Pemodelan Regresi Komponen Utama Dan Lasso Terboboti Geografis (Global Dan Lokal) (Studi Kasus: Data Produk Domestik Regional Bruto (Pdrb) Pada 113 Kabupaten/Kota Di Pulau Jawa)
PEMODELAN REGRESI KOMPONEN UTAMA DAN LASSO
TERBOBOTI GEOGRAFIS (GLOBAL DAN LOKAL)
(Studi Kasus: Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
pada 113 Kabupaten/kota di Pulau Jawa)
IRA YULITA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemodelan Regresi Komponen
Utama dan Lasso Terboboti Geografis (Global dan Lokal) (Studi Kasus: Data
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada 113 Kabupaten/kota di Pulau Jawa)
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016
Ira Yulita
NIM G151130121
RINGKASAN
IRA YULITA. Pemodelan Regresi Komponen Utama dan Lasso Terboboti
Geografis (Global dan Lokal) (Studi Kasus: Data Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) pada 113 Kabupaten/kota di Pulau Jawa). Dibimbing Oleh ANIK
DJURAIDAH dan AJI HAMIM WIGENA.
Pada model regresi linier berganda diasumsikan tidak ada multikolinieritas
antar peubah bebas dan antar pengamatan bersifat saling bebas. Multikolinieritas
adalah ada korelasi yang tinggi antar peubah bebas. Multikolinieritas pada regresi
linier berganda dapat diatasi dengan mentransformasi peubah bebas awal menjadi
peubah baru (komponen utama) yang tidak berkorelasi. Di samping itu masalah ini
dapat diatasi dengan menambahkan regularisasi L1 (Least Absolute Shrinkage and
Selection Operator (Lasso)).
Pemodelan spasial dapat dilakukan berdasarkan jenis efek spasial yang
terjadi pada data yang akan diteliti. Efek spasial terdiri dari dependensi spasial dan
keheterogenan spasial. Dependensi spasial dapat diselesaikan dengan
menambahkan komponen otoregresif pada peubah tidak bebas, galat, atau keduanya
pada model regresi. Keheterogenan spasial dapat diselesaikan dengan Regresi
Terboboti Geografis (RTG).
Seperti pada model regresi berganda, pada model RTG juga diasumsikan
tidak ada multikolinieritas antar peubah bebas. RTG dengan kasus multikolinieritas
dapat diselesaikan dengan Regresi Komponen Utama Terboboti Geografis
(RKUTG) dan Regresi Lasso Terboboti Geografis (RLTG). RKUTG dan RLTG
bersifat global dan lokal. Pada RKUTG global komponen utama dibentuk secara
global, sedangkan RKUTG lokal komponen utama dibentuk secara lokal. Pada
RLTG global parameter penyusutan pada regularisasi L1 ditentukan secara global,
sedangkan RLTG lokal parameter penyusutan pada pada regularisasi L1
ditentukank secara lokal. Tujuan penelitian ini adalah menentukan model RKUTG
(global dan lokal) serta RLTG (global dan lokal) dengan matrik pembobot kernel
Gaussian pada data nilai PDRB di Pulau Jawa tahun 2013 serta memperoleh model
dugaan terbaik dari model tersebut.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal
dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013. Peubah tidak bebas adalah nilai
PDRB. Peubah bebas terdiri dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pendidikan,
angka harapan hidup, rata-rata lama sekolah, angka melek huruf, pengeluaran
perkapita, persentase penduduk miskin, rumah tangga menggunakan gas, rumah
tangga menggunakan listrik, jumlah pertokoan dan pasar, serta jumlah penginapan
dan hotel. Untuk menentukan model RKUTG global, komponen utama global
dibentuk berdasarkan matriks ragam peragam peubah tak bebas, sedangkan pada
RKUTG lokal, komponen utama lokal dibentuk berdasarkan matriks ragam
peragam peubah tak bebas dengan menggunakan matriks pembobot lokasi. Pada
model RLTG global parameter penyusutan pada regularisasi
sama untuk semua
lokasi, sedangkan pada RLTG lokal parameter penyusutan pada regularisasi
berbeda untuk setiap lokasi.
Hasil penelitian menunjukan model RKUTG global dan lokal menghasilkan
pseudo R2 masing-masing sebesar 67.74% dan 66.43%. Model RLTG global dan
lokal menghasilkan pseudo R2 masing-masing sebesar 88.63% dan 98.61%. Model
terbaik adalah model dengan menggunakan metode RLTG lokal dengan nilai R2
sebesar 98.61%. Nilai ini menunjukkan bahwa 98.61% keragaman nilai PDRB
mampu dijelaskan oleh model sedangkan sisanya dijelaskan oleh peubah-peubah
lain diluar model. Peubah bebas yang nyata disetiap kabupaten/kota di Pulau Jawa
berbeda-beda. Jakarta Pusat dengan dugaan nilai PDRB tertinggi dipengaruhi oleh
seluruh peubah bebas. Sedangkan peubah bebas yang nyata untuk Kota Sukabumi
yang memiliki dugaan nilai PDRB terendah adalah jumlah pertokoan dan pasar.
Kata Kunci : Multikolinearitas, RTG, RKUTG, RLTG
SUMMARY
IRA YULITA. Geographically Weighted Principal Component and Geographically
Weighted Lasso (Global and Local) Models (case study: Gross Regional Domestic
Product (GRDP) data at 113 districts/cities in Java). Supervised by ANIK
DJURAIDAH dan AJI HAMIM WIGENA.
The multiple linear regression model assumed there are no multicollinearity
between independent and independent variables. Multicolinearity is a high
correlation between independent variables. Multicollinearity in multiple linear
regression can be solved by transforming the independent variables into principal
components that are not correlated. Besides that this problem can be solved by
adding regularization L1 (Least Absolute Shrinkage and Selection Operator
(Lasso)) to the criteria sum square error.
Spatial modeling can be performed when data have spatial effect, i.e. spatial
dependency and spatial heterogeneity. Spatial dependencies can be handled by
adding autoregresive at the dependent variable, error, or both. While spatial
heterogeneity can be handled by Geographically Weighted Regression (GWR).
The GWR model like multiple linear regression also assumed no
multicollinearity between independent variables. GWR with multicollinearity cases
can be solved by Geographically Weighted Principal Component Regression
(GWPCR) and Geographically Weighted Lasso (GWL). The type of GWPCR and
GWL are global and local. The principal component for the global GWPCR is
formed globally, while for local GWPCR principal component is formed locally.
Shrinkage parameter in global GWL formed globally, while shrinkage parameter in
local GWL formed locally. The purpose of this study are determining the GWPCR
model (global and local) and GWL (global and local) model with Gaussian kernel
on the data of GRDP in Java in 2013 and obtain the best estimator models.
The data used in this research are secondary data from the Central Bureau of
Statistics (BPS). Variables dependent is the value of GRDP. Independent variables
consist of the human development index (HDI), education, life expectancy, the
average length of school, literacy rates, spending per capita, the percentage of poor
people, households use gas, household electricity use, number of shops and
markets, and number of inns and hotels. The model of global GWPCR is
determined by global principal component, variance covariance matrix is formed
based on the dependent variable. While local GWPCR is used local principal
component, variance covariance matrix is formed based on the dependent variable.
The global GWL model use shrinkage parameter in the regularization
same for
all location, while the local GWL use shrinkage parameter in the regularization
different for each location.
The results showed GWPCR models of global and local have pseudo R2
respectively by 67.74% and 66.43%. GWL models of global and local have pseudo
R2 respectively by 88.63% and 98.61%. The best model is a model using GWL
local with pseudo R2 98.61%. This value indicates that 98.61% GRDP value
variation can be explained by the model while the rest is explained by other
variables outside the model. The significant independent variable are different in
each district/city in Java. Central Jakarta with the the highest value of GRDP is
influenced by all the independent variables. Significant variables for the city of
Sukabumi which has the lowest value of GRDP is number of shops and markets.
Keywords: Multicollinearity, GWR, GWPCR, GWL
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEMODELAN REGRESI KOMPONEN UTAMA DAN LASSO
TERBOBOTI GEOGRAFIS (GLOBAL DAN LOKAL)
(Studi Kasus: Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
pada 113 Kabupaten/kota di Pulau Jawa)
IRA YULITA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Statistika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Erfiani, MSi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta‟ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Shalawat serta
salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga Beliau, para Sahabat serta para penerus perjuangan Beliau hingga
akhir zaman. Penelitian ini berjudul “Pemodelan Regresi Komponen Utama dan
Lasso Terboboti Geografis (Global dan Lokal) (Studi Kasus: Data Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) pada 113 Kabupaten/kota di Pulau Jawa )”.
Penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan,bimbingan, dan petunjuk dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih khususnya kepada:
1. Dr Ir Anik Djuraidah, MS selaku pembimbing I dan Dr Ir Aji Hamim Wigena,
MSc selaku pembimbing II yang dengan kesabaran telah banyak memberi
bimbingan, arahan, serta saran kepada penulis selama penyusunan tesis ini.
2. Dr Ir Erfiani, MSi selaku penguji luar komisi yang telah memberikan masukan
dan arahan yang sangat membangun dalam penyusunan tesis ini.
3. Seluruh staf pengajar pascasarjana Departemen Statistika IPB yang telah
banyak memberikan ilmu dan arahan selama perkuliahan sampai dengan
penyusunan karya ilmiah ini.
4. Teman-teman statistika angkatan 2013 atas kebersamaan, kekompakannya,
bantuan dan masukannya selama bersama-sama menempuh kuliah.
5. Kedua orang tua serta seluruh keluarga atas do‟a, dukungan, dan kasih sayang
yang diberikan.
6. Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) sebagai sponsor pemberi beasiswa
BPPDN yang mendukung kelanjutan studi S2 penulis.
7. Seluruh pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu.
Atas segala bantuan yang diberikan, penulis hanya bisa berdoa dengan harapan
semoga semua kebaikan yang penuh keikhlasan tersebut dicatat sebagai amal
ibadah dan mendapatkan balasan berupa pahala disisi Allah Subhanahu wa ta‟ala.
Aamiin Ya Rabbal „Alamin. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat serta dapat
menambah wawasan bagi para pembaca.
Bogor, Februari 2016
Ira Yulita
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Regresi Terboboti Geografis (RTG)
Regresi Komponen Utama Terboboti Geografis (RKUTG)
Regresi Lasso Terboboti Geografis (RLTG)
3 METODE PENELITIAN
Data
Metode Analisis
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Model Regresi Terboboti Geografis (RTG)
Model Regresi Komponen Utama Terboboti Geografis (RKUTG)
RKUTG Global
RKUTG Lokal
Model Regresi Lasso Terboboti Geografis (RLTG)
RLTG Global
RLTG Lokal
Kebaikan Model
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vi
vi
vi
1
2
3
4
5
6
6
8
9
12
12
13
14
14
15
17
19
20
21
27
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
Nilai koefisien korelasi antar peubah bebas
Ringkasan penduga parameter pada model RTG
Akar ciri global
Nilai R2
9
10
12
18
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Peta Keragaman Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Peta Dugaan Nilai (PDRB) pada model RTG
Nilai korelasi lokal antara peubah xi_xj
Nilai VIF lokal
Peta dugaan nilai PDRB dengan metode RKUTG Global
akar ciri RKUTG lokal
Peta dugaan nilai PDRB dengan metode RKUTG Lokal
Peubah bebas yang nyata model RLTG global
Peta dugaan nilai PDRB dengan metode RLTG Global
Peta dugaan nilai PDRB dengan metode RLTG Lokal
Peta sebaran sebaran peubah bebas yang dengan nilai PDRB rendah
Peta sebaran sebaran peubah bebas yang dengan nilai PDRB sedang
Peta sebaran sebaran peubah bebas yang dengan nilai PDRB tinggi
Peta sebaran jumlah peubah bebas yang nyata pada model RLTG Lokal
8
10
11
11
13
13
14
14
15
15
16
16
17
18
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
Diagram Alir
Penduga Parameter Model RLTG Lokal
21
22
1
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut Anselin (1998) regresi spasial merupakan hasil pengembangan
dari metode regresi linier. Pengembangan itu berdasarkan adanya pengaruh lokasi
atau spasial pada data yang dianalisis. Data spasial merupakan data yang
berorientasi geografis dan memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar
referensinya. Hukum pertama tentang geografi yang dikemukakan W Tobler’s
dalam Anselin (1988) menyebutkan bahwa segala sesuatu saling berhubungan
satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh
daripada sesuatu yang jauh. Pemodelan spasial dapat dilakukan berdasarkan jenis
efek spasial yang terjadi pada data. Efek spasial terdiri dari dependensi spasial dan
keheterogenan spasial. Dependensi spasial dapat diselesaikan dengan
menambahkan komponen otoregresif pada peubah tidak bebas, galat, atau
keduanya pada model regresi. Keheterogenan spasial dapat diselesaikan dengan
Regresi Terboboti Geografis (RTG).
Pada RTG diasumsikan tidak adanya multikolinieritas antar peubah bebas.
Multikolinieritas pada RTG dapat diatasi dengan membentuk model RTG dengan
terlebih dahulu mentransformasi peubah bebas awal ke peubah baru (komponen
utama) yang tidak berkorelasi/RKUTG. Disamping itu untuk masalah ini dapat
diatasi dengan menambahkan regularisasi L1 (Lasso) yang disebut RLTG.
Menambahkan regularisasi L2 (Ridge) yang disebut Regresi Ridge Terboboti
Geografis (RRTG).
Pada RKUTG diawali dengan membentuk komponen utama secara global
dan lokal. Komponen utama global dibentuk berdasarkan matriks ragam peragam
peubah tak bebas, sedangkan komponen utama lokal dibentuk berdasarkan
matriks ragam peragam peubah tak bebas dengan menggunakan matriks
pembobot lokasi. Selanjutnya skor komponen utama global maupun lokal
digunakan sebagai peubah bebas pada RTG.
Lasso menduga model linier melalui minimisasi jumlah kuadrat sisaan
dengan regularisasi
yaitu ∑ | ̂ |
dengan parameter penyusutan. Pada
RLTG global parameter penyusutan pada regularisasi
sama untuk semua
lokasi, sedangkan pada RLTG lokal parameter penyusutan pada regularisasi
berbeda untuk setiap lokasi. Pada RRTG ditambahkan suatu kendala
yaitu
∑
dengan
merupakan besaran yang mengendalikan besarnya
penyusutan dengan nilai
. Seperti halnya pada Lasso, RRTG juga dapat
bersifat global maupun lokal.
