Pengaruh Akumulasi Kromium (Cr) Terhadap Perubahan Struktur Komunitas Dan Histologis Makrozoobentos Di Sungai Cimanuk Lama Indramayu

PENGARUH AKUMULASI KROMIUM (Cr) TERHADAP
PERUBAHAN STRUKTUR KOMUNITAS DAN HISTOLOGIS
MAKROZOOBENTOS DI SUNGAI CIMANUK LAMA
INDRAMAYU

ARBI MEI GITARAMA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Akumulasi
Kromium (Cr) terhadap Perubahan Struktur Komunitas dan Histologis
Makrozoobentos di Sungai Cimanuk Lama Indramayu adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Arbi Mei Gitarama
NIM C251130151

RINGKASAN
ARBI MEI GITARAMA. Pengaruh Akumulasi Kromium (Cr) terhadap Perubahan
Struktur Komunitas dan Histologis Makrozoobentos di Sungai Cimanuk Lama
Indramayu. Dibimbing oleh MAJARIANA KRISANTI dan DEWI RATIH
AGUNGPRIYONO.
Sungai Cimanuk Lama memiliki aliran yang banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar seperti untuk ketersediaan air setempat, kegiatan pertanian,
perikanan dan juga industri batik. Aktivitas tersebut berpotensi mencemari
lingkungan perairan Sungai Cimanuk Lama dan salah satunya pencemaran logam
berat kromium dari industri batik. Logam berat tersebut dapat terlarut dalam air,
bersifat korosif, toksik dan terendap di dasar perairan serta terakumulasi dalam
tubuh organisme air. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pengaruh
aktivitas manusia seperti industri batik yang dapat mencemari perairan sungai dan
berdampak terhadap struktur komunitas dan histologis makrozoobentos di Sungai

Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu.
Pengambilan contoh dan analisis data dilakukan dari bulan April sampai
dengan September 2015 di Sungai Cimanuk Lama Kabupaten Indramayu. Sampel
penelitian diperoleh dari 3 lokasi berbeda. Stasiun lokasi penelitian terdiri stasiun 1
(daerah sebelum industri batik), 2 (daerah sekitar industri batik) dan 3 (daerah
setelah industri batik). Metode penelitian survey dengan analisis data meliputi
kandungan kromium (air, sedimen, Bellamya sp. dan Pilsbryoconcha exilis),
struktur komunitas makrozoobentos (kepadatan, keanekaragaman, dominansi,
keseragaman dan Family Biotics Index) dan gambaran kondisi histologis moluska
(kelenjar pencernaan, saluran pencernaan dan otot gerak). Pengambilan sampel
sedimen dan makrozoobentos menggunakan van veen grab, sedangkan
pengambilan sampel air menggunakan kemmerer water sampler dekat dengan dasar
perairan.
Hasil pengamatan makrozoobentos diperoleh 15 jenis dengan total 9877
individu yang ditemukan dengan kelas gastropoda dan oligochaeta mendominasi di
semua stasiun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan logam berat
kromium di dalam air berkisar 0.01 sampai 0.016 mg L-1, sedimen 9.4 sampai 53.65
mg kg-1, tubuh keong tutut (Bellamya sp.) 2.13 mg kg-1 sampai 17.41 mg kg-1, dan
kerang kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) 2.16 mg kg-1 sampai 37.81 mg kg-1.
Secara keseluruhan indeks komunitas makrozoobentos yang teramati menunjukkan

nilai yang lebih baik di stasiun 1 dibandingkan dengan dua stasiun lainnya. Analisis
histologi menunjukkan, semakin hilir letak stasiun penelitian maka semakin tinggi
derajat kerusakan pada Bellamya sp. dan P. exilis. Aktivitas manusia di sekitar
Sungai Cimanuk Lama ditambah adanya kegiatan industri batik terbukti berdampak
pada biota akuatik dan memperburuk kondisi lingkungan perairan.
Kata kunci: Kromium, Komunitas makrozoobentos, Histologi moluska, Industri
batik

SUMMARY
ARBI MEI GITARAMA. Effect of Chromium (Cr) Accumulation on the
Community Structure and Histological Changes of Macrozoobenthos in Cimanuk
Lama River, Indramayu. Supervised by MAJARIANA KRISANTI and DEWI
RATIH AGUNGPRIYONO.
Cimanuk Lama river commonly used by the local community, such as for
water resources for local use, agricultural sector, fisheries, and also batik industry.
These activities have highly risk for causing pollution to Cimanuk Lama river and
main source of pollution to this water flow is chromium from batik industry. Heavy
metal can be dissolved in water and are corrosive, toxic and accumulated in the
bottom of the river and also in aquatic biota. The main aim of this research was to
describe the effect of human activities like batik industry which are contaminating

river water on community structure and histolocical of macrozoobenthos in a
Cimanuk Lama river, district of Indramayu.
Sampling and data analysis were conducted from April until September 2015
in Cimanuk Lama river, Indramayu. Samples were collected from 3 different
locations. Research locations consisted of three stations, i.e. station 1 (up stream
area before batik industry), station 2 (the area around batik industry) and station 3
(down stream area after batik industry). This research conducted survey method and
data analysis consisted of chromium concentration (in water, sediment, Bellamya
sp. and Pilsbryoconcha exilis), community structure of macrozoobenthos (density,
diversity, dominance, uniformity and Family Biotics Index) and the histological
condition of molluscs (digestive glands, gastrointestinal and foot muscle). The
sediments and macrozoobenthos sampling were conducted using van veen grab,
while water sample collected using Kemmerer water sampler near the bottom of the
river.
The results this research 15 different genus of macrozoobenthos were found
with 9877 total of individuals, while class of gastropoda and oligochaeta were
dominant among all in every sampling station. The results showed that the heavy
metal chromium concentration in the water ranged from 0.01 to 0.016 mg L-1,
sediment ranged from 9.4 to 53.65 mg kg-1, Bellamya sp. ranged from 2.13 mg kg1
to 17.41 mg kg-1, and Pilsbryoconcha exilis ranged from 2.16 mg kg-1 to 37.81

mg kg-1. Over all, index of macrozoobenthos community observation showed that
index value for macrozoobenthos community at station 1 was better than the two
other stations. Histological analysis showed, the lower location of the research
station gives higher degree of damage to the Bellamyâ sp. and P. exilis. Human
activities around the River Cimanuk Lama and batik industry activity proved to
have an impact on aquatic biota and worsen the condition of the aquatic
environment.
Keywords: Chromium, Macrozoobenthos communities, Histology of molluscs,
Batik industry

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH AKUMULASI KROMIUM (Cr) TERHADAP

PERUBAHAN STRUKTUR KOMUNITAS DAN HISTOLOGIS
MAKROZOOBENTOS DI SUNGAI CIMANUK LAMA
INDRAMAYU

ARBI MEI GITARAMA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc

Judul Tesis : Pengaruh Akumulasi Kromium (Cr) terhadap Perubahan Struktur

Komunitas dan Histologis Makrozoobentos di Sungai Cimanuk
Lama Indramayu
Nama
: Arbi Mei Gitarama
NIM
: C251130151

