Body Condition Score pada Sapi Perah FH (Freisian Holstein) Periode Kering Kadang di Kunak Cibungbulang Bogor

BODY CONDITION SCORE SAPI PERAH FH (Freisian
Holstein) PERIODE KERING KANDANG DI KUNAK
CIBUNGBULANG BOGOR

JOEN FIRMANTA PERANGINANGIN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Body Condition Score
pada Sapi Perah FH (Freisian Holstein) Periode Kering Kadang di Kunak
Cibungbulang Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Joen Firmanta Peranginangin
NIM B04100057

ABSTRAK
JOEN FIRMANTA PERANGINANGIN. Body Condtition Score pada Sapi Perah
FH (Freisian Holstein) Periode Kering Kadang di Kunak Cibungbulang Bogor.
Dibimbing oleh R PUTRATAMA AGUS LELANA dan RETNO WULANSARI.
Body Condition Score (BCS) merupakan metode penilaian subyektif
menggunakan penglihatan dan perabaan untuk menduga cadangan lemak tubuh.
Penerapan BCS pada sapi perah dapat digunakan secara praktis untuk menduga
cadangan energi dari lemak tubuh untuk melahirkan maupun produksi susu.
Untuk mengetahui kegunaan BCS telah dilakukan kajian terhadap 30 ekor sapi
perah kering kandang di Kunak, Cibungbulang, Bogor. Sapi yang digunakan
berada pada usia kebuntingan ±7 bulan (10 ekor),±8 bulan (10 ekor),±9 bulan (10
ekor). Dari data tersebut diperoleh hanya 5 ekor yang masuk kategori BCS ideal,
sisanya (25 ekor) perlu memperoleh penanganan gizi.
Kata kunci: BCS, Periode kering kandang


ABSTRACT
JOEN FIRMANTA PERANGINANGIN. Body Condition Score Of dairy cattle
FH (Freisian Holstein) In Dry Period at Kunak Cibungbulang Bogor. Supervised
by R. PUTRATAMA AGUS LELANA and RETNO WULANSARI.
Body Condition Score (BCS) is a subjective assesing method using visual
and tactile to estimate the amount of metabolizable energy stored in fat and
muscle. The application of BCS in dairy cattle can be used practically to predict
the usefulness of the BCS, this study was done on 30 in dry period of dairy cattle.
The dairy cattle was on ± 7 month of pregnancy (n=10 ), ± 8 month (n=10 ), ± 9
month (n=10). The data result show that only 5 dairy cattle that have ideal BCS,
the rest ( 25 dairy cattle) need handle to obtain enough nutrients.
Keywords: BCS, Dry Period

BODY CONDITION SCORE PADA SAPI PERAH FH (Freisian
Holstein) PERIODE KERING KANDANG DI KUNAK
CIBUNGBULANG BOGOR

JOEN FIRMANTA PERANGINANGIN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi: Body Condition Score pada Sapi Perah FH (Freisian Holstein)
Periode Kering Kadang di Kunak Cibungbulang Bogor
Nama

: Joen Firmanta Peranginangin

NIM

: B04100057


Disetujui oleh

Dr Drh RP Aus Lelana, SpMP MSi
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

l9 SEP 2014

Drh Retno Wulansari MSi, PhD
Pembimbing II

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian
adalah Body Condition Score pada Sapi Perah FH (Freisian Holstein) Periode
Kering Kadang di Kunak Cibungbulang Bogor .
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Drh RP. Agus Lelana,
SpMP MSi dan Ibu Drh Retno Wulansari, MSi PhD selaku pembimbing skripsi
atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan kepada penulis selama penelitian

