Kerapatan dan Keawetan Kayu Jati (Tectona grandis L. f.) Unggul Nusantara Terdensifikasi

KERAPATAN DAN KEAWETAN KAYU JATI (Tectona grandis
L.f.) UNGGUL NUSANTARA TERDENSIFIKASI

NOVAN DANUWIHARDI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kerapatan dan
Keawetan Kayu Jati (Tectona grandis L. f.) Unggul Nusantara Terdensifikasi
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Novan Danuwihardi
NIM E24100030

ABSTRAK
NOVAN DANUWIHARDI. Kerapatan dan Keawetan Kayu Jati (Tectona grandis
L.f.) Unggul Nusantara Terdensifikasi. Dibimbing oleh IMAM WAHYUDI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kerapatan dan tingkat
keawetan kayu jati cepat tumbuh (JUN) yang diawetkan dengan campuran boraksnatrium karbonat berkonsentrasi 2% dengan metode rendaman panas selama 5
jam dan langsung dipadatkan (densifikasi). Densifikasi dilakukan dengan mesin
kempa bersuhu 150ºC dan tekanan 20 MPa dengan target pengurangan tebal
sebesar 50% dari ukuran awalnya. Hasil penelitian membuktikan bahwa kayu
hasil perlakuan memiliki kerapatan dan tingkat keawetan yang lebih baik
dibandingkan dengan kayu kontrol. Kerapatan kayu meningkat sebesar 67.92%,
sedangkan keawetan kayu meningkat 6.90%. Keterawetan kayu JUN yang diteliti
tergolong sedang dengan rata-rata retensi sebesar 19.55 kg m-3 dan rata-rata
penetrasi sebesar 2.30 cm atau 80%. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
metode rendaman panas mampu meningkatkan keawetan kayu JUN dimana
kerusakan kayu kontrol lebih parah dibandingkan kerusakan kayu yang diawetkan.

Kata kunci: JUN, kerapatan, pemadatan, pengawetan, Tectona grandis.

ABSTRACT
NOVAN DANUWIHARDI. Density and Durability of Densified Superior
Teak (Tectona grandis L.f.) Wood. Supervised by IMAM WAHYUDI.
The aim of this research was focusing on quality evaluation of densified
wood of faster grown teak (JUN) after treating with 2% of borax-sodium carbonic
solution by hot soaking method for 5 hours in advance. Densification was
conducted by hot-press at 150ºC and 20 MPa with thickness decreasing target of
50% from their initial size. The result showed that density and durability class of
treated wood are greater than those of control wood. Wood density increases
67.92%, while weight loss decreases 6.90%. Furthermore, control wood has
serious damages compared than treated wood. It can be concluded that treatability
of JUN wood is moderate, with retention and penetration in averages are 19.55 kg
m-3, and 2.30 cm or 80%, respectively. Hot soaking process applied was suitable
enough to improve wood quality of JUN.
Keyword: Densification, density, JUN, preservation, Tectona grandis.

KERAPATAN DAN KEAWETAN KAYU JATI (Tectona grandis
L.f.) UNGGUL NUSANTARA TERDENSIFIKASI


NOVAN DANUWIHARDI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Kerapatan dan Keawetan Kayu Jati (Tectona grandis L. f.) Unggul
Nusantara Terdensifikasi
Nama
: Novan Danuwihardi
NIM

: E24100030

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah
peningkatan mutu kayu, dengan judul Kerapatan dan Keawetan Kayu Jati
(Tectona gandis L. f.) Unggul Nusantara Terdensifikasi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS selaku
dosen pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
dan seluruh keluarga, serta teman-teman tercinta atas segala doa dan kasih
sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015
Novan Danuwihardi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

1


Keawetan dan Pengawetan Kayu

1

Jati Unggul Nusantara

2

Densifikasi Kayu

2

METODE

3

Waktu dan Tempat

3


Bahan

3

Alat

3

Prosedur Penelitian dan Analisa Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Kerapatan

6


Retensi dan Penetrasi

7

Kehilangan Berat dan Kriteria Keawetan Kayu

7

SIMPULAN DAN SARAN

8

Simpulan

8

Saran

9


DAFTAR PUSTAKA

9

LAMPIRAN

11

RIWAYAT HIDUP

12

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Klasifikasi keterawetan berdasarkan tingkat penetrasi