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Majariana Krisanti, SPi MSi
Ketua

drh Dewi Ratih A, PhD APVet
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Perairan


Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc

Tanggal Ujian:
27 Januari 2016

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April sampai September 2015 ini
adalah Pencemaran Lingkungan, dengan judul Pengaruh Akumulasi Kromium
(Cr) terhadap Perubahan Struktur Komunitas dan Histologis Makrozoobentos di
Sungai Cimanuk Lama Indramayu. Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi Pengelolaan

Sumberdaya Perairan, Sekolah Pascarasarjana IPB
2. Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN) DIKTI yang telah
menjadi sponsor dana pendidikan dalam studi di Sekolah Pascarasarjana IPB
3. Ibu Dr Majariana Krisanti, SPi MSi dan Ibu drh Dewi Ratih Agungpriyono,
PhD APVet selaku pembimbing, atas bantuan dan arahan yang diberikan
selama penelitian dan penyusunan tesis ini
4. Bapak Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc selaku dosen penguji atas masukkan dan
saran yang diberikan dalam tesis ini
5. Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc selaku Kepala Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Perairan, Departemen Manajamen Sumberdaya Perairan atas
arahan selama penentuan rencana penelitian tesis ini
6. Seluruh dosen dan staf pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK, IPB
7. Staf di Laboratorium Divisi Produktivitas Lingkungan dan Perairan,
Laboratorium Bio Mikro Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,
FPIK, IPB dan Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, FKH, IPB
yang telah membantu dalam penyediaan alat dan proses pelaksanaan penelitian
8. Bapak Sarbiyono, Ibu Turgiyah, Kakak Febiana Fituria, SPd dan Depri Muaji
Biagi, AMd serta Adik Arli Fanura Muhammad dan Nurahmah Agusetiyati,
serta seluruh keluarga, atas segala doa, kasih sayang, dan dukungannya selama

ini
9. Teman-teman yang telah membantu di lapangan dan Dinas Koperasi,
Perdagangan dan Industri Kabupaten Indramayu
10. Teman-teman SDP 2013, teman-teman satu bimbingan, teman-teman kost
Palladium dan teman-teman laboratorium atas dukungannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016
Arbi Mei Gitarama

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis
2

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Prosedur Penelitian
Analisis Data
Analisis Histopatologis pada Makrozoobentos
Analisis Metrik Biologi dengan Faktor Lingkungan
Analisis Parameter Fisika-kimia Perairan dan Sedimen

1
1
2
3
4
4
5
5
6
6
10
11
11
12

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
13
Komposisi dan Kepadatan Jenis Makrozoobentos Sungai Cimanuk Lama 13
Indeks Komunitas Makrozoobentos Sungai Cimanuk Lama
18
Kondisi Fisika-kimia Air, Sedimen dan Kromium di Sungai Cimanuk Lama
20
Kondisi Histopatologi Makrozoobentos dari Bellamya sp. dan
Pilsbryoconcha exilis
33
Hubungan antara Struktur Komunitas Makrozoobentos, Fisika-kimia air dan
sedimen, Logam Berat Kromium serta Kondisi Histologis Makrozoobentos
42
4 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

50
50
50

DAFTAR PUSTAKA

51

LAMPIRAN

59

RIWAYAT HIDUP

68

DAFTAR TABEL
1 Satuan, alat dan metoda pengukuran parameter fisika-kimia air, biologi,
dan sedimen
2 Kualitas air berdasarkan Family Biotic Index/FBI
3 Nilai indeks komunitas makrozoobentos di Sungai Cimanuk Lama
4 Tiap substrat pada semua substasiun di Sungai Cimanuk Lama
5 Nilai faktor biokonsentrasi logam berat kromium pada moluska di
Sungai Cimanuk Lama
6 Hubungan kriteria indeks kualitas air STORET dengan indeks komunitas
makrozoobentos
7 Analisis korelasi antar parameter di Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten
Indramayu

7
11
19
27
32
43
44

DAFTAR GAMBAR
1 Alur perumusan masalah penelitian
2 Titik stasiun pengambilan contoh
3 Diagram perbandingan persentase komposisi taksa makrozoobentos
selama bulan April sampai Mei 2015
4 Grafik jumlah genus makrozoobentos yang ditemukan
5 Nilai kepadatan relatif makrozoobentos di Sungai Cimanuk Lama,
Kabupaten Indramayu
6 Grafik nilai kepadatan jenis makrozoobentos yang ditemukan
7 Rata-rata suhu pada setiap stasiun pengamatan
8 Rata-rata kecerahan pada setiap stasiun pengamatan
9 Rata-rata TSS pada setiap stasiun pengamatan
10 Rata-rata DO pada setiap stasiun pengamatan
11 Rata-rata BOD5 pada setiap stasiun pengamatan
12 Rata-rata COD pada setiap stasiun pengamatan
13 Rata-rata nilai kromium dalam air
14 Rata-rata nilai kromium dalam sedimen
15 Rata-rata nilai kromium dalam makrozoobentos
16 Anatomi spesies Bellamya sp. dengan bagian (K) kaki, (H) kepala, (T)
tentakel, dan (M) mata
17 Kelenjar pencernaan keong tutut (Bellamya sp.) di semua stasiun
18 Saluran pencernaan keong tutut (Bellamya sp.) di semua stasiun
19 Otot gerak keong tutut (Bellamya sp.) di semua stasiun
20 Kelenjar pencernaan kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) di semua
stasiun
21 Saluran pencernaan kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) di semua stasiun
22 Otot gerak kerang kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) di semua stasiun
23 Principal Component Analysis (PCA) parameter seluruh stasiun di
Sungai Cimanuk Lama

3
5
13
15
16
17
21
22
23
24
25
26
29
30
31
33
34
36
38
39
40
41
47

DAFTAR LAMPIRAN
1 Prosedur Kerja Preparasi Histologis Organ Bellamya sp. dan
Pilsbryoconcha exilis
2 Nilai toleransi makrozoobentos untuk Family Biotic Index
3 Klasifikasi jenis dan jumlah individu makrozoobentos yang ditemukan
di Sungai Cimanuk Lama pada bulan April sampai Mei 2015
4 Hasil analisis variansi parameter kromium, indeks keanekaragaman dan
Family Biotic Index (FBI) di Sungai Cimanuk Lama
5 Nilai rerataan parameter kualitas fisika kimia air dan kromium serta
indeks komunitas di tiap stasiun penelitian
6 Dokumentasi selama penelitian