dan penyusunan tugas akhir. Selain itu ucapan terimakasih juga saya sampaikan
kepada Bapak Dr Drh Eko Sugeng Pribadi, MSi selaku dosen pembimbing
akademik atas bimbingan selama penulis menjalankan studi. Tidak lupa juga
ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada pimpinan beserta staf Laboratorium
Patologi Klinik, Divisi Penyakit Dalam, Depertemen KRP, FKH IPB yang telah
membantu penulis dalam penelitian.
Ucapan terimakasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan kepada
orang tua penulis Naik David Peranginangin dan Laurentia Tarigan dan kakanda
Ester Ulina Suranta dan Jaimiland Yedija, adinda Novita Sri Rejeki serta seluruh
keluarga besar atas doa, semangat dan cinta yang selalu diberikan. Ucapan
terimakasih juga disampaikan kepada teman-teman Persekutuan Mahasiswa
Kristen IPB (Laura Casalla, Edy Purba, Natasha, Ruben, Sandy, dan Tommy,
Rodex, Lundu, Arnod, Jaya, Ranto, Agung, Samuel, Hisar, Alex, Handrio),
Komisi Pelayan Siswa, dan teman-teman seangkatan Acromion 47 atas bantuan,
saran dan motivasi selama berjuang menempuh pendidikan di Institut Pertanian
Bogor.
Penulis menyadari penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan,
untuk itu penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran-saran yang bersifat
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga karya
ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, September 2014
Joen Firmanta Peranginangin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

METODE

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

5


SIMPULAN DAN SARAN

9

Simpulan

9

Saran

9

DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

9
12

DAFTAR TABEL

1 Gambaran BCS Periode kering kandan awal, akhir dan tengah
2 Rataan Nilai BCS hasil penelitian
3 Jumlah sapi dengan gambaran BCS yang belum ideal

5
6
7

DAFTAR GAMBAR
1 Ilustrasi Penilaian BCS

5

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi perah FH merupakan ternak yang paling dominan dipelihara
masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan susu segar dan gizi bagi
masyarakat Indonesia (Soetarno 2003). Dalam rangka menghasilkan susu segar
yang jumlahnya banyak dan berkualitas, kesehatan sapi perah tersebut harus
dijaga, baik melalui pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Salah satu kondisi kritikal yang sering memengaruhi jumlah dan kualitas susu
segar, yaitu status kesehatan pada periode kering kandang. Pada periode tersebut,
terjadi perubahan fisiologis, pola makan dan cadangan lemak tubuh yang dapat
diukur dengan metode Body Condition Score (BCS).
Body Condition Score merupakan suatu metode penilaian secara subyektif
melalui teknik penglihatan dan perabaan untuk menduga cadangan lemak tubuh
terutama untuk sapi perah pada periode laktasi dan kering kandang (Edmonson et
al.1989). Metode ini merupakan cara untuk mengetahui status nutrisi ternak
melalui evaluasi cadangan lemak dari hasil metabolisme, pertumbuhan, laktasi
dan aktifitas dengan score 1 sampai 5 (Wright et al. 1987). Nilai 1
menggambarkan tubuh ternak sangat kurus, 2 kondisi ternak kurus, 3 kondisi
tubuh ternak ideal, 4 kondisi tubuh ternak yang cukup gemuk dan 5 kondisi
tubuh ternak yang sangat gemuk.
Menurut Broster dan Broster (1998), BCS pada sapi perah akan menurun
dari awal laktasi. Hal yang sama disampaikan oleh Ensminger dan Tyler (2006)
bahwa sapi setelah partus dalam 60 hari BCS dapat menurun 0,50-1,00. Dua
pernyataan di atas memperkuat BCS sapi saat kering kandang harus berkisar 3,503,75. PennState (2004) merekomendasikan BCS saat awal laktasi berada dalam
kisaran skor 3,00-3,25 kemudian merekomendasikan BCS ideal saat puncak
produksi susu dan pertengahan laktasi masing-masing adalah 2,75 dan sapi selama
periode kering kandang sebaiknya 3,50-3,75.

Walaupun BCS strategis dalam menentukan status kesiapan partus dan
peningkatan produksi susu pada periode laktasi berikutnya, metode ini belum
banyak digunakan secara praktis untuk memberikan saran-saran kepada peternak.
Untuk tujuan tersebut perlu dilakukan kajian BCS pada sapi perah kering
kandang. Sebagai implementasinya, penelitian BCS sapi perah kering kandang di
Kunak Cibungbulang Bogor dapat dijadikan sebagai acuan dalam pemeriksaan
kesehatan ternak sapi perah di Indonesia.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji BCS sapi perah kering kandang di
Kunak Cibungbulang Bogor, sebagai strategi antisipatif guna mengetahui
kecukupan energi dan kuantitas produksi susu.

2
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah diperoleh gambaran BCS sapi perah kering
kandang di Kunak Cibungbulang Bogor berikut saran-saran yang harus
diperhatikan oleh peternak. Manfaat yang lebih luas adalah diperoleh metode
strategis, murah, dan aplikatif dalam mengantisipasi masalah kesehatan sapi perah
berbasis pada temuan BCS.

