Profil Asam Lemak dan Asam Amino Gonad Bulu Babi

PROFIL ASAM LEMAK DAN ASAM AMINO
GONAD BULU BABI

ISNA KURNIATI AFIFUDIN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profil Asam Lemak dan
Asam Amino Gonad Bulu Babi adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, 30 April 2014
Isna Kurniati Afifudin
NIM C34100085

ABSTRAK
ISNA KURNIATI AFIFUDIN. Profil Asam Lemak dan Asam Amino Gonad
Bulu Babi. Dibimbing oleh SUGENG H. SUSENO dan AGUES M. JACOEB.
Bulu babi merupakan salah satu sumber daya hayati yang dinyatakan
dengan tingkat keanekaragaman jenis yang tinggi di Indonesia. Sebagian besar
orang menganggap bulu babi sebagai hewan yang berbahaya karena beracun dan
merusak komunitas terumbu karang. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis
komposisi kimia, profil asam lemak dan asam amino gonad bulu babi jenis
Diadema setosum, Echinothrix calamaris dan Echinothrix diadema. Komposisi
kimia, profil asam lemak dan asam amino dianalisis dengan metode AOAC.
Gonad D. setosum mengandung asam lemak total sebesar 60,37% yang terdiri atas
29 jenis asam lemak (11 SAFA, 8 MUFA, 10 PUFA). Gonad E. calamaris dan
E. diadema mengandung asam lemak total sebesar 58,35% dan 58,55% yang
terdiri atas 30 jenis asam lemak (11 SAFA, 9 MUFA, 10 PUFA). Kandungan
asam lemak yang paling tinggi yaitu asam palmitat (16,55-18,44%). Gonad bulu

babi mengandung asam lemak tak jenuh omega-3 (3,16-3,99%), omega-6
(9,21-13,88%), omega-9 (3,95-5,01%), dan EPA (2,3-2,89%). Asam amino yang
terkandung pada gonad bulu babi adalah 15 jenis, 8 jenis asam amino esensial dan
D. setosum, E. calamaris dan E. diadema adalah 13,41%, 10,49% dan 10,72%.
Kata kunci: asam amino, asam lemak, gonad bulu babi, proksimat.

ABSTRACT
ISNA KURNIATI AFIFUDIN. Fatty Acids and Amino Acids Profile of Sea
Urchins Gonads. Supervised by SUGENG H. SUSENO and AGUES M. JACOEB.
Sea urchins are one of the biological resources with a high level of species
diversity in Indonesia. Most people assume that these sea urchins are harmful
animals because they contain poisonous compound and can damage of coral reef
communities. Purpose of this research was to determine the chemical composition,
fatty acids and amino acids profiles of sea urchins gonads Diadema setosum,
Echinothrix calamaris and Echinothrix diadema. The chemical composition, fatty
acids and amino acids profile were analyzed using AOAC method. D. setosum
gonads contained 60.37% total fatty acids with 29 kinds of fatty acids (11 SAFA,
8 MUFA, 10 PUFA). E. calamaris and E. diadema gonads contained 58.35% and
58.55% total fatty acids with 30 kinds of fatty acids (11 SAFA, 9 MUFA,
10 PUFA). The highest content of fatty acid is palmitic acid (16.55-18.44%). Sea

urchins gonads contained unsaturated fatty acids omega-3 (3.16-3.99%), omega-6
(9.21-13.88%), omega-9 (3.95-5.01%), and EPA (2.3-2.89%). Sea urchins gonads
contained 15 kinds of amino acids, they are 8 kinds of essential amino acid and
7 kinds of non essential animo acid. D. setosum, E.calamaris and E.diadema
gonads contained 13.41%, 10.49% and 10.71% total amino acid.
Keywords: amino acids, fatty acids, sea urchins gonads, proximate.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PROFIL ASAM LEMAK DAN ASAM AMINO
GONAD BULU BABI


ISNA KURNIATI AFIFUDIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi :
Nama
:
NIM
:
Program Studi :


Profil Asam Lemak dan Asam Amino Gonad Bulu Babi
Isna Kurniati Afifudin
C34100085
Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr Sugeng Heri Suseno, SPi, MSi
Pembimbing I

Dr Ir Agoes M. Jacoeb, Dipl-Biol
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Joko Santoso, MSi
Ketua Departemen

Tanggal lulus:


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat, karunia dan nikmat-Nya, sehingga penelitian dan
penyusunan skripsi yang berjudul Profil Asam Lemak dan Asam Amino Gonad
Bulu Babi dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini, yaitu:
1) Dr Sugeng Heri Suseno, SPi, MSi dan Dr Ir Agoes M. Jacoeb, Dipl –Biol
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam
penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2) Dr Dra Pipih Suptijah, MBA selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran untuk perbaikan skripsi ini.
3) Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan.
4) Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku Ketua Program Studi Departemen
Teknologi Hasil Perairan.
5) Seluruh dosen, pegawai dan staf TU Departemen Teknologi Hasil Perairan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan atas bantuannya selama ini.
6) Ibunda Sangidah, Ayahanda R. Afifudin, Kakak Khoirul Umam, Ratna Ursila,
Ulum Musyadad dan Darmawan Susanto serta seluruh keluarga yang telah
memberikan dorongan moril maupun material dan doa.
7) Keluarga besar THP 47 (Siti Marhamah Asren, Hardiyana, Ridhatulfahmi,
Anita, Hanum, Ukhti, Enok, Chalida, Dewi Ulfa, Rizki, dkk.), teman-teman
FDC (Ayu, Kak Nanto, Doni dkk.), keluarga besar Birena Alhurriyyah IPB
(Nuraini, Rustyowati, Azfar, Yusuf, Firman, Derry, Aziz, kak Agy, Zaenal,
Fadhly, Atikah, dkk.), keluarga besar FKM-C (Elvani, Sahesti, Ghulam, Rifki,
dkk.), teman-teman El-pinkers (Alindya, Erna, Farida, Ega, Rina, Risma),
keluarga besar UKM Pramuka IPB (Lefin, Siti Rohmah, Kaisar, dkk.), dan
Tis’atul muharrik (Agit, Dian, Farih, Tri, Anis) atas bantuan, semangat, dan
doa yang telah diberikan selama ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, 30 April 2014
Isna Kurniati Afifudin


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………….. v
DAFTAR ISI…………………………………………………………………... vi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………... vii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………... vii
PENDAHULUAN……………………………………………………………... 1
Latar Belakang…………………………………………………………........ 1
Perumusan Masalah……………………………………………………….... 2
Tujuan Penelitian…………………………………………………………….2
Manfaat Penelitian………………………………………………………...... 2
Ruang Lingkup Penelitian………………………………………………….. 2
METODE PENELITIAN…………………………………………………….... 3
Waktu dan Tempat Penelitian……………………………………………… 3
Bahan Penelitian……………………………………………………………. 3
Peralatan Penelitian……………………………………………………….... 3
Prosedur Penelitian…………………………………………………………. 4
Pengambilan dan Preparasi Sampel………………………………………4
Prosedur Analisis...………………………………………………………..... 5
Pengukuran Bobot (Suyanti et al. 2012) dan Diameter Tubuh Bulu Babi
(Toha et al. 2012)………………………………………………………... 5