59
60
61
62
65
66

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sungai merupakan ekosistem perairan umum yang memiliki peran bagi
kehidupan biota dan kebutuhan hidup manusia dalam bidang perikanan, pertanian,
industri, dan transportasi. Berbagai macam aktivitas pemanfaatan oleh manusia di
sekitar sungai dapat memberikan dampak terhadap sungai. Salah satunya yaitu
penurunan kualitas air yang disebabkan masuknya limbah ke dalam aliran sungai.
Limbah yang seharusnya melalui proses pengolahan terlebih dahulu juga ikut
dibuang ke sungai. Sungai memiliki kemampuan untuk memulihkan diri (self
purification) dari berbagai sumber masukkan, akan tetapi jika melebihi dari
kemampuan daya dukung sungai (carrying capacity) maka akan menimbulkan
masalah yang serius bagi kesehatan lingkungan sungai.
Sungai Cimanuk merupakan satu diantara tiga sungai besar yang ada di
Jawa Barat. Salah satu bagian hilirnya yang melalui Kabupaten Indramayu dan akan
bermuara langsung ke Laut Jawa adalah Sungai Cimanuk Lama. Sungai tersebut
memiliki aliran yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk
ketersediaan air PDAM setempat, kegiatan pertanian, perikanan dan industri.
Kegiatan industri batik rumahan (Home Industry) yang sedang berkembang di
Kabupaten Indramayu dapat memberikan dampak negatif paling besar bagi
ekosistem Sungai Cimanuk Lama.
Keberadaan industri batik dan saluran limbah di sekitar Sungai Cimanuk
Lama berpotensi mencemari lingkungan perairan sungai dan dikhawatirkan dapat
mengganggu ekologi sungai. Artiola et al. (2004) menyebutkan bahwa titik
pembuangan limbah dari industri dapat mempengaruhi suatu sistem perairan jauh
lebih cepat dan merata. Industri batik merupakan industri yang aktif menghasilkan
limbah cair terutama mengandung logam berat kromium atau Cr (Sari et al. 2014),
kobalt atau Co (Sasongko dan Tresna 2010), bahan organik, seperti fenol serta
bahan kimia, seperti NaOH, minyak, dan lemak (Kep. Gubernur Kepala DIY./
No:281/KPTS/1998).
Dampak negatif yang ditimbulkan akibat adanya akumulasi kromium bagi
lingkungan perairan yang bersumber dari limbah cair industri batik. Kromium dapat
mencemari perairan, bersifat korosif, toksik dan terendap di dasar perairan serta
terakumulasi dalam tubuh organisme air. Senyawa ini sering ditemui dalam
pencemaran perairan dan telah dikenal beracun, mutagenik dan memiliki efek
karsinogenik pada sistem biologis meskipun kromium merupakan salah satu elemen
penting (Parvathi et al. 2011).
Kandungan logam berat kromium pada perairan tawar biasanya kurang dari
0.001 mg L-1 dan pada perairan laut sekitar 0.00005 mg L-1 (Mitchell 2009).
Kandungan kromium di atas nilai tersebut dianggap membahayakan kehidupan
akuatik. Dengan kondisi seperti itu, maka perlu dilakukan penelitian guna mengkaji
dampak kromium di sekitar Sungai Cimanuk Lama terutama pada komponen biota
akuatik yang ada di dalamnya. Makrozoobentos merupakan salah satu biota akuatik
yang keberadaannya dapat dikaji untuk mengetahui dampak pencemaran logam
berat pada sungai.

2
Makrozoobentos memiliki distribusi yang luas, menempati posisi penting
dalam rantai makanan, hidup di sekitar substrat sehingga dapat menggambarkan
kondisi habitat yang ada. Makrozoobentos juga memiliki respon yang lebih cepat
dibandingkan dengan organisme di tingkat yang lebih tinggi karena siklus hidup
yang lebih pendek (Silva et al. 2009). Biota ini hidup di dasar sungai serta
berinteraksi dengan air yang sangat tercemar secara terus menerus sehingga dapat
mengalami perubahan biokimia. Perubahan tersebut dapat terjadi dalam sel tunggal
sampai ke jaringan bahkan perubahan pada individu hingga struktur komunitasnya
dikarenakan bioakumulasi logam berat. Menurut Ciaci et al. (2012), paparan
konsentrasi kromium berpengaruh nyata terhadap perubahan jaringan dan
fungsional insang kerang Mytilus galloprovincialis (makrozoobentos). Monitoring
terhadap bioakumulasi logam berat berfungsi sebagai penanda atau biomarker
untuk makrozoobentos dari perairan yang terkontaminasi serta memberikan
informasi kondisi lingkungan perairan.
Pemantauan mengenai bioakumulasi logam berat pada suatu organisme
akutik dapat dilakukan dengan analisis perubahan struktur komunitas organisme
yang hidup pada sungai tercemar. Analisis tersebut dapat menggunakan metrik
biologi dan kajian perubahan di tingkat jaringan (histologi) melalui histopatologi.
Menurut Velcheva et al. (2010), hal ini karena perubahan histologis lebih sensitif
dan kondisinya dapat terjadi lebih dulu. Perubahan histologi telah terintegrasi
dengan dampak berbagai stresor seperti mikroba patogen, senyawa beracun, gizi
dan kondisi lingkungan yang merugikan (Marchand et al. 2009). Ditambahkan dari
hasil penelitian Sudarso et al. (2009) menyatakan bahwa penggunaan beberapa
metrik biologi pada makrozoobentos relatif sensitif dalam mendeteksi tingginya
kontaminasi logam berat dan variabel kualitas air lainnya. Metrik biologi antara lain
kekayaan taksa, indeks diversitas Shannon-Wiener dan Canonical Correspondence
Analysis (CCA).
Penelitian mengenai pengaruh pencemaran logam berat pada ikan ditingkat
individu dan kelompok telah banyak dilakukan. Penelitian mengenai pengaruh
logam berat kromium terhadap perubahan struktur komunitas yang dikombinasikan
dengan metrik biologi dan perubahan histologis pada makrozoobentos belum
banyak dilakukan. Hal tersebut penting dilakukan karena organisme ini berperanan
penting secara ekologi dan menjadi bioindikator pada suatu ekosistem perairan
sungai seperti Sungai Cimanuk Lama.
Perumusan Masalah
Pertumbuhan industri batik di sekitar Sungai Cimanuk Lama akan terus
bertambah seiring meningkatnya permintaan konsumen terhadap batik Indramayu.
Hal tersebut juga meningkatkan aktivitas produksi batik yang akan diikuti
bertambahnya volume pembuangan limbah cair batik mengandung kromium ke
dalam perairan. Selain mencemari air, kandungan logam berat kromium akan
menumpuk dan terakumulasi pada sedimen perairan. Kromium dalam perairan
terbagi menjadi dua bentuk kimia yaitu Cr(III) yang bersifat stabil serta mutagenik
dalam jumlah yang besar, sedangkan Cr(VI) bersifat tidak stabil dan sangat beracun
(Bielicka et al. 2005). Tidak seperti zat organik yang semua pada waktunya akan
rusak, terserap atau berasimilasi dalam tubuh air. Senyawa logam mempertahankan
toksisitas mereka hampir tanpa batas, karena selama transformasi mereka

3
komponen dasar senyawa, yaitu logam, tidak berubah. Kandungan kromium yang
tinggi pada air dan sedimen selanjutnya akan terakumulasi dalam tubuh organisme
akuatik seperti pada makrozoobentos yang hidup di Sungai Cimanuk Lama.
Makrozoobentos sebagai organisme yang hidup di dasar perairan dapat
mengakumulasi logam berat kromium di dalam tubuhnya. Hal ini dikarenakan
kromium dapat masuk secara langsung melalui insang dan kulit serta secara tidak
langsung melalui jejaring makanan. Kandungan logam selalu bersentuhan dengan
organisme hidup dan konsentrasi yang tinggi dapat menimbulkan ancaman serius
bagi kehidupan (Egila dan Daniel 2011). Kandungan logam berat kromium pada
akhirnya akan berdampak pada struktur komunitas dan histologi makrozoobentos
yang terkena. Oleh karena itu perlunya dilakukan penelitian terhadap kandungan
kromium di air, sedimen dan makrozoobentos. Ditambah dengan mempelajari
perubahan struktur komunitas makrozoobentos (tingkat kelompok) dan perubahan
histologis makrozoobentos (tingkat subindividu) yang dapat ditimbulkan akibat
kromium. Alur dari perumusan masalah dalam penelitian ini akan dijelaskan pada
gambar 1.