Hasil penelitian Sukmantoro (2014), pemodelan RRTG pada data nilai
tanah perumahan Pondok Indah, menghasilkan prediksi lebih teliti dibandingkan
RTG. Rohmaniyah (2014) melakukan analisis komponen utama terboboti
geografis (AKUTG) pada data sumber-sumber pendapatan daerah kabupaten/kota
di Jawa Tengah untuk mengatasi masalah multikolinieritas. Penelitian lainnya
yakni Miranti (2015) melakukan pemodelan RLTG lokal pada data prevalensi
malaria dan menghasilkan pseudo R2 sebesar 99.65%.
Pertumbuhan Ekonomi mencerminkan perkembangan suatu daerah yang
dapat dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di daerah tersebut.
2
PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang timbul dari seluruh sektor
perekonomian di suatu wilayah tertentu. Menurut BPS (2015) pendekatan
produksi merupakan salah satu pendekatan untuk menghitung nilai PDRB.
Pendekatan produksi dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha (sektor)
diantaranya listrik, gas, hotel, jasa perusahaan, serta jasa layanan pemerintah.
Setiap sektor tersebut dirinci lagi menjadi sub-sub sektor.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menentukan model RKUTG global dan lokal dengan fungsi pembobot
kernel Gaussian pada data PDRB di Pulau Jawa tahun 2013
2. Menentukan model RLTG global dan lokal dengan fungsi pembobot
kernel Gaussian pada data PDRB di Pulau Jawa tahun 2013
3. Memperoleh model dugaan terbaik dari kedua model tersebut.
3
2
TINJAUAN PUSTAKA
Regresi Terboboti Geografis (RTG)
Model RTG adalah pengembangan dari model regresi linier dengan
mempertimbangkan spasial (lokasi) yang merupakan salah satu pendekatan titik
yang efektif untuk mengatasi masalah heterogenitas spasial. Secara sistematis
model dari RTG menurut (Fotheringham et al. 2002) adalah sebagai berikut:
∑
(1)
dengan
adalah nilai amatan peubah tak bebas lokasi ke-i,
menyatakan
koordinat lokasi dengan
adalah derajat lintang dan adalah derajat bujur dari
merupakan nilai
lokasi ke-i,
adalah nilai bebas ke-k dari lokasi ke-i,
parameter ke-k dari lokasi ke-i dan adalah sisaan ke-i.
Pendugaan koefisien pada RTG dilakukan dengan metode kuadrat terkecil
terboboti atau dikenal dengan istilah (Weighted Least Square) (Fotheringham et
al. 2002) dengan persamaan sebagai berikut:
(2)
dengan:
)
),
)
Multikolinieritas merupakan kondisi terdapat hubungan linier yang hampir
sempurna (near dependence) pada kolom-kolom matriks X. Apabila terjadi
|
hubungan linier yang sempurna akan menyebabkan |
sehingga kondisi
ini disebut dengan multikolinieritas sempurna (exact multicollinearity) ( Draper &
Smith 1998). Menurut Gujarati (2004), cara mendeteksi adanya multikolinieritas
adalah dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) setiap peubah bebas.
Dalam model spasial multikolinieritas dapat dideteksi dengan korelasi lokal
Pearson dan VIF lokal yaitu dengan menambahkan fungsi pembobot. Nilai
toleransi yang mengindikasikan adanya mutikolinearitas bernilai kurang dari 0,20
atau 0,10 dan atau nilai VIF-nya lebih besar dari 5 atau 10. Nilai VIF yang lebih
besar dari 10 sangat mempengaruhi dugaan kuadrat terkecil dari koefisien regresi
( Friday et. al 2012 mengacu O' Brien 2007). Nilai korelasi untuk setiap peubah
bebas pada setiap lokasi ke-i adalah
√∑
∑
(
(
̅
̅
∑
(
(
̅
(3)
̅
Pada pemodelan RTG, VIF dimungkinkan dihitung pada masing-masing
peubah bebasnya. Nilai VIF dinyatakan sebagai berikut :
4
(4)
adalah koefisien determinasi antara
dengan peubah bebas lainnya
utuk setiap lokasi
.
Menurut Fotheringham et al. (2002) pemilihan fungsi pembobot
merupakan salah satu penentu hasil dari analisis regresi spasial. Fungsi pembobot
yang digunakan untuk membangun model dalam penelitian ini adalah fungsi
pembobot kernel Gaussian, dengan formula sebagai berikut
]
[
dengan
√(
menunjukkan jarak Euclid antara lokasi ke-i dengan lokasi ke-j dan adalah
nilai lebar jendala optimum.
Menurut Fotheringham et al. (2002) lebar jendala adalah ukuran jarak
fungsi pembobot dan menyebabkan besarnya pengaruh suatu lokasi terhadap
lokasi lain. Merupakan lingkaran dengan radius b dari titik pusat lokasi yang
digunakan sebagai dasar menentukan bobot setiap pengamatan terhadap model
regresi pada lokasi tersebut. Pemilihan lebar jendala yang tepat untuk fungsi
Kernel Gaussian adalah dengan menggunakan nilai Cross Validation (CV) atau
validasi silang yang minimum dengan formula:
∑
̂
dengan ̂
adalah nilai dugaan
dengan pengamatan dilokasi ke-i
dihilangkan dari proses prediksi. Pencarian nilai lebar jendela yang optimum
diperoleh melalui proses iterasi dengan mengubah nilai lebar jendela (b) hingga
didapatkan CV yang minimum (Fotheringham et al. 2002).
Regresi Komponen Utama Terboboti Geografis (RKUTG)
Multikolinieritas adalah ada korelasi yang tinggi antar peubah bebas. Salah
satu analisis untuk mengatasi multikolinieritas pada regresi linier berganda adalah
analisis komponen utama. Komponen utama merupakan kombinasi linier dari
peubah yang diamati. Kombinasi linier yang dipilih adalah kombinasi liner yang
dapat menjelaskan keragaman data terbesar. Komponen utama yang terbentuk
bersifat orthogonal, tidak berkorelasi dan informasinya tidak tumpang tindih. Skor
komponen utama yang dihasilkan digunakan pada analisis regresi, dan disebut
dengan Regresi Komponen Utama (RKU).
Seperti pada model regresi berganda, model RTG juga diasumsikan tidak
mengandung multikolinieritas antar peubah bebas. Multikolinieritas pada model
RTG dapat diselesaikan diantaranya dengan mentransformasi peubah bebas awal
ke peubah baru (komponen utama). Komponen utama yang terbentuk terdiri dari
global dan lokal. Komponen utama global dibentuk berdasarkan matriks ragam
peragam peubah tak bebas yang kemudian digunakan pada analisis RTG, dan
disebut dengan model RKUTG global. Komponen utama lokal dibentuk
berdasarkan matriks ragam peragam peubah tak bebas dengan menggunakan
matriks pembobot lokasi, dapat dirumuskan sebagai berikut:
5
∑
dan persamaan ciri adalah :
∑
dengan
∑
= matriks ragam-peragam dari pembobot lokasi
= akar ciri lokasi ke-i
= vektor ciri lokasi ke-i
Matriks skor komponen lokal pada lokasi ke-j, (
diperoleh dengan persamaan:
(
(
.
yang berukuran np
(
dengan (
adalah matriks dengan kolom merupakan vektor ciri lokasi ke-j.
Hasil prosedur komponen utama lokal ini selanjutnya digunakan pada pemodelan
RTG yang disebut dengan pemodelan RKUTG lokal.
Regresi Lasso Terboboti Geografis (RLTG)
Lasso diperkenalkan oleh Tibshirani (1996), merupakan teknik regresi
̂
̂
∑
penyusutan. Lasso menduga model linier ̂
melalui minimisasi
∑
dengan suatu kendala yaitu
jumlah kuadrat sisaan (∑
̂
∑ | |
dengan s adalah parameter penyusutan. Ukuran numerik s diperoleh
melalui proses validasi silang. Karena kendala tersebut, Lasso menyusutkan
sejumlah koefisien dengan membuatnya menjadi 0. Penduga parameter dengan
regularisasi Lasso didefinisikan sebagai berikut:
∑ | |
∑ (
∑
(̂
Untuk regresi Lasso peubah x dan y dibakukan terlebih dahulu.
Penambahan regularisasi Lasso dalam suatu pemodelan RTG dikenal dengan
istilah Regresi Lasso Terboboti Geografis (RLTG). Pada RLTG parameter dapat
bersifat global dan lokal, dan disebut RLTG global serta RLTG lokal. Pada model
RLTG global parameter penyusutan pada regularisasi
sama untuk semua
lokasi, sedangkan pada RLTG lokal parameter penyusutan pada regularisasi
berbeda untuk setiap lokasi.
6
3
METODE PENELITIAN
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, yaitu PDRB pada 113
kabupaten/kota di Pulau Jawa. PDRB adalah nilai bersih barang dan jasa-jasa
akhir yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam
periode tertentu. PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah
mengelola sumber saya alam yang dimilikinya. Menurut Todaro (2004) ada tiga
faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu 1) Akumulasi
modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru pada tanah, peralatan
fisik, dan modal atau sumber daya manusia, 2) Pertumbuhan penduduk, yang pada
akhirnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja, dan 3) Kemajuan teknologi.
Peubah tak bebas yang digunakan adalah nilai PDRB pada setiap
kabupaten/kota di Pulau Jawa. Peubah bebas yang digunakan adalah :
1. Indeks Pembangunan Manusia/IPM
2. Angka harapan hidup
3. Rata-rata lama sekolah
4. Angka melek huruf
5. Pengeluaran perkapita
6. Persentase penduduk miskin
7. Rumah tangga menggunakan gas
8. Rumah tangga menggunakan listrik
9. Pendidikan
10. Jumlah pertokoan dan pasar
11. Jumlah penginapan dan hotel
Metode Analisis
Tahapan-tahapan analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Eksplorasi data untuk mengetahui gambaran umum mengenai kondisi data
2. Melakukan uji Breuch-Pagan untuk mengetahui adanya keheterogenan
spasial pada data. Hipotesisnya sebagai berikut:
jika
dengan
tidak ditolak maka kehomogenan ragam terpenuhi sehingga
= konstan, dengan statistik uji BP sebagai berikut:
∑
̂
̂
∑
̂
(
∑
̂
dan ̂
∑
̂ . (Anselin 1988,
diacu dalam Arbia 2006). Uji statistik BP menyebar
adalah banyaknya parameter regresi. Jika BP lebih besar dari
tolak .
dengan k
maka
7
3. Melakukan Pemodelan RTG pada data tersebut dengan tahapan :
a. Menduga nilai lebar jendala kernel Gaussian dengan Validasi
Silang.
b. Menghitung nilai pembobot kernel Gaussian (W)
c. Menduga nilai parameter model RTG untuk masing-masing lokasi
berdasarkan nilai lebar jendala dan pembobot kernel yang
diperoleh pada langkah sebelumnya.
4. Mendeteksi multikolinearitas pada model RTG dengan menghitung nilai
korelasi lokal Pearson sesuai persamaan (3) dan VIF lokal dengan
persamaan (4) pada setiap peubah bebasnya
5. Memodelkan data PDRB dengan metode RKUTG dan metode RLTG
melalui pemusatan global dan lokal
6. Tahapan penyelesaian dengan RKUTG global
i.
Menentukan komponen utama yang digunakan untuk mewakili
(menggantikan) data asli dengan criteria keragaman yang dijelaskan
adalah 70%-80%
ii. Menghitung skor komponen utama
iii. Menduga nilai lebar jendala kernel Gaussian dengan Validasi Silang.
iv.
Menghitung nilai pembobot kernel Gaussian (W)
v.
Pembentukan model RKUTG global dengan menggunakan skor
komponen utama dan berdasarkan nilai lebar jendala dan pembobot
kernel untuk memperoleh penduga parameter disetiap lokasi
8. Tahapan penyelesaian dengan RKUTG lokal
i.
Menentukan komponen utama yang digunakan untuk mewakili
(menggantikan) data asli dengan kriteria keragaman yang dijelaskan
adalah 70%-80%
ii. Menghitung skor komponen utama
iii. Pembentukan model RKUTG lokal untuk memperoleh penduga
parameter disetiap lokasi
9. Tahapan RLTG global
i.
Menduga nilai parameter penyusutan
ii. Menduga solusi akhir koefisien parameter RLTG sesuai batasan
penyusutan dengan terlebih dahulu menentukan pembobot kernel
Gaussian (W)
10. Tahapan RLTG lokal
i.
Menduga nilai parameter penyusutan (si)
ii. Menduga solusi akhir koefisien parameter RLTG sesuai batasan
penyusutan (si) dengan terlebih dahulu menentukan pembobot kernel
Gaussian (W)
11. Membandingkan hasil R2 antara RKUTG-global, RKUTG-lokal, RLTGglobal, dan RLTG-lokal untuk memperoleh model terbaik.
8
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Produk domestik regional bruto (PDRB) adalah besarnya produk domestik
bruto (PDB) suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi dapat dijadikan parameter
makro ekonomi, baik dalam skala nasional maupun skala regional yang
mencerminkan keadaan perekonomian suatu negara atau daerah. Gambar 1
menunjukkan penyebaran nilai PDRB di kabupaten/kota di Pulau Jawa yang
berbeda-beda. Untuk mendeskripsikan sebaran nilai PDRB di Pulau Jawa
dilakukan dengan pengelompokan berdasarkan kuartil. Kabupaten/kota dengan
nilai PDRB tinggi (> 8.469 milyar rupiah) adalah kota di provinsi DKI Jakarta,
Bogor, Bogor, Bandung, Bekasi, dan Surabaya. Kabupaten/kota tersebut
merupakan daerah yang menjadi ibu kota provinsi, ibu kota Negara, pusat
pemerintahan serta pusat perekonomian. Kabupaten/kota yang memiliki nilai
PDRB rendah (< 3.072 milyar rupiah) diantaranya Wonosobo, Pacitan, Kebumen,
Blora dan beberapa kabupaten/kota lainnya.
