Uji Mikroskopik Kristal Urin pada Sapi Pejantan Bibit dengan Body Condition Score 4–5

UJI MIKROSKOPIK KRISTAL URIN PADA SAPI PEJANTAN
BIBIT DENGAN BODY CONDITION SCORE 4–5

MOH ZAENAL ABIDIN MURSYID

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Mikroskopik
Kristal Urin pada Sapi Pejantan Bibit dengan Body Condition Score 4–5 adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014
Moh Zaenal Abidin Mursyid
NIM B04100009

ABSTRAK
MOH ZAENAL ABIDIN MURSYID. Uji Mikroskopik Kristal Urin pada Sapi
Pejantan Bibit dengan Body Condition Score 4–5. Dibimbing oleh CHUSNUL
CHOLIQ.
Sapi pejantan bibit ibarat pabrik penghasil semen yang mutlak memerlukan
perawatan kesehatan agar produksi tetap terjaga optimal. Uji keberadaan kristal
urin dapat digunakan untuk menduga kejadian obstruktif urolithiasis pada saluran
kelamin pejantan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kristal urin pada
pejantan ungul ber-body condition score (BCS) 4–5. Sebanyak 30 sampel urin
dari 3 ras pejantan (Brahman n=10, Simmental n=10, dan Friesian Holstein n=10)
dikoleksi, diukur pH-nya, dan diamati secara mikroskopik. Keseluruhan urin yang
diamati mengandung kristal. Kristal yang mendominasi berjenis struvite (73.3%)
sedangkan sisanya berupa kristal kalsium kabonat (23.3%) dan amorf fosfat
(3.3%). Struvite yang teramati memiliki tiga bentukan yaitu oktahedral, twin, dan
penetrated. Bentukan yang berbeda menunjukkan pH urin dan masa inkubasi yang
berbeda. Kejadian kristaluria diduga disebabkan oleh rasio mineral Ca dengan P

pakan yang rendah dan perlu diwaspadai terhadap munculnya obstruktif
urolithiasis.
Kata kunci: kalsium karbonat, kristal urin, kristaluria, sapi pejantan, struvite

ABSTRACT
MOH ZAENAL ABIDIN MURSYID. Microcopic Examination of Urine Crystals
for 4–5-scored Body Condition Score Bull. Supervised by CHUSNUL CHOLIQ.
Bull, which have role as sperm producer, needs a routine health
maintenance for optimal production. Microscopic examination of urine crystals
could be used for estimating obstructive urolithiasis in urinary tract. The
objectives of this study was to observe urine crystal in 4–5-scored body condition
score (BCS) bull. The 30 urine samples of 3 bull breeds (Brahman n=10,
Simmental n=10, and Friesian Holstein n=10) were collected, urine pH measure
with striptest urinalysis, and urine crystal microscopically examined. Result of
this study indicated that all samples were totally positive for crystal. Observed
crystals were dominated by struvite (73.3%), while the others were calcium
carbonate (23.3%) and phosphate amorph (3.3%). The three form of struvite could
be seen octahedral, twin, and penetrated struvite. The different form of struvite
indicated level of urine pH and incubation period. Crystalluria phenomenon
suggested a low ratio of Ca:P in mineral nutrient and it should be cautious for

existing obstructive urolithiasis.
Keywords: bull, calcium carbonate, crystalluria, struvite, urine crystal

UJI MIKROSKOPIK KRISTAL URIN PADA SAPI PEJANTAN
BIBIT DENGAN BODY CONDITION SCORE 4–5

MOH ZAENAL ABIDIN MURSYID

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Uji Mikroskopik Kristal Urin pada Sapi Pejantan Bibit dengan

Body Condition Score 4–5
Nama
: Moh Zaenal Abidin Mursyid
NIM
: B04100009

Disetujui oleh

Dr Drh Chusnul Choliq, MS, MM
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan FKH IPB

Tanggal Lulus:

PRAKATA


Alhamdulillah wassyukurillah, segala puji bagi Allah SWT atas berkat,
rahmat, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul
Uji Mikroskopik Kristal Urin pada Sapi Pejantan Bibit dengan Body Condition
Score 4–5. Skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Dr Drh Chusnul Choliq, MS, MM selaku dosen pembimbing yang selalu
mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
2. Balai Inseminasi Buatan Lembang yang telah memberikan izin pengambilan
data penelitian.
3. Keluarga tercinta, ayahanda Sri Wardoyo, ibunda Wahyuni, yang selalu
memberikan dukungan moril dan materiil serta saudara-saudara tercinta Moh
Mursyid Fachrudin dan Ahmad Imam Mursyid.
4. Dr Drh Anita Esfandiari, MSi yang telah bersedia menjadi dosen penilai
dalam seminar skripsi.
5. Dr Drh Akhmad Arif Amin dan Dr Drh I Ketut Mudite Adnyane, MSi,
PAVet, selaku dosen penguji sidang yang telah memberikan bimbingan,
arahan, dan masukan dalam penulisan.
6. Drh Leni Maylina, MSi dan Drh Ida Zahidah Irfan, MSi yang selalu bersedia

untuk menyediakan waktu diskusi dengan penulis.
7. Dr Drh Elok Budi Retnani, MS selaku dosen pembimbing akademik penulis
selama di FKH.
8. Djadjat Sudrajat, SSi dan Suryono, AMa yang telah membantu penulis dalam
menguji sampel di Laboratorium Patologi Klinik FKH IPB.
9. Adinda Intan Pandini Restu Mukti yang selalu memberikan dukungan,
semangat, maupun doa untuk penulis.
10. Himpunan Keluarga Rembang di Bogor (HKRB), keluarga ia3team, keluarga
Acromion-FKH 47, sahabat-sahabat tercinta Kukuh Syirotol I, Novan Eko
Kurniawan, St. Khadijah R, Zella Nofitri R, dan teman-teman seperjuangan
lain yang tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu.
Penulis menyadari skripsi ini masih belum sempurna dan membutuhkan
perbaikan, kritik, dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
para pembaca dan semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Desember 2014
Moh Zaenal Abidin Mursyid

