Simulasi Dinamika Aliran Sungai Ciliwung Hulu Berdasarkan Prinsip Active-Walker

SIMULASI DINAMIKA ALIRAN SUNGAI CILIWUNG HULU
BERDASARKAN PRINSIP ACTIVE - WALKER

DYO DWI PRAYUDA

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Simulasi Dinamika
Aliran Sungai Ciliwung Hulu berdasarkan Prinsip Active-Walker” adalah benar
karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir Skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Dyo Dwi Prayuda
NIM G74100001

ABSTRAK
DYO DWI PRAYUDA. Simulasi Dinamika Aliran Sungai Ciliwung Hulu
Berdasarkan Prinsip Active-Walker. Dibimbing oleh HUSIN ALATAS dan
HIDAYAT PAWITAN.
Active Walker (AW) merupakan salah satu pemodelan berbasis agen di mana
walker sebagai agen dapat mengubah lingkungannya ketika ia berjalan, dan
langkah selanjutnya dipengaruhi oleh lingkungan yang berubah tersebut. Pada
penelitian ini dimodelkan dinamika aliran sungai Ciliwung Hulu berdasarkan
prinsip active walker tersebut. Pemodelan ini menggunakan data DEM SRTM
yang memiliki resolusi spasial 90 m x 90 m dan 15 m x 15 m. Data tersebut diolah
dengan menggunakan software ArcGIS 9.3 untuk melihat data elevasi dari setiap
titik-titik sungai. Data elevasi ini digunakan sebagai lanskap dalam pemodelan
hulu sungai Ciliwung berdasarkan prinsip active walker. Pemodelan ini juga
menggunakan data aliran, lebar dan kedalaman sungai yang didapat dari hasil
survei lapang. Dari penelitian ini, didapat kesimpulan bahwa sungai Gunung Mas

memiliki pengaruh terhadap kelajuan akhir di Bendungan Katulampa
dibandingkan sungai Katulampa. Simulasi ini memiliki karakteristik aliran sungai
yang hampir sama dengan keadaan DAS Ciliwung Hulu sehingga prinsip AW
dapat digunakan untuk pemodelan sungai Ciliwung Hulu.
Kata Kunci : Active Walker, DAS Ciliwung Hulu, Aliran sungai

ABSTRACT
DYO DWI PRAYUDA. Dynamics Simulation of Ciliwung River Upstream Based
on Active-Walker Principle. Supervised by HUSIN ALATAS dan HIDAYAT
PAWITAN.
Active Walker ( AW ) is agent based modeling where walker as an agent
change its environment when it runs , and the next step is influenced by the
changing environment. In this study, modeled the dynamics of the Ciliwung River
upstream based on active walker principle. This model use DEM SRTM data that
has a spatial resolution of 90 m x 90 m and 15 m x 15 m. The data were processed
using ArcGIS 9.3 software to view elevation data points of each river. The
elevation data are used as landscape in Ciliwung river upstream model based on
active walker principle. This model also uses a data of flow, width and depth of
the river were obtained from field survey. From this research, we concluded that
river of Gunung Mas has influence on the end speed of Katulampa’s dam than

river of Katulampa. This simulation has similar characteristics of river flow with
state of Upper Ciliwung so the AW principle can be used for modeling the
Ciliwung river upstream .
Keywords: Active Walker, Ciliwung River Upstream, River flow

SIMULASI DINAMIKA ALIRAN SUNGAI CILIWUNG HULU
BERDASARKAN PRINSIP ACTIVE - WALKER

DYO DWI PRAYUDA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Fisika

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi : Simulasi Dinamika Aliran Sungai Ciliwung Hulu Berdasarkan
Prinsip Active-Walker
Nama
: Dyo Dwi Prayuda
NIM
: G74100001

Disetujui oleh

Dr. Husin Alatas
Pembimbing I

Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si

Ketua Departemen Fisika

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Dan tak lupa pula shalawat beriring salam kepada junjungan alam
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliah ke zaman yang
penuh ilmu seperti saat ini.
Skripsi ini penulis buat sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Sains pada Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini membahas tentang “Simulasi Dinamika
Aliran Sungai Ciliwung Hulu Berdasarkan Prinsip Active-Walker.”
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada orang tua penulis dan temanteman yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan tugas ini. Dan kepada
pembimbing yang telah memberikan kepercayaan dan menyempatkan waktu
kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.
Semoga dengan dibuatnya skripsi ini pembaca dapat mengambil
manfaatnya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.


Bogor, Februari 2014
Dyo Dwi Prayuda

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Prinsip Active-Walker

2

Jaringan Sungai DAS Ciliwung Hulu

3


METODE

3

Waktu dan Tempat Penelitian

3

Alat dan Bahan

3

Prosedur Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Simulasi dinamika aliran sungai Ciliwung Hulu
Perbandingan data survei dengan simulasi
SIMPULAN DAN SARAN


7
7
11
11

Simpulan

11

Saran

12

DAFTAR PUSTAKA

12

LAMPIRAN


13

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR TABEL
1 Data survei lapang masing-masing sungai di Ciliwung Hulu
2 Variasi kelajuan aliran pada tiap sungai
3 Variasi kelajuan aliran pada tiap sungai (asumsi terjadinya hujan pada
sungai Katulampa)
4 Variasi kelajuan aliran dengan pertambahan pada sungai Citeko

8
8
9
10

DAFTAR GAMBAR
1

2
3
4
5
6

Aliran air pada sungai
Aliran air pada percabangan sungai
Pola Aliran Sungai Ciliwung Hulu
Pembagian daerah stasiun cuaca di DAS Ciliwung Hulu
Hasil simulasi dengan variasi kelajuan tiap sungai
Hasil simulasi dengan variasi kelajuan tiap sungai (asumsi terjadinya
hujan pada sungai Katulampa)
7 Hasil simulasi dengan pertambahan kelajuan awal pada tiap sungai
8 Penggalan-area daerah aliran sungai Ciliwung Hulu

4
5
7
7
8
9
10
11

DAFTAR LAMPIRAN
1 Program untuk simulasi formasi dan dinamika sungai Ciliwung Hulu

