Dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara Asean+3

(1)

DAMPAK KETERBUKAAN PERDAGANGAN TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI DI NEGARA-NEGARA

ASEAN+3

TRI PURWANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Dampak Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara ASEAN+3” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2011

Tri Purwanto H151090264


(3)

ABSTRACT

TRI PURWANTO. Impact of Trade Openness On Economic Growth In ASEAN+3 Countries. Under direction of DEDI BUDIMAN HAKIM and NOER AZAM ACHSANI.

Openness increases the integration of world goods and capital markets, contributing to potential gains in growth and welfare. Openness promotes the efficient allocation of resources through comparative advantage, allows the dissemination of knowledge and technological progress, and encourages competition in domestic and international markets. This study examines the impact of trade openness on economic growth in ASEAN+3 countries over the period of 1999-2008. This study then presents cross-country, panel data evidence on how the growth effect of openness may depend on a variety of structural characteristics. For this purpose, the empirical section used regression that interacts a proxy of trade openness with foreign direct investment, financial depth, inflation, public infrastructure, educational level, technological progress, and number of employment. The study found that trade openness have a positive impact on economic growth in this region over this period, specially in developed contries group i.e. Singapore, Japan, and South Korea. This positive impact can be significantly improved if some complementary reforms are undertaken.


(4)

RINGKASAN

TRI PURWANTO. Dampak Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara ASEAN+3. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM dan NOER AZAM ACHSANI.

Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun keterbukaan di sektor finansial (financial openness). Keterbukaan ekonomi menggambarkan semakin hilangnya hambatan dalam melakukan perdagangan, baik berupa tarif maupun non-tarif, dan semakin lancarnya mobilitas modal antarnegara. Secara teori keterbukaan ekonomi memberi keuntungan bagi semua negara yang terlibat di dalamnya. Keuntungan dari keterbukaan perdagangan diantaranya berupa pembukaan akses pasar yang lebih luas, pencapaian tingkat efisiensi dan daya saing ekonomi yang lebih tinggi, serta peluang penyerapan tenaga kerja yang lebih besar. Keterbukaan di sektor finansial dapat mendorong masuknya modal asing (capital inflow), serta mempercepat terjadinya akumulasi modal dan transfer teknologi.

Berbagai perjanjian ekonomi, baik bilateral maupun regional, disepakati untuk meningkatkan kesiapan negara-negara anggotanya dalam menghadapi persaingan di tingkat global. Kerjasama regional ASEAN+3 yang dipelopori oleh negara-negara ASEAN ditambah China, Jepang, dan Korea Selatan dimaksudkan untuk menjadikan kawasan ini sebagai kutub baru pertumbuhan dunia, selain European Union (EU) di Benua Eropa dan North American Free Trade Area (NAFTA) di Kawasan Amerika Utara.

Capaian pertumbuhan ekonomi yang bervariasi antarnegara ASEAN+3 dalam kaitannya dengan liberalisasi perdagangan tidak terlepas dari tingkat kesiapan dan kekuatan masing-masing negara dalam menghadapi persaingan global. Penelitian ini bertujuan untuk: (i) menganalisis dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3; (ii) menganalisis interaksi antara keterbukaan perdagangan dengan faktor-faktor pendukungnya dalam memengaruhi pertumbuhan ekonomi; dan (iii) merumuskan implikasi kebijakan berdasarkan hasil penelitian.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari World Bank, IMF, UNESCO, Badan Pusat Statistik (BPS), dan sumber-sumber lainnya. Cakupan penelitian meliputi delapan negara ASEAN+3 yakni Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand, China, Jepang, dan Korea Selatan dengan menggunakan data tahunan dari 1999 hingga 2008. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode data panel statis dan data panel dinamis. Spesifikasi model penelitian merujuk pada model yang dipakai oleh Chen dan Gupta (2006) serta Chang et al. (2009), selanjutnya dilakukan penyesuaian dan penambahan beberapa variabel.

Berdasarkan pengujian pada ketiga model data panel statis yakni pooled least square (PLS), fixed effect model (FEM), dan random effect model (REM) diperoleh hasil bahwa metode FEM lebih baik dibandingkan dengan dua metode lainnya. Sementara itu, pengujian pada model data panel dinamis menggunakan uji Sargan dan statistik Arrelano-Bond m1 dan m2 tidak menghasilkan suatu


(5)

metode estimasi yang memiliki validitas instrumen sekaligus konsistensi sesuai harapan. Penggunaan metode FD-GMM menghasilkan estimasi yang valid namun tidak memiliki konsistensi yang baik pada statistik m1, sedangkan penggunaan metode Sys-GMM menghasilkan estimasi yang tidak valid.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa keterbukaan perdagangan memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 selama kurun waktu 1999-2008. Kontribusi positif keterbukaan perdagangan pada perekonomian terlihat dari arus pertukaran barang dan jasa yang semakin lancar dan tren ekspor neto yang semakin meningkat. Dampak positif keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi lebih besar di kelompok negara sudah maju (kelompok NSM) seperti Singapura, Jepang, dan Korea Selatan dibandingkan dengan di kelompok negara sedang berkembang (kelompok NSB). Hal ini menunjukkan bahwa negara-negara yang sudah maju memiliki tingkat kesiapan yang lebih baik dalam menghadapi persaingan global, khususnya dalam hal permodalan, infrastruktur, penguasaan teknologi, dan kualitas modal manusia.

Dampak positif keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi akan bertambah besar apabila diikuti oleh penanaman modal asing (PMA), penyaluran kredit domestik oleh sektor perbankan, ketersediaan infrastruktur listrik, serta kondisi perekonomian dan harga-harga yang prospektif untuk kegiatan ekonomi. Dampak positif keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi berkurang ketika disertai oleh peningkatan jumlah pekerja dan mahasiswa perguruan tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa peningkatan keterbukaan di negara-negara ASEAN+3 tidak banyak menyerap tenaga kerja, khususnya di kelompok NSB seperti Indonesia dan Philipina.

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa implikasi kebijakan dapat diterapkan oleh negara-negara ASEAN+3 yaitu:

1. Mengembangkan industri-industri yang menyerap banyak tenaga kerja (labour intensive industry) terutama di negara-negara berkembang (kelompok NSB) yang memiliki jumlah tenaga kerja relatif melimpah seperti Indonesia, Philipina, dan China. Cara yang dapat ditempuh antara lain dengan meningkatkan akses usaha kecil dan menengah (UKM) kepada kredit perbankan dan infrastruktur publik, yaitu melalui: (i) penerapan suku bunga yang lebih rendah (subsidi bunga pinjaman); (ii) penjaminan agunan oleh pemerintah; (iii) relaksasi peraturan bank sentral dalam pemberian kredit usaha; dan (iv) pemberian insentif ekonomi untuk mengakses infrastruktur, khususnya energi.

2. Mengembangkan perekonomian yang berbasis pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (knowledge based economy) khususnya di negara-negara maju (kelompok NSM). Cara yang dapat dilakukan adalah mendorong kegiatan riset dan pengembangan yang lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan industri (link and match), serta menyediakan kualitas modal manusia yang terampil dan kreatif, yaitu melalui: (i) pemberian insentif kepada peneliti dan lembaga-lembaga riset, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun pihak swasta; (ii) penjaminan hak paten dan hak atas kekayaan intelektual lainnya; (iii) peningkatan kualitas modal manusia yang didukung oleh kerjasama antara lembaga akademik dengan industri.


(6)

©Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

DAMPAK KETERBUKAAN PERDAGANGAN TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI DI NEGARA-NEGARA

ASEAN+3

TRI PURWANTO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(8)

Judul Tesis : Dampak Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara ASEAN+3

Nama : Tri Purwanto NRP : H151090264

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Dr. Ir. Noer Azam Achsani, M.S.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M. Sc, Agr.


(9)

(10)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis dengan judul “Dampak Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara ASEAN+3” dapat terselesaikan dengan baik. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Strata-2 dan memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) dari Program Studi Ilmu Ekonomi di Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Noer Azam Achsani, M.S. selaku anggota komisi pembimbing atas arahan dan masukannya dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih selanjutnya penulis sampaikan kepada Dr. Budiasih (penguji luar komisi), Dr. Wiwiek Rindayati (perwakilan Program Studi Ilmu Ekonomi), dosen pengajar, pengelola program studi, serta teman-teman BPS batch-2.

Secara khusus, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala Badan Pusat Statistik, Kepala Pusdiklat, dan Inspektur BPS-RI atas kesempatan dan dukungan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Institut Pertanian Bogor. Selanjutnya, penulis menyampaikan terima kasih yang tak terkira kepada kedua orang tua, Sri Wahyuni (istri), Ikhlas H. Muttaqin (anak pertama), Aisyah A. Rosyida (anak kedua), Fathiya S. Hafizha (anak ketiga), dan seluruh keluarga besar atas dukungan yang luar biasa, berupa moril dan materiil dari awal perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya dibutuhkan saran dan masukan yang konstruktif untuk perbaikan dan penyempurnaannya. Akhirnya, besar harapan penulis agar tesis ini dapat bermanfaat luas serta memberi kontribusi positif bagi dunia pendidikan dan penelitian.

Bogor, Juni 2011


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bantul pada tanggal 10 Mei 1977 dari ayah Sura Sidomiroso dan ibu Sami. Penulis merupakan putra ketiga dari lima bersaudara. Penulis menikah dengan Sri Wahyuni pada tahun 2001 dan telah dikaruniai tiga orang anak yakni Ikhlas H. Muttaqin (8 tahun), Aisyah A. Rosyida (6 tahun), dan Fathiya S. Hafizha (3 tahun).

Penulis menamatkan sekolah dasar di SDN Sribitan II pada tahun 1990, kemudian melanjutkan ke SMPN Bangunjiwo (1990-1993), dan SMAN 7 Yogyakarta (1993-1996). Pada tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta dan berhasil menamatkan Program Diploma IV dengan gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST) pada tahun 2000.

Setelah lulus dari STIS, penulis bekerja di BPS Provinsi D.I. Yogyakarta (2000-2002), kemudian di BPS Provinsi Riau (2002-2008), dan di Inspektorat Wilayah II BPS-RI (2008-sekarang). Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan Strata-2 Ilmu Ekonomi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui program beasiswa yang diberikan oleh Badan Pusat Statistik. Sebelumnya, penulis telah menyelesaikan Program Alih Jenjang Strata-1 program studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan di Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB dengan gelar Sarjana Ekonomi (SE).


