Klasifikasi Tanah pada Transek Lereng dan Kaitannya dengan Pertumbuhan Tanaman Jati Unggul Nusantara (Tectona Grandis L.F.) di Cibungbulang, Kabupaten Bogor
KLASIFIKASI TANAH PADA TRANSEK LERENG DAN
KAITANNYA DENGAN PERTUMBUHAN TANAMAN
JATI UNGGUL NUSANTARA (Tectona grandis L.F.)
DI CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR
AKHMAD MEDIRANTO
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Klasifikasi Tanah
pada Transek Lereng dan Kaitannya dengan Pertumbuhan Tanaman Jati Unggul
Nusantara (Tectona grandis L.F.) di Cibungbulang, Kabupaten Bogor adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Akhmad Mediranto
NIM. A14080095
ABSTRAK
AKHMAD MEDIRANTO. Klasifikasi Tanah pada Transek Lereng
dan Kaitannya dengan Pertumbuhan Tanaman Jati Unggul Nusantara
(Tectona grandis L.F.) di Cibungbulang, Kabupaten Bogor.
Dibimbing oleh WIDIATMAKA dan HERMANU WIDJAJA.
Tanah beragam dari suatu tempat ke tempat lain, dicirikan oleh sifat-sifat
tanah yang beragam baik secara vertikal maupun horizontal. Keragaman sifat-sifat
tanah tersebut menyebabkan tingkat kesuburan tanah yang berbeda-beda. Setiap
tanah yang terbentuk dapat diklasifikasikan dengan suatu sistem klasifikasi tanah.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis sifat morfologi, fisik, kimia, dan
mengklasifikasikannya sampai kategori family tanah serta melihat hubungan
antara sifat-sifat tanah yang terbentuk dengan pertumbuhan tanaman jati.
Penelitian lapang dilakukan di Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Analisis sifat
fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, IPB. Profil dibuat pada kaki lereng yang ditumbuhi tanaman
jati varietas Jati Unggul Nusantara (JUN) kemudian dibagi menjadi lereng atas (P1), lereng tengah (P-2), dan lereng bawah (P-3). Contoh tanaman diambil
sebanyak 50 sampel yang terletak di sekitar lokasi profil dan memiliki
pertumbuhan optimal, setiap sampel kemudian diukur sifat morfologi tanaman.
Hasil penelitian menunjukkan, tekstur pada ketiga profil didominasi oleh klei dan
permeabilitas antara sedang-lambat. pH tanah pada P-1 tergolong netral
sedangkan P-2 dan P-3 tergolong masam. KB pada P-1 tergolong sangat tinggi
sedangkan P-2 dan P-3 antara rendah-sangat rendah. N-total dan C-organik pada
ketiga profil tergolong rendah-sangat rendah. P-tersedia pada ketiga profil
tergolong tinggi-sangat tinggi. Keragaman sifat-sifat tanah pada ketiga profil
selain dipengaruhi oleh bahan induk juga dipengaruhi oleh posisi dalam lereng. P1, P-2, dan P-3 berturut-turut diklasifikasikan dalam kategori family Typic
Paleudalf, sangat halus, campuran, aktif, isohipertermik; Typic Dystrudept, sangat
halus, campuran, aktif, isohipertermik; dan Typic Hapludult, sangat halus,
campuran, semiaktif, isohipertermik. Tanah yang terbentuk dari ketiga profil
mampu menopang pertumbuhan tanaman jati dimana tanaman paling baik tumbuh
pada P-1 kemudian diikuti oleh P-3 dan P-2 namun diameter batang yang
dihasilkan saat panen masih termasuk kategori rendah. Tanah dengan bahan induk
sedimen kapur yang mempunyai pH dan KB tinggi mampu memberikan
pertumbuhan yang lebih baik bagi tanaman jati varietas JUN.
Kata kunci: Sifat morfologi, fisik, dan kimia tanah; klasifikasi tanah; Jati Unggul
Nusantara (JUN)
ABSTRACT
AKHMAD MEDIRANTO. Soil Classification on a Transects in
Relation to Plant Growth of Jati Unggul Nusantara (Tectona grandis
L.F.) in Cibungbulang, Bogor District. Supervised by
WIDIATMAKA and HERMANU WIDJAJA.
Soil are characterized by its properties, vertically and horizontally. The soil
variability has caused different soil fertility. Each soil could be classified by a soil
classification system. This reseach was conducted with the objective to analyze
soil morphological, physical, and chemical characteristics and to classify in family
category. The other objective is to understand the relationship between soil
characteristics and tree growth of Tectona grandis. Field research was done in
Cibungbulang, Bogor District. Physical and chemical soil analysis was done in the
Laboratory of Soil Science and Land Resources, Bogor Agricultural University.
Soil profile was made on a slope planted with Jati Unggul Nusantara (JUN) teak
tree. The slope is divided into three parts: upper slope (P-1), middle slope (P-2),
and down slope (P-3). Fifty plant samples which has optimal growth were
collected around the location of soil profile. The morphological characteristics of
each plant are analyzed. The result shows that soil texture on three soil profiles
were dominated by clay and it has medium to slow permeability. Soil pH on upper
slope (P-1) is classified as neutral whereas soils in middle part (P-2) and down
part (P-3) slope are acid. Base saturation on P-1 is classified as very high, while in
P-2 and P-3 are classified as low and very low. Total-N and organic-C on three
samples are low to very low. Available-P on three profiles are high to very high.
Variability of the three soil profile’s were caused by parent material as well as by
potition of slope. P-1, P-2, and P-3 are classified in soil family category as Typic
Peleudalf, very fine, compound, active, isohyperthermic; Typic Dystrudept, very
fine, compound, active, isohyperthermic; and Typic Hapludult, very fine,
compound, semi-active, isohyperthermic. Soils from each profile location could
support teak tree growth, the best plant growth is found on P-1, then P-3 and P-2.
Trunk diameter of harvesting plant is classified as low category. Soil from
limestone sediment which has high pH and base saturation could give better
growth for JUN teak tree.
Keywords: Soil morphological, phisical, and chemical characteristic; soil
classification; Jati Unggul Nusantara (JUN)
KLASIFIKASI TANAH PADA TRANSEK LERENG DAN
KAITANNYA DENGAN PERTUMBUHAN TANAMAN
JATI UNGGUL NUSANTARA (Tectona grandis L.F.)
DI CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR
AKHMAD MEDIRANTO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
Judul Skripsi : Klasifikasi Tanah pada Transek Lereng dan Kaitannya dengan
Pertumbuhan Tanaman Jati Unggul Nusantara (Tectona Grandis
L.F.) di Cibungbulang, Kabupaten Bogor
Nama
: Akhmad Mediranto
NIM
: A14080095
Disetujui oleh
Dr Ir Widiatmaka, DAA
Pembimbing I
Ir Hermanu Widjaja, M.Sc
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Baba Barus, M.Sc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini telah berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak November 2012
sampai September 2013 adalah klasifikasi tanah dan pertumbuhan tanaman
dengan judul “Klasifikasi Tanah pada Transek Lereng dan Kaitannya dengan
Pertumbuhan Tanaman Jati Unggul Nusantara (Tectona grandis L.F.) di
Cibungbulang, Kabupaten Bogor”.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Ir. Widiatmaka, DAA dan Ir Hermanu Widjaja, MSc selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan
selama penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Dr. Ir. R.A. Dyah Tj. Suryaningtyas, M.Appl.Sc selaku dosen penguji
yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi.
3. Ibu, ayah, adik, Dini Rosdianingsih, dan seluruh keluarga besar atas doa
dan kasih sayangnya.
4. Teman-teman PANJEN, AZIMUTH, dan MSL angkatan 45 atas
perjuangan dan kebersamaannya.
5. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan
penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis sangat menghargai segala bentuk saran dan kritik yang
membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Juli 2014
Akhmad Mediranto
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
x
x
xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
1
1
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Bahan
Alat
Tahapan penelitian
5
5
5
5
5
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Morfologi Tanah
Sifat Fisik Tanah
Sifat Kimia Tanah
Klasifikasi Tanah
Tanaman jati
Hubungan antara Pertumbuhan Jati dan Sifat-sifat Tanah
10
10
11
16
20
22
24
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
27
27
28
DAFTAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN
31
RIWAYAT HIDUP
46
x
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
Jenis dan metode analisis tanah
Rata-rata suhu udara dan suhu tanah tahun 2004-2008
Sifat retensi air tanah pada lokasi penelitian
Pengukuran rata-rata morfologi tanaman dan hasil statistik
Penilaian sifat kimia tanah pada lapisan atas
6
9
15
22
25
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
JUN umur 1 tahun pada lokasi penelitian
Peta keadaan sekitar lokasi penelitian
Peta geologi lokasi penelitian
Skema transek lereng dan perkembangan tanah
Sebaran klei pada ketiga profil
Perbandingan bobot isi dan porositas pada lokasi penelitian
Permeabilitas pada lokasi penelitian
Kurva pF pada lokasi penelitian, (a) kurva pF P-1; (b) kurva pF P-2; (c)
kurva pF P-3
Sebaran pH pada ketiga profil
Sebaran Al-dd dan H-dd pada ketiga profil
Hubungan kadar klei dan KTK
Sebaran bahan organik pada ketiga profil
Hubungan kadar BO dan KTK
Perbandingan (a) tinggi total dan (b) diameter setinggi dada, 5 pohon
terbaik pada ketiga profil
Perbandingan (a) tinggi total dan (b) diameter setinggi dada, 5 pohon
terjelek pada ketiga profil
Hubungan pH terhadap tinggi total, (a) lapisan atas; (b) lapisan bawah
Hubungan KB terhadap tinggi total, (a) lapisan atas; (b) lapisan bawah
Hubungan pH terhadap rata-rata tinggi total serta nilai maksimal dan
nilai minimal, (a) lapisan atas; (b) lapisan bawah
Hubungan KB terhadap rata-rata tinggi total serta nilai maksimal dan
nilai minimal, (a) lapisan atas; (b) lapisan bawah
4
7
8
10
12
13
13
14
17
17
18
19
19
24
24
26
26
26
27
xi
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Deskripsi profil tanah
Ringkasan sifat fisik tanah
Ringkasan sifat kimia tanah
Kriteria penilaian sifat kimia tanah
Pengukuran morfologi tanaman jati
Ringkasan sifat morfologi tanaman jati
Tabel ANOVA morfologi tanaman jati
31
34
35
37
38
44
44
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah merupakan tubuh alam yang terdapat pada permukaan bumi. Tanah
terbentuk dari bahan induk yang mengalami proses pelapukan akibat pengaruh
iklim dan organisme pada suatu topografi dalam jangka waktu tertentu. Tanah
mempunyai sistem tiga fase yaitu padat, cair, dan gas yang bersifat dinamis dan
selalu dalam kondisi seimbang. Jenny (1941) dalam Hardjowigeno (2003)
menyatakan faktor pembentuk tanah yang terpenting ada lima yaitu:
T (tanah) = f (i,o,b, t, w)
dimana i = iklim, o = organisme, b = bahan induk , t = topografi, dan w = waktu.
Tanah beragam dari suatu tempat ke tempat yang lain. Perbedaan ini
dicirikan oleh karakteristik tanah secara vertikal maupun horizontal. Karakteristik
tanah dapat dilihat secara vertikal dalam suatu profil tanah atau lebih dikenal
sebagai konsep pedon (Soil Survey Staff 2010). Setiap tanah yang terbentuk dapat
diklasifikasikan dengan suatu sistem klasifikasi tanah. Klasifikasi ini didasarkan
pada data penelitian di lapang dan laboratorium.
Usaha pertanian tidak lepas dari tanah sebagai media untuk mendukung
pertumbuhan tanaman diatasnya. Tanah merupakan sumberdaya alam yang tidak
dapat diperbaharui, untuk itu diperlukan pengetahuan tentang sifat fisik, kimia,
dan biologi tanah karena setiap jenis tanah mempunyai tingkat kesuburan yang
berbeda-beda. Pengelolaan tanah yang baik ditentukan oleh sifat-sifat tanah dan
lingkungannya agar tanah dapat digunakan sesuai dengan tingkat kemampuan dan
kesesuaian suatu lahan.
Laju pembangunan semakin cepat seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk membuat kebutuhan masyarakat akan produk pertanian semakin
meningkat, salah satunya ialah kayu jati yang berasal dari tanaman Jati (Tectona
grandis L.F.). Dewasa ini banyak pengembangan varietas jati hasil kultur jaringan
agar dapat dipanen lebih cepat daripada jati konvensional. Salah satu varietas
yang dikembangkan adalah Jati Unggul Nusantara (JUN). Kayu jati unggul
banyak digunakan untuk furniture karena kualitas kayu yang baik dan kuat.
Permintaan yang semakin banyak terhadap hasil olahan kayu tersebut membuat
upaya peningkatan produksi tanaman jati unggul menjadi hal yang penting.
Oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang hubungan antara tanah
dan tanaman khususnya tanaman jati. Tanaman jati biasa ditanam pada tanahtanah berkapur dengan pH agak masam-netral, memiliki solum yang dalam,
berdrainase baik, dan memiliki musim kemarau yang jelas. Dewasa ini tanaman
jati sudah mulai dibudidayakan di banyak tempat, termasuk di tanah-tanah masam
dengan curah hujan yang tinggi terutama jati varietas unggul.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis sifat morfologi, fisik, kimia tanah pada transek lereng dan
mengklasifikasikannya sampai kategori family tanah.
2
2. Mempelajari hubungan antara sifat-sifat tanah yang terbentuk dengan
pertumbuhan tanaman jati varietas JUN.
TINJAUAN PUSTAKA
Proses dan Faktor Pembentuk Tanah
Tanah adalah benda alam yang mempunyai bahan padat (bahan mineral
dan bahan organik), air, dan udara yang ditemukan di permukaan bumi. Tanah
dicirikan oleh horison-horison atau lapisan tanah sebagai hasil dari proses
pembentukan tanah yang berupa penambahan, pengurangan, pemindahan,
perubahan bentuk (transformasi) energi dan bahan-bahan serta mempunyai
kemampuan menopang pertumbuhan dan perakaran tanaman dalam lingkungan
alami (Hardjowigeno 2003). Ilmu yang mempelajari proses-proses pembentukan
tanah beserta faktor-faktor pembentukannya, klasifikasi tanah, survei tanah, dan
cara-cara pengamatan tanah dilapangan disebut pedology. Sedangkan ilmu yang
mempelajari sifat-sifat tanah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman
serta usaha-usaha yang perlu dilakukan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah bagi
pertumbuhan tanaman seperti pemupukan, pengapuran, dan lain-lain disebut
edaphology (Harjowigeno 2007).
Proses pembentukan tanah dimulai dari proses pelapukan batuan induk
menjadi bahan induk tanah, diikuti oleh proses pencampuran bahan organik
dengan bahan mineral di permukaan tanah, pembentukan struktur tanah,
pemindahan bahan-bahan tanah dari bagian atas tanah ke bagian bawah, dan
berbagai proses lain yang dapat menghasilkan horison-horison tanah
(Hardjowigeno 2007). Pembentukan tersebut dipengaruhi oleh lima faktor yaitu
iklim, organisme, bahan induk, topografi, dan waktu. Tanah yang terbentuk dari
bahan induk batuan sedimen dan batuan volkanik biasanya terdapat horison
penimbunan klei dan bisa termasuk ke dalam horison argilik. Makalew (2006)
menyatakan karakteristik tanah yang terbentuk dari horison penimbunan klei
berbeda-beda dari setiap jenis bahan induk, baik yang berupa batuan sedimen
maupun batuan volkanik. Pada bahan induk tersebut dapat terbentuk tanah dengan
ordo Alfisol, Inceptisol, dan Ultisol yang merupakan tanah dengan ciri
penimbunan klei.
Hubungan Lereng Terhadap Sifat-sifat Tanah
Sifat-sifat tanah tidak selalu sama di semua tempat. Hal ini disebabkan
karena faktor-faktor pembentuk tanah yang berbeda setiap tempat, salah satunya
adalah topografi/lereng. Lereng biasanya terdiri dari bagian puncak (crestslope),
bagian punggung (backslope), dan kaki lereng (footslope). Syakur (2010)
menyatakan morfologi dan klasifikasi tanah yang terbentuk pada setiap lereng
berbeda-beda bahkan pada lereng yang sama tejadi keragaman sifat-sifat tanah.
3
Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah dimaksudkan untuk pengkelasan jenis tanah. Tujuan
klasifikasi tanah menurut Buol et al. (1980) dalam Rachim dan Arifin (2011)
adalah:
1. Menata atau mengorganisasi pengetahuan tentang tanah.
2. Memudahkan mengingat-ingat sifat dan prilaku tanah.
3. Mengetahui hubungan antar individu tanah.
4. Mengelompokkan tanah untuk tujuan yang lebih praktis , antara lain
menaksir sifat-sifat dan produktivitasnya, menentukan lahan yang buruk,
baik, atau terbaik; menentukan areal untuk penelitian atau kemungkinan
ekstrapolasi hasil penelitian di tempat lain, dll.
5. Mempelajari hubungan dan sifat tanah baru.
Salah satu sistem klasifikasi tanah yang telah dikembangkan Amerika
Serikat dikenal dengan nama Soil Taxonomy yang berkembang dari tahun 1975sekarang (Soil Survey Staff 2010). Sistem klasifikasi ini menggunakan enam
kategori, yaitu: ordo, subordo, greatgroup, subgroup, family, dan seri. Sistem
klasifikasi ini memberikan penamaan tanah berdasarkan sifat utama dari tanah
tersebut. Terdapat 12 ordo tanah berdasarkan sistem taksonomi tanah, yaitu:
Alfisol, Andisol, Aridisol, Entisol, Gelisol, Histosol, Inceptisol, Mollisol, Oxisol,
Spodosol, Ultisol, dan Vertisol.
Tanaman Jati (JUN)
Jati (Tectona grandis L. F.) telah lama dikenal sebagai kayu yang
berkualitas dengan kondisi kelas kuat dan kelas awetnya lebih tinggi. Jati banyak
dibutuhkan untuk bahan bangunan, bahan furnitur, maupun barang kerajinan.
Produk berbahan dasar jati yang tinggi tersebut biasanya mempunyai harga jual
yang tinggi. Walaupun harga jualnya yang tinggi, jati tetap banyak dicari. Hal ini
dibuktikan dengan kebutuhan jati per tahun terus meningkat. Tanaman jati tumbuh
baik pada ketinggian 0-700 mdpl dengan curah hujan antara 1000-1500
mm/tahun, tetapi jati masih tumbuh optimal pada curah hujan 3750 mm/tahun. Curah hujan berpengaruh terhadap sifat fisiologis tanaman
dan kualitas produksi kayu dimana pada curah hujan yang optimal (memiliki
musim basah dan kering yang jelas) tanaman akan menggugurkan daunnya pada
musim kemarau dan menghasilkan kayu yang kuat. Sedangkan apabila tumbuh
pada kondisi curah hujan yang tinggi maka kualitas kayu akan berkurang
(Sumarna 2004). Tanaman jati memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Sub Kelas
: Asteridae
Subkingdom : Tracheobionta
Ordo
: Lamiales
Super Divisi : Spermatophyta
Famili
: Lamiaceae
Divisi
: Magnoliophyta
Genus
: Tectona
Kelas
: Magnoliopsida
Spesies
: Tectona grandis L. F.
Iskak et al. (2005) menyatakan profil pohon jati umumnya besar,
berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 40-45 m, dan dapat tumbuh
selama ratusan tahun. Diameter pohon dapat mencapai 1,8-2,4 m. Rata-rata pohon
4
jati mencapai ketinggian 9-11 m dengan diameter 0,9-1,5 m. Kayu jati terbaik
biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih daripada 80 tahun.
Jati Unggul Nusantara (JUN) adalah salah satu varietas baru dari pohon
jati yang dapat dipanen dalam jangka waktu 5 tahun. Sumarni dan Muslich (2008)
menyatakan varietas baru ini merupakan hasil penelitian Balai Perbenihan
Tanaman Hutan (BPTH) Kementerian Kehutanan. JUN adalah hasil kloning dari
Jati Plus Perhutani (JPP) yang telah diseleksi selama 70 tahun oleh Perum
Perhutani. JUN dibiakkan secara vegetatif dengan stek pucuk dari pohon/klon
unggul dari Perum Perhutani yang bersertifikat dengan metode bioteknologi
mutakhir.
Gambar 1. JUN umur 1 tahun pada lokasi penelitian (sumber : UBH-KPWN
UBH-KPWN (2012) menyatakan berhasil menginduksi perakaran jati
menjadi tunggang majemuk sehingga mempunyai beberapa keunggulan yang
membuat tanaman akan tumbuh cepat besar, tinggi, lurus, kokoh, dan tidak mudah
roboh. Bibit jati ini kemudian dinamakan JUN. JUN umur 2 tahun dapat mencapai
tinggi 10 m dan diameter 10 cm sementara umur 5 tahun dapat mencapai tinggi
17,5 m dengan diameter 24 cm. Keunggulan lainnya adalah JUN dapat dipanen
pada tahun ke lima dimana kayunya tergolong Kelas Awet III-IV dan Kelas Kuat
III. Pemupukan JUN dilakukan dua minggu setelah penanaman dengan pupuk
organik dan pupuk kimia yang disesuaikan dengan kebutuhan lapangan.
Pemupukan dilakukan secara periodik, minimal 2 kali dalam setahun, sampai
tanaman berumur 3 tahun.
Hubungan Tanah Terhadap Tanaman Jati
Tanaman jati tumbuh baik pada tanah dengan tekstur klei, lempung,
lempung berpasir, dan klei berpasir, pH tanah 5,5-7.0, memiliki solum yang
dalam, dan berdrainase baik (Sumarna 2004). Selanjutnya Mahfudz et al. (2004)
menyatakan tanaman jati tidak terlalu terikat pada jenis tanah tertentu, namun
idealnya pada tanah alluvial yang banyak mengandung Ca dan P.
Menurut penelitian yang dilakukan Marjenah (2007) tanaman jati tumbuh
baik pada tanah Alfisol, Inceptisol, dan Ultisol dengan pengelolaan yang baik
seperti pemupukan, pengapuran, pemberian bahan organik, dan penanaman sistem
tumpang sari. Curah hujan antara 1400-4000 mm/tahun, pH tanah agak masam, N
dari sangat rendah-rendah, P dari rendah-sangat tinggi, dan K dari tinggi-sangat
5
tinggi. Sementara itu menurut PT. Setyamitra Bhaktipersada (2008) JUN dapat
tumbuh dengan baik pada lahan yang memiliki ketinggian sampai 400 mdpl,
berdrainase baik, pH tanah 6.0-7.5 dan bukan merupakan lahan tergenang.
Penggunaan teknologi induksi perakaran menghasilkan akar tunjang majemuk dan
akar serabut sehingga JUN menyerap banyak unsur hara dari tanah.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di lapang dan laboratorium. Penelitian lapang
dilakukan di Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Analisis sifat fisik dan kimia tanah
dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung dari
November 2012 sampai September 2013.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: peta rupa
bumi daerah penelitian skala 1 : 25.000, peta geologi, data iklim, dan bahan-bahan
kimia untuk analisis tanah.
Alat
Alat-alat yang digunakan di lapangan meliputi: cangkul, garpu, pisau
lapang, meteran, plastik, label, tali rafia, kartu deskripsi, Munsell Soil Colour
Chart, clinometers, kompas, Global Positioning System (GPS), ring sampler,
cutter, pita ukur, haga hypsometer, dan lain-lain. Sedangkan alat-alat yang
digunakan di laboratorium meliputi: pH meter, Internasional Centrifuge, alat
destilasi, buret, spectrophotometer, Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS),
Preassure Plate Apparatus (pF 1-2,54), Preassure Membran Appratus (pF 4,2),
timbangan digital, timbangan, dan lain-lain.
Tahapan Penelitian
Survei Lapangan
Survei lapangan dilakukann untuk melihat gambaran umum lokasi
penelitian, menentukan transek lereng, menentukan titik pembuatan profil tanah,
dan menentukan tanaman contoh untuk dianalisis. Transek lereng dibuat dari
bagian atas lereng setelah perbalikan lereng dari curam menjadi lebih landai pada
bagian bawah lereng. Pembuatan profil tanah dilakukan pada bagian lereng atas,
tengah, dan bawah.
6
Pengamatan Profil dan Pengambilan Contoh Tanah
Profil tanah dibuat dengan cara menggali tanah dengan dimensi 1,5 m x 1
m dan kedalaman 1 m atau sampai bertemu batuan induk, selanjutnya dilakukan
pengeboran dengan bor belgi sampai kedalaman control section tercapai.
Pengamatan profil meliputi identifikasi batas-batas horison, kedalaman solum,
kedalaman efektif, ada tidaknya epipedon dan horison penciri. Penentuan
karakteristik tanah pada setiap horison meliputi warna, tekstur, struktur,
konsistensi, kondisi perakaran dan sifat-sifat lain yang terdapat dalam setiap
horison.
Pengambilan contoh tanah dilakukan pada setiap profil. Tanah diambil ±1
kg pada setiap horison dan diberi label kemudian dimasukan ke dalam plastik.
Selain itu diambil juga contoh tanah utuh menggunakan ring sampler pada
kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm..
Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Contoh tanah profil yang sudah diambil kemudian ditumbuk sampai halus
sehingga dapat lolos pada ayakan 2 mm dan 0,05 mm. Contoh tanah utuh
digunakan untuk analisis sifat fisik tanah sedangkan contoh tanah profil
digunakan untuk analisis sifat kimia tanah. Jenis analisis dan metodenya disajikan
dalam Tabel 1.
Tabel 1. Jenis dan metode analisis tanah
Jenis Analisis
Sifat Fisik Tanah*
Bobot Isi
Tekstur (Pasir, Debu, dan Klei)
Kadar air (KA)
Permeabilitas
pF
Sifat Kimia Tanah**
pH H2O, pH KCl
C-Organik
N-total
P-tersedia
Kemasaman dapat dipertukarkan (Al-dd dan Hdd)
Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Basa-basa dapat dipertukarkan (Basa-dd)
K, Na, Ca, dan Mg
Kejenuhan Basa (KB)
Metode
Silinder
Pipet
Gravimetri
Permeabilitas Dalam Keadaan Jenuh
Preassure Plate Apparatus dan Preassure
Membran Appratus
pH Meter
Walkley and Black
Kjedahl
Bray-1
Titrasi HCl 0.05N, NaOH 0.05N
Ekstrasi N NH4OAc pH 7
Ekstrasi N NH4OAc pH 7 (Spektofotometer dan
AAS)
∑
*sumber: BBSDLP (2006), **sumber: BPT (2005)
7
Analisis Tanaman
Tanaman jati yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah tanaman jati
varietas Jati Unggul Nusantara (JUN). Contoh tanaman diambil sebanyak 50
sampel dari sekitar lokasi profil yang memiliki pertumbuhan optimal. Setelah itu
diambil data morfologi tanaman dengan dimensi yang diamati adalah tinggi total
(ttot), tinggi bebas cabang (tbc), diameter setinggi mata kaki (Dmk), diameter
setinggi dada (Dd), dan proyeksi/lebar tajuk pohon.
Interpretasi Data
Data analisis lapang dan laboratorium digunakan sebagai dasar untuk
membuat klasifikasi tanah. Sistem klasifikasi ini yang digunakan adalah
taksonomi tanah dengan buku acuan Keys to Soil Taxonomy (Soil Survey Staff
2010), klasifikasi dibuat sampai kategori family. Penilaian sifat-sifat tanah
mengacu kepada kriteria Pusat Penelitian Tanah (PPT 1983). Data hasil analisis
tanah kemudian dihubungkan dengan data analisis tanaman untuk melihat
kemampuan tumbuh tanaman dengan kondisi tanah disekitarnya.
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Daerah di sekitar lokasi penelitian merupakan perbukitan kapur atau lebih
dikenal dengan topografi karst yang meliputi kawasan Gunung Kapur Cibadak
(GKC). Peta keadaan sekitar lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta keadaan sekitar lokasi penelitian
8
Hadi et al. (2008) menyatakan secara geografis GKC terletak pada
106°32’0” BB - 106°35’46” BT dan 63°6’0” BB - 65°5’46” BT dengan luas ±42
ha. Batas kawasan sebelah utara: Desa Ciaruten Hilir dan Desa Ciampea; sebelah
selatan: Jalur jalan Dramaga-Ciampea-Jasinga, desa Leuwiliang Kolot dan
Bojong-Rangkas; sebelah timur: Jalur jalan Bantar Kambing-Ciampea-Jasinga,
dan Desa Ciampea; dan sebelah barat: Sungai Ciaruten. Berdasarkan gambaran di
atas transek lereng pada ketiga profil merupakan kaki lereng dari perbukitan kapur
yang telah ditanami jati. Penggunaan lahan yang teridentifikasi selain tanaman jati
yaitu lahan sawah dan hutan.
Topografi
Topografi di sekitar lokasi penelitian teridentifikasi antara landai sampai
berbukit dengan kemiringan lereng bervariasi tergantung tempatnya. Pada bagian
puncak lereng kemiringan dapat melebihi 45 %. Sedangkan pada bagian kaki
lereng kemiringan berkisar antara 8-15 %. Pembuatan profil dilakukan pada
bagian kaki lereng yang kemudian dibagi menjadi lereng atas, tengah, dan bawah.
Geologi
Berdasarkan peta geologi lembar Bogor, Jawa Barat (Effendi 1986) daerah
penelitian termasuk formasi batu gamping Bojongmanik (Tmbl) dengan umur
tersier miosen tengah. Peta geologi lokasi penelitian disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Peta geologi lokasi penelitian
Formasi Bojongmanik bersusunan batu pasir, tuff batu apung, napal, batu
gamping, dan batu klei. Formasi ini dikelilingi oleh Batuan Gunungapi Gunung
Salak (Qvsb) yang bersusunan andesit basalt dan tuff batu apung pasiran, Batuan
Gunungapi Tua (Qvl) yang bersusunan andesit dan andesit basalt, dan Andesit
9
Gunung Sundamanik (Qva) yang bersusunan andesit-honblende-piroksen dan
porifiritik. Batuan induk yang teridentifikasi yaitu batu kapur atau gamping
(limestone) yang tersebar di sekitar lokasi penelitian. Batu gamping memiliki
komposisi kaya akan kapur atau kalsium karbonat (CaCO3) yang seringkali
tercampur dengan magnesium karbonat (MgCO3). Batu gamping umumnya
berasal dari sedimen kapur di dasar lautan yang tersusun oleh berbagai cangkang
binatang laut dalam kurun waktu jutaan tahun. Sedimen kapur tersebut terangkat
ke permukaan melalui proses tektonik kemudian mengalami proses pelapukan
oleh air hujan dan CO2. Walaupun sama-sama berada pada formasi Bojongmanik,
bahan induk tanah di lokasi penelitian tidak hanya berasal dari sedimen kapur.
Berdasarkan hasil pengamatan terdapat beberapa bahan induk tanah, antara lain
sedimen klei yang merupakan bahan endapan tua yang telah diendapkan berjutajuta tahun. Selain itu terdapat sedimen napal yang merupakan campuran antara
batu kapur dan batu klei serta tuff volkan yang berasal dari abu letusan gunung
Salak. Keragaman bahan induk tanah mengakibatkan perbedaan tanah yang
terbentuk, baik dalam sifat morfologi, fisik, maupun kimia.
Iklim
Menurut Ginandjar (2013) daerah di sekitar lokasi penelitian termasuk
beriklim basah dengan curah hujan rata-rata >3000 mm/tahun. Rata-rata suhu
udara dan suhu tanah tahun 2004-2008 dijasikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata suhu udara dan suhu tanah tahun 2004-2008*
Suhu Udara(°C)a
Bulan
Suhu Tanah(°C)b
Maksimal
Minimal
Rata-rata
Januari
30,6
22,5
25,5
28,0
Februari
29,9
22,7
25,1
27,6
Maret
31,1
22,8
25,7
28,2
April
31,8
22,9
25,9
28,4
Mei
31,8
22,8
26,1
28,6
Juni
31,5
22,2
25,6
28,1
Juli
31,7
21,7
25,6
28,1
Agustus
31,9
21,5
25,5
28,0
September
32,8
21,7
25,9
28,4
Oktober
32,8
22,3
26,1
28,6
November
32,0
22,7
26,0
28,5
Desember
30,6
22,8
25,6
28,1
Rata-rata
Suhu
31,5
22,4
25,7
28,2
Tahunan
*sumber: Syakur (2010)
Keterangan:
a. Dihitung dari hasil pengamatan stasiun klimatologi Dramaga, Bogor.
b. Didapat dari hasil perhitungan metode Van Wembeke (1983) dalam
Hardjowigeno (2003) dengan rumus: suhu tanah = 2,5 °C + Suhu udara
rata-rata tahunan (°C).
10
Perbedaan suhu rata-rata musim panas dan musim dingin (TS(d-c)) dapat
diketahui dengan rumus: (TS(d-c)) = 0,33 x (TAd – TAc), dimana TAd suhu ratarata musim terpanas dan TAc adalah suhu rata-rata musim terdingin. Berdasarkan
hasil pengamatan suhu tanah rata-rata tahunan adalah 28,2 °C. Perbedaan suhu
tanah rata-rata musim panas dan musim dingin adalah 3 °C atau kurang dari 5 °C.
Vegetasi
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, daerah di sekitar lokasi
penelitian merupakan kebun tanaman jati dengan varietas Jati Unggul Nusantara
(JUN). Selain perkebunan jati, di sekitar lokasi penelitian terdapat lahan sawah
dan pertambangan kapur Efansyah et al. (2012) menyatakan penanaman JUN di
daerah Kabupaten Bogor adalah sebuah model bisnis yang dikembangkan oleh
Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara (UBH-KPWN). Penanaman ini
melibatkan investor, pemilik lahan, masyarakat (petani), dan aparat desa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Morfologi Tanah
Sifat morfologi tanah merupakan sifat yang langsung dipelajari di
lapangan. Lokasi profil didasarkan pada kondisi tanah, penggunaan lahan, dan
topografi.Sifat morfologi diwakili oleh tiga profil yaitu profil ke-1 (P-1) yang
terletak di lereng atas, profil ke-2 (P-2) yang terletak di lereng tengah, dan profil
ke-3 (P-3) yang terletak di lereng bawah. Perbedaan ketinggian dari P-1 ke P-2
adalah 0,08 m sedangkan antara P-2 ke P-3 adalah 0,09 m. Parameter yang
diamati pada setiap profil meliputi batas horison, warna, tekstur lapang, struktur,
konsistensi, karat, konkresi, dan kondisi perakaran. Skema transek lereng dan
perkembangan tanah disajikan pada Gambar 4, sedangkan deskripsi lengkap
setiap profil disajikan pada Lampiran 1.
Gambar 4. Skema transek lereng dan perkembangan tanah
11
Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, ketiga profil mempunyai
perbedaan warna yang cukup mencolok terutama di horison A dan B. Horison A
pada P-1 memiliki warna yang lebih hitam dan memiliki rekahan-rekahan yang
cukup lebar dibandingkan dengan P-2 dan P-3. Sedangkan horison B pada P-1
berwarna coklat kekuningan, P-2 berwarna merah kekuningan, dan P-3 berwarna
coklat kemerahan. Warna hitam dan rekahan tersebut mengindikasikan tanah
didominasi oleh mineral klei montmorillonit. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Mulyanto et al. (2011) warna hitam dan rekahan-rekahan terbentuk terjadi
karena tanah didominasi oleh mineral klei montmorillonit sedangkan tanah yang
lebih merah didominasi oleh kaolinit.
Tekstur pada ketiga profil didominasi oleh klei. Ketiga profil termasuk
dalam tanah dewasa sampai tua karena memiliki solum yang cukup dalam. Hal
tersebut ditandai oleh terbentuknya horison eluviasi dan iluviasi terutama
penimbunan klei pada horison B. Menurut Hardjowigeno (2007) tanah-tanah
tersebut memiliki tingkat perkembangan lanjut dan disebut tanah dewasa sampai
tua karena memiliki horison B atau horison penimbunan klei.
Struktur pada ketiga profil pada lapisan atas didominasi oleh granular
karena pengaruh pengolahan tanah dan bahan organik. Sedangkan pada lapisan
bawah didominasi oleh gumpal bersudut. Konsistensi tanah pada P-1 lapisan atas
yaitu agak lekat, agak plastis, dan gembur. Semakin dalam lapisan konsistensi
meningkat menjadi lekat, plastis, dan teguh bahkan sangat lekat, sangat plastis,
dan sangat teguh. Pada P-2 konsistensi dari lapisan atas ke lapisan bawah
meningkat dari lekat, plastis, dan teguh menjadi sangat lekat, sangat plastis, dan
sangat teguh. Pada P-3 konsistensi lapisan atas yaitu agak lekat, agak plastis, dan
sangat gembur. Pada lapisan ke-3 konsistensi meningkat menjadi sangat lekat,
sangat plastis, dan sangat teguh kemudian menurun sampai lapisan ke-7 menjadi
lekat, plastis, dan teguh. Pada lapisan ke-8 konsistensi menurun dari lapisan ke-7
menjadi agak lekat, agak plastis, dan agak teguh karena pengaruh bahan induk.
Karat Fe yang berwarna merah terdapat pada P-2. Karat Fe ini terjadi
karena tanah berdrainase baik dan selalu lembab pada lapisan bawah sehingga Fe
banyak terdapat dalam keadaan oksidatif. Konkresi Mn berwarna hitam dan
konkresi Fe berwarna merah terdapat pada P-3 sedangkan pada P-1 dan P-2 tidak
teridentifikasi adanya konkresi. Kondisi perakaran efektif pada ketiga profil cukup
baik karena akar dapat menembus lapisan olah dan tanaman jati yang tumbuh di
sekitar ketiga profil mempunyai tegakan yang baik.
Berdasarkan hasil pengamatan pada P-2 dan P-3 lapisan terakhir sudah
teridentifikasi adanya bahan induk. Bahan induk pada P-2 mengandung bahan
plintit. Rachim dan Arifin (2011) menyatakan plintit adalah bahan yang kaya besi,
miskin humus, bercampur dengan klei, kuarsa, dan mineral lain. Plintit bersifat
lunak jika dipotong dengan skop. Setelah pengerasan ireversibel, plintit tidak
disebut lagi sebagai plintit tetapi disebut sebagai batu besi (petroferik).
Sifat Fisik Tanah
Tekstur Tanah
Tekstur terdiri dari butir-butir tanah berbagai ukuran. Tekstur ditetapkan
melalui perbandingan relatif antara pasir, debu, dan klei. Tekstur pada ketiga
12
profil didominasi oleh klei. Horison argilik teridentifikasi pada P-1 dan P-3 yang
nilai kleinya meningkat pada horison iluviasi dari horison eluviasi dengan nilai ≥8
%. Rachim dan Arifin (2011) menyatakan horison argilik yaitu horison eluviasi
didalam jarak vertikal ≤30 cm, jika mengandung klei ≥40 % maka horison
argilik/iluviasi mengandung klei ≥8 % lebih banyak daripada horison eluviasi.
Selanjutnya menurut Liubana (2008) proses pembentukan horison argilik ini
terjadi karena pencucian klei yang diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi dan
proses terbentuknya horisonargilik dikenal dengan proses argilasi. Sebaran kadar
klei pada ketiga profil disajikan pada Gambar 5.
Klei (%)
0 20 40 60 80 100
Klei (%)
0 20 40 60 80 100
20
20
89,94
81,29
60
80
81,96
100
120
90,79
140
92,79
40
60
87,71
80
93,11
100
90,34
120
87,92
94,25
160
180
P-1
72,86
78,90
40
85,66
60
83,23
80
100
64,11
51,06
120
140
160
Kedalaman (cm)
40
Kedalaman (cm)
85,06
70,33
Kedalaman (cm)
20
0
0
0
Klei (%)
0 20 40 60 80 100
140
67,55
19,8
160
P-2
P-3
Gambar 5. Sebaran klei pada ketiga profil
Berdasarkan hasil pengamatan, pada P-1 kadar klei meningkat setelah
horison argilik dan tidak terjadi penurunan sedangkan pada P-3 kadar klei
menurun setelah kadar klei maksimum pada horison argilik. Kadar klei pada P-2
terjadi peningkatan pada lapisan ke-2 dari lapisan ke-1 tetapi belum memenuhi
syarat horison argilik. Bahan induk terlihat pada P-3 lapisan ke-8 dengan kadar
klei yang rendah sedangkan pada P-2 memiliki kadar klei yang tinggi.
Tekstur dapat menjadi indikator tingkat pelapukan tanah dan mineral.
Hardjowigeno (2007) menyatakan mineral-mineral primer umumnya terdapat
pada fraksi pasir dan debu sedangkan mineral sekunder terdapat pada fraksi klei.
Tingginya klei dan rendahnya pasir serta debu dalam horison B pada ketiga profil
mengindikasikan bahwa tanah-tanah di sekitar lokasi penelitian sudah terlapuk
lanjut.
Bobot Isi dan Porositas
Bobot isi menunjukan kepadatan tanah yang berarti kemampuan tanah
untuk ditembus oleh akar tanaman. Semakin tinggi bobot isi tanah maka semakin
sulit akar menembus tanah tersebut. Porositas berbanding terbalik dengan bobot
isi tanah. Menurut Brady dan Weil (2008) dalam Siahaan (2011) nilai bobot isi
dapat memprediksikan porositas total. Semakin rendah bobot isi maka semakin
13
2,00
1,85
1,70
1,55
1,40
1,25
1,10
0,95
0,80
0,65
0,50
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0-20
20-40
P-1
0-20
20-40
P-2
0-20
Porositas(%)
Bobot Isi (g/cm3)
tinggi porositas. Perbandingan bobot isi dan porositas pada lokasi penelitian
disajikan pada Gambar 6.
Bobot Isi
Porositas
20-40
P-3
Gambar 6. Perbandingan bobot isi dan porositas pada lokasi penelitian
Berdasarkan hasil pengamatan, nilai bobot isi lebih rendah pada lapisan 020 cm daripada lapisan 20-40 cm sehingga tidak teridentifikasi adanya pemadatan
tanah. Menurut Hanafiah (2005) bobot isi pada ketiga jenis tanah yang diamati
termasuk kedalam kategori ringan. Porositas atau total ruang pori tanah tidak
berbeda jauh karena tekstur pada ketiga profil didominasi oleh klei..
Permeabilitas Tanah
Permeabilitas tanah merupakan kemampuan tanah melewatkan atau
meneruskan air pada media berpori dalam keadaan jenuh. Permeabilitas dapat
dipengaruhi beberapa faktor yaitu tekstur, struktur, porositas, dan bobot isi.
Permeabilitas pada lokasi penelitian disajikan pada Gambar 7.
Permeabilitas (cm/jam)
4,86
3,55
0-20
20-40
0,00
P-1
0,00
0,00
P-2
Jenis Tanah
0,25
P-3
Gambar 7. Permeabilitas pada lokasi penelitian
Berdasarkan hasil penelitian nilai permeabilitas tertinggi (4,86 cm/jam)
terdapat pada P3 kedalaman 0-20 cm sedangkan nilai terkecil (0 cm/jam atau tidak
terukur) terdapat pada P1 20-40, P2 0-20 dan 20-40. Menurut Uhland dan O’neil
(1951) dalam BBSDLP (2006) permeabilitas pada lokasi penelitian berkisar
14
antara sangat lambat (15 %V).
Berdasarkan hasil perhitungan ketiga jenis tanah memiliki nilai KAKL
yang berkisar antara (35-50 %V). Hal ini berkaitan dengan pengaruh tekstur
terhadap proporsi bahan koloidal, ruang pori, dan luas permukaan adsorptive
dimana tanah yang lebih halus (klei) akan lebih banyak kapasitas menyimpan
airnya. Nilai KATLP Pada ketiga jenis tanah berkisar antara (25-35 %V). Jika
pada kondisi optimum kadar air tanah dibawah KATLP maka akar tidak mampu
menghisapnya sehingga tanaman mulai layu dan kemudian mati. Untuk itu
diperlukan pengelolaan tanaman agar tetap pada kapasitas lapang terutama saat
musim kemarau. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan air tersedia yaitu kadar air
yang tersedia bagi tanaman.
Air tersedia merupakan selisih dari pF 2,54 dan pF 4,2. Menurut PPT
(1983) pada P-1 dan P-2 nilai air tersedia tergolong kategori sedang-tinggi (10-20
%V) sedangkan pada P-3 tergolong kategori rendah (5-10 %V). Selanjutnya
BBSDLP (2006) menyatakan nilai air dipengaruhi oleh tekstur tanah dimana
nilainya lebih tinggi pada tanah yang didominasi oleh klei. Nilai air tersedia
paling rendah terdapat pada P-3, hal ini dapat dilihat dari garis yang agak tegak
antara pF 2,54 dan 4,2. Menurut Nurmi et al. (2009) bentuk kurva seperti garis
lurus/linear menunjukkan bahwa air tersedia pada tanah tersebut adalah rendah.
Sifat Kimia Tanah
Reaksi Tanah (pH)
Reaksi tanah atau yang dinyatakan dalam pH menunjukan kemasaman
atau alkalinitas suatu tanah. Nilai pH dapat menunjukan tingkat ketersediaan
unsur hara dalam tanah. Besar kecilnya nilai pH ditentukan oleh konsentasi ion
hidrogen (H+). Berdasarkan banyak sedikitnya ion H+, pH dapat dibagi menjadi
dua yaitu pH aktual (ekstrak H2O) dan pH potensial (ekstrak KCl). Semua lapisan
pada ketiga contoh tanah memiliki pH potensial < pH aktual, hal ini menunjukan
muatan negatif lebih mendominasi dan tanah bereaksi dalam keadaan cenderung
masam hingga netral. Sebaran pH disajikan pada Gambar 9.
17
pH
0 1 2 3 4 5 6
0
0
20
20
40
40
Kedalaman (cm)
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
pH
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Kedalaman (cm)
Kedalaman (cm)
pH
0 1 2 3 4 5 6 7 8
60
80
100
120
P-1
80
100
120
140
140
160
160
pH
H2O
pH
KCl
60
P-2
pH
H2O
pH
KCl
P-3
pH
H2O
pH
KCl
Gambar 9. Sebaran pH pada ketiga profil
Bahan induk pada lokasi penelitian sangat mempengaruhi nilai pH tanah.
Berdasarkan hasil pengamatan, P-1 dengan bahan induk sedimen kapur memiliki
nilai pH yang lebih tinggi dibandingkan P-2 dan P-3 dengan bahan induk sedimen
klei. Sementara itu bahan organik pada lapisan atas mempengaruhi nilai pH
sehingga nilai pH meningkat. Kondisi ilkim dengan curah hujan yang tinggi
mengakibatkan pencucian unsur hara dari lapisan atas ke lapisan bawah semakin
intensif sehingga pada lapisan bawah terjadi peningkatan kadar pH.
Sumber kemasaman tanah yang utama adalah Aluminium (Al) dan
Hidrogen (H). Sebaran Al-dd dan H-dd pada ketiga profil disajikan pada Gambar
10.
20
20
40
40
60
80
100
120
80
100
120
160
160
P-1
60
140
140
Aldd
Hdd
0
Kedalaman (cm)
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Al dan H (me/100g)
0123456789
Al dan H (me/100g)
0 4 8 12 16 20
0
Kedalaman (cm)
Kedalaman (cm)
Al dan H (me/100g)
0 1 2 3 4 5 6
P-2
Aldd
Hdd
P-3
Gambar 10. Sebaran Al-dd dan H-dd pada ketiga profil
Aldd
Hdd
18
Proporsi Al dalam tanah dari KTK efektif dapat dikatakan sebagai
kejenuhan Al3+. Berdasarkan hasil pengamatan nilai rata-rata kejenuhan Al P-1, P2, dan P-3 pada lapisan atas berturut-turut adalah 13,75 %; 49,04 %; dan 47,50 %.
Menurut PPT (1983) nilai kejenuhan Al pada P-2 dan P-3 termasuk kedalam
kategori sangat tinggi (>40 %) sehingga perlu pengapuran untuk menetralkan Al
agar tidak menjadi racun bagi tanaman dan meningkatkan ketersediaan unsur hara
seperti P agar lebih mudah diserap oleh tanaman. Sedangkan nilai kejenuhan Al
pada P-1 termasuk kedalam kategori sedang (10-20 %) sehingga perlu sedikit
pengapuran.
Kapasitas Tukar Kation (KTK)
KTK adalah banyaknya kation (K+, Na+, Ca2+, Mg2+, Al3+, H+, dll) yang
dijerap oleh tanah per satuan berat. Berdasarkan hasil pengamatan, nilai rata-rata
KTK pada P-1>P-2>P-3. Nilai KTK pada P-1 dan P-2 tidak terlalu berbeda tetapi
nilainya lebih tinggi pada P-1, hal tersebut terjadi karena P-1 didominasi oleh
mineral klei monmorillonit. Menurut penelitian yang dilakukan Mulyanto et al.
(2011) tingginya nilai KTK disebabkan oleh jenis mineral klei monmorillonit.
Sementara itu, tekstur yang didominasi oleh klei mampu menaikan nilai KTK.
Pada Umumnya semakin tinggi klei maka semakin tinggi nilai KTK. Hal tersebut
terlihat pada P-3 dimana kadar klei 19,83 % memiliki nilai KTK 8,72 me/100g
sedangkan kadar klei 83,23 % memiliki nilai KTK 24,71 me/100g. Hubungan
antara kadar klei dengan KTK disajikan pada Gambar 11.
60
KTK (me/100g)
50
P-1
40
P-2
30
P-3
20
Rata-rata P-1
10
Rata-rata P-2
0
Rata-rata P-3
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Klei (%)
Gambar 11. Hubungan kadar klei dan KTK
Bahan Organik
Bahan organik dalam tanah terdiri dari bahan organik kasar dan bahan
organik halus atau biasa disebut humus. Humus terdiri dari bahan organik halus
yang berasal dari hancuran bahan organik kasar serta senyawa-senyawa baru yang
terbentuk dari hancuran bahan organik tersebut melalui kegiatan mikroorganisme
dalam tanah. Humus merupakan senyawa resisten yang mempunyai daya
menahan air dan unsur hara yang tinggi. Sebaran bahan organik pada ketiga profil
disajikan pada Gambar 12.
19
1
BO (%)
2 3 4
0
5
0
0
2,54
20
1,09
80
Kedalaman (cm)
Kedalaman (cm)
40
60
0,29
100
120
0,86
140
160
0
5
0,44
0,17
80
0,29
100
0,16
40
120
P-1
BO (%)
2 3 4
5
1,96
1,45
20
0,12
160
180
1
0
0,98
60
140
0,94
BO (%)
2 3 4
20
3,07
40
1
Kedalaman (cm)
0
60
0,72
80
0,52
0,37
100
0,32
120
0,33
140
0,16
160
P-2
P-3
Gambar 12. Sebaran bahan organik pada ketiga profil
Berdasarkan hasil pengamatan dari ketiga profil bahan organik dari lapisan
atas ke lapisan bawah cenderung menurun. Sementara itu, bahan organik pada P-1
dari lapisan ke-1 ke lapisan ke-2 mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan
karena pada lapisan tersebut memiliki sifat vertik sehingga terjadi retakan tanah
pada lapisan atas. Buckman dan Brady (1983) menyatakan sifat vertik adalah
kondisi saat tanah pada musim kering membentuk retakan yang dalam dan lebar,
sehingga sejumlah bahan yang ada di lapisan atas tanah dapat runtuh masuk ke
dalam retakan. Proses tersebut menyebabkan kandungan bahan organik pada
lapisan bawah lebih besar dari lapisan atas.
KAITANNYA DENGAN PERTUMBUHAN TANAMAN
JATI UNGGUL NUSANTARA (Tectona grandis L.F.)
DI CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR
AKHMAD MEDIRANTO
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Klasifikasi Tanah
pada Transek Lereng dan Kaitannya dengan Pertumbuhan Tanaman Jati Unggul
Nusantara (Tectona grandis L.F.) di Cibungbulang, Kabupaten Bogor adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Akhmad Mediranto
NIM. A14080095
ABSTRAK
AKHMAD MEDIRANTO. Klasifikasi Tanah pada Transek Lereng
dan Kaitannya dengan Pertumbuhan Tanaman Jati Unggul Nusantara
(Tectona grandis L.F.) di Cibungbulang, Kabupaten Bogor.
Dibimbing oleh WIDIATMAKA dan HERMANU WIDJAJA.
Tanah beragam dari suatu tempat ke tempat lain, dicirikan oleh sifat-sifat
tanah yang beragam baik secara vertikal maupun horizontal. Keragaman sifat-sifat
tanah tersebut menyebabkan tingkat kesuburan tanah yang berbeda-beda. Setiap
tanah yang terbentuk dapat diklasifikasikan dengan suatu sistem klasifikasi tanah.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis sifat morfologi, fisik, kimia, dan
mengklasifikasikannya sampai kategori family tanah serta melihat hubungan
antara sifat-sifat tanah yang terbentuk dengan pertumbuhan tanaman jati.
Penelitian lapang dilakukan di Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Analisis sifat
fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, IPB. Profil dibuat pada kaki lereng yang ditumbuhi tanaman
jati varietas Jati Unggul Nusantara (JUN) kemudian dibagi menjadi lereng atas (P1), lereng tengah (P-2), dan lereng bawah (P-3). Contoh tanaman diambil
sebanyak 50 sampel yang terletak di sekitar lokasi profil dan memiliki
pertumbuhan optimal, setiap sampel kemudian diukur sifat morfologi tanaman.
Hasil penelitian menunjukkan, tekstur pada ketiga profil didominasi oleh klei dan
permeabilitas antara sedang-lambat. pH tanah pada P-1 tergolong netral
sedangkan P-2 dan P-3 tergolong masam. KB pada P-1 tergolong sangat tinggi
sedangkan P-2 dan P-3 antara rendah-sangat rendah. N-total dan C-organik pada
ketiga profil tergolong rendah-sangat rendah. P-tersedia pada ketiga profil
tergolong tinggi-sangat tinggi. Keragaman sifat-sifat tanah pada ketiga profil
selain dipengaruhi oleh bahan induk juga dipengaruhi oleh posisi dalam lereng. P1, P-2, dan P-3 berturut-turut diklasifikasikan dalam kategori family Typic
Paleudalf, sangat halus, campuran, aktif, isohipertermik; Typic Dystrudept, sangat
halus, campuran, aktif, isohipertermik; dan Typic Hapludult, sangat halus,
campuran, semiaktif, isohipertermik. Tanah yang terbentuk dari ketiga profil
mampu menopang pertumbuhan tanaman jati dimana tanaman paling baik tumbuh
pada P-1 kemudian diikuti oleh P-3 dan P-2 namun diameter batang yang
dihasilkan saat panen masih termasuk kategori rendah. Tanah dengan bahan induk
sedimen kapur yang mempunyai pH dan KB tinggi mampu memberikan
pertumbuhan yang lebih baik bagi tanaman jati varietas JUN.
Kata kunci: Sifat morfologi, fisik, dan kimia tanah; klasifikasi tanah; Jati Unggul
Nusantara (JUN)
ABSTRACT
AKHMAD MEDIRANTO. Soil Classification on a Transects in
Relation to Plant Growth of Jati Unggul Nusantara (Tectona grandis
L.F.) in Cibungbulang, Bogor District. Supervised by
WIDIATMAKA and HERMANU WIDJAJA.
Soil are characterized by its properties, vertically and horizontally. The soil
variability has caused different soil fertility. Each soil could be classified by a soil
classification system. This reseach was conducted with the objective to analyze
soil morphological, physical, and chemical characteristics and to classify in family
category. The other objective is to understand the relationship between soil
characteristics and tree growth of Tectona grandis. Field research was done in
Cibungbulang, Bogor District. Physical and chemical soil analysis was done in the
Laboratory of Soil Science and Land Resources, Bogor Agricultural University.
Soil profile was made on a slope planted with Jati Unggul Nusantara (JUN) teak
tree. The slope is divided into three parts: upper slope (P-1), middle slope (P-2),
and down slope (P-3). Fifty plant samples which has optimal growth were
collected around the location of soil profile. The morphological characteristics of
each plant are analyzed. The result shows that soil texture on three soil profiles
were dominated by clay and it has medium to slow permeability. Soil pH on upper
slope (P-1) is classified as neutral whereas soils in middle part (P-2) and down
part (P-3) slope are acid. Base saturation on P-1 is classified as very high, while in
P-2 and P-3 are classified as low and very low. Total-N and organic-C on three
samples are low to very low. Available-P on three profiles are high to very high.
Variability of the three soil profile’s were caused by parent material as well as by
potition of slope. P-1, P-2, and P-3 are classified in soil family category as Typic
Peleudalf, very fine, compound, active, isohyperthermic; Typic Dystrudept, very
fine, compound, active, isohyperthermic; and Typic Hapludult, very fine,
compound, semi-active, isohyperthermic. Soils from each profile location could
support teak tree growth, the best plant growth is found on P-1, then P-3 and P-2.
Trunk diameter of harvesting plant is classified as low category. Soil from
limestone sediment which has high pH and base saturation could give better
growth for JUN teak tree.
Keywords: Soil morphological, phisical, and chemical characteristic; soil
classification; Jati Unggul Nusantara (JUN)
KLASIFIKASI TANAH PADA TRANSEK LERENG DAN
KAITANNYA DENGAN PERTUMBUHAN TANAMAN
JATI UNGGUL NUSANTARA (Tectona grandis L.F.)
DI CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR
AKHMAD MEDIRANTO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
Judul Skripsi : Klasifikasi Tanah pada Transek Lereng dan Kaitannya dengan
Pertumbuhan Tanaman Jati Unggul Nusantara (Tectona Grandis
L.F.) di Cibungbulang, Kabupaten Bogor
Nama
: Akhmad Mediranto
NIM
: A14080095
Disetujui oleh
Dr Ir Widiatmaka, DAA
Pembimbing I
Ir Hermanu Widjaja, M.Sc
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Baba Barus, M.Sc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini telah berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak November 2012
sampai September 2013 adalah klasifikasi tanah dan pertumbuhan tanaman
dengan judul “Klasifikasi Tanah pada Transek Lereng dan Kaitannya dengan
Pertumbuhan Tanaman Jati Unggul Nusantara (Tectona grandis L.F.) di
Cibungbulang, Kabupaten Bogor”.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Ir. Widiatmaka, DAA dan Ir Hermanu Widjaja, MSc selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan masukan
selama penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Dr. Ir. R.A. Dyah Tj. Suryaningtyas, M.Appl.Sc selaku dosen penguji
yang telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi.
3. Ibu, ayah, adik, Dini Rosdianingsih, dan seluruh keluarga besar atas doa
dan kasih sayangnya.
4. Teman-teman PANJEN, AZIMUTH, dan MSL angkatan 45 atas
perjuangan dan kebersamaannya.
5. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan
penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis sangat menghargai segala bentuk saran dan kritik yang
membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Juli 2014
Akhmad Mediranto
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
x
x
xi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
1
1
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Bahan
Alat
Tahapan penelitian
5
5
5
5
5
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Morfologi Tanah
Sifat Fisik Tanah
Sifat Kimia Tanah
Klasifikasi Tanah
Tanaman jati
Hubungan antara Pertumbuhan Jati dan Sifat-sifat Tanah
10
10
11
16
20
22
24
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
27
27
28
DAFTAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN
31
RIWAYAT HIDUP
46
x
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
Jenis dan metode analisis tanah
Rata-rata suhu udara dan suhu tanah tahun 2004-2008
Sifat retensi air tanah pada lokasi penelitian
Pengukuran rata-rata morfologi tanaman dan hasil statistik
Penilaian sifat kimia tanah pada lapisan atas
6
9
15
22
25
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
JUN umur 1 tahun pada lokasi penelitian
Peta keadaan sekitar lokasi penelitian
Peta geologi lokasi penelitian
Skema transek lereng dan perkembangan tanah
Sebaran klei pada ketiga profil
Perbandingan bobot isi dan porositas pada lokasi penelitian
Permeabilitas pada lokasi penelitian
Kurva pF pada lokasi penelitian, (a) kurva pF P-1; (b) kurva pF P-2; (c)
kurva pF P-3
Sebaran pH pada ketiga profil
Sebaran Al-dd dan H-dd pada ketiga profil
Hubungan kadar klei dan KTK
Sebaran bahan organik pada ketiga profil
Hubungan kadar BO dan KTK
Perbandingan (a) tinggi total dan (b) diameter setinggi dada, 5 pohon
terbaik pada ketiga profil
Perbandingan (a) tinggi total dan (b) diameter setinggi dada, 5 pohon
terjelek pada ketiga profil
Hubungan pH terhadap tinggi total, (a) lapisan atas; (b) lapisan bawah
Hubungan KB terhadap tinggi total, (a) lapisan atas; (b) lapisan bawah
Hubungan pH terhadap rata-rata tinggi total serta nilai maksimal dan
nilai minimal, (a) lapisan atas; (b) lapisan bawah
Hubungan KB terhadap rata-rata tinggi total serta nilai maksimal dan
nilai minimal, (a) lapisan atas; (b) lapisan bawah
4
7
8
10
12
13
13
14
17
17
18
19
19
24
24
26
26
26
27
xi
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Deskripsi profil tanah
Ringkasan sifat fisik tanah
Ringkasan sifat kimia tanah
Kriteria penilaian sifat kimia tanah
Pengukuran morfologi tanaman jati
Ringkasan sifat morfologi tanaman jati
Tabel ANOVA morfologi tanaman jati
31
34
35
37
38
44
44
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah merupakan tubuh alam yang terdapat pada permukaan bumi. Tanah
terbentuk dari bahan induk yang mengalami proses pelapukan akibat pengaruh
iklim dan organisme pada suatu topografi dalam jangka waktu tertentu. Tanah
mempunyai sistem tiga fase yaitu padat, cair, dan gas yang bersifat dinamis dan
selalu dalam kondisi seimbang. Jenny (1941) dalam Hardjowigeno (2003)
menyatakan faktor pembentuk tanah yang terpenting ada lima yaitu:
T (tanah) = f (i,o,b, t, w)
dimana i = iklim, o = organisme, b = bahan induk , t = topografi, dan w = waktu.
Tanah beragam dari suatu tempat ke tempat yang lain. Perbedaan ini
dicirikan oleh karakteristik tanah secara vertikal maupun horizontal. Karakteristik
tanah dapat dilihat secara vertikal dalam suatu profil tanah atau lebih dikenal
sebagai konsep pedon (Soil Survey Staff 2010). Setiap tanah yang terbentuk dapat
diklasifikasikan dengan suatu sistem klasifikasi tanah. Klasifikasi ini didasarkan
pada data penelitian di lapang dan laboratorium.
Usaha pertanian tidak lepas dari tanah sebagai media untuk mendukung
pertumbuhan tanaman diatasnya. Tanah merupakan sumberdaya alam yang tidak
dapat diperbaharui, untuk itu diperlukan pengetahuan tentang sifat fisik, kimia,
dan biologi tanah karena setiap jenis tanah mempunyai tingkat kesuburan yang
berbeda-beda. Pengelolaan tanah yang baik ditentukan oleh sifat-sifat tanah dan
lingkungannya agar tanah dapat digunakan sesuai dengan tingkat kemampuan dan
kesesuaian suatu lahan.
Laju pembangunan semakin cepat seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk membuat kebutuhan masyarakat akan produk pertanian semakin
meningkat, salah satunya ialah kayu jati yang berasal dari tanaman Jati (Tectona
grandis L.F.). Dewasa ini banyak pengembangan varietas jati hasil kultur jaringan
agar dapat dipanen lebih cepat daripada jati konvensional. Salah satu varietas
yang dikembangkan adalah Jati Unggul Nusantara (JUN). Kayu jati unggul
banyak digunakan untuk furniture karena kualitas kayu yang baik dan kuat.
Permintaan yang semakin banyak terhadap hasil olahan kayu tersebut membuat
upaya peningkatan produksi tanaman jati unggul menjadi hal yang penting.
Oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang hubungan antara tanah
dan tanaman khususnya tanaman jati. Tanaman jati biasa ditanam pada tanahtanah berkapur dengan pH agak masam-netral, memiliki solum yang dalam,
berdrainase baik, dan memiliki musim kemarau yang jelas. Dewasa ini tanaman
jati sudah mulai dibudidayakan di banyak tempat, termasuk di tanah-tanah masam
dengan curah hujan yang tinggi terutama jati varietas unggul.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis sifat morfologi, fisik, kimia tanah pada transek lereng dan
mengklasifikasikannya sampai kategori family tanah.
2
2. Mempelajari hubungan antara sifat-sifat tanah yang terbentuk dengan
pertumbuhan tanaman jati varietas JUN.
TINJAUAN PUSTAKA
Proses dan Faktor Pembentuk Tanah
Tanah adalah benda alam yang mempunyai bahan padat (bahan mineral
dan bahan organik), air, dan udara yang ditemukan di permukaan bumi. Tanah
dicirikan oleh horison-horison atau lapisan tanah sebagai hasil dari proses
pembentukan tanah yang berupa penambahan, pengurangan, pemindahan,
perubahan bentuk (transformasi) energi dan bahan-bahan serta mempunyai
kemampuan menopang pertumbuhan dan perakaran tanaman dalam lingkungan
alami (Hardjowigeno 2003). Ilmu yang mempelajari proses-proses pembentukan
tanah beserta faktor-faktor pembentukannya, klasifikasi tanah, survei tanah, dan
cara-cara pengamatan tanah dilapangan disebut pedology. Sedangkan ilmu yang
mempelajari sifat-sifat tanah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman
serta usaha-usaha yang perlu dilakukan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah bagi
pertumbuhan tanaman seperti pemupukan, pengapuran, dan lain-lain disebut
edaphology (Harjowigeno 2007).
Proses pembentukan tanah dimulai dari proses pelapukan batuan induk
menjadi bahan induk tanah, diikuti oleh proses pencampuran bahan organik
dengan bahan mineral di permukaan tanah, pembentukan struktur tanah,
pemindahan bahan-bahan tanah dari bagian atas tanah ke bagian bawah, dan
berbagai proses lain yang dapat menghasilkan horison-horison tanah
(Hardjowigeno 2007). Pembentukan tersebut dipengaruhi oleh lima faktor yaitu
iklim, organisme, bahan induk, topografi, dan waktu. Tanah yang terbentuk dari
bahan induk batuan sedimen dan batuan volkanik biasanya terdapat horison
penimbunan klei dan bisa termasuk ke dalam horison argilik. Makalew (2006)
menyatakan karakteristik tanah yang terbentuk dari horison penimbunan klei
berbeda-beda dari setiap jenis bahan induk, baik yang berupa batuan sedimen
maupun batuan volkanik. Pada bahan induk tersebut dapat terbentuk tanah dengan
ordo Alfisol, Inceptisol, dan Ultisol yang merupakan tanah dengan ciri
penimbunan klei.
Hubungan Lereng Terhadap Sifat-sifat Tanah
Sifat-sifat tanah tidak selalu sama di semua tempat. Hal ini disebabkan
karena faktor-faktor pembentuk tanah yang berbeda setiap tempat, salah satunya
adalah topografi/lereng. Lereng biasanya terdiri dari bagian puncak (crestslope),
bagian punggung (backslope), dan kaki lereng (footslope). Syakur (2010)
menyatakan morfologi dan klasifikasi tanah yang terbentuk pada setiap lereng
berbeda-beda bahkan pada lereng yang sama tejadi keragaman sifat-sifat tanah.
3
Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah dimaksudkan untuk pengkelasan jenis tanah. Tujuan
klasifikasi tanah menurut Buol et al. (1980) dalam Rachim dan Arifin (2011)
adalah:
1. Menata atau mengorganisasi pengetahuan tentang tanah.
2. Memudahkan mengingat-ingat sifat dan prilaku tanah.
3. Mengetahui hubungan antar individu tanah.
4. Mengelompokkan tanah untuk tujuan yang lebih praktis , antara lain
menaksir sifat-sifat dan produktivitasnya, menentukan lahan yang buruk,
baik, atau terbaik; menentukan areal untuk penelitian atau kemungkinan
ekstrapolasi hasil penelitian di tempat lain, dll.
5. Mempelajari hubungan dan sifat tanah baru.
Salah satu sistem klasifikasi tanah yang telah dikembangkan Amerika
Serikat dikenal dengan nama Soil Taxonomy yang berkembang dari tahun 1975sekarang (Soil Survey Staff 2010). Sistem klasifikasi ini menggunakan enam
kategori, yaitu: ordo, subordo, greatgroup, subgroup, family, dan seri. Sistem
klasifikasi ini memberikan penamaan tanah berdasarkan sifat utama dari tanah
tersebut. Terdapat 12 ordo tanah berdasarkan sistem taksonomi tanah, yaitu:
Alfisol, Andisol, Aridisol, Entisol, Gelisol, Histosol, Inceptisol, Mollisol, Oxisol,
Spodosol, Ultisol, dan Vertisol.
Tanaman Jati (JUN)
Jati (Tectona grandis L. F.) telah lama dikenal sebagai kayu yang
berkualitas dengan kondisi kelas kuat dan kelas awetnya lebih tinggi. Jati banyak
dibutuhkan untuk bahan bangunan, bahan furnitur, maupun barang kerajinan.
Produk berbahan dasar jati yang tinggi tersebut biasanya mempunyai harga jual
yang tinggi. Walaupun harga jualnya yang tinggi, jati tetap banyak dicari. Hal ini
dibuktikan dengan kebutuhan jati per tahun terus meningkat. Tanaman jati tumbuh
baik pada ketinggian 0-700 mdpl dengan curah hujan antara 1000-1500
mm/tahun, tetapi jati masih tumbuh optimal pada curah hujan 3750 mm/tahun. Curah hujan berpengaruh terhadap sifat fisiologis tanaman
dan kualitas produksi kayu dimana pada curah hujan yang optimal (memiliki
musim basah dan kering yang jelas) tanaman akan menggugurkan daunnya pada
musim kemarau dan menghasilkan kayu yang kuat. Sedangkan apabila tumbuh
pada kondisi curah hujan yang tinggi maka kualitas kayu akan berkurang
(Sumarna 2004). Tanaman jati memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Sub Kelas
: Asteridae
Subkingdom : Tracheobionta
Ordo
: Lamiales
Super Divisi : Spermatophyta
Famili
: Lamiaceae
Divisi
: Magnoliophyta
Genus
: Tectona
Kelas
: Magnoliopsida
Spesies
: Tectona grandis L. F.
Iskak et al. (2005) menyatakan profil pohon jati umumnya besar,
berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 40-45 m, dan dapat tumbuh
selama ratusan tahun. Diameter pohon dapat mencapai 1,8-2,4 m. Rata-rata pohon
4
jati mencapai ketinggian 9-11 m dengan diameter 0,9-1,5 m. Kayu jati terbaik
biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih daripada 80 tahun.
Jati Unggul Nusantara (JUN) adalah salah satu varietas baru dari pohon
jati yang dapat dipanen dalam jangka waktu 5 tahun. Sumarni dan Muslich (2008)
menyatakan varietas baru ini merupakan hasil penelitian Balai Perbenihan
Tanaman Hutan (BPTH) Kementerian Kehutanan. JUN adalah hasil kloning dari
Jati Plus Perhutani (JPP) yang telah diseleksi selama 70 tahun oleh Perum
Perhutani. JUN dibiakkan secara vegetatif dengan stek pucuk dari pohon/klon
unggul dari Perum Perhutani yang bersertifikat dengan metode bioteknologi
mutakhir.
Gambar 1. JUN umur 1 tahun pada lokasi penelitian (sumber : UBH-KPWN
UBH-KPWN (2012) menyatakan berhasil menginduksi perakaran jati
menjadi tunggang majemuk sehingga mempunyai beberapa keunggulan yang
membuat tanaman akan tumbuh cepat besar, tinggi, lurus, kokoh, dan tidak mudah
roboh. Bibit jati ini kemudian dinamakan JUN. JUN umur 2 tahun dapat mencapai
tinggi 10 m dan diameter 10 cm sementara umur 5 tahun dapat mencapai tinggi
17,5 m dengan diameter 24 cm. Keunggulan lainnya adalah JUN dapat dipanen
pada tahun ke lima dimana kayunya tergolong Kelas Awet III-IV dan Kelas Kuat
III. Pemupukan JUN dilakukan dua minggu setelah penanaman dengan pupuk
organik dan pupuk kimia yang disesuaikan dengan kebutuhan lapangan.
Pemupukan dilakukan secara periodik, minimal 2 kali dalam setahun, sampai
tanaman berumur 3 tahun.
Hubungan Tanah Terhadap Tanaman Jati
Tanaman jati tumbuh baik pada tanah dengan tekstur klei, lempung,
lempung berpasir, dan klei berpasir, pH tanah 5,5-7.0, memiliki solum yang
dalam, dan berdrainase baik (Sumarna 2004). Selanjutnya Mahfudz et al. (2004)
menyatakan tanaman jati tidak terlalu terikat pada jenis tanah tertentu, namun
idealnya pada tanah alluvial yang banyak mengandung Ca dan P.
Menurut penelitian yang dilakukan Marjenah (2007) tanaman jati tumbuh
baik pada tanah Alfisol, Inceptisol, dan Ultisol dengan pengelolaan yang baik
seperti pemupukan, pengapuran, pemberian bahan organik, dan penanaman sistem
tumpang sari. Curah hujan antara 1400-4000 mm/tahun, pH tanah agak masam, N
dari sangat rendah-rendah, P dari rendah-sangat tinggi, dan K dari tinggi-sangat
5
tinggi. Sementara itu menurut PT. Setyamitra Bhaktipersada (2008) JUN dapat
tumbuh dengan baik pada lahan yang memiliki ketinggian sampai 400 mdpl,
berdrainase baik, pH tanah 6.0-7.5 dan bukan merupakan lahan tergenang.
Penggunaan teknologi induksi perakaran menghasilkan akar tunjang majemuk dan
akar serabut sehingga JUN menyerap banyak unsur hara dari tanah.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di lapang dan laboratorium. Penelitian lapang
dilakukan di Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Analisis sifat fisik dan kimia tanah
dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung dari
November 2012 sampai September 2013.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: peta rupa
bumi daerah penelitian skala 1 : 25.000, peta geologi, data iklim, dan bahan-bahan
kimia untuk analisis tanah.
Alat
Alat-alat yang digunakan di lapangan meliputi: cangkul, garpu, pisau
lapang, meteran, plastik, label, tali rafia, kartu deskripsi, Munsell Soil Colour
Chart, clinometers, kompas, Global Positioning System (GPS), ring sampler,
cutter, pita ukur, haga hypsometer, dan lain-lain. Sedangkan alat-alat yang
digunakan di laboratorium meliputi: pH meter, Internasional Centrifuge, alat
destilasi, buret, spectrophotometer, Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS),
Preassure Plate Apparatus (pF 1-2,54), Preassure Membran Appratus (pF 4,2),
timbangan digital, timbangan, dan lain-lain.
Tahapan Penelitian
Survei Lapangan
Survei lapangan dilakukann untuk melihat gambaran umum lokasi
penelitian, menentukan transek lereng, menentukan titik pembuatan profil tanah,
dan menentukan tanaman contoh untuk dianalisis. Transek lereng dibuat dari
bagian atas lereng setelah perbalikan lereng dari curam menjadi lebih landai pada
bagian bawah lereng. Pembuatan profil tanah dilakukan pada bagian lereng atas,
tengah, dan bawah.
6
Pengamatan Profil dan Pengambilan Contoh Tanah
Profil tanah dibuat dengan cara menggali tanah dengan dimensi 1,5 m x 1
m dan kedalaman 1 m atau sampai bertemu batuan induk, selanjutnya dilakukan
pengeboran dengan bor belgi sampai kedalaman control section tercapai.
Pengamatan profil meliputi identifikasi batas-batas horison, kedalaman solum,
kedalaman efektif, ada tidaknya epipedon dan horison penciri. Penentuan
karakteristik tanah pada setiap horison meliputi warna, tekstur, struktur,
konsistensi, kondisi perakaran dan sifat-sifat lain yang terdapat dalam setiap
horison.
Pengambilan contoh tanah dilakukan pada setiap profil. Tanah diambil ±1
kg pada setiap horison dan diberi label kemudian dimasukan ke dalam plastik.
Selain itu diambil juga contoh tanah utuh menggunakan ring sampler pada
kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm..
Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Contoh tanah profil yang sudah diambil kemudian ditumbuk sampai halus
sehingga dapat lolos pada ayakan 2 mm dan 0,05 mm. Contoh tanah utuh
digunakan untuk analisis sifat fisik tanah sedangkan contoh tanah profil
digunakan untuk analisis sifat kimia tanah. Jenis analisis dan metodenya disajikan
dalam Tabel 1.
Tabel 1. Jenis dan metode analisis tanah
Jenis Analisis
Sifat Fisik Tanah*
Bobot Isi
Tekstur (Pasir, Debu, dan Klei)
Kadar air (KA)
Permeabilitas
pF
Sifat Kimia Tanah**
pH H2O, pH KCl
C-Organik
N-total
P-tersedia
Kemasaman dapat dipertukarkan (Al-dd dan Hdd)
Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Basa-basa dapat dipertukarkan (Basa-dd)
K, Na, Ca, dan Mg
Kejenuhan Basa (KB)
Metode
Silinder
Pipet
Gravimetri
Permeabilitas Dalam Keadaan Jenuh
Preassure Plate Apparatus dan Preassure
Membran Appratus
pH Meter
Walkley and Black
Kjedahl
Bray-1
Titrasi HCl 0.05N, NaOH 0.05N
Ekstrasi N NH4OAc pH 7
Ekstrasi N NH4OAc pH 7 (Spektofotometer dan
AAS)
∑
*sumber: BBSDLP (2006), **sumber: BPT (2005)
7
Analisis Tanaman
Tanaman jati yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah tanaman jati
varietas Jati Unggul Nusantara (JUN). Contoh tanaman diambil sebanyak 50
sampel dari sekitar lokasi profil yang memiliki pertumbuhan optimal. Setelah itu
diambil data morfologi tanaman dengan dimensi yang diamati adalah tinggi total
(ttot), tinggi bebas cabang (tbc), diameter setinggi mata kaki (Dmk), diameter
setinggi dada (Dd), dan proyeksi/lebar tajuk pohon.
Interpretasi Data
Data analisis lapang dan laboratorium digunakan sebagai dasar untuk
membuat klasifikasi tanah. Sistem klasifikasi ini yang digunakan adalah
taksonomi tanah dengan buku acuan Keys to Soil Taxonomy (Soil Survey Staff
2010), klasifikasi dibuat sampai kategori family. Penilaian sifat-sifat tanah
mengacu kepada kriteria Pusat Penelitian Tanah (PPT 1983). Data hasil analisis
tanah kemudian dihubungkan dengan data analisis tanaman untuk melihat
kemampuan tumbuh tanaman dengan kondisi tanah disekitarnya.
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Keadaan Umum Lokasi Penelitian
Daerah di sekitar lokasi penelitian merupakan perbukitan kapur atau lebih
dikenal dengan topografi karst yang meliputi kawasan Gunung Kapur Cibadak
(GKC). Peta keadaan sekitar lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta keadaan sekitar lokasi penelitian
8
Hadi et al. (2008) menyatakan secara geografis GKC terletak pada
106°32’0” BB - 106°35’46” BT dan 63°6’0” BB - 65°5’46” BT dengan luas ±42
ha. Batas kawasan sebelah utara: Desa Ciaruten Hilir dan Desa Ciampea; sebelah
selatan: Jalur jalan Dramaga-Ciampea-Jasinga, desa Leuwiliang Kolot dan
Bojong-Rangkas; sebelah timur: Jalur jalan Bantar Kambing-Ciampea-Jasinga,
dan Desa Ciampea; dan sebelah barat: Sungai Ciaruten. Berdasarkan gambaran di
atas transek lereng pada ketiga profil merupakan kaki lereng dari perbukitan kapur
yang telah ditanami jati. Penggunaan lahan yang teridentifikasi selain tanaman jati
yaitu lahan sawah dan hutan.
Topografi
Topografi di sekitar lokasi penelitian teridentifikasi antara landai sampai
berbukit dengan kemiringan lereng bervariasi tergantung tempatnya. Pada bagian
puncak lereng kemiringan dapat melebihi 45 %. Sedangkan pada bagian kaki
lereng kemiringan berkisar antara 8-15 %. Pembuatan profil dilakukan pada
bagian kaki lereng yang kemudian dibagi menjadi lereng atas, tengah, dan bawah.
Geologi
Berdasarkan peta geologi lembar Bogor, Jawa Barat (Effendi 1986) daerah
penelitian termasuk formasi batu gamping Bojongmanik (Tmbl) dengan umur
tersier miosen tengah. Peta geologi lokasi penelitian disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Peta geologi lokasi penelitian
Formasi Bojongmanik bersusunan batu pasir, tuff batu apung, napal, batu
gamping, dan batu klei. Formasi ini dikelilingi oleh Batuan Gunungapi Gunung
Salak (Qvsb) yang bersusunan andesit basalt dan tuff batu apung pasiran, Batuan
Gunungapi Tua (Qvl) yang bersusunan andesit dan andesit basalt, dan Andesit
9
Gunung Sundamanik (Qva) yang bersusunan andesit-honblende-piroksen dan
porifiritik. Batuan induk yang teridentifikasi yaitu batu kapur atau gamping
(limestone) yang tersebar di sekitar lokasi penelitian. Batu gamping memiliki
komposisi kaya akan kapur atau kalsium karbonat (CaCO3) yang seringkali
tercampur dengan magnesium karbonat (MgCO3). Batu gamping umumnya
berasal dari sedimen kapur di dasar lautan yang tersusun oleh berbagai cangkang
binatang laut dalam kurun waktu jutaan tahun. Sedimen kapur tersebut terangkat
ke permukaan melalui proses tektonik kemudian mengalami proses pelapukan
oleh air hujan dan CO2. Walaupun sama-sama berada pada formasi Bojongmanik,
bahan induk tanah di lokasi penelitian tidak hanya berasal dari sedimen kapur.
Berdasarkan hasil pengamatan terdapat beberapa bahan induk tanah, antara lain
sedimen klei yang merupakan bahan endapan tua yang telah diendapkan berjutajuta tahun. Selain itu terdapat sedimen napal yang merupakan campuran antara
batu kapur dan batu klei serta tuff volkan yang berasal dari abu letusan gunung
Salak. Keragaman bahan induk tanah mengakibatkan perbedaan tanah yang
terbentuk, baik dalam sifat morfologi, fisik, maupun kimia.
Iklim
Menurut Ginandjar (2013) daerah di sekitar lokasi penelitian termasuk
beriklim basah dengan curah hujan rata-rata >3000 mm/tahun. Rata-rata suhu
udara dan suhu tanah tahun 2004-2008 dijasikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata suhu udara dan suhu tanah tahun 2004-2008*
Suhu Udara(°C)a
Bulan
Suhu Tanah(°C)b
Maksimal
Minimal
Rata-rata
Januari
30,6
22,5
25,5
28,0
Februari
29,9
22,7
25,1
27,6
Maret
31,1
22,8
25,7
28,2
April
31,8
22,9
25,9
28,4
Mei
31,8
22,8
26,1
28,6
Juni
31,5
22,2
25,6
28,1
Juli
31,7
21,7
25,6
28,1
Agustus
31,9
21,5
25,5
28,0
September
32,8
21,7
25,9
28,4
Oktober
32,8
22,3
26,1
28,6
November
32,0
22,7
26,0
28,5
Desember
30,6
22,8
25,6
28,1
Rata-rata
Suhu
31,5
22,4
25,7
28,2
Tahunan
*sumber: Syakur (2010)
Keterangan:
a. Dihitung dari hasil pengamatan stasiun klimatologi Dramaga, Bogor.
b. Didapat dari hasil perhitungan metode Van Wembeke (1983) dalam
Hardjowigeno (2003) dengan rumus: suhu tanah = 2,5 °C + Suhu udara
rata-rata tahunan (°C).
10
Perbedaan suhu rata-rata musim panas dan musim dingin (TS(d-c)) dapat
diketahui dengan rumus: (TS(d-c)) = 0,33 x (TAd – TAc), dimana TAd suhu ratarata musim terpanas dan TAc adalah suhu rata-rata musim terdingin. Berdasarkan
hasil pengamatan suhu tanah rata-rata tahunan adalah 28,2 °C. Perbedaan suhu
tanah rata-rata musim panas dan musim dingin adalah 3 °C atau kurang dari 5 °C.
Vegetasi
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, daerah di sekitar lokasi
penelitian merupakan kebun tanaman jati dengan varietas Jati Unggul Nusantara
(JUN). Selain perkebunan jati, di sekitar lokasi penelitian terdapat lahan sawah
dan pertambangan kapur Efansyah et al. (2012) menyatakan penanaman JUN di
daerah Kabupaten Bogor adalah sebuah model bisnis yang dikembangkan oleh
Koperasi Perumahan Wanabhakti Nusantara (UBH-KPWN). Penanaman ini
melibatkan investor, pemilik lahan, masyarakat (petani), dan aparat desa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Morfologi Tanah
Sifat morfologi tanah merupakan sifat yang langsung dipelajari di
lapangan. Lokasi profil didasarkan pada kondisi tanah, penggunaan lahan, dan
topografi.Sifat morfologi diwakili oleh tiga profil yaitu profil ke-1 (P-1) yang
terletak di lereng atas, profil ke-2 (P-2) yang terletak di lereng tengah, dan profil
ke-3 (P-3) yang terletak di lereng bawah. Perbedaan ketinggian dari P-1 ke P-2
adalah 0,08 m sedangkan antara P-2 ke P-3 adalah 0,09 m. Parameter yang
diamati pada setiap profil meliputi batas horison, warna, tekstur lapang, struktur,
konsistensi, karat, konkresi, dan kondisi perakaran. Skema transek lereng dan
perkembangan tanah disajikan pada Gambar 4, sedangkan deskripsi lengkap
setiap profil disajikan pada Lampiran 1.
Gambar 4. Skema transek lereng dan perkembangan tanah
11
Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, ketiga profil mempunyai
perbedaan warna yang cukup mencolok terutama di horison A dan B. Horison A
pada P-1 memiliki warna yang lebih hitam dan memiliki rekahan-rekahan yang
cukup lebar dibandingkan dengan P-2 dan P-3. Sedangkan horison B pada P-1
berwarna coklat kekuningan, P-2 berwarna merah kekuningan, dan P-3 berwarna
coklat kemerahan. Warna hitam dan rekahan tersebut mengindikasikan tanah
didominasi oleh mineral klei montmorillonit. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Mulyanto et al. (2011) warna hitam dan rekahan-rekahan terbentuk terjadi
karena tanah didominasi oleh mineral klei montmorillonit sedangkan tanah yang
lebih merah didominasi oleh kaolinit.
Tekstur pada ketiga profil didominasi oleh klei. Ketiga profil termasuk
dalam tanah dewasa sampai tua karena memiliki solum yang cukup dalam. Hal
tersebut ditandai oleh terbentuknya horison eluviasi dan iluviasi terutama
penimbunan klei pada horison B. Menurut Hardjowigeno (2007) tanah-tanah
tersebut memiliki tingkat perkembangan lanjut dan disebut tanah dewasa sampai
tua karena memiliki horison B atau horison penimbunan klei.
Struktur pada ketiga profil pada lapisan atas didominasi oleh granular
karena pengaruh pengolahan tanah dan bahan organik. Sedangkan pada lapisan
bawah didominasi oleh gumpal bersudut. Konsistensi tanah pada P-1 lapisan atas
yaitu agak lekat, agak plastis, dan gembur. Semakin dalam lapisan konsistensi
meningkat menjadi lekat, plastis, dan teguh bahkan sangat lekat, sangat plastis,
dan sangat teguh. Pada P-2 konsistensi dari lapisan atas ke lapisan bawah
meningkat dari lekat, plastis, dan teguh menjadi sangat lekat, sangat plastis, dan
sangat teguh. Pada P-3 konsistensi lapisan atas yaitu agak lekat, agak plastis, dan
sangat gembur. Pada lapisan ke-3 konsistensi meningkat menjadi sangat lekat,
sangat plastis, dan sangat teguh kemudian menurun sampai lapisan ke-7 menjadi
lekat, plastis, dan teguh. Pada lapisan ke-8 konsistensi menurun dari lapisan ke-7
menjadi agak lekat, agak plastis, dan agak teguh karena pengaruh bahan induk.
Karat Fe yang berwarna merah terdapat pada P-2. Karat Fe ini terjadi
karena tanah berdrainase baik dan selalu lembab pada lapisan bawah sehingga Fe
banyak terdapat dalam keadaan oksidatif. Konkresi Mn berwarna hitam dan
konkresi Fe berwarna merah terdapat pada P-3 sedangkan pada P-1 dan P-2 tidak
teridentifikasi adanya konkresi. Kondisi perakaran efektif pada ketiga profil cukup
baik karena akar dapat menembus lapisan olah dan tanaman jati yang tumbuh di
sekitar ketiga profil mempunyai tegakan yang baik.
Berdasarkan hasil pengamatan pada P-2 dan P-3 lapisan terakhir sudah
teridentifikasi adanya bahan induk. Bahan induk pada P-2 mengandung bahan
plintit. Rachim dan Arifin (2011) menyatakan plintit adalah bahan yang kaya besi,
miskin humus, bercampur dengan klei, kuarsa, dan mineral lain. Plintit bersifat
lunak jika dipotong dengan skop. Setelah pengerasan ireversibel, plintit tidak
disebut lagi sebagai plintit tetapi disebut sebagai batu besi (petroferik).
Sifat Fisik Tanah
Tekstur Tanah
Tekstur terdiri dari butir-butir tanah berbagai ukuran. Tekstur ditetapkan
melalui perbandingan relatif antara pasir, debu, dan klei. Tekstur pada ketiga
12
profil didominasi oleh klei. Horison argilik teridentifikasi pada P-1 dan P-3 yang
nilai kleinya meningkat pada horison iluviasi dari horison eluviasi dengan nilai ≥8
%. Rachim dan Arifin (2011) menyatakan horison argilik yaitu horison eluviasi
didalam jarak vertikal ≤30 cm, jika mengandung klei ≥40 % maka horison
argilik/iluviasi mengandung klei ≥8 % lebih banyak daripada horison eluviasi.
Selanjutnya menurut Liubana (2008) proses pembentukan horison argilik ini
terjadi karena pencucian klei yang diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi dan
proses terbentuknya horisonargilik dikenal dengan proses argilasi. Sebaran kadar
klei pada ketiga profil disajikan pada Gambar 5.
Klei (%)
0 20 40 60 80 100
Klei (%)
0 20 40 60 80 100
20
20
89,94
81,29
60
80
81,96
100
120
90,79
140
92,79
40
60
87,71
80
93,11
100
90,34
120
87,92
94,25
160
180
P-1
72,86
78,90
40
85,66
60
83,23
80
100
64,11
51,06
120
140
160
Kedalaman (cm)
40
Kedalaman (cm)
85,06
70,33
Kedalaman (cm)
20
0
0
0
Klei (%)
0 20 40 60 80 100
140
67,55
19,8
160
P-2
P-3
Gambar 5. Sebaran klei pada ketiga profil
Berdasarkan hasil pengamatan, pada P-1 kadar klei meningkat setelah
horison argilik dan tidak terjadi penurunan sedangkan pada P-3 kadar klei
menurun setelah kadar klei maksimum pada horison argilik. Kadar klei pada P-2
terjadi peningkatan pada lapisan ke-2 dari lapisan ke-1 tetapi belum memenuhi
syarat horison argilik. Bahan induk terlihat pada P-3 lapisan ke-8 dengan kadar
klei yang rendah sedangkan pada P-2 memiliki kadar klei yang tinggi.
Tekstur dapat menjadi indikator tingkat pelapukan tanah dan mineral.
Hardjowigeno (2007) menyatakan mineral-mineral primer umumnya terdapat
pada fraksi pasir dan debu sedangkan mineral sekunder terdapat pada fraksi klei.
Tingginya klei dan rendahnya pasir serta debu dalam horison B pada ketiga profil
mengindikasikan bahwa tanah-tanah di sekitar lokasi penelitian sudah terlapuk
lanjut.
Bobot Isi dan Porositas
Bobot isi menunjukan kepadatan tanah yang berarti kemampuan tanah
untuk ditembus oleh akar tanaman. Semakin tinggi bobot isi tanah maka semakin
sulit akar menembus tanah tersebut. Porositas berbanding terbalik dengan bobot
isi tanah. Menurut Brady dan Weil (2008) dalam Siahaan (2011) nilai bobot isi
dapat memprediksikan porositas total. Semakin rendah bobot isi maka semakin
13
2,00
1,85
1,70
1,55
1,40
1,25
1,10
0,95
0,80
0,65
0,50
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0-20
20-40
P-1
0-20
20-40
P-2
0-20
Porositas(%)
Bobot Isi (g/cm3)
tinggi porositas. Perbandingan bobot isi dan porositas pada lokasi penelitian
disajikan pada Gambar 6.
Bobot Isi
Porositas
20-40
P-3
Gambar 6. Perbandingan bobot isi dan porositas pada lokasi penelitian
Berdasarkan hasil pengamatan, nilai bobot isi lebih rendah pada lapisan 020 cm daripada lapisan 20-40 cm sehingga tidak teridentifikasi adanya pemadatan
tanah. Menurut Hanafiah (2005) bobot isi pada ketiga jenis tanah yang diamati
termasuk kedalam kategori ringan. Porositas atau total ruang pori tanah tidak
berbeda jauh karena tekstur pada ketiga profil didominasi oleh klei..
Permeabilitas Tanah
Permeabilitas tanah merupakan kemampuan tanah melewatkan atau
meneruskan air pada media berpori dalam keadaan jenuh. Permeabilitas dapat
dipengaruhi beberapa faktor yaitu tekstur, struktur, porositas, dan bobot isi.
Permeabilitas pada lokasi penelitian disajikan pada Gambar 7.
Permeabilitas (cm/jam)
4,86
3,55
0-20
20-40
0,00
P-1
0,00
0,00
P-2
Jenis Tanah
0,25
P-3
Gambar 7. Permeabilitas pada lokasi penelitian
Berdasarkan hasil penelitian nilai permeabilitas tertinggi (4,86 cm/jam)
terdapat pada P3 kedalaman 0-20 cm sedangkan nilai terkecil (0 cm/jam atau tidak
terukur) terdapat pada P1 20-40, P2 0-20 dan 20-40. Menurut Uhland dan O’neil
(1951) dalam BBSDLP (2006) permeabilitas pada lokasi penelitian berkisar
14
antara sangat lambat (15 %V).
Berdasarkan hasil perhitungan ketiga jenis tanah memiliki nilai KAKL
yang berkisar antara (35-50 %V). Hal ini berkaitan dengan pengaruh tekstur
terhadap proporsi bahan koloidal, ruang pori, dan luas permukaan adsorptive
dimana tanah yang lebih halus (klei) akan lebih banyak kapasitas menyimpan
airnya. Nilai KATLP Pada ketiga jenis tanah berkisar antara (25-35 %V). Jika
pada kondisi optimum kadar air tanah dibawah KATLP maka akar tidak mampu
menghisapnya sehingga tanaman mulai layu dan kemudian mati. Untuk itu
diperlukan pengelolaan tanaman agar tetap pada kapasitas lapang terutama saat
musim kemarau. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan air tersedia yaitu kadar air
yang tersedia bagi tanaman.
Air tersedia merupakan selisih dari pF 2,54 dan pF 4,2. Menurut PPT
(1983) pada P-1 dan P-2 nilai air tersedia tergolong kategori sedang-tinggi (10-20
%V) sedangkan pada P-3 tergolong kategori rendah (5-10 %V). Selanjutnya
BBSDLP (2006) menyatakan nilai air dipengaruhi oleh tekstur tanah dimana
nilainya lebih tinggi pada tanah yang didominasi oleh klei. Nilai air tersedia
paling rendah terdapat pada P-3, hal ini dapat dilihat dari garis yang agak tegak
antara pF 2,54 dan 4,2. Menurut Nurmi et al. (2009) bentuk kurva seperti garis
lurus/linear menunjukkan bahwa air tersedia pada tanah tersebut adalah rendah.
Sifat Kimia Tanah
Reaksi Tanah (pH)
Reaksi tanah atau yang dinyatakan dalam pH menunjukan kemasaman
atau alkalinitas suatu tanah. Nilai pH dapat menunjukan tingkat ketersediaan
unsur hara dalam tanah. Besar kecilnya nilai pH ditentukan oleh konsentasi ion
hidrogen (H+). Berdasarkan banyak sedikitnya ion H+, pH dapat dibagi menjadi
dua yaitu pH aktual (ekstrak H2O) dan pH potensial (ekstrak KCl). Semua lapisan
pada ketiga contoh tanah memiliki pH potensial < pH aktual, hal ini menunjukan
muatan negatif lebih mendominasi dan tanah bereaksi dalam keadaan cenderung
masam hingga netral. Sebaran pH disajikan pada Gambar 9.
17
pH
0 1 2 3 4 5 6
0
0
20
20
40
40
Kedalaman (cm)
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
pH
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Kedalaman (cm)
Kedalaman (cm)
pH
0 1 2 3 4 5 6 7 8
60
80
100
120
P-1
80
100
120
140
140
160
160
pH
H2O
pH
KCl
60
P-2
pH
H2O
pH
KCl
P-3
pH
H2O
pH
KCl
Gambar 9. Sebaran pH pada ketiga profil
Bahan induk pada lokasi penelitian sangat mempengaruhi nilai pH tanah.
Berdasarkan hasil pengamatan, P-1 dengan bahan induk sedimen kapur memiliki
nilai pH yang lebih tinggi dibandingkan P-2 dan P-3 dengan bahan induk sedimen
klei. Sementara itu bahan organik pada lapisan atas mempengaruhi nilai pH
sehingga nilai pH meningkat. Kondisi ilkim dengan curah hujan yang tinggi
mengakibatkan pencucian unsur hara dari lapisan atas ke lapisan bawah semakin
intensif sehingga pada lapisan bawah terjadi peningkatan kadar pH.
Sumber kemasaman tanah yang utama adalah Aluminium (Al) dan
Hidrogen (H). Sebaran Al-dd dan H-dd pada ketiga profil disajikan pada Gambar
10.
20
20
40
40
60
80
100
120
80
100
120
160
160
P-1
60
140
140
Aldd
Hdd
0
Kedalaman (cm)
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Al dan H (me/100g)
0123456789
Al dan H (me/100g)
0 4 8 12 16 20
0
Kedalaman (cm)
Kedalaman (cm)
Al dan H (me/100g)
0 1 2 3 4 5 6
P-2
Aldd
Hdd
P-3
Gambar 10. Sebaran Al-dd dan H-dd pada ketiga profil
Aldd
Hdd
18
Proporsi Al dalam tanah dari KTK efektif dapat dikatakan sebagai
kejenuhan Al3+. Berdasarkan hasil pengamatan nilai rata-rata kejenuhan Al P-1, P2, dan P-3 pada lapisan atas berturut-turut adalah 13,75 %; 49,04 %; dan 47,50 %.
Menurut PPT (1983) nilai kejenuhan Al pada P-2 dan P-3 termasuk kedalam
kategori sangat tinggi (>40 %) sehingga perlu pengapuran untuk menetralkan Al
agar tidak menjadi racun bagi tanaman dan meningkatkan ketersediaan unsur hara
seperti P agar lebih mudah diserap oleh tanaman. Sedangkan nilai kejenuhan Al
pada P-1 termasuk kedalam kategori sedang (10-20 %) sehingga perlu sedikit
pengapuran.
Kapasitas Tukar Kation (KTK)
KTK adalah banyaknya kation (K+, Na+, Ca2+, Mg2+, Al3+, H+, dll) yang
dijerap oleh tanah per satuan berat. Berdasarkan hasil pengamatan, nilai rata-rata
KTK pada P-1>P-2>P-3. Nilai KTK pada P-1 dan P-2 tidak terlalu berbeda tetapi
nilainya lebih tinggi pada P-1, hal tersebut terjadi karena P-1 didominasi oleh
mineral klei monmorillonit. Menurut penelitian yang dilakukan Mulyanto et al.
(2011) tingginya nilai KTK disebabkan oleh jenis mineral klei monmorillonit.
Sementara itu, tekstur yang didominasi oleh klei mampu menaikan nilai KTK.
Pada Umumnya semakin tinggi klei maka semakin tinggi nilai KTK. Hal tersebut
terlihat pada P-3 dimana kadar klei 19,83 % memiliki nilai KTK 8,72 me/100g
sedangkan kadar klei 83,23 % memiliki nilai KTK 24,71 me/100g. Hubungan
antara kadar klei dengan KTK disajikan pada Gambar 11.
60
KTK (me/100g)
50
P-1
40
P-2
30
P-3
20
Rata-rata P-1
10
Rata-rata P-2
0
Rata-rata P-3
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Klei (%)
Gambar 11. Hubungan kadar klei dan KTK
Bahan Organik
Bahan organik dalam tanah terdiri dari bahan organik kasar dan bahan
organik halus atau biasa disebut humus. Humus terdiri dari bahan organik halus
yang berasal dari hancuran bahan organik kasar serta senyawa-senyawa baru yang
terbentuk dari hancuran bahan organik tersebut melalui kegiatan mikroorganisme
dalam tanah. Humus merupakan senyawa resisten yang mempunyai daya
menahan air dan unsur hara yang tinggi. Sebaran bahan organik pada ketiga profil
disajikan pada Gambar 12.
19
1
BO (%)
2 3 4
0
5
0
0
2,54
20
1,09
80
Kedalaman (cm)
Kedalaman (cm)
40
60
0,29
100
120
0,86
140
160
0
5
0,44
0,17
80
0,29
100
0,16
40
120
P-1
BO (%)
2 3 4
5
1,96
1,45
20
0,12
160
180
1
0
0,98
60
140
0,94
BO (%)
2 3 4
20
3,07
40
1
Kedalaman (cm)
0
60
0,72
80
0,52
0,37
100
0,32
120
0,33
140
0,16
160
P-2
P-3
Gambar 12. Sebaran bahan organik pada ketiga profil
Berdasarkan hasil pengamatan dari ketiga profil bahan organik dari lapisan
atas ke lapisan bawah cenderung menurun. Sementara itu, bahan organik pada P-1
dari lapisan ke-1 ke lapisan ke-2 mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan
karena pada lapisan tersebut memiliki sifat vertik sehingga terjadi retakan tanah
pada lapisan atas. Buckman dan Brady (1983) menyatakan sifat vertik adalah
kondisi saat tanah pada musim kering membentuk retakan yang dalam dan lebar,
sehingga sejumlah bahan yang ada di lapisan atas tanah dapat runtuh masuk ke
dalam retakan. Proses tersebut menyebabkan kandungan bahan organik pada
lapisan bawah lebih besar dari lapisan atas.