Gambar 11 Alur
Alur Perumusan
perumusan Masalah
masalah penelitian
Gambar
Penelitian
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan kandungan
logam berat kromium dalam air, sedimen dan makrozoobentos dengan kondisi
struktur komunitas dan histologis pada makrozoobentos di Sungai Cimanuk Lama,
Kabupaten Indramayu.

4
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi status
pencemaran kandungan logam berat kromium pada air, sedimen dan
makrozoobentos serta kaitannya dengan struktur komunitas dan histologis
makrozoobentos di Sungai Cimanuk Lama. Diharapkan juga dapat memberikan
informasi kepada pemilik industri batik dan pembuat kebijakan terkait tentang
pengaruh limbah cair batik bagi perairan dan biota akuatik.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dari penelitian ini adalah jika terjadi akumuluasi
logam berat kromium dalam air dan sedimen maka akan berpengaruh terhadap
akumulasi kromium dalam makrozoobentos, kondisi struktur komunitas dan
histologis makrozoobentos di Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu.

5

2 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu
(Gambar 2). Penelitian dilakukan sebanyak tiga kali di lapangan dan analisis di
laboratorium, terhitung dari bulan April sampai September 2015 dengan selang
waktu pengambilan contoh di lapangan selama dua minggu. Tiga lokasi
pengambilan contoh telah ditetapkan secara purposive random sampling.
Pengambilan contoh dilakukan di tiga stasiun yang terletak di badan sungai sebelum
kegiatan industri (stasiun 1), di badan sungai sekitar kegiatan industri (stasiun 2),
dan di badan sungai setelah kegiatan industri (stasiun 3). Masing-masing stasiun
terdiri dari 3 substasiun yaitu tepi kanan, tengah dan tepi kiri. Tiap substasiun terdiri
dari 3 titik pengambilan sampel makrozoobentos sehingga satu kali sampling
terdapat 27 titik pengambilan sampel makrozoobentos. Sampel untuk parameter air,
sedimen dan makrozoobentos dari filum moluska diambil secara komposit di tiap
stasiun.

Gambar 2 Titik stasiun pengambilan contoh
Lokasi stasiun 1 di sekitarnya terdapat pemukiman penduduk, kegiatan
perikanan seperti memancing ikan oleh warga sekitar, dan bendungan PDAM
Kabupaten Indramayu. Kondisi sekitar lokasi stasiun 2 terdapat pemukiman
penduduk, kegiatan keramba jaring pancang ikan, wisata taman tepi sungai,
kawasan industri batik rumahan yang saluran limbahnya langsung dibuang ke
sungai. Stasiun terakhir yaitu stasiun 3, di sekitarnya terdapat kegiatan pertanian
persawahan, pemukiman penduduk, dan kegiatan perikanan seperti keramba jaring
pancang ikan serta penangkapan ikan menggunakan jaring insang.
Pengambilan contoh dilakukan pukul 08.00 sampai 14.00 WIB. Pengambilan
contoh air, sedimen, makrozoobentos serta pengukuran parameter insitu pada
masing-masing stasiun dilakukan pada hari yang sama untuk menggambarkan
kondisi lingkungan perairan pada waktu yang sama. Analisis exsitu contoh air
fisika-kimia, sedimen dan makrozoobentos dilakukan di Laboratorium Fisika-kimia
Perairan dan Laboratorium Biologi Mikro, Divisi Produktivitas Lingkungan

6
Perairan MSP, FPIK. Adapun pembuatan preparat histologis organ moluska
dilakukan di Laboratorium Patologi FKH, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah makrozoobentos yang diambil di setiap stasiun
serta contoh air dan sedimen yang diperoleh untuk keperluan analisis laboratorium.
Bahan yang digunakan selama penelitian adalah akuades, batu es untuk pendingin,
Rose bengal, formalin 10%, bahan kimia untuk titrasi seperti larutan MnSO4,
larutan NaOH-KI, larutan H2SO4 pekat, dan larutan Na2S2O3, larutan amilum,
larutan asam sulfat, larutan K2Cr2O7, larutan H2SO4 pekat, larutan AgSO4, larutan
HNO3, bahan kimia untuk pembuatan preparat histologi seperti larutan Buffer
Netral Formalin (BNF) 10%, xylol, alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90%,
alkohol 96% dan alkohol absolut 100%, parafin, putih telur serta permount pewarna
Haematoxillin-Eosin (HE).
Alat yang digunakan selama penelitian adalah cool box, Oxygen meter Lutron
DO-5510, freezer, ember plastik (volume 10 liter), botol sampel PE (1 liter), botol
kaca amber (100 mL), pinset, hand tally counter, jar kaca (250 mL), toples plastik
(10 mL, 50 mL, dan 100 mL), Van veen Grab, kemmerer water sampler, GPS, flow
meter, perahu, secchi disc, tali meteran (100 meter), lup, termometer, saringan
makrozoobentos, pH meter, spektrofotometer, mikroskop bedah, mikroskop
majemuk, baki, cawan petri, kamera digital, peralatan titrasi, timbangan digital
ketelitian 0.1 gram dan 0.01 gram, buku identifikasi, penggaris, alat tulis, label
kertas, gelas ukur, kantong plastik, tisu dan software statistik.
Prosedur Penelitian
Pengambilan Contoh Makrozoobentos
Contoh makrozoobentos diambil menggunakan Van veen Grab di tiap titik
dengan transek 1x1 m untuk membatasi antar titik pengambilan. Alat ini cocok
digunakan untuk pengambilan sampel makrozoobentos pada substrat lunak,
misalnya pasir halus, lumpur dan liat (Fachrul 2007; Putro 2014). Pengambilan
contoh makrozoobentos dilakukan pada tepi kanan, tengah dan tepi kiri badan
sungai (masing-masing tiga kali pengambilan) di tiap stasiun. Sedimen yang
diperoleh dari Van veen Grab disortir terlebih dahulu kemudian difiksasi
menggunakan formalin 10% tujuannya yaitu untuk mengawetkan makrozoobentos
yang ada dalam sedimen kemudian diidentifikasi di laboratorium. Identifikasi
makrozoobentos merujuk pada buku identifikasi Pennak (1978). Sampel histologis
makrozoobentos dari filum moluska yang diperoleh dari hand-collecting di fiksasi
dengan formalin 10% dicampur dengan buffer phopsphat sehingga memiliki pH 7.
Sampel yang telah difiksasi dan dicampur dengan pewarna Rose bengal
dapat disimpan 24 jam hingga beberapa minggu. Pemisahan antara makrozoobentos
dengan sedimen yang telah disaring di lapangan dilakukan di laboratorium dengan
bantuan air dan saringan berukuran 1 mm kemudian dilakukan penyortiran
menggunakan baki dan mikroskop. Data makrozoobentos yang telah diidentifikasi
dan dianalisis untuk memperoleh nilai kepadatan jenis, nilai kepadatan relatif,
indeks keanekaragaman Shanon Wieners’s (H’), indeks dominansi (C), indeks
keseragaman (E) dan Family Biotic Index (FBI).