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 5

1.4 Manfaat Penelitian... 5

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 7

2.1 Teori Pertumbuhan Neo-klasik... 7

2.2 Teori Pertumbuhan Endogen... 8

2.2.1 Model Romer... 8

2.2.2 Model Lucas... 9

2.3 Teori Perdagangan Internasional... 10

2.4 Faktor-Faktor Penunjang Keterbukaan Ekonomi... 12

2.4.1 Penanaman Modal Asing... 12

2.4.2 Sektor Finansial... 14

2.4.3 Tingkat Inflasi... 15

2.4.4 Infrastruktur... 16

2.4.5 Modal Manusia... 16

2.4.6 Kemajuan Teknologi... 17

2.4.7 Ketenagakerjaan... 18

2.5 Penelitian Terdahulu... 19

2.6 Kerangka Pemikiran... 21


(13)

III. METODE PENELITIAN... 23

3.1 Jenis dan Sumber Data... 23

3.2 Analisis Data Panel... 24

3.2.1 Data Panel Statis... 24

3.2.2 Data Panel Dinamis... 29

3.3 Spesifikasi Model... 36

3.4 Definisi Variabel Operasional... 38

3.5 Prosedur Analisis... 39

IV. GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN ASEAN+3... 43

4.1 Kerjasama Regional ASEAN+3... 43

4.2 Potensi Ekonomi dan Perdagangan ASEAN+3... 45

4.3 Dinamika Pertumbuhan Ekonomi, Keterbukaan Perdagangan dan Faktor-faktor Pendukungnya... 51

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 63

5.1 Hasil Estimasi... 63

5.2 Dampak Keterbukaan Perdagangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi... 67

5.3 Dampak Faktor-faktor Pendukung Keterbukaan terhadap Pertumbuhan Ekonomi... 68

5.4 Interaksi antara Keterbukaan Perdagangan dengan Faktor-faktor Pendukungnya... 72

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 81

6.1 Kesimpulan... 81

6.2 Implikasi Kebijakan... 81

6.3 Saran Penelitian Lebih Lanjut... 82

DAFTAR PUSTAKA... 83


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Keterbukaan perdagangan, ekspor neto, dan tingkat pertumbuhan

ekonomi di negara-negara ASEAN+3 tahun 1999 dan 2008... 4 2. Variabel-variabel yang digunakan dalam analisis... 23 3. Kerangka identifikasi autokorelasi... 41 4. Luas wilayah, jumlah penduduk dan potensi ekonomi di negara-negara

ASEAN+3 tahun 2008... 45 5. Struktur PDB menurut sektor di negara-negara ASEAN+3 tahun 1999

dan 2008... 48 6. Pangsa konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor neto

terhadap PDB di negara-negara ASEAN+3 tahun 1999 dan 2008... 49 7. Keterbukaan perdagangan, nilai ekspor, dan ekspor neto di

negara-negara ASEAN+3 tahun 1999 dan 2008... 50 8. Peringkat daya saing ekonomi di tingkat global tahun 2008... 54

9. Hasil estimasi koefisien pada model data panel statis dan data panel

dinamis... 64 10. Hasil estimasi koefisien pada model interaksi... 65 11. Hasil estimasi koefisien menurut kelompok negara... 66 12. Hasil estimasi koefisien variabel interaksi menurut kelompok negara... 67 13. Nilai elastisitas keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka pemikiran penelitian... 22 2. Nilai PDB riil di negara-negara Asia Tenggara periode 1999-2008... 46 3. Nilai PDB riil di negara-negara Asia Timur periode 1999-2008... 46 4. Pendapatan per kapita di negara-negara ASEAN+3 periode 1999-2008. 47 5. Tingkat pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 periode

1999-2008... 52 6. Pangsa perdagangan terhadap PDB di negara-negara ASEAN+3

periode 1999-2008... 53 7. Nilai ekspor neto di negara-negara ASEAN+3 periode 1999-2008... 53 8. Nilai penanaman modal asing di negara-negara ASEAN+3 periode

1999-2008... 55 9. Pangsa kredit domestik terhadap PDB di negara-negara ASEAN+3

periode 1999-2008... 57 10. Tingkat inflasi di negara-negara ASEAN+3 periode 1999-2008... 57 11. Produksi listrik per penduduk di negara-negara ASEAN+3 periode

1999-2008... 58 12. Jumlah mahasiswa perguruan tinggi di negara-negara ASEAN+3

periode 1999-2008... 59 13. Pangsa pengeluaran riset dan pengembangan terhadap PDB di

negara-negara ASEAN+3 periode 1999-2008... 60 14. Tingkat pengangguran di negara-negara ASEAN+3 periode

1999-2008... 61 15. Tingkat produktivitas pekerja di negara-negara ASEAN+3 periode


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Hasil pengolahan Eviews dengan metode pooled least square (PLS)... 88 2. Hasil pengolahan Eviews dengan metode fixed effect model (FEM)... 88 3. Hasil pengolahan Eviews dengan metode random effect model (REM).. 89 4. Hasil uji Chow... 89 5. Hasil uji Hausman... 90 6. Hasil pengolahan metode FEM dengan cross-section weights... 90 7. Hasil pengolahan metode FEM dengan panel corrected standard error

(PCSE)... 91 8. Hasil pengolahan metode FEM (PCSE) pada model interaksi... 92 9. Hasil pengolahan metode FEM (PCSE) dengan variabel dummy... 97 10. Hasil pengolahan metode FEM (PCSE) dengan variabel dummy

pada model interaksi... 98 11. Hasil pengolahan dengan first differences-generalized method of

moments (FD-GMM)... 103 12. Hasil uji Sargan pada model FD-GMM... 103 13. Hasil uji statistik Arrellano-Bond m1 dan m2 pada model FD-GMM... 103 14. Hasil pengolahan dengan system-generalized method of moments

(Sys-GMM)... 104 15. Hasil uji Sargan pada model Sys-GMM... 104 16. Hasil uji statistik Arrellano-Bond m1 dan m2 pada model Sys-GMM.... 104


(17)

(18)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun keterbukaan di sektor finansial (financial openness). Keterbukaan ekonomi menggambarkan semakin hilangnya hambatan dalam melakukan perdagangan, baik berupa tarif maupun non-tarif, dan semakin lancarnya mobilitas modal antarnegara.

Secara teori keterbukaan ekonomi menjanjikan keuntungan bagi semua negara yang terlibat di dalamnya. Keuntungan dari perdagangan internasional di antaranya berupa pembukaan akses pasar yang lebih luas, pencapaian tingkat efisiensi dan daya saing ekonomi yang lebih tinggi, serta peluang penyerapan tenaga kerja yang lebih besar. Sementara itu, keterbukaan di sektor finansial dapat mendorong masuknya modal asing (capital inflow), serta mempercepat terjadinya akumulasi modal dan transfer teknologi (Salvatore, 1997).

Namun demikian, manfaat yang diterima oleh setiap negara dari keterbukaan ekonomi tidak menunjukkan pola dan besaran yang sama. Data empiris menunjukkan bahwa globalisasi cenderung memperkaya negara-negara maju, yang mana telah menguasai sumberdaya ekonomi strategis seperti modal, teknologi, dan informasi. Penelitian yang dilakukan oleh Birdsell dalam Halwani (2005) menyatakan bahwa penduduk miskin dunia yang populasinya mencapai 80 persen hanya menikmati 20 persen produk domestik bruto (PDB) dunia, sebaliknya 20 persen penduduk kaya telah menguasai 80 persen PDB dunia pada tahun 1995.

Berbagai perjanjian ekonomi, baik bilateral maupun regional, disepakati untuk meningkatkan kesiapan negara-negara anggotanya dalam menghadapi persaingan global yang semakin nyata. Perkembangan dunia internasional setelah Perang Dunia II, sesuai laporan WTO (World Trade Organization), diwarnai oleh fenomena maraknya perjanjian ekonomi regional di berbagai belahan dunia menuju ke arah globalisasi. Hingga tahun 2006 terdapat sekitar 200 perjanjian


(19)

ekonomi regional di seluruh dunia yang berjalan efektif dan masih ada sejumlah lagi dalam taraf negosiasi.

Ada beberapa alasan yang mendorong negara-negara di suatu kawasan melakukan kesepakatan untuk membentuk perdagangan bebas regional (WTO, 2010). Pertama, perundingan perdagangan secara multilateral di bawah kerangka GATT/WTO tidak selamanya berjalan lancar dan membutuhkan waktu relatif lama. Kedua, perdagangan bebas regional diharapkan dapat mempercepat proses integrasi ekonomi di suatu kawasan. Ketiga, perdagangan bebas regional dijadikan sebagai batu loncatan menuju liberalisasi perdagangan multilateral dalam kerangka WTO. Keempat, melihat kenyataan bahwa sejak tahun 1990-an liberalisasi perdagangan regional semakin berkembang pesat, terutama di Kawasan Eropa dan Amerika Utara. Dan kelima, pembentukan perdagangan bebas regional sebagai komitmen politik untuk meningkatkan kerjasama regional yang lebih luas.

Di Kawasan Asia, beberapa kerjasama tingkat regional yang sudah berlangsung di antaranya adalah ASEAN Free Trade Area (AFTA) sejak tahun 1992 yang beranggotakan sepuluh negara dan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) yang ditandatangani tahun 2004. Selain itu, telah dirintis pula kerangka kerjasama untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community, AEC) pada tahun 2015 dan Masyarakat Ekonomi Asia Timur (East Asian Economic Community, EAEC) yang dipelopori oleh negara-negara ASEAN, China, Jepang dan Korea Selatan atau dikenal dengan sebutan ASEAN+3. Kerjasama regional ASEAN+3 dimaksudkan untuk menjadikan kawasan ini sebagai kutub baru pertumbuhan dunia, selain European Union (EU) di Benua Eropa dan North American Free Trade Area (NAFTA) di Kawasan Amerika Utara.

Tingkat integrasi ekonomi di Kawasan Asia telah mengalami perkembangan yang signifikan pada dekade terakhir, di antaranya ditunjukkan oleh semakin tingginya intensitas perdagangan antarnegara di dalam kawasan (intra-region trade) dibanding perdagangan dengan negara-negara di luar kawasan (inter-region trade). Perdagangan barang (merchandize trade) intra-region di Kawasan Asia pada tahun 2009 telah mencapai 52 persen dari total perdagangan negara-negara


(20)

Asia yang mencapai US$ 3.575 miliar. Capaian ini menempatkan Asia sebagai kawasan dengan perdagangan intra-region terbesar kedua setelah Uni Eropa yang mencapai sebesar 72 persen, dan telah melewati capaian NAFTA yakni sebesar 48 persen. Selain itu, nilai perdagangan Asia pada tahun 2009 telah menyumbang sebesar 29,4 persen dari total perdagangan dunia (WTO, 2010).