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Sapi Perah Freisian Holstein
Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae, sub famili Bovinae, genus
Bos. Sapi perah yang dikembangkan di berbagai belahan dunia adalah jenis Bos
taurus (sapi Eropa) yang berasal dari daerah sub tropis dan Bos indicus (sapi
berpunuk di Asia) yang berasal dari daerah tropis, serta hasil persilangan
keturunan Bos taurus dan Bos indicus. Sapi yang berasal dari Bos taurus yang
banyak dikembangkan ada lima bangsa yaitu Holstein, Brown Swiss, Ayshire,
Guernsey dan Jersey. Bangsa yang umum dikembangkan di Indonesia adalah
bangsa Friesian Holstein (FH). Sapi FH berasal dari propinsi Friesland negeri
Belanda. Bangsa sapi ini adalah bangsa sapi perah yang tertua, terkenal dan
tersebar hampir di seluruh dunia (Rustamadji 2004).
Bangsa sapi FH murni memiliki warna rambut Black and White (hitam dan
putih) atau merah dan putih (Red Holstein) dengan batas-batas warna yang jelas,
seperti pada dahi umumnya terdapat warna putih berbentuk segitiga dan rambut
kipas ekor, bagian perut serta kaki dari teracak sampai lutut (knee atau hock)
berwarna putih. Selain itu, sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan mengarah
kedepan. Sifat-sifatnya adalah jinak, tidak tahan panas, tetapi sapi ini mudah
menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan dan cepat dewasa.
Menurut Blakely & Bade (1991), Karakteristik sapi FH adalah memiliki
rerata berat induk 675 kg, warna bulu hitam dan putih, temperamen tenang,
kemampuan merumputnya sedang, dewasa kelamin yang cepat, kadar lemak susu
3.5-3.7%, dengan warna lemak kuning membentuk butiran-butiran atau glubola
sehingga susu segar aman dikonsumsi bagi manusia, bahan kering tanpa lemak
8.5 %, dan rerata produksi susu per tahun 5750- 6250 kg dan berat lahir anak 42
kg.

Periode Kering Kandang
Periode kering kandang adalah periode dimana sapi perah dalam masa
kebuntingan tua (Sudono 2002). Periode kering kandang yang terbaik adalah 50
sampai 60 hari sebelum melahirkan, karena produksi susu akan lebih tinggi pada
masa berikutnya dibandingkan periode kering kandang yang diperpanjang atau
diperpendek. Sapi periode kering kandang akan mengalami perubahan kondisi
fisiologis akibat dari perubahan nutrisi. Perubahan pemberian pakan dari yang

3
berkonsentrat tinggi menjadi pakan berserat tinggi menyebabkan perubahan dari
populasi mikroba serta karakteristik epitel dan papilla dalam rumen (Bacic et al.
2006). Mashek & Beede (2001) menyatakan pakan yang tinggi serat akan
menyebabkan pemendekan papilla rumen, sedangkan pakan yang tinggi
konsentrat akan menyebabkan pemanjangan papilla rumen. Mir et al. (1997)
menganggap panjang vili dan aktivitas karbohidrase mukosa menjadi faktor
penting dalam penyerapan gizi. Grummer (1995) mengatakan bahwa tiga minggu
sebelum dan sesudah melahirkan sapi mengalami periode transisi . Periode transisi
adalah periode dimana ternak pada kondisi yang paling mudah terkena masalah
metabolisme dan infeksi. Dalam periode transisi ada empat kondisi yang harus
dicapai, yaitu kemampuan adaptasi rumen terhadap diet tinggi energi karena pada
pakan kaya energi menyebabkan peningkatan ukuran rumen papilla, menekan
tingkat kesetimbangan energi (energy balance) yang negatif, memelihara
normocalcemia, dan mengurangi tingkat immunosuppression selama melahirkan
(Dirksen et al. 1985). Periode kering kandang berguna untuk memperbaiki tubuh
dengan menggantikan nutrisi yang dipakai selama masa laktasi sebelumnya,
memperbaiki dan memperbaharui sistem kelenjar susu dan saluran-salurannya,
serta tambahan stimulasi untuk laktasi berikutnya. Periode kering kandang
memungkinkan untuk kelenjar mamaria dari sapi induk memperkuat diri kembali
dan membentuk cadangan zat-zat makanan dalam tubuh untuk laktasi berikutnya
(Akers 2002).

