Campuran Enkapsulan dan Pemanasan Sub-Letal Meningkatkan Kualitas Mikrokapsul Lactobacillus plantarum dalam Serbuk Jambu Biji Kering Semprot.

CAMPURAN ENKAPSULAN DAN PEMANASAN SUB-LETAL
MENINGKATKAN KUALITAS MIKROKAPSUL Lactobacillus plantarum
DALAM SERBUK JAMBU BIJI KERING SEMPROT

RINA NINGTYAS

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Campuran Enkapsulan
dan Pemanasan Sub-Letal Meningkatkan Kualitas Mikrokapsul Lactobacillus
plantarum dalam Serbuk Jambu Biji Kering Semprotadalah karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015

Rina Ningtyas
NRP. F251120331

RINGKASAN
RINA NINGTYAS. Campuran Enkapsulan dan Pemanasan Sub-Letal
Meningkatkan Kualitas Mikrokapsul Lactobacillus plantarum dalam Serbuk
Jambu Biji Kering Semprot. Dibimbing oleh SRI LAKSMI SURYAATMADJA
dan LILIS NURAIDA.
Permintaan pangan probiotik berbahan dasar non-susu mengalami
peningkatan pada pasar global, salah satu inovasi adalah serbuk jambu biji
probiotik. Probiotik umumnya mengalami penurunan selama produksi, kondisi
penyimpanan serta saat melalui alat pencernaan. Teknik mikroenkapsulasi
menggunakan metode pengeringan semprot adalah salah satu upaya untuk
mempertahankan sintasan probiotik. Efektivitas mikroenkapsulasi dapat
ditingkatkan dengan pemilihan jenis enkapsulan dan perlakuan pra-pengeringan
semprot.
Penelitian ini bertujuan adalah untuk memilih bahan enkapsulan yang

cocok untuk mikroenkapsulasi dua strain probiotik L. plantarum (2C12 dan BSL)
dalam sari jambu biji dengan metode pengeringan semprot dan untuk
mendapatkan suhu sublethal yang optimal sebagai perlakuan awal untuk
probiotik, yang dilakukan sebelum pengeringan semprot. Suhu pengeringan
semprot adalah suhu 1200C (inlet) dan 700C (outlet). Bahan enkapsulan yang
digunakan adalah maltodekstrin (MD), serta campuran MD-gum arab, MD-inulin
dan MD-GOS. Dalam percobaan terpisah, optimalisasi suhu sub-letal (500C,
52.50C, dan 550C) dipelajari. Kualitas mikrokapsul dari kedua strain L. plantarum
yang diperoleh dievaluasi termasuk sintasan probiotik, ketahanan sel terhadap
panas (500C, 600C, dan 700C), pH rendah (2.0), dan garam empedu (0.5%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua bahan enkapsulan
menghasilkan mikrokapsul dengan kualitas yang baik pada kedua strain L.
plantarum, berdasarkan sintasan probiotik setelah pengeringan semprot dan
meningkatkan ketahanan probiotik terhadap panas, pH rendah, dan garam
empedu. Maltodekstrin yang dicampur dengan gum arab (5:1) menghasilkan
bahan enkapsulan dengan proteksi terbaik untuk kedua strain. Ketahanan
probiotik terhadap panas, pH rendah dan garam empedu bervariasi yang
dipengaruhi oleh bahan enkapsulan dan strain probiotik. Sintasan probiotik terbaik
adalah pada suhu 500C, dengan bahan enkapsulan yang paling baik dalam
melindungi sel terhadap panas adalah maltodekstrin. Campuran maltodekstrin dan

GOS menghasilkan mikrokapsul L. plantarum 2C12 yang tahan terhadap pH
rendah dan garam empedu, sedangkan untuk L. plantarum BSL bahan enkapsulan
terbaik adalah maltodekstrin. Proses mikroenkapsulasi tidak mempengaruhi
aktivitas antimikroba secara signifikan dari kedua strain terhadap Escherichia
coli. Suhu sublethal yang optimal adalah di 550C yang efektif dalam
meningkatkan kelangsungan hidup probiotik sekitar 1.0 log cfu g-1 dalam serbuk.
Serbuk JBPE memiliki aktivitas air (0.4), kelarutan air yang baik (90-95%), warna
produk yang diukur menggunakan chromameter (L, a, b) adalah 84.11, 2.35, 7.85.
Kata kunci: Serbuk jambu biji, Lactobacillus plantarum, mikroenkapsulasi,
pengeringan semprot.

SUMMARY
RINA NINGTYAS. Mixture of Encapsulant and Sub-Lethal Preheating Improved
the quality of Lactobacillus plantarum Microcapsule in Spray-Dried Guava
Powder. Supervised by SRI LAKSMI SURYAATMADJA and LILIS NURAIDA.
The demand for nondairy probiotic foods in the global market has
increased recently. Innovation today is to develop probiotic foods such as fruit
based probiotics. One problem pose is that the number of probiotics generally
decreased during food processing and storage conditions and when consumed
through the digestive tract. Microencapsulation technique by spray drying method

has been reported can increase the survival of probiotic when exposed to these
environment. Factors that influence the effectivity of this method are the type of
microencapsulating material and sub-lethal temperature performed on the
probiotic culture before spray drying.
The objectives of this study were to select the suitable encapsulating
material for microencapsulation of two probiotic strains L. plantarum (2C12 and
BSL) in guava juice by spray drying and to obtain the optimum sublethal preheating temperature exposed to probiotic culture before spray drying. The
temperatures of the spray dryer were set at 1200C (inlet) and 700C (outlet).
Encapsulating materials used in this study were maltodextrin (MD) and mixture of
MD-Arabic gum, MD-Inulin, and MD-GOS (galactoorigosaccaride). In separate
experiment, optimization of the sublethal pre-heating temperature (500C, 52.50C,
and 550C) were studied. The quality of microcapsules of both L. plantarum
obtained was evaluated including probiotic survival after spray drying and
resistance to heat (500C, 600C, and 700C), low pH (2.0), and bile salt (0.5%).
The results showed that all encapsulating materials produced good quality
microcapsules of both L. plantarum strains based on the probiotic survival after
spray drying and improved the resistance of probiotic after heat, low pH, and bile
salts. Mixture of maltodextrin and arabic gum was considered as the best
encapsulating materials in producing spray dried microcapsules with the highest
cell number of both L. plantarum strains. The resistance of encapsulated

probiotics to heat, low pH and bile salt was varied by the type of encapsulating
materials and L. plantarum strain. Microencapsulating using maltodextrin could
be able to protect the probiotic strain toward heating at 500C by 2-3 log cfu g-1
guava powder compared to free cells. While mixture of maltodextrin and GOS
showed the highest protection toward low pH and bile salt, except for L.
plantarum BSL, maltodextrin alone demonstrated the best protection toward bile
salt. Antimicrobial activity of the probiotics after microncapsulation againts
Eschericia coli did not change significantly. The optimum sublethal temperature
before spray drying was at 550C which was effective in increasing the survival of
probiotic about 1.0 log cfu g-1 in guava powder. The spray dried guava powder
probiotic had water activity (0.4), good water solubility (90-95%), and the color
measured by chromameter (L, a, b) were 84.11, 2.35, 7.85, respectively.
Keywords:guava powder, Lactobacillus plantarum, microencapsulation, spray
drying.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjuan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