7
Tabel 1 Satuan, alat dan metoda pengukuran parameter fisika-kimia air, biologi,
dan sedimen
Jenis Parameter
Fisika
- Suhu
- Kecerahan
- TSS
- Kecepatan arus
Kimia
- pH
- DO
- BOD5
- COD
- Kromium
Sedimen
- TOM
- Kromium
- Tipe substrat

Alat yang
digunakan

Metoda

Ket.

C
meter
mg L-1
m s-1

Termometer
Secchi disc
Oven
Flowmeter

Pemuaian
Visual
Rice et al. 2012
Current rotor

insitu
insitu
exsitu
insitu

mg L-1
mg L-1
mg L-1
mg L-1

Kertas pH
DO meter
Peralatan titrasi
Peralatan titrasi
Spektrofotometer

Indikator
Elektrokimia
Rice et al. 2012
Rice et al. 2012
Rice et al. 2012

insitu
insitu
exsitu
exsitu
exsitu

Satuan

o

mg kg-1 Spektrofotometer Spektrofotometri exsitu
mg kg-1 Spektrofotometer Rice et al. 2012 exsitu
Gelas ukur dan
%
Pemipetan
exsitu
pipet tetes

Biologi
- Makrozoobentos

ind/m2

- Cr di kerang
- Cr di keong
- Preparat
histologi

mg kg-1
mg kg-1
-

Van veen Grab, Penyaringan dan
exsitu
Mikroskop
sortir
Spektrofotometer Rice et al. 2012 exsitu
Spektrofotometer Rice et al. 2012 exsitu
Mikrotome,
Pemotongan dan
exsitu
Mikroskop
Pewarnaan

Pengambilan Contoh Sedimen
Contoh sedimen dilakukan dengan menggunakan Van veen Grab. Sedimen
yang diambil adalah bagian sedimen yang tidak bersentuhan dengan dinding bagian
dinding dalam grab untuk menghindari adanya kontaminasi dari logam Van veen
Grab. Sedimen dasar diambil sebanyak ± 200 gr dari tiap stasiun. Kemudian sampel
tersebut dimasukkan ke dalam jar kaca dan kantong plastik, diberi label serta
dimasukan ke dalam cool box.
Pengambilan Contoh Air
Contoh air diambil pada lapisan dekat dasar dari tiap stasiun menggunakan
kemmerer water sampler kemudian dimasukkan ke dalam botol polyetilen. Contoh
air yang telah diambil dibagi tiga botol. Botol pertama untuk analisa BOD5, botol
kedua untuk COD yang ditambahkan dengan pengawet larutan H2SO4 pekat
sebanyak 3 tetes dan botol ketiga untuk logam berat yang ditambahkan dengan
pengawet HNO3 pekat sebanyak 10 tetes hingga pH contoh air berada di bawah 2.
Contoh air tersebut diberi label dan dimasukkan ke dalam cool box.

8

Pengukuran dan Analisis Parameter Sedimen
Parameter sedimen yang diukur selama penelitian mencakup TOM (Total
Organic Matter), kandungan kromium dan tipe substrat. Pengukuran dilakukan
secara exsitu dan mengacu pada metode baku Rice et al. 2012 (Tabel 1). Khusus
untuk tipe substrat, pengukuran dilakukan pada saat pengambilan sampel pertama.
Pengukuran dan Analisis Parameter Perairan
Parameter yang diukur selama penelitian mencakup parameter fisika-kima
perairan. Parameter insitu meliputi suhu, kecepatan arus, pH, kecerahan dan
oksigen terlarut. Adapun parameter exsitu terdiri dari Total Suspended Solid (TSS),
Biological Oxygen Demand (BOD5), Chemical Oxygen Demand (COD) dan
kandungan logam kromium. Pengukuran parameter fisika-kimia perairan mengacu
pada metode baku Rice et al. 2012 (Tabel 1).
Pengukuran Kandungan Kromium pada Makrozoobentos
Tubuh makrozoobentos yang diperoleh untuk analisis histologis ditimbang
hingga mencapai berat 15 gram berat basah kemudian diukur kandungan logam
kromiumnya menggunakan AAS pada panjang gelombang 357.9 nm (Rice et al.
2012).
Pengukuran Kandungan Kromium pada Sedimen
Sedimen yang diperoleh dari lapangan kemudian dikeringkan hingga
mencapai berat 10 gram berat kering kemudian sedimen tersebut diukur kandungan
logam kromiumnya menggunakan AAS pada panjang gelombang 357.9 nm.
Pengukuran konsentrasi logam dalam sedimen berguna untuk mendeteksi
perubahan di sungai (Pagnanelli et al. 2004). Prosedur kerja pengukuran sedimen
menggunakan AAS mengacu pada metode baku Rice et al. 2012.
Pengumpulan Data Contoh Makrozoobentos
Data makrozoobentos yang telah diperoleh dianalisis untuk mendapatkan
nilai kepadatan, indeks keanekaragaman Shanon Wieners’s (H´), indeks dominansi
(C), dan indeks keseragaman (E). Nilai kepadatan makrozoobenthos dihitung
berdasarkan jumlah individu persatuan luas (Ind/m2), dengan rumus perhitungan
Odum (1993) sebagai berikut:
K=

.
xb
axn

Keterangan:
K
= Indeks kepadatan jenis (Ind/m2)
a
= Luas tangkapan atau luas bukaan mulut Van veen Grab (cm2)
b
= Jumlah total individu makrozoobentos yang tertangkap (ind)
10.000 = Konversi cm2 ke m2
n
= Jumlah ulangan pengambilan cuplikan
Kepadatan relatif (KR) adalah perbandingan kepadatan jenis makrozoobentos
ke-i dengan jumlah total seluruh jenis makrozoobentos sebagai berikut:

9

Kepadatan relatif % =

Kepadatan jenis ke-i
x
Kepadatan seluruh jenis

Indeks keanekaragaman menggambarkan keadaan makrozoobentos secara
matematis agar memudahkan dalam mengamati keanekaragaman populasi dalam
suatu komunitas. Semakin tinggi nilai indeks keanekaragaman yang diperoleh maka
semakin baik suatu komunitas makrozoobentos (USEPA 1998). Untuk melihat
indeks keragaman jenis (H´) digunakan rumus Shanon Wieners’s (Krebs 1972)
sebagai berikut:


H´ = − ∑ pi log pi
�=

Keterangan:

= Indeks keragaman jenis
S
= Banyaknya jenis
pi
= Proporsi individu dari jenis ke -i terhadap jumlah individu
semua jenis (pi= i/N)
ni
= Jumlah individu jenis ke-i
Indeks yang digunakan untuk melihat keseimbangan penyebaran
makrozoobentos dapat diketahui dengan indeks keseragaman jenis (E) menurut
Krebs (1972) yang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