Tinggi rendahnya PDRB suatu kabupaten/kota dapat disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya besaran PDRB yang dihasilkan suatu daerah, jumlah
penduduknya, serta kondisi sosial dan kesejahteraan masyarakat yang berbeda
antar kabupaten/kota. Kondisi geografis suatu daerah juga mempengaruhi nilai
PDRB. Daerah yang menjadi pusat pemerintahan dan pusat perekonomian
cenderung menghasilkan nilai PDRB yang tinggi seperti kota-kota didaerah DKI
Jakarta, Surabaya, dan Bandung.
Gambar 1: Peta Keragaman Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Nilai koefisien korelasi antar peubah bebas selengkapnya tertera pada
Tabel 1. Nilai koefisien korelasi tertinggi sebesar 0.92. Peubah bebas yang
memiliki nilai koefisien korelasi tinggi diantaranya peubah rumah tangga
menggunakan listrik dengan jumlah pertokoan dan pasar permanen, serta peubah
IPM dengan rata-rata lama sekolah. Disamping itu, peubah bebas yang memiliki
nilai korelasi rendah diantaranya peubah angka harapan hidup dengan jumlah
penginapan dan hotel, serta rumah tangga menggunakan listrik dengan jumlah
penginapan dan hotel. Adanya korelasi yang tinggi antar peubah bebas
mengindikasikan tidak terpenuhinya asumsi multikolinieritas pada regresi linier
berganda.
9
x2
x3
x4
x5
x6
x7
x8
x9
x10
x11
Tabel 1 Nilai koefisien korelasi antar peubah bebas
x1
x2
x3
x4
x5
x6
x7
x8
x9
x10
0.79
0.80
0.55
0.26
0.24 0.61
-0.10 -0.10 0.31 0.55
-0.30 -0.10 -0.63 -0.60 -0.57
-0.40 -0.20 -0.43 -0.10 -0.07 0.23
-0.30 -0.10 -0.21 0.02 0.32 -0.11 0.583
0.52
0.36 0.67 0.44 0.59 -0.57 -0.18 0.20
-0.30 -0.10 -0.21 0.03 0.25 -0.09 0.586 0.92 0.10
0.15
0.08 0.22 0.16 0.002 -0.17 -0.03 0.09 0.11 0.15
Model Regresi Terboboti Geografis (RTG)
Hasil uji heterogenitas spasial dengan menggunakan uji Breusch-Pagan
(BP) sebesar 27.693 dengan nilai-p 0.0073. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh heterogenitas spasial disetiap lokasi pengamatan pada data. Sehingga
model yang tepat digunakan untuk mengatasi heterogenitas spasial yang terjadi
pada nilai PDRB adalah model Regresi Terboboti Geografis (RTG).
Untuk memperoleh model pada setiap lokasi diperlukan lebar jendela yang
diperoleh dengan metode validasi silang yang selanjutnya digunakan untuk
memperoleh matriks pembobot pada proses pendugaan parameternya. Matriks
pembobot yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembobot kernel Gaussian.
Lebar jendela yang dianggap sebagai jari-jari lingkaran disekitar titik lokasi
pengamatan dalam hal ini bernilai 2.968, sehingga wilayah yang berada disekitar
2.968 derajat dari titik lokasi pengamatan masih memberikan pengaruh pada nilai
PDRB. Langkah selanjutnya adalah membentuk matriks pembobot. Jika suatu
lokasi semakin jauh dari titik lokasi pengamatan maka nilai pembobotnya semakin
menurun sehingga pengaruh yang diberikan semakin kecil.
Hasil penduga parameter menggunakan RTG bisa bernilai positif ataupun
negatif pada kabupaten/kota yang berbeda untuk peubah yang sama. Sehingga
suatu peubah bebas yang sama bisa memberi kontribusi positif maupun negatif
terhadap nilai PDRB. Sifat lokal dari model RTG dapat ditunjukkan dari hasil
nilai penduga parameternya. Ringkasan penduga parameter pada model RTG
dapat dilihat pada Tabel 2. Penduga yang memiliki jangkauan koefisien terbesar
adalah b4 dengan nilai 18.04 yang merupakan peubah angka melek huruf (X4).
Jangkauan terkecil adalah b11 dengan nilai 0.35 yang merupakan peubah jumlah
hotel dan penginapan (X11). Selain itu peubah persentase kemiskinan memiliki
rata-rata dugaan parameter yang bernilai negatif.
10
Tabel 2. Ringkasan penduga parameter pada model RTG
Koefisien RTG Minimum
Rata-Rata
Maksimum Jangkauan
3.57
7.29
9.07
5.50
-3.63
-0.84
3.27
6.90
-1.29
-0.42
1.44
2.74
-4.64
-1.54
3.18
7.82
-3.85
6.52
14.18
18.04
-1.24
-0.65
0.44
1.68
-1.22
-0.60
0.15
1.37
-1.84
3.54
11.96
13.81
-1.34
2.57
6.05
7.40
-2.51
3.95
7.40
9.91
-0.88
-0.51
0.51
1.40
1.02
1.10
1.36
0.35
Peta hasil dugaan nilai PDRB pada model RTG (Gambar 2) menunjukkan
bahwa terdapat beberapa wilayah dengan pendugaan yang kurang sesuai dengan
nilai PDRB awal. Seperti hasil dugaan daerah Garut masuk kategori rendah yang
seharusnya berada dikategori tinggi. Hal ini disebabkan hasil prediksi dari model
RTG kurang akurat.
Nilai F-hitung yang dihasilkan dari pengujian model RTG sebesar 2.8948
dengan nilai-p sebesar 0.0006. Nilai-p yang dihasilkan lebih kecil dari taraf nyata
0.05 sehingga diperoleh keputusan tolak H0. Hal ini menunjukkan bahwa model
RTG mampu mendeskripsikan data dengan lebih baik dibandingkan dengan
model OLS pada taraf nyata 5%. Pendugaan parameter dengan model RTG
menghasilkan nilai R2 sebesar 68.89 %. Nilai ini hanya mampu menjelaskan
keragaman nilai PDRB sebesar 68.89%, sisanya dijelaskan oleh peubah lain diluar
model.
Gambar 2 Peta Dugaan nilai PDRB pada model RTG
Nilai korelasi lokal beberapa peubah bebas untuk setiap lokasi pengamatan
tertera di Gambar 3. Informasi yang diperoleh dari Gambar 3 bahwa terdapat
beberapa peubah bebas yang berkorelasi sangat tinggi dengan peubah bebas
lainnya untuk setiap lokasi pengamatan. Peubah bebas tersebut diantaranya adalah
peubah X8 dan X10. Nilai korelasi tertinggi antara peubah X8 dan X10 sebesar
0.943 dan terendah sebesar -0.269. Nilai korelasi yang tinggi mengindikasikan
bahwa adanya multikolinearitas lokal yang terjadi pada model RTG.
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
11
x2_x1
x3_x1
x4_x3
x9_x3
x3_x4
x7_x10
x8_x10
x4_x1
x5_x1
Gambar 3 Nilai korelasi lokal antara peubah xi dan xj
2
4
6
8
10
Selain dengan korelasi lokal, multikolinieritas pada model RTG juga dapat
dilihat dari nilai VIF lokalnya. Diagram kotak garis pada Gambar 4 menunjukkan
nilai VIF lokal untuk setiap peubah bebas. Rata-rata nilai VIF memiliki selang
antara 1.15 hingga 10.52, sehingga dapat disimpulkan beberapa peubah bebas
dalam penelittian ini mengindikasikan adanya multikolinearitas lokal. Peubah
bebas yang memiliki nilai VIF lokal yang tinggi diantaranya adalah peubah
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan rumah tangga yang menggunakan
listrik. Angka harapan hidup, angka melek huruf, rumah tangga menggunakan
gas, dan jumlah hotel dan penginapan memiliki nilai VIF yang bersifat global
karena memiliki keragaman yang kecil dengan rata-rata selang nilai VIF sebesar
2.361 sampai 2.410. Adanya multikolinieritas dapat menyebabkan hasil dugaan
parameter memiliki ragam yang besar sehingga dapat menyebabkan kesalahan
dalam interpretasi model.
1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 4 Nilai VIF lokal
9
10
11
12
Model Regresi Komponen Utama Terboboti Geografis (RKUTG)
Salah satu cara untuk mengatasi masalah multikolinieritas lokal adalah
dengan menggunakan metode RKUTG. Metode RKUTG dibagi menjadi dua yaitu
global dan lokal. Metode ini akan menghasilkan peubah baru atau yang disebut
dengan komponen utama yang merupakan kombinasi linier dari peubah-peubah
asli. Komponen untama yang terbentuk secara keseluruhan adalah sebanyak 11
komponen utama.
Komponen utama yang akan digunakan untuk mewakili keseluruhan
peubah asli dapat menggunakan kriteria akar ciri. Pembentukan model komponen
utama dengan cara mengambil akar ciri yang lebih besar dari 1
. Atau
memilih r buah komponen utama sebagai penyumbang terbesar keragaman data
yang menghasilkan total keragaman lebih dari 0.75 atau ∑
.
Keragaman total yang dapat diterangkan oleh komponen utama ke-i terhadap
keragaman total adalah:
untuk i=1,2,…,r.
∑
RKUTG Global
Nilai akar ciri global tertera pada Tabel 3 yang menunjukkan bahwa akar
ciri yang memiliki nilai lebih dari 1 adalah tiga akar ciri pertama. Hal ini
menunjukkan bahwa ada tiga komponen utama yang bisa digunakan untuk
mewakili seluruh peubah asli. Namun jika menggunakan tiga komponen utama
proporsi keragaman yang dihasilkan kurang dari 75%. Pada penelitian ini akan
digunakan seluruh komponen utama untuk mewakili peubah asli, hal ini
diperkuat dengan proporsi keragaman yang dihasilkan. Proporsi keragaman dari
komponen utama global menunjukkan bahwa seluruh komponen utama pertama
menghasilkan persentase keragaman kumulatif 100% yang artinya dengan
menggunakan seluruh komponen utama dapat menjelaskan sebesar 100% dari
keragaman total peubah awal.
Tabel 3 Akar ciri global
Persentase
KU
Akar ciri keragaman
kumulatif
36.3
KU1
3.99
61.7
KU2
2.79
74.2
KU3
1.38
83.1
KU4
0.97
88.5
KU5
0.59
92.3
KU6
0.42
95.8
KU7
0.38
97.8
KU8
0.21
99
KU9
0.13
99.5
KU10
0.06
100
KU11
0.05
13
Skor komponen utama yang dihasilkan digunakan sebagai peubah baru
untuk analisis RKUTG. Penduga parameter yang dihasilkan menggunakan
RKUTG bisa bernilai positif ataupun negatif pada lokasi yang berbeda untuk
peubah yang sama. Hal ini mengakibatkan peubah bebas yang sama bisa memberi
kontribusi positif maupun negatif terhadap nilai PDRB di suatu wilayah. Peta
hasil dugaan nilai PDRB pada model RKUTG global (Gambar 5) menghasilkan
R2 sebesar 67.7% yang menunjukkan bahwa sebesar 67.7% keragaman nilai
PDRB di Pulau Jawa mampu dijelaskan oleh model sedangkan sisanya dijelaskan
peubah lain diluar model.
Gambar 5 Peta Dugaan nilai PDRB pada model RKUTG Global
RKUTG Lokal
0
1
2
3
4
5
Diagram kotak garis (Gambar 6) menunjukkan nilai akar ciri lokal yang
dihasilkan yang kemudian akan digunakan untuk mendapatkan model RKUTG.
Setiap lokasi pengamatan memiliki akar ciri yang berbeda-beda. Akar ciri yang
dihasilkan menunjukkan keragaman yang berbeda-beda untuk setiap komponen
utama yang terbentuk. Dari sebelas komponen utama, empat komponen utama
pertama menghasilkan rata-rata keragaman lebih dari 75%. Namun penelitian ini
akan menggugunakan seluruh komponen utama dengan persentase keragaman
kumulatif 100% untuk mewakili seluruh peubah asli.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Peubah bebas
Gambar 6 akar ciri RKUTG lokal
10
11
14
Peta hasil dugaan nilai PDRB pada model RKUTG Lokal dapat dilihat pada
Gambar 7. Hasil dugaan nilai PDRB wilayah DKI Jakarta, Surabaya, dan
Bandung masuk kategori tinggi dengan nilai sebenarnya juga masuk kategori
tinggi. Model RKUTG lokal menghasilkan nilai R2 sebesar 66.43% yang
menunjukkan bahwa sebesar 66.43% keragaman nilai PDRB mampu dijelaskan
oleh model sedangkan sisanya dijelaskan oleh peubah-peubah lain diluar model.
Gambar 7 Peta Dugaan nilai PDRB pada model RKUTG Lokal
Model Regresi Lasso Terboboti Geografis (RLTG)
RLTG Global
10
Peubah bebas yang nyata pada model RLTG global adalah peubah bebas
yang masuk dalam batasan parameter penyusutan (s) yang telah diduga. Hasil
analisis (Gambar 8) menunjukkan bahwa ada dua peubah bebas yang nyata dalam
.
dan rata-rata lama sekolah
pemodelan nilai PDRB yaitu peubah IPM
Peubah IPM dan rata-rata lama sekolah memiliki nilai koefisien tinggi dibeberapa
lokasi pengamatan. Nilai koefisien IPM tinggi meliputi kota Jakarta Selatan,
Jakarta Pusat, dan Surabaya. Nilai koefisien rata-rata lama sekolah tinggi meliputi
kota Bekasi, Jakarta Barat, Kota Bogor dan Kota Sukabumi. Untuk nilai koefisien
IPM terendah meliputi Ciamis, Wonogiri, Blora dan Klaten. Selain itu nilai
koefisien rata-rata lama sekolah yang terendah meliputi Lamongan, Blitar,
Bondowoso, dan Madiun.
Jakarta Selatan
Jakarta Pusat
Bekasi
Jawa Barat
Sukabumi Bogor
0
2
4
6
8
Surabaya
X1
Peubah bebas
X3
Gambar 8 peubah bebas yang nyata model RLTG global
15
Peta dugaan nilai PDRB pada model RLTG global (Gambar 9)
menginformasikan bahwa terdapat 29 kabupaten/kota dengan nilai PDRB
tertinggi (> 8.469) diantaranya beberapa kota di provinsi DKI Jakarta, Bogor,
Bekasi, Surabya. Terdapat 38 kabupaten/kota yang memiliki nilai PDRB terendah
(< 3.072) diantaranya Blora, Wonosobo, Pacitan, Wonogiri. Model RLTG Global
menghasilkan nilai R2 sebesar 88.63% yang berarti bahwa model RLTG Global
mampu menjelaskan keragaman nilai PDRB pada 113 kabuptan/kota di Pulau
Jawa sebesar 88.63%, sisanya 11.37% dijelaskan oleh peubah diluar model.