DAFTAR ISI


DAFTAR TABEL

VIII

DAFTAR GAMBAR

VIII

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1


Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Pejantan Bibit

2

Kristal Urin pada Sapi

3


Striptest Urinalysis

4

Body Condition Score (BCS) pada Pejantan

5

METODE

6

Waktu dan Tempat

6

Bahan dan Alat

6


Pelaksanaan Penelitian

6

Prosedur Analisis Data

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN

8
11

Simpulan

11

Saran


11

DAFTAR PUSTAKA

11

RIWAYAT HIDUP

15

DAFTAR TABEL
1

Hasil pengujian kristaluria pada 30 sapi pejantan BIB Lembang

9

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Beberapa bangsa sapi pejantan yang dipelihara di BIB Lembang
2
Fotomikrograf berbagai macam kristal urin
4
Alat penampung urin sapi
7
Pemeriksaan kimia urin striptest urinalysis
7
Fotomikrograf kristal urin pada perbesaran lensa mikroskop 10x40
8
Struktur cast bakteri bulat yang teramati pada perbesaran lensa
mikroskop 10x40 (tanda anak panah)
10
Tahapan perkembangan bentuk kristal struvite
10

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyediaan pangan asal hewan seperti daging sangat terkait dengan
ketahanan pangan nasional. Pemerintah melalui Program Swasembada Daging
Sapi 2014 (PSDS-2014) bermaksud menyediakan 90% kebutuhan nasional secara
mandiri dan sisanya berasal dari luar negeri berupa impor sapi bakalan dan impor
daging. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah merumuskan lima kegiatan
pokok PSDS-2014 dan satu diantaranya adalah penyediaan bibit (bull) sapi
(Deptan 2010). Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 54 Tahun 2006
tentang Pedoman Pembibitan Sapi Potong yang Baik menyatakan bahwa sapi bibit
adalah sapi hasil pemuliaan ternak yang memenuhi persyaratan tertentu untuk
dikembangbiakkan. Sapi bibit berasal dari kegiatan pembibitan pejantan bibit di
suatu instalasi pembibitan seperti balai inseminasi buatan (BIB) Lembang.
Balai inseminasi buatan Lembang merupakan BIB tertua di Indonesia yang
berperan dalam penyediaan benih bibit sapi dalam bentuk semen beku untuk
meningkatkan populasi ternak. Sampai saat ini BIB Lembang telah
menyumbangkan lebih dari 28 juta dosis semen beku yang tersebar di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setiap tahun produksi semen beku
mengalami peningkatan sesuai target produksi, kemampuan pejantan, dan dana
yang tersedia (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012).
Akumulasi produksi semen beku dari semua produsen sebanyak 5.19 juta dosis
dengan kebutuhan nasional 2.7 juta dosis sehingga pada tahun 2013 dapat
dilakukan ekspor semen beku ke beberapa negara. Prestasi ini harus terus
dipertahankan sehingga dapat mendukung program swasembada daging atau
bahkan dapat menambah devisa negara.
Strategi untuk menjaga produksi semen beku yang optimal dilakukan
dengan menjaga performa produksi pejantan bibit melalui pemeriksaan rutin
kesehatan reproduksi. Penyakit yang menurunkan performa produksi berupa
penyakit pada saluran genitourinary dan non-genitourinary. Satu di antara
beberapa contoh penyakit genitourinary adalah pembentukan kristal urin atau
kristaluria yang secara kronis dapat menyebabkan kebuntuan saluran kelamin
pejantan (obstruktif urolithiasis). Penelitian tentang kristaluria telah banyak
dilakukan pada hewan kecil dan sangat jarang dilakukan pada hewan besar seperti
sapi pejantan bibit. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan kristal urin secara
mikroskopik pada sapi pejantan bibit yang memiliki nilai body condition score
(BCS) 4 atau 5 (rentang 1–5) di Balai Inseminasi Buatan Lembang. Selain itu juga
dilakukan uji pendukung berupa pemeriksaan pH urin menggunakan striptest atau
dipstick.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka beberapa
permasalahan yang dapat dirumuskan adalah:
1. Apakah sapi pejantan bibit yang memiliki nilai BCS 4–5 di BIB Lembang
mengalami kristaluria?

2

2.

Jika mengalami kristaluria, apakah jenis kristal yang dapat teridentifikasi?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis kristal urin secara
mikroskopik sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi obstruktif urolithiasis
secara dini pada penjantan bibit. Selain itu penelitian diharapkan dapat
mengidentifikasi kemungkinan faktor penyebabnya.

Manfaat Penelitian
Secara umum penelitian ini bermanfaat dalam menambah pengetahuan
klinik penyakit genitourinary yang dapat mengganggu performa produksi sapi
pejantan bibit di BIB Lembang.