Kriteria penilaian keragaan (keawetan) kayu dari serangan rayap tanah
Rata-rata nilai kerapatan kayu (g cm-3) kontrol dan perlakuan
Rata-rata kehilangan berat kayu (%) setelah uji kubur

4
5
6
8

DAFTAR GAMBAR
1 Penguburan contoh uji
2 Peletakan sampel uji kubur
3 Keragaan kayu setelah 3 bulan dikubur

5
5
8

DAFTAR LAMPIRAN
1 Lampiran 1 dimensi dan hasil uji kubur
2 Lampiran 2 Dimensi contoh uji kerapatan

11
11

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu mewah
yang banyak digunakan untuk memproduksi mebel. Namun sayang, ketersediaan
kayu jati terutama yang berasal dari tegakan tua semakin terbatas. Akhir-akhir ini
sebagian besar pengusaha mebel jati di pulau Jawa telah menggunakan kayu jati
cepat tumbuh sebagai bahan baku. Kayu tersebut diperoleh dari hutan tanaman
yang dikembangkan oleh masyarakat menggunakan bibit unggul dengan daur 5-7
tahun. Menurut Wahyudi et al. (2014), kayu jati unggul umur 4 dan 5 tahun asal
Jawa Barat secara umum kurang kuat, kurang awet dan kurang stabil.
Peningkatan kualitas kayu dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti
pengeringan, pengawetan, hingga memodifikasi kayu baik secara kimiawi atau
hanya dengan menggunakan kempa panas (Hill 2006). Kegiatan-kegiatan tersebut
biasanya dilakukan secara terpisah. Mengingat peningkatan kualitas kayu dengan
menggabungkan dua metode atau lebih belum pernah dilakukan terhadap kayu jati
cepat tumbuh, maka dilakukanlah penelitian ini. Dalam penelitian ini, sebelum
dipadatkan dengan kempa panas (thermal densification), kayu terlebih dahulu
diawetkan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kualitas kayu jati unggul
terpadatkan setelah lebih dahulu diawetkan, dengan membandingkan nilai
kerapatan dan tingkat keawetannya dengan kayu kontrol.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan informasi tentang peningkatan nilai kerapatan
dan tingkat keawetan kayu jati unggul hasil perlakuan, dan metode peningkatan
mutu yang dapat diterapkan pada kayu jati tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA
Keawetan dan Pengawetan Kayu
Keawetan kayu merupakan daya tahan alami suatu jenis kayu terhadap
serangan organisme perusak, sedangkan pengawetan kayu merupakan suatu
proses memasukkan bahan pengawet ke dalam kayu untuk meningkatkan umur
pakai kayu. Pengawetan kayu adalah tindakan pencegahan dan bukan pengobatan,
yang berperan untuk meniadakan kemungkinan terjadinya cacat yang disebabkan
oleh organisme perusak kayu. Pengawetan kayu juga dimaksudkan untuk
pengendalian kualitas bahan baku dan produk serta untuk memperpanjang umur
pakai kayu (Barly dan Subarudi 2010).

