leg 8 selama 65 menit ditambah waktu
ground 25 menit. Setelah menunggu selama 245 menit, kru melayani leg terakhir
yaitu leg 19 selama 65 menit. Di pangkalan kru, kru mengakhiri tugasnya di hari
tersebut dengan mengikuti debriefing selama 20 menit. Dengan demikian, service

13
time crew pairing 1 adalah 715 menit. Gambar 2 juga menunjukkan bahwa service
time setiap crew pairing dari hasil komputasi, tidak melebihi maksimum service
time yaitu selama 14 jam (840 menit).

Gambar 2 Time windows setiap crew pairing

14

Keterangan:
i

: flying time pada leg i
: sit time
: waktu briefing dan debriefing
: waktu ground

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Masalah penentuan crew pairing maskapai penerbangan dapat dimodelkan
dengan 0-1 Integer Programming. Masalah ini bertujuan meminimumkan jumlah
crew pairing dan meminimumkan waktu tunggu total diantara dua penerbangan
(sit time) dengan memenuhi kendala yang ada. Studi kasus pada maskapai
penerbangan Air Asia mendapatkan 9 crew pairing yang optimal untuk memenuhi
jadwal penerbangan yang ada.

Saran
Pada karya tulis ini, asumsi yang digunakan mengenai periode crew
pairing adalah selama satu hari. Agar lebih mendekati kenyataan sebaiknya untuk
penelitian selanjutnya digunakan periode selama tujuh hari.

15

DAFTAR PUSTAKA
Barnhart C, Cohn AM, Johnson EL, Klabjan D, Nemhauser GL, Vance PH. 2003.
Airline Crew Scheduling. Di dalam R. Hall, editor. Handbook of
Transportation Science. Kluwer Academic Publishers, pp.517-560.
Bazargan M. 2010. Airline Operations and Scheduling ed ke-2. Surrey (UK):
Ashgate Publishing Limited.
Florez DC, Jose LW, Miguel AV, Andres LM, Nubia V. 2009. A Mathematical
Programming Approach to Airline Crew Pairing Optimization. Tersedia pada:
http://www.agifors.org/award/submissions2009/DianaFlorez_ paper.pdf
Vargas MA, Jose LW, Andres LM, Nubia V. 2009. Hybrid Approach to Airline
Crew Pairing Optimization for Small Carries. Di dalam: Miguel A, Jose LW,
Andres L, Nubia V, editor. IIE Annual Conference Proceedings of the 2009
Industrial Engineering Research Conference [Internet].[Waktu dan tempat
pertemuan tidak diketahui]. Norcross (US): Institute of Industrial EngineersPublisher.hlm
1-7;
[diunduh
2013
Feb
7].
Tersedia
pada:
http://search.proquest.com/docview/192459457/fulltextPDF/129F7BA16C4A4
F82PQ/1?accountid=32819

16
Lampiran 1
Syntax dan hasil komputasi program LINGO 11.0 untuk masalah penentuan
crew pairing pada Tahap 1
!MODEL CREW PAIRING;
model:
sets:
pairing/1..10/;
leg:Tf,Tg,Ta,Td;
links1(leg,leg,pairing): X;
endsets
data:
Tsd=840;
Tdb=20;
Fmax=480;
M=1000000;
leg,Tf,Ta,Td=@OLE('D:\anne\skripsi\lingo\FIX\DATACP2.xlsx');
enddata
!FUNGSI OBJEKTIF;
min= @sum(links1(i,j,k)|i#EQ#1:X(i,j,k));
@for(leg(i)|i#NE#1:Tg(i)=25);
Tg(1)=25;
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#11:X(1,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#LT#12:X(2,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#17:X(2,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#LT#12:X(3,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#17:X(3,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#LT#12:X(4,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#17:X(4,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#LT#12:X(5,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#17:X(5,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#LT#18:X(6,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#20:X(6,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#LT#18:X(7,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#20:X(7,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#LT#18:X(8,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#20:X(8,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#LT#21:X(9,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#21:X(9,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#LT#22:X(10,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#25:X(10,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#LT#22:X(11,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#25:X(11,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#11:X(12,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#11:X(13,j,k)=0));

17
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#11:X(14,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#11:X(15,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#11:X(16,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#LT#22:X(17,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#25:X(17,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#11:X(18,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#11:X(19,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#LT#12:X(20,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#17:X(20,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#11:X(21,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#11:X(22,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#11:X(23,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#LT#12:X(24,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#17:X(24,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#LT#26:X(25,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#LT#22:X(26,j,k)=0));
@for(pairing(k):@for(leg(j)|j#GT#25:X(26,j,k)=0));
!KENDALA 1
!SETIAP PENERBANGAN (LEG) DAPAT DILAYANI OLEH HANYA SATU
CREW PAIRING;
@for(leg(i)|i#NE#1:@sum(pairing(k):@sum(leg(j)|j#NE#i:X(i,j,k)))=1);
!KENDALA 2;
!CREW PAIRING DIMULAI DARI PANGKALAN KRU DILANJUTKAN
MELALUI LEG YANG FISIBEL DAN BERAKHIR DI PANGKALAN KRU
YANG SAMA;
@for(pairing(k):@for(leg(i):@sum(leg(j)|j#NE#i:X(i,j,k))@sum(leg(j)|j#NE#i:X(j,i,k))=0));
!KENDALA 3;
!MASING-MASING PENERBANGAN YANG BERAWAL DARI
PANGKALAN DILAKUKAN PALING BANYAK SEKALI DALAM SETIAP
CREW PAIRING;
@for(pairing(k):@sum(leg(j)|j#NE#1:X(1,j,k))