CAMPURAN ENKAPSULAN DAN PEMANASAN SUB-LETAL
MENINGKATKAN KUALITAS MIKROKAPSUL Lactobacillus plantarum
DALAM SERBUK JAMBU BIJI KERING SEMPROT

RINA NINGTYAS

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


Penguji luar komisi pada ujian tesis: Dr. Elvira Syamsir, STP, M.Si

Judul Tesis

: Campuran Enkapsulan dan Pemanasan Sub-Letal Meningkatkan Kualitas
Mikrokapsul Lactobacillus plantarum dalam Serbuk Jambu Biji Kering
Semprot

Nama

: Rina Ningtyas

NIM

: F251120331

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Prof. Dr. Ir. Sri Laksmi Suryaatmadja, MS
Ketua

Prof. Dr. Lilis Nuraida, M.Sc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Pangan

Prof. Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc

Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 17 Juni 2015


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Campuran Enkapsulan dan
Pemanasan Sub-Letal Meningkatkan Kualitas Mikrokapsul Lactobacillus
plantarum dalam Serbuk Jambu Biji Kering Semprot” ini berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Direktorat Pendidikan Tinggi Kemendikbud
atas didanainya penelitian ini melalui program Hibah Kompetensi tahun anggaran
2014.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Laksmi Suryaatmadja, MS
selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Prof. Dr. Lilis Nuraida, M.Sc selaku
anggota komisi atas waktu dan kesempatan yang telah diluangkan dalam
memberikan bimbingan, ilmu, arahan, motivasi, dan masukkan selama penulis
mengikuti pendidikan, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, pembuatan
artikel jurnal hingga penyusanan tesis. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Dr. Elvira Syamsir selaku penguji luar komisi pebimbing atas
saran dan masukkan demi kesempurnaan Tesis ini.
Terima kasih kepada keluarga terutama Mama, Ayah dan adik atas doa,

kasih sayang dan segala dukungan kepada Penulis. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua Dosen Ilmu Pangan yang telah mengajarkan penulis
selama kuliah S2, kepada teknisi dan staf di laboratorium program studi IPN,
departemen ITP dan SEAFAST, terutama Mba Ari, Pak Nur, Pak Taufik, Mas
Yeris, dan Teh Yayam, kepada rekan-rekan penelitian, Anis Usfah, Nurwulan
Purnasari, Diana, Sari, Mba Nur, Mba Ino, Bu Retnani serta teman-teman IPN,
Laras, Ka Tiwi, Afni, Puri, Tuti, Ka Novan, Mas Bimo dan lainnya yang tidak
dapat disebutkan satu per satu.Terima kasih atas bantuan, masukkan, dukungan,
dan kerjasama selama melakukan penelitian ini, serta semua pihak yang turut
mendukung penyelesaian tesis ini.
Akhir kata penulis berharap semua penelitian dan tesis ini dapat bermanfaat
bagi pembaca dan mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi ilmu
pengetahuan.

Bogor, Juni 2015

Rina Ningtyas

DAFTAR ISI
RINGKASAN


iii

SUMMARY

iv

PRAKATA

xi

DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xv

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

Hipotesis

4

TINJAUAN PUSTAKA

4

Jambu Biji (Psidium guajava L.)

4

Lactobacillus plantarum sebagai Probiotik

5

Mikroenkapsukasi Probiotik dengan Metode Pengeringan Semprot

6

Serbuk Buah Probiotik

11

Perlakuan Sub-Letal

12

METODE

13

Tempat dan Waktu Penelitian

13

Bahan dan Alat

13

Metode Penelitian

13

Prosedur Penelitian

14

Persiapan kultur probiotik dan produksi biomassa

14

Pengujian sintasan probiotik

16

Pengujian sel cedera (injured cells) probiotik

16

Pengukuran aw produk JBPE

17

Pengujian kelarutan dalam air

17

Pengukuran warna

17

Perlakuan Suhu Sub-letal

17

Analisis Data

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

18

Pengaruh mikroenkapsulasi dengan pengeringan semprot terhadap sintasan
probiotik

18

Sel probiotik cedera pada produk serbuk JBPE

20

Ketahanan probiotik terenkapsulasi terhadap panas

21

Pengaruh bahan enkapsulan terhadap ketahanan probiotik terenkapsulasi pada
pH rendah (pH 2.0) dan garam empedu (0.5%)
23
Aktivitas antimikroba probiotik terenkapsulasi

25

Pengaruh pemaparan suhu sub-letal sebelum pengeringan semprot terhadap
sintasan probiotik
27
Sifat fisikokimia produk serbuk JBPE

28

SIMPULAN DAN SARAN

29

DAFTAR PUSTAKA

30

LAMPIRAN

36

RIWAYAT HIDUP

61

DAFTAR TABEL
1 Bahan Enkapsulan dan kondisi pengeringan semprot pada isolat probiotik
2 Pengaruh bahan enkapsulan terhadap sintasan probiotik L. plantarum 2C12 dan
L. plantarum BSL pada proses pembuatan serbuk JBPE
3 Hasil analisis jumlah sel probiotik L. plantarum 2C12 dan L. plantarum BSL
pada produk serbuk JBPE
4 Pengaruh jenis enkapsulan terhadap ketahanan panas probiotik pada serbuk
JBPE
5 Sifat Fisikokimia Serbuk JBPE

8
19
20
22
28

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir Penelitian
2 Ketahanan sel probiotik terenkapsulasi terhadap perlakuan panas pada suhu
500C
3 Ketahanan sel probiotik terenkapsulasi terhadap pH rendah(pH 2.0)
4 Ketahanan sel probiotik terenkapsulasi terhadap garam empedu(0.5 %)
5 Pertumbuhan E. coli yang dikontakkan dengan probiotik
6 Pengaruh perlakuan suhu sub-letal terhadap sintasan L. plantarum BSL
menggunakan bahan enkapsulan maltodekstrin ditambah gum arab

15
23
24
24
26
27

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Foto produk JBPE
Pengaruh bahan enkapsulan terhadap sel bebas probiotik L. plantarum 2C12 dan
L. plantarum BSL pada proses pembuatan serbuk JBPE menggunakan metode
pengeringan semprot
3 Analisa statistik perubahan log pada pembuatan serbuk JBPE
4 Hasil Statistik sel probiotik luka (Injured) pada produk serbuk JBPE
5 Analisa statistik Ketahanan Panas
6 Hasil Analisis Statistik Data Ketahanan terhadap pH rendah (pH 2.0) dan garam
empedu (0.5%)
7 Analisa statistik Hasil Uji aktivitas antimikroba
8 Hasil Statistik Data Pengamanatan Suhu Sub-Letal
9 Perhitungan koloni (BAM 2001)
10 Surat Penomoran Naskah Baru Jurnal Teknologi dan Industri Pangan (JTIP)