Gambar 9 Peta Dugaan nilai PDRB pada model RLTG Global
RLTG Lokal
Peta hasil dugaan nilai PDRB (Gambar 10) menunjukkan bahwa, nilai
PDRB yang sangat tinggi yaitu dengan jangkauan 8.469 sampai 96.423 terdapat di
daerah sekitar provinsi DKI Jakarta dan kota Surabaya. RLTG lokal melakukan
pemilihan model dengan menyusutkan beberapa koefisien ke nol (Lampiran 2).
Peubah bebas yang memiliki nilai VIF besar menyebabkan koefisien parameter
menjadi mengecil bahkan bernilai nol. Setiap kabupaten/kota di Pulau Jawa
memiliki peubah bebas nyata yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa
setiap daerah memiliki keunggulan masing-masing dalam meningkatkan nilai
PDRB. Model RLTG lokal menghasilkan pseudo R2 sebesar 98.61% yang
menunjukkan bahwa sebesar 98.61% keragaman nilai PDRB mampu dijelaskan
oleh model sedangkan dijelaskan oleh peubah-peubah lain diluar model.
Gambar 10 Peta Dugaan nilai PDRB pada model RLTG Lokal
16
Peubah bebas nyata dari model RLTG lokal untuk daerah yang memiliki
dugaan nilai PDRB rendah tertera pada Gambar 11. Wilayah yang memiliki
dugaan nilai PDRB rendah adalah 31 kabupaten/kota di provinsi Jawa Timur.
Adapun wilayah tersebut diantaranya adalah Kota Sukabumi, Depok, Kota Tegal,
Pacitan, Magetan, Batu, Kota Probolinggo, Kota Madiun, Wonogiri, dan
Kebumen. Dugaan nilai PDRB di 31 kabupaten/kota tersebut dipengaruhi oleh
peubah bebas yang berbeda-beda. Dugaan nilai PDRB Kota Sukabumi
dipengaruhi oleh IPM. Nilai PDRB kabupaten Pacitan dipengaruhi oleh IPM, ratarata lama sekolah, angka melek huruf, pengeluaran perkapita, presentase
penduduk miskin, RT menggunakan listrik, pendidikan, jumlah pertokoan dan
pasar, serta jumlah penginapan dan hotel. Untuk kabupaten Magetan nilai PDRB
dipengaruhi oleh IPM, rata-rata lama sekolah, angka melek huruf, pengeluaran
perkapita, persentase penduduk miskin, RT menggunakan gas, RT menggunakan
listrik, pendidikan, serta jumlah penginapan dan hotel. Hampir semua
kabupaten/kota yang memiliki nilai PDRB rendah dipengaruhi oleh rata-rata lama
sekolah, pendidikan, IPM, serta persentase penduduk miskin. Kabupaten/kota
yang memiliki nilai PDRB rendah tersebut merupakan daerah di pesisir barat
Jawa Timur yang berada jauh dari pusat perekonomian.
Gambar 11
Peta sebaran peubah bebas yang nyata pada daerah dengan nilai PDRB rendah
Peubah bebas nyata dari model RLTG lokal untuk daerah yang memiliki
dugaan nilai PDRB dengan kategori sedang tertera pada Gambar 12. Wilayah
dengan dugaan nilai PDRB kategori sedang adalah wilayah di seluruh
kabupaten/kota di provinsi Jawa tengah, Yogyakarta, dan sebagian kecil di Jawa
Barat. Jawa tengah terletak di tengah-tengah pulau Jawa dan diapit oleh dua
provinsi besar Jawa Barat dan Jawa Timur, dan satu Daerah Istimewa Yogyakarta.
Gambar 12
Peta sebaran peubah bebas yang nyata pada daerah dengan nilai PDRB sedang
17
Kabupaten/kota tersebut diantaranya adalah Trenggalek, Situbondo, Pati,
Surakarta, Karanganyar, Mojokerto, Kediri, Bojonegoro, Cirebon, serta Cianjur.
Nilai PDRB di kabupaten Situbondo dipengaruhi oleh pengeluaran perkapita,
persentase penduduk miskin, jumlah pertokoan dan pasar, serta jumlah
penginapan dan hotel. Peubah bebas yang mempengaruhi nilai PDRB di
kabupaten Surakarta adalah angka melek huruf, persentase penduduk miskin, dan
RT menggunakan gas. Untuk kabupaten Cirebon, nilai PDRB dipengaruhi oleh
persentase penduduk miskin, RT menggunakan gas, pendidikan, serta jumlah
pertokoan dan pasar. Hampir semua kabupaten/kota yang memiliki nilai PDRB
dengan kategori sedang dipengaruhi oleh rata-rata lama sekolah, pendidikan, IPM,
persentase penduduk miskin, RT menggunakan listrik, RT menggunakan gas,
serta jumlah pertokoan dan pasar.
Peubah bebas nyata dari model RLTG lokal untuk daerah yang memiliki
dugaan nilai PDRB dengan kategori tinggi tertera pada Gambar 13. Wilayah
dengan dugaan nilai PDRB tinggi adalah wilayah di DKI Jakarta, Banten, serta
sebagian kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat. Adapun wilayah tersebut
diantaranya adalah Bekasi, Bogor, Kota Surabaya, Jakarta Barat, Jakarta Pusat,
Jakarta Timur, Kota Semarang, dll. Sebagian besar kabupaten/kota dengan nilai
PDRB tinggi dipengaruhi oleh seluruh peubah bebas. Kabupaten/kota tersebut
merupakan daerah yang menjadi ibu kota provinsi, ibu kota Negara, pusat
pemerintahan serta pusat perekonomian.
Gambar 13
Peta sebaran peubah bebas yang nyata pada daerah dengan nilai PDRB tinggi
Kebaikan Model
Nilai pseudo R2 untuk masing-masing model yang dihasilkan tertera di
Tabel 4. Model RLTG lokal menghasilkan nilai pseudo R2 yang tinggi sebesar
98.61%. Hal ini berarti bahwa model RLTG lokal cukup baik dalam menjelaskan
heterogenitas spasial pada data nilai PDRB. Disamping itu, model RLTG lokal
mampu mengatasi masalah multikolinieritas yang belum dapat diatasi dengan
model RTG.
18
Tabel 4 Nilai R2
Model
RTG
RKUTG global
RKUTG lokal
RLTG global
RLTG lokal
Pseudo
R2
68.89%
67.74%
66.43%
88.63%
98.61%
Peta sebaran jumlah peubah bebas yang nyata pada model RLTG lokal
tertera pada Gambar 14. IPM merupakan peubah bebas yang nyata terhadap nilai
PDRB pada di 80 kabupaten/kota di Pulau Jawa. Pendidikan berpengaruh
terhadap nilai PDRB di 67 kabupaten/kota. Disamping itu peubah kemiskinan
berpengaruh terhadap nilai PDRB di 69 kabupaten/kota.
Kota Jakarta Pusat dengan nilai PDRB tertinggi (96.423 Milyar Rupiah)
dipengaruhi oleh seluruh peubah bebas. Rata-rata kabupaten/kota yang memiliki
nilai PDRB sedang tidak dipengaruhi oleh IPM. Sebagai contoh, nilai PDRB di
kabupaten Cimahi (7.344 Milyar Rupiah) hanya dipengaruhi oleh pendidikan dan
presentase penduduk miskin. Untuk Kota Sukabumi dengan nilai PDRB rendah
(1.921 Milyar Rupiah) dipengaruhi oleh jumlah pertokoan dan pasar.
Jumlah Peubah
Gambar 14
Peta sebaran jumlah peubah bebas yang nyata pada model RLTG Lokal
19
5
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan model RKUTG global
maupun lokal menghasilkan nilai pseudo R2 sebesar 67.74% dan 66.43%. Model
RLTG global maupun lokal menghasilkan nilai pseudo R2 sebesar 88.63% dan
98.61%. Model RLTG lokal adalah model terbaik yang dapat memperbaiki
kinerja model RTG dan layak digunakan pada data nilai PDRB di Pulau Jawa
tahun 2013. Peubah bebas nyata yang dominan mempengaruhi nilai PDRB di
Pulau Jawa adalah IPM, pendidikan, rata-rata lama sekolah, serta persentase
penduduk miskin.
20
DAFTAR PUSTAKA
Anselin L. 1988. Spatial Econometrics. Method and Model. Kluwer Academic
Publisher. Netherland.
Arbia G. 2006. Spatial Econometrics: Statistical Foundation and Application to
Regional Convergence. Berlin: Springer.
[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2015. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kabupaten/Kota di Indonesia 2009-2010. BPS. Jakarta
Efron B, Hastie T, Johnstone I, Tibshirani R. (2004). Least angle regression.
Annals of Statistics 32 (2) : 407 – 451
Fatulloh 2013. Penerapkan metode Regresi Terboboti Geografis (RTG) untuk data
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Pulau Jawa tahun 2010.
[skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Fotheringham S, Brunsdon C, Charlton M. 2002. Geographically Weighted
Regression: The Analysis of Spatially Varying Relationships. John Willey
and Sons. New York.
Gollini I, Lu B, Charlton M, Brunsdon C, Harris P. 2013. GWmodel: an R
Package for Exploring Spatial Heterogeneity using Geographically
Weighted Models. (http://arxiv.org/pdf/1306.0413.pdf.)
Harris P, Brunsdon C, Charlton M. 2011. Geographically weighted principal
components analysis. International Journal of Geographical Information
Science. 25(10): 1717-1736.
Johnson RA, Wichern DW. 2007. Applied Multivariate Statistical Analysis. Sixth
edition, Prentice Hall. New Jersey
Leung Y, Mei CL, Zhang WX. 2000. Statistical tests for spatial nonstationarity
based on the Regresi Terboboti Geografismodel,
Journal of Environ
Plan A, 32,: 9-32.
Miranti I. 2015. Pemodelan prevalensi malaria di Indonesia dengan regresi lasso
terboboti geografis. [tesis]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Myers RH. 1990. Classical and Modern Regression With Application. Second
Edition. PWS-Kent Publishing Company, Boston
Rohmaniyah A. 2014. Analisis sumber-sumber pendapatan daerah kabupaten dan
kota di Jawa Tengah dengan metode Geographically Weighted Principal
Component Analysis (GWPCA). Jurnal Gaussian. 3(3): 283-292.
Sukmantoro D. 2014. Geographically Weighted Ridge Regression dalam
Pemodelan Nilai Tanah. Jurnal its.ac.id
Tibshirani R. 1996. Regression Shrinkage and Selection Via The Lasso. Journal
of the Royal Statistical Society. 58(1) :267-288.
Wheeler D, Tiefelsdorf M. 2005. Multicollinearity and correlation among local
regression coefficients in geographically weighted regression. Journal of
Geographical Systems 7 :161 – 187
21
Lampiran 1 Diagram alir
Mulai
Data PDRB
Regresi Spasial
Regresi Linier
Efek
spasial
Regresi Linier
Tidak
Tidak
Multi
kolinieritas
Tidak
KU
global&lokal
dependensi
Ya
SAR, SEM,
GSM
Heterogen
Reguralisasi
Lasso
Globla&Lokal
RKUTG
Global &Lokal
Ya
RTG
RLTG
Global &Lokal
Kebaikan Model
Selesai
22
Lampiran 2 Penduga Parameter Model RLTG Lokal
Kabupaten/Kota
Pacitan
Ponorogo
Trenggalek
Tulungagung
Lumajang
Bondowoso
Pasuruan
Jombang
Nganjuk
Madiun
Magetan
Ngawi
Bojonegoro
Tuban
Lamongan
Kota Kediri
Blitar
Kota Malang
Kota Probolinggo
Kota Pasuruan
Kota Mojokerto
Kota Madiun
0.47
20.39
17.16
16.51
15.48
21.99
11.91
2.85
6.37
7.52
0.00
7.22
18.63
0.00
5.48
0.00
0.00
5.51
0.86
0.89
2.05
2.85
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
-17.41
0.00
4.16
0.00
0.73
0.00
0.00
-48.15
-13.10
0.00
-16.23
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
-2.36
-0.15
-1.43
0.00
2.74
0.00
0.00
-1.83
-1.12
0.00
-1.35
14.34
2.17
0.00
-5.71
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
8.84
1.92
2.95
0.82
17.51
11.79
0.00
4.73
6.25
0.00
0.00
27.15
14.15
0.00
2.05
0.00
5.79
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
3.193
2.91
4.06
2.77
5.88
0.00
0.00
4.39
0.00
0.00
0.00
1.81
-0.64
0.00
24.44
0.00
2.46
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
-2.57
0.00
-8.77
-8.74
0.00
-4.92
0.00
-1.55
0.00
27.65
-21.01
0.00
-41.05
-6.57
-2.89
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
5.75
0.00
0.00
0.00
6.05
0.00
0.00
3.36
0.00
0.00
-1.61
1.05
2.34
0.00
8.01
0.00
1.65
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
-1.12
-1.46
-0.68
4.09
-7.11
0.00
1.32
1.19
0.00
2.15
1.12
0.90
0.00
0.003
0.00
1.55
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
26.18
15.84
17.31
10.79
38.07
30.35
3.99
10.78
3.28
0.00
0.00
-0.12
2.66
0.00
19.13
0.00
5.02
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
7.08
9.17
7.34
9.69
8.10
3.07
0.00
0.00
0.00
0.00
1.72
7.95
6.06
0.00
2.58
0.00
0.00
0.00
0.00
0.30
0.00
0.00
-10.99
-3.52
-6.00
0.00
-25.91
-8.00
0.00
-5.42
0.00
0.00
1.63
3.27
0.00
0.00
-17.37
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
23
Lanjutan Lampiran 2
Kabupaten/Kota
Kota Surabaya
Batu
Blitar
Kediri
Mojokerto
Banyuwangi
Gresik
Jember
Malang
Probolinggo
Sidoarjo
Situbondo
Kulon Progo
Bantul
Gunung Kidul
Sleman
Yogyakarta
Cilacap
Banyumas
Purbalingga
Banjarnegara
Kebumen
Purworejo
21.73
15.46
3.43
0.00
17.54
22.93
8.68
2.76
0.00
TERBOBOTI GEOGRAFIS (GLOBAL DAN LOKAL)
(Studi Kasus: Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
pada 113 Kabupaten/kota di Pulau Jawa)
IRA YULITA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemodelan Regresi Komponen
Utama dan Lasso Terboboti Geografis (Global dan Lokal) (Studi Kasus: Data
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada 113 Kabupaten/kota di Pulau Jawa)
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016
Ira Yulita
NIM G151130121
RINGKASAN
IRA YULITA. Pemodelan Regresi Komponen Utama dan Lasso Terboboti
Geografis (Global dan Lokal) (Studi Kasus: Data Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) pada 113 Kabupaten/kota di Pulau Jawa). Dibimbing Oleh ANIK
DJURAIDAH dan AJI HAMIM WIGENA.