13

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bagi masyarakat dan sebagian besar dari ilmuwan, sains biasanya dilihat
sebagai sebuah algoritma untuk memprediksi dengan presisi tak terbatas secara
teoritis. Misalnya memprediksi masa depan suatu obyek alami berdasarkan
keadaannya pada saat ini. Isaac Newton (1643-1727), peletak dasar-dasar ilmu
fisika, menunjukkan lebih dari tiga abad yang lalu bahwa dengan menggunakan
beberapa konsep teoritis, seperti hukum gravitasi universal, seseorang dapat
menghasilkan penjelasan untuk menafsirkan esensi dari gerak benda-benda luar
angkasa. Hal ini dapat memprediksi secara akurat seperti terjadinya gerhana
matahari atau bulan di masa yang akan datang. Sejak saat itu, pemikiran ilmiah
didominasi oleh paradigma Newtonian. Alam semesta dapat dikualifikasikan
sebagai persoalan yang sederhana4.
Selama tiga abad, paradigma Newtonian ini mencapai keberhasilan dalam
mengeksplorasi hal kecil seperti komposisi atom, nuklir dan subnuklir sampai hal
yang besar contohnya kosmologi. Di sisi yang lain, peristiwa sehari-hari pada
dasarnya berkaitan antara fenomena yang melibatkan benda-benda yang dibentuk
oleh interaksi subunit dan berlangsung pada skala makroskopik, ruang dan waktu.
Dalam hal ini sangat mungkin memprediksi gerhana matahari atau bulan di masa
datang, tetapi tidak mampu memprediksi cuaca di kawasan tersebut. Ini
merupakan sesuatu yang menjadi daya tarik bahwa paradigma Newtonian
memberikan pemikiran ilmiah yang menimbulkan gagasan mengenai
kompleksitas atau dapat disebut sebagai sistem kompleks. Kompleksitas bukan
sebuah metafora belaka atau cara yang baik untuk menempatkan hal-hal menarik
tertentu, Hal ini merupakan fenomena yang berakar ke dalam hukum alam, di
mana sistem yang melibatkan sejumlah besar berinteraksi subsistem di manamana4.
Ketidakseimbangan sistem adalah salah satu adanya perubahan energi atau
suatu materi yang terjadi antara sistem tersebut dengan lingkungannya.
Ketidakseimbangan sistem terdiri dari komponen-komponen sederhana dalam
jumlah besar seperti molekul-molekul, sel-sel, atau manusia-manusia. Dalam
beberapa kasus, semua komponen-komponen tersebut identik satu dengan yang
lainnya. Dalam kasus lainnya, mungkin ada salah satu komponen yang lebih baik
dari komponen-komponen yang lainnya. Ciri-ciri umum dari komponen
konstituen dalam sistem ketidakseimbangan adalah bahwa di bawah kondisi yang
sesuai, mereka dapat berinteraksi dan mengatur diri untuk memberikan perilaku
kolektif kepada sistem atau keadaan yang tidak ditentukan dari pusat perintah
perilaku yang muncul. Misalnya, ketika gradien suhu melebihi nilai kritis,
serangkaian gulungan konveksi muncul dalam sel Rayleigh-Benard. Dalam proses
mencari dan mengumpulkan makanan, semut mengorganisir diri untuk
membentuk jalan antara sarang dan sumber makanan tanpa komando pusat dari
ratu semut. Proses mengorganisir diri ini dapat dijelaskan oleh prinsip Active
Walker4.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan membuat suatu model dinamika aliran dari hulu
sungai Ciliwung berdasarkan prinsip Active-Walker. Dari simulasi dapat
mengetahui besarnya kelajuan aliran sungai pada bendungan Katulampa.

TINJAUAN PUSTAKA
Prinsip Active Walker
Active Walker (AW) adalah salah satu pemodelan berbasis agen di mana
walker sebagai agen dapat mengubah lingkungannya ketika ia berjalan, dan
langkah selanjutnya dipengaruhi oleh lingkungan yang berubah tersebut. Dalam
bentuk yang paling sederhana, perubahan lanskap oleh walker tetap sama pada
setiap langkah. Secara umum, perubahan lansekap oleh walker dan/atau
lingkungan itu sendiri mungkin tergantung waktu. Kemunculan “Active Walker”
dapat dilihat dari tiga perspektif yang berbeda:5
1. AW sebagai prinsip mengorganisasi diri
Berbagai macam struktur dan pola diamati di alam dapat
diklasifikasikan ke dalam sejumlah kecil kategori, banyak dalam kategori
yang sama mirip satu sama lain. Untuk menghasilkan secara efisien,
adalah wajar untuk mengasumsikan bahwa alam akan mengadopsi
beberapa prinsip pengorganisasian sederhana. Dua kasus yang ekstrim
adalah "Prinsip Keteraturan" dan "Prinsip Ketakteraturan," misalnya pada
kristal dan gas. Sebuah skema yang lebih menarik adalah "Prinsip SelfSimilarity," sehingga menimbulkan fraktal. Namun, tidak setiap struktur
dalam alam adalah fraktal, harus ada setidaknya satu lagi skema, dan itu
adalah "Prinsip Active Walker". Dengan meninggalkan aturan perubahan
lansekap dan aturan melangkah dari walker (yang akan ditentukan sesuai
dengan fenomena tertentu dalam pemodelan), skema AW sangat sederhana
dan fleksibel, dan oleh karena itu sangat kuat. Tergantung pada aturan
yang diadopsi, AW bisa menimbulkan struktur fraktal maupun nonfraktal.5
2. AW membuat kondisi yang baru pada setiap langkahnya
Pergerakan partikel walker disebut “walk”. Penggunaan walker
dalam pemodelan fisika, sistem biologi dan bahkan sistem sosial
merupakan sejarah yang sangat panjang. Sebelum tahun 1992, pemodelanpemodelan tersebut menggunakan yang dikenal dengan nama Passive
Walker (PW). Dalam PW, walker tidak mengubah apa pun dalam
lingkungannya. Contoh paling sederhana adalah random walk. Pertama
kali digunakan oleh Bachelier untuk menggambarkan pilihan spekulatif
pada pasar. Sebaliknya, sebuah AW dapat mengubah lingkungannya dan
bereaksi terhadap perubahan lingkungan tersebut, AW jelas jauh lebih
umum dan berbeda dengan jenis walker yang lainnya5.