TINJAUAN PUSTAKA
Pejantan Bibit
Undang-Undang No.18 Tahun 2009 mendefiniskan bibit sebagai hewan
yang mempunyai sifat unggul dan mewariskan serta memenuhi persyaratan
tertentu untuk dikembangbiakkan. Definisi lain menerangkan bahwa benih
merupakan bahan reproduksi ternak berupa semen, sperma, ova, telur tertunas,
dan embrio (Kementerian Dalam Negeri 2009). Untuk memperbanyak penyebaran
bibit di Indonesia, pemerintah membentuk suatu unit pembibitan seperti balai
inseminasi buatan (BIB) Lembang yang berperan dalam produksi semen (beku
dan cair) dari sapi pejantan bibit. Sapi pejantan bibit yang dipelihara di BIB
Lembang terdiri dari bangsa sapi potong dan bangsa sapi perah. Bangsa sapi
potong meliputi Simmental, Limousin, Brangus, Angus, dan Brahman sedangkan
bangsa sapi perah yang dipelihara adalah Friesian Holstein (FH) seperti pada
Gambar 1.

Gambar 1 Beberapa bangsa sapi pejantan yang dipelihara di BIB Lembang:
A= Simmental; B= Friesian Holstein; dan C= Brahman
(Sumber: dokumentasi pribadi)

Sapi pejantan yang digunakan sebagai sumber semen harus dipelihara secara
khusus sehingga tingkat libido dan kualitas semen optimal (Hartati et al. 2010).
Seleksi awal bibit pejantan dilakukan dengan melihat libido dan kualitas semen

3

yang baik dan secara morfologi unggul dibanding sapi jantan di lingkungan
sekitarnya. Kualitas semen yang rendah dapat berpengaruh terhadap efisiensi
produksi sehingga sistem pemeliharaan melalui seleksi bibit, suplementasi pakan,
kenyamanan kandang, dan pemeriksaan kesehatan rutin mutlak diperlukan.
Beberapa kriteria pejantan bibit adalah mata bersinar, moncong pendek, badan
tinggi, dada dalam, kulit tipis, kaki dan kuku kuat, punggung lurus, pinggul tidak
terlalu turun, dan tidak terlalu kurus (Permentan 2006). Sapi pejantan yang
memenuhi kriteria tersebut dan lolos uji seleksi bibit berarti memiliki mutu
genetik berkualitas dan siap untuk untuk mendonorkan semennya. Donor semen
dapat dilakukan melalui teknologi reproduksi seperti inseminasi buatan (IB).
Toelihere (1981) menyebutkan bahwa IB di Indonesia mulai diperkenalkan
sejak tahun 1950. Sampai saat ini jumlah produksi telah dapat memenuhi
kebutuhan dalam negeri. Sapi pejantan bibit dipelihara dalam satu kompleks
secara berkelompok dalam kandang-kandang suatu BIB. Letak kandang dirancang
terpisah dari kegiatan lain di balai yang bersangkutan serta memiliki fasilitas
khusus yang dikelola secara profesional. Cara pemeliharaan pejantan bibit seperti
ini memudahkan pekerjaan rutin seperti penampungan semen, evaluasi, dan
pemeriksaan kesehatan individu pejantan (Hare 1985). Lebih lanjut semen yang
dihasilkan harus bebas dari mikroorganisme penyebab peyakit hewan menular
(Badan Standardisasi Nasional 2008).
Pejantan bibit BIB diibaratkan sebagai pabrik penghasil semen yang
selanjutnya produk tersebut akan diproses menjadi semen beku. Pemantauan
kesehatan pejantan secara berkala mutlak diperlukan agar pabrik tersebut secara
berkesinambungan mampu berproduksi dengan baik. Pemantauan kesehatan di
BIB pejantan dilakukan satu tahun sekali, bahkan idealnya dua kali (Hardjoutomo
1994) dan merupakan kegiatan yang tidak boleh ditinggalkan. Pemeriksaan
kesehatan yang rutin dilakukan adalah pengambilan sampel darah sedangkan
pemeriksaan urin masih jarang dilakukan.

Kristal Urin pada Sapi
Pemeriksaan mikroskopik urin merupakan teknik untuk mengetahui struktur
renik seperti kristal, eritrosit, leukosit, cast, dan bahkan bakteri (Gyory et al.
1984). Kristaluria merupakan temuan klinis yang sering ditemukan pada
pemeriksaan urin rutin. Beberapa jenis kristal yang biasa ditemukan antara lain
kristal struvite atau tripel fosfat, kalsium oksalat, kalsium karbonat, dan silica.
Kristal lain seperti amonium biurat dan amorf fosfat atau urat terkadang juga
ditemukan. Kristal-kristal ini terbentuk akibat kondisi presipitasi spontan
kompleks mineral urin pada kondisi supersaturasi urin. Kristaluria juga
diasosiasikan dengan kondisi patologis urolithiasis, asam urat akut nefropati,
keracunan etilen glikol, dan akibat induksi obat seperti sulfadiazine (Thamilselvan
dan Khan 1998).
Berbagai jenis kristal memiliki bentuk yang berbeda sehingga pengamatan
mikroskopik mutlak diperlukan untuk mengetahui jenis kristal yang dapat
menyebabkan terjadinya kejadian urolithiasis pada sapi. Kristal kalsium oksalat
monohidrat berbentuk jarum tebal sedangkan kalsium oksalat dihidrat berbentuk
bipiramid, kristal struvite berbentuk seperti tutup peti (Fogazzi 1996). Kristal urat