Pengukuran Rendemen (Karnila et al. 2011)……………………………. 5
Analisis Proksimat (AOAC 2005) …………………………………….... 5
Analisis Asam Lemak (AOAC 1984 butir 28.060/GC)…………………. 6
Analisis Asam Amino (AOAC 2005 butir 969.33/HPLC)…………….... 7
HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………... 9
Morfologi Bulu Babi…….………………………………………………..... 9
Rendemen………………………………………………………………….. 11
Komposisi Kimia Gonad Bulu Babi……………………..………………… 11
Kadar Air……………………………………………………………….. 11
Kadar Abu………………………………………………………………. 12
Kadar Lemak…………………………………………………………… 12
Kadar Protein………………………………………………………….... 13
Kadar Karbohidrat…………………………………………………….... 13
Profil Asam Lemak………………………………………………………… 14
Asam Lemak Jenuh (Saturated Fatty Acid/SAFA)…………………….. 16
Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal (Monounsaturated Fatty Acid/MUFA 17
Asam Lemak Tak Jenuh Jamak (Polyunsaturated Fatty Acid/ PUFA)… 17
Profil Asam Amino……………………………………………………….... 18
KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………... 20
Kesimpulan……………………………………………………………….... 20

Saran……………………………………………………………………….. 20
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 21
RIWAYAT HIDUP……………………………………………………………. 25

DAFTAR TABEL
1 Kondisi fase mobile……………………………………………………………... 8
2 Hasil pengukuran bobot dan diameter tubuh bulu babi……………………….... 10
3 Hasil analisis proksimat gonad bulu babi………………………………………. 12
4 Profil asam lemak gonad bulu babi…………………………………………….. 15
5 Perbandingan kadar asam lemak beberapa jenis bulu babi…………………...... 16
6 Profil asam amino gonad bulu babi…………………………….......................... 19

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir penelitian…………...……………………………………………... 4
2 Prosedur pengukuran diameter tubuh bulu babi………………………………… 5
3 Morfologi bulu babi (a) Diadema setosum (b) Echinothrix calamaris
(c) Echinotrix diadema…………………………………………………………. 10
4 Kenampakan fisik gonad bulu babi (a) D. setosum (b) E calamaris
(c) E. diadema………………………………………………………………....…10
5 Rendemen gonad ( ), cangkang dan jeroan ( ) bulu babi…………………………. 11


1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia sebagai negara tropis kaya akan sumber daya hayati yang
dinyatakan dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi (Lasabuda 2013).
Salah satu sumber daya hayati tersebut adalah bulu babi. Bulu babi merupakan
kelompok hewan yang sering dijumpai di daerah pantai dan laut Indonesia bahkan
di seluruh dunia. Bulu babi dikenal sebagai bahan makanan oleh sebagian
masyarakat Indonesia dan masyarakat luar negeri. Pemanfaatan bulu babi sebagai
bahan makanan yaitu dengan mengambil gonadnya. Gonad ini merupakan
makanan lezat dengan kandungan gizi yang cukup baik, sehingga bernilai jual
tinggi (Vimono 2007).
Permintaan pasar internasional gonad bulu babi cukup tinggi, misalnya di
Perancis dan negara-negara Eropa lainnya tingkat produksi telur bulu babi lebih
dari 500 ton per bulan. Spanyol dan Inggris juga merupakan komsumen dan
pengimpor terbesar gonad bulu babi. Masyarakat Jepang mengkonsumsi sekaligus
memproduksi telur bulu babi sebanyak 20.000 ton per bulan (Radjab 2001).
Gonad bulu babi di Jepang dikenal dengan sebutan uni yang merupakan
komponen utama dalam jenis masakan yang sidebut shusi, selain itu dimakan
dalam bentuk masakan yang diolah khusus dan dimakan mentah dengan bumbu
cuka, kecap atau diasin. Jenis masakan gonad bulu babi dengan bumbu khusus
juga berkembang di Eropa Barat bagian selatan, Perancis dan Italia (Aziz 1993).
Pemanfaatan lain dari bulu babi yaitu jenis Tripneustes gratilla di Filipina dapat
dijadikan sebagai bahan minuman berenergi (sea food flavored tea) yang banyak
mengandung mineral yakni kalsium, iodin, zat besi dan potasium (Estacio 2010).
Gonad bulu babi jenis Diadema setosum dapat dijadikan produk makanan berupa
pasta fermentasi (neri uni) (Ratna 2002). Bulu babi jenis Salmacis virgilata dari
perairan Mudasalodai, India, dapat didajikan sebagai antimikroba dan antioksidan
(Shankarlal et al. 2011).
Gonad bulu babi jenis Psammechinus miliaris dari perairan Loch Creran,
Scotland (UK) banyak mengandung asam lemak tak jenuh yaitu omega-3
(15,9-21,9%), omega-6 (4,7-16,1%), EPA (8,8-11,1%), dan DHA (0,3-10,3%)
(Cook et al. 2000). Menurut Saparinto (2003), asam lemak omega-3 pada gonad
bulu babi juga berkhasiat untuk menurunkan kadar kolesterol di dalam tubuh.
Gonad bulu babi juga mengandung asam amino yang cukup lengkap sebagai
pemacu pertumbuhan dan kesehatan manusia. Dua jenis asam amino tersebut
adalah arginin dan histidin yang berperan penting dalam pertumbuhan anak.
Madduppa (2010) menyatakan, bulu babi mempunyai imunitas alami, dengan 10
sampai 20 kali gen lebih banyak dari manusia. Para peneliti banyak menggunakan
bulu babi untuk mengkaji beberapa penyakit, misalnya kanker, penyakit alzheimer,
dan penyakit parkinson .
Bulu babi di Indonesia, umumnya belum banyak diketahui dan dimanfaatkan
secara komersial. Pemanfaatan bulu babi saat ini masih sebatas hanya sebagai
pakan ternak tambahan dan sebagai lauk pauk sebagian kecil masyarakat terutama
masyarakat pesisir yang termasuk kategori miskin. Bulu babi sering kali dianggap
sebagai hewan pengganggu pariwisata pantai karena durinya yang mempunyai
racun dan memakan rumput laut yang dibudidayakan oleh nelayan. Padahal

2
hewan ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi terutama gonadnya sebagai
komoditas ekspor yang mengandung nilai gizi yang cukup baik (Zakaria 2013).
Nelayan Indonesia, di Sulawesi, Kepulauan Seribu, Lombok, Sumbawa dan
wilayah Indonesia bagian timur memanfaatkan bulu babi sebagai makanan
tambahan (Ambarita 2003). Keanekaragaman jenis bulu babi di perairan Indonesia
sangat tinggi. Hal ini yang mendorong perlu dilaksanakan penelitian untuk
menganalisis komposisi kimia, kandungan asam lemak dan asam amino pada
gonad bulu babi yang ada di perairan Indonesia. Penelitian ini diharapkan mampu
memberikan informasi mengenai profil asam lemak dan asam amino gonad bulu
babi .yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan pangan untuk memenuhi
kecukupan gizi masyarakat Indonesia.