36
38

39
43
45
54
57
57
59
60

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permintaan pangan probiotik pada beberapa tahun terakhir mengalami
peningkatan pada pasar global. Penjualan global bahan probiotik, suplemen dan
makanan mengalami peningkatan dari $ 21.6 milyar pada tahun 2010 menjadi
$ 24.23 milyar pada tahun 2011. Dalam sebuah laporan pasar yang diterbitkan
oleh Market Research Transparasi, pasar probiotik global diperkirakan akan
mencapai $ 31.1 milyar pada tahun 2015 dengan Laju Pertumbuhan Majemuk
Tahunan (Compound Annual Growth Rate) (CAGR) sebesar 7.6% selama periode
5 tahun sebelumnya dan diperkirakan akan mencapai US $ 44.9 milyar pada tahun
2018 (Pedretti 2013).
Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang jika dikonsumsi dalam
jumlah yang cukup (> 7 log cfu g-1) memberi manfaat kesehatan (FAO/WHO
2006). Berbagai manfaat kesehatan yang diperoleh dari probiotik antara lain dapat
mencegah diare (Szymański et al. 2008), menstimulasi peningkatan sistem imun
(Nova et al. 2007), mencegah penyakit radang perut (Fooks et al. 2002),
mengatasi gangguan intoleransi laktosa (Li et al. 2012), mencegah alergi
(Delcenserie et al. 2010), kanker (Rafter 2004), kolesterol (Pereira & Gibson
2002), konstipasi (Ouwehand et al. 2002), infeksi sistem urigenital (Dani et al.
2002), dan infeksi Helicobacter pylori (Hamilton-Miller 2003). Bakteri probiotik
harus termasuk kelompok GRAS (Generally Recognized as Safe) dan umumnya
berasal dari bakteri asam laktat (BAL).
Probiotik yang tersedia saat ini, biasanya dalam bentuk susu fermentasi
(berbahan dasar susu), namun peningkatan konsumen vegetarian di seluruh
negara maju menyebabkan peningkatan permintaan dari produk probiotik
vegetarian. Selain itu, penggunaan probiotik vegetarian dapat mendukung
konsumsi oleh konsumen intoleransi laktosa dan pertimbangan kesehatan seperti
perspektif kolesterol dalam produk susu dan alasan ekonomi untuk negara
berkembang, sehingga bahan baku alternatif (non-susu) untuk probiotik perlu
diupayakan (Vasudha dan Mishra 2013).
Berbagai jenis produk pangan probiotik mulai dikembangkan, salah
satunya adalah serbuk buah probiotik. Nualkaekul et al. (2012) mengembangkan
produk serbuk buah probiotik dengan proses pencampuran kering serbuk buah
(strawberi, delima, kismis hitam, cranberi) dan probiotik L. plantarum kering
beku (freeze dried) serta tambahan inulin dan gum arab. Hasil penelitian
menunjukkan produk serbuk buah merupakan pembawa yang sangat baik bagi sel
probiotik L. plantarum dan membentuk alternatif untuk jus buah asam, dengan
sintasan lebih dari 106 cfu ml-1 selama penyimpanan 12 bulan. Anekella dan Orsat
(2013) berhasil mengembangkan produk serbuk buah raspberri probiotik
menggunakan pengeringan semprot dengan maltodekstrin sebagai bahan
enkapsulan.Hernández-Carranza et al. (2014) juga mengembangkan serbuk
pangan probiotik (asparagus, artichoke, jeruk dan kulit jeruk) menggunakan
teknik mikroenkapsulasi dengan metode pengeringan semprot, hasil yang
diperoleh menunjukkan populasi L. caseiyang ditambahkan mampu bertahan
lebih dari 107 cfu g-1 setelah penyimpanan 60 hari.

2
Jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura
yang memiliki potensi komersial baik sebagai buah segar maupun produk olahan.
Publikasi yang luas tentang manfaat jambu biji telah membuat jambu biji lebih
dikenal masyarakat. Secara nutrisi, jambu biji merupakan buah kesehatan karena
memiliki kandungan vitamin C dan serat yang cukup tinggi. Namun sebagian
besar produksi jambu biji di dunia masih dikonsumsi dalam bentuk buah segar
(Chopda dan Barret 2001). Saat ini sudah terdapat minuman serbuk jambu biji
(non-probiotik) yang telah dikomersialkan dan memiliki pasar yang tinggi.
Viabilitas probiotik umumnya mengalami penurunan selama berada dalam
sistem pangan dan kondisi penyimpanan pangan serta saat dikonsumsi melalui
sistem pencernaan (Sultana et al. 2000). Salah satu upaya untuk mempertahankan
viabilitas probiotik adalah dengan mengaplikasikan teknik mikroenkapsulasi.
Salah satu metode yang digunakan dalam teknik mikroenkapsulasi adalah
pengeringan semprot (spray drying). Teknik pengeringan semprot
direkomendasikan karena metode ini relatif murah dan dapat menampung larutan
dalam volume yang besar (Mortazavian et al. 2007). Pada proses pengeringan
semprot, efisiensi mikroenkapsulasi dapat dilakukan dengan pemilihan bahan
enkapsulan dan kondisi pengeringan semprot yang optimal (Liu et al. 2004).
Pemilihan bahan enkapsulan sangat penting karena mempengaruhi stabilitas
emulsi sebelum pengeringan, daya alir, stabilitas fisik dan daya simpan setelah
pengeringan (Sheu dan Rosenberg 1998). Mikroenkapsulasi probiotik dengan
proses pengeringan semprot dinyatakan berhasil jika sintasan sel yang relatif
tinggi dan sifat-sifat fisiologis relatif sama dengan sebelum dimikroenkapsulasi.
Mosilhey (2003) melaporkan mikrokapsul yang dihasilkan setelah pengeringan
semprot mengandung L. acidophilus dengan populasi sekitar 108-109 cfu g-1 berat
kering, memenuhi jumlah untuk digunakan sebagai probiotik. Jumlah bakteri
setelah dienkapsulasi dengan metode pengeringan semprot menggunakan bahan
enkapsulan gum arab dan susu skim berkisar antara 107–109 cfu g-1 berat kering
(Rizqiati et al. 2009). Jumlah sel probiotik hidup dalam mikrokapsul ini masih
tinggi untuk dapat memberikan efek kesehatan bagi tubuh yaitu 106 cfu g-1 produk
(Sultana et al. 2000).
Penelitian Anekella dan Orsat (2013) menunjukkan bahwa perlakuan
panas sub-letal yang diberikan kepada probiotik sebelum proses pengeringan
semprot memberikan pengaruh terhadap peningkatan toleransi tekanan panas letal
sehingga meningkatkan sintasan probiotik. Hal ini dimungkinkan adanya
penyesuaian diri dari probiotik terhadap panas selama sub-letal, yang membuat
probiotik dapat bertahan pada kondisi yang lebih merugikan selama proses
pengeringan dan penyimpanan (Broadbent dan Lin 1999). Sel yang pulih setelah
mengalami perlakuan panas sub-letal dapat meningkatkan sintasan laktobasili
(antara 16 hingga 18 kali lipat tergantung pada media adaptasi) selama dan setelah
pengeringan semprot (Desmond et al. 2000; Gardiner et al. 2002).
Perumusan Masalah
Jambu biji merupakan salah satu produk hortikultura yang telah diketahui
manfaatnya dengan produksi yang relatif tinggi di Indonesia, namun memiliki
masa simpan yang relatif singkat. Di sisi lain, terdapat kecenderungan konsumen
saat ini mengarah pada produk-produk yang mempromosikan sifat fungsional dan

3
kemudahan persiapan (siap saji) serta memiliki umur simpan yang panjang. Salah
satu contoh adalah produk serbuk buah jambu biji yang telah dikomersialkan dan
memiliki pasar yang tinggi. Salah satu inovasi dalam pengembangan produk ini
adalah memasukkan sifat fungsional seperti probiotik.
Beberapa masalah yang dihadapi dalam pengembangan produk probiotik
berbasis buah adalah menurunnya sintasan selama dalam sistem pangan dan
kondisi penyimpanan pangan serta ketika melalui alat pencernaan. Oleh kerena itu
diperlukan teknik dalam meningkatkan sintasan probiotik. Mikroenkapsulasi
dengan menggunakan metode pengeringan semprot adalah salah satu teknik yang
digunakan untuk meningkatkan sintasan. Pada metode ini, pemilihan bahan
enkapsulan menjadi penting karena mempengaruhi hasil sintasan dan karakteristik
dari mikrokapsul yang dihasilkan. Optimasi proses selama pengeringan dengan
tujuan meningkatkan kemampuan sintasan probiotik dapat dilakukan dengan
menggunakan perlakuan panas sub-letal sebelum proses pengeringan semprot.
Perlakuan panas sub-letal meningkatkan kelangsungan hidup Lactobacillus antara
16 dan 18 kali lipat selama dan setelah pengeringan semprot (Desmond et al.
2001; Gardiner et al.2002).
Beberapa publikasi tentang pengembangan produk probiotik berbentuk
serbuk buah telah dilaporkan. Nualkaekul et al. (2012) melakukan pencampurkan
serbuk buah dengan probiotik kering beku dan penambahan inulin dan gum arab.
Selain itu, Anekella dan Orsat (2013) berhasil meningkatkan sintasan probiotik
dalam serbuk buah raspberri dengan perlakuan panas sub-letal sebelum
pengeringan semprot. Penelitian ini akan mengembangkan produk serbuk jambu
biji probiotik terenkapsulasi (JBPE) dengan menggunakan metode pengeringan
semprot. Pemilihan bahan enkapsulan menjadi penting untuk meningkatkan
sintasan probiotik dan mutu produk. Optimasi juga dilakukan dengan melakukan
perlakuan panas sub-letal yang diharapkan dapat meningkatan kemampuan
sintasan probiotik selama proses pengeringan semprot.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Memperoleh jenis bahan enkapsulan yang dapat melindungi sel probiotik L.
plantarum 2C12 dan L. plantarum BSL selama pengeringan semprot
2. Mengevaluasi karakteristik probiotik dan sifat fisikokimia produk JBPE
setelah proses pengeringan semprot.
3. Mengetahui efektivitas perlakuan panas sub-letal sebelum proses pengeringan
semprot terhadap sintasan probiotik.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk memberi inovasi penganekaragaman
pangan fungsional probiotik berbasis non-susu dengan pengembangan produk
baru yaitu serbuk buah JBPE. Hasil penelitian dapat dijadikan dasar aplikasi
teknik mikroenkapsulasi probiotik dengan metode pengeringan semprot pada
pembuatan produk serbuk buah lainnya.

4
Hipotesis
1. Proses mikroenkapsulasi dengan pengeringan semprot dapat meningkatkan
sintasan probiotik pada produk JBPE.
2. Jenis enkapsulan yang berbeda akan meningkatkan sifat probiotik terhadap
panas, pH rendah dan garam empedu.
3. Perlakuanpanas sub-letal sebelum proses pengeringan semprot dapat
meningkatkan memiliki sintasan probiotik.

TINJAUAN PUSTAKA
Jambu Biji (Psidium guajava L.)
Jambu biji dikenal sebagai buah tropis yang dikarakterisasi sebagai buah
dengan kandungan karbohidrat, lemak dan protein yang rendah. Namun memiliki
kandungan vitamin C yang tinggi (lebih dari 100 mg/100 g buah) dan kadar serat
(lebih dari 2.8–5.5 g/100 g buah). Ekstrak dan metabolit tanaman ini, terutama
yang berasal dari daun dan buah memiliki aktivitas farmakologi yang bermanfaat,
yaitu sejumlah metabolit dengan hasil yang baik dan beberapa telah terbukti
memiliki aktivitas biologis yang berguna yaitu fenolik, flavonoid, karotenoid,
terpenoid dan triterpen. Sebuah survei literatur menunjukkan P. guajava terutama
dikenal karena sifat antispasmodik dan antimikroba dalam pengobatan diare dan
disentri. Juga telah digunakan secara luas sebagai agen hipoglikemik (Gutiérrez et
al. 2008). Namun, kandungan gizi bervariasi di seluruh jambukultivar.
Produksi jambu biji di Indonesia yaitu pada tahun 2009 sampai tahun
2012 yaitu 220.202 ton, 204.551 ton, 211.836 ton dan 206.507 ton. Sedangkan
produksi jambu biji di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2009 sampai 2012 yaitu
70.997 ton, 49.203 ton, 75.455 ton dan 65.897 ton (BPS 2013). Tanaman jambu
biji dapat berbuah sepanjang tahun (Ali dan Lazan 2001). Menurut Coppack dan
Brown (1983), umur buah berbunga sampai masak kurang lebih 110 hari. Buah
jambu biji, pada waktu muda kulitnya berwarna hijau pekat dan mendekati tahap
masak, buahnya berubah warna menjadi hijau muda sampai kekuning-kuningan.
Jambu biji memiliki potensi komersial baik sebagai buah segar maupun
produk olahan. Publikasi yang luas tentang manfaat jambu biji telah membuat
jambu biji lebih dikenal masyarakat. Secara nutrisi, jambu biji merupakan buah
kesehatan karena memiliki kandungan vitamin C dan serat yang cukup tinggi.
Namun sebagian besar produksi jambu biji di dunia masih di konsumsi dalam
bentuk buah segar (Chopda dan Barret 2001). Berbagai produk olahan yang
berbahan dasar buah jambu biji adalah pasta dan pure (bubur) jambu biji, yang
merupakan olahan dari buah yang telah matang dan produk antara dari pengolahan
buah, serta merupakan bahan baku industri jus, sirup serta industri pangan lainnya.
Produk lain adalah tepung jambu biji, yang merupakan sumber vitamin C dan
pektin, yang dapat digunakan untuk membuat minuman instan, suplemen
makanan bayi dan berbagai produk lainnya (Manoi dan Nova 2008).

5
Lactobacillus plantarum sebagai Probiotik
Probiotik didefinisikan sebagai kultur bakteri tunggal atau campuran yang
ketika dikonsumsi oleh ternak atau manusia akan memberikan efek yang
menguntungkan bagi kesehatan inangnya dengan cara meningkatkan sifat-sifat
dari mikroflora dalam saluran pencernaan. Suatu mikroorganisme disebut sebagai
probiotik bila memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya: a) bersifat non
patogen, b) sintasan pada populasi tinggi sekitar 106–108 cfu ml-1, c)
menghasilkan substansi antimikrobial yang akan menghambat bakteri patogen
dalam saluran pencernaan, d) mampu berkompetisi dengan bakteri patogen untuk
membentuk koloni dalam saluran pencernaan, dan e) tahan terhadap enzim-enzim
pencernaan dan garam-garam empedu (Suscovic et al. 2001).
Bakteri probiotik merupakan mikroorganisme non-patogen, yang jika
dikonsumsi memberikan pengaruh positif terhadap fisiologi dan kesehatan
inangnya. Berbagai senyawa hasil metabolisme bakteri probiotik seperti asam
laktat, H2O2, bakteriosin bersifat antimikroba dan berbagai enzim seperti laktase
dapat membantu mengatasi intoleransi terhadap laktosa, serta bile salt hydrolase
dapat menurunkan kolesterol. Selain itu, terdapat pula aktivitas antikarsinogenik
dan stimulasi sistem imunitas (Nagao et al. 2000).
Probiotik secara luas terdiri dari beberapa spesies dan subspesies bakteri
asam laktat, seperti Lactobacillus, Bifidobacterium, Pediococcus, Lactococcus,
Streptococcus dan Enterococcus dan spesies dari non-bakteri asam laktat, yaitu
E.coli, Bacillus, dan khamir Saccharomyces sp. (Coeuret et al. 2004). Spesies
Lactobacillus umumnya aerotolerant atau mikroaerofilik, tidak membentuk spora,
berbentuk batang, jenis gram positif, tanpa sitokrom, katalase negatif dan
homofermentatif (asam laktat sebagai produk akhir) (Vasiljevic dan Shah 2008).
Lactobacillus plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, kelas
Bacilli, ordo Lactobacillales, family Lactobacillaceae dan genus Lactobacillus. L.
plantarum merupakan salah satu jenis BAL homofermentatif dengan pertumbuhan
yang optimal pada suhu 30-37oC serta pada pH 5-7 (Emanuel et al. 2005). L.
plantaruma dalah bakteri yang secara alami berada pada saluran gastrointestinal.
Bakteri ini merupakan anggota dari bakteri asam laktat, yang umum digunakan
dalam fermentasi makanan. L. plantarum dapat bertahan pada pH rendah dari
lambung dan duodenum, mampu melawan pengaruh asam empedu di usus kecil
ketika dicerna, dan memiliki kemampuan untuk berkoloni pada saluran
pencernaan dengan cara mengikat mukosa usus dan kolon. Penggunaannya
sebagai pengobatan untuk penyakit iritasi usus besar telah diuji, dan banyak bukti
hasil penelitian menunjukkan probiotik ini dapat mengurangi distentsion perut dan
perut kembung (Bixquert 2009).
L. plantarum 2C12 merupakan kandidat probiotik yang diisolasi dari
daging sapi. Isolat ini telah terbukti efektif mencegah diare yang disebabkan oleh
EPEC dengan cara meningkatkan total BAL di mukosa dan isi sekum, serta
menurunkan total E. coli pada mukosa dan isi sekum (Arief et al. 2010). L.
plantarum 2C12 juga mampu memproduksi bakteriosin yang dapat menghambat
bakteri patogen seperti E. coli, S. aureus, dan S. typhimurium. Bakteriosin yang
dihasilkan dari isolat ini juga telah terbukti sebagai pengawet alami pada produk
bakso, yang dicapai dengan menghambat pertumbuhan total mikroorganisme dan
E. coli, yang tidak berbeda dengan nitrit (Arief et al. 2012). Isolat L. plantarum

6
BSL (dahulu L. plantarum sa28k) juga merupakan kandidat probiotik yang
diisolasi dari asinan kubis (sauerkraut) yang memiliki ketahanan terhadap pH
rendah dan garam empedu, memiliki aktivitas antagonistik terhadap bakteri
patogen, dan mampu melakukan asimilasi kolesterol (Kusumawati et al. 2003).
Isolat ini telah diaplikasikan pada produk yogurt sinbiotik (tepung pisang uli
modifikasi sebagai sumber prebiotik yang digunakan) dengan jumlah sintasan 108
cfu ml-1 selama penyimpanan 4 minggu (Jenie et al. 2013).
Mikroenkapsukasi Probiotik dengan Metode Pengeringan Semprot
Selama selang waktu dari pengolahan sampai pada konsumsi dari produk
pangan, probiotik pada produk pangan harus dapat dilindungi dari serbagai hal,
yaitu kondisi proses, seperti suhu dan tekanan tinggi, desikasi apabila
diaplikasikan untuk produk pangan kering, kondisi penyimpanan produk, seperti
matriks pengemasan dan lingkungan (suhu, kelembaban, oksigen) dan degradasi
pada saluran pencernaan, khususnya pH rendah di lambung (berkisar antara 2.53.5) dan garam empedu di dalam usus halus (Manojlović et al. 2010). Sintasan
probiotik umumnya mengalami penurunan selama berada dalam sistem pangan
dan kondisi penyimpanan pangan serta saat dikonsumsi melalui alat pencernaan
(Sultana et al. 2000).
Jumlah minimum sel probiotik (cfu g-1) dalam produk pangan pada saat
konsumsi yang penting untuk memberi efek kesehatan yang menguntungkan
(preventif atau terapeutik) sebagai probiotik disarankan untuk berada dalam
indeks minimum of bio-value (MBV) atau jumlah minimal sel probiotik
(Mortazavian et al. 2007). Menurut rekomendasi International Dairy Federation
(IDF), indeks ini harus ≥ 107 cfu g-1 (Ouwehand dan Salminen1998). Terlepas dari
indeks MBV, asupan harian (DI) dari setiap produk makanan juga ditentukan
untuk efektivitas probiotik. Jumlah minimum dari indeks yang terakhir telah
direkomendasikan sebagai sekitar 109 sel per hari (Mortazavian et al. 2007).
Salah satu teknik untuk mempertahankan sintasan probiotik selama
pengolahan hingga mencapai sistem pencernaan adalah mikroenkapsulasi.
Mosilhey (2003) mendefinisikan enkapsulasi sebagai teknologi pengemasan zat
padat, cair atau gas dalam kapsul berukuran kecil yang dapat melepaskan isinya
dalam lingkungan tertentu. Ukuran mikrokapsul ini dapat berkisar dari submikron
hingga beberapa milimeter dan memiliki berbagai bentuk tergantung pada bahan
dan metode yang digunakan untuk membuatnya. Rathore et al. (2013)
menjelaskan teknologi ini telah digunakan dalam berbagai macam produk seperti
obat, flavors, minyak atsiri, ekstrak tumbuhan, enzim dan lain-lain. Dalam
beberapa dekade terakhir, teknologi ini juga telah diaplikasikan dalam imobilisasi
sel mikroorganisme karena banyak keuntungan atas teknik imobilisasi selain
seperti kapasitas sel beban tinggi, kelangsungan hidup sel ditingkatkan dan
peningkatan laju produksi produk mikroorganisme yang diinginkan.
Teknik mikroenkapsulasi dapat meningkatkan kelangsungan hidup
probiotik mikroorganisme karena efek protektif terhadap faktor lingkungan yang
merusak seperti keasaman tinggi, pH rendah, molekul oksigen, agen keracunan
yang dihasilkan selama proses, enzim pencernaan, bakterifag, hidrogen peroksida,
asam lemak rantai pendek, senyawa karbonil-aromatik dan pengolahan panas

7
(misalnya pengeringan) (Mortazavian et al. 2007). Berbagai laporan
mengkonfirmasi bahwa mikroenkapsulasi efisien meningkatkan sintasan probiotik
melalui passing dari kondisi asam-enzimatik-empedu pada saluran pencernaan.
Percobaan dari Lee dan Heo (2000) menunjukkan proses mikroenkapsulasi
dengan kalsium alginat dalam simulasi kondisi asam lambung (pH 1.5) dapat
mempertahankan hidup B. longum. Sun dan Griffith (2000) melaporkan bahwa
kondisi simulasi lambung (pH 1.5) menyebabkan kerugian dramatis dari sel B.
infantis tanpa mikroenkapsulasi (dari 1.23 x 109 cfu ml-1 sampai kurang dari 10
cfu ml-1 setelah 30 menit), tetapi kehilangan kelangsungan hidup di bawah kondisi
yang sama setelah mikroenkapsulasi tidak melebihi 0.67% dari jumlah awal sel
hidup.
Pembuatan mikrokapsul dapat dilakukan secara fisika dan kimia. Metode
fisika yang digunakan antara lain pan coating, pelapisan suspensi udara, piringan
pemutar, dan pengeringan semprot (spray drying). Sementara metode kimia antara
lain polimerisasi in-situ, polimerisasi matriks, penguapan pelarut, dan pemisahan
fase. Dari berbagai metode diatas, metode pengeringan semprot paling mudah dan
sederhana untuk mengkapsulasi suatu bahan karena larutan suspensi yang akan
dimikroenkapsulasi cukup dimasukkan ke dalam alat pengering semprot dengan
serbuk mikrokapsul sebagai produk (Oliveira et al. 2005).
Pengeringan semprot merupakan teknologi yang sangat dikenal dalam
industri pangan yang memiliki laju produksi tinggi dan biaya operasional yang
rendah. Metode ini umum digunakan untuk membuat tambahan pangan yang
kering, stabil dan memiliki volume kecil. Selain itu, pengeringan semprot
digunakan juga untuk mengawetkan dan mengkonsentrasikan mikroorganisme.
Namun mikroorganisme rentan terhadap panas dan kerusakan dehidrasi selama
proses pengeringan semprot. Karena itu, sintasan mikroorganisme harus
diperhatikan jika proses ini diaplikasikan untuk membuat kultur kering
mikrorganisme (Lian et al. 2002; Mosilhey 2003).
Proses pengeringan semprot mengubah masukan berupa cairan emulsi atau
pembentuk fase dispersi menjadi produk kering. Cairan kemudian diubah menjadi
bagian-bagian yang sangat kecil dengan menggunakan roda yang berputar dan
menyemburkan butiran yang langsung kontak dengan aliran udara yang panas
(atomisasi dengan sejumlah udara panas). Waktu kontak antara udara pengering
dengan droplet di dalam ruangan pengering berlangsung sangat singkat, hanya
beberapa detik saja sehingga sedikit sekali kemungkinan terjadinya degradasi
karena panas (Filkova dan Mujumdar 1995). Mikroenkapsulasi berhasil jika bahan
yang dienkapsulasi memiliki sintasan sel yang relatif tinggi dan sifat-sifat
fisiologis yang relatif samadengan sebelum dienkapsulasi. Mosilhey (2003) juga
melaporkan bahwa pengeringan semprot dengan berbagai bahan enkapsulasi
menyebabkan penurunan sel L. acidophilus sekitar 1.0-2.0 log g-1 berat kering,
dengan hasil mikrokapsul sekitar 108-109 cfu g-1 berat kering, memenuhi jumlah
untuk digunakan sebagai probiotik. Begitu pula yang dilakukan Harmayani et al.
(2001) dengan metode pengeringan semprot untuk pengawetankultur
Lactobacillus sp. diperoleh perubahan sintasan sel dari 1011 cfu g-1 menjadi 108
cfu g-1.

8
Tabel 1 Bahan enkapsulan dan kondisi pengeringan semprot pada beberapa isolat probiotik
Isolat Probiotik

Bahan Enkapsulan

Suhu inlet
(0C)

L. acidophilus NRRL B449 and L. rhamnosus
NRRL B-442

Maltodektrin

L. rhamnosus GG,
L. rhamnosus E800 dan
L. rhamnosus UCC 500

RSM, Polidektros, inulin

179

L. paracasei ssp.
paracasei NFBC338

RSM

170

Bifidobacterium BB-12

100-130

RSM, dengan penambahan 150±2
prebiotik
inulin,
oligofructos dan campuran
oligofructose inulin

Suhu
outlet
(0C)
67-97

85-90

85-105

55±3

Hasil penelitian

Sintasan tertinggi terdapat pada suhu
inlet 1150C dan outlet 80-850C dengan
sintasan sebanya 84.44% dengan sel
yang pulih sebanyak 32.9%.

Referensi

Anekella
dan Orsad
(2013)

Penambahan inulin prebiotik pada Corcoran et
fase stasioner memiliki sintasan al. (2004)
sebanyak 71-43 0C.
Terjadi penurunan jumlah probiotik Desmond
dari 5.18x108 menjadi 2.52x108 cfu et al. (2001)
g-1 pada suhu outlet 85-900C
Terjadi penurunan jumlah probiotik
dari 2.68x108 menjadi 9.7x107 cfu g-1
pada suhu outlet 90-950C,
Adaptasi suhu secara bertahap dapat
meningkatkan sintasan sel
Kestabilan yang lebih tinggi pada
mikroenkapsulan yang ditambahkan
prebiotik dibandingkan yang hanya
RSM saja.

FritzenFreire et al.
(2012)

9
L.
plantarum
CIDCA
83114, L. kefir CIDCA
8321 dan L.kefir CIDCA
8348

RSM

L. plantarum sa28k dan L.
plantarum mar8

Susu skim dan gum arab

C. divergen, L. salivarius
danL. sakei.

Susu skim

L. rhamnosus GG

Whey protein isolat,
Whey protein yang
dikombinasikan dengan
pati resisten dengan
beberapa variasi (4:1, 1:1,
dan 1:40) dan pati resisten
tanpa penambahan

160

100

200

70

L. plantarum CIDCA dan 83114, L. Golowczyc
kefir CIDCA 8321 menunjukkan et al. (2011)
penurunan sintasan sebanyak 0.11
dan 0.29 log cfu ml-1 setelah proses
pengeringan semprot, sedangkan
L.kefir CIDCA 8348 lebih sensitif
dengan penurunan sintasan sebanyak
0.70 log cfu ml-1.

50

L. plantarummengalami penurunan
sel sekitar 0.7-1.2 log cfu g-1,dengan
populasi akhir sebanyak 107-109 cfu
g-1.

Rizqiati et
al. (2008)

70

Bakteri asam laktat mengalami
penurunan sel kurang dari 0.4 log cfu
ml-1.

Silva et al.
(2002)

Semua hasil mikroenkapsulasi pada
Whey protein isolat, Whey protein
yang dikombinasikan dengan pati
resisten dengan beberapa variasi
(4:1, 1:1, dan 1:4) memiliki
perlindunngan
yang
baik
dibandingkan hanya pati saja pada
jus apel dan larutan buffer sitrat pada
penyimpanan 6 mnggu.

Ying et al.
(2012)

Kerugian dari pengeringan semprot adalah proses ini dilakukan dengan
paparan suhu tinggi pada mikroorganisme yang dapat merugikan integritas sel.
Proses ini dapat mempengaruhi sejumlah besar komponen selular termasuk DNA,
RNA, membran sitoplasma dan dinding sel (Santivarangkna et al. 2008).
Peningkatan sensitivitas cedera pada bakteri terhadap NaCl, lisozim, penisilin dan
garam empedu dapat dikaitkan dengan kerusakan membran sel (Sunny-Roberts
dan Knorr 2009). L. paracasei lebih resisten terhadap pengeringan dibandingkan
dengan L. salivarius setelah pengeringan semprot dan diketahui bahwa terjadi
kerusakan membran sel setelah diuji NaCl 5% (Gardiner et al. 2000).
Efisiensi mikroenkapsulasi dilakukan dengan cara menggunakan bahan
enkapsulan yang cocok dan kondisi pengeringan semprot yang optimal (suhu inlet
dan suhu outlet) merupakan faktor utama dalam kondisi pengeringan semprot
yang harus dioptimalkan (Liu et al. 2004). Pemilihan bahan enkapsulan sangat
penting karena mempengaruhi stabilitas emulsi sebelum pengeringan, daya alir,
stabilitas fisik dan daya simpan setelah pengeringan (Sheu dan Rosenberg 1998).
Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisis pati (polimer
sakarida tidak manis) dengan panjang rantai rata-rata 5-10 unit/molekul glukosa.
Maltodekstrin secara teori diproduksi dengan menggunakan hidrolisis terkontrol
melalui enzim (α-amilase) atau asam (Kennedy et al. 1995). Maltodekstrin banyak
digunakan dalam industri pangan sebagai bahan pengisi. Idealnya, maltodekstrin
sedikit berasa dan berbau, namun maltodekstrin dengan DE 20 menghasilkan rasa
manis. Beberapa kelebihan maltodekstrin antara lain mudah larut dalam air,
meningkatkan vikositas, menghambat kristalisasi dan baik untuk kesehatan karena
rendah kalori. Maltodekstrin biasanya digunakan sebagai campuran bahan pangan
dan merupakan pembentuk produk yang baik untuk produk yang sulit kering
(Kuntz 1998). Selain itu, Osorio et al. (2010) melaporkan enkapsulan
maltodekstrin menjadi alternatif yang bermanfaat untuk memelihara kekayaan
biofungsional dan senyawa volatil dari buah jambu biji. Selain itu, hasil Scanning
electron microscope (SEM) pada pembuatan serbuk jambu biji menggunakan
maltodekstrin membentuk mikroenkapsulat berbentuk bola yang memiliki
kestabilan yang tinggi terhadap panas dan mikroenkapsulat ini sangat berpengaruh
terhadap kandungan pektin yang tinggi. Menurut Finotelli dan Rocha-Leão (2010),
proses pengolahan dengan metoda mikroenkapsulasi yang menggunakan
maltodekstrin sebagai bahan enkapsulan dapat melindungi terjadinya pelepasan
komponen nutrisi, melindungi senyawa-senyawa penting seperti komponen
antioksidan akibat suhu ekstrim, karena maltodekstrin memiliki kemampuan
menyalut dan memiliki daya ikat yang kuat terhadap senyawa yang tersalut.
Gum arab merupakan hidrokoloid yang sangat mudah larut dalam air panas
maupun air dingin, membentuk larutan dengan viskositas rendah, akan tetapi tidak
larut pada alkohol dan pelarut organik lainnya. Gum arab digunakan secara luas
pada industri makanan dan farmasi. Karakteristik utamanya adalah bersifat
pembentuk tekstur, pembentuk film, pengikat dan pengemulsi. Gum arab dapat
mempertahankan flavor dari makanan yang dikeringkan dengan metode
pengeringan semprot karena gum ini dapat membentuk lapisan yang dapat
melindungi dari oksidasi, absorbsi dan evaporasi (Thevenet 1995). Menurut
Desmond et al. (2002), gum arab memberikan perlindungan terhadap stres
oksidatif dan hilangnya air dari lingkungan hidup sel karena adanya dinding
semipermeabel dari gum arab terbentuk melapisi sel selama pengeringan. Dinding

11
tersebut cenderung menghambat pergerakan molekul bebas dalam sel sehingga
mengurangi laju metabolisme.
Hasil analisis termal menunjukkan stabilitas yang lebih tinggi dari
enkapsulan yang diproduksi dengan penambahan prebiotik (inulin, oligofruktosa
dan campuran inulin dan oligofruktosa) daripada yang diproduksi hanya dengan
enkapsulan RSM (reconstituted skim milk) (Fritzen-Freire et al. 2012). Selain itu,
Ananta et al. (2005) juga melaporkan bahwa enkapsulan yang ditambahkan
dengan oligofruktosa, polidektrosa, dan substansi prebiotik dapat meningkatan
sintasan dari probiotik. Menurut Corcoran et al. (2004), prebiotik ini berpotensi
dimanfaatkan sebagai media pembawa untuk pengeringan semprot dan mungkin
berguna untuk meningkatkan kelangsungan hidup probiotik selama pemerosesan.
Namun, penggunaan bahan enkapsulan yang berbeda menghasilkan sifat fisik
yang berbeda (Tonon et al. 2009), dan juga dapat memodifikasi fungsional sifat
mikrokapsul yang terbentuk (Chen et al. 2005). Inulin sebagai prebiotik untuk
meningkatkan kemampuan susu skim pada fermentasi berbagai kultur yaitu kultur
murni L. acidophilus, L. rhamnosus, L. bulgaricus dan Bifidobacterium lactis
maupun kultur gabungan (Oliviera et al. 2011).
Serbuk Buah Probiotik
Produk pangan serbuk siap saji merupakan produk pangan yang berbentuk
serbuk, berstruktur lemah, mudah dilarutkan dengan air dingin maupun air panas,
mudah dalam penyajian, mudah terdispersi dan tidak mengendap di bagian bawah
wadah (Wirakartakusuma et al. 1992). Menurut Sagar dan Suresh (2010),
kelebihan dari pangan serbuk kering (instan) ini adalah memiliki kstabilan dalam
penyimpanan, meminimalkan pengemasan dan mempermudah distribusi
transportasi.
Parameter kualitas utama yang dihubungkan dengan produk pangan kering
yaitu warna, penampakan visual, bentuk produk, flavor, jumlah mikroorganisme,
retensi nutrisi, massa jenis, porositas, tekstur, karakteristik rehidrasi, aw, bebas
dari hama dan serangga, bahan pengawet, dan aroma (Ratti 2005). Parameter
kualitas dapat dibagi atas empat hal yaitu fisik, kimia, mikrobial dan nutrisi.
Stabilitas dan kualitas yang tinggi dapat dilakukan dengan memilih bahan baku
yang fresh dan masih dalam kondisi yang baik (Perera 2005). Menurut Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2009) tentang
penetapan batas maksimum cemaran mikroorganisme dan kimia dalam makanan
terhadap pangan jenis minuman bukan susu, yaitu serbuk minuman (berperisa atau
tidak berperisa, tradisional, dan lain-lain), yaitu ALT (30oC, 72 jam) dengan batas
maksimal 3 x 103 koloni g-1, APM koliform dengan batas maksimal kurang dari 3
g-1 produk dan kapang dan khamir 1 x 102 koloni g-1.
Osorio et al. (2011) mengembangkan serbuk jambu biji dengan metode
mikroenkapsulasi menggunakanteknik pengeringan semprot. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan membandingkan empat bahan enkapsulan, yakni
maltodekstrin, gum arab, campuran maltodekstrin dan gum arab dengan
perbandingan 5:1 dan 10:1.Hasil penelitian menunjukkan bahan enkapsulan
maltodekstrin dan campuran maltodekstrin dengan gum arab (5:1) memiliki hasil
sensori yang paling disukai olehdan berpotensi dikembangkan oleh industri. Hasil
mikroenkapsulasi ini juga merupakan alternatif yang digunakan untuk

12
mempertahankan sensori dan kandungan biofungsional (vitamin C) pada hasil
produk jambu biji yang diproses menggunakan pengeringan semprot.
Nualkaekul et al. (2012) mengembangkan serbuk buah probiotik instan
(strawberi, delima, kismis hitam, cranberry) dengan cara mencampuran antara
serbuk buah dengan probiotik L. plantarum kering beku, serta penambahan inulin
dan gum arab. Hasil penelitian menunjukkan serbuk jus buah instan adalah
pembawa yang sangat baik bagi sel probiotik dan membentuk alternatif yang baik
untuk jus buah sangat asam. Hal ini dapat dilihat dari penyimpanan selama 12
bulan, sintasan L. plantarum lebih dari 106 cfu ml-1 pada kismis hitam, strawberi
dan delima, walaupun pada cranberri, sintasan kurang dari 105 cfu ml-1. Selain itu,
Anekella dan Orsat (2013) melakukan optimasi mikroenkapsulasi probiotik pada
jus raspberri menggunakan pengeringan semprot.
Perlakuan Sub-Letal
Probiotik yang diberi perlakuan panas sub-letal sebelum proses
pengeringan semprot memiliki kemampuan sintasan yang lebih tinggi dibanding
tanpa adanya perlakuan. Hasil pengujian Anekella dan Orsat (2013) terhadap
sintasan probiotik pada pengeringan semprot dengan menggunakan jus buah
menunjukkan probiotik yang diberi perlakuan panas sub-letal memiliki sintasan
yang tinggi, yaitu 500C pada L. acidophilus dan 52.50C pada L. rhamnosus selama
15 menit. Silva et al. (2005) menunjukkan paparanpada bakteri terhadap suhuyang
atas suhu pertumbuhan optimal mendorong strategi toleransi dan adaptasi pada
tekanan stres paparan berikutnya.
Peningkatan kemampuan bakteri akibat paparan suhu sub-letal
dimungkinkan karena mikroorganisme dapat menyesuaikan diri pada kondisi yang
kurang menguntungkan selama pengeringan, penyimpanan dan proses lainnya
(Broadbent dan Lin1999). Penyembuhan akibat perlakuan panas sub-letal dapat
meningkatkan kemampuan sintasan Laktobasili yaitu antara 16 sampai 18 kali
lipat (tergantung pada media adaptasi) selama dan setelah pengeringan semprot
(Desmond et al. 2001; Gardiner et al. 2002).
Mekanisme molekuler yang bertanggung jawab untuk induksi telah
diselidiki oleh berbagai ilmuwan, di mana heat shock protein seperti Gro ES
(Silva et al. 2005), Gro EL dan DnaK (Gouesbet et al. 2001) terlibat sebagai
pendamping selama adaptasi stres. Protein GroESL ditandai di L. paracasei
NFBC 338 yang bertanggung jawab selama stres termal dengan beberapa cara
diantaranya stabilitas mRNA dan lipatan protein serta lainnya. Dengan produksi
protein tersebut, sintasan probiotik meningkat selama proses pengeringan semprot
dan pengeringan beku (Corcoran et al. 2006). Studi mengungkapkan bahwa tidak
ada protein baru disintesis selama perbaikan kerusakan setelah pengeringan.
Protein ketahanan stres yang diproduksi terutama selama perlakuan sub-letal
sebelum proses pengeringan (Teixeira et al.1994).

13
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Pengolahan
Pusat Antar Universitas (PAU) Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP)
Fakultas Teknologi Pertanian IPB serta Pilot Plant Seafast (Southeast Asian Food
and Agricultural Science and Technology) Centre, IPB pada bulan Februari
hingga November 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah jambu biji merah
matang yang diperoleh dari Pasar Dramaga Bogor dan isolat probiotik yang
digunakan adalah Lactobacillus plantarum 2C12 yang diperoleh dari Fakultas
Peternakan IPB dan Lactobacillus plantarum BSL yang diperoleh dari
Laboratorium Laboratorium Mikrobiologi Pangan Departemen ITP IPB. Mikroba
uji yang digunakan adalah Escherichia coli ATCC 25922 dari Laboratorium
Mikrobiologi Departemen ITP IPB. Bahan enkapsulan yang digunakan adalah
maltodekstrin, gum arab, inulin, dan Galaktooligosakarida (GOS). Media
mikrobiologis yang digunakan adalah MRSA, MRSB, EMBA, dan susu skim.
Alat-alat yang digunakan adalah pengering semprot Buchi 190 Mini,aw
meter, sentrifugasi, refrigerator, blender, autoklaf, waterbath, laminar air flow,
dan inkubator.
Metode Penelitian
Tahap pertama yang dilakukan adalah pembuatan serbuk jambu biji
probiotik terenkapsulasi (JBPE) menggunakan teknik mikroenkapsulasi dengan
metode pengeringan semprot pada dua strain probiotik yaitu L. plantarum 2C12
dan L. plantarum BSL. Pembuatan serbuk buah jambu biji mengacu pada
Osorioet al.(2011) dengan menggunakan bahan enkapsulan maltodekstrin (MD),
maltodekstrin dicampur dengan gum arab (MDG), maltodekstrin dicampur dengan
inulin (MDI) dan maltodekstrin yang dicampur dengan GOS (MDGos).
Perbandingan bahan pengisi dan enkapsulan yaitu 5:1 (Osorio et al. 2011).
Analisis yang dilakukan pada tahap ini adalah 1) sintasan sel, 2) sel cedera
(Golowczyc et al. 2010), 3) kemampuan terhadap panas (500C, 600C, dan 700C)
(Mandal et al. 2005), 4) kemampuan antibakteri sel terhadap E. coli (Nuraida et al.
2012a), 5) Ketahanan terhadap pH asam (pH 2.0) dan garam empedu (0.5%)
(Nuraida et al. 2012b), 6) Analisis sifat fisikokimia produk serbuk JBPE yang
diuji adalah aw, dan kelarutan dalam air (AOAC 1995) serta warna.
Tahap yang kedua adalah evaluasi perlakuan awal suhu sub-letal terhadap
probiot