Analisis Dampak Asean-Japan Comprehensive Economic Partnership (Ajcep) Terhadap Arus Perdagangan Dan Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi.

ANALISIS DAMPAK ASEAN-JAPAN COMPREHENSIVE
ECONOMIC PARTNERSHIP (AJCEP) TERHADAP
ARUS PERDAGANGAN DAN KONVERGENSI
PERTUMBUHAN EKONOMI

TRI ARIFIN DARSONO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Dampak
ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) terhadap arus
Perdagangan dan Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Tri Arifin Darsono
NIM H15110186

ii

RINGKASAN
TRI ARIFIN DARSONO. Analisis Dampak ASEAN-Japan Comprehensive
Economic Partnership (AJCEP) terhadap Arus Perdagangan dan Konvergensi
Pertumbuhan Ekonomi. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM dan WIWIEK
RINDAYATI.
FTA antara ASEAN dan Jepang yang disebut ASEAN-Japan Comprehensive
Economic Partnership (AJCEP) telah berlangsung sejak tahun 2002, sebagai pintu
masuk arus barang. AJCEP merupakan peluang penting bagi pembangunan,
ketahanan ekonomi, dan kekuatan ekonomi. Hal tersebut dapat
memacu
pertumbuhan ekonomi negara dalam kawasan ASEAN-Jepang. Penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor negaranegara ASEAN-Jepang dan negara non anggota, untuk menganalisis terjadinya
trade creation atau trade diversion di sektor perdagangan antara negara ASEANJepang dan negara non anggota, serta untuk menganalisis terjadinya konvergensi
pertumbuhan ekonomi dari kesepakatan ASEAN-Japan Comprehensive Economic
Partnership (AJCEP) antara negara ASEAN-Jepang dengan negara non anggota.
Model gravity digunakan untuk menganalisis faktor-faktor impor dan trade
creation atau trade diversion. Model GMM dapat digunakan untuk menganalisis
terjadinya konvergensi pertumbuhan ekonomi. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data panel, waktu yang digunakan dalam penelitian dari tahun
2000 sampai tahun 2013 yang terdiri dari 13 negara. Hasil penelitian menemukan
nilai koefisien pada dummy trade creation dan trade diversion bernilai 0.92 dan
31.41. Tanda positif pada dummy trade creation dan trade diversion
mengindikasikan adanya trade creation pada arus impor pada negara-negara
ASEAN-Jepang dan non anggota serta menemukan konvergensi pertumbuhan
ekonomi antara negara ASEAN-Jepang. Tingkat konvergensi 0.0153417 atau
menunjukan bahwa kecepatan masing-masing negara untuk mencapai kondisi
steady state sebesar 2.00 persen per tahun dengan asumsi cateris paribus. Waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi konvergen atau half life of convergence
sekitar 34 tahun. Dari hasil penelitian ditemukan trade creation hasil kesepakatan
AJCEP dan juga terjadinya konvergensi pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil
tersebut disarankan pemerintah Indonesia harus menjaga hubungan dagang dari

negara anggota dan juga negara non anggota, serta meningkatkan investasi di sektor
rill yang nantinya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kata Kunci: ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership, konvergensi
pertumbuhan, model gravity, model GMM, trade creation, trade
diversion.

iii

SUMMARY
TRI ARIFIN DARSONO. The Impact Analysis of ASEAN-Japan Comprehensive
Economic Partnership (AJCEP) for Trade Flow and Economic Growth’s
Convergence. Supervised by DEDI BUDIMAN HAKIM and
WIWIEK
RINDAYATI.
Free Trade Area (FTA) between ASEAN and Japan, which is called ASEANJapan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP), has been established since
2002 as goods and services flow gateway. AJCEP plays an important role to bring
the development, economic security, and economic power. It can also boost the
economic growth among member of ASEAN-Japan. The objectives of this research
were to analyze the factors that can influence the ASEAN-Japan countries import
with non-member, to analyze the occurrence of trade creation and trade diversion in

trading sector among ASEAN-Japan countries with non-member, and to analyze
the occurrence of economic growth's convergence in ASEAN-Japan
Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) not only among ASEAN-Japan
countries, but also with non-member trading partners. The Gravity Model was used
to analyze import factors and observing the occurrence of trade creation or trade
diversion. The GMM model was used to observe the convergence of economic
growth. The research are used Panel data methods with periods 2000 until 2013 in
13 countries. The research found that the coefficient values in trade creation and
trade diversion dummy were 0.92 and 31.41. The positive value in trade creation
and trade diversion indicated the occurrence of trade creation in the import flow
among ASEAN-Japan countries and non-member trading partners, as well as
finding the convergence of economic growth among ASEAN-Japan countries. The
convergence level was of 0.0153417 can be interpreted that the velocity to reach
steady state condition was 2.00 percent per year with the assumption of ceteris
paribus. The duration to reach convergence condition or half life of convergence
was about 34 years. The research found the trade creation from AJCEP agreement
and the occurrence of economic growth’s convergence. Based on the result,
Indonesian government would likely to make relationships among countries
member and non-member to invest in real sector that will boost economic growth in
Indonesia.


Keywords:

ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership, Growth’s
convergence, gravity model, GMM model, trade creation, trade
diversion.

iv

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

v


ANALISIS DAMPAK INDONESIAN-JAPAN ECONOMIC
PARTNERSHIP AGREEMENT (IJEPA) TERHADAP
ARUS PERDAGANGAN DAN KONVERGENSI
PERTUMBUHAN EKONOMI DI KAWASAN
ASEAN JEPANG

TRI ARIFIN DARSONO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

vi


Penguji pada Ujian Tertutup: Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS

viii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak tahun 2015 ini ialah perdagangan, dengan
judul Analisis Dampak ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership
(AJCEP) terhadap Arus Perdagangan dan Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada berbagai pihak yang telah membantu
dalam penulisan skripsi ini. Beberapa pihak tersebut diantaranya :
1. Bapak Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc, dan Dr Ir Wiwiek Rindayati, MSi,
selaku ketua komisi pembimbing tesis dan anggota komisi pemimbing tesis.
Telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi dalam penulisan
tesis ini.
2. Ibu Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS, selaku dosen penguji, Ibu Dr Lukytawati
Anggraeni, SP, MSi, selaku ketua program studi Ilmu Ekonomi pascasarjana
IPB dan sebagai dosen penguji, Ibu Dr Ir Sri Mulatsih, MSi, selaku dosen