Perumusan Masalah
Bulu babi merupakan sumber daya hayati dengan keanekaragaman jenis
yang tinggi. Populasi bulu babi yang banyak dijumpai di perairan Pulau Pramuka,
Kepulauan Seribu, Jakarta Utara diantaranya adalah Diadema setosum,
Echinothrix calamaris dan Echinothrix diadema. Pemanfaatan bulu babi sebagai
bahan makanan yaitu dengan mengambil gonadnya. Gonad bulu babi adalah
makanan yang disukai baik oleh masyarakat dalam negeri maupun luar negeri,
namun penelitian dan informasi mengenai kandungan gizi setiap jenis bulu babi
masih sangat terbatas. Hal ini yang menyebabkan perlu dilakukannya penelitian
mengenai komposisi kimia, kandungan asam lemak dan asam amino gonad bulu
Babi jenis D. setosum, E. calamaris dan E. diadema.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komposisi kimia (kadar air,
abu/mineral, lemak, protein, karbohidrat) dan kandungan asam lemak serta asam
amino gonad bulu babi jenis Diadema setosum, Echinothrix calamaris dan
Echinothrix diadema.

Manfaat Penelitian
Memberikan informasi mengenai komposisi kimia (kadar air, abu, lemak,
protein, karbohidrat) dan kandungan asam lemak serta asam amino gonad bulu
babi jenis Diadema setosum, Echinothrix calamaris dan Echinothrix diadema.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah pengambilan sampel, pengukuran berat
dan diameter tubuh, preparasi, perhitungan rendemen gonad, analisis proksimat
(kadar air, abu/mineral, lemak, protein, karbohidrat), analisis profil asam lemak
dan asam amino gonad bulu babi jenis Diadema setosum, Echinothix calamaris
dan Echinothrix diadema, pengolahan data serta penulisan laporan.

3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan bulan Desember 2013 hingga Februari 2014.
Sampel diambil dari pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Proses
preparasi sampel, pengukuran bobot dan diameter sampel, serta perhitungan
rendemen dilakukan di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan,
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Analisis proksimat (kadar air, abu, lemak, protein)
dilakukan di Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU) Institut Pertanian
Bogor. Analisis asam lemak dan asam amino dilakukan di Laboratorium Terpadu
Institut Pertanian Bogor, Baranangsiang, Bogor.

Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan gonad bulu babi jenis Diadema setosum,
Echinothrix calamaris, dan Echinothrix diadema. Bahan-bahan yang dibutuhkan
untuk analisis proksimat meliputi pelarut lemak berupa heksan, selenium, asam
sulfat (H2SO4) pekat, aquades, natrium hidroksida (NaOH) 40%, asam borat
(H3BO3) 2%, indikator Bromcresol Green-Methyl Red berwarna merah muda, dan
larutan asam klorida (HCl) 0,1 N. Bahan-bahan yang digunakan dalam analisis
asam lemak yaitu larutan standar, larutan NaOH 0,5 N dalam methanol, larutan
BF3 (Boron trifluorida) 16%, larutan natrium klorida (NaCl) jenuh, heksana, dan
natrium sulfat (Na2SO4) anhidrat. Bahan-bahan untuk analisis asam amino
diantaranya adalah asam klorida (HCl) 6 N dan 0,01 N, 2-merkaptoetanol,
ortoftalaldehida (OPA), buffer kalium borat pH 10,4, 2-merkaptoetanol, larutan
brij-30 (polietilen lauril eter) 30%, larutan standar asam amino 0,5 µmol/mL,
methanol, Na-EDTA, tetrahidrofuran (THF), Na-asetat, dan air murni (air HP).

Peralatan Penelitian
Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan sampel antara lain tongkat
kayu (p: 50 cm, d: 3 cm), serokan/seser, cooldbox dan box Styrofoam. Alat untuk
preparasi yaitu neraca analitik, pisau, talenan, gunting bedah, pinset, tisu, plastik,
dan wadah. Peralatan untuk analisis proksimat adalah cawan porselen, oven,
kompor listrik, tanur, kapas, kertas saring, labu soxhlet, erlenmeyer, labu kjeldahl,
pipet tetes, pipet volumetrik, bulb, desikator, tabung reaksi, alumunium foil, sudip,
alat destilasi, buret. Peralatan untuk analisis asam lemak adalah GC (gas
chromatography) tipe Shimadzu GC 2010 Plus dengan standar SupelcoTM
37 Component FAME Mix, syringe 10 µL, penangas air, tabung bertutup teflon,
dan pipet mikro. Peralatan untuk analisis asam amino yakni membrane milipore
0,45 mikron, perangkat HPLC (HPLC type ICI dan column ODS), syringe 100 µL,
vial 1 mL, pipet 1 mL, labu takar 100 mL dan ampul.

4
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan pengambilan sampel 3 jenis bulu babi
(D. setosum, E. calamaris, E. diadema) di pulau Pramuka, Kepulauan Seribu,
Jakarta Utara. Sampel tersebut diukur berat dan diameter tubuhnya, kemudian
diambil gonadnya. Gonad ditimbang dan dihitung rendemennya. Gonad bulu babi
tersebut kemudian dianalisis proksimatnya (kadar air, abu/mineral, lemak, protein,
karbohidrat) dan asam lemak serta asam aminonya (Gambar 1).
Pengambilan sampel

Bulu babi D. setosum,
E. calamaris, E. diadema

Pengukuran berat dan diameter tubuh
Preparasi sampel
Gonad bulu babi
Penimbangan dan pengukuran rendemen gonad
Analisis kimia:
1. Analisis proksimat
2. Analisis asam lemak
3. Analisis asam amino
Gambar 1 Diagram alir penelitian
Pengambilan dan Preparasi Sampel
Sampel diambil di daerah komunitas terumbu karang pulau Pramuka dengan
kedalaman 1-5 meter pada saat air laut surut (sore dan pagi hari). Bulu babi
diambil dengan menggunakan tongkat kayu sepanjang 50 cm dan serokan/seser,
lalu dikumpulkan di dalam wadah yang berisi air laut. Jika pengambilan sampel
dilakukan pada sore hari, maka bulu babi tersebut diletakkan di dalam bak fiber
(p: 2 m, l: 1,5 m, t: 1 m) yang berisi air laut terlebih dahulu. Keesokan harinya
bulu babi dikemas di dalam box yang diisi air laut dan ditrasportasikan ke Bogor
(IPB). Sampel tiba di laboratorium dalam keadaan hidup dan langsung dipreparasi.
Bulu babi ditimbang, dihilangkan duri-durinya, kemudian dibelah dari pusat
lingkaran tubuh secara vertikal menggunakan gunting bedah dan pisau. Gonad
diambil menggunakan pinset secara hati-hati agar tidak rusak dan dibersihkan dari
kotoran. Gonad tersebut ditimbang dan dicatat beratnya serta langsung
didinginkan. Cangkang yang telah dibelah diukur dan dicatat diameternya.