4

berbentuk seperti jarum halus dan kristal cystine berbentuk heksagonal.
Fotomikrograf berbagai macam jenis kristal dapat dilihat pada Gambar 2.
Kejadian kristaluria pada sapi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur,
jenis kelamin, nilai pH urin, musim, dan pakan yang diberikan (Samal et al.
2011). Pada ruminansia berumur kurang dari 6 bulan kejadian kristaluria lebih
sering karena pakan yang tinggi protein. Jenis kelamin jantan lebih rentan karena
struktur anatomi fleksura sigmoidea yang panjang dan berlekuk. pH urin asam
akan menyebabkan terbentuknya kristal asam urat dan cystine sedangkan pada
kondisi basa akan menginduksi tebentuknya kristal struvite, kalsium karbonat, dan
kalsium oksalat. Beberapa faktor lain seperti musim panas yang ekstrim juga
menjadi predisposisi terbentuknya kristal. Faktor pemberian pakan berlebih yang
menyebabkan obesitas juga akan meningkatkan kejadian kristaluria (Siener 2006).

A

B

C

D

E

F

Gambar 2 Fotomikrograf berbagai macam kristal urin:
A= Struvite; B= Kalsium oksalat monohidrat; C= Kalsium oksalat dihidrat;
D= Kalsium karbonat; E= Amorf fosfat; dan F= Cystine (Kenneth 2011)

Striptest Urinalysis
Pemeriksaan hematologi pada sapi pejantan bibit rutin dilakukan untuk
melihat status kesehatan namun pemeriksaan organ genitourinary seperti dengan
teknik urinalisis masih jarang dilakukan. Urinalisis penting untuk mengetahui
kelainan pada sistem urinaria secara dini (Simerville et al. 2005). Urinalisis sering
dilakukan pada manusia dan hewan kecil (Tvedten dan Willard 2004) tetapi pada
hewan ruminansia besar seperti pejantan bibit masih belum menjadi uji yang rutin
dilakukan. Urinalisis meliputi pengamatan secara makroskopik, mikroskopik, dan
uji kimia urin.
Analisis kimia urin secara umum dilakukan dengan menggunakan striptest
atau dipstick, yaitu suatu uji semikuantitatif dengan stik yang telah dilengkapi
reagen strip untuk mendeteksi glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, pH, berat
jenis, darah, keton, nitrit, dan leukosit. Penggunaan striptest untuk urinalisis tidak

5

memerlukan keterampilan khusus dan hasilnya dapat dibaca dalam waktu
beberapa menit setelah stik dicelupkan ke urin (Henry 2001) sehingga
penggunannya di lapangan sangat praktis dan mudah dilakukan. Penelitian Utama
et al. (2011) menyimpulkan bahwa penggunaan striptest direkomendasikan untuk
analisis kimia urin sapi di lapangan.
Komponen reagen pH pada striptest dapat mendukung pemeriksaan
kristaluria pada sapi. Pengukuran pH urin dapat dilakukan lebih tepat dan akurat
dengan menggunakan pH meter (Johnson et al. 2007) namun penggunaannya
tidak praktis karena mahal dan memerlukan kalibrasi ulang. pH urin merupakan
indikator konsentrasi ion HCO3- dan ion H+ yang berasal dari darah. Beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi nilai pH urin mamalia adalah pakan, infeksi
bakteri, dan waktu simpan urin (Mavangira et al. 2012). Karnivora dengan pakan
protein tinggi yang didominasi daging akan menghasilkan urin asam sedangkan
herbivora dengan pakan berbasis hijauan akan menghasilkan urin yang bersifat
basa (Kenneth 2011). Sapi memiliki nilai normal pH basa dengan rentang 7.4–8.4
(Mavangira et al. 2012). Nilai pH urin akan menentukan jenis kristal urin seperti
kristal struvite dan kalsium karbonat yang sering ditemukan pada urin basa
sedangkan cystine terbentuk pada urin yang memiliki nilai pH asam. Di sisi lain
kristal urat, silikat, dan kalsium oksalat dapat terbentuk di kedua nilai pH tersebut
(Sink dan Weinstein 2012).

Body Condition Score (BCS) pada Pejantan
Body condition score (BCS) merupakan teknik penilaian status nutrisi pada
hewan dengan melihat bentukan otot dan lemak tubuh (Edmonson et al. 1989).
Teknik ini menggunakan skor numerik untuk mengestimasi energi yang tersimpan
dalam tubuh suatu ternak. Penelitian Pryce (2001) telah membuktikan bahwa
terdapat keterkaitan yang kuat antara BCS dan performa produksi suatu ternak,
termasuk pada sapi pejantan bibit. Pengawasan status nutrisi dengan teknik BCS
pada sapi pejantan bibit dapat dilakukan secara mudah dan praktis untuk
mengontrol efisiensi produksi semen di balai inseminasi buatan.
Edmonson et al. (1989) menjelaskan cara penilaian BCS dengan skala 1–5.
Penilaian BCS dilakukan 8 titik pengamatan yaitu tonjolan tegak tulang belakang
(processus spinosus), antara tonjolan tegak dengan tonjolan datar tulang belakang
(processus spinosus ke processus transversus), tonjolan datar tulang belakang
(processus transversus), legok lapar, tonjolan tulang pinggul depan (tuber coxae)
dan belakang (tuber ishcii), daerah antara tonjolan tulang pinggul depan–belakang
(tuber coxae-tuber ischii), daerah antara tonjolan tulang pinggul depan kiri dengan
depan kanan (tuber coxae kanan dan kiri), daerah antara tulang ekor (vertebrae
coccygea). Nilai 1 mempunyai arti tubuh sangat kurus, nilai 2 mempunyai arti
kurus, nilai 3 mempunyai nilai sedang, nilai 4 mempunyai gemuk, nilai 5
mempunyai arti sangat gemuk.
Skor BCS pada sapi pejantan berhubungan dengan kemampuan reproduksi
dan dapat digunakan untuk mempertimbangkan keputusan dalam manajemen
pemeliharaan pejantan. Penelitian Permadi et al. (2013) menunjukkan data bahwa
sapi-sapi pejantan di BIB Lembang yang memiliki skor BCS sangat gemuk (5)