2
Keawetan kayu terkait dengan jenis dan banyaknya komponen bioaktif
berupa zat ekstrakstif yang bersifat racun sehingga mengakibatkan kayu mampu
menahan serangan organisme perusak. Pada umumnya kayu-kayu yang tergolong
awet memiliki kandungan zat ekstraktif seperti tanin, alkaloid, saponin, phenol
quinone dan damar yang lebih banyak dibandingkan kayu yang kurang awet
(Tsoumis 1991).
Keterawetan kayu menunjukkan mudah tidaknya suatu jenis kayu
dimasuki bahan pengawet. Menurut Martawijaya (1996), keterawetan kayu antara
lain dipengaruhi oleh jenis kayu khususnya porositas dan kerapatan, umur pohon,
dan posisi kayu dalam batang.
Salah satu bahan kimia yang dapat digunakan untuk mengawetkan kayu
adalah campuran boraks (Na2B4O7.10H2O) dan natrium karbonat (Na2CO3).
Penggunaan senyawa boraks karena mempunyai toksisitas yang rendah terhadap
manusia (Yamauchi et al. 2007; Mampe 2010), relatif murah dan ramah
lingkungan, namun mudah larut dalam air (Lange 1967). Natrium karbonat efektif
terhadap jamur biru (Barly dan Martono 2010).
Jati Unggul Nusantara
Jati merupakan salah satu jenis kayu penting karena reputasinya sebagai
kayu yang berkualitas tinggi. Masyarakat banyak memanfaatkan kayu jati karena
memiliki corak yang indah, berkesan mewah, mudah dalam pengerjaan dan
memiliki keawetan alami yang baik. Keunggulan ini menyebabkan kayu jati
disukai pasar nasional maupun internasional untuk berbagai macam pemanfaatan.
Bibit jati sudah dikembangkan melalui teknologi kultur jaringan yang
membuat umur panen menjadi lebih pendek. Oleh Perum Perhutani sebagai
pengembang, jati daur pendek ini diberi nama Jati Plus Perhutani (JPP). JPP
kemudian dikembangkan kembali salah satunya oleh PT Setyamitra
Bhaktipersada terutama dengan menginduksi perakarannya menjadi akar tunggang
majemuk sehingga akarnya kokoh dan pohon cepat besar namun tidak mudah
roboh. Jati yang demikian diberi nama Jati Ungul Nusantara (JUN).
Densifikasi Kayu
Densifikasi (pemadatan) kayu merupakan salah satu cara untuk
memperbaiki kualitas kayu. Setelah dipadatkan serat dan sel-sel penyusun kayu
lainnya akan menjadi lebih rapat sehingga porsi rongga sel berkurang. Hal ini
mengakibatkan kadar air kayu berkurang, sedangkan kerapatan kayu meningkat
(Sulistyono et al.2003; Hasan dan Tatong 2005). Prinsip densifikasi kayu adalah
memadatkan kayu menggunakan mesin kempa pada suhu 150-200 ºC dan tekanan
tertentu sesuai dengan tingkat pengurangan tebal yang diinginkan agar terjadi
fiksasi permanen pada kayu yang dikempa dan tidak banyak mempengaruhi atau
menurunkan sifat mekanis kayu. Fiksasi yang permanen adalah akibat perubahan
struktur selulosa dan terjadinya hidrolisa hemiselulosa yang mengakibatkan
menurunnya internal stres pada kayu (Inoue et al. 1993; Dwianto et al. 1999).
Pemadatan kayu dipengaruhi oleh jenis kayu, plastisitas kayu, kadar air,
suhu kempa dan besarnya tekanan kempa. Proses fiksasi yang sempurna akan
meningkatkan sifat fisis dan mekanis kayu termasuk stabilitas dimensi dan
kehalusan permukaan.

3

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan dari bulan April sampai Juli 2014 di Laboratorium
Sifat Dasar Kayu dan Workshop Pengerjaan Kayu, Bagian Teknologi Peningkatan
Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor dan di Aboretum Fakultas Kehutanan IPB.
Bahan
Bahan utama yang digunakan berupa 5 buah log JUN umur 5 tahun
panjang 200 cm dari bagian pangkal batang pohon yang berbeda, boraks, natrium
karbonat, serbuk kunyit, alkohol 96%, HCl dan asam salisilat. Masing-masing log
diwakili oleh satu buah contoh uji.
Alat
Alat-alat yang digunakan terdiri dari gergaji, kaliper, timbangan elektrik,
oven, desikator, kempa panas, kompor dan drum (untuk perebusan kayu), ganjal
besi setebal 2 cm dan moisture meter.
Prosedur Penelitian dan Analisis Data
Persiapan contoh uji
Masing-masing log digergaji menjadi papan tangensial setebal 4 cm. Dari
setiap log dipilih selembar papan bebas cacat. Papan terpilih kemudian dipotong
kembali sehingga diperoleh sortimen yang berukuran 50 cm (panjang) x 4 cm
(tebal) x 15 cm (lebar). Sortimen selanjutnya dikering-udarakan, lalu dibelah jadi
dua @ 50 cm x 4 cm x 7.5 cm, masing-masing untuk kontrol dan perlakuan
(diawetkan dan dipadatkan). Sortimen kontrol selanjutnya digergaji kembali untuk
menghasilkan contoh uji berukuran 45 cm x 2 cm x 2 cm untuk uji kubur dan 2
cm x 2 cm x 2 cm untuk mengukur kerapatan kayu; sedangkan sortimen perlakuan
langsung diawetkan dan dipadatkan.
Pembuatan larutan bahan pengawet dan larutan pereaksi
Larutan bahan pengawet yang digunakan adalah campuran boraks dan
natrium karbonat dengan perbandingan 2 : 1 (b/b), dengan konsentrasi 2%.
Larutan pereaksi untuk uji penetrasi boron terdiri dari pereaksi A dan B
(AWPA A3-77 1997). Pereaksi A terdiri dari campuran 10 g serbuk kunyit dalam
100 ml alkohol 96%, sedangkan pereaksi B terdiri dari campuran 20 ml HCl yang
dijenuhkan dalam asam salisilat dengan 80 ml alkohol.