Ilmu Ekonomi yang menjadi moderator kolokium, dan bapak Dr Ir Budi
Setiawan, MS, yang menjadi moderator seminar. Telah memberikan
motivasi, arahan, kritikan, dan saran dalam penulisan tesis ini.
3. Kedua orang tua penulis, Djoko Sriyono, Samsani, kedua saudara penulis
Wiwik Oktari Putri dan Rahmad Eko Priyono Susilo, serta Pratica Dewi
yang senantiasa memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis.
4. Sahabat penulis Bramastyo Agung Wibowo, Pangrio Nurjaya, Andri
Sukrudin, Hilman, Wahyu, Luqman Aziz, Asiyef, Setiawan Hari Santoso,
Sendi Dian Saputra, Dodi Chandra, Bobby Permana Putra, Erfanda Irwan,
Andri Sahlan, Khoerul Imam Fatwani, Raditya Anggoro, Rifki Maulana,
Meliana Putri, Yandra, Chandra, Ahmad Hilman, Yanuar, Bagus Rama,
Erfanda Irawan, Neva Hadyan Fadhilah dan Fachri Muttaqin yang senantiasa
membantu saya dan memberikan masukan-masukan, semangat dan bantuan
dalam penulisan tesis ini.
5. Sahabat kontrakan camp rinjani, rekan-rekan HMI komisariat FEM, HMI
cabang bogor, yang selalu memberikan semangat kepada penulis.
6. Keluarga Ilmu Ekonomi fast track 2 yaitu: Bramsatyo Agung Wibowo,
Muhamad Fajri, Fahtimah Zahra, Fauzia, dan Silvia Bustami, serta reguler 8
yaitu: Zikra Masegus, Ilhmdi, Stania, dan Mujiburahman.
7. Sahabat kecil penulis Andya Milano, Dani Putra Amerta, dan Beri Permana

Putra.
8. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penulisan tesis ini, yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Tri Arifin Darsono

ix

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

x
x
xi
1

1

Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

8

Manfaat Penelitian

9

Ruang Lingkup Penelitian

9

2 TINJAUAN PUSTAKA
Integrasi Ekonomi


9
9

Liberalisasi Perdagangan

12

Trade Creation dan Trade Diversion

13

Teori Perdagangan International

15

Teori Pertumbuhan Solow

16

Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi

17

Penelitian Terdahulu

17

Kerangka Pemikiran

19

Hipotesis Penelitian

21

3 METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data

22
22

Analisis Data Panel

22

Pemilihan Metode Estimasi Panel Statis

23

Pengujian Parameter Model

25

Metode Analisis

26

Definisi Operasional

29

Analisis Model Panel Dinamis

30

Generalized Method of Moments (GMM)

30

4 PEMBAHASAN
Pengujian Parameter Model

33
33

Uji Kelayakan dan Kecocokan Model (Goodness of fit)

34

Uji Normalitas

34

Uji Homoskedastisitas

35

Faktor-faktor yang Memengaruhi Impor Indonesia dari Negara-negara
ASEAN-Jepang dan Non anggota

35

x

Trade Creation dan Trade Diversion antara Negara -

37

negara ASEAN-Jepang dengan Negara Non Anggota

37

Gambaran Umum Kondisi Makroekonomi antara Negara ASEAN-Jepang dan
Negara Non Anggota
39
Kriteria Pemilihan Model GMM

42

Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi antara negara ASEAN-Jepang dan
Negara Non Anggota

43

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

47
47

Saran

47

Daftar Pustaka
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

48
52
56

DAFTAR TABEL
1. Tariff bea masuk (%)
2. Tahapan – tahapan integrasi ekonomi
3. Jenis dan sumber data
4. Keterangan variabel model Gravity
5. Keterangan variabel model GMM
6. Hasil uji Chow dan uji Hausman
7. Uji normalitas
8. Hasil estimasi koefisien
9. Hasil estimasi trade creation dan trade diversion
10. Kriteria uji model GMM
11. Hasil estimasi konvergensi

4
10
22
28
33
33
34
35
38
42
43

DAFTAR GAMBAR
1. Kinerja perdagangan Indonesia Jepang sektor migas dan non migas tahun
2000-2010 (Juta USD)
2. GDP per kapita negara ASEAN Jepang dan non anggota tahun 20082012 (Juta USD)
3. Produk impor Indonesia dari Jepang tahun 2007-2013
4. Impor Indonesia dari negara-negara ASEAN tahun 2007-2013
5. Proses penurunan tariff
6. Trade creation dan trade diversion
7. Kerangka pemikiran
8. GDP per kapita negara ASEAN Jepang dan negara non anggota Tahun
2005-2013

2
3
6
7
11
15
21
40

xi

9. Total perdagangan negara ASEAN Jepang dan negara non anggotam
Tahun 2005-2013
10. FDI negara ASEAN Jepang dan negara non anggota Tahun 2005-2013
11. Konsumsi negara ASEAN Jepang dan negara non anggota Tahun 20052013
12. Plot pertumbuhan ekonomi dan GDP per kapita di negara ASEAN-Jepang
dan non anggota tahun 2005
13. Plot pertumbuhan ekonomi dan GDP per kapita di negara ASEANJepang dan non anggota tahun 2013

40
41
42
44
45

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Hasil olahan data panel statis
Uji Chow
Uji Hausman
Uji normalitas
Uji multikoloniaritas
Hasil olahan GMM two step
Uji arellano bond
Uji sargan
Hasil olah GMM fixed effect
Hasil olah GMM PLS

52
53
53
53
53
54
54
54
55
55

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Free Trade Area (FTA) diatur pada pasal XXIV GATT 1994/ WTO
memberikan rambu-rambu pembentukan wilayah pabean bersama atau pabean
tunggal (customs union) dan FTA. FTA memberikan kontribusi penting terhadap
kemajuan liberalisasi perdagangan bilateral, regional, dan multilateral. Dalam
forum WTO sebagai "the first best choice". FTA regional sebagai "the second
best" dan FTA bilateral sebagai "the third best" bagi negara anggota merupakan
langkah awal (playing field) sebelum memantapkan posisinya pada FTA
multilateral. Pada umumnya, negara anggota mendapatkan kepercayaan diri dalam
negosiasi FTA regional yang kemudian berkembang dalam FTA bilateral dan
akhirnya percaya diri dalam membawa FTA multilateral pada forum WTO
(Kemendag 2011).
ASEAN sebagai salah satu kerjasama integrasi ekonomi, menyediakan sarana
bagi perwujudan kepentingan ketahanan ekonomi bagi negara anggotanya dan
mempunyai peluang yang terbuka untuk dimanfaatkan berkaitan dengan perluasan
jaringan ekonomi yang terorganisasikan melalui program-program ASEAN Free
Trade Area (AFTA). Salah satu kesempatan penting dari perluasan jaringan
ekonomi antar kawasan yang terus meningkat, dengan adanya kerjasama FTA
ASEAN dengan Jepang yaitu ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership
(AJCEP) yang telah berlangsung sejak pada tahun 2002 (ADB 2013).
AJCEP sebagai pintu masuk arus barang yang merupakan peluang yang
penting bagi pembangunan, ketahanan ekonomi, berkaitan dengan kekuatan
ekonomi yang dimiliki Jepang yang dapat memacu petumbuhan ekonomi negara
dalam kawasan ini melalui hubungan bilateral yang lebih erat sehingga dapat
meningkatkan ketahanan ekonomi (ASEAN.org). AJCEP menandai sebuah era baru
bagi kemitraan Indonesia dan Jepang dengan dibentuknya Indonesian-Japan
Economic Partnership (IJEPA), sehingga terjalin hubungan yang lebih erat di
bidang perdagangan melalui kerjasama untuk peningkatan kapasitas, liberalisasi,
promosi dan fasilitasi perdagangan dan investasi antara kedua negara (Kemendag
2011).
Perjanjian IJEPA mencakup berbagai kegiatan ekonomi seperti pengolahan
sumber daya energi dan mineral, goverment purchase, kekayaan intelektual,
kebijakan persaingan usaha, perbaikan lingkungan bisnis, dan promosi kepercayaan
bisnis. Selain itu, IJEPA mencakup capacity building untuk proyek-proyek
kerjasama yang komprehensif berfokus pada kegiatan yang akan meningkatkan
daya saing industri Indonesia, perikanan, pertanian, dan produk kehutanan termasuk
inisiatif bersama untuk lebih meningkatkan daya saing industri manufaktur
Indonesia melalui inisiatif pusat pengembangan industri manufaktur. Ratifikasi
IJEPA tersebut berlangsung pada bulan Juli 2008, Jepang bersama Indonesia
mencoba menyelaraskan serangkaian langkah untuk mewujudkan kesepakatan dari
kerjasama ini (Kemendag 2011). Bisa dilihat pada Gambar 1 pergerakan ekspor,
impor, dan kinerja perdagangan antara Jepang dengan Indonesia.