6

memiliki produksi semen beku terendah sedangkan pejantan dengan skor BCS
optimum (3) memiliki produksi semen segar tertinggi.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 19–23 Juli 2013 di Balai
Inseminasi Buatan Lembang, Bandung, Jawa Barat, dan dilanjutkan di
Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Hewan IPB pada 25–30 Juli
2013.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah sampel urin 30 ekor sapi pejantan bibit yang
terdiri dari tiga ras sapi yakni 10 ekor sapi Brahman, 10 ekor sapi FH, dan 10 ekor
sapi Simmental. Alat yang digunakan berupa gelas penampung urin dan
tongkatnya, tabung penyimpan urin, mikroskop, object glass, cover glass, pipet
tetes, sentrifus, striptest urinalysis Verify® (REF U031-102), stopwatch, dan alat
dokumentasi berupa kamera Canon® IXUS 240 HS.

Pelaksanaan Penelitian
Penentuan sampel pejantan
Sampel diambil dari 3 ras sapi yang dianggap mewakili bangsa sapi potong
(Brahman dan Simmental) dan sapi pejantan perah (Friesian Holstein). Sampel
telah ditentukan pada sapi yang memiliki BCS 4–5. Penentuan BCS dilakukan
dengan cara melihat secara visual dan diperkuat dengan foto tubuh sapi.
Pengambilan foto BCS dilakukan pada bagian depan, bagian belakang, samping
kiri dan kanan, serta bagian punggung dengan menggunakan kamera Canon®
IXUS 240 HS.
Penampungan sampel urin
Penampungan sampel urin dilakukan pada pagi hari sebelum pakan
diberikan (pukul 06.00–07.00) dengan gelas penampung urin dan tongkat yang
dimodifikasi (Gambar 3). Penampungan pada pagi hari dimaksudkan agar urin
yang didapatkan merupakan hasil metabolisme basal tubuh yang menggambarkan
status fungsi ginjal (Sink dan Weinstein 2012). Penampungan dilakukan secara
non-invasive, yaitu penampungan dengan menunggu pejantan melakukan miksi
atau urinasi. Sampel urin yang diambil adalah urin pertengahan miksi untuk
menghindari kontaminasi bakteri, spermatozoa, sel epitel, dan leukosit saat urin
baru dikeluarkan (Kenneth 2011). Selanjtunya sampel urin dibagi menjadi dua
bagian, bagian pertama untuk pengujian striptest urinalysis dan bagian lain
disimpan sementara untuk pemeriksaan mikroskopik.

7

Gambar 3 Alat penampung urin sapi:
A= Gelas penampung; dan B= Tongkat

Pengujian striptest urinalysis
Pengujian striptest urinalysis dilakukan di lapangan, langsung setelah urin
ditampung. Pengujian dilakukan dengan cara mencelupkan reagen strip ke dalam
wadah penampung dengan reagen strip tercelup secara keseluruhan selama 1
detik. Kemudian reagen strip diangkat dan ditunggu selama 10–30 detik agar
reagen strip berubah warna, menunjukkan terjadinya reaksi. Penilaian dilakukan
dengan cara mencocokkan warna reagen strip dengan warna dan nilai referensi
yang ada di wadah striptest urinalysis (Sink dan Weinstein 2012) seperti pada
Gambar 4. Selanjutnya data dicatat dan urin yang telah digunakan dibuang.

Gambar 4 Pemeriksaan kimia urin striptest urinalysis

Pemeriksaan mikroskopik kristal urin
Pengujian mikroskopik dilakukan dengan menyiapkan 5–10 ml sampel urin
di dalam tabung sentrifus. Sentrifus dilakukan pada kecepatan rendah (3000 rpm)
selama 5 menit untuk mengonsentrasikan endapan elemen (Sink dan Weinstein
2012). Endapan didapatkan dengan cara mengeluarkan supernatan urin dan
menyisakan 0.5–1 ml bagian endapan urin. Bagian ini yang kemudian diambil
dengan pipet tetes dan diamati dengan mikroskop secara natif. Selanjutnya kristalkristal yang teramati dicatat berdasarkan jenisnya.

8

Prosedur Analisis Data
Data yang diperoleh adalah pH urin dan jenis kristal urin. Data pH
selanjutnya diolah dengan Microsoft Office® Excel 2013 untuk dirata-rata
sedangkan data jenis kristal dianalisis secara deskriptif kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Endapan mineral mikroskopik dalam urin diistilahkan sebagai kristaluria
sedangkan endapan yang teramati secara makroskopik disebut urolith atau kalkuli
(Ettinger dan Feldman 2010). Sapi pejantan yang mengalami kristaluria berisiko
terkena urolithiasis yang dapat menurunkan produksi semen. Berikut tersaji data
hasil pengujian kristaluria yang ditunjang dengan pemeriksaan striptest pH urin.
Tabel 1 menunjukkan data keseluruhan urin sapi pejantan yang diamati
mengandung kristal. Sebanyak 22 sampel (73.3%) mengandung kristal struvite, 1
sampel (3.3%) berjenis kristal amorf fosfat, dan sisanya (23.3%) merupakan
kombinasi kristal struvite dan kalsium karbonat (Gambar 5). Ketiga jenis kristal
ini dapat terbentuk pada kondisi urin basa (Mundt dan Shanahan 2011) yang
secara fisiologis sapi juga memiliki urin basa.