E=
H maks
Keterangan:
E
= Indeks keseragaman

= Nilai indeks keragaman jenis
H maks= Log 2 S = 3.321928 Log S
S
= Jumlah jenis yang tertangkap
Dengan kriteria =
E ~ 0 = Terdapat dominansi spesies
E ~ 1 = Jumlah individu tiap spesies sama
Indeks keseragaman berkisar antara nol sampai satu, semakin mendekati nol
semakin kecil keseragaman populasi, artinya penyebaran jumlah individu setiap
spesies tidak sama dan ada kecenderungan satu spesies mendominasi. Semakin
mendekati nilai satu, maka penyebarannya cenderung merata dan tidak ada
spesies yang mendominasi.
Melihat ada tidaknya makrozoobentos yang mendominasi suatu ekosistem
perairan digunakan rumus menurut Simpson in Krebs (1972) sebagai berikut:


C = − ∑ pi

Keterangan:
C
= Indeks dominasi jenis
pi
= ni/N
ni
= Jumlah individu ke-i

�=

10
Dengan kategori indeks dominansi (Mandaville 2002):
C mendekati 0 (C < 0.5) = tidak ada jenis yang mendominansi
C mendekati 1 (C > 0.5) = ada jenis yang mendominansi
Pengumpulan Data Histopatologis pada Makrozoobentos
Pengamatan histologis di bawah mikroskop untuk mengetahui tingkat
kerusakan jaringan yang terjadi pada makrozoobentos di tiap stasiun.
Makrozoobentos yang diukur kandungan logam berat kromiumnya dari kelas
gastropoda yaitu Bellamya sp. dan bivalvia yaitu Pilsbryoconcha exilis yang
diperoleh dari pengambilan contoh makrozoobentos menggunakan Van veen Grab
dan dengan bantuan hand collecting dalam transek 1x1 m. Tubuh makrozoobentos
yang telah diambil dari cangkangnya kemudian direndam ke dalam larutan fiksasi
Buffer Netral Formalin (BNF) 10%, minimal selama 48 jam. Prosedur kerja
preparasi histologis organ makrozoobentos tercantum pada Lampiran 1.

Analisis Data
Analisis variansi dilakukan untuk mengetahui perbedaan parameter kualitas
air, logam berat kromium, keanekaragaman, dominansi dan FBI. Analisis korelasi
untuk mengetahui hubungan kandungan kromium di air dan sedimen terhadap
kandungan kromium di makrozoobentos dan keanekaragaman makrozoobentos
yang diperoleh. Analisis korelasi berdasarkan Pearson correlation menggunakan
software Microsoft Office Excel 2013 dengan rumus yang akan digunakan sebagai
berikut:
∑ −

�=

√∑ −
Keterangan:
r
= Koefisien korelasi
y
= Keanekaragaman dan Cr di makrozoobentos
x
= Cr di air dan sedimen
Nilai dari analisis tersebut kemudian dilanjutkan dengan Principal
Component Analysis (PCA) dengan menggunakan software XLSTAT 2014.
Penggunaan PCA bertujuan untuk mengetahui adanya pengelompokan dan
similaritas lokasi stasiun dengan komunitas makrozoobentos dan faktor lingkungan
kaitannya dengan logam berat kromium. Selain itu untuk menilai parameter yang
mengelompok dalam mendeteksi kontaminasi kromium pada air, sedimen dan
makrozoobentos di Sungai Cimanuk Lama.
Nilai faktor biokonsentrasi (FBK) ditentukan dari perbandingan konsentrasi
suatu logam pada organisme target dengan konsentrasi logam di air (Soemirat 2003).
Faktor biokonsentrasi logam berat kromium dihitung menggunakan rumus sebagai
berikut:
Faktor Biokonsentrasi FBK =

Konsentrasi logam di moluska
Konsentasri logam di air

11
Analisis Histopatologis pada Makrozoobentos
Analisis histopatologis pada makrozoobentos dilakukan dengan cara
pengamatan mikroskopis dan mendeskripsikan kerusakan atau perubahan
histologis yang terjadi. Perubahan tersebut diamati di jaringan kelenjar pencernaan
(Digestive gland), saluran pencernaan (Gastrointestinal) dan otot gerak pada
Bellamya sp. dan P. exilis. Perubahan yang terjadi dibandingkan dengan kandungan
logam berat kromium dalam tubuh. Menurut Lance et al. (2010), evaluasi patologis
pada jaringan pencernaan dapat mewakili perubahan patologis yang terjadi dalam
tubuh moluska.

Analisis Metrik Biologi dengan Faktor Lingkungan
Analisis metrik biologi yang digunakan untuk mendeteksi tingkat gangguan
pada komunitas makrozoobentos terhadap kontaminasi logam dan faktor
lingkungan lainnya dengan Family Biotic Index (Hilsenhoff 1988; Mandaville
2002) dan indeks diversitas Shanon Wieners’s (Krebs 1972). Penggunaan metrik
Family Biotic Index dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

xi
ti
n

� ��

= Jumlah individu masing-masing takson
= Nilai toleransi masing-masing takson
= jumlah seluruh organisme dalam sampel
FBI=∑

Nilai toleransi masing-masing takson dapat dilihat pada Lampiran 2. Nilai
FBI yang didapatkan pada masing-masing stasiun digunakan sebagai dasar
penentuan status kualitas air berdasarkan tabel berikut:
Tabel 2 Kualitas air berdasarkan Family Biotic
Index/FBI (Hilsenhoff 1988; Mandaville
2002)
FBI
Kualitas Air
0.00 – 3.75
Baik sekali
3.76 – 4.25
Sangat baik
4.26 – 5.00
Baik
5.01 – 5.75
Cukup Baik
5.76 – 6.50
Sedikit buruk
6.51 – 7.25
Buruk
7.26 – 10.00
Sangat buruk
Nilai indeks diversitas yang diperoleh dibandingkan dengan kategori nilai indeks
Shanon Wieners’s yaitu :
H’< 1
: keanekaragaman rendah
1 < H’< 3
: keanekaragaman sedang
H’> 3
: keanekaragaman tinggi

12
Analisis Parameter Fisika-kimia Perairan dan Sedimen
Hasil pengukuran parameter fisika-kimia perairan pada Sungai Cimanuk
Lama akan dianalisis menggunakan metode STORET menurut Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup No. 115 tahun 2003. Hasil pengukuran tersebut juga akan
dianalisis secara statistik menggunakan ANOVA satu arah, jika terdapat perbedaan
maka dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan uji beda nyata terkecil (BNT).
Data pengukuran parameter fisika-kimia sedimen akan dibandingkan dengan
kriteria baku mutu kromium dalam sedimen (MacDonald et al. 2000). Hasil analisis
tersebut kemudian dijelaskan secara deskriptif dengan bantuan diagram.