4
Proses pengawetan kayu
Pengawetan kayu dilakukan secara rendaman panas. Dalam kondisi kering
udara yang sudah diketahui kadar air dan dimensinya, contoh uji ditimbang lalu
ditumpuk dengan rapi di dalam drum yang diletakkan di atas kompor. Ke dalam
drum selanjutnya dimasukkan larutan bahan pengawet hingga contoh uji terendam.
Kompor selanjutnya dihidupkan dan dibiarkan menyala selama 5 jam secara
terbuka (80ºC). Setelah selesai, satu contoh uji ditiris dan ditimbang untuk
pengukuran retensi dan penetrasi, sedangkan lima buah contoh uji lainnya, yang
mewakili masing-masing log, selanjutnya langsung dikempa. Retensi dihitung
dengan persamaan:

Keterangan:
R = Retensi (kg m-3)
B0 = Berat contoh uji kondisi kering tanur sebelum diawetkan (g)
B1 = Berat contoh uji kondisi kering tanur setelah diawetkan (g)
V = Volume contoh uji yang diawetkan (cm3)
K = Konsentrasi bahan pengawet yang digunakan (%)

Penetrasi diukur dengan cara: contoh uji hasil pengawetan dikeringudarakan, lalu dipotong dua. Terhadap bidang potong disemprotkan pereaksi A
lalu didiamkan 5 menit, baru kemudian disemprotkan pereaksi B. Adanya boron
ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari kuning menjadi merah. Nilai
penetrasi dihitung dengan cara ukur dimensi atau persentase sebagai berikut:


................... (ukur dimensi)

Keterangan:
Xp = Penetrasi (cm)
Xi = Penetrasi pada masing-masing titik pengukuran (cm) {1,2,3,4,…n}
n
= Banyaknya titik pengukuran

…………… (persentase)
Keterangan:
P
= Penetrasi (%)
a
= Luas daerah yang dimasuki boron/yang berwarna merah (cm2)
A
= Luas penampang contoh uji (cm2)

Berdasarkan nilai penetrasi yang diperoleh dapat diketahui kelas
keterawetan kayu sebagaimana Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi keterawetan kayu berdasarkan tingkat penetrasi
Kelas
Penetrasi (%)
Mudah
>90
Sedang
50-90
Sukar
10-50
Sangat Sukar
70% melintang contoh uji
Sumber: ASTM D 1758-02

Pengukuran kerapatan kayu
Kerapatan kayu kontrol dan kayu terpadatkan diukur dengan metode
gravimetri pada kondisi kering udara. Nilai kerapatan kayu dihitung dengan
persamaan:

6

Keterangan:

= Kerapatan kayu (g cm-3)
BKU = Berat contoh uji kondisi kering udara (g)
VKU = Volume contoh uji dalam kondisi kering udara (cm3)

Analisis data
Data dianalisis dengan program Microsoft Excel 2007 untuk memperoleh
nilai rata-rata dan simpangan baku. Data juga disajikan dalam bentuk grafik
dan/atau tabel. Perbedaan antara kontrol dan perlakuan dievaluasi dengan uji T
pada selang kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kerapatan
Hasil uji kerapatan antara sampel yang mendapat perlakuan dan kontrol
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Rata-rata nilai kerapatan kayu (g cm-3) kontrol dan perlakuan.
Kode C.U.