2

30000
25000

Juta USD

Ekspor
20000
15000

Impor

10000

Trade
Balance

5000
0

Tahun
Sumber : BPS (2010)

Gambar 1 Kinerja perdagangan Indonesia Jepang sektor migas dan nonmigas tahun
2000-2010 (Juta USD)
Neraca perdagangan Indonesia dengan Jepang dalam periode 2000-2010 pada
Gambar 1 terus mengalami surplus. Surplus perdagangan ini disumbangkan oleh
ekspor migas. Ekspor gas alam pada tahun 2000 menyumbang 29.03 persen dari
total ekspor dan minyak mentah menyumbang 14.82 persen. Sementara itu untuk
ekspor nonmigas selalu berfluktuatif namun cenderung defisit. Pada tahun 2000
surplus perdagangan Indonesia dengan Jepang mencapai 9 018 juta USD dan pada
tahun 2007 (sebelum diberlakukannya FTA) meningkat tajam menjadi 17 103 juta
USD (Kemenkeu 2011).
Sejak diberlakukannya FTA pada tahun 2008, surplus perdagangan Indonesia
dengan Jepang cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2008 surplus
perdagangan masih tercatat sebesar 13 003 juta USD dan pada tahun 2010 turun
menjadi 8 816 juta USD. Pada tahun 2010 ekspor Indonesia ke Jepang mengalami
perubahan, apabila sebelumnya gas alam dan minyak menjadi penyumbang terbesar,
sumbangan ekspor kedua komoditi ini mengalami penurunan masing-masing
menjadi 22.84 persen dan 9.91 persen. Sedangkan ekspor biji tembaga meningkat
dari 4.30 persen pada tahun 2000 menjadi 11.16 persen pada tahun 2010.
Sementara itu nilai impor Jepang ke Indonesia pada tahun 2000 nilai impor Jepang
sebesar 1.378 juta USD untuk produk mesin reaktor nuklir, broiler, dan terjadi
peningkatan pada tahun 2008 sebesar 4.241 juta USD, sedangkan impor produk ini
pada tahun 2007 sebesar 2.232 juta USD. Untuk produk kendaraan bermotor impor
Jepang pada tahun 2007 sebesar 0.9507 juta USD, mengalami peningkatan pada
tahun 2008 menjadi 2.7631 juta USD (Kemenkeu 2011).
Kerjasama ini diharapkan dapat memberikan efek positif terhadap
perekonomian masing-masing negara anggotanya. Terdapat harapan bagi negara
yang melakukan kerjasama untuk terciptanya iklim pertumbuhan ekonomi yang
sehat sehingga dapat meningkatkan perekonomian pada masing-masing negara
anggota. Namun apakah masuknya negara-negara maju ini dapat secara efektif
membantu majunya negara berkembang di kawasan ASEAN khususnya Indonesia,
karena kerjasama tersebut juga sekaligus meningkatkan persaingan diantara negara
anggota sendiri. Terdapat kemungkinan peningkatan perekonomian negara-negara

3

anggota terutama negara berkembang dengan kemudahan mobilitas kapital dan
perdagangan antar negara, namun di sisi lain juga kemungkinan dapat
meningkatkan ketimpangan antar negara karena hanya negara maju saja yang dapat
memanfaatkan dengan baik (Mankiw 2007). Bisa dilihat pada pada Gambar 2,
tingkat GDP per kapita negara ASEAN, Jepang dan non anggota.
80000

70000

Juta USD

60000
50000
40000
30000

20000
10000
0
2008

2009

2010
Tahun

2011

2012

Indonesia
Malaysia
Filipina
Brunei Darussalam
Singapura
Kamboja
Laos
Thailand
China
India
Australia
Korea, Rep.
United States
Japan

Sumber: World Bank (2015)

Gambar 2 GDP per kapita negara ASEAN Jepang dan non anggota tahun 20082012 (Juta USD)
Tingkat GDP per kapita berdasarkan Gambar 2 pada tahun 2008-2012 tingkat
GDP per kapita Indonesia mengalami peningkatan, begitupun dengan negaranegara ASEAN dan non anggota. Posisi GDP per kapita pada tahun 2012 yang
paling tinggi adalah Singapura sebesar 36 110.12 juta USD, Brunai Darussalam
sebesar 24 947.10 Juta USD dan yang paling rendah adalah Laos sebesar 706.27
juta USD dan Vietenam sebesar 986.01 juta USD, sedangkan Indonesia sebesar 1
732.18 juta USD. Posisi GDP perkapita Jepang pada tahun 2012 sebesar 36 912.19
juta USD, USA, China, Australia, dan Korea Selatan tingkat GDP per kapita pada
tahun 2012 sebesar 45 038.20 juta USD, 3 344.54 juta USD, 37 225.29 juta USD,
dan 23 303.01 juta USD. Hal ini menunjukan ketimpangan diantara negara ASEAN
Jepang dan non anggota, dengan adanya keterbukaan perdagangan diharapkan akan
meningkatkan GDP per kapita masing-masing negara. Tingkat pertumbuhan per
kapita negara ASEAN diidentifikasikan meningkat karena adanya keterbukaan arus
perdagangan dengan membentuk kerja sama FTA.
Negara maju dengan pendapatan yang tinggi dapat terus menggali dan
mengembangkan teknologi dan inovasi baru yang dapat menyebabkan
perekonomiannya terus mengalami peningkatan, dan bukan menurun seperti yang
disampaikan oleh Solow. Pengembangan teknologi dan inovasi akan dapat
menyebabkan pertumbuhan ekonomi masih dapat mengalami peningkatan dan
bergerak lebih tinggi. Pendapatan yang tinggi memungkinkan negara maju untuk
mengembangkan riset dan teknologi untuk mangatasi dan mencegah penurunan
pada pertumbuhan ekonomi dan perekonomiannya. Jika asumsi Solow ini tidak
terpenuhi pada keadaan nyata dan dengan adanya pengembangan teknologi dan
inovasi di berbagai negara terutama di negara-negara maju, apakah proses
konvergensi yang disampaikan Solow akan dapat terjadi (Mankiw 2007).

4

Analisis proses konvergensi pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan unit analisis kerja sama Indonesia Japan dan negara-negara ASEAN
serta non anggota. Terdiri dari negara-negara dengan karakteristik dan tingkat
pencapaian yang berbeda. Berdasarkan penelitian ini akan dapat dilihat apakah
proses konvergensi yang disampaikan Solow terjadi pada kondisi perekonomian
negara-negara ASEAN, Jepang dan non anggota.
Perumusan Masalah
Integrasi ekonomi kawasan ASEAN melalui ASEAN-Japan Comprehensive
Economic Partnership (AJCEP) bertujuan untuk membentuk kawasan yang
memiliki kestabilan ekonomi, berdaya saing tinggi dan mengurangi kesenjangan
ekonomi antar anggota dengan menghilangkan hambatan perdagangan berupa tarrif,
dan non-tarrif. Integrasi ekonomi AJCEP masih berbentuk FTA akan mendorong
terjadinya integrasi perdagangan antar kawasan dan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi serta mengurangi ketimpangan ekonomi antar negara di kawasan AJCEP.
Penentuan tariff bea masuk, besar tariff yang ditentukan Indonesia lebih
rendah dengan beberapa negara seperti Jepang, China, Thailand, dan beberapa
negara lainnya (Kemendag 2011). Tabel 1 memperlihatkan tariff bea masuk
beberapa negara ASEAN termasuk India, Jepang dan China, sebagai berikut.
Tabel 1 Tariff bea masuk (%)
Kelompok Produk
Produk hewan
Produk susu
Buah, sayur, tanaman
Kopi, teh
Sereal & preparat
Minyak biji, lemak,
minyak
Gula dan permen
Katun
Minuman & tembakau
Produk pertanian lain
Rata-rata produk pertanian
Ikan & produk ikan
Mineral & logam
Petroleum
Bahan kimia
Kayu, kertas, dll.
Textil
Pakaian
Kulit, alas kaki
Mesin non-listrik
Mesin listrik
Peralatan transportasi
Manufaktur, n,e.s.
Rata-rata Produk nonpertanian
Total Rata-rata
Sumber: WTO (2013)

India
31.6
33.8
29.7
56.1
30.8

Vietnam
20.1
21.9
30.6
37.9
27.4

Jepang
13.9
169.3
12.7
15.6
72

Thailand
30.5
22.6
31.5
30.8
21.1

China
14.7
12
14.8
14.7
23.9

Indonesia
4.4
5.5
5.9
8.3
6.1

26.2
34.4
17
70.8
21.9
35.23
29.6
7.4
9
7.9
9.1
14.1
19.9
10.1
7.1
6.9
14.8
8.8

13.4
17.7
6
66.6
7.8
24.94
30.9
10.2
17.5
5.2
17.2
30.4
49.3
19
5.4
12.8
22.2
15.2

12.3
24.5
0
14.4
5.7
34.04
5.5
1
0.6
2.2
0.8
5.5
9.2
12.9
0
0.2
0
1.2

19.3
32
0
44.6
10.4
24.28
13.5
6.2
5.4
3.3
6.9
8.3
30.4
12.1
4.4
7.9
21
10.6

10.6
27.4
22
22.9
11.5
17.45
10.7
7.5
4.5
6.6
4.4
9.6
16
13.4
7.8
8
11.5
11.9

4
11
4
51.8
4.3
10.53
5.8
6.6
0.5
5.3
5
9.3
14.4
9
2.3
5.8
11.6
6.9

12.1
23.1

19.6
22.2

3.3
18.0

10.8
17.3

9.3
13.2

6.9
8.6

5

Tabel 1 menunjukan tariff yang diberlakukan oleh setiap negara ASEAN dan
beberapa negara seperti Jepang, India, dan China. Rata-rata tariff untuk produk
pertanian yang paling tinggi memproteksi produk pertaniannya adalah India, urutan
kedua adalah Jepang sedangkan Indonesia menerapkan tariff yang paling kecil
yakni sebesar 10.53 persen, begitupun dengan produk non-pertanain India
menetapkan tariff yang paling besar dan yang paling rendah adalah Indonesia.
Selain itu tingkat perkembangan perekonomian negara ASEAN-5 ini cukup
homogen dan dominan, terlebih ketika mengingat bahwa total perdagangan
ASEAN-5 mencatat 92 persen dari total volume perdagangan ASEAN-10. Ukuran
PDB dan cadangan internasional juga mencatat angka yang sangat besar yakni 96
persen pada tahun 2008. Singkatnya, potensi negara ASEAN-5 untuk bekerjasama
dengan mengacu pada kesamaan indikator yang ada, memiliki peluang yang sangat
besar dapat mendorong kerjasama ekonomi kawasan yang sukses, dan pada
akhirnya akan memberikan keuntungan bagi negara yang berpartisipasi
sebagaimana halnya negara-negara yang berada di sekitar kawasan ini (Kusuma et
al. 2013).
Berdasarkan data yang diperoleh dari trade map tahun 2015, komoditi impor
utama Indonesia dari Jepang dapat dilihat pada Gambar 3. Produk impor yang
masuk ke Indonesia dari jepang adalah mesin, reaktor nuklir, boiler, kendaraan
bermotor, besi baja, bahan kimia, peralatan elektronik, plastik dan barang plastik,
karet dan barang dari karet, kapal dan other floating structures, dan manmade
staple fibers. Nilai impor tertinggi Indonesia dari Jepang pada tahun 2007 ke tahun
2008 rata-rata produk impor Jepang meningkat secara signifikan rata-rata
peningkatannya mencapai 50 persen untuk setiap produknya. Untuk produk mesin,
reaktor nuklir, dan boiler pada tahun 2007 impornya sebesar 2 232 747 USD, dan
pada tahun 2008 meningkat menjadi 4 240 599 USD. Besar impor untuk produk
kendaraan bermotor pada tahun 2007 sebesar 950 740 USD, pda tahun 2008 impor
kendaraan bermotor sebesar 2 763 142 USD peningkatan yang sangat signifikan
sejak diberlakukannya IJEPA. Sementara untuk produk–produk impor lainnya
seperti produk elektronik besar impor pada tahun 2007 sebesar 488 616 USD,
sedangkan pada tahun 2008 terjadi peningkatan yang signifikan menjadi 1 984 110
USD.
Krisis ekonomi dunia akhir tahun 2008 sangat mempengaruhi impor
Indonesia dari Jepang sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 3. Penurunan impor
Indonesia dari Jepang secara drastis terjadi sejak periode November 2008 hingga
September 2010 akibat krisis, dan baru kembali normal sejak Oktober 2010. Produk
impor jepang seperti mesin, reaktor nuklir dan boiler pada tahun 2008 sebesar 4 240
599 USD turun menjadi 2 731 975 USD pada tahun 2009, begitupun untuk produkproduk lain semua mengalami penurunan pada tahun ini, namun pada tahun 2010
mengalami peningkatan lagi yang menandakan sudah stabilnya perekonomian
dunia.

6

Sumber: Trade Map (2015)

Gambar 3 Produk impor Indonesia dari Jepang tahun 2007-2013
Berdasarkan data yang diperoleh dari trade map tahun 2015, komoditi impor
utama Indonesia dari negara-negara ASEAN dapat dilihat pada Gambar 4. Produk
impor yang masuk ke Indonesia dari negara-negara ASEAN adalah mesin, reaktor
nuklir, boiler, barang-barang elektronik, barang-barang dari plastik, kendaraan
bermotor kecuali kereta api, bahan kimia organik, besi baja, gula, optical, photo,
dan bahan-bahan medis. Untuk produk mesin, reaktor nuklir, dan boiler pada tahun
2007 impornya sebesar 1 869 218 USD, dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 4
405 224 USD. Besar impor untuk produk produk elektronik besar impor pada tahun
2007 sebesar 613 651 USD, pada tahun 2008 terjadi peningkatan yang signifikan
yang mana nilai impornya menjadi 3 875 230 USD. Sementara untuk produk–
produk impor lainnya seperti produk kendaraan bermotor pada tahun 2007 nilai
impor sebesar 1 114 968 USD, pada tahun 2008 impor kendaraan bermotor
meningkat sebesar 2 478 188 USD. Bisa dilihat pada Gambar 4. Impor Indonesia
dari Jepang sebagai berikut.
Krisis ekonomi dunia akhir tahun 2008 sangat mempengaruhi impor
Indonesia dari negara ASEAN sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 4.
Penurunan impor Indonesia dari ASEAN tidak terlalu besar jika dibandingkan
dengan penurunan impor Indonesia dari Jepang, dan baru kembali normal sejak
Oktober 2010. Produk impor jepang seperti mesin, reaktor nuklir dan boiler pada
tahun 2008 sebesar 4 405 224 USD turun menjadi 3 597 404 USD pada tahun 2009
dan pada tahun 2010 terjadi peningkatan kembali sebesar 4 163 924 USD,
begitupun untuk produk-produk lain semua mengalami penurunan pada tahun ini,
namun pada tahun 2010 mengalami peningkatan lagi yang menandakan sudah
stabilnya perekonomian dunia.

7

Sumber: Trade Map (2015)

Gambar 4 Impor Indonesia dari negara-negara ASEAN tahun 2007-2013
Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa terjadi perbedaan jumlah impor dari
ASEAN dan Jepang ke pasar Indonesia yang beredar dan dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia. Hal ini dapat mempengaruhi perkembangan sektor
perdagangan dan memicu terjadinya trade creation dan atau memicu terjadinya
trade diversion antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN-Jepang sebagai
dampak dari pembentukan integrasi ekonomi.
Dampak ekonomi dari FTA dapat dibagi dalam dampak statis dan dampak
dinamis. Dalam dampak statis dengan adanya penurunan tariff standar atas efisiensi
alokasi sumber daya, dan dampak dinamis, di mana produktivitas yang lebih tinggi
dan akumulasi modal berdampak pada pertumbuhan ekonomi (Salvatore 1996).
Dampak statis adalah penciptaan perdagangan dan mengurangi pembelokan
(diversion). Mengurangi atau penghapusan hambatan perdagangan antara pihakpihak yang mengadakan persetujuan FTA yang akan merubah harga barang-barang
dan jasa yang diperdagangkan, pada gilirannya berpengaruh pada volume
perdagangan dan kesejahteraan ekonomi kedua negara. Penghapusan hambatan
perdagangan berarti terjadinya perluasan perdagangan yang dilakukan antara pihak
bersangkutan, dengan menggerakkan konsumen dalam negara yang mengimpor
barang dan jasa dengan harga lebih murah, dan di pihak produsen negara
pengekspor memperoleh laba sebagai hasil ekspor yang lebih besar. Secara teoritis
kemakmuran kedua negara dengan adanya FTA akan semakin membaik (improving
the economic welfare).
Indonesia selaku anggota yang melakukan kesepakatan perdagangan dengan
ASEAN dan Jepang dengan mengurangi dan pengahapusan tariff, oleh karena itu
bahwa peniadaan hambatan sebagai akibat FTA tidak serta merta membawa
dampak untuk Indonesia. Dampak FTA juga pada pertumbuhan ekonomi kedua
belah pihak melalui tahapan peningkatan produktivitas yang mencakup perluasan
pasar, peningkatan daya saing, alih teknologi disertai inovasi teknologi (Kemendag
2011).

8

Trade creation (penciptaan perdagangan) terjadi ketika beberapa produk yang
produksi dalam negeri digantikan oleh produk impor dengan biaya produksi yang
relatif lebih murah yang mana produknya berasal dari negara anggota, maka dengan
adanya kegiatan ini maka akan meningkat kesejahteraan negara-negara tersebut
(Salvatore 1996). Dalam trade diversion, hal ini terjadi ketika barang impor dengan
biaya yang lebih rendah dari luar serikat atau non anggota digantikan oleh barang
impor dengan biaya yang lebih tinggi dari negara anggota, dengan sendirinya hal
ini akan mengurangi kesejahteraan (Salvatore 1996). Pengalihan ini akan
menghasilkan penambahan biaya dan dapat mengurangi pendapatan suatu negara.
Khususnya Indonesia untuk mengantisipasi banyaknya produk impor yang
masuk ke pasar Indonesia dari hasil kesepakatan ini, ditambah juga pemerintah
telah membuat suatu kebijakan yang berkenaan dengan tariff bea masuk dalam
IJEPA yang tertuang dalam peraturan menteri keuangan (PMK) No.
95/PMK.011/2008 tentang penetapan tariff bea masuk dalam rangka persetujuan
antara Indonesia dengan Jepang mengenai suatu kemitraan ekonomi. Peraturan
Menteri Keuangan telah disesuaikan dengan kesepakatan yang diperoleh saat
IJEPA terbentuk (Kemenkeu 2011). Untuk mengetahui dampak FTA terhadap arus
impor Indonesia setelah diberlakukan kerjasama Indonesia dengan Jepang maka
perlu dilakukan suatu kajian atau penelitian yang mengidentifikasi dampak yang
dimaksud. Oleh karena itu berdasarkan uraian diatas dapat ditarik permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini.
a. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi impor negara ASEAN-Jepang
dan non anggota dari kesepakatan ASEAN-Japan Comprehensive Economic
Partnership (AJCEP)?
b. Apakah akan terjadi trade creation dan trade diversion dari perjanjian
ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) antara
negara ASEAN-Jepang dengan negara non anggota?
c. Apakah terjadi konvergensi pertumbuhan ekonomi dari kesepakatan
ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) antara
dengan negara ASEAN-Jepang dengan non anggota?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang berjudul Analisis Dampak ASEAN-Japan
Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) terhadap arus Perdagangan dan
Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi adalah:
a. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor negara ASEANJepang dan non anggota dari kesepakatan ASEAN-Japan Comprehensive
Economic Partnership (AJCEP).
b. Menganalisis terjadinya trade creation dan trade diversion dari perjanjian
ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) antara
negara ASEAN-Jepang dengan negara non anggota.
c. Menganalisis terjadinya konvergensi pertumbuhan ekonomi dari
kesepakatan ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP)
negara ASEAN-Jepang dengan non anggota.

9

Manfaat Penelitian
Secara umum manfaat dari penelitian mengenai analisis dampak ASEANJapan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) terhadap arus perdagangan
dan konvergensi pertumbuhan ekonomi antara lain:
a. Bagi pemerintah selaku pengambil keputusan, penelitian ini diharapkan
dapat menjadi bahan evaluasi dan dasar pengambilan kebijakan ekonomi
dalam merencanakan strategi pembangunan yang bertujuan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penguatan peningkatan arus
perdagangan dengan mekanisme integrasi ekonomi antar negara.
b. Bagi akademisi dan peneliti berikutnya, penelitian ini diharapkan mampu
menjadi acuan dan sumber referensi untuk penelitian lebih mendalam
mengenai konsep creasi perdagangan dengan kebijakan dalam
perdagangan internasional
c. Bagi pembaca, penelitian mampu membuka wawasan makro pembaca
serta dapat menambah pengetahuan mengenai kebijakan perdagangan
yang melihat trade cration dan trade diversion dan konvergensi
pertumbuhan ekonomi.
d. Bagi penulis, melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi sasaran
penerapan dan peningkatan pemahaman terhadap ilmu pengetahuan dan
wawasan di bidang ekonomi yang selama ini di pelajari oleh penulis.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya mengenai analisis dampak
ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) terhadap arus
perdagangan dan konvergensi pertumbuhan ekonomi yaitu: Indonesia, Malaysia,
Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Laos, Brunei Darusalam, Jepang dan
negara non anggota seperti Korea Selatan, Amerika, Australia, dan China pada
tahun 2000 sampai tahun 2013. Selain itu variabel yang digunakan adalah nilai
impor, GDP, populasi, dummy FTA, dan jarak negara, GDP perkapita, foreign
direct investment, household final consumption expenditure, total perdagangan.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Integrasi Ekonomi
Integrasi ekonomi adalah integrasi ekonomi regional yang terjadi saat
beberapa negara membentuk sebuah pakta perdagangan bebas yang tujuannya
membuka akses perdagangan seluas mungkin satu sama lain. Makna integrasi
regional ke sebuah pemahaman mendalam tentang perdagangan internasional lebih
dari sekedar penghapusan tariff impor dan kuota untuk menghilangkan segmentasi
pasar dengan menyerukan totalitas integrasi kedalam ranah yang lebih tinggi
(Venables dan Anthony 2000).
Kompetisi antar para pelaku pasar akan menyebabkan penurunan harga untuk
barang dan jasa yang sejenis, dengan demikian bisa meningkatkan kualitas dan
memperbanyak pilihan bagi konsumen pada wilayah yang terintegrasi. Ada

10

beberapa bentuk integrasi (El-Agraa dan Ali 1997), akan tetapi inti dari integrasi
sendiri adalah penghapusan diskriminasi hambatan perdagangan antara, paling
tidak, dua negara yang berpartisipasi dan tawaran beberapa bentuk kerjasama dan
koordinasi antar negara-negara yang berpartisipasi. Tabel 2 dibawah ini
menjelaskan tahapan-tahapan integrasi ekonomi, sebagai berikut:
Tabel 2 Tahapan integrasi ekonomi
Jenis
Free Custom Penyatuan Penyatuan
Trade Union
Pasar
Secara
Area
Ekonomi
Kebijakan
Penghapusan
tariff dan kuota
Pemberlakuan
tariff bersama
untuk nonanggota
Mobilitas faktor
produksi
Harmonisasi
Kebijakan
Ekonomi
Penyatuan dalam
Kebijakan
Ekonomi



Penyatuan Secara
Ekonomi dan
dikuatkan dengan
komitmen politik




























Sumber: El-Agraa dan Ali (1997)

Negara anggota perdagangan bebas menghapus semua hambatan perdagangan
satu sama lain, akan tetapi setiap negara memiliki hak untuk menentukan jenis
kebijakan yang akan diterapkan untuk negara yang tidak berpartisipasi dalam
perdagangan bebas. Perjanjian tersebut termasuk penghapusan hambatan tariff dan
non-tariff perdagangan seperti kuota dan subsidi. Inti dari komitmen perdagangan
bebas adalah hanya komoditas tertentu saja dari negara anggota yang tariffnya
dihapus. Contoh perjanjian perdagangan bebas antara lain European Free Trade
Association (EFTA), yang mencakup Inggris, Austria, Denmark, Norwegia,
Portugal, Swedia, Swiss dan Finlandia serta North American Free Trade Area
(NAFTA) yang dibentuk oleh Amerika Serikat, Kanada dan Mexico 1993 (ElAgraa dan Ali 1997).
Penyatuan ekonomi merupakan penyatuan pasar yang melibatkan
terintegrasinya kebijakan moneter dan fiskalnya antar anggota dimana kebijakan
moneter diatur oleh bank sentral yang dibentuk sendiri seperti Bank Sentral Eropa
dan berhak mengeluarkan mata uang tunggal yang bernama Euro. Keberadaan
suatu otoritas sentral seperti Bank Sentral Eropa dianggap sebagai bentuk integrasi
ekonomi paling maju yang pernah ada. Sehingga tahapan selanjutnya adalah
penyatuan ekonomi yang diperkuat dengan komitmen politik dengan menghadirkan
dewan parlemen bersama. Uni eropa telah melangkah ke tahapan tertinggi ini.
european economic community membentuk sebuah custom union bukan FTA. Hal

11

ini berbeda dengan NAFTA yang dimulai dengan strategi FTA. Tahapan ini
merupakan integrasi ekonomi yang menjelaskan sistematika konsep untuk
membangun sebuah integrasi ekonomi yang sebenarnya (El-Agraa dan Ali 1997).
Pembentukan FTA merupakan upaya beberapa negara dalam melakukan
integrasi ekonomi di dunia perdagangan internasional. Menurut Salvatore (1996),
integrasi ekonomi adalah suatu kebijakan komersial yang secara diskriminatif
mengurangi atau bahkan menghapus hambatan-hambatan perdagangan hanya
kepada para negara anggota. Kesepakatan penurunan atau penghapusan hambatan
perdagangan hanya akan berlaku bagi negara-negara yang saling sepakat dan tidak
berlaku atau diterapkan bagi negara-negara di luar itu. Secara grafis kegiatan
perdagangan internasional yang telah melakukan penurunan tariff sebagai
konsekuensi dari pembentukan FTA dapat dijelaskan melalui Gambar 5, sebagai
berikut:
P

Sa

P

P
Sb

XS
Pw+t
Pw-t

Pw+t
Pa
Pw

Pw
Pb
Pw+t

Pw

Da
Qa’QaQb Qb’

Q

Indonesia (Importir)

MD
QtQw-tQw

Pasar Dunia

Q

Db
Qc’QcQdQd’

Q

ASEAN-Jepang (Eksportir)

Sumber : Krugman dan Obstfeld (2005)

Gambar 5 Proses penurunan tariff
Keterangan:
Pw
= Harga dunia
Pw + t
= Harga barang impor dikenakan tariff
Qa - Qb = Jumlah barang impor yang telah terkena tariff di Indonesia
Qa’ - Qb ’ = Jumlah barang impor setelah penurunan tariff di Indonesia
Pa
= Harga barang impor di Indonesia setelah penurunan tariff
Pb
= Harga barang di ASEAN-Jepang setelah penurunan tariff
Pw – t
= Harga keseimbangan dunia setelah penurunan tariff
Qc – Qd = Jumlah barang ekspor yang telah terkena tariff di ASEAN-Jepang
Qc’ – Qd’ = Jumlah barang ekspor setelah penurunan tariff di ASEAN-Jepang
Gambar 5 menjelaskan bahwa harga dunia yang berlaku di pasar Indonesia,
pasar internasional maupun pasar ASEAN-Jepang adalah sebesar P w. Ketika
barang-barang yang berasal dari ASEAN-Jepang masuk ke pasar Indonesia,
pemerintah Indonesia memberlakukan harga impor yang sudah dikenakan tariff
sebesar Pw+t dan jumlah barang-barang impor tersebut sebesar Qa -Qb , serta jumlah
barang-barang ekspor di ASEAN-Jepang yang terkena tariff sebesar Qc -Qd . Untuk
mengantisipasi diberlakukannya tariff pada barang-barang impor, negara dalam

12

kawasan ini melakukan kesepakat untuk membentuk suatu kawasan perdagangan
bebas (FTA). Setelah FTA terbentuk, negara-negara anggota memberlakukan
penurunan tariff sesuai kesepakatan terhadap barang-barang impor yang masuk ke
negara-negaranya.
Hal ini juga dilakukan Indonesia terhadap barang-barang impor yang beredar
di pasar Indonesia. Jika tariff diturunkan oleh pemerintah Indonesia, maka hal ini
akan berdampak pada jumlah barang-barang impor yang akan meningkat sebesar
Qa’-Qb’ dan harga akan berubah dari P w+t menjadi Pa. Kemudian, barang ekspor
dari ASEAN-Jepang juga akan meningkat sebesar Qc’-Qd’ dan harga barang-barang
tersebut berubah dari P w+t menjadi Pb.
Liberalisasi Perdagangan
Liberalisasi perdagangan merupakan aktivitas perdagangan yang tercermin
dari kegiatan ekspor dan impor dengan mengurangi atau menghilangkan hambatan
perdagangan berupa tariff dan non tariff, yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
GDP (Gross Domestik Product). Baik negara domestik maupun internasional, para
pelaku ekonomi yang melakukan perdagangan memiliki tujuan untuk memperoleh
keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya (Krugman dan Obstfeld
2005). Selain motif mencari keuntungan, mengungkapkan beberapa alasan utama
terjadinya perdagangan:
 Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain.
 Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai
skala ekonomi (economies of scale).
GDP sering digunakan sebagai indikator dalam menentukan arah
pembangunan. GDP sendiri mengandung pengertian sebagai pendapatan yang
diterima oleh sebuah negara yang diukur berdasarkan nilai total barang dan jasa
yang diproduksi negara tersebut. Barang dan jasa atau output yang dihasilkan suatu
negara secara tidak langsung mempengaruhi jumlah penawaran. Semakin banyak
jumlah yang diproduksi, maka penawaran ekspor suatu negara juga meningkat.
Jumlah komoditas yang diproduksi tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan
atau kapasitas supplier (dalam hal ini adalah negara) dalam memproduksi output
(Mankiw 2007).
GDP merupakan faktor penting dalam penawaran ekspor. Hal ini terkait
dengan meningkatnya GDP maka pembayaran untuk tenaga kerja dan modal akan
meningkat sehingga akan mendorong produktivitas dari tenaga kerja dan modal
tersebut. Peningkatan produktivitas ini diharapkan dapat meningkatkan produksi
barang dan jasa sehingga output nasional akan meningkat.
Perdagangan barang dan jasa internasional terbangun oleh adanya perbedaan
sumber daya dan kemampuan tenaga kerja antar negara dan dikarenakan pilihan
konsumen berbeda antara satu negara dengan yang lainnya. Model Ricardo
mengemukakan bahwa sebuah negara dapat memperoleh keuntungan dari
perdagangan tersebut walaupun negara lain memiliki kemampuan penuh untuk
memproduksi seluruh barang dan jasa. Pemusatan produksi barang di negara yang
relatif efisien untuk melakukannya, serta mengimpor produk-produk tersebut oleh
negara yang tidak cukup efisien untuk memproduksinya sendiri, dapat
meningkatkan pendapatan nasional. Hal ini juga berlaku untuk negara yang tidak
cukup efisien dalam memproduksi seluruh produk. Dengan kata lain, keunggulan

13

atas dasar efisiensi membuat sebuah negara memiliki keunggulan komparatif
(Krugman dan Obstfeld 2005). Tekanan kompetitif akibat dari kehadiran perdangan
bebas menghasilkan efisiensi yang lebih besar, produktifitas yang lebih besar, dan
kelayakan hidup yang lebih tinggi. Di sisi lain, penyesuaian biaya sangat diperlukan
untuk menghapus hambatan bagi perdagangan bebas. Ini merupakan bagian dari
proses untuk memperoleh keuntungan dalam jangka pendek maupun dalam jangka
panjang (Dodge 2003).
Trade Creation dan Trade Diversion
Dalam trade creation (penciptaan perdagangan) terjadi ketika beberapa
produk yang di produksi didalam negeri atau impor dari negara non anggota dengan
biaya yang tinggi digantikan oleh produk yang diproduksi dari negara serikat atau
pabean dengan biaya yang lebih rendah, maka hal ini akan meningkatkan
kesejahteraan (Salvatore 1996). Trade diversion, terjadi ketika impor dari luar
serikat atau non anggota dengan biaya yang lebih rendah digantikan oleh produk
dari negara anggota yang diproduksi dengan biaya yang lebih tinggi, dengan
sendirinya hal ini akan mengurangi kesejahteraan (Salvatore 1996) atau terjadi
pengalihan perdagangan dari eksportir yang lebih efisien kepada eksportir yang
kurang efisien dari negara anggota FTA sebagai akibat pembentukan free trade
area atau customs union (Markusen et al. 1995).
Ilustrasi terjadinya trade creation dan trade diversion dapat dilihat melalui
Gambar 6 yang menjelaskan tentang keadaan perdagangan Indonesia dengan
negara-negara ASEAN-Jepang dan empat negara pengimpor utama Indonesia,
Gambar 6 menunjukkan analisis perdagangan barang di Indonesia yang dilindungi
oleh kebijakan tariff sebesar S ROW with tarrif yang merupakan kurva penawaran
yang elastis sempurna, dengan tingkat harga sebesar (Pra IJEPA P), pada tingkat
harga tersebut tingkat konsumsi Indonesia sebesar Qd, sedangkan produksi
domestik sebesar Qs, maka total impor Indonesia sebesar (Qd-Qs) dari negara lain
yang merupakan non anggota. Adanya tarifff ini dapat meningkatkan penerimaan
pemerintah dari pengenaan tarifff yakni sebesar bidang (BCFG) (Salvatore 1996).
Pada saat tariff dihilangkan dengan dibentuknya kerjasama FTA ini maka
produk-produk impor dari negara ASEAN dan Jepang akan menggantikan produkproduk yang berasal dari rest of the world (empat pengimpor utama Indonesia).
Sehingga harga duty-free negara ASEAN dan Jepang lebih rendah dibandingkan
dengan harga tarifff-inclusive dunia, maka permintaan produk impor meningkat dan
produksi domestik Indonesia menurun. Tingkat konsumsi Indonesia meningkat
menjadi (Qd’) sedangkan tingkat produksi domestik turun menjadi (Qs’), dengan
adanya kerjasama ini maka impor dari ASEAN-Jepang menjadi meningkat, yang
ditunjukkan dari (Qd’-Qs’). Dalam kasus ini pemerintah Indonesia tidak
memperoleh pendapatan tambahan dari tariff. Namun kesejahteraan Indonesia akan
meningkat yang disebabkan adanya transfer keuntungan yang disebabkan
dibentuknya FTA ini nilai nya sebesar bidang (BCFG), namun disisi lain adanya
penurunan surplus produsen yakni sebesar bidang (ABDE). Namun dengan adanya
FTA ini adanya keuntungan neto setara dengan penjumlahan bidang segitiga (BEF)
dan (CGH), keuntungan ini merupakan keuntungan statis dengan dibentuknya FTA.
Segitiga (BEF) pada Gambar 6 merupakan komponen produksi yang menjadi
bagian dari keuntungan berupa peningkatan kesejahteraan yang bersumber dari

14

trade creation dengan dibentuknya FTA. Secara lebih spesifik segitiga ini terbentuk
berkat bergesernya produksi sebesar Qs dari produsen domestik yang kurang efisien
di Indonesia dengan tingkat biaya sebesar (Qs Qs’ BE) kepada produsen di negaranegara ASEAN dan Jepang yang lebih efisien dengan biaya produksi sebesar
(QsQs’ FB). Sedangkan segitiga (CGH) terbentuk karena adanya trade creation
yang disebabkan di adakannya FTA, peningkatan permintaan dari Qd ke Qd’
dengan tingkat harga yang lebih rendah. Pada tingkat konsumsi seperti ini
Indonesia memperoleh keuntungan sebesar (Qd Qd’ HC) dengan pembelian sebesar
(Qd Qd’ GH) (Salvatore 1996).
Trade diversion merupakan efek dari adanya FTA yang dapat mengubah
volume perdagangan yang sedang berlangsung sehingga dapat meningkatkan atau
menurunkan kesejahteraan itu sendiri tergantung pada mana yang lebih unggul
antara dua kekuatan yang dimunculkan oleh pembentukan FTA tersebut trade
creation atau trade diversion. Kesejahteraan negara non anggota pada jangka
pendek kemungkinan besar menurun karena pendayagunaan faktor-faktor produksi
dalam perekonomian menurun karena permintaan barang impor menurun sehingga
secara keseluruhan menjadi kurang efisien. Hal tersebut dapat terus terjadi jika
volume perdagangan negara non anggota tidak membaik. Jika FTA menimbulkan
efek trade creation, maka yang dapat memetik keuntungan adalah negara anggota
dan juga negara non anggota. Sebaliknya jika terjadi tarde diversion negara anggota
bisa saja untung dan bisa saja rugi, namun negara luar anggota dipastikan akan
merugi (Salvatore 1996).
Dampak trade diversion yang di sebebkan oleh FTA bisa dilihat pada Gambar
6. Dalam Gambar 6 tersebut memperlihatkan bahwasanya dengan adanya
kerjasama Indonesia dengan Jepang dan negara-negara ASEAN, impor telah
merubah arah perdagangan dari produsen negara non anggota yang merupakan
negara impor utama Indonesia (China, USA, Australia, dan Korea Selatan) dengan
harga produk yang rendah ke negara anggota yang harga produknya tinggi. Dengan
penghapusan tariff membuat produk dari negara anggota yang harga sesungguhnya
mahal terlihat lebih murah, dan sebaliknya harga barang impor dari negara non
anggota yang sesungguhnya murah terlihat lebih mahal dengan adanya tariff
tersebut.
Kerugian yang dialami oleh Indonesia dengan tidak adanya penerimaan tariff
yakni sebesar bidang (FLMG) sedangkan keuntungan yang diperoleh dari FTA ini
adalah dengan hilangnya bidang (BEF) dan (CGH), trade diversion ini muncul
ketika penerimaan tariff pemerintah dari negara non anggota lebih besar di
bandingkan penigkatan kesejahteraan yang muncul dari pergeseran produksi dan
pergeseran konsumsi disebabkan oleh FTA (Salvatore 1996).

15

Sumber: Salvatore (1996)

Gambar 6 Trade Creation dan Trade Diversion
Dalam kasus lainnya dimana Inggris setelah mengikuti kerangka kesepakatan
tariff bersama dengan Uni Eropa. Sebelum kesepakatan tersebut terjadi, Inggris
mengimpor daging domba dari Selandia Baru sebagai produsen daging domba
termurah. Namun setelah kesepakatan tariff dengan Uni Eropa ditandatangani,
mengimpor daging domba dari Selandia Baru menjadi lebih mahal dibandingkan
mengimpor daging domba dari Perancis. Dengan demikian kesepakatan tariff
tersebut menyebabkan pengalihan perdagangan dari Selandia Baru ke Inggris
menjadi Prancis ke Inggris. Prancis memperoleh keuntungan dari impor yang
dilakukan Inggris terhadap daging dombanya, sedangkan Inggris memperoleh
keuntungan dapat mengimpor daging domba lebih murah dari Prancis dari impor
sebelumnya dengan Selandia Baru. Kedua negara yang terikat dalam kesepakatan
free trade memperoleh dampak positif dengan meningkatnya volume dan nilai
perdagangan antar kedua negara (Suranovic 2012).
Trade creation maupun trade diversion akan menciptakan peningkatan
volume dan nilai perdagangan, meningkatkan lapangan kerja di sektor produksi,
meningkatkan pemasukan pajak dan tingkat kesejahteraan agregat antar kedua
negara yang tergabung dalam free trade area tersebut (Salvatore 1996).
Teori Perdagangan International
Teori yang mendasari terjadinya perdagangan internasional diantaranya teori
yang diperkenal