Body Condition Score (BCS)
Mansjoer et al.(2002) menjelaskan BCS sebagai Skor kondisi Tubuh
(SKT). Body Condition Score merupakan suatu metode penilaian secara subjektif
melalui teknik penglihatan dan perabaan untuk menduga cadangan lemak tubuh
terutama untuk sapi perah pada periode laktasi dan kering kandang (Edmonson et
al.1989). Evaluasi dengan BCS efektif untuk mengukur sejumlah energi
metabolik yang tersimpan sebagai lemak subcutan dan otot pada ternak (Montiel
dan Ahuja 2005).
Edmonson et al.(1989) menjelaskan BCS dengan diagram sistem BCS
menggunakan angka skala 1-5 (1=sangat kurus, 3=sedang, dan 5=sangat gemuk)
dengan nilai 0,25 atau 0,50 angka diantara selang itu. Penilaian BCS berdasarkan
pada pendugaan baik secara visual maupun dengan perabaan terhadap 8 bagian
tubuh ternak. Bagian tubuh tersebut antara lain pada bagian processus spinosus,
processus spinosus ke processus transversus, legok lapar, tuber coxae (hooks),
antara tuber coxae dan tuber ischiadicus (pins), antara tuber coxae kanan dan kiri,
dan pangkal ekor ke tuber ischiadicus (Edmonson et al.1989). Analisis statistik
menunjukkan bahwa pendugaan BCS secara visual pada dua bagian tubuh ( antar
tulang hooks dan antar tulang hooks dan pins) menghasilkan nilai eror yang lebih
kecil dan memberikan proporsi yang lebih besar dalam pendugaan BCS
(Edmonson et al.1989).
Penilaian BCS merupakan metode murah dalam pendugaan lemak tubuh
yang dapat digunakan baik pada peternakan komersial maupun penelitian (Otto et
al.1991). Body condition score dijadikan sebagai alat manajemen nutrisi,
reproduksi, dan manajemen kesehatan sapi perah ( Hady et al.1994 dan Gallo et

4
al. 1996, Wright et al.(1987) menjelaskan status nutrisi ternak yang dievaluasi
melalui BCS menunjukkan cadangan lemak tubuh yang tersedia untuk
metabolisme, pertumbuhan, laktasi dan aktivitas. Oleh karena itu, untuk
memelihara kesehatan sapi laktasi baik kemampuan produksi maupun fungsi
reproduksi maka sapi laktasi harus mempunyai sejumlah cadangan lemak tubu
yang cukup (Edmonson et al. 1989).
Menurut Broster dan Broster (1998), BCS pada sapi perah akan menurun
dari awal laktasi. Hal yang sama disampaikan oleh Ensminger dan Tyler (2006)
bahwa sapi setelah partus dalam 60 hari BCS dapat menurun 0,50-1,00. Dua
pernyataan di atas memperkuat BCS sapi saat kering kandang harus berkisar 3,503,75. PennState (2004) merekomendasikan BCS saat awal laktasi berada dalam
kisaran skor 3,00-3,25 kemudian merekomendasikan BCS ideal saat puncak
produksi susu dan pertengahan laktasi masing-masing adalah 2,75 dan sapi selama
periode kering kandang sebaiknya 3,50-3,75.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan bulan Juli 2013 hingga Agustus 2013 di Kawasan
Usaha Peternakan Sapi Perah Cibungbulang, Bogor.

Alat dan Bahan
Ternak yang digunakan adalah sapi perah FH kering kandang dengan
jumlah sapi 30 ekor. Sapi yang digunakan adalah milik peternak anggota Koperasi
Unit Desa. Peralatan yang digunakan adalah kamera dan buku catatan.