Pada model regresi linier berganda diasumsikan tidak ada multikolinieritas
antar peubah bebas dan antar pengamatan bersifat saling bebas. Multikolinieritas
adalah ada korelasi yang tinggi antar peubah bebas. Multikolinieritas pada regresi
linier berganda dapat diatasi dengan mentransformasi peubah bebas awal menjadi
peubah baru (komponen utama) yang tidak berkorelasi. Di samping itu masalah ini
dapat diatasi dengan menambahkan regularisasi L1 (Least Absolute Shrinkage and
Selection Operator (Lasso)).
Pemodelan spasial dapat dilakukan berdasarkan jenis efek spasial yang
terjadi pada data yang akan diteliti. Efek spasial terdiri dari dependensi spasial dan
keheterogenan spasial. Dependensi spasial dapat diselesaikan dengan
menambahkan komponen otoregresif pada peubah tidak bebas, galat, atau keduanya
pada model regresi. Keheterogenan spasial dapat diselesaikan dengan Regresi
Terboboti Geografis (RTG).
Seperti pada model regresi berganda, pada model RTG juga diasumsikan
tidak ada multikolinieritas antar peubah bebas. RTG dengan kasus multikolinieritas
dapat diselesaikan dengan Regresi Komponen Utama Terboboti Geografis
(RKUTG) dan Regresi Lasso Terboboti Geografis (RLTG). RKUTG dan RLTG
bersifat global dan lokal. Pada RKUTG global komponen utama dibentuk secara
global, sedangkan RKUTG lokal komponen utama dibentuk secara lokal. Pada
RLTG global parameter penyusutan pada regularisasi L1 ditentukan secara global,
sedangkan RLTG lokal parameter penyusutan pada pada regularisasi L1
ditentukank secara lokal. Tujuan penelitian ini adalah menentukan model RKUTG
(global dan lokal) serta RLTG (global dan lokal) dengan matrik pembobot kernel
Gaussian pada data nilai PDRB di Pulau Jawa tahun 2013 serta memperoleh model
dugaan terbaik dari model tersebut.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal
dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013. Peubah tidak bebas adalah nilai
PDRB. Peubah bebas terdiri dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pendidikan,
angka harapan hidup, rata-rata lama sekolah, angka melek huruf, pengeluaran
perkapita, persentase penduduk miskin, rumah tangga menggunakan gas, rumah
tangga menggunakan listrik, jumlah pertokoan dan pasar, serta jumlah penginapan
dan hotel. Untuk menentukan model RKUTG global, komponen utama global
dibentuk berdasarkan matriks ragam peragam peubah tak bebas, sedangkan pada
RKUTG lokal, komponen utama lokal dibentuk berdasarkan matriks ragam
peragam peubah tak bebas dengan menggunakan matriks pembobot lokasi. Pada
model RLTG global parameter penyusutan pada regularisasi
sama untuk semua
lokasi, sedangkan pada RLTG lokal parameter penyusutan pada regularisasi
berbeda untuk setiap lokasi.
Hasil penelitian menunjukan model RKUTG global dan lokal menghasilkan
pseudo R2 masing-masing sebesar 67.74% dan 66.43%. Model RLTG global dan
lokal menghasilkan pseudo R2 masing-masing sebesar 88.63% dan 98.61%. Model
terbaik adalah model dengan menggunakan metode RLTG lokal dengan nilai R2
sebesar 98.61%. Nilai ini menunjukkan bahwa 98.61% keragaman nilai PDRB
mampu dijelaskan oleh model sedangkan sisanya dijelaskan oleh peubah-peubah
lain diluar model. Peubah bebas yang nyata disetiap kabupaten/kota di Pulau Jawa
berbeda-beda. Jakarta Pusat dengan dugaan nilai PDRB tertinggi dipengaruhi oleh
seluruh peubah bebas. Sedangkan peubah bebas yang nyata untuk Kota Sukabumi
yang memiliki dugaan nilai PDRB terendah adalah jumlah pertokoan dan pasar.
Kata Kunci : Multikolinearitas, RTG, RKUTG, RLTG
SUMMARY
IRA YULITA. Geographically Weighted Principal Component and Geographically
Weighted Lasso (Global and Local) Models (case study: Gross Regional Domestic
Product (GRDP) data at 113 districts/cities in Java). Supervised by ANIK
DJURAIDAH dan AJI HAMIM WIGENA.
The multiple linear regression model assumed there are no multicollinearity
between independent and independent variables. Multicolinearity is a high
correlation between independent variables. Multicollinearity in multiple linear
regression can be solved by transforming the independent variables into principal
components that are not correlated. Besides that this problem can be solved by
adding regularization L1 (Least Absolute Shrinkage and Selection Operator
(Lasso)) to the criteria sum square error.
Spatial modeling can be performed when data have spatial effect, i.e. spatial
dependency and spatial heterogeneity. Spatial dependencies can be handled by
adding autoregresive at the dependent variable, error, or both. While spatial
heterogeneity can be handled by Geographically Weighted Regression (GWR).
The GWR model like multiple linear regression also assumed no
multicollinearity between independent variables. GWR with multicollinearity cases
can be solved by Geographically Weighted Principal Component Regression
(GWPCR) and Geographically Weighted Lasso (GWL). The type of GWPCR and
GWL are global and local. The principal component for the global GWPCR is
formed globally, while for local GWPCR principal component is formed locally.
Shrinkage parameter in global GWL formed globally, while shrinkage parameter in
local GWL formed locally. The purpose of this study are determining the GWPCR
model (global and local) and GWL (global and local) model with Gaussian kernel
on the data of GRDP in Java in 2013 and obtain the best estimator models.
The data used in this research are secondary data from the Central Bureau of
Statistics (BPS). Variables dependent is the value of GRDP. Independent variables
consist of the human development index (HDI), education, life expectancy, the
average length of school, literacy rates, spending per capita, the percentage of poor
people, households use gas, household electricity use, number of shops and
markets, and number of inns and hotels. The model of global GWPCR is
determined by global principal component, variance covariance matrix is formed
based on the dependent variable. While local GWPCR is used local principal
component, variance covariance matrix is formed based on the dependent variable.
The global GWL model use shrinkage parameter in the regularization
same for
all location, while the local GWL use shrinkage parameter in the regularization
different for each location.
The results showed GWPCR models of global and local have pseudo R2
respectively by 67.74% and 66.43%. GWL models of global and local have pseudo
R2 respectively by 88.63% and 98.61%. The best model is a model using GWL
local with pseudo R2 98.61%. This value indicates that 98.61% GRDP value
variation can be explained by the model while the rest is explained by other
variables outside the model. The significant independent variable are different in
each district/city in Java. Central Jakarta with the the highest value of GRDP is
influenced by all the independent variables. Significant variables for the city of
Sukabumi which has the lowest value of GRDP is number of shops and markets.
Keywords: Multicollinearity, GWR, GWPCR, GWL
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEMODELAN REGRESI KOMPONEN UTAMA DAN LASSO
TERBOBOTI GEOGRAFIS (GLOBAL DAN LOKAL)
(Studi Kasus: Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
pada 113 Kabupaten/kota di Pulau Jawa)
IRA YULITA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Statistika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Erfiani, MSi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta‟ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Shalawat serta
salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga Beliau, para Sahabat serta para penerus perjuangan Beliau hingga
akhir zaman. Penelitian ini berjudul “Pemodelan Regresi Komponen Utama dan
Lasso Terboboti Geografis (Global dan Lokal) (Studi Kasus: Data Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) pada 113 Kabupaten/kota di Pulau Jawa )”.
Penulisan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan,bimbingan, dan petunjuk dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih khususnya kepada:
1. Dr Ir Anik Djuraidah, MS selaku pembimbing I dan Dr Ir Aji Hamim Wigena,
MSc selaku pembimbing II yang dengan kesabaran telah banyak memberi
bimbingan, arahan, serta saran kepada penulis selama penyusunan tesis ini.
2. Dr Ir Erfiani, MSi selaku penguji luar komisi yang telah memberikan masukan
dan arahan yang sangat membangun dalam penyusunan tesis ini.
3. Seluruh staf pengajar pascasarjana Departemen Statistika IPB yang telah
banyak memberikan ilmu dan arahan selama perkuliahan sampai dengan
penyusunan karya ilmiah ini.
4. Teman-teman statistika angkatan 2013 atas kebersamaan, kekompakannya,
bantuan dan masukannya selama bersama-sama menempuh kuliah.
5. Kedua orang tua serta seluruh keluarga atas do‟a, dukungan, dan kasih sayang
yang diberikan.
6. Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) sebagai sponsor pemberi beasiswa
BPPDN yang mendukung kelanjutan studi S2 penulis.
7. Seluruh pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu.
Atas segala bantuan yang diberikan, penulis hanya bisa berdoa dengan harapan
semoga semua kebaikan yang penuh keikhlasan tersebut dicatat sebagai amal
ibadah dan mendapatkan balasan berupa pahala disisi Allah Subhanahu wa ta‟ala.
Aamiin Ya Rabbal „Alamin. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat serta dapat
menambah wawasan bagi para pembaca.
Bogor, Februari 2016
Ira Yulita
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Regresi Terboboti Geografis (RTG)
Regresi Komponen Utama Terboboti Geografis (RKUTG)
Regresi Lasso Terboboti Geografis (RLTG)
3 METODE PENELITIAN
Data
Metode Analisis
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Model Regresi Terboboti Geografis (RTG)
Model Regresi Komponen Utama Terboboti Geografis (RKUTG)
RKUTG Global
RKUTG Lokal
Model Regresi Lasso Terboboti Geografis (RLTG)
RLTG Global
RLTG Lokal
Kebaikan Model
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
vi
vi
vi
1
2
3
4
5
6
6
8
9
12
12
13
14
14
15
17
19
20
21
27
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
Nilai koefisien korelasi antar peubah bebas
Ringkasan penduga parameter pada model RTG
Akar ciri global
Nilai R2
9
10
12
18
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Peta Keragaman Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Peta Dugaan Nilai (PDRB) pada model RTG
Nilai korelasi lokal antara peubah xi_xj
Nilai VIF lokal
Peta dugaan nilai PDRB dengan metode RKUTG Global
akar ciri RKUTG lokal
Peta dugaan nilai PDRB dengan metode RKUTG Lokal
Peubah bebas yang nyata model RLTG global
Peta dugaan nilai PDRB dengan metode RLTG Global
Peta dugaan nilai PDRB dengan metode RLTG Lokal
Peta sebaran sebaran peubah bebas yang dengan nilai PDRB rendah
Peta sebaran sebaran peubah bebas yang dengan nilai PDRB sedang
Peta sebaran sebaran peubah bebas yang dengan nilai PDRB tinggi
Peta sebaran jumlah peubah bebas yang nyata pada model RLTG Lokal
8
10
11
11
13
13
14
14
15
15
16
16
17
18
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
Diagram Alir
Penduga Parameter Model RLTG Lokal
21
22
1
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut Anselin (1998) regresi spasial merupakan hasil pengembangan
dari metode regresi linier. Pengembangan itu berdasarkan adanya pengaruh lokasi
atau spasial pada data yang dianalisis. Data spasial merupakan data yang
berorientasi geografis dan memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar
referensinya. Hukum pertama tentang geografi yang dikemukakan W Tobler’s
dalam Anselin (1988) menyebutkan bahwa segala sesuatu saling berhubungan
satu dengan yang lainnya, tetapi sesuatu yang dekat lebih mempunyai pengaruh
daripada sesuatu yang jauh. Pemodelan spasial dapat dilakukan berdasarkan jenis
efek spasial yang terjadi pada data. Efek spasial terdiri dari dependensi spasial dan
keheterogenan spasial. Dependensi spasial dapat diselesaikan dengan
menambahkan komponen otoregresif pada peubah tidak bebas, galat, atau
keduanya pada model regresi. Keheterogenan spasial dapat diselesaikan dengan
Regresi Terboboti Geografis (RTG).
Pada RTG diasumsikan tidak adanya multikolinieritas antar peubah bebas.
Multikolinieritas pada RTG dapat diatasi dengan membentuk model RTG dengan
terlebih dahulu mentransformasi peubah bebas awal ke peubah baru (komponen
utama) yang tidak berkorelasi/RKUTG. Disamping itu untuk masalah ini dapat
diatasi dengan menambahkan regularisasi L1 (Lasso) yang disebut RLTG.
Menambahkan regularisasi L2 (Ridge) yang disebut Regresi Ridge Terboboti
Geografis (RRTG).
Pada RKUTG diawali dengan membentuk komponen utama secara global
dan lokal. Komponen utama global dibentuk berdasarkan matriks ragam peragam
peubah tak bebas, sedangkan komponen utama lokal dibentuk berdasarkan
matriks ragam peragam peubah tak bebas dengan menggunakan matriks
pembobot lokasi. Selanjutnya skor komponen utama global maupun lokal
digunakan sebagai peubah bebas pada RTG.
Lasso menduga model linier melalui minimisasi jumlah kuadrat sisaan
dengan regularisasi
yaitu ∑ | ̂ |
dengan parameter penyusutan. Pada
RLTG global parameter penyusutan pada regularisasi
sama untuk semua
lokasi, sedangkan pada RLTG lokal parameter penyusutan pada regularisasi
berbeda untuk setiap lokasi. Pada RRTG ditambahkan suatu kendala
yaitu
∑
dengan
merupakan besaran yang mengendalikan besarnya
penyusutan dengan nilai
. Seperti halnya pada Lasso, RRTG juga dapat
bersifat global maupun lokal.