1.2.Perumusan Masalah

Krisis ekonomi yang melanda sejumlah negara Asia pada tahun 1997-1998 telah menyadarkan negara-negara ASEAN+3 untuk lebih mempererat kerjasama di tingkat regional dan memperkokoh pondasi perekonomiannya. Hal ini terkait dengan adanya hubungan saling ketergantungan yang tinggi di antara negara-negara Asia (Kawai, 2004). Lebih lanjut, adanya volatilitas dalam arus modal jangka pendek telah mengubah pula fokus perhatian negara-negara ASEAN+3 kepada penanaman modal asing (PMA) yang lebih memiliki efek dalam jangka panjang.

Dalam dekade terakhir, tingkat keterbukaan ekonomi dan kinerja perdagangan di negara-negara ASEAN+3 terus mengalami peningkatan yang signifikan. Pangsa perdagangan terhadap produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2008 telah mencapai rata-rata sebesar 142,09 persen. Hal ini menggambarkan aktifnya kawasan ini dalam perdagangan internasional, serta semakin lancarnya arus pertukaran barang dan jasa antarnegara. Kinerja perdagangan yang kian membaik terlihat dari perkembangan nilai ekspor yang semakin mendominasi dibandingkan dengan nilai impornya. Nilai ekspor neto ASEAN+3 pada tahun 1999 hanya sebesar US$ 180,02 miliar, kemudian meningkat menjadi US$ 489,95 miliar pada tahun 2008 atau mengalami kenaikan rata-rata sebesar 14,35 persen per tahun selama periode tersebut (World Bank, 2010).

Selama kurun waktu 1999-2008, kenaikan ekspor neto China merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan negara ASEAN+3 lainnya, yakni dari sebesar US$ 30,64 miliar pada tahun 1999 menjadi US$ 348,87 miliar pada tahun 2008. China selanjutnya merupakan pengekspor terbesar di kawasan ini sejak tahun 2004 menggantikan posisi Jepang. Sebaliknya, Philipina cenderung mengalami


(21)

defisit perdagangan dari tahun ke tahun. Perkembangan keterbukaan perdagangan, ekspor neto dan tingkat pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 selengkapnya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Keterbukaan perdagangan, ekspor neto, dan tingkat pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 tahun 1999 dan 2008

Negara

Keterbukaan Perdagangan

(%PDB)

Ekspor Neto (miliar US$)

Pertumbuhan Ekonomi (%) 1999 2008 1999 2008 1999 2008 Indonesia 62,94 58,42 11,32 5,82 0,79 6,01 Malaysia 217,57 231,6

0 19,83 31,30 6,14 4,63 Philipina 102,78 75,56 0,12 -3,07 3,40 3,84 Singapura 273,12 423,1

1 3,63 18,42 7,20 1,78 Thailand 104,02 150,4

9 15,42 7,56 4,45 2,46 China 37,97 62,09 30,64 348,87 7,60 9,60 Jepang 18,97 32,48 69,29 92,03 -0,14 -1,20 Korea Selatan 71,44 107,2

0 29,78 -10,97 9,49 2,30 ASEAN+3 111,10 142,0

9 180,02 489,95 4,86 3,68

Sumber: World Development Indicator (WDI) 2010 (diolah)

Peran perdagangan luar negeri (kegiatan ekspor-impor) pada perekonomian di negara-negara ASEAN+3 semakin mendapat perhatian secara intensif, terutama oleh para peneliti dan pengambil kebijakan. Adanya sebaran dan pola interaksi yang berbeda-beda antarnegara menjadi salah satu alasan perlunya penelitian dilakukan di berbagai negara. Lebih lanjut, pemberlakuan liberalisasi perdagangan yang disertai oleh penguatan kerjasama di tingkat regional diharapkan dapat memberi manfaat yang lebih besar bagi kesejahteraan penduduk di setiap negara yang terlibat di dalamnya, di antaranya melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan penyerapan tenaga kerja yang seluas-luasnya.

Kendati demikian, besaran manfaat yang diterima oleh masing-masing negara tidak terlepas dari tingkat kesiapan dan kekuatan yang dimiliki oleh setiap negara dalam menghadapi persaingan di tingkat global. Selain itu, dipengaruhi pula oleh kondisi dan karakteristik tiap negara seperti letak geografis, stabilitas politik dan keamanan, struktur perekonomian, etos kerja dan kualitas sumberdaya


(22)

manusia. Hasil penelitian Chen dan Gupta (2006) menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan dapat menguatkan dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, yaitu melalui penyerapan ilmu pengetahuan dan limpahan teknologi. Chang et al. (2009) selanjutnya menyatakan bahwa dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi berarti apabila disertai oleh perbaikan-perbaikan pada fasilitas pendukungnya, yakni mencakup sektor finansial (sistem keuangan), infrastruktur publik, kualitas modal manusia, fleksibilitas pasar tenaga kerja, serta stabilitas perekonomian dan harga.

Dengan demikian, identifikasi dan pemahaman yang baik mengenai dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi mutlak diperlukan agar kebijakan yang diterapkan dapat berjalan efektif dan tepat sasaran. Pola dan interaksi yang terjadi antara keterbukaan perdagangan dengan faktor-faktor pendukungnya merupakan salah satu simpul yang perlu diurai dan ditelaah lebih lanjut dalam upaya menjelaskan pengaruh keterbukaan terhadap petumbuhan ekonomi di Kawasan ASEAN+3. Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas maka permasalahan pokok yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3?

2. Bagaimana interaksi antara keterbukaan perdagangan dengan faktor-faktor pendukungnya dalam memengaruhi pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3?

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian ini pada intinya bertujuan untuk:

1. Menganalisis dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3.

2. Menganalisis interaksi antara keterbukaan perdagangan dengan faktor-faktor pendukungnya dalam memengaruhi pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3.


(23)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pemerintah dan pihak-pihak lain mengenai dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3 beserta faktor-faktor lain yang dapat dipacu untuk memaksimalkan keuntungan dari penerapan liberalisasi perdagangan, terutama terkait dengan eskalasi kerjasama di tingkat regional. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi perkembangan dunia pendidikan dan penelitian di masa mendatang.

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mencakup delapan negara di Kawasan ASEAN+3 yang meliputi Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand, China, Jepang, dan Korea Selatan dengan menggunakan data tahunan dari 1999 hingga 2008. Periode penelitian dimulai tahun 1999, selain karena alasan ketersediaan data, dimaksudkan pula untuk lebih memfokuskan pada kinerja perdagangan pascakrisis ekonomi tahun 1997-1998. Untuk memenuhi syarat analisis dan upaya menjawab permasalahan penelitian, dari kombinasi data tahunan (time series) di negara-negara ASEAN+3 (cross sectional) maka dibangun menjadi sebuah data panel untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, negara yang dianalisis untuk Kawasan ASEAN hanya mencakup lima negara dan untuk Negara China terbatas pada wilayah daratan (Mainland China), tidak termasuk Hongkong dan Makau. Kedua, indikator keterbukaan ekonomi hanya dilihat dari keterbukaan perdagangan, tidak mencakup keterbukaan di sektor finansial. Ketiga, keterbukaan perdagangan hanya dilihat dari pangsa perdagangan terhadap produk domestik bruto (PDB), tidak memperhitungkan perbedaan tingkat tarif dan non-tarif yang masih diberlakukan pada produk dan atau negara tertentu.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Teori Pertumbuhan Neo-Klasik

Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Robert Solow dan Trevor Swan pada tahun 1950-an. Menurut Solow-Swan, pertumbuhan ekonomi tergantung pada ketersediaan faktor produksi seperti tenaga kerja dan akumulasi modal, serta kemajuan teknologi. Pandangan teori ini disandarkan pada asumsi yang mendasari analisis ekonomi klasik, yaitu perekonomian berada pada tingkat pengerjaan penuh (full employment) dan tingkat pemanfaatan penuh (full utilization) dari faktor-faktor produksinya. Rasio modal-output (capital-output ratio) dapat berubah-ubah sesuai dengan output yang ingin dihasilkan. Jika lebih banyak modal yang digunakan maka tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit, dan sebaliknya. Fleksibilitas ini menggambarkan suatu perekonomian yang memiliki kebebasan dalam menentukan kombinasi antara modal (capital, K) dan tenaga kerja (labour, L) yang akan digunakan dalam kegiatan produksi.

Teori pertumbuhan neo-klasik dapat disajikan ke dalam bentuk fungsi produksi Cobb-Douglass, yaitu output merupakan fungsi dari tenaga kerja dan modal. Sementara itu, tingkat kemajuan teknologi merupakan variabel eksogen. Asumsi yang digunakan adalah skala pengembalian yang konstan (constant return to scale, CRTS), substitusi antara modal dan tenaga kerja bersifat sempurna, serta adanya produktivitas marginal yang semakin menurun (diminishing marginal produktivity) dari tiap-tiap inputnya.

Fungsi produksi Cobb-Douglass dapat dituliskan sebagai berikut:

Qt = Tt Kta Ltb ...(2.1) keterangan: Q adalah tingkat produksi; T adalah tingkat teknologi; K adalah jumlah stok barang modal; L adalah jumlah tenaga kerja; a adalah pertambahan output yang diciptakan oleh penambahan satu unit modal; b adalah pertambahan output yang diciptakan oleh penambahan satu unit tenaga kerja; serta t menunjukkan tahun tertentu. Asumsi CRTS menyatakan bahwa a + b =1, artinya nilai a dan b merupakan batas produksi dari masing-masing produksi tersebut (Arsyad, 2010).


(25)

2.2 Teori Pertumbuhan Endogen

Teori pertumbuhan endogen (endogenous growth theory) yang dipelopori oleh Romer (1986) dan Lucas (1988) memiliki peran dalam menjelaskan model pertumbuhan yang lebih maju, dimana perubahan teknologi bersifat endogen (berasal dari dalam sistem ekonomi) dan memiliki pengaruh pada pertumbuhan jangka panjang. Pengertian modal dalam model ini tidak sekedar modal fisik (physical capital), tetapi mencakup pula modal manusia (human capital). Selain itu, teori ini mengasumsikan tingkat pengembalian yang meningkat (increaing return to scales) pada fungsi produksi agregatnya dan menekankan peran eksternalitas dalam menentukan tingkat pengembalian investasi modal (Arsyad, 2010).