Prosedur
Data primer diperoleh dengan cara pengamatan, pengukuran, dan
wawancara secara langsung dengan peternak. Data primer yang diambil adalah
data tentang sapi perah. Data yang ditanyakan meliputi nama peternak, nomor
sapi, masa laktasi (bulan) yaitu awal, tengah dan akhir, jumlah pakan yang
diberikan (konsentrat dan hijauan), kebersihan kandang, penilaian BCS.
Penilaian BCS dilakukan dengan metode Edmonson et al. (1989). Body
Condition Score dinilai berdasarkan 8 titik pengamatan dan perabaan dari tubuh
sapi perah, yaitu: Tonjolan tegak tulang belakang, antara tonjolan tegak dengan
tonjolan datar tulang belakang, tonjolan datar tulang belakang, legok lapar,
tonjolan tulang pinggul depan dan belakang, daerah antara tonjolan tulang pinggul
depan-belakang, daerah antara tonjolan tulang pinggul kiri dengan depan kanan,
daerah antara tulang ekor dengan tonjolan tulang pinggul belakang ( Gambar 1.)

5

Gambar 1 Ilustrasi penilaian BCS (Jassar 2012)

Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dengan mencari nilai rata-rata dan uji non
parametrik dan dianalisis secara deskriptif sesuai dengan petunjuk Walpole (1992)
dan menggunakan aplikasi Microsoft Excel dan Minitab versi 16.0

HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Penilaian BCS pada penelitian ini dilakukan terhadap 30 ekor sapi pada
periode kering kandang awal, tengah dan ahkir. Hasil pengamatan BCS dapat
dilihat pada Tabel 1.

6
Tabel 1 Gambaran BCS periode kering kandang awal, tengah dan akhir
Kering
Kering
Kering
No
No
No
Kandang 7
Kandang 8
Kandang 9
bulan
bulan
bulan
01
2,75
11
3,00
21
3,50*
02
3,00
12
3,00
22
3,00
03
3,00
13
3,50*
23
3,50*
04
3,00
14
2,50
24
3,00
05
2,50
15
3,00
25
3,00
06
3,00
16
3,00
26
3,00
07
3,50*
17
3,00
27
3,00
08
3,50*
18
3,00
28
3,00
09
3,00
19
3,00
29
2,75
10
3,00
20
3,00
30
2,75
Keterangan: * BCS pada nilai ideal berdasarkan rekomendasi Penstate (2004)
PennState (2004) mengatakan bahwa BCS pada periode kering kandang
yang ideal berada pada kisaran nilai 3.50 dengan nilai minimum 3.25 dan
maksimum 3.75. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah sapi yang memiliki
nilai BCS yang ideal sebanyak 5 ekor dan belum ideal berjumlah 25 ekor, yang
pada umumnya berada dibawah nilai 3.25. Adapun pengelompokan BCS
berdasarkan periode kering kandang (10 ekor), tengah (10 ekor), dan akhir (10
ekor) diperoleh bahwa masing-masing memenuhi PennState (2004) adalah 2 ekor
pada kering kandang awal, 1 ekor pada kering kandang tengah dan 2 ekor pada
kering kandang akhir (lihat tabel 2). Adapun distribusi BCS yang kurang pada
ideal berdasarkan hasil scoring disajikan pada Tabel 3.
Tabel 2 Rataan Nilai BCS hasil penelitian
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rerata
Ideal (n=)

Awal
2,75
3,00
3,00
3,00
2,50
3,00
3,50
3,50
3,00
3,00
3,025
2

Periode Kering Kandang
Tengah
Akhir
3,00
3,50
3,00
3,00
3,50
3,50
2,50
3,00
3,00
3,00
3,00
3,00
3,00
3,00
3,00
3,00
3,00
2,75
3,00
2,75
3,00
3,05
1
2