Hasil penelitian Sukmantoro (2014), pemodelan RRTG pada data nilai
tanah perumahan Pondok Indah, menghasilkan prediksi lebih teliti dibandingkan
RTG. Rohmaniyah (2014) melakukan analisis komponen utama terboboti
geografis (AKUTG) pada data sumber-sumber pendapatan daerah kabupaten/kota
di Jawa Tengah untuk mengatasi masalah multikolinieritas. Penelitian lainnya
yakni Miranti (2015) melakukan pemodelan RLTG lokal pada data prevalensi
malaria dan menghasilkan pseudo R2 sebesar 99.65%.
Pertumbuhan Ekonomi mencerminkan perkembangan suatu daerah yang
dapat dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di daerah tersebut.
2
PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang timbul dari seluruh sektor
perekonomian di suatu wilayah tertentu. Menurut BPS (2015) pendekatan
produksi merupakan salah satu pendekatan untuk menghitung nilai PDRB.
Pendekatan produksi dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha (sektor)
diantaranya listrik, gas, hotel, jasa perusahaan, serta jasa layanan pemerintah.
Setiap sektor tersebut dirinci lagi menjadi sub-sub sektor.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menentukan model RKUTG global dan lokal dengan fungsi pembobot
kernel Gaussian pada data PDRB di Pulau Jawa tahun 2013
2. Menentukan model RLTG global dan lokal dengan fungsi pembobot
kernel Gaussian pada data PDRB di Pulau Jawa tahun 2013
3. Memperoleh model dugaan terbaik dari kedua model tersebut.
3
2
TINJAUAN PUSTAKA
Regresi Terboboti Geografis (RTG)
Model RTG adalah pengembangan dari model regresi linier dengan
mempertimbangkan spasial (lokasi) yang merupakan salah satu pendekatan titik
yang efektif untuk mengatasi masalah heterogenitas spasial. Secara sistematis
model dari RTG menurut (Fotheringham et al. 2002) adalah sebagai berikut:
∑
(1)
dengan
adalah nilai amatan peubah tak bebas lokasi ke-i,
menyatakan
koordinat lokasi dengan
adalah derajat lintang dan adalah derajat bujur dari
merupakan nilai
lokasi ke-i,
adalah nilai bebas ke-k dari lokasi ke-i,
parameter ke-k dari lokasi ke-i dan adalah sisaan ke-i.
Pendugaan koefisien pada RTG dilakukan dengan metode kuadrat terkecil
terboboti atau dikenal dengan istilah (Weighted Least Square) (Fotheringham et
al. 2002) dengan persamaan sebagai berikut:
(2)
dengan:
)
),
)
Multikolinieritas merupakan kondisi terdapat hubungan linier yang hampir
sempurna (near dependence) pada kolom-kolom matriks X. Apabila terjadi
|
hubungan linier yang sempurna akan menyebabkan |
sehingga kondisi
ini disebut dengan multikolinieritas sempurna (exact multicollinearity) ( Draper &
Smith 1998). Menurut Gujarati (2004), cara mendeteksi adanya multikolinieritas
adalah dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) setiap peubah bebas.
Dalam model spasial multikolinieritas dapat dideteksi dengan korelasi lokal
Pearson dan VIF lokal yaitu dengan menambahkan fungsi pembobot. Nilai
toleransi yang mengindikasikan adanya mutikolinearitas bernilai kurang dari 0,20
atau 0,10 dan atau nilai VIF-nya lebih besar dari 5 atau 10. Nilai VIF yang lebih
besar dari 10 sangat mempengaruhi dugaan kuadrat terkecil dari koefisien regresi
( Friday et. al 2012 mengacu O' Brien 2007). Nilai korelasi untuk setiap peubah
bebas pada setiap lokasi ke-i adalah
√∑
∑
(
(
̅
̅
∑
(
(
̅
(3)
̅
Pada pemodelan RTG, VIF dimungkinkan dihitung pada masing-masing
peubah bebasnya. Nilai VIF dinyatakan sebagai berikut :
4
(4)
adalah koefisien determinasi antara
dengan peubah bebas lainnya
utuk setiap lokasi
.
Menurut Fotheringham et al. (2002) pemilihan fungsi pembobot
merupakan salah satu penentu hasil dari analisis regresi spasial. Fungsi pembobot
yang digunakan untuk membangun model dalam penelitian ini adalah fungsi
pembobot kernel Gaussian, dengan formula sebagai berikut
]
[
dengan
√(
menunjukkan jarak Euclid antara lokasi ke-i dengan lokasi ke-j dan adalah
nilai lebar jendala optimum.
Menurut Fotheringham et al. (2002) lebar jendala adalah ukuran jarak
fungsi pembobot dan menyebabkan besarnya pengaruh suatu lokasi terhadap
lokasi lain. Merupakan lingkaran dengan radius b dari titik pusat lokasi yang
digunakan sebagai dasar menentukan bobot setiap pengamatan terhadap model
regresi pada lokasi tersebut. Pemilihan lebar jendala yang tepat untuk fungsi
Kernel Gaussian adalah dengan menggunakan nilai Cross Validation (CV) atau
validasi silang yang minimum dengan formula:
∑
̂
dengan ̂
adalah nilai dugaan
dengan pengamatan dilokasi ke-i
dihilangkan dari proses prediksi. Pencarian nilai lebar jendela yang optimum
diperoleh melalui proses iterasi dengan mengubah nilai lebar jendela (b) hingga
didapatkan CV yang minimum (Fotheringham et al. 2002).
Regresi Komponen Utama Terboboti Geografis (RKUTG)
Multikolinieritas adalah ada korelasi yang tinggi antar peubah bebas. Salah
satu analisis untuk mengatasi multikolinieritas pada regresi linier berganda adalah
analisis komponen utama. Komponen utama merupakan kombinasi linier dari
peubah yang diamati. Kombinasi linier yang dipilih adalah kombinasi liner yang
dapat menjelaskan keragaman data terbesar. Komponen utama yang terbentuk
bersifat orthogonal, tidak berkorelasi dan informasinya tidak tumpang tindih. Skor
komponen utama yang dihasilkan digunakan pada analisis regresi, dan disebut
dengan Regresi Komponen Utama (RKU).
Seperti pada model regresi berganda, model RTG juga diasumsikan tidak
mengandung multikolinieritas antar peubah bebas. Multikolinieritas pada model
RTG dapat diselesaikan diantaranya dengan mentransformasi peubah bebas awal
ke peubah baru (komponen utama). Komponen utama yang terbentuk terdiri dari
global dan lokal. Komponen utama global dibentuk berdasarkan matriks ragam
peragam peubah tak bebas yang kemudian digunakan pada analisis RTG, dan
disebut dengan model RKUTG global. Komponen utama lokal dibentuk
berdasarkan matriks ragam peragam peubah tak bebas dengan menggunakan
matriks pembobot lokasi, dapat dirumuskan sebagai berikut:
5
∑
dan persamaan ciri adalah :
∑
dengan
∑
= matriks ragam-peragam dari pembobot lokasi
= akar ciri lokasi ke-i
= vektor ciri lokasi ke-i
Matriks skor komponen lokal pada lokasi ke-j, (
diperoleh dengan persamaan:
(
(
.
yang berukuran np
(
dengan (
adalah matriks dengan kolom merupakan vektor ciri lokasi ke-j.
Hasil prosedur komponen utama lokal ini selanjutnya digunakan pada pemodelan
RTG yang disebut dengan pemodelan RKUTG lokal.
Regresi Lasso Terboboti Geografis (RLTG)
Lasso diperkenalkan oleh Tibshirani (1996), merupakan teknik regresi
̂
̂
∑
penyusutan. Lasso menduga model linier ̂
melalui minimisasi
∑
dengan suatu kendala yaitu
jumlah kuadrat sisaan (∑
̂
∑ | |
dengan s adalah parameter penyusutan. Ukuran numerik s diperoleh
melalui proses validasi silang. Karena kendala tersebut, Lasso menyusutkan
sejumlah koefisien dengan membuatnya menjadi 0. Penduga parameter dengan
regularisasi Lasso didefinisikan sebagai berikut:
∑ | |
∑ (
∑
(̂
Untuk regresi Lasso peubah x dan y dibakukan terlebih dahulu.
Penambahan regularisasi Lasso dalam suatu pemodelan RTG dikenal dengan
istilah Regresi Lasso Terboboti Geografis (RLTG). Pada RLTG parameter dapat
bersifat global dan lokal, dan disebut RLTG global serta RLTG lokal. Pada model
RLTG global parameter penyusutan pada regularisasi
sama untuk semua
lokasi, sedangkan pada RLTG lokal parameter penyusutan pada regularisasi
berbeda untuk setiap lokasi.
6
3
METODE PENELITIAN
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, yaitu PDRB pada 113
kabupaten/kota di Pulau Jawa. PDRB adalah nilai bersih barang dan jasa-jasa
akhir yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam
periode tertentu. PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah
mengelola sumber saya alam yang dimilikinya. Menurut Todaro (2004) ada tiga
faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu 1) Akumulasi
modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru pada tanah, peralatan
fisik, dan modal atau sumber daya manusia, 2) Pertumbuhan penduduk, yang pada
akhirnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja, dan 3) Kemajuan teknologi.
Peubah tak bebas yang digunakan adalah nilai PDRB pada setiap
kabupaten/kota di Pulau Jawa. Peubah bebas yang digunakan adalah :
1. Indeks Pembangunan Manusia/IPM
2. Angka harapan hidup
3. Rata-rata lama sekolah
4. Angka melek huruf
5. Pengeluaran perkapita
6. Persentase penduduk miskin
7. Rumah tangga menggunakan gas
8. Rumah tangga menggunakan listrik
9. Pendidikan
10. Jumlah pertokoan dan pasar
11. Jumlah penginapan dan hotel
Metode Analisis
Tahapan-tahapan analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Eksplorasi data untuk mengetahui gambaran umum mengenai kondisi data
2. Melakukan uji Breuch-Pagan untuk mengetahui adanya keheterogenan
spasial pada data. Hipotesisnya sebagai berikut:
jika
dengan
tidak ditolak maka kehomogenan ragam terpenuhi sehingga
= konstan, dengan statistik uji BP sebagai berikut:
∑
̂
̂
∑
̂
(
∑
̂
dan ̂
∑
̂ . (Anselin 1988,
diacu dalam Arbia 2006). Uji statistik BP menyebar
adalah banyaknya parameter regresi. Jika BP lebih besar dari
tolak .
dengan k
maka
7
3. Melakukan Pemodelan RTG pada data tersebut dengan tahapan :
a. Menduga nilai lebar jendala kernel Gaussian dengan Validasi
Silang.
b. Menghitung nilai pembobot kernel Gaussian (W)
c. Menduga nilai parameter model RTG untuk masing-masing lokasi
berdasarkan nilai lebar jendala dan pembobot kernel yang
diperoleh pada langkah sebelumnya.
4. Mendeteksi multikolinearitas pada model RTG dengan menghitung nilai
korelasi lokal Pearson sesuai persamaan (3) dan VIF lokal dengan
persamaan (4) pada setiap peubah bebasnya
5. Memodelkan data PDRB dengan metode RKUTG dan metode RLTG
melalui pemusatan global dan lokal
6. Tahapan penyelesaian dengan RKUTG global
i.
Menentukan komponen utama yang digunakan untuk mewakili
(menggantikan) data asli dengan criteria keragaman yang dijelaskan
adalah 70%-80%
ii. Menghitung skor komponen utama
iii. Menduga nilai lebar jendala kernel Gaussian dengan Validasi Silang.
iv.
Menghitung nilai pembobot kernel Gaussian (W)
v.
Pembentukan model RKUTG global dengan menggunakan skor
komponen utama dan berdasarkan nilai lebar jendala dan pembobot
kernel untuk memperoleh penduga parameter disetiap lokasi
8. Tahapan penyelesaian dengan RKUTG lokal
i.
Menentukan komponen utama yang digunakan untuk mewakili
(menggantikan) data asli dengan kriteria keragaman yang dijelaskan
adalah 70%-80%
ii. Menghitung skor komponen utama
iii. Pembentukan model RKUTG lokal untuk memperoleh penduga
parameter disetiap lokasi
9. Tahapan RLTG global
i.
Menduga nilai parameter penyusutan
ii. Menduga solusi akhir koefisien parameter RLTG sesuai batasan
penyusutan dengan terlebih dahulu menentukan pembobot kernel
Gaussian (W)
10. Tahapan RLTG lokal
i.
Menduga nilai parameter penyusutan (si)
ii. Menduga solusi akhir koefisien parameter RLTG sesuai batasan
penyusutan (si) dengan terlebih dahulu menentukan pembobot kernel
Gaussian (W)
11. Membandingkan hasil R2 antara RKUTG-global, RKUTG-lokal, RLTGglobal, dan RLTG-lokal untuk memperoleh model terbaik.
8
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Produk domestik regional bruto (PDRB) adalah besarnya produk domestik
bruto (PDB) suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi dapat dijadikan parameter
makro ekonomi, baik dalam skala nasional maupun skala regional yang
mencerminkan keadaan perekonomian suatu negara atau daerah. Gambar 1
menunjukkan penyebaran nilai PDRB di kabupaten/kota di Pulau Jawa yang
berbeda-beda. Untuk mendeskripsikan sebaran nilai PDRB di Pulau Jawa
dilakukan dengan pengelompokan berdasarkan kuartil. Kabupaten/kota dengan
nilai PDRB tinggi (> 8.469 milyar rupiah) adalah kota di provinsi DKI Jakarta,
Bogor, Bogor, Bandung, Bekasi, dan Surabaya. Kabupaten/kota tersebut
merupakan daerah yang menjadi ibu kota provinsi, ibu kota Negara, pusat
pemerintahan serta pusat perekonomian. Kabupaten/kota yang memiliki nilai
PDRB rendah (< 3.072 milyar rupiah) diantaranya Wonosobo, Pacitan, Kebumen,
Blora dan beberapa kabupaten/kota lainnya.
Tinggi rendahnya PDRB suatu kabupaten/kota dapat disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya besaran PDRB yang dihasilkan suatu daerah, jumlah
penduduknya, serta kondisi sosial dan kesejahteraan masyarakat yang berbeda
antar kabupaten/kota. Kondisi geografis suatu daerah juga mempengaruhi nilai
PDRB. Daerah yang menjadi pusat pemerintahan dan pusat perekonomian
cenderung menghasilkan nilai PDRB yang tinggi seperti kota-kota didaerah DKI
Jakarta, Surabaya, dan Bandung.