Gambar 5 Fotomikrograf kristal urin pada perbesaran lensa mikroskop 10x40:
A= Struvite (tanda anak panah); B= Kalsium karbonat (tanda kepala anak
panah); dan C= Amorf fosfat

Kristal struvite termasuk dalam grup fosfat dengan rumus kimia
MgNH4PO4.6H2O atau magnesium amonium fosfat heksa hidrat (Stockham dan
Scott 2008). Kristal ini tidak memiliki manfaat klinis karena terbentuk secara
spontan dalam kondisi urin basa. Akan tetapi apabila kristal ditemukan dalam
jumlah banyak maka perlu diwaspadai terhadap kemungkinan sapi mengonsumsi
pakan dengan rasio mineral kalsium dengan fosfor (Ca:P) rendah (Kahn dan Line
2010). Kondisi ini akan semakin parah apabila terdapat bakteri penghasil urease
(Sink dan Weinstein 2012) seperti Staphylococcus spp., Pseudomonas spp.,
Proteus spp., dan Klebsiella spp.

9

Tabel 1 Hasil pengujian kristaluria pada 30 sapi pejantan BIB Lembang
pH
Kode Sapi
Pejantan
Uji
Brahman
Br 1
9
(n=10)
Br 2
9
Br 3
9
Br 4
9
Br 5
9
Br 6
9
Br 7
9
Br 8
9
Br 9
9
Br 10
9
Simmental
Sm 1
9
(n=10)
Sm 2
9
Sm 3
8
Sm 4
9
Sm 5
9
Sm 6
8
Sm 7
9
Sm 8
8
Sm 9
9
Sm 10
8
FH
Fr 1
9
(n=10)
Fr 2
9
Fr 3
9
Fr 4
9
Fr 5
8
Fr 6
9
Fr 7
9
Fr 8
9
Fr 9
9
Fr 10
9
Rata-rata
8.8±0.3
a
Sumber: Mavangira et al. (2012)
Ras

Ref.a

7.4–8.4

7.4–8.4

7.4–8.4

Jenis Kristal Urin
Struvite
Struvite
Struvite
Struvite
Struvite
Struvite
Struvite dan Ca-karbonat
Struvite
Struvite dan Ca-karbonat
Struvite
Struvite dan Ca-karbonat
Struvite dan Ca-karbonat
Struvite
Struvite
Struvite
Struvite
Struvite
Struvite
Struvite
Struvite
Struvite dan Ca-karbonat
Struvite
Struvite dan Ca-karbonat
Amorf fosfat
Struvite
Struvite
Struvite
Struvite
Struvite dan Ca-karbonat
Struvite

Bakteri urease berperan dalam hidrolisis urea dalam urin membentuk
ammonia dan bikarbonat. Ammonia selanjutnya menjadi ammonium dan bereaksi
dengan magnesium serta fosfat yang secara normal ada di dalam urin (Ettinger
dan Feldman 2010). Bikarbonat berperan dalam meningkatkan pH urin yang juga
menurunkan kelarutan struvite. Oleh sebab itu secara umum urin pejantan yang
didapatkan memiliki rata-rata nilai pH di atas rentang nilai normal (Tabel 1).
Identifikasi bakteri pada penelitian ini tidak dilakukan namun berdasarkan
pengamatan natif terlihat struktur renik bulat yang menunjukkan cast bakteri
(Gambar 6).

10

Gambar 6 Struktur cast bakteri bulat yang teramati pada
perbesaran lensa mikroskop 10x40 (tanda anak panah)

Secara mikroskopis struvite pada beberapa sampel memiliki tiga bentuk
yang berbeda yaitu oktahedral, bentuk kembar (twin), dan bentuk terpenetrasi
(Gambar 7). Prywer et al. (2012) menyebutkan bahwa bentuk struvite sangat
dipengaruhi oleh pH urin. Bentuk oktahedral merupakan bentuk awal yang
terbentuk pada pH 7.2–9 selama 3–5 jam inkubasi urin secara in vitro. Akibat
peningkatan aktivitas urease bakteri maka pH akan meningkat dan bentuk struvite
berubah menjadi bentuk twin lalu berubah menjadi bentuk terpenetrasi pada pH
9–9.5 selama 5–8 jam inkubasi secara in vitro. Bentuk terpenetrasi merupakan
bentuk yang mudah terperangkap dalam saluran urin serta dapat merusak epitel
mukosa. Apabila kristal ini tertahan dalam lingkungan supersaturasi maka kristal
akan mengalami adhesi dengan kristal lain membentuk nucleus urolith dan secara
kronis menyebabkan urolithiasis.