7
Tabel 3 Jumlah sapi dengan gambaran BCS yang belum ideal
No
1
2
3

Status
Awal
Tengah
Akhir

2,5 (ekor)
1
1
0

BCS
2,75 (ekor)
1
0
2

3,0 (ekor)
6
8
6

Keterangan: BCS yang direkomendasikan PennState adalah 3,25-3,75

PEMBAHASAN

Body Condition Score (BCS)
Keseimbangan energi pada sapi setelah melahirkan menunjukkan
perbedaan kosumsi energi yang berasal dari pakan dan jumlah energi yang
dibutuhkan untuk pemeliharaan dan produksi susu. Setelah melahirkan, sapi
dengan kondisi tubuh gemuk memiliki produksi susu yang rendah. Kondisi ini
mengakibatkan defisit antara energi yang masuk dan energi yang dibutuhkan pada
sapi yang terlalu gemuk lebih besar daripada sapi dengan kondisi normal. Hal ini
memperparah keseimbangan energi negatif. Selama periode keseimbangan energi
negatif, kebutuhan energi dari sapi dipenuhi dengan proses lipolisis dan
proteolisis. Hasil dari lipolisis adalah peningkatan kosentrasi asam lemak tidak
jenuh (Nonsterified fatty acid) di dalam darah. Sapi periode kering kandang
terutama periode transisi juga mengalami perubahan pada status endokrin dan
menurunnya Dry Matter Intake ( intake serat kasar) selama akhir kebuntingan ,
sehingga memengaruhi metabolisme dan menyebabkan mobilisasi lemak dari
jaringan adiposa dan glikogen hati.
Body Condition Score pada sapi perah merupakan salah satu cara untuk
menilai cadangan lemak tubuh pada sapi yang telah melahirkan dan kering
kandang. Berdasarkan hasil analisis data non parametrik, menunjukkan bahwa
tidak berbeda gambaran BCS antara awal kering kandang, tengah dan akhir. Data
tersebut dapat menggambarkan bahwa BCS pada periode kering kandang tidak
berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BCS sapi kering kandang yang
ideal terdapat 5 ekor dengan nilai BCS pada kisaran 3.5 berdasarkan rekomendasi
PennState (2004). Kondisi tubuh sapi harus tetap dijaga selama masa kering
kandang untuk mencegah terjadinya keseimbangan energi negatif. Hal ini dapat
dicegah dengan memberikan pakan hijauan dengan kualitas yang bagus terutama
pada periode transisi. Lemak tubuh pada nilai optimal akan digunakan sebagai
energi untuk memelihara kesehatan
fetus dan produksi susu. Apabila
keseimbangan energi negatif tidak dijaga, dapat menyebabkan penyakit
metabolisme dan reproduksi setelah melahirkan. Namun , 25 ekor sisanya berada
dibawah nilai minimum. Menurut PennState (2004) BCS minimum pada periode
kering kandang adalah pada kisaran nilai 3.25. Kondisi tubuh ini menunjukkan
bahwa cadangan lemak pada tubuh sapi akan memengaruhi produksi energi yang
dibutuhkan untuk pemeliharaan dan produksi susu. Hal ini disebabkan cadangan
lemak yang sedikit akan menghasilkan energi yang sedikit.

8
Hubungan Antara BCS dengan Resiko Tejadinya Penyakit
Body Condtion Score sapi perah yang berada pada nilai yang belum ideal
akan menimbulkan resiko terjadinya penyakit. Sapi yang berada diatas nilai BCS
> 3.75 akan mudah terserang penyakit Fat Cow Syndrom, ketosis, dislokasio
abomasum, Milk Fever, mastitis dan terutama penyakit reproduksi yaitu distokia,
retensio plasenta, sistik ovari, infeksi uteri dan abortus ( Gearhart et al. 1990).
PennState (2004) menyatakan bahwa sapi pada nilai BCS yang tinggi 2.8 kali
cenderung mengalami penyakit reproduksi. RukKwamsuk et al. (1999)
menyatakan bahwa manajemen pakan yang buruk pada periode kering kandang
juga dapat menyebabkan penyakit setelah post partus termasuk penyakit
metabolik, infeksi, dan fertilitas. Peningkatan jumlah pakan pada periode kering
kandang akan membuat sapi gemuk. Kondisi tersebut menginduksi keseimbangan
energi negatif. Pada saat sapi telah beranak, sapi akan mengalami penurunan nafsu
makan. Hayirli et al. (2002) mengatakan bahwa penurunan nafsu makan
diakibatkan oleh perubahan status endokrin dan stress partus. Pada saat periode
kering kandang terutama periode transisi insulin plasma menurun dan Growth
Hormon meningkat sejalan perkembangan sapi yang cepat pada akhir kebuntingan
sampai awal laktasi. Perubahan yang berbeda dalam status endokrin dan
menurunnya Dry Matter Intake (intake serat kasar) selama akhir kebuntingan
memengaruhi metabolisme dan menyebabkan mobilisasi lemak dari jaringan
adiposa dan glikogen dari hati. Akibatnya, akan terjadi metabolisme lemak besarbesaran yang akan menghasilkan badan-badan keton sehingga dapat menyebabkan
sapi menderita ketosis. Hal ini dapat dicegah dengan memperhatikan nutrisi sapi
dan nilai kondisi tubuh pada saat periode kering kandang.