5
Prosedur Analisis
Pengukuran Bobot (Suyanti et al. 2012) dan Diameter Tubuh Bulu Babi
(Toha et al. 2012)
Bobot bulu babi diukur dengan cara ditimbang secara utuh menggunakan
timbangan digital dengan ketelitian 1 gram. Kemudian duri-duri bulu babi
dihilangkan, setelah itu dibelah secara vertikal tepat dibagian tengah. Diameter
tubuh bulu babi diukur dari cangkang terluarnya secara horizontal (Gambar 2).

Gambar 2 Prosedur pengukuran diameter tubuh bulu babi
Pengukuran Rendemen (Karnila et al. 2011)
Rendemen merupakan persentase bagian yang dapat dimanfatkan.
Rendemen yang dihitung pada penelitian ini yaitu rendemen gonad, sedangkan
rendemen cangkang dan jeroan dihitung secara by different. Rendemen dihitung
dengan rumus berikut:
Bobot sampel
Rendemen =
x 100%
Bobot total
Analisis Proksimat (AOAC 2005)
Analisis proksimat dilakukan pada tiga jenis gonad bulu babi untuk
mengetahui kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat yang terdapat di dalam
sampel.
1) Analisis kadar air
Tahap pertama yang dilakukan untuk analisis kadar air adalah cawan
porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam, lalu
didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang hingga beratnya
konstan. Selanjutnya sampel ditimbang sebanyak 1 gram dalam cawan dan
dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 8 jam. Setelah itu cawan
tersebut dijaga kelembabannya dalam desikator dan ditimbang kembali.
Perhitungan kadar air adalah sebagai berikut:
Bobot sampel (basah – kering)
Kadar air =
x 100%
Bobot sampel basah
2) Analisis kadar abu
Cawan pengabuan dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama 1 jam,
kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga
beratnya konstan. Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam cawan
pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api kompor listrik hingga tidak berasap
lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC
selama 2 jam, kemudian dimasukkan ke dalam desikator hingga suhu ruang,

6
setelah itu ditimbang hingga beratnya konstan. Kadar abu ditentukan dengan
rumus:
Bobot abu
Kadar abu =
x 100%
Bobot sampel
3) Analisis kadar protein
Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap
yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan
metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 gram, kemudian
dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 mL, lalu ditambah 0,25 gram selenium
dan 3 mL H2SO4 pekat. Sampel didestruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih)
selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin,
akuades sebanyak 50 mL dan 20 mL NaOH 40% ditambahkan ke dalam labu
Kjeldahl, kemudian didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer
125 mL yang berisi campuran 10 mL asam borat (H3BO3) 2% dan 2 tetes
indikator bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda. Setelah
volume destilat mencapai 10 mL dan berwarna hijau kebiruan, maka proses
destilasi dihentikan. Destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan
warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Perlakuan yang sama
dilakukan juga terhadap blanko. Perhitungan kadar protein adalah berikut:
(mL HCl sampel – mL blanko) x N HCl x 6,25 x 14,000
Kadar protein =
x 100%
mg contoh
4) Analisis kadar lemak
Sampel sebanyak 2 gram disebar di atas kapas yang beralas kertas saring dan
digulung membentuk thimble, lalu dimasukkan ke dalam labu soxhlet dan
diekstraksi selama 6 jam dengan pelarut lemak berupa heksan sebanyak 150 mL.
Lemak yang terekstrak kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 100 oC
selama 1 jam. Kadar lemak dapat diketahui dengan rumus berikut:
Bobot lemak terekstrak
Kadar lemak =
x 100%
Bobot sampel
5) Analisis kadar karbohidrat secara by difference
Analisis karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan
dari 100 % dengan kadar air, abu, protein, dan lemak, sehingga kadar karbohidrat
tergantung pada faktor pengurangnya. Penghitungan kadar karbohidrat dilakukan
dengan menggunakan rumus berikut:
Kadar karbohidrat = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar protein + kadar lemak)
Analisis Asam Lemak (AOAC 1984 butir 28.060/GC)
Analisis dengan kromatografi gas didasarkan pada partisi komponenkomponen yang mudah menguap dari suatu cairan di antara fase gerak berupa gas
dan fase diam berupa zat padat atau cairan yang tidak mudah menguap.
Lemak/minyak dihidrolisis menjadi asam lemak kemudian ditranformasi menjadi
bentuk esternya yang bersifat mudah menguap. Transformasi yang dilakukan
dalam metode ini yaitu dengan cara metilasi sehingga diperoleh metil ester asam
lemak (FAME). Selanjutnya FAME ini dianalisis dengan alat kromatografi gas.
Identifikasi tiap komponen asam lemak dilakukan dengan membandingkan waktu
retensinya dengan standar pada kondisi analisis yang sama. Waktu retensi
dihitung pada kertas record sebagai jarak dari garis pada saat muncul puncak
pelarut sampai ke tengah puncak komponen yang dipertimbangkan.
1) Tahap ekstraksi

7
Tahap ekstraksi ini dilakukan dengan metode sohxlet. Ekstraksi ini akan
menghasilkan lemak dalam bentuk minyak, yang kemudian ditimbang sebanyak
0,02-0,03 gr untuk dilanjutkan pada tahap metilasi.
2) Pembentukan metil ester (metilasi)
Tahap metilasi dilakukan untuk membentuk senyawa turunan dari senyawa
asam lemak menjadi metil esternya. Asam-asam lemak diubah menjadi metil ester
atau alkil yang lainya sebelum disuntikkan ke dalam kromatografi gas. Metilasi
dilakukan dengan menambahkan 1 mL NaOH 0,5 N dalam methanol dan
dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit. Selanjutnya ditambahkan 2 mL
BF3 16% dan 5 mg/mL standar internal, kemudian dipanaskan kembali selama
20 menit. Setelah itu didinginkan, ditambah 2 mL NaCl jenuh dan 1 mL heksana,
lalu dihomogenisasi (dikocok dengan baik). Lapisan heksana dipisahkan dengan
menggunakan bantuan pipet tetes ke dalam tabung yang berisi 0,1 gr Na2SO4
anhidrat dan dibiarkan selama 15 menit. Fase cair selanjutnya dipisahkan dan
setelah itu diinjeksikan ke kromatografi gas.
3) Identifikasi asam lemak
Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan metil ester pada
alat kromatografi gas dengan kondisi sebagai berikut:
(a) Kolom
: Cyanopropil methyl sil (capilary column)
(b) Dimensi kolom : P = 60 m, Ø dalam = 25 mm, 025 µm Film Tickness
(g) Suhu kolom
: Program
(c) Laju alir N2
: 20 mL/menit
temperature
(d) Laju alir H2
: 30 mL/menit
(h) Rasio
:1:8
(e) Laju alir udara
: 200-500 mL/menit
(i) Volume injeksi : 1 µL
(f) Kolom temperatur :
(j) Kecepatan linier :20cm/sec
Awal 190 oC diam 15 menit
(k) Suhu injektor : 200 oC
Akhir 230 oC diam 20 menit
(l) Suhu detektor : 230 oC
Rate 10 oC/menit
Pelarut diinjeksikan ke dalam kolom sebanyak 1 µL. Apabila aliran gas
pembawa dan sistem pemanas sempurna, maka puncak pelarut akan nampak
dalam waktu kurang dari 1 menit. Setelah pena kembali ke nol, campuran standar
FAME diinjeksikan sebanyak 5 µL. Apabila semua puncak sudah keluar, sampel
asam lemak diinjeksikan sebanyak 5 µL. Waktu retensi diukur, jika rekorder
dilengkapi dengan integrator, waktu retensi dan luas puncak langsung diperoleh
dari integrator. Waktu retensi dibandingkan dengan standar untuk memperoleh
informasi mengenai jenis-jenis komponen asam lemak dari sampel. Pengujian
asam lemak ini menggunakan metode eksternal standar yaitu sampel dan standar
dilakukan secara terpisah dan tidak ada penambahan larutan standar ke dalam
sampel. Jumlah kandungan asam lemak di dalam sampel dapat dihitung dengan
cara berikut:
Area sampel
Volume contoh
x konsentrasi standar x
Area standar
100
Asam lemak =
x 100%
Bobot sampel
Analisis Asam Amino (AOAC 2005 butir 969.33/HPLC)
Hasil analisis asam amino dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan reaksi
pra kolom gugus amino dengan pereaksi tertentu membentuk suatu derivat yang
dapat menyerap sinar UV atau berflouresensi. Salah satu pereaksi pra kolom yang
sangat populer dalam analisis asam amino adalah ortoftalaldehida (OPA). Pereaksi
OPA akan bereaksi dengan asam amino primer dalam suasana basa yang