13

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi dan Kepadatan Jenis Makrozoobentos Sungai Cimanuk Lama
Pengambilan makrozoobentos dilakukan pada 3 stasiun di Sungai Cimanuk
Lama selama 3 kali pengambilan sampel dengan rentang waktu 2 minggu sekali
pada bulan April sampai Mei 2015. Berdasarkan hasil pengamatan terdapat 15 jenis
yang termasuk ke dalam 6 kelas dan 3 filum dengan total 9877 individu
makrozoobentos (Lampiran 3). Hasil data kepadatan makrozoobentos selama waktu
pengambilan sampel untuk masing-masing stasiun dan seluruh stasiun ditampilkan
sebagai proporsi kepadatan dalam diagram pie (Gambar 3).

Persentase komposisi taksa
stasiun 1
Bivalvia Hirudinae
0.04%
0.43%

Insecta
0.04%

Errantia
0.04%

Persentase komposisi taksa
stasiun 2
Gastropoda
19.32%

Bivalvia
0.09%

Oligochaeta
39.05%

Oligochaeta
80.47%

Gastropoda
60.41%

Persentase komposisi taksa
stasiun 3
Oligochaeta
22.29%

Insecta
0.46%

Errantia
0.07%

Gastropoda
77.19%

Insecta
0.12%

Persentase komposisi taksa
seluruh stasiun
Bivalvia
0.15%
Insecta
0.20%
Gastropoda
48.06%

Errantia
0.01%

Hirudinae
0.03%

Oligochaeta
51.55%

Gambar 3 Perbandingan persentase komposisi taksa makrozoobentos selama
bulan April sampai Mei 2015
Secara keseluruhan pengambilan sampel makrozoobentos di stasiun 1 sampai
stasiun 3 ditemukan 6 kelas dengan jumlah 15 jenis dengan persentase komposisi
taksa masih didominasi oleh 2 kelas. Kelas tersebut yaitu dari Oligochaeta (51.55%)
dan Gastropoda (48.06%), sedangkan proporsi 4 taksa lainnya masing-masing
kurang dari 0.21%. Kondisi suatu lingkungan perairan yang terganggu akan
menyebabkan munculnya spesies oportunis di antara komunitas makrozoobentos
yang ada. Hal ini dikarenakan spesies tersebut mampu bertahan hidup dan
mentoleransi kondisi lingkungan sekitar yang mengalami tekanan. Spesies
oportunis ini akan menjadi spesies yang mendominasi dalam komunitas

14
makrozoobentos yang terbentuk. Spesies ini memiliki ciri-ciri ukuran tubuhnya
relatif kecil, siklus hidup yang pendek, dominan dalam jumlah jenisnya namun
biomassanya rendah dan memiliki tingkat reproduksi yang tinggi serta matang
gonad dini (Putro 2014).
Persentase komposisi taksa makrozoobentos pada stasiun 1 didominasi oleh
2 kelas yaitu kelas Gastropoda (60.41%) dan kelas Oligochaeta (39.05%). Adapun
proporsi terkecil berasal dari kelas Bivalvia (0.43%), kelas Hirudinae (0.04%),
kelas Insecta (0.04%), dan kelas Errantia (0.04%). Kelas tersebut meliputi 12 jenis
terdiri dari 2 jenis masuk ke dalam kelas Oligochaeta yaitu Tubifex sp. dan
Branchiura sp. Kelas Errantia terdapat 1 jenis yaitu Namalycastis sp., kelas
Hirudinae terdapat 1 jenis yaitu Hirudo medicinalis, sedangkan kelas Gastropoda
terdapat 6 jenis yaitu Bellamya sp., Melanoides sp., Bythinia truncatum, Thiara sp.,
Wattebledia crosseana, dan Pomacea sp. Kelas Bivalvia ditemukan 1 jenis yaitu
Pilsbryoconcha exilis, terakhir kelas Insecta hanya ditemukan 1 famili yaitu larva
Chironomide.
Pengambilan sampel makrozoobentos di stasiun 2 ditemukan jumlah kelas
lebih sedikit dari stasiun 1 dengan persentase komposisi taksa didominasi kembali
oleh 2 kelas yaitu kelas Oligochaeta (80.47%) dan kelas Gastropoda (19.32%).
Proporsi terkecil berasal dari kelas Insecta (0.12%) dan Bivalvia (0.09%).
Berdasarkan studi literatur, makrozoobentos dari kelas Oligochaeta (famili
Tubificidae) yang mendominasi di seluruh stasiun terutama di stasiun 2,
direkomendasikan sebagai taksa oportunistik. Dominasi famili tubificidae dapat
mengindikasikan adanya gangguan atau perubahan lingkungan sebagai dampak
aktivitas antropogenik. Selain itu, penurunan jumlah kelas dan perubahan
persentase komposisi taksa makrozoobentos yang ditemukan di stasiun 2 dapat
mengindikasikan bahwa keberadaan saluran limbah industri batik di stasiun ini
dapat memberikan tekanan lingkungan. Tekanan tersebut berupa limbah yang dapat
merubah kualitas lingkungan perairan di stasiun 2.
Pada lokasi stasiun 3 ditemukan jumlah kelas yang sama dengan stasiun 2
yaitu 4 kelas akan tetapi mengalami peningkatan dari segi jumlah jenis menjadi 12
jenis. Persentase komposisi taksa stasiun ini didominasi juga oleh 2 kelas yaitu
kelas Gastropoda (77.19%) dan kelas Oligochaeta (22.29%), sedangkan proporsi
terkecil dari kelas Insecta (0.46%) dan kelas Errantia (0.07%). Pada kelas
Oligochaeta ditemukan 2 jenis yang sama dengan 2 stasiun sebelumnya. Kelas
Errantia di stasiun 3 ditemukan 1 jenis yang sama dengan stasiun 1 yaitu
Namalycastis sp. Di kelas Insecta yang sebelumnya pada stasiun 2 ditemukan 2
jenis, pada stasiun 3 ditemukan jenis baru yaitu Helocordulia sp.
Jumlah taksa pada tingkat genus makrozoobentos selama waktu
pengambilan sampel untuk seluruh stasiun ditampilkan dalam grafik Gambar 4.
Grafik tersebut menunjukkan bahwa selama pengambilan sampel pada bulan April
sampai Mei 2015 di tiap stasiun dan waktu sampling ditemukan adanya variasi
jumlah taksa pada tingkat genus. Variasi jumlah genus tersebut ditemukan pada
stasiun 1 yang cenderung mengalami peningkatan seiring dengan waktu
pengambilan sampel yang berbeda. Peningkatan jumlah genus yang terjadi di
stasiun 1 ini dapat disebabkan kondisi lingkungan stasiun 1 yang berada relatif jauh
sebelum aktivitas industri batik. Stasiun ini juga diduga lingkungannya mampu
pulih kembali secara alami (self purification) seiring berjalannya waktu sehingga
beberapa jenis makrozoobentos dapat bertahan hidup pada lingkungan tersebut.

15

JUMLAH GENUS

12
11

11

10

10

9

9

8
7

9
8

8

7

6
S TAS IUN 1
sampling I

S TAS IUN 2
sampling II

S TAS IUN 3
sampling III

Gambar 4 Jumlah genus makrozoobentos yang ditemukan
Stasiun 2 dan 3 cenderung mengalami penurunan jumlah genus dari waktu
sampling pertama. Jumlah genus yang ditemukan masing-masing yaitu 9 dan 11
menjadi 8 genus yang ditemukan pada sampling kedua dan ketiga. Kecenderungan
menurunnya variasi jumlah genus ini dapat disebabkan adanya perbedaan waktu
saat pengambilan sampel, tipe substrat dasar perairan, oksigen terlarut, pengaruh
bahan organik dan anorganik seperti kandungan logam berat. Ditambah adanya
perubahan kondisi lingkungan akibat kegiatan antropogenik yang menimbulkan
stres terhadap jenis makrozoobentos tertentu. Hasil ini juga sesuai dengan
penelitian Siahaan (2012) di Sungai Cisadane yang menunjukkan terjadinya
kekayaan taksa makrozoobentos semakin ke hilir juga semakin menurun. Menurut
Putro (2014), fluktuasi pola jenis organisme perairan dalam skala waktu dan ruang
dapat digunakan sebagai bioindikator adanya gangguan terhadap komunitas di
suatu ekosistem perairan.
Kelimpahan taksa makrozoobentos di tingkat genus Sungai Cimanuk Lama
untuk stasiun 1 berkisar 7 sampai 10 jenis, stasiun 2 berkisar 8 sampai 9 jenis dan
stasiun 3 berkisar 8 sampai 11 jenis. Jumlah jenis tertinggi dijumpai pada stasiun 1
dan stasiun 3 yaitu 12 jenis. Jumlah jenis terendah dijumpai pada stasiun 2 yaitu 10
jenis. Tinggi rendahnya jumlah jenis makrozoobentos sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor lingkungan sekitar diantaranya adalah faktor kualitas air. Semakin
buruk kualitas airnya maka semakin rendah jenis makrozoobentos yang ditemukan,
begitu juga sebaliknya. Kondisi ini dapat dipahami karena semua lokasi stasiun
yang berada di bagian hilir telah mendapat pengaruh antropogenik. Hal tersebut
didukung oleh hasil analisis indeks STORET di mana rata-rata hampir semua
stasiun kualitas airnya tergolong tercemar sedang (Tabel 5).
Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai kepadatan relatif jenis di stasiun 1 yang
paling dominan dan melimpah serta sering ditemukan adalah dari kelas Gastropoda
yaitu jenis Melanoides sp. dengan kepadatan relatif mencapai 54.13%. Jenis lainnya
yang juga dominan dan melimpah di stasiun ini adalah dari kelas Oligochaeta yaitu
jenis Tubifex sp. dimana nilai kepadatan relatifnya mencapai 36.68%. Komposisi
jenis yang jarang ditemukan dan hanya ditemukan 1 individu selama pengambilan
makrozoobentos yaitu dari jenis Namalycastis sp., Hirudo sp., dan larva
Chironomide.

16
100,00

Helocordulia sp.

90,00

Ephemeroptera
Chironomide

80,00

Persentase (%)

Pilsbryoconcha exilis

70,00

Indoplanorbis sp.

60,00

Pomacea sp.
Wattebledia sp.

50,00

Thiara sp.

40,00

Bythinia sp.
Melanoides sp.

30,00

Bellamya sp.

20,00

Hirudo sp.

10,00

Namalycastis sp.
Branchiura sp.

0,00
stasiun 1

stasiun 2

stasiun 3

Tubifex sp.

Gambar 5 Nilai kepadatan relatif makrozoobentos di Sungai
Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu
Nilai kepadatan relatif komposisi jenis makrozoobentos di stasiun 2
menunjukkan perubahan jenis yang paling dominan dan melimpah dari stasiun 1
dan 3. Perubahan komposisi jenis makrozoobentos yang ditemukan dapat
disebabkan oleh karakteristik kondisi kualitas air lingkungan. Menurut
Stamenkovic et al. (2012), pola komposisi makrozoobentos dapat dipengaruhi oleh
variasi karakteristik fisika kimia air (oksigen terlarut, kedalaman dan bahan
organik) disekitarnya. Jenis yang paling dominan di stasiun ini dari kelas
Oligochaeta yaitu jenis Tubifex sp. dengan persentase kepadatannya mencapai
71.89%. Jenis yang hanya ditemukan 2 individu selama pengambilan sampel
makrozoobentos di stasiun ini adalah dari kelas Insekta yaitu jenis larva
Chironomide.
Berdasarkan nilai kepadatan relatif komposisi jenis makrozoobentos, jenis
yang paling dominan dan melimpah di stasiun 3 sama dengan stasiun 1. Jenis
tersebut dari kelas Gastropoda yaitu Melanoides sp. dengan nilai presentase yang
berbeda. Selain kondisi lingkungan perairan, kondisi substrat dasar perairan diduga
menyebabkan melimpahnya jenis dari kelas Gastropoda tersebut di stasiun 3.
Menurut Zulkifli dan Setiawan (2011) kelas Gastropoda merupakan organisme
yang menyukai substrat mulai yang berlumpur sampai berpasir. Hal ini diperkuat
dari hasil pengukuran tipe substrat di mana stasiun 3 tergolong tipe lumpur berpasir
(Tabel 4).
Jenis Melanoides sp. dan Tubifex sp. menjadi jenis yang saling dominan dan
sering ditemukan di seluruh stasiun pengamatan. Hal ini dapat mengindikasikan
keberhasilan strategi adaptasi yang diterapkan jenis tersebut di habitatnya.
Dominan dalam jumlah namun rendah dalam biomassa sehingga jenis tersebut
mampu bertahan hidup dan bereproduksi dengan pesat. Munculnya beberapa jenis
yang jarang ditemukan di setiap stasiun serta sedikit jumlah individunya. Jenis-jenis
ini antara lain Namalycastis sp., Hirudo sp., larva Chironomide, larva Heptageniide
dan Helocordulia sp. Jenis tersebut di duga erat kaitannya dengan keberadaan

17
pemukiman penduduk dan industri di sekitar lokasi pengambilan sampel. Hal ini
didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2008) di hilir
Sungai Musi yang mengaitkan jenis makrozoobentos seperti Chironomous sp. yang
ditemukan di daerah pemukiman padat penduduk dan lndustri.

KEPADATAN TOTAL (IND/M2)

140000

128250

126075

130000
120000
110000
92850

100000
90000

83850
70425

80000
70000
60000
50000

62925

62775
66975

46650

40000
STASIUN 1
sampling I

STASIUN 2
sampling II

STASIUN 3
sampling III

Gambar 6 Nilai kepadatan jenis makrozoobentos yang ditemukan
Secara keseluruhan kepadatan jenis makrozoobentos (Gambar 6) dalam
penelitian ini tertinggi pada stasiun 2 kemudian stasiun 3 dan stasiun 1. Tingginya
nilai kepadatan jenis makrozoobentos dapat disebabkan stasiun 2 mewakili daerah
aktivitas antropogenik tinggi. Aktifitas seperti pemukiman padat penduduk,
kawasan wisata dan daerah kawasan industri batik rumahan (home industry) yang
saluran limbahnya langsung masuk ke badan perairan sungai. Hubungan dengan
kondisi lingkungan dan aktivitas industri batik di stasiun 2 yang mendapat pengaruh
antropogenik. Masu