3
3. AW digunakan sebagai agen simulasi
Baru-baru ini, simulasi berbasis agen merupakan pendekatan yang
banyak digunakan dalam pemodelan sistem yang kompleks, khususnya
dalam sistem biologi, ekologi dan sosial. Para agen mungkin atau tidak
menjadi sangat cerdas, tetapi mereka selalu harus melakukan beberapa
tugas seperti penginderaan dan pengukuran lingkungan, melakukan
beberapa perhitungan, dan mengubah lokasi mereka dan keadaan internal.
Dengan definisi ini, partikel-partikel yang digunakan dalam simulasi
cairan Monte Carlo juga agen, partikel tersebut harus menjaga momentum
dan energinya sendiri, menghitung hukum kekekalan momentum dan
energi, dan mengubah arah pergerakan yang sesuai. Dalam hal ini, semua
simulasi (mulai dari satu tingkat ke bawah) adalah berbasis agen5.
Jaringan Sungai pada DAS Ciliwung Hulu
Jaringan sungai dapat mempengaruhi besarnya debit aliran sungai yang
dialirkan oleh anak-anak sungainya. Parameter ini dapat diukur secara kuantitatif
dari nisbah percabangan yaitu perbandingan antara jumlah alur sungai orde
tertentu dengan orde sungai satu tingkat di atasnya. Nilai ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi nisbah percabangan berarti sungai tersebut memiliki banyak anakanak sungai dan fluktuasi debit yang terjadi juga semakin besar9.
Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam urutannya
terhadap induk sungai pada suatu DAS. Semakin banyak jumlah orde sungai,
semakin luas dan semakin panjang pula alur sungainya. Orde sungai dapat
ditetapkan dengan metode Strahler. Berdasarkan metode Strahler, alur sungai
paling hulu yang tidak mempunyai cabang disebut dengan orde pertama (orde 1),
pertemuan antara orde pertama disebut orde kedua (orde 2), demikian seterusnya
sampai pada sungai utama9.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai bulan Desember
2013. Tempat penelitian dilakukan di laboratorium Fisika Teori dan Komputasi,
Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor (IPB) dan DAS hulu sungai Ciliwung.
Alat dan Bahan
Pada penelitian kali ini alat-alat yang digunakan berupa alat tulis
(kertas/buku tulis, pena, pensil), GPS Montana 650, Laser Range Finder, software
MATLAB R2010a, ArcGIS 9.3, Global Mapper dan laptop/komputer. Bahanbahan yang digunakan ialah peta DEM (Digital Elevation Number) dengan
resolusi spasial 90 m x 90 m dan 15 m x 15 m yang berasal dari SRTM (Shuttle
Radar Thopography Mission) yang didapatkan dari situs www.usgs.gov.

4
Prosedur Analisis Data
Prinsip Active-Walker
Active walker (AW) adalah salah satu pemodelan berbasis agen di mana
walker sebagai agen dapat mengubah lingkungannya ketika ia berjalan, dan
langkah selanjutnya dipengaruhi oleh lingkungan yang berubah tersebut.
Dinamika aliran sungai berdasarkan prinsip AW ditentukan oleh tiga aturan:
1. Aliran air didefinisikan sebagai agen dengan kecepatan aliran, lebar dan
kedalaman sungai sebagai komponen-komponennya
2. Air mengalir menuju tempat yang lebih rendah
3. Pertemuan dua agen dari cabang sungai yang berbeda ditentukan dengan
hukum kekekalan massa-momentum
Hukum kekekalan Energi Mekanik
Air sungai mengalir dari daerah yang tinggi menuju daerah yang lebih
rendah berdasarkan hukum kekekalan energi dengan kelajuan aliran sebagai
berikut:

Gambar 1 Aliran air pada sungai
Hukum kekekalan energi mekanik

g

(1.1)
(1.2)
(1.3)

g

(1.4)

dengan:
= kelajuan aliran sungai pada waktu ke t (m/s)
= kelajuan aliran sungai awal (m/s)
g = konstanta gravitasi terkoreksi (m/s2)
Δh = perbedaan ketinggian sungai (m)

5
Hukum Kekekalan Massa-Momentum
Pada percabangan sungai terjadi tumbukan antara aliran air. Diasumsikan
tumbukan ini terjadi secara inelastis. Aliran air pada percabangan sungai
memenuhi hukum kekekalan massa-momentum sebagai berikut :

Gambar 2 Aliran air pada percabangan sungai
Hukum kekekalan momentum
(2)
Hukum kekekalan massa
(3)
, persamaan (5) menjadi:

dengan

(4)
masing-masing suku dibagi dengan perubahan waktu
(5.1)
(5.2)
Dari persamaan (4) dan (7b)
(6.1)
(6.2)
(6.3)
Dengan

dan

persamaan (8c) menjadi :

g

g
g

dengan :
= kedalaman sungai (m)
= lebar sungai (m)
= kelajuan aliran sungai (m/s)
g = konstanta gravitasi terkoreksi (m/s2)
g = 9 x 10-5 m/s2
= perbedaan ketinggian sungai (m)
= sudut antara dan

(7)

6
Perubahan Bentuk Sungai
Pada percabangan sungai, energi total sungai yang bertumbukan lebih besar
daripada energi pada sungai hasil tumbukan. Selisih dari energi ini digunakan
untuk menggerus sungai. Penggerusan sungai menyebabkan perubahan bentuk
pada sungai. Penggerusan ini terjadi pada lebar dan kedalaman sungai.
Penggerusan pada lebar dan kedalaman sungai diasumsikan terjadi secara
eksponensial.
Penggerusan pada lebar sungai:
;

(8.1)

;

>

(8.2)

dengan:
= lebar sungai pada waktu ke t (m)
= lebar sungai awal (m)
α = konstanta penggerusan lebar sungai
α = 0.62821 x 10-2
Penggerusan pada kedalaman sungai:
;
;

(9.1)
>

(9.2)

dengan:
= kedalaman sungai pada waktu ke t (m)
= kedalaman sungai awal (m)
β = konstanta penggerusan kedalaman sungai
β = 0.55 x 10-2
Pengolahan Data DEM SRTM
Data DEM SRTM digunakan untuk menentukan orde sungai berdasarkan
metode Strahler. Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam
urutannya terhadap induk sungai pada suatu DAS (Daerah Aliran Sungai). Dari
data ini juga didapat data ketinggian tiap grid dari DAS hulu sungai Ciliwung.
Data ketinggian ini digunakan sebagai lanskap untuk aliran air.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Simulasi dinamika aliran sungai Ciliwung Hulu
Bagian hulu DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung meliputi sebagian besar
wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. DAS Ciliwung Hulu seluas 14.860 ha
secara geografis terletak pada 106º 49º 40” – 07º 00’ 5” BT dan 6 º 38’ 5“ LS
– 6º 46’ 05” LS. Berdasarkan data DEM SRTM 90 m x 90 m, sungai Ciliwung
Hulu terbagi menjadi empat orde sungai yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Pola Aliran Sungai Ciliwung Hulu
Pada simulasi dinamika aliran sungai Ciliwung Hulu ini didefinisikan
sebanyak 126 sumber air (titik awal air mengalir) yang terdapat pada DAS
Ciliwung Hulu. Sumber-sumber air ini dikelompokkan menjadi lima bagian
berdasarkan stasiun cuaca di DAS Ciliwung Hulu yaitu Katulampa, Ciliwung
Hulu, Citeko, Gunung Mas, dan Pasir Muncang. Pembagian daerah aliran sungai
dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Pembagian daerah stasiun cuaca di DAS Ciliwung Hulu