8
mengandung merkaptoetanol membentuk senyawa yang berfluoresensi, sehingga
deteksinya dapat dilakukan dengan detektor fluoresensi.
1) Preparasi sampel (hidrolisis protein)
Gonad bulu babi ditentukan kadar proteinnya terlebih dahulu dengan
menggunakan metode Kjeldahl. Sampel sebanyak 3 mg dimasukkan ke dalam
ampul, ditambah 1 mL HCl 6 N. Campuran tersebut dibekukan dalam es keringaseton, sampel dikeringkan dengan freeze dryer yang dihubungkan dengan pompa
vakum. Udara yang terdapat di dalam sampel dikeluarkan, kemudian ampul
divakum kembali selama 20 menit, bagian tengah tabung ditutup dengan cara
memanaskannya di atas api. Ampul dimasukkan ke dalam oven pada suhu 110 oC
selama 24 jam. Sampel yang telah dihidrolisis didinginkan pada suhu kamar.
Isinya dipindahkan ke dalam labu evaporator 50 mL, ampul dibilas dengan 2 mL
HCl 0,01 N dan cairan bilasan dimasukkan ke dalam labu evaporator (2-3 kali
ulangan). Sampel dikeringkan dengan freeze dryer dalam keadaan vakum,
ditambahkan air 10-20 mL ke dalam sampel (2-3 kali ulangan). HCl 0,01 N
sebanyak 5 mL ditambahkan ke dalam sampel yang telah dikeringkan. Larutan
sampel ini siap untuk dianalisis.
2) Pembuatan pereaksi OPA
Larutan stok OPA dipersiapkan dengan melarutkan 50 mg OPA ke dalam
4 mL methanol dan ditambah merkaptoetanol, kemudian dikocok dengan hati-hati.
Larutan brij-30 30 % dan buffer borat ditambahkan ke dalam larutan tersebut.
Larutan stok disimpan dalam botol gelap pada suhu 4 oC dan akan stabil selama
2 minggu. Pereaksi derivatisasi dibuat dengan cara mencampurkan satu bagian
larutan stok dengan dua bagian larutan buffer borat 10,4 dan harus dibuat segar
setiap hari.
3) Fase mobil
Buffer A terdiri dari Na-Asetat (ph 6,5) 0,025 M, Na-EDTA 0,05%, Metanol
9,00%, THF 1,00% . Buffer A dilarutkan ke dalam 1 liter air HP, kemudian
disaring dengan kertas milipore 0,45 µm, disimpan dengan botol berwarna gelap
yang diisi dengan gas He atau nitrogen dan akan stabil selama 5 hari pada suhu
kamar. Buffer B terdiri dari metanol 95% dan air HP, disaring dengan kertas
milipore 0,45 mikron. Larutan ini akan stabil pada waktu tak terbatas.
4) Kondisi alat
Kolom : Ultra techspere
Laju aliran fase mobil : 1 mL/menit
Detektor : Fluoresensi
Fase mobil : Buffer A dan Buffer B (Tabel 1)

Waktu (menit)
0
1
2
5
13
15
20
22
26
28
38

Table 1 Kondisi fase mobil
Laju aliran fase mobil (mL/menit)
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

% Buffer B
0
0
15
15
42
42
70
100
100
0
0

9
5)

Analisis asam amino
Sampel yang telah dihidrolisis dilarutkan dalam 5 mL HCl 0,01 N dan
disaring menggunakan kertas milipore. Buffer kalium borat pH 10,4 ditambahkan
ke dalam sampel dengan perbandingan 1:1. Sampel sebanyak 10 µL dimasukkan
ke dalam vial kosong yang bersih dan ditambahkan 25 µL pereaksi OPA,
campuran tersebut didiamkan selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung
sempurna. Setelah itu, 5 µL sampel diinjeksikan ke dalam kolom HPLC. Waktu
yang dibutuhkan sampai pemisahan semua asam amino selesai sekitar 25 menit.
Persen asam amino dalam sampel dapat dihitung dengan rumus berikut:
area sampel
x konsentrasi standar x volume tera x BM AA
area standar
%Asam amino =
x 100
gram contoh
Keterangan:

konsentrasi standar
volume tera
BM AA

= 0,5
= 10 mL
= Berat molekul asam amino

HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfologi Bulu Babi
Bulu babi memiliki tubuh bulat atau pipih bundar, tidak mempunyai kepala,
tubuh tersusun dalam sumbu oral-aboral, tidak bertangan, dan mempunyai duriduri panjang yang dapat digerakkan (Suwignyo et. al. 2005), serta memiliki
endoskeleton berupa kerangka kapur. Kerangka tersebut memiliki kolom-kolom
dengan lubang-lubang kecil yang merupakan tempat munculnya kaki tabung (tube
feet). Bulu babi memiliki duri yang jelas menutupi kulitnya untuk pertahanan dan
pergerakan. Duri-duri ini memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi, tergantung
jenisnya. Mulut bulu babi terdapat pada kerangka bagian oral yang merupakan
celah tempat organ Aristotles lantern yaitu gigi dan rahang yang berfungsi untuk
mengunyah makanan (Vimono 2007). Anus bermuara pada pusat sisi aboral, yaitu
pada pusat periprok yang berupa sekumpulan papan-papan kapur (Lariman 2011).
Bulu babi yang digunakan yaitu D. setosum, E. calamaris dan E. diadema.
Ketiga jenis bulu babi ini memiliki bentuk morfologi yang berbeda (Gambar 3).
E. diadema memiliki tubuh bulat berwarna hitam dan agak memipih. Duri-duri
E. diadema ada 2 jenis, yaitu duri yang berukuran lebih besar dan kokoh berwarna
hitam berada pada seluruh permukaan cangkang sedangkan duri-duri yang lebih
kecil berada pada interambulaclar, duri ini berwarna coklat, lebih tajam dan lebih
rapuh. Bulu babi Diadema setosum memiliki tubuh bulat dan berwarna hitam.
Suyanti et al. (2012) menyatakan bahwa D. setosum memiliki duri-duri yang
panjang, langsing dan tajam pada cangkangnya. Semakin berat tubuh bulu babi ini
maka semakin panjang pula durinya. Cangkangnya memiliki 5 spot warna bitu
terang yang berada pada bagian kosong interambulaclar, cangkang mudah pecah
dan banyak tuberkula, lubangnya dikelilingi warna orange. E. calamaris memiliki
cangkang memipih dan duri yang panjang berwarna putih polos dan berbelangbelang. Bentuk tubuh E. calamaris adalah bulat dan berwarna hitam.

10
Bobot bulu babi yang digunakan yaitu berkisar 94-207 gram. Bobot bulu
babi ini sangat beragam sehingga diperoleh standar deviasi yang cukup tinggi
mencapai 50% lebih. Diameter bulu babi yaitu 6-8 cm dengan standar deviasi
yang sangat kecil, hal ini menunjukkan bahwa diameter bulu babi yang digunakan
seragam (Tabel 2). Ukuran bulu babi sangat ditentukan oleh diameter tubuhnya.
Aziz (1993) menjelaskan bahwa diameter tubuh dapat digunakan untuk
menentukan umur bulu babi.

(a)

(b)

(c)

Gambar 3 Morfologi bulu babi (a) Diadema setosum (b) Echinothrix calamaris
(c) Echinotrix diadema
Tabel 2 Hasil pengukuran bobot dan diameter tubuh bulu babi
Jenis bulu babi
Bobot (g)
Diameter (cm)
Diadema setosum
121,21±26,87
6,31±0,69
Echinothrix calamaris
150,00±54,95
6,96±0,82
Exhinothrix diadema
172,10±34,73
7,63±0,40
Keterangan: D. setosum 14 sampel, E. calamaris 7 sampel, E diadema 11 sampel

Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin berat, maka diameter atau ukuran bulu
babi akan bertambah. Radjab (1998) menyatakan bahwa antara diameter dan berat
bulu babi terdapat hubungan yang cukup erat. Pertumbuhan bulu babi bersifat
allometrik yang berarti pertambahan berat lebih cepat dari pada pertambahan
diameter cangkang. Hal ini didukung oleh hasil pengamatan pertambahan berat
bulu babi yang menunjukkan pertumbuhan rata-rata berat per satuan waktu lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan rata-rata diameter cangkangnya.
Bagian tubuh bulu babi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan
yaitu gonadnya. Gonad berada pada rongga tubuh bulu babi. Ciri fisik gonad bulu
babi dari ketiga spesies tersebut terlihat sama dan sulit dibedakan (Gambar 4).

(a)

(b)

(c)

Gambar 4 Kenampakan fisik gonad bulu babi (a) D. setosum (b) E calamaris
(c) E. diadema

11
Gonad bulu babi atau disebut telur merupakan timbunan protein berkualitas tinggi
(Radjab 1998). Gonad ini dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah karena
memiliki rasa yang lezat dan dipercaya oleh masyarakat merupakan makanan
bergizi yang dapat menjaga kesehatan (Siahaya 2009).

Rendemen
Rendemen gonad bulu babi sangat kecil dibandingkan dengan rendemen
cangkang dan jeroannya. Rendemen gonad yang diperoleh rata-rata hanya
mencapai 2-6%, sedangkan rendemen cangkang dan jeroan mencapai lebih dari
90% (Gambar 5). Hal ini terjadi karena gonad bulu babi yang diteliti belum
mencapai fase mature (matang). Ukuran dan bobot gonad bulu babi sangat
dipengaruhi oleh fase gametogenesis. Hasil penelitian Darsono (1986)
menunjukkan bahwa ukuran gonad bulu babi akan bertambah besar seiring dengan
fase gametogenesisnya. Ukuran rata-rata diameter oocyte pada fase awal
gametogenesis adalah 5-15 µ, fase II (growing) 40-60 µ, fase III (matang awal/
pre-mature) 70 µ, dan pada fase matang (mature) gonad jantan dan betina
mencapai puncak perkembangan sehingga memiliki ukuran dan volum maksimal.
Gonad akan kembali kosong setelah masa pijah (spent). Aziz (1993) menyatakan
bahwa ukuran dan berat gonad ini akan maksimal menjelang masa pijah.
120%
100%

94.04%

94.64%

97.77%

80%
60%
40%
20%

5.96%

5.36%

2.23%

0%
D. setosum

E. calamaris

E. diadema

Gambar 5 Rendemen gonad ( ), cangkang dan jeroan ( ) bulu babi

Komposisi Kimia Gonad Bulu Babi
Komposisi kimia gonad bulu babi dapat diketahui dengan analisis proksimat.
Analisis yang dilakukan meliputi kadar air, abu/mineral, protein, lemak dan
karbohidrat. Khusus untuk perhitungan kadar karbohidrat dilakukan dengan cara
by different (Tabel 3).
Kadar Air
Kadar air pada gonad bulu babi yang telah diteliti yaitu 66-76%. Kadar air
terendah terdapat pada gonad D. setosum (66,86%), sedangkan kadar air tertingggi
terdapat pada gonad E. calamaris (76,27%). Kadar air ketiga jenis bulu babi ini

12
memiliki kisaran yang tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Hasan (2002)
yaitu kadar air gonad bulu babi Tripneustes gratilla sebesar 73,55%. Perbedaan
tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor. Pada penelitian lain terhadap ikan,
Irianti dan Soesilo (2007) menemukan bahwa komposisi kimia ikan tergantung
pada spesies, umur, jenis kelamin, musin penangkapan, ketersediaan pakan di air,
habitat dan kondisi lingkungan. Kadar air dan kadar lemak pada daging ikan
sangat berfluktuasi, jika kandungan air semakin besar maka kandungan lemak
akan menurun dan sebaliknya.
Kadar air yang tergolong tinggi pada gonad bulu babi ini menyebabkan
teksturnya lembek dan mudah mengalami kerusakan jika tidak ditangani dengan
hati-hati. Kadar air di dalam suatu bahan merupakan sumber kehidupan bagi
mikroorganisme, sehingga semakin tinggi kadar air suatu bahan maka bahan
tersebut akan cepat mengalami kemunduran mutu. Penanganan yang perlu
dilakukan untuk mempertahankan mutu produk adalah dengan cara cepat, hati-hati
dan tetap mempertahankan rantai dingin.
Tabel 3 Hasil analisis proksimat gonad bulu babi
Diadema Echinothrix Echinothrix Tripneustes Strongylocentrotus
setosum
calamaris
diadema
gratilla a
droebachiensis b
Komponen
(%) (bb)
73,55
74,7
Air
66,86±0,30 76,27±0,10 77,24±0,28
3,42
2,2
Abu
2,09±0,18 1,74±0,15
2,10±0,06
2,76
4,7
Lemak
6,89±0,01 5,71±0,15
3,65±0,40
10,68
7,4
Protein
12,60±0,40 11,40±0,29 13,20±0,42
8,25
10,6
Karbohidrat 11,58±0,06 4,90±0,49
3,83±0,20
a

Sumber: Hasan (2002).

b

Sumber: Pathirana et al. (2002). Keterangan: pengujian 2 kali ulangan

Kadar Abu
Kadar abu gonad bulu babi jenis D. setosum, E. calamaris dan E. diadema
cukup rendah, yaitu 2,09%, 1,74% dan 2,10%. Hasil penelitian Hasan (2002)
diperoleh bahwa kadar abu gonad bulu babi Tripneustes gratilla sebesar 3,42%.
Sediaoetama (2008) menyatakan, kadar abu adalah material yang tertinggal bila
bahan makanan dipijarkan dan dibakar pada suhu (500-800) oC, semua bahan
organik akan terbakar sempurna menjadi air dan CO2 serta NH3, sedangkan
elemen-elemen tertinggal sebagai oksidanya. Kadar abu menggambarkan
kandungan mineral dari sampel bahan makanan.
Kadar abu pada gonad bulu babi yang diteliti mengalami berbedaan setiap
species. Menurut Purwaningsih (2012), adanya perbedaan kadar abu pada setiap
spesies diduga karena setiap organisme mempunyai kemampuan yang berbeda
dalam mengabsorpsi logam, sehingga logam yang berasal dari makanan dan
lingkungan akan terakumulasi di dalam tubuh dalam kadar yang berbeda pula.
Kondisi lingkungan, misalnya kualitas air dan ketersediaan makanan dapat
mempengaruhi kandungan mineral pada organisme yang hidup di dalamnya.
Kadar Lemak
Kadar lemak pada gonad bulu babi D. setosum, E. calamaris dan E. diadema
adalah 6,89%, 5,71%, dan 3,65%. Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan
kadar lemak pada Tripneustes gratilla yang diteliti oleh Hasan (2002) yaitu hanya

13
mencapai 2,76%. Kadar lemak terendah berdasarkan hasil penelitian ini terdapat
pada gonad Echinothrix diadema (3,65%) dan yang tertinggi terdapat pada gonad
Diadema setosum (6,89%). Irianto dan Soesilo (2007) menyatakan kadar lemak di
dalam suatu bahan sangat berfluktuasi dan akan mempengaruhi kadar air dari
bahan tersebut. Kadar lemak akan tinggi jika kandungan air di dalam bahan
rendah dan sebaliknya.
Perbedaan kadar lemak pada gonad bulu babi ini juga diduga karena fase
gametogenesis pada setiap spesies tidak sama, selain itu juga dipengaruhi oleh
pola makan dari organisme itu sendiri. Hal ini didukung oleh Purwaningsih (2012)
yang menyatakan bahwa perbedaan kadar lemak dapat dipengaruhi oleh tingkat
kematangan gonad dan umur suatu spesies. Suhardjo dan Kusharto (1988)
menjelaskan bahwa lemak menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh,
membentuk struktur tubuh, mengatur tekanan darah, denyut jantung dan lipolisis.
Defisiensi lemak di dalam tubuh menyebabkan terjadinya perombakan protein,
menganggu pertumbuhan, dan menyebabkan kelainan pada kulit, umumnya pada
balita terjadi luka eczematous pada kulit. Konsumsi lemak yang melebihi
normal (dianjurkan 20-30% total energi yang dibutuhkan) akan menyebabkan
obesitas.
Kadar Protein
Kandungan protein pada gonad bulu babi jenis D. setosum, E. calamaris dan
E. diadema adalah 12,60%, 11,40%, 13,20%. Penelitian Hasan (2002)
menunjukkan kadar protein gonad bulu babi jenis Tripneustes gratilla sebesar
10,68%. Pais et al. (2011) telah melakukan penelitian pada gonad bulu babi yang
dapat dimakan, Paracentrotus vilidus, dari beberapa wilayah yaitu Oristano,
Alghero, Cagliari dan Sassari, kadar protein dari keempat sampel tersebut adalah
10,96%, 11,64%, 12,20% dan 10,60%. Kandungan protein pada sampel gonad
bulu babi yang diteliti lebih besar dari pada kandungan protein pada Tripneustes
gratilla dan memiliki kisaran yang sama dengan Paracentrotus vilidus. Perbedaan
kadar protein tersebut diduga karena jenis bulu babi dan habitat yang berbeda.
Hasil perikanan dikenal mengandung protein yang memiliki komposisi asam
amino yang lengkap (Irianto dan Soesilo 2007). Protein adalah bagian dari semua
sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh setelah air. Protein sangat penting
bagi kebutuhan gizi manusia, karena memiliki fungsi yang khas dan tidak dapat
digantikan oleh zat gizi lain yaitu untuk membangun serta memelihara sel-sel dan
jaringan tubuh (Almatsier 2006). Protein juga mempunyai fungsi sebagai bahan
pembentuk hormon dan pembentuk enzim yang kemudian akan terlibat dalam
berbagai proses metabolisme (Irawan 2007). Unit pembangunan dalam semua
jenis protein adalah asam amino. Beberapa jenis asam amino membangun sel dan
jaringan tubuh yang sangat spesifik, misalnya kolagen terletak dalam jaringan ikat
tubuh, myosin dalam jaringan otot, hemoglobin dalam sel darah merah, sel enzim
dan hormone insulin (Achadi 2007).
Karbohidrat
Kadar karbohidrat diperoleh dengan cara perhitungan by different. Bulu babi
jenis D. setosum, E. calamaris dan E. diadema memiliki kandungan karbohidrat
sebesar 11,58%, 4,90%, dan 3,83%. Hasan (2002) memperoleh kadar karbohidrat
pada gonad bulu babi Tripneustes gratilla sebesar 8,25%. Kadar karbohidrat ini
tergolong tinggi jika dibandingkan dengan ikan. Nurjanah dan Abdullah (2010)

14
menyatakan bahwa kadar karbohidrat pada ikan umumnya hanya (0,1-1)%.
Pratama et al. (2013) melaporkankan, kadar karbohidrat ikan mas segar hanya
0,73±0,37%, dan ikan mas kukus 1,76±0,09%. Tingginya kadar karbohidrat pada
gonad bulu babi ini terjadi karena bulu babi merupakan hewan pemakan algae
yang merupakan produsen primer, sehingga transfer energi yang diperoleh cukup
besar. Gonad bulu babi D. sitosum memiliki kandungan karbohidrat paling tinggi,
hal ini diduga karena kemampuan makan bulu babi ini lebih tinggi dibandingkan
jenis E. calamaris dan E. diadema. Hasil penelitian Pais et al. (2011) diperoleh
kadar karbohidrat pada bulu babi Paracentrotus vilidu yaitu antara (0,29-1,65)%.
Perbedaan kandungan karbohidrat pada setiap jenis bulu babi tersebut disebabkan
adanya perbedaan komposisi kimia yang lain yakni kadar air, abu, lemak dan
protein pada masing-masing spesies.

Profil Asam Lemak
Asam lemak merupakan asam organik yang terdiri atas rantai hidrokarbon
lurus pada salah satu ujungnya mempunyai gugus karboksil (COOH) dan pada
ujung lainnya mempunyai gugus metil (CH3) (Almatsier 2006). Gonad bulu babi
D. setosum memiliki 29 jenis asam lemak yang terdiri atas 11 jenis asam lemak
jenuh (Saturated Fatty Acid/SAFA), 8 jenis asam lemak tak jenuh tunggal
(Monounsaturated Fatty Acid/MUFA) dan 10 jenis asam lemak tak jenuh
majemuk (Polyunsaturated Fatty Acid/PUFA). Gonad bulu babi E. calamaris dan
E. diadema mengandung 30 jenis asam lemak yang terdiri atas 11 jenis SAFA,
8 jenis MUFA dan 11 jenis PUFA. Kadar asam lemak total pada gonad bulu babi
D. setosum, E. calamaris dan E. diadema adalah 60,37%, 58,35% dan 58,55%
(Tabel 4).
Kadar asam lemak yang tidak teridentifikasi pada D. sitosum, E. calamaris
dan E. diadema cukup besar, yaitu 39,63%, 41,65% dan 41,45%. Hal ini diduga
karena beberapa asam lemak telah mengalami kerusakan pada saat ekstraksi
dengan metode soxhlet. Menurut Sukma et al. (2010) kandungan asam lemak tak
jenuh dalam minyak dapat terdegradasi pada ekstraksi menggunakan pemanasan.
Edwar et al. (2011) juga menyatakan bahwa pemanasan dengan suhu tinggi dan
lama dapat menyebabkan kerusakan asam lemak tidak jenuh sehingga membentuk
asam lemak jenuh dan berbagai jenis gugus radikal bebas.
Kadar asam lemak jenuh (SAFA) tertinggi terdapat pada gonad E. diadema
(34,99%). Kandungan asam lemak tak jenuh yang tertinggi terdapat pada gonad
D. setosum, yaitu 9,74% MUFA dan 20,17% PUFA. Gonad bulu babi D. setosum
juga memiliki kandungan asam lemak omega-6 dan omega-9 yang paling tinggi
dibandingkan dengan 2 jenis bulu babi lainnya, yaitu 13,88% dan 5,01%. Asam
lemak omega-3 tertinggi terdapat pada gonad E. calamaris yaitu 4.84%.
Kandungan EPA dan DHA tertinggi yaitu pada gonad E. diadema (2,89%) dan
gonad D. setosum (0,73%) (Tabel 5). Winarno (1999) menyatakan bahwa variasi
kandungan lemak dan komposisi asam lemak pada ikan dipengaruhi oleh banyak
faktor, yakni jenis kelamin, ukuran tubuh, tingkat kematangan atau umur, siklus
bertelur, letak geografis, jenis makanan dan musim.

15
Tabel 4 Profil asam lemak gonad bulu babi
Asam Lemak
Asam lemak jenuh
Laurat (C12:0)
Tridekanoat (C13:0)
Miristat (C14:0)
Pentadekanoat (C15:0)
Palmitat (C16:0)
Heptadekanoat (C17:0)
Stearat (C18:0)
Arahidat (C20:0)
Heneikosanoat (C21:0)
Behenat (C22:0)
Lignoserat (C24:0)
Total SAFA
Asam lemak tak jenuh tunggal
Miristoleat (C14:1)
Palmitoleat (C16:1)
Cis-10-Heptadekanoat (C17:1)
Elaidat (C18:1n9t)
Oleat (C18:1n9c)
Cis-11-Eikosanoat (C20:1)
Erukat (C22:1n9)
Nervolat (C24:1)
Total MUFA
Asam lemak tak jenuh jamak
Linoleat (C18:2n6c)
Linolelaidat (C18:2n9t)
ϒ -Linolenat (C18:3n6)
Linolenat (C18:3n3)
Cis-11, 14-Eikosadienoat (C20:2)
Cis-11, 14, 17-Eikosatrienoat
(C20:3n3)
Cis-8, 11, 14-Eikosetrienoat (C20:3n6)
Arakhidonat (C20:4n6)
EPA (C20:5n3)
Cis-13, 16-Dokosadienoat (C22:2)
DHA (C22:6n3)
Total PUFA
Total Asam Lemak
Tidak Teridentifikasi
*Sumber: Chen et al. (2013)

D.
setosum
%w/w

E.
calamaris
%w/w

E.
diadema
%w/w

T.
gratilla
(mg/g)*

0,03
0,03
5,73
1,07
18,44
0,79
3,49
0,43
0,11
0,19
0,15
30,46

0,04
0,04
11,83
0,84
16,55
0,56
2,42
0,36
0,1
0,15
0,11
33

0,05
0,03
14,21
0,75
16,65
0,06
2,53
0,35
0,1
0,15
0,11
34,99

0,0
0,7
0,1
2,2
0,5
0,3
0,6
0,3
0,0
4,7

0,02
3,38
0,33
0,45
3,84
0,87
0,61
0,24
9,74

0,04
1,93
0,19
0,32
3,19
2,37
0,49
0,22
8,75

0,04
2
0,2
0,33
3,06
3,2
0,48
0,2
9,51

0,0
0,5
0,5
0,4
0,4
0,5
0,4
2,7

2,18
0,11
1,03
0,38
2,09

1,51
0,08
0,81
1,16
1,51

1,31
0,08
0,75
0,25
1,54

0,1
0,7
0,7
0,1

-

0,29

0,23

0,0

0,43
10,24
2,88
0,1
0,73
20,17
60,37
39,63

0,47
7,3
2,89
0,08
0,5
16,6
58,35
41,65

0,39
6,76
2,3
0,06
0,38
14,05
58,55
41,45

0,7
1,0
0,4
0,1
1,1
4,9
12,3

16
Tabel 5 Perbandingan kadar asam lemak beberapa jenis bulu babi
D. setosum E. calamaris
E. diadema Tripneustes gratilla L*
Asam
Lemak
% w/w
mg/g
SAFA
30,46
33
34,99
4,7
MUFA
9,74
8,75
9,51
2,7
PUFA
20,17
16,6
14,05
4,9
EPA
2,88
2,89
2,3
0,4
DHA
0,73
0,5
0,38
1,1
n3
3,99
4,84
3,16
2,2
n6
13,88
10,09
9,21
3,9
n9
5,01
4,08
3,95
1,2
*Sumber: Chen et al. (2013)

Asam Lemak