Teori pertumbuhan endogen merupakan modifikasi dari teori-teori pertumbuhan tradisional dan dirancang untuk menjelaskan fenomena ekuilibrium dalam jangka panjang yang bisa positif dan bervariasi antarnegara. Menurut teori ini, faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan tingkat pendapatan per kapita antarnegara adalah adanya perbedaan stok pengetahuan, kapasitas modal fisik, kualitas modal manusia, dan ketersediaan infrastruktur. Lebih lanjut, dalam proses pertumbuhan endogen dimungkinkan pula ruang bagi munculnya kebijakan, baik pada perekonomian tertutup maupun perekonomian terbuka.

2.2.1 Model Romer

Romer (1986) menyatakan bahwa stok pengetahuan (knowledge stock) merupakan sumber utama peningkatan produktivitas dalam suatu perekonomian. Stok pengetahuan ditempatkan sebagai salah satu faktor produksi yang semakin meningkat, sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi setiap negara dapat terus ditingkatkan sesuai dengan kemampuannya dalam menciptakan stok pengetahuan dalam perekonomian.

Romer menyatakan bahwa kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan merupakan faktor penentu cepat atau lambatnya laju perekonomian suatu negara. Menurutnya, pertumbuhan endogen memiliki tiga elemen dasar yakni: (i) adanya perubahan teknologi yang bersifat endogen melalui sebuah proses akumulasi ilmu pengetahuan; (ii) adanya penciptaan ide-ide baru sebagai akibat dari mekanisme


(26)

limpahan pengetahuan (knowledge spillover); dan (iii) produksi barang-barang konsumsi yang dihasilkan oleh faktor produksi ilmu pengetahuan akan tumbuh tanpa batas.

Secara umum model Romer dirumuskan sebagai berikut:

; (0 < < 1) dan (0 <  < 1) ...(2.2) keterangan: Yi adalah output produksi perusahaan i; Ki adalah stok modal; Li adalah tenaga kerja; A adalah stok pengetahuan agregat; dan t adalah waktu. Stok pengetahuan diasumsikan memiliki efek menyebar yang positif pada produksi di setiap perusahaan (Capello, 2007).

2.2.2 Model Lucas

Model yang dikembangkan oleh Lucas (1988) menjelaskan dua tipe modal, yakni modal fisik dan modal manusia, yang menentukan tingkat output produksi. Secara umum model Lucas dirumuskan sebagai berikut:

Yt = AKt (utHtLt) 1- Htϕ ...(2.3)

keterangan: Y adalah output produksi; A adalah konstanta (tidak lagi mencerminkan kemajuan teknologi sebagaimana teori-teori sebelumnya); K adalah modal fisik; L adalah jumlah pekerja; u adalah fraksi masa kerja; H adalah rata-rata pengetahuan yang dimiliki pekerja, sebagai indikator kualitas modal manusia.

Lucas berhipotesis bahwa pekerja mengakumulasi pengetahuannya dengan meluangkan waktu di luar waktu kerja untuk mendapatkan suatu keterampilan (learning by schooling), yang mengikuti hukum berikut ini:

ht = Ht  (1-ut) ...(2.3) keterangan: h menyatakan tingkat pertumbuhan modal manusia sepanjang waktu; H adalah stok modal manusia; (1-u) adalah waktu untuk belajar; dan  adalah kemampuan belajar, yang diasumsikan positif dan linear dengan tingkat pengetahuan yang diperoleh.

Modal manusia dalam model Lucas adalah hasil simultan dari proses produktif dan merupakan sumber kenaikan produktivitas. Dalam kondisi mapan (steady state), terdapat dua elemen endogen yang dapat membangkitkan


(27)

pertumbuhan output per kapita yakni: (i) eksternalitas pasar tenaga kerja terampil (parameter ϕ) yang menunjukkan kemampuan sistem ekonomi untuk mencapai skala pengembalian yang meningkat; dan (ii) kemampuan belajar (parameter ) yang menentukan tingkat akumulasi pengetahuan (Capello, 2007).

2.3 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan antarnegara atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional sudah ada sejak zaman dahulu, namun dalam lingkup dan ruang yang masih terbatas. Perdagangan internasional berlangsung atas dasar saling percaya dan saling menguntungkan, mulai dari barter hingga transaksi jual-beli antara pedagang dari berbagai penjuru dunia. Menurut Halwani (2005), sebab-sebab yang mendorong perdagangan internasional adalah perbedaan potensi sumber daya alam (natural resources), sumber daya modal (capital resources), sumber daya manusia (human capital) dan kemajuan teknologi antarnegara. Sejumlah keunggulan khusus yang dimiliki oleh masing-masing negara akan dijadikan basis dalam meningkatkan perdagangan yang saling menguntungkan.

Teori pertumbuhan ekonomi dalam hubungannya dengan perdagangan dapat dilacak kembali pada teori keunggulan absolut oleh Adam Smith pada tahun 1776 dan teori keunggulan komparatif oleh David Ricardo pada tahun 1817 (Salvatore, 1997). Menurut teori keunggulan absolut (absolut advantage theory), jika sebuah negara lebih efisien daripada negara lain dalam memroduksi sebuah komoditas (memiliki keunggulan absolut), namun kurang efisien dibanding negara lain dalam memroduksi komoditas lainnya (memiliki kerugian absolut) maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi pada komoditas yang memiliki keunggulan absolut dan menukarkannya dengan komoditas yang memiliki kerugian absolut.

Sementara itu, menurut teori keunggulan komparatif (comparative advantage theory), meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding negara lain dalam memroduksi kedua komoditas (tidak memiliki keunggulan absolut) maka kedua negara masih dapat melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Caranya adalah negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memroduksi dan mengekspor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih


(28)

kecil (memiliki keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih besar atau memiliki kerugian komparatif.

Lebih lanjut, Eli Hecksher dan Bertil Ohlin dalam teorinya (factor-proportion theory) menekankan adanya saling keterkaitan antara perbedaan proporsi faktor-faktor produksi antarnegara dan perbedaan proporsi dalam penggunaannya untuk memroduksi berbagai macam barang. Teorema Hecksher-Ohlin (H-O theorem) menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan mengimpor komoditas yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara tersebut.

Kemudian, Paul Samuelson menelaah sebuah teorema mengenai penyamaan harga faktor (price factor equalization theorem) yang merupakan kelanjutan dari teorema Hecksher-Ohlin. Pada intinya teorema tersebut (H-O-S theorem) menyatakan bahwa perdagangan internasional akan mendorong terjadinya penyamaan harga-harga faktor, baik secara relatif maupun secara absolut, di antara negara-negara yang terlibat di dalamnya. Artinya bahwa perdagangan internasional akan membuat tingkat upah riil tenaga kerja menjadi homogen, demikian pula terjadi pada tingkat hasil (bunga modal), yakni risiko dan produktivitas modal relatif sama, di negara-negara yang terlibat dalam perdagangan (Salvatore, 1997).

Integrasi ekonomi kawasan melalui pembentukan blok perdagangan bebas regional memiliki implikasi terhadap kesejahteraan negara-negara anggota, yaitu: efek positif berupa kreasi perdagangan (trade creation) dan efek negatif karena diversi perdagangan (trade diversion). Perubahan tingkat kesejahteraan tersebut ditentukan oleh seberapa besar terjadinya kreasi dan diversi perdagangan. Apabila kreasi lebih besar dari diversi perdagangan, maka kesejahteraan meningkat dan sebaliknya (Krugman dan Obstfeld, 2000).

Kreasi perdagangan adalah keadaan dimana sebuah perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement, FTA) dapat menciptakan perdagangan di antara anggota yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dengan adanya kreasi perdagangan, sebuah negara anggota FTA akan memperoleh barang-barang yang


(29)

diproduksi secara lebih efisien dari negara anggota FTA lainnya. Oleh sebab itu, kreasi perdagangan dianggap sebagai dampak positif dari sebuah FTA. Sebaliknya, diversi perdagangan dapat diartikan sebagai masuknya produk-produk yang tidak efisien dari negara-negara anggota FTA, dan mencegah produk yang lebih efisien dari negara di luar FTA. Hal ini terjadi karena negara-negara non-FTA dikenakan tarif lebih tinggi dibandingkan dengan negara anggota non-FTA. Perbedaan perlakukan tarif impor menyebabkan perdagangan beralih dari negara-negara non-FTA ke negara-negara anggota FTA. Diversi perdagangan memberikan dampak negatif terhadap kesejahteraan karena menyebabkan pengalihan sumber-sumber pasokan yang efisien.

2.4 Faktor-Faktor Pendukung Keterbukaan Ekonomi

Manfaat yang diperoleh dari sistem perekonomian terbuka yang dianut oleh sebagian besar negara-negara di dunia tidak terlepas dari tingkat kesiapan dan kekuatan masing-masing negara tersebut dalam menghadapi persaingan di tingkat global. Berdasarkan teori pertumbuhan dan penelitian-penelitian sebelumnya seperti Chen dan Gupta (2006) serta Chang et al. (2009) terdapat beberapa faktor yang mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi dan kinerja perdagangan di era persaingan global, yaitu adanya penanaman modal asing (PMA), kesiapan sektor finansial (sistem keuangan), stabilitas perekonomian dan harga, infrastruktur publik, kualitas modal manusia, kemajuan teknologi, dan ketenagakerjaan.

2.4.1 Penanaman Modal Asing

Investasi merupakan faktor yang penting untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus-menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan taraf kemakmuran masyarakat. Menurut Sukirno (1995) pengaruh tersebut bersumber dari tiga fungsi penting kegiatan investasi di dalam perekonomian, yaitu: (i) investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat dan pendapatan nasional yang diikuti oleh pertambahan kesempatan kerja; (ii) pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kepastian


(30)

memproduksi dimasa depan dan menstimulir pertambahan produksi nasional; dan (iii) investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi yang memberi sumbangan penting pada kenaikan produktivitas dan pendapatan per kapita masyarakat.