8
Dari penelitian ini akan dilihat besarnya kelajuan aliran sungai pada
keluaran DAS yang merupakan bendungan Katulampa. Kedalaman, lebar dan
kelajuan aliran sungai masing-masing daerah berdasarkan survei lapang dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1 Data survei lapang masing-masing sungai di Ciliwung Hulu
Stasiun cuaca
Katulampa
Ciliwung Hulu
Citeko
Gunung Mas
Pasir Muncang

Kelajuan aliran (m/s)
0.527
0.429
0.342
0.94
0.437

Lebar sungai (m) Kedalaman sungai (m)
1.55
0.3
3.12
0.1
4.85
0.2
2.77
0.4
1.81
0.3

Berdasarkan data tersebut, pada bendungan Katulampa dalam simulasi ini
menghasilkan kelajuan aliran sebesar 0.94 m/s, kedalaman sungai 0.4248 m dan
lebar sungai sebesar 70 m. Untuk mempelajari dinamika aliran sungai Ciliwung
Hulu divariasikan kelajuan aliran pada masing-masing sungai seperti yang tertera
pada tabel berikut:
Tabel 2 Variasi kelajuan aliran sungai pada tiap sungai
Kelajuan
awal (m/s)

Citeko (I)

Ciliwung
Hulu (II)

0 – 0.342
0.342
0.342
0.342
0.342

0.429
0.342 – 0.429
0.429
0.429
0.429

Pasir
Muncang
(III)
0.437
0.437
0.429 – 0.437
0.437
0.437

Katulampa
(IV)
0.527
0.527
0.527
0.437 – 0.527
0.527

Gunung
Mas (V)
0.94
0.94
0.94
0.94
0.527 – 14

Dari variasi tersebut didapat hasil simulasi yang terlihat pada grafik. Pada
sungai pertama dapat dilihat dengan perubahan kelajuan yang konstan maka
kelajuan di bendungan Katulampa mengalami perubahan secara eksponensial.
Sedangkan pada sungai kedua sampai keempat, perubahan kelajuan aliran sungai
pada keluaran DAS terlihat konstan. Pada sungai kelima kelajuan awal ditambah
hingga mencapai 14 m/s untuk melihat perubahan kelajuan yang terjadi di
bendungan Katulampa. Semakin besar kelajuan awal pada sungai kelima maka
kelajuan aliran di bendungan Katulampa semakin besar. Perubahan yang terjadi
pada sungai kelima ialah secara eksponensial.
Kelajuan akhir (m/s)

0.948
0.946

Daerah I

0.944

Daerah II

0.942
0.94

Daerah III

0.938

Daerah IV

0.936

Daerah V

0.934
0

5
10
Kelajuan Awal (m/s)

15

Grafik 1 Hasil simulasi dengan variasi kelajuan tiap sungai

9
Pada simulasi ini juga diasumsikan terjadinya hujan pada sungai tertentu
sehingga kelajuan aliran sungai tersebut meningkat. Sungai yang dijadikan sampel
ialah sungai Katulampa. Pada sungai ini diasumsikan kelajuan aliran sungai
meningkat menjadi 1.527 m/s. Kelajuan aliran pada setiap sungai dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 3 Variasi kelajuan aliran sungai pada tiap sungai (asumsi terjadinya hujan
pada sungai Katulampa)
Kelajuan
awal (m/s)

Citeko (I)
0 – 0.342
0.342
0.342
0.342
0.342

Ciliwung
Hulu (II)
0.429
0.342 – 0.429
0.429
0.429
0.429

Pasir
Muncang
(III)
0.437
0.437
0.429 – 0.437
0.437
0.437

Gunung Mas Katulampa
(IV)
(V)
0.94
0.94
0.94
0.437 – 0.94
0.94

1.527
1.527
1.527
1.527
0.94 – 14

Hasil dari simulasi tersebut dapat dilihat pada Grafik 2. Dari Grafik 2, dapat
dilihat perubahan kelajuan aliran pada keluaran DAS menunjukkan hasil yang
hampir sama dengan grafik 1. Perubahan secara eksponensial terjadi pada sungai
pertama. Sedangkan perubahan konstan terjadi pada sungai kedua sampai keempat.
Selain itu, kelajuan awal pada sungai kelima juga ditambah hingga 14 m/s.
Kelajuan akhir di bendungan Katulampa terlihat konstan dengan penambahan
tersebut. Dari kedua sungai tersebut dapat diketahui bahwa penambahan kelajuan
awal pada sungai Katulampa tidak mempunyai pengaruh besar terhadap kelajuan
di bendungan Katulampa. Sedangkan pada sungai Gunung Mas perubahan
kelajuan awal akan mempengaruhi kelajuan pada bendungan Katulampa.
Berdasarkan simulasi ini dilihat bahwa kelajuan aliran air di bendungan
Katulampa menghasilkan respon yang berbeda dengan pertambahan kelajuan
aliran air pada tiap aliran sungai.

Kelajuan Akhir (m/s)

0.929
0.928
0.927

Daerah I

0.926

Daerah II

0.925

Daerah III

0.924

Daerah IV

0.923

Daerah V

0.922
0

5

10

15

Kelajuan Awal (m/s)

Grafik 2 Hasil simulasi dengan variasi kelajuan tiap sungai (asumsi terjadinya
hujan pada sungai Katulampa)
Dalam simulasi juga dilihat perubahan kelajuan aliran pada bendungan
Katulampa dengan pertambahan kelajuan aliran pada setiap sungai. Pertambahan

10
kelajuan aliran sebesar 0.1, 0.2, dan 0.3 m/s. Dari pertambahan ini, divariasikan
kelajuan pada sungai pertama (Citeko). Kelajuan aliran yang telah ditambah,
kemudian divariasikan menjadi lima kelajuan awal. Variasi kelajuan awal tersebut
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Variasi kelajuan aliran dengan pertambahan pada sungai Citeko
Kelajuan awal (m/s)

v0 (m/s)
0
0.085
0.171
0.256
0.342

v0 + 0.1 (m/s)
0
0.11
0.221
0.331
0.442

v0 + 0.2 (m/s)
0
0.135
0.271
0.406
0.542

v0 + 0.3 (m/s)
0
0.16
0.321
0.481
0.642

Keterangan: v0 = 0.342 m/s
Hasil simulasi merupakan kelajuan akhir pada bendungan Katulampa
berdasarkan variasi kelajuan awal. Kelajuan akhir tiap pertambahan diselisihkan
dengan kelajuan akhir tanpa pertambahan kelajuan. Pembagian variasi kelajuan
awal pada grafik dapat dijelaskan menurut rumus berikut :
dengan :
= variasi kelajuan awal

Selisih Kelajuan akhir (m/s)

Hasil simulasi ini dapat dilihat pada Grafik 3. Dengan pertambahan kelajuan awal
secara konstan pada setiap sungai dihasilkan kelajuan aliran di Bendungan
Katulampa yang berbeda tiap pertambahan.
0.045
0.04
0.035
0.03
0.025
0.02
0.015
0.01
0.005
0

Pertambahan
0.1 m/s - v0
Pertambahan
0.2 m/s - v0
Pertambahan
0.3 m/s - v0
0

1

2

3

4

5

6

Pembagian variasi kelajuan awal

Grafik 3 Hasil simulasi dengan pertambahan kelajuan awal pada tiap sungai

11
Perbandingan data survei dengan simulasi

Gambar 5 Penggalan-area daerah aliran sungai Ciliwung Hulu
Untuk membandingkan hasil simulasi kelajuan aliran pada DAS Ciliwung
Hulu dengan data survei lapang, diambil salah satu penggalan-area pada DAS
Ciliwung. Titik A, B dan C merupakan kelajuan awal pada simulasi, sedangkan
titik D merupakan titik yang akan dilihat besar kelajuan alirannya dari simulasi.
Dari data survei lapang, kelajuan aliran air pada titik A sebesar 0.342 m/s dan
pada titik D sebesar 0.9 m/s. Untuk titik B dan C, diasumsikan memiliki kelajuan
aliran yang sama dengan titik A. Asumsi ini berdasarkan persamaan karakteristik
lansekap pada daerah tersebut. Dari hasil simulasi didapatkan kelajuan aliran pada
titik D sebesar 0.7311 m/s. Hasil ini mendekati kelajuan aliran pada data survei
lapang. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa karakteristik dari simulasi ini
hampir sama dengan keadaan DAS Ciliwung Hulu.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
DAS Ciliwung Hulu memiliki karakteristik sungai yang terbagi menjadi
empat orde berdasarkan metode strahler. Prinsip AW dapat digunakan dalam
simulasi dinamika aliran dari sungai Ciliwung Hulu. Berdasarkan variasi kelajuan
aliran tiap sungai, dapat disimpulkan bahwa sungai yang mempengaruhi kelajuan
di Bendungan Katulampa ialah sungai Gunung Mas. Sungai ini dapat dijadikan
sebagai fokus utama dalam pengurangan kelajuan di Bendungan Katulampa
seperti pembuatan waduk. Berdasarkan perbandingan data survei dan simulasi
dari penggalan-area Ciliwung Hulu, disimpulkan bahwa simulasi ini memiliki
karakteristik aliran sungai yang hampir sama dengan keadaan DAS Ciliwung
Hulu sebenarnya.

12
Saran
Perlu data survei yang lebih baik dan akurat untuk melihat karakteristik dari
simulasi. Untuk simulasi, perlu pengkajian lagi untuk mengkoreksi kesalahan
dalam pemograman. Hal ini agar kelajuan aliran dapat divariasikan pada setiap
daerah dan dapat disimpulkan sungai yang mempunyai pengaruh terbesar terhadap
kelajuan aliran akhir di Bendungan Katulampa.

DAFTAR PUSTAKA
Giancoli, Douglas C. 2008. Fisika Jilid I (Terjemahan). Jakarta : Erlangga.
Jalali, Mohammad Reza, Abbas Afshar, Miguel A. Marino. 2005. “Ant
Colony Optimization Algorithm (ACO); A new heuristic approach for
engineering optimization”. Proceedings of the 6th WSEAS Int. Conf. on
Evolutionary Computing, Lisbon, Portugal, June 16-18, 2005 (pp188-192).
7 September 2013.
[3] Lam, Lui. 1998. Nonlinear Physic for Beginners. Singapore : World
Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.
[4] Lam, Lui. 2003. Introduction to Nonlinear Physics. USA : Springer-Verlag
New York, Inc.
[5] Lam, Lui. Desember 2004, "Active Walks: The First Twelve Years (Part I)".
International Journal of Bifurcation and Chaos, Vol. 15, No. 8 (2005) 23172348,
http://www.worldscientific.com/doi/abs/10.1142/
S02181274
05013344.
[6] Lam, Lui. Mei 2005, "Active Walks: The First Twelve Years (Part II)".
International Journal of Bifurcation and Chaos, Vol. 16, No. 2 (2006) 239268, http://www.worldscientific.com/doi/abs/10.1142/S0211274060 14782.
[7] Nicolis, Gregoire, Catherine Nicolis. 2007. Foundations of Complex
Systems. Singapore : World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.
[8] Rabanal, Pablo, Ismael Rodr´ıguez, and Fernando Rubio. 007. Using River
Formation Dynamics to Design Heuristic Algorithms. S.G. Akl et al.(Eds.):
UC
2007,
LNCS
4618,
pp.
163–177,
2007.
http://www.researchgate.net/publication/221302036_Using_River_Form
ation_Dynamics_to_Design_Heuristic_Algorithms. 4 September 2013.
[9] Rahayu S, Widodo RH, van Noordwijk M, Suryadi I dan Verbist B. 2009.
Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. Bogor, Indonesia. World
Agroforestry
Centre
Southeast
Asia
Regional
Office.
http://www.worldagroforestry.org/downloads/publications/PDFs/B16396.P
DF (Diakses 22 September 2013).
[10] Tipler, Paul A. 2008. Fisika untuk Sains dan Teknik Jilid 1 (Terjemahan).
Jakarta : Erlangga.

[1]
[2]

13

LAMPIRAN
Lampiran 1 : Program untuk simulasi formasi dan dinamika sungai Ciliwung
Hulu.
clear all;
clc
A = [149 156 162 161 177 171 154 167 167 157 ...
136 133 164 161 156 141 127 116 79 74 ...
135 127 112 127 80 78 67 61 60 49 ...
169 170 153 147 137 138 155 148 168 113 ...
102 94 ...
87 93 74 80 83 92 84 101 106 122 ...
121 98 76 74 75 136 137 127 129 138 ...
116 112 118 81 76 60 59 52 56 63 ...
65 111 108 88 58 91 88 79 77 55 ...
51 52 67 52 56 ...
77 72 72 66 51 49 30 35 ...
31 71 69 34 30 26 ...
36 34 30 30 44 28 30 44 38 41 ...
41 33 49 26 20 26 35 21 38 33 ...
26 23 34 32 33];
B = [192 191 181 177 167 171 184 165 161 165 ...
168 168 159 157 155 153 150 144 121 115 ...
148 139 128 133 104 110 98 74 92 76 ...
154 150 151 148 128 125 142 131 143 108 ...
111 107 ...
209 209 202 203 205 201 187 208 206 198 ...
194 195 197 195 182 194 191 168 173 186 ...
167 173 162 169 170 184 196 182 183 196 ...
174 156 159 155 164 149 140 137 132 161 ...
168 149 127 139 128 ...
57 55 46 49 36 29 26 17 ...
67 67 58 53 44 39 ...
179 176 175 170 176 161 155 165 144 140 ...
133 138 127 146 134 124 124 121 112 106 ...
112 111 94 80 69];
v0 = [0.342045455 0.342045455 0.342045455 0.342045455
0.342045455 0.342045455 0.342045455 0.342045455
0.342045455 0.342045455 0.342045455 0.342045455
0.342045455 0.342045455 0.342045455 0.342045455
0.342045455 0.342045455 0.342045455 0.342045455
0.342045455 0.342045455 0.342045455 0.342045455
0.342045455 0.342045455 0.342045455 0.342045455
0.342045455 0.342045455 0.342045455 0.342045455
0.342045455 0.342045455 0.342045455 0.342045455
0.342045455 0.342045455 0.342045455 0.342045455
0.342045455 0.342045455 ...
0.428977273 0.428977273 0.428977273 0.428977273
0.428977273 0.428977273 0.428977273 0.428977273
0.428977273 0.428977273 0.428977273 0.428977273
0.428977273 0.428977273 0.428977273 0.428977273
0.428977273 0.428977273 0.428977273 0.428977273
0.428977273 0.428977273 0.428977273 0.428977273
0.428977273 0.428977273 0.428977273 0.428977273
0.428977273 0.428977273 0.428977273 0.428977273

...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...

14
0.428977273 0.428977273
0.428977273 0.428977273
0.428977273 0.428977273
0.428977273 0.436538462
0.436538462 0.436538462
0.436538462 ...
0.527419355 0.527419355
0.527419355 0.527419355
0.940425532 0.940425532
0.940425532 0.940425532
0.940425532 0.940425532
0.940425532 0.940425532
0.940425532 0.940425532
0.940425532 0.940425532
0.940425532];
width0 = [4.85 4.85 4.85 4.85
4.85 4.85 4.85 4.85
4.85 4.85 4.85 4.85
4.85 4.85 4.85 4.85
4.85 4.85 ...
3.12 3.12 3.12 3.12
3.12 3.12 3.12 3.12
3.12 3.12 3.12 3.12
3.12 3.12 3.12 3.12
3.12 3.12 3.12 3.12
1.81 1.81 1.81 1.81
1.55 1.55 1.55 1.55
2.77 2.77 2.77 2.77
2.77 2.77 2.77 2.77
2.77 2.77 2.77 2.77
h0 = [0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
0.2 0.2 ...
0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 ...
0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3
0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3
0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4
0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4
0.4 0.4 0.4 0.4 0.4];
a0 = A;
b0 = B;
k = 1;
T = 1;
p = 1;
s = 0;
R1 = 0;
R2 = 0;
R3 = 0;
R4 = 0;
R5 = 0;
R6 = 0;
R7 = 0;
R8 = 0;

0.428977273
0.428977273
0.428977273
0.436538462
0.436538462

0.428977273
0.428977273
0.428977273
0.436538462
0.436538462

0.527419355
...
0.940425532
0.940425532
0.940425532
0.940425532
0.940425532
0.940425532

0.527419355 ...
0.940425532
0.940425532
0.940425532
0.940425532
0.940425532
0.940425532

...
...
...
...
...

...
...
...
...
...
...

4.85
4.85
4.85
4.85

4.85
4.85
4.85
4.85

4.85
4.85
4.85
4.85

...
...
...
...

3.12 3.12 3.12 3.12
3.12 3.12 3.12 3.12
3.12 3.12 3.12 3.12
3.12 3.12 3.12 3.12
3.12 ...
1.81 1.81 1.81 1.81
1.55 1.55 ...
2.77 2.77 2.77 2.77
2.77 2.77 2.77 2.77
2.77];
0.2 0.2 0.2 0.2 ...
0.2 0.2 0.2 0.2 ...
0.2 0.2 0.2 0.2 ...
0.2 0.2 0.2 0.2 ...

3.12
3.12
3.12
3.12

3.12
3.12
3.12
3.12

...
...
...
...

4.85
4.85
4.85
4.85

0.1
0.1
0.1
0.1

4.85
4.85
4.85
4.85

0.1
0.1
0.1
0.1

4.85
4.85
4.85
4.85

0.1
0.1
0.1
0.1

0.1
0.1
0.1
0.1

...
...
...
...

0.3 0.3 ...
...
0.4 0.4 0.4 0.4 ...
0.4 0.4 0.4 0.4 ...

...
2.77 2.77 ...
2.77 2.77 ...

15
V = xlsread('ciliwung.xls');
[m,n]=size(V);
V1 = zeros(m,n);
L1 = 90;
L2 = sqrt(90^2+90^2);
Massa_Jenis = 1;
c01 = 0;
c02 = 0;
alpha1 = 0.62821e-2; %konstanta penggerusan lebar sungai
beta1 = 0.55e-2; %konstanta penggerusan kedalaman sungai
alpha2 = 0.62821e-2;
beta2 = 0.55e-2;
gravitasi = 9.8;
gamma = Massa_Jenis*gravitasi;
sin_teta_bottom = zeros(m,n);
sin_teta = zeros(m,n);
h = zeros(m,n);
dh = 0*ones(1,126);
v = zeros(m+1,n+1);
width = zeros(m,n);
Debit = zeros(m,n);
Dthreshold = zeros(m,n);
r = zeros(m,n);
Stream = zeros(m,n);
V_bottom = 300*ones(m,n);
r0 = 2*90*sqrt(2);
Debit0 = (h0+dh).*width0.*v0;
vthreshold = 10;
cf = 0.9e-4*(1+dh./h0); %konstanta gravitasi terkoreksi
k0 = 0;
l0 = 0;
% Initial Condition
while p = h(i,j)
h(i,j) = h(i-1,j)*exp(beta1*h(i-1,j)/h(i,j));
elseif h(i-1,j) < h(i,j)
h(i,j) = h(i-1,j)*exp(beta2*h(i,j)/h(i-1,j));
end
Debit(i,j) = h(i,j)*width(i,j)*v(i,j);
R1 = R1 + 1;
elseif (v(i+1,j) ~= 0) && (i~=a-1) && (j~=b)
if R2 == 0
v(i,j) = sqrt(h(i,j)^2*width(i,j)^2*(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))^2+...
h(i+1,j)^2*width(i+1,j)^2*v(i+1,j)^4)...
/(h(i,j)*width(i,j)*sqrt(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))...
+h(i+1,j)*width(i+1,j)*v(i+1,j));
end
if R2 ~= 0
v(i,j) = (h(i,j)*width(i,j)*(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))+...
h(i+1,j)*width(i+1,j)*v(i+1,j)^2)...

17
/(h(i,j)*width(i,j)*sqrt(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))...
+h(i+1,j)*width(i+1,j)*v(i+1,j));
end
if width(i+1,j) >= width(i,j)
width(i,j) = width(i+1,j)*...
exp(alpha1*width(i+1,j)/width(i,j));
elseif width(i+1,j) < width(i,j)
width(i,j) = width(i+1,j)*...
exp(alpha2*width(i,j)/width(i+1,j));
end
if h(i+1,j) >= h(i,j)
h(i,j) = h(i+1,j)*exp(beta1*h(i+1,j)/h(i,j));
elseif h(i+1,j) < h(i,j)
h(i,j) = h(i+1,j)*exp(beta2*h(i,j)/h(i+1,j));
end
Debit(i,j) = h(i,j)*width(i,j)*v(i,j);
R2 = R2 + 1;
elseif (v(i,j-1) ~= 0) && (j~=b+1) && (i~=a)
if R3 == 0
v(i,j) = sqrt(h(i,j)^2*width(i,j)^2*(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))^2+...
h(i,j-1)^2*width(i,j-1)^2*v(i,j-1)^4)...
/(h(i,j)*width(i,j)*sqrt(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))...
+h(i,j-1)*width(i,j-1)*v(i,j-1));
end
if R3 ~= 0
v(i,j) = (h(i,j)*width(i,j)*(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))+...
h(i,j-1)*width(i,j-1)*v(i,j-1)^2)...
/(h(i,j)*width(i,j)*sqrt(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))...
+h(i,j-1)*width(i,j-1)*v(i,j-1));
end
if width(i,j-1) >= width(i,j)
width(i,j) = width(i,j-1)*...
exp(alpha1*width(i,j-1)/width(i,j));
elseif width(i,j-1) < width(i,j)
width(i,j) = width(i,j-1)*...
exp(alpha2*width(i,j)/width(i,j-1));
end
if h(i,j-1) >= h(i,j)
h(i,j) = h(i,j-1)*exp(beta1*h(i,j-1)/h(i,j));
elseif h(i,j-1) < h(i,j) && h(i,j-1) ~=0
h(i,j) = h(i,j-1)*exp(beta2*h(i,j)/h(i,j-1));
end
Debit(i,j) = h(i,j)*width(i,j)*v(i,j);
R3 = R3 + 1;

18
elseif (v(i,j+1) ~= 0) && (j~=b-1) && (i~=a)
if R4 == 0
v(i,j) = sqrt(h(i,j)^2*width(i,j)^2*(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))^2+...
h(i,j+1)^2*width(i,j+1)^2*v(i,j+1)^4)...
/(h(i,j)*width(i,j)*sqrt(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))...
+h(i,j+1)*width(i,j+1)*v(i,j+1));
end
if R4 ~= 0
v(i,j) = (h(i,j)*width(i,j)*(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))+...
h(i,j+1)*width(i,j+1)*v(i,j+1)^2)...
/(h(i,j)*width(i,j)*sqrt(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))...
+h(i,j+1)*width(i,j+1)*v(i,j+1));
end
if width(i,j+1) >= width(i,j)
width(i,j) = width(i,j+1)*...
exp(alpha1*width(i,j+1)/width(i,j));
elseif width(i,j+1) < width(i,j)
width(i,j) = width(i,j+1)*...
exp(alpha2*width(i,j)/width(i,j+1));
end
if h(i,j+1) >= h(i,j)
h(i,j) = h(i,j+1)*exp(beta1*h(i,j+1)/h(i,j));
elseif h(i,j+1) < h(i,j)
h(i,j) = h(i,j+1)*exp(beta2*h(i,j)/h(i,j+1));
end
Debit(i,j) = h(i,j)*width(i,j)*v(i,j);
R4 = R4 + 1;
elseif (v(i+1,j+1) ~= 0) && (i~=a-1) && (j~=b-1)
if R5 == 0
v(i,j) = sqrt((h(i,j)^2*width(i,j)^2*(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))^2+...
h(i+1,j+1)^2*width(i+1,j+1)^2*v(i+1,j+1)^4-2*h(i,j)*...
width(i,j)*h(i+1,j+1)*width(i+1,j+1)*(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))*...
v(i+1,j+1)^2*cos(pi/4)))...
/(h(i,j)*width(i,j)*sqrt(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))...
+h(i+1,j+1)*width(i+1,j+1)*v(i+1,j+1));
end
if R5 ~= 0
v(i,j) = (h(i,j)*width(i,j)*(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))+...
h(i+1,j+1)*width(i+1,j+1)*v(i+1,j+1)^2)...
/(h(i,j)*width(i,j)*sqrt(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))...
+h(i+1,j+1)*width(i+1,j+1)*v(i+1,j+1));
end
if width(i+1,j+1) >= width(i,j)
width(i,j) = width(i+1,j+1)*...

19
exp(alpha1*width(i+1,j+1)/width(i,j));
elseif width(i+1,j+1) < width(i,j)
width(i,j) = width(i+1,j+1)*...
exp(alpha2*width(i,j)/width(i+1,j+1));
end
if h(i+1,j+1) >= h(i,j)
h(i,j) = h(i+1,j+1)*exp(beta1*h(i+1,j+1)/h(i,j));
elseif h(i+1,j+1) < h(i,j)
h(i,j) = h(i+1,j+1)*exp(beta2*h(i,j)/h(i+1,j+1));
end
Debit(i,j) = h(i,j)*width(i,j)*v(i,j);
R5 = R5 + 1;
elseif (v(i-1,j-1) ~= 0) && (i~=a+1) && (j~=b+1)
if R6 == 0
v(i,j) = sqrt(h(i,j)^2*width(i,j)^2*(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))^2+...
h(i-1,j-1)^2*width(i-1,j-1)^2*v(i-1,j-1)^4+2*h(i,j)*...
width(i,j)*h(i-1,j-1)*width(i-1,j-1)*(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))*...
v(i-1,j-1)^2*cos(pi/4))...
/(h(i,j)*width(i,j)*sqrt(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))...
+h(i-1,j-1)*width(i-1,j-1)*v(i-1,j-1));
end
if R6 ~= 0
v(i,j) = (h(i,j)*width(i,j)*(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))+...
h(i-1,j-1)*width(i-1,j-1)*v(i-1,j-1)^2)...
/(h(i,j)*width(i,j)*sqrt(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))...
+h(i-1,j-1)*width(i-1,j-1)*v(i-1,j-1));
end
if width(i-1,j-1) >= width(i,j)
width(i,j) = width(i-1,j-1)*...
exp(alpha1*width(i-1,j-1)/width(i,j));
elseif width(i-1,j-1) < width(i,j)
width(i,j) = width(i-1,j-1)*...
exp(alpha2*width(i,j)/width(i-1,j-1));
end
if h(i-1,j-1) >= h(i,j)
h(i,j) = h(i-1,j-1)*exp(beta1*h(i-1,j-1)/h(i,j));
elseif h(i-1,j-1) < h(i,j)
h(i,j) = h(i-1,j-1)*exp(beta2*h(i,j)/h(i-1,j-1));
end
Debit(i,j) = h(i,j)*width(i,j)*v(i,j);
R6 = R6 + 1;
elseif (v(i+1,j-1) ~= 0) && (i~=a-1) && (j~=b+1)
if R7 == 0
v(i,j) = sqrt(h(i,j)^2*width(i,j)^2*(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))^2+...

20
h(i+1,j-1)^2*width(i+1,j-1)^2*v(i+1,j-1)^4+2*h(i,j)*...
width(i,j)*h(i+1,j-1)*width(i+1,j-1)*(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))*...
v(i+1,j-1)^2*cos(pi/4))...
/(h(i,j)*width(i,j)*sqrt(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))...
+h(i+1,j-1)*width(i+1,j-1)*v(i+1,j-1));
end
if R7 ~= 0
v(i,j) = (h(i,j)*width(i,j)*(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))+...
h(i+1,j-1)*width(i+1,j-1)*v(i+1,j-1)^2)...
/(h(i,j)*width(i,j)*sqrt(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))...
+h(i+1,j-1)*width(i+1,j-1)*v(i+1,j-1));
end
if width(i+1,j-1) >= width(i,j)
width(i,j) = width(i+1,j-1)*...
exp(alpha1*width(i+1,j-1)/width(i,j));
elseif width(i+1,j-1) < width(i,j)
width(i,j) = width(i+1,j-1)*...
exp(alpha2*width(i,j)/width(i+1,j-1));
end
if h(i+1,j-1) >= h(i,j)
h(i,j) = h(i+1,j-1)*exp(beta1*h(i+1,j-1)/h(i,j));
elseif h(i+1,j-1) < h(i,j)
h(i,j) = h(i+1,j-1)*exp(beta2*h(i,j)/h(i+1,j-1));
end
Debit(i,j) = h(i,j)*width(i,j)*v(i,j);
R7 = R7 + 1;
elseif (v(i-1,j+1) ~= 0) && (i~=a+1) && (j~=b-1)
if R8 == 0
v(i,j) = sqrt((h(i,j)^2*width(i,j)^2*(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))^2+...
h(i-1,j+1)^2*width(i-1,j+1)^2*v(i-1,j+1)^4-2*h(i,j)*...
width(i,j)*h(i-1,j+1)*width(i-1,j+1)*(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))*...
v(i-1,j+1)^2*cos(pi/4)))...
/(h(i,j)*width(i,j)*sqrt(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))...
+h(i-1,j+1)*width(i-1,j+1)*v(i-1,j+1));
end
if R8 ~= 0
v(i,j) = (h(i,j)*width(i,j)*(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))+...
h(i-1,j+1)*width(i-1,j+1)*v(i-1,j+1)^2)...
/(h(i,j)*width(i,j)*sqrt(v(a,b)^2+...
2*cf(p)*gravitasi*(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j)))...
+h(i-1,j+1)*width(i-1,j+1)*v(i-1,j+1));
end
if width(i-1,j+1) >= width(i,j)
width(i,j) = width(i-1,j+1)*...

21
exp(alpha1*width(i-1,j+1)/width(i,j));
elseif width(i-1,j+1) < width(i,j)
width(i,j) = width(i-1,j+1)*...
exp(alpha2*width(i,j)/width(i-1,j+1));
end
if h(i-1,j+1) >= h(i,j)
h(i,j) = h(i-1,j+1)*exp(beta1*h(i-1,j+1)/h(i,j));
elseif h(i-1,j) < h(i,j)
h(i,j) = h(i-1,j+1)*exp(beta2*h(i,j)/h(i-1,j+1));
end
Debit(i,j) = h(i,j)*width(i,j)*v(i,j);
R8 = R8 + 1;
end
if (i==a) || (j==b)
sin_teta_bottom(i,j)=((V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j))/...
sqrt(L1^2+(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j))^2));
else
sin_teta_bottom(i,j)=((V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j))/...
sqrt(L2^2+(V_bottom(a,b)-V_bottom(i,j))^2));
end
if (i==a) || (j==b)
sin_teta(i,j)=((V(a,b)-V(i,j))/...
sqrt(L1^2+(V(a,b)-V(i,j))^2));
else
sin_teta(i,j)=((V(a,b)-V(i,j))/...
sqrt(L2^2+(V(a,b)-V(i,j))^2));
end
Stream(i,j) = gamma*Debit(i,j)*sin_teta(i,j);
surf(v);shading flat;
view(0,270);
title('Speed Lanscape');colorbar;
M(k)=getframe;
pause(0*0.15/v(i,j));
lebar = width(i,j)
kedalaman = h(i,j)
kecepatan = v(i,j)
iterasi_posisi = [k i j]
debit = Debit(i,j)
a = i;
b = j;
T = T+1;
elseif (F(i,j,k) vthreshold^2/2
V(i,j) = V(i,j);
end
end
end
end

22
if s > 8
k = 0;
else
k = k + 1;
end
s = 0;
end
p = p + 1;
k = 1;
T = 1;
R1 = 0;R2 = 0;R3 = 0;R4 = 0;
R5 = 0;R6 = 0;R7 = 0;R8 = 0;
end
figure(1)
surf(v);
shading flat;
view(0,270);
title('Speed Lanscape');colorbar;
figure(2)
surf(width);
shading flat;
view(0,270);
title('Width Lanscape');colorbar;
figure(3)
surf(h);
shading flat;
view(0,270);
title('Depth Lanscape');colorbar;
figure(4)
surf(Debit);
shading flat;
view(0,270);
title('Debit Lanscape');colorbar;

23

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada 24 September 1991 di Duri, provinsi
Riau dari pasangan Daldiman dan Yusna ZB. Penulis
merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Penulis
menyelesaikan menengah pertama pada tahun 2007 dan
menengah atas tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis diterima
di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut
Pertanian Bogor (USMI) untuk program studi Fisika,
Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (FMIPA). Selama perkuliahan penulis aktif
menjadi pengajar bimbingan belajar di REC (Real Education Center). Pada tahun
2013, penulis menjadi asisten peneliti di Research Cluster for Dynamics and
Modeling of Complex Systems, FMIPA-IPB.