Faktor yang Memengaruhi Penurunan BCS
Dalam usaha peternakan sapi perah, parasit merupakan salah satu kendala
dalam melaksanakan pemeliharaan kesehatan ternak tersebut. Menurut Subronto
dan Tjahajati (2004) penyakit parasit dapat menyebabkan kerusakan sel dan
jaringan pada organ pencernaan. Ancylostoma sp, strongilus sp, ascaris sp dan
fasciola sp adalah parasit yang sering menginfeksi saluran pencernaan ternak.
Parasit ini menyerap komponen makanan yang penting untuk pertumbuhan dan
memelihara fungsi-fungsi organ tubuh. Parasit ini hidup dengan cara menghisap
darah dari inangnya dan jika berlanjut akan menyebabkan pendarahan. Akibat dari
infeksi tersebut menyebabkan ternak mengalami hipoproteinemia dan oedema
usus sehingga menyebabkan penyerapan makanan oleh usus terganggu. Pakan
yang dikonsumsi oleh ternak tidak akan diserap dengan baik setelah melalui
proses metabolisme sehingga meyebabkan kondisi tubuh terlihat kurus. Kondisi
tubuh yang semakin kurus maka nilai BCS sapi perah semakin kecil.
Dalam mencegah ternak terinfeksi parasit dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Menurut Subronto dan Tjahajati (2004), pencegahan parasit dapat
dilakukan dengan memutus mata rantai penyebaran parasit. Metode yang
dilakukan yaitu dengan melakukan sanitasi kandang. Kandang harus selalu dijaga
kebersihannya dan selalu dalam kondisi kering. Pakan yang diberikan khususnya
yang berasal dari hijauan harus memiliki kualitas yang bagus dan pemberian obat.

9
Obat yang digunakan adalah jenis obat Anthelmintik yang memiliki daya bunuh
parasit yang tinggi dan aman untuk kesehatan ternak.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 30 ekor sapi perah
FH periode kering kandang tidak terdapat perbedaan BCS pada periode awal,
tengah dan akhir kering kandang. Jumlah sapi yang memiliki nilai BCS pada
kondisi ideal adalah 5 ekor dan yang belum ideal 25 ekor berdasarkan
rekomendasi Pennstate (2004).

Saran
Perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan terhadap sapi perah pada periode
kering kandang terutama pada periode transisi di Kunak Cibungbulang Bogor,
dengan sampel yang lebih banyak dan pemeriksaan hubungan pakan dan produksi
susu dengan perubahan nilai BCS terhadap sapi perah untuk mencegah terjadinya
resiko penyakit.

DAFTAR PUSTAKA
Akers, RM. 2002. Lactation and The Mamary Gland. Ed ke-1. Iowa (US): Iowa
State Pr.
Bačić G, Karadjole T, Mačešić N, Karadjole M. 2006. Special aspects of dairy
cattle nutrition etiology and metabolic disease prevention. 7th Midle
European Buiatric Congres, Radenci, Slovenia, March 2006, Slov. Vet.
Res. Vol. 43 (Supl. 10), pp. 169-173. Vet arhiv 77 (6), 567-577, 2007.
Blakely J, Bade DV. 1991. Ilmu Peternakan.Yogyakarta (ID): UGM Pr.
Broster WH, Broster VJ. 1998. Review article: Body Score of Dairy cow. J dairy
Sci. 65: 155-173
Capuco AV, Akers RM, Smith JJ. 1997. Mammary growth in Holstein Cows
during the dry periode: Quantification of Nucleic Acids and histology. J
Dairy Sci. 80: 477-487.
Dirksen GU, Liebich HG, Mayer E. 1985. Adaptive changes of the ruminal
mucosa and their functional and clinical significance. Bovine Pract. 20:116120.
Edmonson AJ, Lean IJ, Weaver LD, Farver T, Webster G. 1989. A body
condition scoring chart for Holstein dairy cows. J. Dairy Sci. 72 :68-70.
.