Gambar 1: Peta Keragaman Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Nilai koefisien korelasi antar peubah bebas selengkapnya tertera pada
Tabel 1. Nilai koefisien korelasi tertinggi sebesar 0.92. Peubah bebas yang
memiliki nilai koefisien korelasi tinggi diantaranya peubah rumah tangga
menggunakan listrik dengan jumlah pertokoan dan pasar permanen, serta peubah
IPM dengan rata-rata lama sekolah. Disamping itu, peubah bebas yang memiliki
nilai korelasi rendah diantaranya peubah angka harapan hidup dengan jumlah
penginapan dan hotel, serta rumah tangga menggunakan listrik dengan jumlah
penginapan dan hotel. Adanya korelasi yang tinggi antar peubah bebas
mengindikasikan tidak terpenuhinya asumsi multikolinieritas pada regresi linier
berganda.
9
x2
x3
x4
x5
x6
x7
x8
x9
x10
x11
Tabel 1 Nilai koefisien korelasi antar peubah bebas
x1
x2
x3
x4
x5
x6
x7
x8
x9
x10
0.79
0.80
0.55
0.26
0.24 0.61
-0.10 -0.10 0.31 0.55
-0.30 -0.10 -0.63 -0.60 -0.57
-0.40 -0.20 -0.43 -0.10 -0.07 0.23
-0.30 -0.10 -0.21 0.02 0.32 -0.11 0.583
0.52
0.36 0.67 0.44 0.59 -0.57 -0.18 0.20
-0.30 -0.10 -0.21 0.03 0.25 -0.09 0.586 0.92 0.10
0.15
0.08 0.22 0.16 0.002 -0.17 -0.03 0.09 0.11 0.15
Model Regresi Terboboti Geografis (RTG)
Hasil uji heterogenitas spasial dengan menggunakan uji Breusch-Pagan
(BP) sebesar 27.693 dengan nilai-p 0.0073. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh heterogenitas spasial disetiap lokasi pengamatan pada data. Sehingga
model yang tepat digunakan untuk mengatasi heterogenitas spasial yang terjadi
pada nilai PDRB adalah model Regresi Terboboti Geografis (RTG).
Untuk memperoleh model pada setiap lokasi diperlukan lebar jendela yang
diperoleh dengan metode validasi silang yang selanjutnya digunakan untuk
memperoleh matriks pembobot pada proses pendugaan parameternya. Matriks
pembobot yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembobot kernel Gaussian.
Lebar jendela yang dianggap sebagai jari-jari lingkaran disekitar titik lokasi
pengamatan dalam hal ini bernilai 2.968, sehingga wilayah yang berada disekitar
2.968 derajat dari titik lokasi pengamatan masih memberikan pengaruh pada nilai
PDRB. Langkah selanjutnya adalah membentuk matriks pembobot. Jika suatu
lokasi semakin jauh dari titik lokasi pengamatan maka nilai pembobotnya semakin
menurun sehingga pengaruh yang diberikan semakin kecil.
Hasil penduga parameter menggunakan RTG bisa bernilai positif ataupun
negatif pada kabupaten/kota yang berbeda untuk peubah yang sama. Sehingga
suatu peubah bebas yang sama bisa memberi kontribusi positif maupun negatif
terhadap nilai PDRB. Sifat lokal dari model RTG dapat ditunjukkan dari hasil
nilai penduga parameternya. Ringkasan penduga parameter pada model RTG
dapat dilihat pada Tabel 2. Penduga yang memiliki jangkauan koefisien terbesar
adalah b4 dengan nilai 18.04 yang merupakan peubah angka melek huruf (X4).
Jangkauan terkecil adalah b11 dengan nilai 0.35 yang merupakan peubah jumlah
hotel dan penginapan (X11). Selain itu peubah persentase kemiskinan memiliki
rata-rata dugaan parameter yang bernilai negatif.
10
Tabel 2. Ringkasan penduga parameter pada model RTG
Koefisien RTG Minimum
Rata-Rata
Maksimum Jangkauan
3.57
7.29
9.07
5.50
-3.63
-0.84
3.27
6.90
-1.29
-0.42
1.44
2.74
-4.64
-1.54
3.18
7.82
-3.85
6.52
14.18
18.04
-1.24
-0.65
0.44
1.68
-1.22
-0.60
0.15
1.37
-1.84
3.54
11.96
13.81
-1.34
2.57
6.05
7.40
-2.51
3.95
7.40
9.91
-0.88
-0.51
0.51
1.40
1.02
1.10
1.36
0.35
Peta hasil dugaan nilai PDRB pada model RTG (Gambar 2) menunjukkan
bahwa terdapat beberapa wilayah dengan pendugaan yang kurang sesuai dengan
nilai PDRB awal. Seperti hasil dugaan daerah Garut masuk kategori rendah yang
seharusnya berada dikategori tinggi. Hal ini disebabkan hasil prediksi dari model
RTG kurang akurat.
Nilai F-hitung yang dihasilkan dari pengujian model RTG sebesar 2.8948
dengan nilai-p sebesar 0.0006. Nilai-p yang dihasilkan lebih kecil dari taraf nyata
0.05 sehingga diperoleh keputusan tolak H0. Hal ini menunjukkan bahwa model
RTG mampu mendeskripsikan data dengan lebih baik dibandingkan dengan
model OLS pada taraf nyata 5%. Pendugaan parameter dengan model RTG
menghasilkan nilai R2 sebesar 68.89 %. Nilai ini hanya mampu menjelaskan
keragaman nilai PDRB sebesar 68.89%, sisanya dijelaskan oleh peubah lain diluar
model.
Gambar 2 Peta Dugaan nilai PDRB pada model RTG
Nilai korelasi lokal beberapa peubah bebas untuk setiap lokasi pengamatan
tertera di Gambar 3. Informasi yang diperoleh dari Gambar 3 bahwa terdapat
beberapa peubah bebas yang berkorelasi sangat tinggi dengan peubah bebas
lainnya untuk setiap lokasi pengamatan. Peubah bebas tersebut diantaranya adalah
peubah X8 dan X10. Nilai korelasi tertinggi antara peubah X8 dan X10 sebesar
0.943 dan terendah sebesar -0.269. Nilai korelasi yang tinggi mengindikasikan
bahwa adanya multikolinearitas lokal yang terjadi pada model RTG.
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
11
x2_x1
x3_x1
x4_x3
x9_x3
x3_x4
x7_x10
x8_x10
x4_x1
x5_x1
Gambar 3 Nilai korelasi lokal antara peubah xi dan xj
2
4
6
8
10
Selain dengan korelasi lokal, multikolinieritas pada model RTG juga dapat
dilihat dari nilai VIF lokalnya. Diagram kotak garis pada Gambar 4 menunjukkan
nilai VIF lokal untuk setiap peubah bebas. Rata-rata nilai VIF memiliki selang
antara 1.15 hingga 10.52, sehingga dapat disimpulkan beberapa peubah bebas
dalam penelittian ini mengindikasikan adanya multikolinearitas lokal. Peubah
bebas yang memiliki nilai VIF lokal yang tinggi diantaranya adalah peubah
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan rumah tangga yang menggunakan
listrik. Angka harapan hidup, angka melek huruf, rumah tangga menggunakan
gas, dan jumlah hotel dan penginapan memiliki nilai VIF yang bersifat global
karena memiliki keragaman yang kecil dengan rata-rata selang nilai VIF sebesar
2.361 sampai 2.410. Adanya multikolinieritas dapat menyebabkan hasil dugaan
parameter memiliki ragam yang besar sehingga dapat menyebabkan kesalahan
dalam interpretasi model.
1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 4 Nilai VIF lokal
9
10
11
12
Model Regresi Komponen Utama Terboboti Geografis (RKUTG)
Salah satu cara untuk mengatasi masalah multikolinieritas lokal adalah
dengan menggunakan metode RKUTG. Metode RKUTG dibagi menjadi dua yaitu
global dan lokal. Metode ini akan menghasilkan peubah baru atau yang disebut
dengan komponen utama yang merupakan kombinasi linier dari peubah-peubah
asli. Komponen untama yang terbentuk secara keseluruhan adalah sebanyak 11
komponen utama.
Komponen utama yang akan digunakan untuk mewakili keseluruhan
peubah asli dapat menggunakan kriteria akar ciri. Pembentukan model komponen
utama dengan cara mengambil akar ciri yang lebih besar dari 1
. Atau
memilih r buah komponen utama sebagai penyumbang terbesar keragaman data
yang menghasilkan total keragaman lebih dari 0.75 atau ∑
.
Keragaman total yang dapat diterangkan oleh komponen utama ke-i terhadap
keragaman total adalah:
untuk i=1,2,…,r.
∑
RKUTG Global
Nilai akar ciri global tertera pada Tabel 3 yang menunjukkan bahwa akar
ciri yang memiliki nilai lebih dari 1 adalah tiga akar ciri pertama. Hal ini
menunjukkan bahwa ada tiga komponen utama yang bisa digunakan untuk
mewakili seluruh peubah asli. Namun jika menggunakan tiga komponen utama
proporsi keragaman yang dihasilkan kurang dari 75%. Pada penelitian ini akan
digunakan seluruh komponen utama untuk mewakili peubah asli, hal ini
diperkuat dengan proporsi keragaman yang dihasilkan. Proporsi keragaman dari
komponen utama global menunjukkan bahwa seluruh komponen utama pertama
menghasilkan persentase keragaman kumulatif 100% yang artinya dengan
menggunakan seluruh komponen utama dapat menjelaskan sebesar 100% dari
keragaman total peubah awal.
Tabel 3 Akar ciri global
Persentase
KU
Akar ciri keragaman
kumulatif
36.3
KU1
3.99
61.7
KU2
2.79
74.2
KU3
1.38
83.1
KU4
0.97
88.5
KU5
0.59
92.3
KU6
0.42
95.8
KU7
0.38
97.8
KU8
0.21
99
KU9
0.13
99.5
KU10
0.06
100
KU11
0.05
13
Skor komponen utama yang dihasilkan digunakan sebagai peubah baru
untuk analisis RKUTG. Penduga parameter yang dihasilkan menggunakan
RKUTG bisa bernilai positif ataupun negatif pada lokasi yang berbeda untuk
peubah yang sama. Hal ini mengakibatkan peubah bebas yang sama bisa memberi
kontribusi positif maupun negatif terhadap nilai PDRB di suatu wilayah. Peta
hasil dugaan nilai PDRB pada model RKUTG global (Gambar 5) menghasilkan
R2 sebesar 67.7% yang menunjukkan bahwa sebesar 67.7% keragaman nilai
PDRB di Pulau Jawa mampu dijelaskan oleh model sedangkan sisanya dijelaskan
peubah lain diluar model.
Gambar 5 Peta Dugaan nilai PDRB pada model RKUTG Global
RKUTG Lokal
0
1
2
3
4
5
Diagram kotak garis (Gambar 6) menunjukkan nilai akar ciri lokal yang
dihasilkan yang kemudian akan digunakan untuk mendapatkan model RKUTG.
Setiap lokasi pengamatan memiliki akar ciri yang berbeda-beda. Akar ciri yang
dihasilkan menunjukkan keragaman yang berbeda-beda untuk setiap komponen
utama yang terbentuk. Dari sebelas komponen utama, empat komponen utama
pertama menghasilkan rata-rata keragaman lebih dari 75%. Namun penelitian ini
akan menggugunakan seluruh komponen utama dengan persentase keragaman
kumulatif 100% untuk mewakili seluruh peubah asli.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Peubah bebas
Gambar 6 akar ciri RKUTG lokal
10
11
14
Peta hasil dugaan nilai PDRB pada model RKUTG Lokal dapat dilihat pada
Gambar 7. Hasil dugaan nilai PDRB wilayah DKI Jakarta, Surabaya, dan
Bandung masuk kategori tinggi dengan nilai sebenarnya juga masuk kategori
tinggi. Model RKUTG lokal menghasilkan nilai R2 sebesar 66.43% yang
menunjukkan bahwa sebesar 66.43% keragaman nilai PDRB mampu dijelaskan
oleh model sedangkan sisanya dijelaskan oleh peubah-peubah lain diluar model.
Gambar 7 Peta Dugaan nilai PDRB pada model RKUTG Lokal
Model Regresi Lasso Terboboti Geografis (RLTG)
RLTG Global
10
Peubah bebas yang nyata pada model RLTG global adalah peubah bebas
yang masuk dalam batasan parameter penyusutan (s) yang telah diduga. Hasil
analisis (Gambar 8) menunjukkan bahwa ada dua peubah bebas yang nyata dalam
.
dan rata-rata lama sekolah
pemodelan nilai PDRB yaitu peubah IPM
Peubah IPM dan rata-rata lama sekolah memiliki nilai koefisien tinggi dibeberapa
lokasi pengamatan. Nilai koefisien IPM tinggi meliputi kota Jakarta Selatan,
Jakarta Pusat, dan Surabaya. Nilai koefisien rata-rata lama sekolah tinggi meliputi
kota Bekasi, Jakarta Barat, Kota Bogor dan Kota Sukabumi. Untuk nilai koefisien
IPM terendah meliputi Ciamis, Wonogiri, Blora dan Klaten. Selain itu nilai
koefisien rata-rata lama sekolah yang terendah meliputi Lamongan, Blitar,
Bondowoso, dan Madiun.
Jakarta Selatan
Jakarta Pusat
Bekasi
Jawa Barat
Sukabumi Bogor
0
2
4
6
8
Surabaya
X1
Peubah bebas
X3
Gambar 8 peubah bebas yang nyata model RLTG global
15
Peta dugaan nilai PDRB pada model RLTG global (Gambar 9)
menginformasikan bahwa terdapat 29 kabupaten/kota dengan nilai PDRB
tertinggi (> 8.469) diantaranya beberapa kota di provinsi DKI Jakarta, Bogor,
Bekasi, Surabya. Terdapat 38 kabupaten/kota yang memiliki nilai PDRB terendah
(< 3.072) diantaranya Blora, Wonosobo, Pacitan, Wonogiri. Model RLTG Global
menghasilkan nilai R2 sebesar 88.63% yang berarti bahwa model RLTG Global
mampu menjelaskan keragaman nilai PDRB pada 113 kabuptan/kota di Pulau
Jawa sebesar 88.63%, sisanya 11.37% dijelaskan oleh peubah diluar model.
Gambar 9 Peta Dugaan nilai PDRB pada model RLTG Global
RLTG Lokal
Peta hasil dugaan nilai PDRB (Gambar 10) menunjukkan bahwa, nilai
PDRB yang sangat tinggi yaitu dengan jangkauan 8.469 sampai 96.423 terdapat di
daerah sekitar provinsi DKI Jakarta dan kota Surabaya. RLTG lokal melakukan
pemilihan model dengan menyusutkan beberapa koefisien ke nol (Lampiran 2).
Peubah bebas yang memiliki nilai VIF besar menyebabkan koefisien parameter
menjadi mengecil bahkan bernilai nol. Setiap kabupaten/kota di Pulau Jawa
memiliki peubah bebas nyata yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa
setiap daerah memiliki keunggulan masing-masing dalam meningkatkan nilai
PDRB. Model RLTG lokal menghasilkan pseudo R2 sebesar 98.61% yang
menunjukkan bahwa sebesar 98.61% keragaman nilai PDRB mampu dijelaskan
oleh model sedangkan dijelaskan oleh peubah-peubah lain diluar model.
Gambar 10 Peta Dugaan nilai PDRB pada model RLTG Lokal
16
Peubah bebas nyata dari model RLTG lokal untuk daerah yang memiliki
dugaan nilai PDRB rendah tertera pada Gambar 11. Wilayah yang memiliki
dugaan nilai PDRB rendah adalah 31 kabupaten/kota di provinsi Jawa Timur.
Adapun wilayah tersebut diantaranya adalah Kota Sukabumi, Depok, Kota Tegal,
Pacitan, Magetan, Batu, Kota Probolinggo, Kota Madiun, Wonogiri, dan
Kebumen. Dugaan nilai PDRB di 31 kabupaten/kota tersebut dipengaruhi oleh
peubah bebas yang berbeda-beda. Dugaan nilai PDRB Kota Sukabumi
dipengaruhi oleh IPM. Nilai PDRB kabupaten Pacitan dipengaruhi oleh IPM, ratarata lama sekolah, angka melek huruf, pengeluaran perkapita, presentase
penduduk miskin, RT menggunakan listrik, pendidikan, jumlah pertokoan dan
pasar, serta jumlah penginapan dan hotel. Untuk kabupaten Magetan nilai PDRB
dipengaruhi oleh IPM, rata-rata lama sekolah, angka melek huruf, pengeluaran
perkapita, persentase penduduk miskin, RT menggunakan gas, RT menggunakan
listrik, pendidikan, serta jumlah penginapan dan hotel. Hampir semua
kabupaten/kota yang memiliki nilai PDRB rendah dipengaruhi oleh rata-rata lama
sekolah, pendidikan, IPM, serta persentase penduduk miskin. Kabupaten/kota
yang memiliki nilai PDRB rendah tersebut merupakan daerah di pesisir barat
Jawa Timur yang berada jauh dari pusat perekonomian.
Gambar 11
Peta sebaran peubah bebas yang nyata pada daerah dengan nilai PDRB rendah
Peubah bebas nyata dari model RLTG lokal untuk daerah yang memiliki
dugaan nilai PDRB dengan kategori sedang tertera pada Gambar 12. Wilayah
dengan dugaan nilai PDRB kategori sedang adalah wilayah di seluruh
kabupaten/kota di provinsi Jawa tengah, Yogyakarta, dan sebagian kecil di Jawa
Barat. Jawa tengah terletak di tengah-tengah pulau Jawa dan diapit oleh dua
provinsi besar Jawa Barat dan Jawa Timur, dan satu Daerah Istimewa Yogyakarta.
Gambar 12
Peta sebaran peubah bebas yang nyata pada daerah dengan nilai PDRB sedang
17
Kabupaten/kota tersebut diantaranya adalah Trenggalek, Situbondo, Pati,
Surakarta, Karanganyar, Mojokerto, Kediri, Bojonegoro, Cirebon, serta Cianjur.
Nilai PDRB di kabupaten Situbondo dipengaruhi oleh pengeluaran perkapita,
persentase penduduk miskin, jumlah pertokoan dan pasar, serta jumlah
penginapan dan hotel. Peubah bebas yang mempengaruhi nilai PDRB di
kabupaten Surakarta adalah angka melek huruf, persentase penduduk miskin, dan
RT menggunakan gas. Untuk kabupaten Cirebon, nilai PDRB dipengaruhi oleh
persentase penduduk miskin, RT menggunakan gas, pendidikan, serta jumlah
pertokoan dan pasar. Hampir semua kabupaten/kota yang memiliki nilai PDRB
dengan kategori sedang dipengaruhi oleh rata-rata lama sekolah, pendidikan, IPM,
persentase penduduk miskin, RT menggunakan listrik, RT menggunakan gas,
serta jumlah pertokoan dan pasar.
Peubah bebas nyata dari model RLTG lokal untuk daerah yang memiliki
dugaan nilai PDRB dengan kategori tinggi tertera pada Gambar 13. Wilayah
dengan dugaan nilai PDRB tinggi adalah wilayah di DKI Jakarta, Banten, serta
sebagian kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat. Adapun wilayah tersebut
diantaranya adalah Bekasi, Bogor, Kota Surabaya, Jakarta Barat, Jakarta Pusat,
Jakarta Timur, Kota Semarang, dll. Sebagian besar kabupaten/kota dengan nilai
PDRB tinggi dipengaruhi oleh seluruh peubah bebas. Kabupaten/kota tersebut
merupakan daerah yang menjadi ibu kota provinsi, ibu kota Negara, pusat
pemerintahan serta pusat perekonomian.
Gambar 13
Peta sebaran peubah bebas yang nyata pada daerah dengan nilai PDRB tinggi
Kebaikan Model
Nilai pseudo R2 untuk masing-masing model yang dihasilkan tertera di
Tabel 4. Model RLTG lokal menghasilkan nilai pseudo R2 yang tinggi sebesar
98.61%. Hal ini berarti bahwa model RLTG lokal cukup baik dalam menjelaskan
heterogenitas spasial pada data nilai PDRB. Disamping itu, model RLTG lokal
mampu mengatasi masalah multikolinieritas yang belum dapat diatasi dengan
model RTG.
18
Tabel 4 Nilai R2
Model
RTG
RKUTG global
RKUTG lokal
RLTG global
RLTG lokal
Pseudo
R2
68.89%
67.74%
66.43%
88.63%
98.61%
Peta sebaran jumlah peubah bebas yang nyata pada model RLTG lokal
tertera pada Gambar 14. IPM merupakan peubah bebas yang nyata terhadap nilai
PDRB pada di 80 kabupaten/kota di Pulau Jawa. Pendidikan berpengaruh
terhadap nilai PDRB di 67 kabupaten/kota. Disamping itu peubah kemiskinan
berpengaruh terhadap nilai PDRB di 69 kabupaten/kota.
Kota Jakarta Pusat dengan nilai PDRB tertinggi (96.423 Milyar Rupiah)
dipengaruhi oleh seluruh peubah bebas. Rata-rata kabupaten/kota yang memiliki
nilai PDRB sedang tidak dipengaruhi oleh IPM. Sebagai contoh, nilai PDRB di
kabupaten Cimahi (7.344 Milyar Rupiah) hanya dipengaruhi oleh pendidikan dan
presentase penduduk miskin. Untuk Kota Sukabumi dengan nilai PDRB rendah
(1.921 Milyar Rupiah) dipengaruhi oleh jumlah pertokoan dan pasar.
Jumlah Peubah
Gambar 14
Peta sebaran jumlah peubah bebas yang nyata pada model RLTG Lokal
19
5
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan model RKUTG global
maupun lokal menghasilkan nilai pseudo R2 sebesar 67.74% dan 66.43%. Model
RLTG global maupun lokal menghasilkan nilai pseudo R2 sebesar 88.63% dan
98.61%. Model RLTG lokal adalah model terbaik yang dapat memperbaiki
kinerja model RTG dan layak digunakan pada data nilai PDRB di Pulau Jawa
tahun 2013. Peubah bebas nyata yang dominan mempengaruhi nilai PDRB di
Pulau Jawa adalah IPM, pendidikan, rata-rata lama sekolah, serta persentase
penduduk miskin.
20
DAFTAR PUSTAKA
Anselin L. 1988. Spatial Econometrics. Method and Model. Kluwer Academic
Publisher. Netherland.
Arbia G. 2006. Spatial Econometrics: Statistical Foundation and Application to
Regional Convergence. Berlin: Springer.
[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2015. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kabupaten/Kota di Indonesia 2009-2010. BPS. Jakarta
Efron B, Hastie T, Johnstone I, Tibshirani R. (2004). Least angle regression.
Annals of Statistics 32 (2) : 407 – 451
Fatulloh 2013. Penerapkan metode Regresi Terboboti Geografis (RTG) untuk data
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Pulau Jawa tahun 2010.
[skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Fotheringham S, Brunsdon C, Charlton M. 2002. Geographically Weighted
Regression: The Analysis of Spatially Varying Relationships. John Willey
and Sons. New York.
Gollini I, Lu B, Charlton M, Brunsdon C, Harris P. 2013. GWmodel: an R
Package for Exploring Spatial Heterogeneity using Geographically
Weighted Models. (http://arxiv.org/pdf/1306.0413.pdf.)
Harris P, Brunsdon C, Charlton M. 2011. Geographically weighted principal
components analysis. International Journal of Geographical Information
Science. 25(10): 1717-1736.
Johnson RA, Wichern DW. 2007. Applied Multivariate Statistical Analysis. Sixth
edition, Prentice Hall. New Jersey
Leung Y, Mei CL, Zhang WX. 2000. Statistical tests for spatial nonstationarity
based on the Regresi Terboboti Geografismodel,
Journal of Environ
Plan A, 32,: 9-32.
Miranti I. 2015. Pemodelan prevalensi malaria di Indonesia dengan regresi lasso
terboboti geografis. [tesis]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Myers RH. 1990. Classical and Modern Regression With Application. Second
Edition. PWS-Kent Publishing Company, Boston
Rohmaniyah A. 2014. Analisis sumber-sumber pendapatan daerah kabupaten dan
kota di Jawa Tengah dengan metode Geographically Weighted Principal
Component Analysis (GWPCA). Jurnal Gaussian. 3(3): 283-292.
Sukmantoro D. 2014. Geographically Weighted Ridge Regression dalam
Pemodelan Nilai Tanah. Jurnal its.ac.id
Tibshirani R. 1996. Regression Shrinkage and Selection Via The Lasso. Journal
of the Royal Statistical Society. 58(1) :267-288.
Wheeler D, Tiefelsdorf M. 2005. Multicollinearity and correlation among local
regression coefficients in geographically weighted regression. Journal of
Geographical Systems 7 :161 – 187
21
Lampiran 1 Diagram alir
Mulai
Data PDRB
Regresi Spasial
Regresi Linier
Efek
spasial
Regresi Linier
Tidak
Tidak
Multi
kolinieritas
Tidak
KU
global&lokal
dependensi
Ya
SAR, SEM,
GSM
Heterogen
Reguralisasi
Lasso
Globla&Lokal
RKUTG
Global &Lokal
Ya
RTG
RLTG
Global &Lokal
Kebaikan Model
Selesai
22
Lampiran 2 Penduga Parameter Model RLTG Lokal
Kabupaten/Kota
Pacitan
Ponorogo
Trenggalek
Tulungagung
Lumajang
Bondowoso
Pasuruan
Jombang
Nganjuk
Madiun
Magetan
Ngawi
Bojonegoro
Tuban
Lamongan
Kota Kediri
Blitar
Kota Malang
Kota Probolinggo
Kota Pasuruan
Kota Mojokerto
Kota Madiun
0.47
20.39
17.16
16.51
15.48
21.99
11.91
2.85
6.37
7.52
0.00
7.22
18.63
0.00
5.48
0.00
0.00
5.51
0.86
0.89
2.05
2.85
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
-17.41
0.00
4.16
0.00
0.73
0.00
0.00
-48.15
-13.10
0.00
-16.23
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
-2.36
-0.15
-1.43
0.00
2.74
0.00
0.00
-1.83
-1.12
0.00
-1.35
14.34
2.17
0.00
-5.71
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
8.84
1.92
2.95
0.82
17.51
11.79
0.00
4.73
6.25
0.00
0.00
27.15
14.15
0.00
2.05
0.00
5.79
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
3.193
2.91
4.06
2.77
5.88
0.00
0.00
4.39
0.00
0.00
0.00
1.81
-0.64
0.00
24.44
0.00
2.46
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
-2.57
0.00
-8.77
-8.74
0.00
-4.92
0.00
-1.55
0.00
27.65
-21.01
0.00
-41.05
-6.57
-2.89
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
5.75
0.00
0.00
0.00
6.05
0.00
0.00
3.36
0.00
0.00
-1.61
1.05
2.34
0.00
8.01
0.00
1.65
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
-1.12
-1.46
-0.68
4.09
-7.11
0.00
1.32
1.19
0.00
2.15
1.12
0.90
0.00
0.003
0.00
1.55
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
26.18
15.84
17.31
10.79
38.07
30.35
3.99
10.78
3.28
0.00
0.00
-0.12
2.66
0.00
19.13
0.00
5.02
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
7.08
9.17
7.34
9.69
8.10
3.07
0.00
0.00
0.00
0.00
1.72
7.95
6.06
0.00
2.58
0.00
0.00
0.00
0.00
0.30
0.00
0.00
-10.99
-3.52
-6.00
0.00
-25.91
-8.00
0.00
-5.42
0.00
0.00
1.63
3.27
0.00
0.00
-17.37
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
23
Lanjutan Lampiran 2
Kabupaten/Kota
Kota Surabaya
Batu
Blitar
Kediri
Mojokerto
Banyuwangi
Gresik
Jember
Malang
Probolinggo
Sidoarjo
Situbondo
Kulon Progo
Bantul
Gunung Kidul
Sleman
Yogyakarta
Cilacap
Banyumas
Purbalingga
Banjarnegara
Kebumen
Purworejo
21.73
15.46
3.43
0.00
17.54
22.93
8.68
2.76
0.00