Gambar 7 Tahapan perkembangan bentuk kristal struvite:
A= Bentuk oktahedral; B= Bentuk twin (tanda kepala anak panah);
dan C= Bentuk terpenetrasi (tanda anak panah)

Kristal kalsium karbonat memiliki rumus kimia CaCO3 sedangkan amorf
fosfat memiliki rumus kimia Ca5(PO4)3(OH). Kedua kristal ini terbentuk akibat
pakan yang terlalu banyak kalsium dan fosfat (Kahn dan Line 2010). Akibatnya
terjadi hiperkalsiuria dan hiperfosfaturia yang memicu pembentukan kristal urin.
Kristal-kristal ini akan mulai terbentuk pada pH lebih dari 7.5 (Ettinger dan
Feldman 2010).
Secara umum langkah untuk mencegah terjadinya kristaluria adalah dengan
mengatur asupan pakan yang diberikan sesuai dengan nutrisi yang dibutuhkan.
Strategi umum tersebut diantaranya penggunaan konsentrat bermutu tinggi, air
minum yang tidak terbatas jumlahnya (ad-libitum), penggunaan acidifier seperti
NaCl 4%, asam asetat 10% untuk menurunkan pH urin yang teralu basa, dan
mencegah beberapa pakan pemicu pembentuk kristal seperti sorgum. Secara

11

khusus langkah untuk mencegah terjadinya kristal struvite adalah dengan
mengoptimalkan rasio mineral Ca dengan P menjadi 2:1. Amonium dan fosfat di
dalam urin berasal dari protein pakan sehingga penggunaan konsentrat tidak boleh
berlebih. Kristal amorf fosfat juga dicegah dengan pakan rendah fosfat sedangkan
kristal kalsium karbonat dicegah dengan pakan rendah kalsium (Samal et al.
2011).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Keseluruhan urin yang diamati mengandung kristal. Kristal yang
mendominasi berjenis struvite (73.3%) sedangkan sisanya berupa kristal kalsium
kabonat (23.3%) dan amorf fosfat (3.3%).

Saran
Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi bakteri penghasil urease
yang terdapat pada urin pejantan sehingga dapat dilakukan langkah tegas untuk
tindakan terapi berikutnya. Pemilihan sapi pejantan bibit dengan skor BCS yang
lebih beragam diperlukan untuk melihat hasil yang mewakili populasi. Perlu
dilakukan kajian pakan yang diberikan pada pejantan bibit BIB Lembang untuk
mengetahui faktor penyebab kristal urin.

DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 4869.1:2008 - Semen beku Bagian 1: Sapi. [internet]. [Diunduh 27 Mei 2014]. Tersedia pada: http://www.
sisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/7784.
[Deptan RI] Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2010. Cuplikan blue print
program swasembada daging 2014. [internet]. [Diunduh 27 Mei 2014].
Tersedia pada: http://www.pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/SUPLEMEN
_9-4.pdf.
[Dirjennakeswan] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012.
Rencana dan Strategi BIB Lembang 2010-2014. [internet]. [Diunduh 27 Mei
2014]. Tersedia pada: http://www.banksperma.com/?download=RENSTRA
%202010-2014%20(2012).pdf.
Edmonson AJ, Lean IJ, Weaver LD, Loid JW, Farver T, Webster G. 1989. A body
condition scoring chart for holstein dairy cows. J Dairy Sci. 72: 68–70.
Ettinger SJ, Feldman EC. 2010. Veterinary Internal Medicine. Ed ke-7.
Philadelphia (US): WB Saunders.
Fogazzi GB. 1996. Crystalluria: a neglected aspect of urinary sediment analysis.
Nephrology Dialysis Transplantation. 11: 379–387.

12

Gyory AZ, Hodfield C, Laner CS. 1984. Value of urine microscopy in predicting
histological changes in kidney. Double blind comparison. J Br Med. 288: 819–
822.
Hardjoutomo. 1994. Peranan Balitvet dalam diagnose penyakit pada sapi perah
pejantan unggul. Prosiding Pertemuan Teknis (Workshop) Evaluasi Standar
Performance Sapi Perah di Indonesia, Malang, 9-11 Nopember 1993. Balai
Inseminasi Buatan Singosari-Malang: 123– 130.
Hare WCD. 1985. Diseases transmissible by semen and embryo transfer
techniques. Technical Series OIE No. 4.
Hartati, Rasyid A, Efendi J. 2010. Pemeliharaan pejantan pemacek sapi potong.
[internet]. [Diunduh 27 Mei 2014]. Tersedia pada: http://www.lolitsapi.
litbang.deptan.go.id/ind/images/pdf/kerjasama/cihuy.pdf.
Henry JB. 2001. Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methode.
Philadelphia (US): WB Saunders.
Herd DB, Sprott LR. 1986. Body Condition, Nutrition and Reproduction of Beef
Cows. Texas (US): Texas A & M Pr.
Johnson KY, Lulich JP, Osborne CA. 2007. Evaluation of the reproducibility
andaccuracy of pH-determining devices used to measure pH in dogs. J
American Veterinary Medical Association. 230(3): 364–9.
Kahn CM, Line S. 2010. The Merck Veterinary Manual. New Jersey (US): Merck
& Co.
[Kemendagri] Kementerian Dalam Negeri. 2009. UU No 18. Tahun 2009 tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan. [internet]. [Diunduh 27 Mei 2014]. Tersedia
pada: http://www.kemendagri.go.id/media/documents/2009/.../ UU_No.182009.doc.
Kenneth SL. 2011. Duncan & Prasse’s Veterinary Laboratory Medicine: Clinical
Pathology. Ed ke-5. West Sussex (GB): J Wiley.
Mavangira V, Cornish JM, Angelos JA. 2012. Effect of ammonium chloride
supplementation on urine pH and urinary fractional excretion of electrolytes in
goats. J American Veterinary Medical Association 237 (11): 1299–1304.
Mundt L, Shanahan K. 2011. Routine Urinalysis and Body Fluids. Ed ke-2.
Philadelphia (US): Williams & Wilkins.
Permadi DS, Tagama TR, Yuwono P. 2013. Produksi semen segar dan semen
beku sapi pejantan dengan body condition score (BCS) yang berbeda di balai
inseminasi buatan Lembang. J Ilmiah Peternakan. 1(3): 759–767.
[Permentan] Peraturan Menteri Pertanian. 2006. Peraturan menteri pertanian
Nomor 54/permentan/ot.140/10/2006: pedoman pembibitan sapi potong yang
baik. [internet]. [Diunduh 27 Mei 2014]. Tersedia pada: http://www.
perundangan.pertanian.go.id/admin/p_mentan/Permentan-54-06.pdf.
Prywer J, Torzewska A, Płociński T. 2012. Unique surface and internal structure
of struvite crystals formed by Proteus mirabilis. Urological research. 40(6):
699–707.
Pryce JE, Coffey MP, Simm G. 2001. The relationship between body condition
score and reproductive performance. J Dairy Science. 84(6): 1508–1515.
Samal L, Pattanaik AK, Mishra C, Maharana BR, Sarangi LN, Baithalu RK. 2011.
Nutritional strategies to prevent urolithiasis in animals. Vet World. 4(3): 142–
144.