Kontrol (g cm-3)

Perlakuan (g cm-3)

49

0.57

0.90

6

0.52

0.81

189.2

0.51

1.01

5.1

0.52

0.88

51

0.52

0.87

Rataan

0.53

0.89

SD

0.03

0.07

Ket: Berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan kayu setelah diawetkan
dan dipadatkan meningkat sebesar 67.92% dibanding kontrolnya, yaitu dari
0.53±0.03 g cm-3 (kontrol) menjadi 0.89±0.07 g cm-3 (perlakuan). Peningkatan ini
karena berkurangnya volume kayu saat dikempa, sedangkan massa kayu tidak
banyak berkurang. Hal ini sesuai dengan Tomme et al. (2001) dalam Arinana dan
Diba (2009) dimana pemadatan akan meningkatkan kerapatan kayu karena
berkurangnya volume kayu.
Dibandingkan dengan hasil penelitan terdahulu, nilai yang diperoleh
masuk dalam selang sebagaimana Sulityono et al. (2003), dan bahkan lebih tinggi
daripada Arinana dan Diba (2009). Menurut Sulityono et al. (2003), kerapatan
kayu agatis (Agathis spp.) setelah dipadatkan meningkat sebesar 62.79-84.78%,
sedangkan menurut Arinana dan Diba (2009), kerapatan kayu pulai (Alstonia
scholaris) meningkat sebesar 22.5-32.5%. Hal ini menunjukkan bahwa proses

7
pemadatan dapat meningkatkan kerapatan kayu. Selain jenis kayu, persentase
peningkatan kerapatan kayu bergantung pada target penurunan tebal kayu yang
ditetapkan.

Retensi dan Penetrasi
Keberhasilan proses pengawetan ditentukan oleh retensi dan penetrasi
bahan pengawet. Retensi menunjukkan banyaknya bahan pengawet yang terdapat
dalam kayu setelah kayu diawetkan, sedangkan penetrasi berkaitan dengan
dalamnya bahan pengawet masuk ke dalam kayu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata retensi bahan pengawet
boraks karbonat sebesar 19.55 kg m-3. Nilai ini lebih tinggi dari persyaratan
standar, termasuk untuk penggunaan di luar lapangan (SNI 1999). Nilai yang
diperoleh juga memenuhi saran Suranto (2002) dan Barly (2010). Menurut SNI
(1999) dan Suranto (2002), kayu yang langsung bersentuhan dengan tanah perlu
diawetkan hingga retensinya mencapai 12 kg m-3, sedangkan Barly (2010)
menyatakan bahwa retensi minimum kayu-kayu yang diawetkan dengan bahan
aktif pengawet boron adalah 8 kg m-3.
Retensi yang tinggi terkait dengan struktur anatomi dan kerapatan kayu
JUN. Dengan kerapatan sebesar 0.53 g cm-3, maka kayu JUN memiliki persentase
rongga sel yang cukup tinggi, sehingga bahan pengawet dapat leluasa masuk ke
dalam kayu. Hal ini didukung dengan belum terbentuknya bagian teras pada kayu
JUN yang diteliti, yang menandakan rendahnya kandungan ekstraktif
sebagaimana Wahyudi et al. (2014).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penetrasi yang dihasilkan
sebesar 2.30 cm atau mencapai 80%. Berdasarkan kriteria Smith and Tamblyin
(1970), maka keterawetan kayu JUN yang diteliti tergolong sedang (50-90%). Hal
ini juga terkait dengan struktur anatomi dan kerapatan kayunya. Dengan kerapatan
0.53 g cm-3 dan persentase rongga sel yang cukup tinggi, maka kayu JUN
tergolong porous dan permeable sehingga mudah dimasuki oleh bahan pengawet.
Apalagi boron yang tergolong larut air, yang sudah diketahui relatif mudah masuk
ke dalam kayu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode rendaman panas
yang diterapkan dapat digunakan untuk meningkatkan keawetan kayu JUN.

Kehilangan Berat dan Kriteria Keawetan Kayu
Rata-rata kehilangan berat setelah dikubur selama 3 bulan disajikan pada
Tabel 4, sedangkan keragaan keawetannya dapat dilihat pada Gambar 3.

8
Tabel 4 Rata-rata kehilangan berat kayu (%) setelah uji kubur.
Kode C.U.

Kontrol (%)

Perlakuan (%)

49
6
189.2
5.1
51
Rataan
SD

45.01
21.12
51.07
27.09
47.02
38.26
13.28

38.57
7.68
31.81
33.48
45.24
31.36
14.23

Ket: Tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kehilangan berat kayu
perlakuan adalah 31.36±14.23%, sedangkan rata-rata kehilangan berat kayu
kontrolnya 38.26±13.28%. Meskipun rata-rata persentase kehilangan berat kayu
kontrol dan kayu perlakuan tidak jauh berbeda (6.90%), kayu perlakuan
cenderung lebih tidak disukai oleh organisme perusak yang ada di arboretum. Hal
ini didukung oleh Gambar 3 dimana kerusakan pada kayu kontrol lebih parah
(rusak >70% melintang contoh uji, Gambar 3 kiri), sedangkan kerusakan pada
kayu perlakuan sangat minim (10% < gerekan ≤ 30% melintang contoh uji,
Gambar 3 kanan).
Tidak berbedanya persentase kehilangan berat antara kayu kontrol dan
kayu perlakuan juga ada kaitannya dengan sifat boraks yang larut air sehingga
mudah luntur, terurai, dan semakin lama akan semakin berkurang (Hunt & Garrat
1986). Meskipun perlu diteliti lebih lanjut, tidak berbedanya persentase
kehilangan berat tersebut diduga terkait dengan berkurangnya boraks saat kayu
dikempa panas.

Kontrol

Perlakuan

Gambar 3 Keragaan kayu setelah 3 bulan dikubur.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kayu yang diawetkan dan kemudian dipadatkan memiliki nilai kerapatan
dan tingkat keawetan yang lebih baik dibandingkan dengan kayu kontrol.
Kerapatan kayu meningkat sebesar 67.92%, sedangkan keawetan kayu meningkat
6.90%.

9
Keterawetan kayu JUN yang diteliti tergolong sedang, dengan rata-rata
retensi sebesar 19.55 kg m-3 dan rata-rata penetrasi sebesar 2.30 cm atau 80%.
Metode perendaman panas yang diterapkan mampu meningkatkan keawetan kayu
JUN.
Saran
Hilangnya boron saat kayu dikempa panas perlu diteliti lebih lanjut.
Disamping itu, penelitian sejenis perlu ditingkatkan dengan memperbanyak
jumlah contoh uji dan melibatkan beberapa jenis kayu cepat tumbuh dan/atau
kayu-kayu hutan rakyat yang keberadaannya saat ini mulai banyak diperjualbelikan di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Arinana, F Diba. 2009. Kualitas Kayu Pulai (Alstonia scholaris) Terdensifikasi
(Sifat Fisis, Mekanis, dan Keawetan). Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil
Hutan 2 (2) : 78-88.
[AWPA A3-77] American Wood Preservers Association. 1997. Books of standard.
(Includes standards on preservatives, treatments, methods of analysis, and
inspection.). Granbury: AWPA.
Barly dan D Martono. 2010. Efikasi dua senyawa karbonat terhadap jamur biru.
Prosiding 7th Basic Science National Seminar.p.IIII-247-254.Malang 20
Februari 2010. Universitas Brawijaya
Barly dan Subarudi. 2010. Kajian industri dan kebijakan pengawetan kayu:
sebagai upaya mengurangi tekanan terhadap hutan. JAKK Vol. 7 (1): 6380.
Dwianto W, T Morooka, M Norimoto and T Kitajima. 1999. Stress Relaxation of
Sugi (Cryptomeria japonica D.Don) in Radial Compression under High
Temperature Steam. Holforschung 53 : 541-546.
Hasan H, B Tatong. 2005. Pengaruh Pemadatan terhadap Sifat Fisis dan Mekanis
Kayu Palapi.Media Komunikasi Teknik Sipil Volume 13, No. 1, Edisi
XXXI Pebruari 2005. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Tadulako. Palu.
Inoue M, M Nomorito, M Tanahashi and RM Rowell. 1993. Steam or Heat
Fixation of Compressed Wood. Wood and Fiber Sci. 25 (3):224-235.
Lange NA. 1967. Handbook of Chemistry. McGraw-Hill Book Company. New
York.
Martawijaya A. 1996. Keawetan kayu dan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Petunjuk Teknis. Pusat Litbang Hasil Hutan dan Sosek Kehutanan.
Bogor.
PT Setyamitra Bhaktipersada. 2011. Jati Unggul Nusantara (JUN) [terhubung
berkala]. http://www.jatijun.com [11 Maret 2014].
Smith DNR, Tamblyin. 1970. Proposed scheme for international standard ters for
the resistance of timber to impregnation with preservative. Ministry of
Technology. Forest Product Research Laboratory. New Zeland.

10
(SNI) Standar Nasional Indonesia Nomor 03-5010.1-1999. Pengawetan Kayu
untuk Perumahan dan Gedung.
Sulistyono, N Nugroho, S Surjokusumo. 2003. Teknik Rekayasa Pemadatan Kayu
II: Sifat Fisik dan Mekanik Kayu Agatis (Agathis lorantifolia Salisb.)
Terpadatkan dalam Konstruksi Bangunan Kayu.Buletin Keteknikan
Pertanian Vol. 17, No.1, April 2003 hal 32-45.
Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood: Structure, properties and
utilization. New York (US): Van Nostrand Reinhold.
Wahyudi I, T Priadi, IS Rahayu. 2014. Karakteristik dan sifat-sifat dasar kayu Jati
Unggul Nusantara umur 4 dan 5 tahun asal Jawa Barat. JIPI Vol. 19 (1):
50-56.
Yamauchi S, Y Sakai, Y Watanabe, MK Kubo and H Matsue. 2007. Distribution
boron in wood treated with aqueous and methanolic boric acid solutions. J.
Wood Sci. 53: 324-331

11
Lampiran 1 Dimensi dan hasil uji kubur
Kontrol
Sampel

P1
(cm)

P2
(cm)

L1
(cm)

L2
(cm)

T1
(cm)

T2
(cm)

KA1
(%)

KA2
(%)

Berat
(g)

Berat
(g)

6

44.94

44.98

2.01

2.02

2.04

2.03

16.9

19.3

90.93

50

49

44.97

44.99

2.04

2.04

1.98

1.98

18.1

17.7

94.38

74.45

4A 51

44.99

44.99

2.01

2.05

1.97

1.95

16

15.3

91.13

44.59

4A 189.2

44.96

44.94

19.2

19

2.01

2.06

15.5

17.6

92.17

67.2

5A 5.1

44.97

44.97

2.04

2.05

1.96

1.96

17

17.7

86.99

46.09

Sampel

P1
(cm)

P2
(cm)

L1
(cm)

L2
(cm)

T1
(cm)

T2
(cm)

KA1
(%)

KA2
(%)

Berat
(g)

Berat
(g)

6

44.91

44.91

1.97

1.94

1.86

1.86

9.8

9.9

132.91

81.65

49

44.91

44.91

1.97

1.99

1.84

1.84

10.7

9.9

143.28 132.27

4A 51

44.99

44.99

1.97

1.95

2.05

2.23

10

10

155.88

4A 189.2

44.91

44.91

2.18

2.02

1.97

1.92

13.8

12

151.84 101.01

5A 5.1

44.9

44.9

1.98

1.9

1.98

2.15

10.6

10.9

Perlakuan

145.46

106.3
79.65

Lampiran 2 Dimensi contoh uji kerapatan
Kontrol

Perlakuan

Kode

Volume
(cm3 )

BB
(g)

BKT
(g)

Kode

Volume
(cm3 )

BB
(g)

BKT
(g)

49

8.52

4.89

4.17

49

6.68

5.99

5.52

6

8.50

4.40

3.68

6

6.54

5.31

4.78

189.2

6.87

3.51

2.95

189.2

6.68

6.76

6.26

5.1

7.25

3.80

3.23

5.1

7.17

6.31

5.80

51

6.86

3.59

3.05

51

7.20

6.26

5.77

12
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Depok pada tanggal 15 November 1992 dari Ayah
Robani dan Ibu Cicih Suryaningsih. Penulis adalah putra kedua dari dua
bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Bogor dan pada tahun
yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif pada organisasi Himpunan
Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) sebagai anggota. Selain itu aktif sebagai
atlit basket Fakultas Kehutanan dan sempat menjabat sebagai kapten basket
Fakultas Kehutanan IPB.
Penulis telah melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di jalur
Sancang Barat-Kamojang tahun 2012, Praktik Pengelolaan Hutan di Hutan
Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi tahun 2013, serta Praktik Kerja Lapang di
PGT Sukun Ponorogo pada bulan Juli-Agustus 2013.