Model pertumbuhan Harrod-Domar (Harrod-Domar growth model) merupakan model pertumbuhan Keynesian yang secara luas telah banyak diaplikasikan pada negara-negara sedang berkembang (Todaro dan Smith, 2006). Harrod-Domar mengkonstruksi teorinya dengan menekankan peran ganda yang dimainkan oleh investasi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Investasi memengaruhi permintaan agregat melalui proses pengganda investasi (investment multiplier) dan dalam jangka panjang merupakan proses akumulasi modal yang akan menambah stok kapital serta meningkatkan kapasitas produksi sehingga berpengaruh pula pada penawaran agregat. Harrod-Domar menjawab tingkat investasi yang diperlukan agar kenaikan permintaan agregat sama dengan kapasitas produksinya sehingga pemanfaatan kapasitas secara penuh dapat dipertahankan.

Permasalahan yang muncul di sejumlah negara, khususnya negara berkembang, adalah adanya kesenjangan antara kebutuhan investasi dengan kemampuan mengakumulasi tabungan (saving-investment gap) sehingga solusi yang bisa ditempuh adalah mencari pinjaman, bantuan, atau investasi dari luar negeri. Menutut Jhingan (2008) penanaman modal asing (PMA) berarti perusahaan dari negara asal modal secara de facto atau de jure melakukan pengawasan atas aset yang ditanam di negara penerima; pembentukan suatu perusahaan dengan kepemilikan mayoritas saham; pembentukan suatu perusahaan yang dibiayai oleh perusahaan penanam modal atau menaruh aset tetap di negara penerima.

Investasi langsung berupa PMA lebih disukai daripada investasi portofolio karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (i) PMA memperkenalkan manfaat ilmu pengetahuan, teknologi dan organisasi yang mutakhir ke negara berkembang; (ii) mendorong perusahaan lokal atau melalui kerja sama dengan perusahaan asing mendirikan industri-industri pendukung; (iii) sebagian laba PMA akan ditanamkan kembali untuk pengembangan, modernisasi atau pembangunan


(31)

industri terkait; dan (iv) pada tahap awal pembangunan, arus PMA akan meringankan beban neraca pembayaran negara berkembang.

2.4.2 Sektor Finansial

Secara umum, sektor keuangan memiliki enam fungsi utama dalam suatu perekonomian, yaitu: (i) menyediakan jasa pembayaran; (ii) menghubungkan penabung dengan investor; (iii) menghasilkan dan menyebarkan informasi; (iv) mengalokasikan pinjaman secara efisien; (v) memberikan perlindungan terhadap risiko penentuan harga, pengumpulan dan perdagangan, serta (vi) meningkatkan likuiditas aset (Todaro dan Smith, 2006). Sektor keuangan mencakup perbankan dan non-perbankan yaitu terdiri dari bank umum, bank devisa, bank perkreditan rakyat (BPR), koperasi simpan pinjam, asuransi, dan lembaga keuangan lainnya.

Pembangunan sektor keuangan akan menghasilkan suatu pertumbuhan ekonomi, di antaranya melalui pengalokasian dana ke sektor-sektor produktif secara efisien dan pemberian kredit domestik untuk pengembangan usaha kepada industri-industri lokal, khususnya usaha kecil dan menengah (UKM). Inovasi teknologi dan inovasi di sektor keuangan, keduanya akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan merupakan syarat bagi berlangsungnya revolusi industri. Sebagai contoh adalah pembangunan pembangkit listrik yang tidak hanya memerlukan teknologi dan investasi yang besar, tapi perlu juga dukungan sektor perbankan dan asuransi.

Perekonomian membutuhkan pasar keuangan yang canggih dalam rangka penyediaan modal untuk kegiatan investasi sektor swasta, baik berupa pinjaman dari sektor perbankan, modal ventura, maupun produk keuangan lainnya. Sektor keuangan yang efisien juga memastikan bahwa inovator dengan ide-ide yang baik memiliki dukungan permodalan untuk mengubah ide-ide menjadi produk komersial dan jasa yang siap dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam rangka memenuhi semua fungsi-fungsi tersebut sektor perbankan harus dapat dipercaya dan transparan.


(32)

2.4.3 Tingkat Inflasi

Inflasi adalah gejala peningkatan harga-harga secara umum dalam perekonomian secara terus-menerus. Dengan demikian tingkat inflasi adalah perubahan yang terjadi pada tingkat harga (Blanchard, 2004). Pengertian umum mengenai inflasi mengandung tiga aspek penting, yaitu:

1. Ada kecenderungan harga-harga yang meningkat, artinya dalam kurun waktu tertentu, harga-harga menunjukkan tren atau tendensi yang meningkat.

2. Peningkatan harga berlangsung secara terus-menerus (sustained), artinya dari waktu ke waktu mengalami peningkatan.

3. Pengertian harga adalah tingkat harga umum (general level of price), artinya harga tersebut mencakup keseluruhan komoditas dan bukan hanya pada satu atau beberapa komoditas saja.

Penyebab inflasi dengan pendekatan pasar riil atau pasar barang dibagi menjadi dua, yaitu inflasi yang disebabkan oleh kelebihan permintaan (demand pull inflation) dan yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi (cost push inflation). Tipe pertama, penyebabnya adalah ketersediaan komoditas yang terbatas di pasar barang tidak dapat mencukupi kelebihan permintaan masyarakat secara umum sehingga menyebabkan kenaikan harga secara agregat. Secara implisit, ketersediaan komoditas yang terbatas di pasar barang menyiratkan kapasitas produksi optimum dari suatu perekonomian sehingga hal tersebut sesungguhnya mencerminkan kondisi output potensial. Tipe kedua, penyebabnya adalah kenaikan harga yang terjadi merupakan kondisi yang tidak diantisipasi dan hal tersebut disebabkan oleh kenaikan biaya produksi. Kondisi yang tidak diantisipasi ini salah satunya disebabkan oleh adanya shock dari sisi penawaran.

Inflasi dalam praktiknya dihitung berdasarkan pendekatan indeks harga. Beberapa alternatif yang sering digunakan adalah indek harga konsumen (IHK), indeks harga produsen (IHP), dan indeks harga implisit yang diturunkan dari penghitungan PDB yakni sering disebut sebagai GDP deflator. Dari beberapa alternatif tersebut, biasanya digunakan indek harga konsumen karena secara umum nilai uang terkait dengan kekuatan daya beli dari uang di tingkat konsumen.


(33)

2.4.4 Infrastruktur

Infrastruktur merupakan sarana dan prasarana publik yang dapat digunakan sebagai fasilitas pendukung dalam suatu kegiatan perekonomian, meliputi sarana jalan, pelabuhan, bandar udara, kelistrikan, jaringan telepon, dan sebagainya. Keberadaan infrastruktur sangat membantu kelancaran roda perekonomian, di antaranya melalui penghematan pada biaya produksi, transportasi, dan telekomunikasi sehingga output yang dihasilkan dan kemudian didistribusikan menjadi lebih banyak dan beragam.

Perluasan jaringan dan perbaikan infrastruktur akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Transportasi yang lancar merupakan prasyarat untuk menghubungkan masyarakat ke fasilitas pendidikan, kesehatan, pasar, industri, dan pusat kegiatan ekonomi lainnya. Pasokan listrik yang cukup dan bebas dari gangguan mendukung pencapaian proses produksi yang lebih efisien dan ekonomis. Jaringan telekomunikasi yang solid dan luas memungkinkan arus informasi dapat menyebar dengan cepat sehingga meningkatkan efisiensi ekonomi secara keseluruhan karena semua informasi yang dibutuhkan dapat dengan mudah diperoleh.

Menurut teori pertumbuhan export base dan growth-poles bahwa kapasitas ekspor, sistem produksi yang kompetitif, serta kemampuan wilayah dalam menarik suatu kegiatan ekonomi baru merupakan hasil endowment berupa infrastruktur yang sudah terbangun. Kondisi infrastruktur yang baik merupakan faktor penarik bagi hadirnya perusahaan baru ke suatu wilayah dan menjadi sumber pemicu terjadinya persaingan dengan perusahaan-perusahaan yang sudah beroperasi di wilayah tersebut. Kondisi tersebut akan mendorong peningkatan produktivitas dari faktor-faktor produksi, sedangkan kemudahan dalam mengakses infrastruktur publik akan menurunkan biaya-biaya yang terkait dengan pengeluaran perusahaan sehingga akan membangkitkan eksternalitas positif pada pembangunan di tingkat lokal (Cappelo, 2007).

2.4.5 Modal Manusia

Beberapa ekonom telah mengembangkan suatu teori pembangunan yang didasarkan pada kapasitas produksi tenaga manusia dalam proses pembangunan,


(34)

yang kemudian dikenal dengan istilah Investment in Human Capital (Hidayat, 2003). Teori ini mengasumsikan bahwa pendidikan formal merupakan instrumen terpenting untuk menghasilkan masyarakat yang memiliki produktivitas tinggi. Pertumbuhan dan pembangunan mensyaratkan dua hal, yaitu adanya pemanfaatan teknologi tinggi secara efisien dan tersedianya modal manusia yang dapat memanfaatkan teknologi tersebut. Kualitas modal manusia ditandai dengan banyaknya penguasaan ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan oleh seseorang. Oleh karenanya kualitas modal manusia dapat diketahui dari tingkat pendidikan masyarakat seperti rata-rata lama sekolah, tingkat buta huruf, banyaknya siswa yang terdaftar di sekolah lanjutan, dan jumlah mahasiswa perguruan tinggi.

Beberapa studi empiris tentang fenomena pertumbuhan ekonomi di berbagai negara terlihat bahwa tidak hanya modal fisik yang mampu menstimulasi pertumbuhan, namun modal manusia telah terbukti menjadi motor penggerak perekonomian sebagaimana terjadi di negara-negara maju. Pepatah lama dalam dunia bisnis menyebutkan bahwa “assets make things possible, and peoples make

things happen”. Oleh karena itu, pengembangan modal manusia mesti dilakukan

untuk menjamin pertumbuhan yang lebih berkelanjutan, di antaranya melalui jalur pendidikan serta kursus-kursus keterampilan dan kewirausahaan.

2.4.6 Kemajuan Teknologi

Pada dasarnya setiap kemajuan teknologi memiliki kecenderungan untuk mengurangi pemakaian faktor-faktor produksi lainnya dalam suatu proses produksi pada tingkat output berapapun. Penggunaan teknologi akan mendorong peningkatan produktivitas dan efisiensi yang lebih tinggi. Menurut Hicks dalam Salvatore (1997), kemajuan teknologi dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe utama yaitu: (i) kemajuan teknologi yang cenderung menghemat tenaga kerja (labor-saving technical progress); (ii) kemajuan teknologi yang menghemat modal (capital-saving technical progress); dan (iii) kemajuan teknologi yang bersifat netral (neutral technical progress).

Kemajuan di bidang teknologi membutuhkan lingkungan yang kondusif untuk kegiatan yang inovatif, didukung oleh pemerintah dan sektor swasta. Investasi yang cukup dan berkelanjutan mutlak dibutuhkan dalam kegiatan riset


(35)

dan pengembangan (research and development, R&D). Pemberian insentif dan perlindungan atas kekayaan intelektual kepada peneliti, inovator, dan lembaga-lembaga penelitian ilmiah juga perlu diprioritaskan. Selain itu, perlu adanya koordinasi dan kolaborasi yang luas antara universitas dan industri untuk lebih menjamin keefektifan dalam penerapannya (link and match).

Krugman (1979) membangun model perdagangan internasional yang menguatkan argumen bahwa kemajuan teknologi dan inovasi mampu meningkatkan keunggulan perusahaan dalam persaingan di kancah internasional. Peningkatan keunggulan tersebut merupakan akibat dari kemampuan perusahaan dalam menciptakan produk-produk baru melalui proses inovasi dan diversifikasi produk, selain karena peningkatan produktivitas dan efisiensi dalam proses produksi. Penelitian Andersson dan Ejermo (2006) menyimpulkan bahwa perbedaan investasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tidak saja berpengaruh pada penguatan keunggulan komparatif suatu negara, akan tetapi berpengaruh pula pada keunggulan kompetitifnya. Peningkatan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak terlepas dari kemampuannya dalam mengadopsi teknologi-teknologi baru dan kegiatan inovasi dalam produksi barang dan jasa.

2.4.7 Ketenagakerjaan

Pertumbuhan ekonomi terjadi tidak saja dipengaruhi oleh peningkatan modal yang didapatkan melalui tabungan dan investasi, tetapi dipengaruhi pula oleh peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kerja serta penggunaan teknologi (Todaro dan Smith, 2006). Efisiensi dan fleksibilitas pasar tenaga kerja memegang peran penting untuk memastikan bahwa para pekerja telah dialokasikan untuk penggunaan yang paling efisien dalam perekonomian, dan diberikan insentif sesuai dengan prestasi dalam pekerjaannya. Pasar tenaga kerja karena itu harus memiliki fleksibilitas yang menjamin pekerja dapat berpindah dari satu kegiatan ke kegiatan ekonomi yang lain dengan cepat dan biaya rendah, serta memungkinkan fluktuasi upah tanpa banyak gangguan sosial.

Keterlibatan penduduk yang luas di berbagai aktivitas ekonomi memiliki manfaat ganda bagi perekonomian, yaitu berguna untuk menambah kapasitas produksi sehingga menghasilkan jumlah output yang lebih banyak dan berguna


(36)

untuk mengurangi beban tanggungan ekonomi yang ada di masyarakat. Dengan demikian, peningkatan jumlah pekerja akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

.

2.5 Penelitian Terdahulu

Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan selalu menjadi topik yang menarik bagi peneliti dan pengambil kebijakan. Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil dari kuantitas dan kualitas sumber daya alam (SDA), sumber daya modal, sumber daya manusia (SDM), dan kemajuan teknologi yang mendorong kenaikan produktivitas. Sementara itu, pembangunan merupakan proses suatu negara dalam meningkatkan standar hidup bagi penduduknya. Grossman dan Helman (1992) merupakan orang pertama yang mengembangkan model pertumbuhan endogen dalam perekonomian terbuka. Menurut keduanya, keterbukaan suatu negara dalam perdagangan sebaiknya memusatkan diri pada perubahan teknologi, yang karenanya akan menyebabkan suatu pertumbuhan serta mengarahkan kepada perbaikan standar hidup dan kualitas kehidupan bagi penduduknya. Mereka telah membuktikan bahwa terbukanya perdagangan sebagai akibat adanya integrasi ekonomi akan diikuti oleh terjadinya transmisi pengetahuan sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi negara-negara yang terlibat di dalamnya.

Frankel dan Romer (1999) selanjutnya memeriksa keterkaitan antara perdagangan dan pertumbuhan ekonomi menggunakan variabel instrumental berupa komponen geografis suatu negara, untuk mengukur pengaruhnya pada pendapatan. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa perdagangan memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, yang mana distimulasi oleh investasi fisik dan investasi pada modal manusia. Hasil ini diperkuat oleh penelitian Wacziarg dan Welch (2003) serta Raff (2004). Wacziarg dan Welch (2003) menyatakan bahwa liberalisasi perdagangan akan menyebabkan kenaikan investasi asing (PMA) dan pertumbuhan ekonomi, terutama setelah dilakukan kontrol pada variabel-variabel penentu pertumbuhan lainnya. Hasil penelitian Raff (2004) memperlihatkan bahwa integrasi ekonomi melalui penurunan tarif akan


(37)

mengarah kepada aliran PMA yang lebih besar dan terjadinya perbaikan kesejahteraan.

Kendati demikian, dari penelitian Chen dan Gupta (2006) serta Chang et al. (2009) diketahui bahwa dampak positif keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh kondisi dan perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh setiap negara pada faktor-faktor lain sebagai pendukungnya. Chen dan Gupta (2006) menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan dapat menguatkan dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di negara-negara Afrika bagian selatan (The Southern African Development Community, SADC), yaitu melalui penyerapan ilmu pengetahuan dan limpahan teknologi. Chang et al. (2009) menyatakan bahwa dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi berarti apabila disertai oleh perbaikan-perbaikan pada infrastruktur publik, sektor finansial, kualitas modal manusia, fleksibilitas pasar tenaga kerja, serta stabilitas perekonomian dan harga. Perbaikan-perbaikan tersebut akan menjadikan keterbukaan perdagangan dapat berlangsung efektif sehingga meningkatkan efisiensi pengalokasian sumber daya, memungkinkan diseminasi pengetahuan dan teknologi, serta mendorong persaingan di pasar domestik dan internasional.

Selain dipengaruhi oleh kondisi dari setiap negara, pola interaksi yang terjadi antarvariabel dalam suatu perekonomian juga tidak seragam. Sebagaimana penelitian oleh Miankhel et al. (2009) tentang keterkaitan PMA, ekspor, dan pertumbuhan ekonomi di enam negara berkembang yang memiliki tahap pertumbuhan berbeda-beda, yaitu India dan Pakistan di Asia Selatan, Malaysia dan Thailand di Asia Tenggara, serta Mexico dan Chile di Amerika Latin. Hasil penelitiannya mendukung hipotesis bahwa ekspor akan mendorong pertumbuhan ekonomi (export led growth), khususnya di Asia Selatan. Dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi akan mendorong perkembangan variabel-variabel lainnya, yaitu mendorong ekspor di Pakistan dan mendorong PMA di India. Hubungan yang berbeda terlihat dalam jangka pendek di Amerika Latin, yaitu PMA memengaruhi pertumbuhan melalui ekspor (PMAEksporPDB) di Chile dan PMA memengaruhi pertumbuhan secara langsung (PMAPDB) di Mexico. Ekspor memengaruhi pertumbuhan dan PMA di kedua negara tersebut dalam


(38)

jangka panjang. Sementara itu, untuk kasus di Asia Tenggara ditemukan hubungan kausalitas dua arah antara PDB dengan PMA di Thailand, dan sebaliknya keduanya tidak memiliki hubungan sebab-akibat di Malaysia.

2.6 Kerangka Pemikiran

Alur pemikiran dalam penelitian ini digambarkan dalam bentuk bagan alir sebagaimana disajikan pada Gambar 1. Bermula dari isu globalisasi ekonomi yang semakin nyata dewasa ini menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, khususnya keterbukaan dalam perdagangan internasional. Keterbukaan perdagangan memberikan keuntungan bagi semua negara yang terlibat di dalamnya, di antaranya berupa pembukaan akses pasar yang lebih luas serta pencapaian efisiensi dan daya saing yang lebih tinggi.

Kendati demikian, persaingan di tingkat global selama ini cenderung dikuasai oleh negara-negara maju yakni didorong oleh keunggulannya dalam penguasaan sumber daya modal, teknologi, dan informasi dibandingkan dengan negara-negara yang sedang berkembang atau masih terbelakang. Oleh karena itu, berbagai perjanjian bilateral dan regional semakin marak dilakukan di berbagai belahan dunia yakni untuk meningkatkan kesiapan bagi negara anggotanya, termasuk kerjasama regional ASEAN+3. Kerjasama regional ASEAN+3 bertujuan untuk mewujudkan kawasan ini sebagai kutub baru pertumbuhan dunia, selain Uni Eropa dan NAFTA.

Pengurangan berbagai hambatan dalam perdagangan, baik berupa tarif maupun non-tarif, dilakukan untuk mendukung kelancaran arus barang dan jasa antarnegara, serta meningkatkan integrasi ekonomi di tingkat kawasan. Berbagai faktor yang mendukung kinerja perdagangan perlu terus digali dan dikembangkan dalam upaya pencapaian tingkat efisiensi dan produktivitas yang lebih tinggi di tiap-tiap negara. Kondisi ini akan meningkatkan keunggulan komparatif dan kompetitif dalam persaingan di tingkat global. Dengan demikian, diharapkan dampak positif keterbukaan perdagangan bagi perekonomian di negara-negara ASEAN+3 menjadi lebih maksimal, di antaranya melalui pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan.


(39)

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

2.7 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Keterbukaan perdagangan memilki dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN+3.

2. Dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi akan bertambah besar ketika diikuti oleh peningkatan pada investasi asing (PMA), kesiapan finansial, infrastruktur, tingkat pendidikan, kemajuan teknologi, dan jumlah pekerja.

3. Dampak keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi berkurang apabila disertai oleh kenaikan inflasi.

Dominasi Perdagangan oleh Negara-negara Maju

Pertumbuhan Ekonomi Implikasi Kebijakan

Faktor Pendukung: - Investasi Asing - Kesiapan Finansial - Infrastruktur - Stabilitas Inflasi - Tingkat Pendidikan - Kemajuan Teknologi - Jumlah Pekerja Globalisasi Ekonomi

Kerjasama Regional ASEAN+3

Peningkatan Volume Perdagangan di Negara-negara ASEAN+3


(40)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari World Bank (World Development Indicators, WDI 2010), Internatonal Monetary Fund (International Financial Statistics, IFS 2009), United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), Badan Pusat Statistik (BPS), dan sumber-sumber lainnya. Data yang tercakup meliputi data produk domestik bruto (PDB), penanaman modal asing (PMA), ekspor-impor, indeks harga konsumen (IHK), kredit domestik yang disalurkan oleh perbankan, infrastruktur listrik, jumlah mahasiswa perguruan tinggi, pengeluaran untuk riset dan pengembangan (research and development, R&D), dan jumlah pekerja di negara-negara ASEAN+3 selama kurun waktu 1999-2008.

Pada Tabel 2 disajikan variabel-variabel yang digunakan dalam analisis, beserta definisi singkat dan sumber datanya. Semua variabel dinyatakan dalam logaritma natural (ln), sehingga estimasi koefisiennya sekaligus menunjukkan nilai elastisitas dari setiap variabel bebas terhadap variabel takbebasnya.

Tabel 2 Variabel-variabel yang digunakan dalam analisis

No. Variabel Keterangan Sumber

1. LnGDP Produk domestik bruto (miliar US$), dalam ln WDI, IFS 2. LnOPEN Pangsa perdagangan terhadap PDB, dalam ln WDI, IFS 3. LnFDI Penanaman modal asing (miliar US$), dalam ln WDI, IFS 4. LnFIN Kredit domestik yang disalurkan oleh sektor

perbankan (miliar US$), dalam ln

WDI

5. LnCPI Indeks harga Konsumen (IHK) tahun dasar 2005, dalam ln

WDI, IFS

6. LnINFRA Jumlah pasokan listrik (miliar kwh), sebagai proksi ketersediaan infrastruktur, dalam ln

WDI

7. LnEDU Banyaknya mahasiswa perguruan tinggi (juta orang), sebagai proksi investasi modal manusia (human capital investment), dalam ln

WDI, UNESCO

8. LnTECH Pengeluaran untuk riset dan pengembangan (miliar US$), dalam ln

WDI, UNESCO 9. LnEMP Jumlah penduduk yang bekerja (juta orang),

dalam ln


(41)

3.2 Analisis Data Panel

Data panel adalah data yang memiliki dimensi ruang dan waktu, yang merupakan gabungan antara data silang (cross section) dengan data runtut waktu (time series). Jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series yang sama maka disebut sebagai balanced panel. Sebaliknya jika jumlah observasi berbeda untuk setiap unit cross section maka disebut unbalanced panel.

Keunggulan dari penggunaan data panel dalam analisis ekonometrik antara lain: (i) mampu mengontrol heterogenitas individu; (ii) memberikan informasi yang lebih banyak dan beragam, meminimalkan masalah kolinieritas (collinearity), meningkatkan jumlah derajat bebas dan lebih efisien; (iii) lebih baik dalam studi dynamics of adjustment; (iv) lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi oleh data cross section atau time series murni; dan (v) dapat digunakan untuk mengonstruksi dan menguji model perilaku yang lebih kompleks dibandingkan data cross section atau time series murni (Baltagi, 2005).

Kendati demikian, analisis data panel juga memiliki beberapa kelemahan dan keterbatasan dalam penggunaannya, khususnya apabila data panel dikumpulkan atau diperoleh dengan metode survei. Permasalahan tersebut antara lain: (i) relatif besarnya data panel karena melibatkan komponen cross section dan time series menimbulkan masalah desain survei, pengumpulan dan manajemen data, di antaranya coverage, nonresponse, kemampuan daya ingat responden (recall), frekuensi, dan waktu wawancara; (ii) distorsi kesalahan pengamatan (measurement error) yang umumnya terjadi karena kegagalan respon, seperti pertanyaan yang tidak jelas, ketidaktepatan informasi, dan lain-lain; (iii) masalah selektivitas, yakni selfselectivity, nonresponse, attrition (jumlah responden yang terus berkurang pada survei lanjutan); dan (iv) cross section dependence yang dapat mengakibatkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak tepat (missleading inference).

3.2.1 Data Panel Statis

Data panel dapat didefinisikan sebagai observasi berulang pada setiap unit cross section yang sama, yang memiliki karakteristik di mana N > 1 dan T > 1.


(42)

Misalkan yit merupakan nilai varabel dependen untuk unit cross section ke-i pada waktu ke-t dengan i = 1, 2,…, N dan t = 1, 2,…,T. Misalkan terdapat K variabel penjelas yang masing-masing diberi indeks j = 1, 2,…,K serta dinotasikan sebagai

, yang menyatakan nilai variabel penjelas ke-j untuk unit ke-i pada waktu ke-t.

Cara yang sering digunakan untuk mengorganisir data panel adalah dengan menuliskannya ke dalam bentuk matriks sebagai berikut:

;

; =

...(3.1)

dengan menyatakan gangguan acak untuk unit ke-i pada waktu ke-t. Selanjutnya data tersebut disederhanakan dalam bentuk stack sebagai berikut:

; ; ...(3.2)

dengan y adalah matriks berukuran NTx1, X adalah matriks berukuran NTxK, dan ε adalah matriks berukuran NTx1. Model standar data panel linier dapat diekspresikan sebagai

y = X 'β + ε...(3.3) dengan adalah matriks berukuran NT x 1 yang diekspresikan sebagai

...(3.4)

Ada beberapa metode yang sering digunakan untuk mengestimasi parameter model data panel statis. Metode sederhana yang sering digunakan adalah pooled estimator atau dikenal sebagai metode least square yang umumnya digunakan pada model cross section dan time series murni. Sebagaimana dibahas sebelumnya bahwa data panel memiliki jumlah observasi lebih banyak dibandingkan data cross section dan time series murni. Akibatnya, ketika data digabungkan menjadi pooled data, regresi yang dihasilkan cenderung lebih baik dibandingkan regresi yang menggunakan data cross section dan time series murni. Akan tetapi, dengan mengabungkan data maka variasi atau perbedaan, baik antara individu dan waktu, tidak dapat terlihat. Hal ini tentunya kurang sesuai dengan


(43)

tujuan dari digunakannya data panel. Lebih jauh lagi, dalam beberapa kasus penduga yang dihasilkan melalui least square dapat menjadi bias akibat kesalahan spesifikasi data.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, ada dua metode yang biasanya digunakan dalam pemodelan data panel, yaitu metode efek tetap (fixed effects model) dan metode efek random (random effects model). Persamaan berikut:

y = ...……...(3.5)

dengan gangguan acak diasumsikan mengikuti one-way error component model sebagai berikut:

...(3.6)

dan diasumsikan bahwa uit merupakan gangguan acak yang tidak berkorelasi dengan Xit . Sedangkan i disebut sebagai efek individual (time invariant person specific effect).

Beberapa aplikasi empiris data panel umumnya melibatkan satu di antara asumsi mengenai efek individual. Pertama, bila i diperlakukan sebagai parameter tetap, namun bervariasi antar i = 1,2,…, N , maka model ini disebut sebagai fixed effects model (FEM). Model efek tetap umumnya digunakan ketika terdapat korelasi antara intersep individual dan variabel independen, dan atau ketika N relatif kecil dan T relative besar. Secara umum model ini dapat diekspresikan sebagai

...(3.7)

dengan asumsi bahwa uit ~ iid (0, ). Penduga dari model ini mampu menjelaskan perbedaan atau variasi antar individu (differences within individual), karena model ini memungkinkan adanya perbedaan intersep pada setiap i. Penduga dari model ini ditentukan sebagaimana penduga least square dalam regresi namun dalam bentuk deviasi rata-rata individual. Menurut Verbeek (2000), dugaan untuk paremeter dengan menggunakan FEM dapat diformulasikan sebagai

...(3.8)

Sedangkan estimasi untuk intersep dituliskan sebagai

...(3.9)

Matriks kovarian untuk fixed effect estimator , dengan uit~ iid (0, ) diberikan oleh:


(44)

...(3.10)

dengan

...(3.11)

Pada dasarnya, FEM lebih menekankan pada perbedaan di antara individu, yakni menjelaskan bagaimana berbeda dari , dan tidak menjelaskan kenapa

berbeda dari . Di sisi lain, asumsi parametrik mengenai menekankan bahwa perubahan yang terjadi dalam X memiliki pengaruh yang sama, apakah perubahan dari satu periode ke periode lainnya atau perubahan dari satu individu ke individu lainnya.

Kedua, bila diperlakukan sebagai parameter random maka model disebut sebagai random effects model (REM). Dalam REM, perbedaan karakeristik individu diakomodasi oleh error dalam model. REM umumnya digunakan bila N relatif besar dan T relatif kecil. Secara umum model ini dapat diekspresikan sebagai:

...(3.12)

dengan dan memiliki rata-rata nol. Di sini, merepresentasikan gangguan individu (individual disturbance) yang tetap sepanjang waktu. Beberapa asumsi yang melekat dalam REM antara lain:

...(3.13)

...(3.14)

...(3.15)

...(3.16)

...(3.17)

... (3.18)

...(3.19)

Untuk menduga REM umumnya digunakan metode generalized least square (GLS). Misalkan kombinasi error pada Persamaan (3.12) dituliskan menjadi , dengan

...(3.20)

...(3.21)


(45)

...(3.23)

Apabila gangguan sejumlah T untuk individu i dikumpulkan dalam bentuk vektor

)’ maka dapat dituliskan bahwa

...(3.24) dengan

...(3.25)

Untuk keseluruhan observasi panel, matriks kovarian error dapat diturunkan sebagai

...(3.26) dengan menyatakan matriks identitas berdimensi N dan merepresentasikan Kronecker product. Misalkan Y pada Persamaan (3.19) direpresentasikan sebagai vektor stack dari yang dibentuk dengan pola yang sama dengan w (dengan struktur yang sama untuk X). Selanjutnya keseluruhan sistem yang dituliskan sebagai

Y = Xβ + w ...(3.27) dapat diestmasi dengan menggunaan metode GLS. Secara umum pendugaan GLS untuk persamaan regresi (3.27) memerlukan transformasi untuk menghilangkan struktur yang tidak baku dari matriks kovarian . Kemudian dengan mendefinisikan matriks penimbang dan mengalikannya ke kedua ruas diperoleh hasil transformasi sebagai berikut:

...(3.28)

atau

...(3.29)

sekarang = PE (ww’)P = PVP =

Sehingga, penduga GLS pada persamaan regresi (3.27) dapat dituliskan sebagai


(1)

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.999843 Mean dependent var 7.172399 Adjusted R-squared 0.999801 S.D. dependent var 3.227689 S.E. of regression 0.026558 Sum squared resid 0.043730 F-statistic 23298.17 Durbin-Watson stat 1.006941 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.999617 Mean dependent var 5.806831 Sum squared resid 0.059948 Durbin-Watson stat 0.919189

(3). Interaksi variabel keterbukaan dengan tingkat inflasi

Dependent Variable: LNGDP

Method: Panel EGLS (Cross-section weights)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 4.162912 1.993520 2.088221 0.0409

LNOPEN -0.804782 0.407093 -1.976899 0.0525 LNVFDI 0.011611 0.003699 3.138615 0.0026 LNVFIN 0.029962 0.024581 1.218888 0.2275 LNCPI -0.711908 0.354141 -2.010240 0.0488 LNVINFRA 0.411754 0.071694 5.743227 0.0000 LNVEDU 0.125849 0.039588 3.178930 0.0023 LNVTECH 0.045953 0.026229 1.751981 0.0847 LNVEMP 0.628651 0.127880 4.915931 0.0000 LNOPENCPI 0.175145 0.087396 2.004044 0.0494 D1LNOPENCPI 0.025733 0.007944 3.239251 0.0019

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.999846 Mean dependent var 7.388767 Adjusted R-squared 0.999804 S.D. dependent var 3.509608 S.E. of regression 0.027058 Sum squared resid 0.045392 F-statistic 23729.22 Durbin-Watson stat 1.081643 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.999659 Mean dependent var 5.806831 Sum squared resid 0.053383 Durbin-Watson stat 1.002044


(2)

(4). Interaksi variabel keterbukaan dengan infrastruktur

Dependent Variable: LNGDP

Method: Panel EGLS (Cross-section weights)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.917470 0.767635 1.195192 0.2366

LNOPEN -0.087648 0.134565 -0.651344 0.5172 LNVFDI 0.010490 0.003727 2.814513 0.0065 LNVFIN 0.041463 0.020777 1.995587 0.0504 LNCPI 0.035816 0.046078 0.777293 0.4399 LNVINFRA 0.293585 0.127734 2.298407 0.0249 LNVEDU 0.080545 0.041213 1.954389 0.0552 LNVTECH 0.053794 0.025508 2.108929 0.0390 LNVEMP 0.730480 0.114493 6.380118 0.0000 LNOPENVINFRA 0.023702 0.025691 0.922582 0.3598 D1LNOPENVINFRA 0.008808 0.007119 1.237390 0.2206

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.999831 Mean dependent var 7.114497 Adjusted R-squared 0.999784 S.D. dependent var 3.271603 S.E. of regression 0.026914 Sum squared resid 0.044912 F-statistic 21534.16 Durbin-Watson stat 0.985281 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.999618 Mean dependent var 5.806831 Sum squared resid 0.059724 Durbin-Watson stat 0.892277

(5). Interaksi variabel keterbukaan dengan tingkat pendidikan

Dependent Variable: LNGDP

Method: Panel EGLS (Cross-section weights)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.292615 0.379862 -0.770317 0.4440

LNOPEN 0.159455 0.044074 3.617881 0.0006 LNVFDI 0.010647 0.003795 2.805266 0.0067 LNVFIN 0.042236 0.021437 1.970190 0.0533 LNCPI 0.008690 0.049210 0.176598 0.8604 LNVINFRA 0.350585 0.066581 5.265523 0.0000 LNVEDU 0.549397 0.145337 3.780169 0.0004 LNVTECH 0.069927 0.024278 2.880264 0.0054 LNVEMP 0.851789 0.107324 7.936603 0.0000 LNOPENVEDU -0.098723 0.029209 -3.379820 0.0013 D1LNOPENVEDU 0.025337 0.015039 1.684807 0.0971


(3)

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.999767 Mean dependent var 6.692141 Adjusted R-squared 0.999703 S.D. dependent var 2.352228 S.E. of regression 0.025236 Sum squared resid 0.039486 F-statistic 15622.73 Durbin-Watson stat 1.231164 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.999716 Mean dependent var 5.806831 Sum squared resid 0.044512 Durbin-Watson stat 1.149295

(6). Interaksi variabel keterbukaan dengan kemajuan teknologi

Dependent Variable: LNGDP

Method: Panel EGLS (Cross-section weights)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.363128 0.316216 1.148355 0.2552

LNOPEN 0.017333 0.031564 0.549150 0.5849 LNVFDI 0.009916 0.003134 3.163891 0.0024 LNVFIN 0.048231 0.019799 2.435969 0.0177 LNCPI 0.009747 0.038059 0.256092 0.7987 LNVINFRA 0.448068 0.068309 6.559427 0.0000 LNVEDU 0.070604 0.040117 1.759976 0.0833 LNVTECH -0.098768 0.035787 -2.759874 0.0076 LNVEMP 0.734095 0.103480 7.094083 0.0000 LNOPENVTECH 0.029214 0.006706 4.356422 0.0001 D1LNOPENVTECH 0.001313 0.004917 0.267029 0.7903

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.999867 Mean dependent var 7.190542 Adjusted R-squared 0.999831 S.D. dependent var 3.308836 S.E. of regression 0.025162 Sum squared resid 0.039255 F-statistic 27517.98 Durbin-Watson stat 1.087166 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.999648 Mean dependent var 5.806831 Sum squared resid 0.055075 Durbin-Watson stat 0.960736


(4)

(7). Interaksi variabel keterbukaan dengan jumlah pekerja

Dependent Variable: LNGDP

Method: Panel EGLS (Cross-section weights)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.091544 0.474661 0.192862 0.8477

LNOPEN 0.129617 0.098054 1.321885 0.1911 LNVFDI 0.012296 0.003973 3.094594 0.0030 LNVFIN 0.048199 0.021617 2.229665 0.0294 LNCPI -0.037238 0.052246 -0.712730 0.4787 LNVINFRA 0.469972 0.073621 6.383655 0.0000 LNVEDU 0.120385 0.042023 2.864732 0.0057 LNVTECH 0.045413 0.026940 1.685693 0.0969 LNVEMP 0.788075 0.139986 5.629653 0.0000 LNOPENVEMP -0.035322 0.024127 -1.464024 0.1482 D1LNOPENVEMP 0.035584 0.009995 3.560165 0.0007

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.999841 Mean dependent var 6.915022 Adjusted R-squared 0.999798 S.D. dependent var 2.977673 S.E. of regression 0.025991 Sum squared resid 0.041882 F-statistic 22995.57 Durbin-Watson stat 1.066192 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.999673 Mean dependent var 5.806831 Sum squared resid 0.051229 Durbin-Watson stat 1.044179


(5)

Lampiran 11. Hasil pengolahan dengan first differences-generalized method of

moments (FD-GMM)

Arellano-Bond dynamic panel-data estimation Number of obs = 64 Group variable: negara Number of groups = 8 Time variable: tahun

Obs per group: min = 8 avg = 8 max = 8 Number of instruments = 45 Wald chi2(9) = 5438.28 Prob > chi2 = 0.0000 One-step results

--- lngdp | Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] ---+--- lngdp |

L1. | .662464 .1112569 5.95 0.000 .4444045 .8805235 lnopen | -.0044272 .0280835 -0.16 0.875 -.0594698 .0506154 lnvfdi | .0078225 .0036918 2.12 0.034 .0005867 .0150584 lnvfin | -.0828931 .0288171 -2.88 0.004 -.1393736 -.0264126 lncpi | -.039126 .0655898 -0.60 0.551 -.1676796 .0894277 lnvinfra | .2200224 .0763722 2.88 0.004 .0703357 .3697091 lnvedu | -.0307489 .0394896 -0.78 0.436 -.108147 .0466493 lnvtech | .1188811 .0312664 3.80 0.000 .0576001 .1801621 lnvemp | .1264043 .1264186 1.00 0.317 -.1213716 .3741801 _cons | .9972682 .396296 2.52 0.012 .2205423 1.773994 --- Instruments for differenced equation

GMM-type: L(2/.).lngdp

Standard: D.lnopen D.lnvfdi D.lnvfin D.lncpi D.lnvinfra D.lnvedu D.lnvtech D.lnvemp

Instruments for level equation Standard: _cons

Lampiran 12. Hasil uji Sargan pada model FD-GMM

Sargan test of overidentifying restrictions

H0: overidentifying restrictions are valid chi2(35) = 45.87416

Prob > chi2 = 0.1033

Lampiran 13. Hasil uji statistik Arrellano-Bond m1 dan m2 pada model FD-GMM

Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors

+---+ |Order | z Prob > z| |---+---| | 1 |-1.2404 0.2148 | | 2 |-.12177 0.9031 | +---+ H0: no autocorrelation


(6)

Lampiran 14. Hasil pengolahan dengan system-generalized method of moments

(Sys-GMM)

System dynamic panel-data estimation Number of obs = 72 Group variable: negara Number of groups = 8 Time variable: tahun

Obs per group: min = 9 avg = 9 max = 9 Number of instruments = 53 Wald chi2(9) = 10341.84 Prob > chi2 = 0.0000 One-step results

--- lngdp | Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] ---+--- lngdp |

L1. | .9594154 .0491805 19.51 0.000 .8630234 1.055807 lnopen | -.0171603 .0231255 -0.74 0.458 -.0624854 .0281648 lnvfdi | .012577 .0041896 3.00 0.003 .0043654 .0207885 lnvfin | -.0195778 .0271595 -0.72 0.471 -.0728095 .0336538 lncpi | -.1068014 .0456503 -2.34 0.019 -.1962743 -.0173285 lnvinfra | .1504115 .0658 2.29 0.022 .0214459 .2793771 lnvedu | -.0153992 .0344246 -0.45 0.655 -.0828701 .0520718 lnvtech | .0052606 .0204623 0.26 0.797 -.0348448 .045366 lnvemp | -.0516225 .0268583 -1.92 0.055 -.1042637 .0010187 _cons | .3468585 .3177732 1.09 0.275 -.2759656 .9696826 --- Instruments for differenced equation

GMM-type: L(2/.).lngdp

Standard: D.lnopen D.lnvfdi D.lnvfin D.lncpi D.lnvinfra D.lnvedu D.lnvtech D.lnvemp

Instruments for level equation GMM-type: LD.lngdp Standard: _cons

Lampiran 15. Hasil uji Sargan pada model Sys-GMM

Sargan test of overidentifying restrictions

H0: overidentifying restrictions are valid chi2(43) = 67.19404

Prob > chi2 = 0.0106

Lampiran 16. Hasil uji statistik Arrellano-Bond m1 dan m2 pada model

Sys-GMM

Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors +---+

|Order | z Prob > z| |---+---| | 1 | . . | | 2 | . . | +---+ H0: no autocorrelation