13

Siener R. 2006. Impact of dietary habits on stone incidence. Urol Research. 34(2):
131–133.
Simerville JA, Maxted WC, Pahira JJ. 2005. Urinalysis: a comprehensive review.
Am Fam Physician. 71(6): 1153–1162.
Sink CA, Weinstein NM. 2012. Practical Veterinary Urinalysis. West Sussex
(GB): J Wiley.
Stockham SL, Scott MA. 2008. Fundamentals of Veterinary Clinical Pathology.
Ed ke-2. Iowa (US): Blackwell.
Tvedten H, Willard M. 2004. Small Animal Clinical Diagnosis by Laboratory
Methods. Ed ke-4. St Louis (US): WB Saunders.
Thamilselvan S, Khan SR. 1998. Oxalate and calcium oxalate crystals are
injurious to renal epithelial cells: results of in vivo and in vitro studies. J
Nephrology. 1: 66–69.
Toelihere MR. 1981. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung (ID): Angkasa Pr.
Utama IH, Hutagalung EM, Laxmi IWPA, Erawan IGMK, Widyastuti SK,
Setiasih LE, Berata K. 2011. Urinalisis menggunakan dua jenis dipstick
(batang celup) pada Sapi Bali. J Veteriner. 12(1): 107-112.

15

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rembang, sebuah kabupaten
pesisir di Jawa Tengah, oleh pasangan Sri Wardoyo dan
Wahyuni pada tanggal 31 Mei 1992. Penulis merupakan
anak kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan formal
dimulai dari TK Tunas Bangsa pada tahun ajaran 19961998 dilanjutkan dengan pendidikan Sekolah Dasar di SD
Negeri Karas I pada tahun ajaran 1998-2004. Penulis
mengikuti pendidikan tingkat lanjut di SMP N 1 Sedan
pada tahun 2004 dan lulus pada tahun 2007. Setelah lulus
SMP penulis melanjutkan pendidikan di SMA N 1
Rembang yang ditempuh selama 3 tahun.
Pada tahun 2010 penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama
aktif menjadi mahasiswa, penulis mengikuti organisasi kemahasiswaan baik di
dalam atau di luar kampus. Peran serta dalam organisasi yang pernah diikuti
diantaranya sebagai wakil ketua organisasi mahasiswa daerah HKRB (Himpunan
Keluarga Rembang di Bogor) tahun 2010-2011, wakil ketua himpunan minat dan
profesi Ruminansia FKH-IPB 2012-2013, ketua bina desa BEM FKH-IPB
Kabinet Veternity 2011-2012, dan anggota UKM Bola Volly IPB. Penulis juga
aktif dalam berbagai kegiatan yang bersifat event organizer, antara lain dalam
kegiatan seminar nasional himpro Ruminansia “Milk Day: Smart and Healthy
with Milk” sebagai wakil ketua, studium generale himpro Ruminansia ”Peluang
dan Tantangan Swasembada Daging 2014 serta Peran Mahasiswa dalam
Perwujudannya” sebagai ketua divisi publikasi, dekorasi, dan dokumentasi, Posisi
ketua divisi publikasi, dekorasi, dan dokumentasi (PDD) juga pernah dijabat
penulis dalam acara Vet-leadership 2011-2013. Selain kegiatan yang bersifat
event organizer, penulis juga pernah berpartisipasi dalam pemeriksaan kesehatan
hewan dan daging kurban, instruktur pembekalan kegiatan bina desa, dan sebagai
Asisten Luar Biasa praktikum Histologi FKH IPB. Prestasi yang pernah diraih
penulis diantaranya Peringkat II Mahasiswa Berprestasi FKH IPB 2014, Juara II
Lomba Poster Ilmiah Pimvetnas (Pekan ilmiah mahasiswa veteriner nasional)
2013, Juara I Futsal Java Cup tingkat IPB 2010-2011, dan Juara III Bola Volly
Olimpiade Mahasiswa IPB 2010-2011.