10
Ensminger ME, Tyler HD. 2006. Dairy Cattle Science 4st Edition. New Jersey
(USA): Perason Education Inc.
Gallo L, Carnier P, Cassandro M, Mantovani R, Bailoni L, Bittante G. 1996.
Change in body condition score of holstein cows as affected by parity and
mature equivalent milk yield. J. Dairy Sci. 79 :1.009-1.015.
Gearhart MA, Curtis R, Herb HN, Smith RD, Sniffen CJ, Chase LE, Cooper MD.
1990. Relationship of changes in condition score to cow health in Holsteins.
J. Dairy Sci. 73:3132-3140.
Hady PJ, Domecq JJ, Kaneene JB, 1994. Frequency and precision of body
condition scoring of dairy cattle. J. Dairy Sci. 77 :1.543-1.547.
Hayirli A , Bertics S J, Grummer R R. 2002. Effects of slow-release insulin on
production, liver triglyceride, and metabolic profiles of Holsteins in early
lactation. J. Dairy Sci. 85:2180-2191.
Jassar A. 2012. Body Condition Score [Internet].[diunduh 2014 Agustus 7].
Tersedia pada: http//pakdairy.com/bcs.htm.
Mansjoer S, Ruskhan AG, Hardaniati M. 2002. Jakarta (ID): Glosarium
Peternakan. Pusat Bahasa.
Mashek DG, Beede DK. 2001. Peripartum responses of dairy cows fed energy
dense diets for 3 or 6 weeks prepartum. J. Dairy Sci. 84:115-125.
Mir PS, Bailey DRC, Mir Z, Morgan Jones SD, Douwes H, McAllister TA,
Weselake RJ, Lozeman FJ. (1997). Activity of intestinal mucosal membrane
carbohydrases in cattle of different breeds. Canada Journal Animal Science,
77: 441–446.
Moe PW. 1981. Energy metabolism of dairy cattle. J. Dairy Sci. 64 :1.120-1.139.
Montiel F, Ahuja C. 2005. Body condition score and suckling as factor
influencing the duration of postpartum anestrus in cattle : a review. Anim.
Rep. Sci. 85: 1-26.
Otto KL, Ferguson JD , Fox DG , Sniffen CJ. 1991. Relationship between body
condition score and of ninth to elevn rib tissue in Holstein dairy cows. J.
Dairy Sci. 74 :852-861.
PennState. 2004. Begginer’s guide to body condition scoring : a tool for dairy
herd management. Web presentation.
Rukkwamsuk T, Kruip T A M, Wensing T. 1999. Relationship between
overfeeding and overconditioning in the dry period and the problems of high
producing dairy cows during the postparturient period. Vet. Quart. 21: 71–
77.
Rustamadji B. 2004. Dairy Science I. [internet]. [Diunduh 2014 Juni 12]. Tersedia
pada http://sukarno.web.ugm.ac.id/index.php/.
Subronto dan Tjahajati I. 2004. Ilmu Penyakit Ternak II. Yogyakarta (ID). UGM
Pr.
Sudono A. 2002. Budidaya Sapi Perah. Jurusan Ilmu Produksi, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID): IPB Pr.
Soetarno T. 2003. Manajemen Budidaya Sapi Perah. Fakultas Peternakan
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta (ID): UGM Pr.
Walpole RE. 1992. Pengantar Statistika. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Wright IA, Rhind SM, Russel AJF, Whyte TK, McBean AJ, dan McMillen SR
1987. Effects of body condition, food intake and temporary calf separation

11
on the duration of the post-partum anoestrus period and associated LH, FSH
and prolactin concentration in beef cows. Anim. Prod. 45 :395:402.

12

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Raya, Saribudolok, Simalungun pada tanggal
26 Juni 1992. Penulis merupakan anak ke 3 dari 4 bersaudara dari pasangan Naik
David Peranginangin dan Laurentia Tarigan. Penulis melakukan pendidikan
sekolah menengah tingkat atas di SMA Negeri 1 Silimakuta dan kemudian
menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor (FKH IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor
(USMI IPB).
Selama melakukan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan IPB, penulis
pernah menjadi Komandan Tertinggi Tingkat Persiapan Bersama TPB A05
(komti) periode 2010, Anggota Kementerian Kebijakan Kampus BEM KM IPB
2011, Ketua Persekutuan Fakultas Kedokteran Hewan periode 2012, Kordinator
Tim Komisi Pelayanan Siswa SMA N 2 Bogor, Kordinator Tim Literartur Komisi
Pelayanan Siswa PMK IPB periode 2012, , Ketua Pelaksana Kamp Klompok Pra
Alumni di Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB.