Willingness To Accept Nelayan Untuk Keberlanjutan Perikanan Tuna Di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu

WILLINGNESS TO ACCEPT NELAYAN UNTUK
KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA DI PELABUHAN
PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

RANY GUSTRIANY

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Willingness To Accept
Nelayan untuk Keberlanjutan Perikanan Tuna Di Pelabuhan Perikanan Nusantara
Palabuhanratu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2015
Rany Gustriany
NIM C44110007

ABSTRAK
RANY GUSTRIANY. Willingness To Accept Nelayan untuk Keberlanjutan
Perikanan Tuna di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Dibimbing oleh
BUDY WIRYAWAN dan NIMMI ZULBAINARNI.
Teluk Palabuhanratu letaknya berhadapan langsung dengan Samudera Hindia,
hal ini menyebabkan tingginya produksi tuna di Pelabuhan Perikanan Nusantara
Palabuhanratu. Tuna merupakan salah satu dari potensi perikanan Indonesia yang
bernilai ekonomis penting. Alat penangkapan utama yang digunakan untuk
menangkap tuna di teluk Palabuhanratu adalah pancing tonda dan longline.
Eksploitasi perikanan tuna yang semakin meningkat dapat mengganggu
keberlanjutan perikanan tuna yang mengakibatkan tidak hanya tuna layak tangkap
yang ditangkap melainkan juga baby tuna. Baby tuna merupakan tuna yang secara
ukuran belum layak tangkap karena tuna belum matang gonad. Berdasarkan data
statistik Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu tahun 2011 terdapat
sebanyak 1,17% produksi baby tuna dari total produksi tuna yang ditangkap.
Apabila kegiatan penangkapan baby tuna dibiarkan terus menerus maka akan

berdampak pada keberlanjutan perikanan tuna tersebut. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan yaitu dengan mengukur kesediaan nelayan untuk menerima
kompensasi sebagai pengganti terhadap larangan melakukan kegiatan menangkap
baby tuna. Setelah melalui proses analisis statistik dengan menggunakan regresi
linier berganda dari keempat variabel yang diuji diperoleh dua variabel yang
berpengaruh secara signifikan terhadap nilai WTA yang diinginkan nelayan.
Variabel yang berpengaruh signifikan tersebut adalah variabel Penerimaan dan
jumlah tanggungan keluarga. Hasil penelitian menunjukan bahwa kesediaan
nelayan untuk menerima ganti rugi adalah sebesar Rp 18.143,55/kg baby tuna.
Fakta ini diharapkan dapat dipertimbangkan oleh pemerintah guna membangun
perikanan berkelanjutan.

Kata kunci : baby tuna, longline, pancing tonda, Pelabuhan Perikanan Nusantara,
pengelolaan perikanan, Teluk Palabuhanratu

ABSTRACT
RANY GUSTRIANY. Willingness To Accept Tuna Fishery in Archipelagic
Fishing Port Palabuhanratu. Supervised by BUDY WIRYAWAN and NIMMI
ZULBAINARNI.
Palabuhanratu bay located directly opposite the Indian Ocean, this fact to

higher production of tuna in the archipelagic Fishing Port Palabuhanratu. Tuna is
one of the potential economic value of Indonesian fishery matters. The main
fishing gear used to catch tuna in the bay Palabuhanratu are trolling and longline
fishing. Exploitation of tuna fisheries are growing can impair the sustainability of
tuna fishery causing not only worth catching tuna caught but also baby tuna. Baby
tuna is tuna that size is not feasible because the capture immature tuna gonads.
Based on statistical data Archipelagic Fishing Port Palabuhanratu in 2011
contained as much as 1.17% of the total production of baby tuna production of
tuna caught. If the baby tuna fishing activity is allowed to continue it will have an
impact on the sustainability of the tuna fishery. One effort to do that is by
measuring the fishing willingness to accept compensation in lieu of the ban on the
activities of baby tuna catch. After a thorough statistical analysis using multiple
linear regression of the four variables tested obtained two variables that
significantly affect the value of the desired WTA fishermen. Variables that have a
significant effect is variable Revenue and number of dependents. The results
showed that the willingness of fishermen to receive compensation amounting to
Rp 18143.55 / kg baby tuna. This fact is expected to be considered by the
government in order to establish sustainable fisheries.
Keywords: baby tuna, longline, trolling, Archipelagic Fishing Port, fisheries
management, Palabuhanratu Bay


WILLINGNESS TO ACCEPT NELAYAN UNTUK
KEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA DI PELABUHAN
PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

RANY GUSTRIANY

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yaitu Willingness To Accept Nelayan untuk Keberlanjutan
Perikanan Tuna di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu yang
dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Februari 2015 di Palabuhanratu,
Sukabumi, Jawa Barat.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Budy Wiryawan MSc
dan Ibu Dr Nimmi Zulbainarni SPi MSi selaku pembimbing yang telah
memberikan berbagai masukan, kritik, dan saran yang membangun untuk skripsi
ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr Am Azbas
Taurusman SPi MSi selaku dosen penguji tamu dan Bapak Dr Iin Solihin SPi MSi
selaku Ketua Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan yang telah bersedia meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan
saran yang membangun untuk perbaikan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepada kepala PPN Palabuhanratu, seluruh Staff PPN
Palabuhanratu, nelayan dan masyarakat sekitar PPN Palabuhanratu yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, kakak, Adik-adik dan seluruh keluarga serta seluruh civitas PSP

atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2015
Rany Gustriany

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Penelitian Terdahulu

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE


2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Alat dan Bahan Penelitian

3

Metode Penelitian

3

Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN


6

Operasi Penangkapan Tuna

6

Unit Penangkapan Pancing Tonda

7

Unit Penangkapan Longline

9

Produksi Tuna

10

Analisis Faktor Kesediaan Nelayan Menerima Ganti Rugi


12

Estimasi Nilai Willingness To Accept (WTA)

14

SIMPULAN

15

SARAN

16

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN


16

RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
1 Produksi tuna tahun 2011
2 Hasil tangkapan baby tuna rata-rata per alat tangkap
3 Hasil tangkapan kapal longline dan pancing tonda saat bongkar

10
11
12

DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penelitian
2 Jenis tuna yang didaratkan di PPN Palabuhanratu
3 Peta daerah penangkapan tuna longline dan
Palabuhanratu
4 Sketsa pengoperasian pancing tonda
5 Konstruksi alat tangkap pancing tonda
6 Desain alat tangkap longline
7 Sebaran tingkat penerimaan nelayan
8 Sebaran jumlah tanggungan keluarga

3
4

pancing

tonda
6
8
9
9
13
14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data hasil wawancara nelayan
2 Hasil regresi linier berganda
3 Nilai WTA per kapal

19
20
20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara bahari yang kaya akan potensi perikanan dan
kelautannya. Salah satu dari potensi perikanan Indonesia yang bernilai ekonomis
penting yaitu ikan tuna. Berdasarkan data statistik perikanan menunjukan
produksi tuna tahun 2013 sebesar 269.530 ton dengan kenaikan rata-rata 6,95%
dari tahun 2008-2013. Salah satu perairan Indonesia penghasil tuna terbaik adalah
perairan Palabuhanratu. Perairan Palabuhanratu lokasinya dekat dengan PPN
Palabuhanratu. PPN Palabuhanratu merupakan salah satu pelabuhan perikanan
nusantara di Indonesia yang digunakan nelayan sebagai tempat untuk
mendaratkan tuna. PPN Palabuhanratu ini berada di Pantai Selatan Jawa Barat
yang dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Samudera Hindia. Perikanan
tuna di PPN Palabuhanratu ditangkap dengan longline dan pancing tonda
(trolling).
Perikanan tuna merupakan komoditas ekspor kedua setelah udang.
Peningkatan nilai ekspor berdampak pada peningkatan ekspoitasi perikanan tuna.
Eksploitasi perikanan tuna yang semakin meningkat dapat mengganggu
keberlanjutan perikanan tuna yang mengakibatkan tidak hanya tuna layak tangkap
yang ditangkap melainkan juga baby tuna, sehingga ada kekhawatiran mengenai
keberlanjutan perikanan dimasa yang akan datang.
Baby tuna merupakan tuna yang secara ukuran belum layak tangkap
karena tuna belum matang gonad. Berdasarkan statistik perikanan Palabuhanratu
(2010) bahwa jenis tuna yang didaratkan di PPN Palabuhanratu yaitu madidihang
(Yellowfin tuna), tuna mata besar (Big eye), dan albakora. Menurut Fromentin dan
Fonteneau (2000) menyatakan bahwa length of maturity Yellowfin tuna tercapai
pada ukuran panjang sekitar 105 cm, sedangkan Big eye pada ukuran panjang 115
cm. sedangkan menurut Rohit and Rammohan (2009) menyatakan bahwa ikan
tuna pada ukuran panjang 80 cm telah mendekati matang gonad pada ukuran
sekitar 90-95 cm.
Berdasarkan data statistik Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu
tahun 2011 terdapat sebanyak 1,17% produksi baby tuna dari total produksi tuna
yang didaratkan di PPN Palabuhanratu. Kegiatan penangkapan baby tuna apabila
dibiarkan terus menerus maka akan berdampak pada keberlanjutan perikanan tuna
tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan mengukur kesediaan
nelayan untuk menerima kompensasi sebagai pengganti terhadap larangan
melakukan kegiatan menangkap baby tuna. Fakta ini diharapkan dapat
dipertimbangkan oleh pemerintah bagi nelayan yang mematuhi larangan
menangkap baby tuna di teluk Palabuhanratu. Hal ini tentu saja dapat
mempengaruhi kelangsungan hidup nelayan juga kelangsungan ekonomi
perikanan tuna berkelanjutan di Palabuhanratu.
Metode yang diterapkan yaitu dengan menghitung kesediaan untuk
menerima ganti rugi (Willingness To Accept) jika nelayan tidak menangkap baby
tuna dan analisis deskriptif dengan tren produksi kemudian dilakukan analisis
statistik untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kesediaan nelayan untuk
menerima ganti rugi tersebut.

2
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai analisis Willingness to Accept telah dilakukan sebelumnya
oleh Ady Candra dalam disertasi dengan judul Strategi Kebijakan Perikanan Tangkap
Indonesia dalam Kerjasama Perikanan Regional pada West and Central Pacific
Fisheries Commision (WCPFC). Penelitian ini dilakukan di PPS Bitung dengan
tujuan menganalisis ketentuan pengelolaan perikanan di wilayah laut lepas yang
dikelola oleh WCPFC, menganalisis dampak ekonomi terhadap ketentuan WCPFC
bagi nelayan Indonesia dan Menganalisis perumusan kebijakan Indonesia dalam
memperkuat peran serta dalam pengelolaan perikanan di wilayah WCPFC. Sampel
yang digunakan pada penelitian tersebut yaitu metode sensus terhadap nelayan purse
seine yang melakukan penangkapan tuna di wilayah WCPFC dan mendaratkan tuna
di PPS Bitung. Analisis WTA penelitian ini menghasilkan nilai rataan kesediaan
menerima pembayaran per orang sebesar Rp 397.433 per bulan. Sementara
pendapatan setiap nelayan purse seine sebesar Rp 1.710.000 per bulan. Dengan
demikian, apabila larangan penangkapan baby tuna diberlakukan maka pendapatan
nelayan purse seine per bulannya menjadi Rp 1.312.166,67.

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a) Menganalisis faktor-faktor kesediaan nelayan menerima ganti rugi dalam
upaya pengelolaan perikanan tuna
b) Mengestimasi besarnya nilai Willingness to Accept (WTA) yang
diinginkan oleh nelayan sebagai ganti rugi terhadap larangan menangkap
baby tuna
Manfaat Penelitian
Dengan dilaksanakannya penelitian ini, diharapkan dapat membantu
permasalahan yang terjadi dalam perikanan tuna bagi nelayan dan pemerintah
dalam hal perikanan tuna berkelanjutan di Indonesia. Analisis mengenai kesediaan
nelayan untuk menerima ganti rugi ini diharapkan dapat diperhatikan oleh
pemerintah guna membangun perikanan tuna yang berkelanjutan baik dari segi
konservasi terhadap perikanan tuna maupun terhadap keberlanjutan perekonomian.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Februari 2015, bertempat
di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.
Pertimbangan utama pada pemilihan lokasi adalah potensi perikanan tuna di
perairan ini cukup baik sehingga pemanfaatannya perlu diperhatikan agar potensi
perikanan tuna ini tetap lestari.

3

Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Sumber: CMAP World V.3.0

Bahan dan Alat Penelitian
Adapun alat dan bahan yang digunakan yaitu :
1) Ikan tuna
2) Meteran gulung untuk mengukur panjang tuna
3) Timbangan digital untuk mengukur bobot tuna
4) Alat tulis untuk pencatatan data dan informasi
5) Kamera
6) Kuisioner tentang persepsi nelayan terhadap perikanan tuna
7) Ms.excel untuk pengolahan data dan perhitungan WTA
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian survei.
Menurut Durianto et al (2001), penelitian survei merupakan penelitian deskriptif
yaitu merode penelitian untuk membuat gambaran suatu kejadian. Penelitian
dilakukan dengan cara purposive sampling terhadap nelayan pancing tonda dan
longline yang menangkap tuna diteluk palabuhanratu. Pemilihan responden
dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa nelayan pancing tonda dan
longline mengetahui karakteristik dari perikanan tuna di PPN Palabuhanratu.
Berdasarkan statistik Perikanan Palabuhanratu (2010), terdapat tiga tuna yang di
daratkan di Palabuhanratu, yaitu madidihang, tuna mata besar, dan albakora.

4

(a) Albakora
(b) madidihang
(c) Tuna mata besar
Gambar 2 Jenis tuna yang didaratkan di PPN Palabuhanratu
Sumber: Fisbase.org
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil data primer dan data sekunder.
a) Data primer
Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan mengenai
karakteristik nelayan pancing tonda dan longline yang melakukan
penangkapan baby tuna yang ada di Teluk Palabuhanratu. Data primer yang
digunakan berupa kuisioner diberikan kepada nelayan pancing tonda dan
longline dengan wawancara secara intensif dan mendalam. Selain itu, harga
tuna dipasaran juga dibutuhkan guna menganalisis lebih lanjut mengenai
besarnya kesediaan dengan permintaan nelayan terhadap ganti rugi yang
diinginkan nelayan untuk larangan menangkap baby tuna.
b) Data sekunder
Data sekunder yang digunakan adalah berupa laporan tahunan Kementerian
Kelautan dan Perikanan yang diterbitkan. Data diperoleh dari kantor
Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu.
Analisis Data
Eksploitasi perikanan tuna yang semakin meningkat mengakibatkan tidak
hanya tuna layak tangkap yang ditangkap melainkan juga baby tuna sehingga
apabila penangkapan baby tuna terus dilakukan maka kelestarian dan
keberlanjutan tuna akan terganggu. Selain itu, baby tuna yang tertangkap secara
ekonomi tidak menguntungkan karena tidak bernilai jual ekspor. Agar
keberlanjutan perikanan tuna tetap terjaga maka pada penelitian ini akan
dilakukan analisa mengenai kesediaan nelayan untuk menerima ganti rugi apabila
dilakukan pelarangan menangkap baby tuna. Analisa mengenai kesediaan
menerima ganti rugi dilakukan dengan willingness to accept (WTA):
Willingness To Accept (WTA) adalah sisi lain dari Willingness To Pay
(WTP). WTA adalah sebuah konsep dimana jumlah minimum pendapatan
seseorang untuk mau menerima penurunan suatu kepuasan. Nilai WTA
menunjukan jumlah minimum uang yang dibutuhkan seseorang terhadap suatu
perubahan yang dialami sehingga seseorang berada pada dua pilihan antara
menerima atau menolak perubahan (Fauzi 2014). Praktiknya pengukuran nilai
ekonomi, WTP lebih sering digunakan ketimbang WTA karena WTA bukan
pengukuran yang berdasarkan insentif sehingga kurang bagus jika dijadikan studi
yang berbasis perilaku manusia (behavioral model) namun ukuran pada WTA
memberikan cukup informasi tentang besarnya dana kompensasi yang bersedia

5
diterima oleh masyarakat atas penurunan kualitas lingkungan disekitarnya yang
setara dengan biaya perbaikan kualitas lingkungan tersebut Menurut Saefrudin
(2014). Ada beberapa pendekatan yang digunakan dalam penghitungan WTA
untuk menilai peningkatan atau kemunduran suatu kondisi lingkungan antara
lain :
a. Menghitung jumlah yang bersedia diterima oleh individu untuk mengurangi
dampak negatif pada lingkungan karena adanya kegiatan pembangunan
b. Menghitung pengurangan nilai atau harga dari suatu barang akibat semakin
menurunnya kualitas lingkungan
c. Melalui survei untuk menentukan tingkat kesediaan masyarakat menerima dana
kompensasi dalarn rangka mengurangi dampak negatif pada lingkungan atau
untuk mendapatkan lingkungan yang lebih baik. Penghitungan WTA dapat
dilakukan secara langsung (direct method) dengan melakukan survei dan secara
tidak langsung (indirect method) dengan menghitung nilai dari suatu penurunan
kualitas lingkungan yang telah terjadi.
Analisis WTA dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Memberikan pemahaman kepada nelayan pancing tonda dan longline tentang
kemungkinan larangan penangkapan baby tuna. Sebelumnya nelayan pancing
tonda dan longline diberikan informasi mengenai kemungkinan diterapkannya
peraturan untuk tidak menangkap baby tuna di teluk Palabuhanratu.
b. Memperoleh Nilai WTA yang besarnya didapatkan dari hasil wawancara
dengan menggunakan kuisioner, kemudian menghitung nilai WTA untuk
responden. Perhitungan didasarkan pada nilai rataan yang mengacu pada FAO
(2000) diacu dalam Candra (2013), kemudian dianalisis dengan menggunakan
persamaan berikut ini:
WTA = f (Usia, Pendidikan, Penerimaan, Jumlah Anggota Keluarga)
Keterangan:
WTA
: nilai WTA nelayan
Usia
: usia nelayan (tahun)
Pendidikan
: tingkat pendidikan (1.SD 2.SMP 3.SMA)
Pendapatan
: tingkat penerimaan (Rp/bulan)
Jumlah Anggota Keluarga
: tingkat tanggungan keluarga nelayan (orang)
Analisis dilakukan dengan regresi linier berganda untuk mengetahui faktor
yang mempengaruhi kesediaan nelayan menerima WTA. Secara umum, fungsi
regresi berganda dituliskan sebagai berikut (Walpole, 1988) :
Y = β0 + β1U + β2P + β3I + β4N + εI
Keterangan :
Y
β0
β1…β4
U
P
I
N
εi

= nilai WTA nelayan
= intercept
= koefisien regresi
= usia nelayan
= pendidikan nelayan (1. SD 2. SMP 3. SMA)
= penerimaan nelayan (Rp)
= jumlah tanggungan keluarga (orang)
= galat

6
Variabel usia, pendidikan, penerimaan, dan jumlah tanggungan keluarga
diduga berbanding lurus dengan nilai WTA. Usia nelayan diduga berpengaruh
positif karena semakin lama seseorang bekerja menjadi nelayan perikanan tuna
maka nilai ganti rugi yang diinginkan semakin tinggi. Variabel pendidikan
mencerminkan seseorang memiliki pengetahuan yang tinggi dan semakin tinggi
tingkat pendidikan maka nilai ganti rugi yang diinginkan akan semakin tinggi.
Variabel penerimaan nelayan juga berpengaruh positif karena semakin tinggi
penerimaan nelayan maka nilai ganti rugi yang diinginkan akan semakin tinggi
begitupun jumlah tanggunggan keluarga yang berkaitan pula dengan penerimaan.
Tanggungan keluarga nelayan semakin banyak maka nilai ganti rugi yang
diinginkan akan semakin tinggi pula.
c. Evaluasi WTA
Hasil Analisis berfungsi untuk mengetahui faktor yang
mempengaruhi kesediaan nelayan menerima ganti rugi. Penilaian
dilakukan dengan cara melihat tingkat keandalan (reability) fungsi WTA
dengan nilai R-square (R2) dari model regresi linier berganda WTA.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Operasi Penangkapan Tuna
Pada penelitian ini dibatasi pada alat tangkap yang menangkap tuna
sebagai tangkapan utama yaitu longline dan pancing tonda.

Gambar 3 Peta daerah penangkapan tuna longline dan pancing tonda
Palabuhanratu
Sumber: ArcView GIS 3.3

7
Alat tangkap pancing tonda memiliki ukuran kapal yang lebih kecil
daripada longline. Pada saat pengoperasian, longline tidak menggunakan alat
bantu penangkapan, hanya menggunakan umpan namun pada kapal tonda
menggunakan rumpon. Hal ini disebabkan karena ukuran armada berbeda. Daerah
penangkapan tuna pada kedua alat tangkap tersebut hingga perbatasan Samudera
Hindia. Kapal tonda beroperasi di sekitar 06000’00”LS-09000’00”LS antara
105000’00”BT-106000’00”BT dengan lama pengoperasian 3-11 hari. Kapal tonda
melakukan trip dalam satu tahun yaitu 24-30 kali.
Sedangkan longline beroperasi sekitar 08000’00”LS-10000’00”LS antara
0
106 00’00”BT-109000’00”BT dengan lama pengoperasian 15-30 hari. Longline
melakukan trip dalam satu tahun sebanyak 7-12 kali. Perubahan jarak
penangkapan tergantung kondisi perairan bisa bertambah ataupun berkurang
sejauh 50 mill tergantung keberadaan sumberdaya ikan di daerah penangkapan
ataupun cuaca yang kurang mendukung misalnya badai, ombak besar dan lain
sebagainya.
Musim penangkapan ikan di teluk Palabuhanratu ada dua musim yaitu
musim barat dan musim timur. Menurut Nurhayati (2006) bahwa musim barat
ditandai dengan ombak yang sangat besar disertai angina dan hujan yang sangat
kencang yang mengakibatkan para nelayan enggan untuk melaut (DesemberFebruari). Sebaliknya pada musim timur keadaan perairan biasanya tenang, jarang
terjadi hujan dan ombak relatif kecil sehingga memungkinkan nelayan untuk
melaut dan biasanya pada musim ini merupakan musim puncak ikan (JuniAgustus). Diantara kedua musim tersebut terdapat musim peralihan yang biasa
disebut musim Liwung oleh warga setempat yang terjadi pada bulan Maret-Mei
dan September-November. Sedangkan menurut Tampubolon (1990), musim
penangkapan digolongkan menjadi tiga musim penangkapan ikan yaitu musim
banyak ikan (Juni-September), musim sedang ikan (Maret-Mei dan OktoberNovember), dan musim kurang ikan (Desember-Februari).
Unit Penangkapan Pancing Tonda
Pancing tonda merupakan salah satu alat tangkap tradisional yang
dioperasikan secara aktif dengan cara ditarik oleh perahu motor atau kapal kecil di
buritan untuk menangkap tuna dan jenis ikan pelagis lainnya menggunakan
umpan buatan. Alat tangkap pancing tonda terdiri atas seutas tali panjang, mata
pancing, pemberat dan umpan. Umpan buatan yang biasa digunakan oleh nelayan
di PPN Palabuhanratu adalah bulu ayam jantan berwarna putih. Umpan dibuat
dengan warna terang atau menyerupai ikan umpan agar menarik ikan pemangsa.
Alat tangkap ini hanya terdiri dari kail yang memiliki umpan buatan yang
terbuat dari benang warna-warni dan tali nilon multifilamen. Kail yang digunakan
memiliki ukuran no tujuh atau delapan dan tali yang digunakan memiliki ukuran
no 100. Ketika dioperasikan, nelayan memegangi tali dan melakukan tarik ulur
dan panjang tali yang digunakan cukup jauh dari kapal.
Rumpon merupakan alat bantu penangkapan yang digunakan dalam
pengoperasian unit penangkapan ikan pancing tonda, terutama pada unit
penangkapan ikan di Teluk Palabuhanratu (Inizianti 2010). Rumpon biasanya
dijadikan alat bantu penangkapan karena alat ini hanya dijadikan sebagai
tambahan yang digunakan sabagai pengumpul ikan pada suatu tempat untuk

8
kemudian dilakukan operasi penangkapan berdasarkan alat tangkap yang
dikehendaki (Subani 1986).
Pengoperasian pancing tonda dilakukan pukul 05.30 di sekitar rumpon.
Tahap sebelum melakukan operasi penangkapan meliputi persiapan,
keberangkatan, pemancingan, istirahat, dan kembali ke fishing base. Perbekalan
yang dibawa yaitu kebutuhan pangan selama 1 minggu dan alat pancing
candangan. Sebelum melaut, nelayan memeriksa keadaan kapal, dilanjutkan
pengisian oli dan solar. Setelah semua terpenuhi, juru mudi segera dilakukan
pemberangkatan menuju ke rumpon. Pertama, perjalanan menuju rumpon pertama
butuh waktu selama 9 jam. Pengoperasian pancing tonda diberhentikan bila
malam tiba, terjadi gelombang besar atau badai. Selama tidak beroperasi, nelayan
beristirahat dan makan. Pengoperasian dilanjutkan keesokan harinya menuju
rumpon berikutnya. Nelayan akan kembali ke fishing base bila hasil tangkapan
dirasakan cukup banyak. Ikan yang tertangkap dikumpulkan dek dekat buritan
kemudian dimasukan ke dalam keranjang. Hasil tangkapan dibersihkan dengan
menggunakan air laut, kemudian dimasukan ke dalam palkah yang diberi es curah.

Gambar 4 Sketsa pengoperasian pancing tonda
Sumber: Handriana (2007)

9

Gambar 5 Konstruksi Alat Tangkap Pancing Tonda
Unit Penangkapan Longline
Alat tangkap tuna Longline merupakan salah satu alat penangkapan tuna
yang ada di PPN Palabuhanratu. cara pengoperasian tuna longline melalui dua
proses yaitu penurunan alat tangkap (setting) dan penarikan alat tangkap (hauling).
Proses penurunan alat tangkap dilakukan pada pagi hari pukul 07.00. proses
setting sesuai dengan instruksi tekong. Sebelumnya berbagai persiapan dilakukan
ABK meliputi penyiapan umpan, tali utama, tali cabang, radio bouy, pelampung,
dan penyambung tali utama dengan line thrower. lamanya setting sekitar 5-6 jam
dilakukan di buritan kapal. jumlah mata pancing yang diturunkan di teluk
Palabuhanratu rata-rata 1000-1100 mata pancing dengan tali utama sebanyak 2122 karung dan setiap karung dipasang 50-52 mata pancing. Jarak antar mata
pancing 30 meter dengan panjang tali cabang adalah 7 meter. Pelampung tanda
diletakan antara 2 tali cabang pada tali utama. Radio bouy yang dipasang
sebanyak 5-6 buah dan setiap satu kali setting, total tali utama yang dihanyutkan
sebanyak 21-22 karung.

Gambar 6 Desain alat tangkap longline

10
Proses selanjutnya yaitu alat tangkap longline dihanyutkan selama 5-6 jam.
Saat hauling pertama kali dilakukan adalah pencarian alat tangkap yang
berlangsung sekitar 1-2 jam. Pencarian alat tangkap dibantu dengan RDF dan GPS,
kemudian setelah ditemukan yang pertama kali diangkat adalah radio bouy. Alat
tangkap ditarik dengan bantuan line hauler dan side roller, sedangkan branch line
digulung oleh ABK secara bergantian. Proses penarikan dilakukan di dek depan
sebelah kanan. Tuna yang tersangkut mata pancing dinaikan ke kapal dengan
bantuan ganco agar tidak terlepas kembali. Kemudian ketika sudah diatas dek,
ikan tuna dilumpuhkan dengan menusuk benda runcing dibagian kepala. Tahap
selanjutnya, isi perut dan insang ikan tuna dibuang. Kemudian, ikan tuna
dibungkus plastik dan disimpan di freezer yang berisi air dingin.
Produksi Tuna
Data produksi baby tuna yang didaratkan di PPN Palabuhanratu pada
tahun 2011 mengalami fluktuasi. Perbedaan jumlah produksi baby tuna dengan
total produksi tuna selama 1 tahun di tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 1. Jenis
tuna tersebut terdiri atas tuna mata besar, madidihang dan albakora yang
diakumulasi. Alat tangkap yang digunakan pada penangkapan tuna ini adalah
pancing tonda dan longline.
Tabel 1. Produksi tuna tahun 2011
Bulan
Baby tuna (kg)
Januari
Februari
5.250
Maret
4.855
April
7.955
Mei
11.212
Juni
11.879
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Total
41.151

Total Produksi Tuna (kg)
328.161
154.926
222.530
319.432
464.947
356.605
309.750
124.188
144.005
220.786
337.749
519.418
3.502.497

Sumber: PPN Palabuhanratu, 2011 (diolah)

Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa produksi baby tuna pada tahun
2011 setiap bulannya mengalami fluktuasi. Pada bulan Januari tidak terdapat baby
tuna kemudian bulan Februari terdapat baby tuna sebanyak 5.250 kg. Pada bulan
Maret terjadi penurunan produksi hasil tangkapan baby tuna kemudian bulan
April hingga bulan Juli 2011 terus mengalami kenaikan. Total produksi baby tuna
pada tahun 2011 sebesar 1,17% dari total seluruh produksi tuna yang ditangkap di
PPN Palabuhanratu, meskipun jumlahnya sedikit namun apabila baby tuna
ditangkap terus menerus akan berdampak pada ekonomi dan keberlanjutan dari

11
perikanan tuna itu sendiri. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya konservasi guna
membangun perikanan tuna yang berkelanjutan. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan yaitu dengan memberi ganti rugi kepada nelayan apabila pemerintah
melakukan pelarangan menangkap baby tuna.
Pada penelitian lapang yang dilakukan bulan Januari hingga Februari 2015
dengan wawancara nelayan pancing tonda dan longline diperoleh rata-rata
sebanyak 40 kg dalam satu kali trip. Sedangkan jumlah hasil tangkapan baby tuna
yang ditangkap dengan menggunakan alat tangkap tonda yaitu rata-rata sebanyak
80 kg dalam satu kali trip. Kapal tonda melakukan trip sebanyak 3-4 kali dalam
satu bulan. Hasil tangkapan tersebut telah melalui proses penyortiran diatas kapal
sebelum didaratkan. Baby tuna yang dominan tertangkap oleh kedua jenis alat
tangkap tersebut adalah madidihang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nakamura
(1969) vide Handriana (2007) bahwa dominasi hasil tangkapan cakalang dan
madidihang dikarenakan ikan tuna dan sejenis tuna pada umumnya ditemukan
schooling campuran yang terdiri dari dua atau lebih spesies, namun ukuran
masing-masing ikan relatif sama.
Tabel 2 Hasil tangkapan baby tuna rata-rata per alat tangkap
Jenis alat tangkap
Jumlah rata-rata baby tuna (kg)/bulan
longline
40
tonda
320
Sumber: Data Primer 2015 (diolah)

Berdasarkan hasil tangkapan ikan tuna tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah
baby tuna yang tertangkap dengan menggunakan pancing tonda lebih banyak
yang berukuran kecil dibandingkan dengan menggunakan alat tangkap longline.
Pada saat penelitian lapang, terdapat dua kapal penangkapan yang melakukan
bongkar sebagai sampel perbandingan dari hasil wawancara yaitu sampel untuk
pengukuran panjang dilakukan pada saat bongkar hasil tangkapan kapal Nabine
(longline), sedangkan sampel untuk pengukuran berat dilakukan pada saat
bongkar hasil tangkapan kapal Jaya Mitra 02 (tonda). Penelitian dilakukan pada
bulan Januari hingga Februari bertepatan pada saat terjadi musim barat yang
menyebabkan banyak nelayan yang tidak melakukan operasi penangkapan.
Pengukuran panjang dilakukan saat kapal longline melakukan bongkar hasil
tangkapan dengan mengukur secara acak dan mengestimasi ukuran yang hampir
sama karena hasil tangkapan harus segera dimasukan ke dalam mobil
berpendingin untuk dikirim ke Jakarta sehingga mutu dari hasil tangkapan tetap
terjaga. Sedangkan kapal tonda pada saat bongkar langsung dilakukan
penimbangan. Jumlah hasil tangkapan yang dibongkar oleh kapal Nabine
sebanyak 265 ekor dengan jenis tuna sirip kuning. Sedangkan pada kapal Jaya
Mitra 02 sebanyak 86 ekor. Jumlah tuna dari masing-masing kapal berdasarkan
pengukuran panjang yang tergolong layak tangkap sebanyak 253 ekor untuk KM
Nabine dan 78 ekor untuk kapal tonda Jaya Mitra 02. Sedangkan ukuran panjang
yang tidak layak tangkap pada kapal longline KM Nabine sebanyak 3 ekor dan
pada kapal tonda sebanyak 8 ekor. Jenis yang tertangkap seluruhnya berjenis tuna
sirip kuning dengan bobot dibawah 15 kg per ekor. Penentuan kriteria
kelayaktangkapan berdasarkan panjang ikan ini didasarkan atas tingkat

12
kematangan gonad pada ikan dapat diketahui dengan panjang ikan tersebut
dengan menggunakan acuan kriteria length at first maturity fishbase.
Tabel 3 Hasil tangkapan kapal longline dan pancing tonda saat bongkar
Kapal
Tuna Layak Tangkap (ekor) Tuna Tidak Layak Tangkap (ekor)
KM Nabine
253
3
Jaya Mitra 02
78
8
Sumber: Data Primer, 2015 (diolah)
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa baby tuna yang ditangkap oleh
pancing tonda lebih banyak dibandingkan dengan longline. Penelitian yang
dilakukan oleh Handriana (2007) menyatakan bahwa komposisi hasil tangkapan
ikan tuna yang tertangkap oleh pancing tonda di perairan Palabuhanratu
mempunyai berat rata-rata sekitar 4,22 kg. Menurut penelitian Purnama (2014)
mengenai hubungan panjang dan bobot tuna mata besar yang didaratkan di PPN
Palabuhanratu memiliki nilai 2,982 artinya pola pertumbuhan ikan tuna mata
besar yang didaratkan bersifat alometrik negatif dengan pertumbuhan panjang
lebih cepat dibandingkan pertumbuhan bobot (Effendie 1997). Kisaran panjang
ikan tuna mata besar yaitu sebesar 82-171 cm. Hasil tersebut sama dengan
beberapa hasil penelitian sebelumnya mengenai ikan tuna mata besar di Samudera
Hindia Zhu et al. (2010); Faizah (2010). Selain itu model hubungan antara
panjang dan bobot ikan tuna sirip kuning dengan kisaran panjang sebesar 93-172
cm dengan nilai b sebesar 2,937. Hal ini menunjukan bahwa pertumbuhan ikan
tuna sirip kuning yang didaratkan di PPN Palabuhanratu bersifat alometrik negatif.
Hasil tersebut sama dengan beberapa penelitian sebelumnya mengenai ikan tuna
sirip kuning di Samudera Hindia juga menunjukan pola pertumbuhan allometrik
negatif Zhu et al (2010);Andamari (2012). Menurut indikator LM dari penelitian
Purnama (2014) bahwa terdapat hasil tangkapan belum layak tangkap dengan
jumlah yang relatif besar (3,84%-41,02%) untuk tuna mata besar dan 0,72% untuk
tuna sirip kuning.
Analisis Faktor Kesediaan Nelayan Menerima Ganti Rugi
Analisis faktor yang mempengaruhi Willingness To Accept dilakukan
menggunakan regresi linier berganda dengan microsoft excel. Regresi linier
berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh nilai kesediaan menerima
nelayan terhadap larangan menangkap baby tuna guna perikanan tuna yang
berkelanjutan dengan beberapa variabel yaitu usia, pendidikan, penerimaan, dan
jumlah tanggungan keluarga (lampiran 1). Setelah melalui proses analisis statistik
dari keempat variabel diperoleh dua variabel yang berpengaruh signifikan
terhadap nilai WTA yang diinginkan nelayan. Variabel yang berpengaruh
signifikan tersebut adalah variabel Penerimaan dan jumlah tanggungan keluarga
(lampiran 2).
Penerimaan nelayan
Tingkat penerimaan nelayan pancing tonda dan longline tidaklah sama.
Perbedaan ini disebabkan karena semakin besar kapal penangkapan maka

13

Jumlah nelayan

penerimaan juga semakin tinggi. Sebagian besar kapal tonda menggunakan sistem
bagi hasil sedangkan pada longline sudah gaji tetap. Menurut Undang-undang
No.16 Tahun 1964 tentang bagi hasil perikanan adalah perjanjian yang diadakan
dalam usaha penangkapan atau oemeliharaan ikan antara nelayan penggarap
dengan nelayan pemilik atau antara nelayan penggarap tambak dengan nelayan
pemilik tambak. Menurut perjanjian, mereka masing-masing menerima bagian
dari hasil usaha tersebut imbangan yang telah disetujui sebelumnya (Muhartono
2004). Penerimaan pemilik modal, Kapten dan ABK berbeda. Persentase
penerimaan bagi hasil pemilik kapal lebih besar karena pemilik kapal merupakan
penyedia modal bagi kegiatan penangkapan. Menurut ketentuan Undang-Undang
bagi hasil Perikanan Nomor 16 Tahun 1964 bahwa jika suatu usaha perikanan
diselenggarakan atas dasar perjanjian bagi hasil, maka dari hasil usaha itu kepada
pihak nelayan penggarap dan penggarap tambak paling sedikit harus diberikan
bagian 75% dari hasil bersih jika menggunakan perahu layar dan 40% dari hasil
bersih jika menggunakan kapal motor. Penerimaan bersih ini terdiri atas total
penerimaan produksi yang dikurangi dengan biaya operasional dalam satu kali
trip. Biaya operasional tersebut meliputi bahan bakar (solar), es balok, makanan,
perawatan pancing, dan retribusi. Persentase bagi hasil adalah 50%. 50% bagian
dari bagi hasil nelayan buruh dibagi lagi sebanyak jumlah nelayan yang melaut.
Namun, pada gambar 7 penerimaan yang dimasukan adalah penerimaan tetap dan
rata-rata yang didapat setiap bulannya diluar dari penerimaan tambahan dari
pancingan. Berdasarkan data tersebut maka diperoleh rataan penerimaan nelayan
sebesar Rp 2.223.333,33 (Lampiran 1)
20
15
10
5
0
Rp 2500.000

Penerimaan nelayan/bulan
Gambar 7 Sebaran tingkat penerimaan nelayan
Sumber: Data Primer 2015 (diolah)

Tanggungan keluarga nelayan
Jumlah tanggungan keluarga ini adalah banyaknya anggota keluarga baik
inti maupun bukan inti yang menjadi tanggungan biaya. Berdasarkan hasil
wawancara, tanggungan keluarga berpengaruh penting terhadap kehidupan
nelayan. Tanggungan keluarga tidak terlepas dari penerimaan nelayan dan
merupakan salah satu alasan nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan
tuna baik itu tuna layak tangkap maupun tidak layak tangkap. Berdasarkan
gambar 8, dapat dilihat bahwa jumlah tanggungan keluarga nelayan dominan
sebanyak 0-2 orang. Apabila dirata-rata nelayan memiliki sebanyak 2 orang
tanggungan keluarga.

Jumlah nelayan
(orang)

14
20
15
10
5
0
0-2

3-5

6-8

Jumlah tanggungan (orang)
Gambar 8 Sebaran jumlah tanggungan keluarga nelayan
Sumber: Data Primer 2015 (diolah)
Estimasi nilai Willingness To Accept (WTA)

Berdasarkan hasil analisis dari kedua faktor yang mempengaruhi besarnya
nilaI WTA, didapatkan bahwa nelayan bersedia untuk menerima kompensasi
dengan sejumlah uang sebagai pengganti seharga Rp 18.143,55/kg/orang. faktor
yang mempengaruhinya adalah tingkat penerimaan. Nelayan-nelayan dengan
penerimaan tinggi bersedia menerima kompensasi dengan nilai yang tinggi pula.
Selain itu, pertimbangan nelayan seperti tanggungan keluarga dan ketika sedang
musim barat yang menyebabkan nelayan tidak melaut atau melaut namun apapun
yang tertangkap akan diambil meskipun belum layak tangkap. Namun, ditinjau
dari harga pasaran bahwa harga tuna adalah Rp.17.000/kg - Rp.22.000/kg sesuai
mutu dari tuna tersebut. Semakin baik mutu maka harga semakin tinggi. Berikut
bentuk persamaan hasil analisis statistik tersebut:
Y= 14.365,0822+0,0011I+666,3245N+ εi
Nilai P-value masing-masing sebesar 0,0176 dan 6,306E-05. Nilai P-value
penerimaan nelayan sebesar 0,0176 artinya bahwa variabel ini berpengaruh nyata
terhadap peluang nelayan menerima kompensasi dari upaya pelestarian perikanan
tuna di PPN Palabuhanratu dengan taraf α = 0,05 (lampiran 1).
Tingkat penerimaan dengan koefisien 0,0011 dan P-value sebesar 0,0176,
maka dikatakan bahwa tingkat penerimaan nelayan berpengaruh secara nyata
terhadap kesediaan menerima ganti rugi pada taraf nyata α = 0,05. koefisien
jumlah tanggungan keluarga sebesar 666,3245 dan P-value sebesar 6,306E-05,
maka dikatakan bahwa jumlah tanggungan nelayan merupakan faktor yang
berpengaruh nyata terhadap kesediaan menerima kompensasi pada taraf nyata α =
0,05.
Berdasarkan hasil analisis (Lampiran 2) menggunakan regresi linier
berganda diperoleh nilai R Square sebesar 0,848 atau sebesar 84,8%. Angka
tersebut menjelaskan bahwa 84,8% peluang nelayan bersedia untuk dibayar
apabila dilakukan larangan penangkapan baby tuna, sisanya 15,2% dijelaskan oleh
faktor lain yang tidak terdapat dalam model dengan faktor yang mempengaruhi
adalah penerimaan dan jumlah tanggungan keluarga nelayan, sedangkan faktor
usia dan pendidikan tidak memiliki pengaruh terhadap nilai WTA. Hal ini ditandai
ketika diuji bersama-sama variabel usia dan tingkat pendidikan tidak

15
mempengaruhi secara nyata karena memiliki P-value yang lebih besar dari α =
0,05.
Berdasarkan hasil uji ANOVA (Lampiran 2), model dianggap valid karena
menghasilkan tingkat signifikasi (angka probabilitas) sebesar 0,05. Berdasarkan
tabel . diperoleh nilai F hitung sebesar 34,888 dan nilai F tabel sebesar 2,70. F
hitung > F tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima artinya faktor penerimaan dan
jumlah tanggungan keluarga berpengaruh nyata terhadap kesediaan nelayan
menerima ganti rugi.
Nilai rataan kesediaan menerima pembayaran (WTA) atas larangan
penangkapan baby tuna per orang Rp 18.143,55/kg. ditinjau berdasarkan alat
tangkap maka nilai WTA nelayan pancing tonda lebih tinggi daripada nilai WTA
nelayan Longline (lampiran 3). Hal ini dikarenakan jumlah tangkapan baby tuna
yang ditangkap lebih banyak pada alat tangkap pancing tonda. Nilai ganti rugi
WTA longline per kapal sebesar Rp 725.741,88 dalam satu kali trip dengan lama
trip bulan. Dengan demikian, apabila diberlakukan maka setiap kapal longline
kehilangan penerimaan sebesar Rp 725.741,88/bulan dari total penerimaan
seluruhnya termasuk biaya operasional dan upah ABK. Sedangkan Nilai ganti rugi
WTA tonda per kapal sebesar Rp 5.805.935,02 dalam empat kali trip sebulan.
Dengan demikian, apabila diberlakukan maka setiap kapal tonda kehilangan
penerimaan sebesar Rp 5.805.935,02 /bulan dari total penerimaan seluruhnya
termasuk biaya operasional dan upah ABK. Nilai WTA tersebut merupakan
estimasi besarnya ganti rugi berdasarkan analisis statistik dan data primer yang
diperoleh.

SIMPULAN

1. Setelah melalui proses analisis statistik dari keempat variabel diperoleh dua
variabel yang berpengaruh signifikan terhadap nilai WTA yang diinginkan
nelayan. nilai R Square sebesar 84,8% artinya bahwa 84,8% peluang nelayan
bersedia untuk dibayar apabila dilakukan larangan penangkapan baby tuna.
Tingkat penerimaan menghasilkan koefisien 0,0011 dan P-value sebesar
0,0176 pada taraf nyata α = 0,05. koefisien jumlah tanggungan keluarga
sebesar 666,3245 dan P-value sebesar 6,306E-05 pada taraf nyata α = 0,05.
Berdasarkan hasil tersebut disimpulkan bahwa faktor penerimaan nelayan dan
jumlah tanggungan keluarga berpengaruh secara signifikan terhadap kesediaan
menerima ganti rugi apabila diberlakukan aturan untuk tidak menangkap baby
tuna oleh pemerintah.
2. Harga tuna dipasar lokal Palabuhanratu adalah senilai Rp.17.000/kg Rp.22.000/kg. Berdasarkan hasil analisis statistik dari keempat faktor yang
mempengaruhi besarnya nilai WTA meliputi usia, pendidikan, penerimaan,
dan jumlah tanggungan keluarga didapatkan bahwa rata-rata nelayan bersedia
untuk menerima ganti rugi dengan sejumlah uang sebagai pengganti seharga
Rp 18.143,55/kg baby tuna.

16
SARAN
Penelitian ini dilakukan dengan wawancara terhadap nelayan pancing tonda
dan longline yang menangkap tuna dan pengukuran serta penimbangan langsung
saat ada bongkar hasil tangkapan. Pengukuran panjang tuna dilakukan secara acak
dan estimasi. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut berdasarkan musim
penangkapan untuk melihat banyaknya baby tuna yang tertangkap pada setiap
musim tersebut sebagai perbandingan. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya
dapat dilakukan pula penimbangan dan pengukuran panjang secara menyeluruh
terhadap tuna yang didaratkan. Perlu adanya upaya pengelolaan, pendataan
tertangkapnya baby tuna saat pengoperasian. Pemanfaatan perikanan tuna secara
terus menerus dan tidak terkontrol dapat mengganggu keberlanjutan perikanan tuna.
Namun, apabila penangkapan baby tuna dilarang maka akan berdampak pada
pendapatan nelayan. Rancangan undang-undang mengenai perlindungan dan
pemberdayaan nelayan dan pembudidaya ikan yang rencananya akan disahkan
tahun ini untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dalam
meningkatkan kesejahteraan nelayan.

DAFTAR PUSTAKA
Andamari R, Hutapea JH, Prisantoso BI. 2012. Aspek Reproduksi Ikan Tuna Sirip
Kuning (Thunnus albacares). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 4(1): 89-96.
Bogor (ID) Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia
[PPN] Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. 2011. Buku Laporan Tahunan
Statistik Perikanan Tangkap 2010 Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu.
Sukabumi (ID): Direktorat Jendral Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan
Perikanan.
[PPN] Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. 2012. Buku Laporan Tahunan
Statistik Perikanan Tangkap 2011 Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu.
Sukabumi (ID): Direktorat Jendral Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan
Perikanan.
Candra, A. 2013. Strategi kebijakan perikanan tangkap Indonesia dalam kerjasama
perikanan regional pada West and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC)
[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Durianto, et al. 2001. Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Prilaku
Merek. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Effendie, MI. 1997. Biologi Perikanan. Jakarta (ID): Yayasan Dewi Sri.
FAO. 2000. Aplication of Contingent Valuation Method in Developing Countries. FAO
Economic and Social Development. Papers No. 146/200. FAO. Roma
Faizah, R. 2010. Biologi reproduksi ikan tuna mata besar (Thunnus obessus) di perairan
Samudera Hindia [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Fauzi, A. 2014. Valuasi Ekonomi dan Penilaian Kerusakan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan. Bogor (ID): PT. Penerbit IPB Press.
Fromentin JM, Foteneau A. 2000. Fishing Effects and Life History Traits: a Case Study
Comparing Tropical Versus Temperate Tunas. Fisheries Research Journal. 53:133150.

17
Handriana, J. 2007. Pengoperasian pancing tonda di Perairan Selatan Teluk
Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Ilmu
dan Teknologi Kelautan, FPIK IPB.
Inizianti, RL. 2010. Analisis spasial daerah penangkapan ikan tuna kapal PSP 01 di
Perairan Selatan Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, FPIK IPB.
Muhartono, R.2004. Alternatif pola bagi hasil nelayan Gillnet di Muara Baru, Jakarta
Utara [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Purnama, A.I. 2014. Kajian bioekonomi perikanan rawai tuna di PPN Palabuhanratu,
Sukabumi, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, FPIK IPB.
Rohit P, Rammohan K. 2009. Fishery and Biological Aspects of Yellowfin Tuna Thunnus
albacares along Andhra Coast, India. Asian Fisheries Science. 22:235-244.
Saefrudin, M. 2014. Analisis Willingness To Accept terhadap program relokasi
masyarakat di Kampung Pulo Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur [Skripsi]. Bogor
(ID): Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB.
Subani, W dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang di Perairan
Indonesia. Jakarta. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Perikanan Laut No.50.
Departemen Pertanian. 248 hal
Tampubolon, B.I. 2011. Analisis Willingness To Accept Masyarakat Akibat Eksternalitas
Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB.
Tampubolon, N. 1990. Persiapan dan Pengoperasian Pole and Line. Bogor (ID): Ikatan
Alumni Fakultas Perikanan IPB.

Walpole, RE. 1988. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta (ID): Gramedia
Pustaka Utama.
Zhu, G, Xu, L, Zhon,Y, Song, L, Dai, X. 2010. Length Weight Relationship for
Bigeye Tuna (Thunnus obessus), Yellowfin Tuna (Thunnus albacares) and
Albacore (Thunnus alalunga) (Perciformes:Scrombinae) in the Atlantic, Indian,
and Eastern Pasific Oceans. [paper]. ICCAT 65(2): 717-724. Madrid (ES):
ICCAT.

18

LAMPIRAN

19
Lampiran 1 Data hasil wawancara nelayan
No

Jenis alat Usia Pendidikan* Penerimaan
tangkap
(Rp/bulan)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Tonda
Tonda
Tonda
Tonda
Longline
Longline
Longline
Tonda
Longline
Longline
Longline
Longline
Longline
Longline
Longline
Longline
Longline
Tonda
Tonda
Tonda
Tonda
Longline
Longline
Longline
Longline
Longline
Longline
Longline
Longline
Tonda
Total
Rata-rata

30
20
21
24
34
47
31
20
29
47
40
25
27
24
26
38
52
50
50
26
19
53
48
50
31
31
17
26
53
43

*Keterangan Pendidikan: 1. SD
2. SMP
3. SMA

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
3

2.400.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
1.800.000
3.000.000
3.000.000
1.500.000
3.000.000
3.000.000
1.800.000
1.800.000
1.800.000
1.800.000
1.800.000
1.800.000
3.000.000
2.200.000
2.400.000
1.500.000
1.500.000
3.000.000
3.000.000
3.000.000
3.000.000
3.000.000
1.800.000
1.800.000
3.000.000
1.500.000
66.700.000
2.223.333,33

Jumlah
WTA
tanggungan (Rp/kg/orang)
keluarga
(orang)
2
20.000
0
17.000
2
18.000
1
17.000
0
17.000
0
20.000
3
22.000
2
18.000
2
20.000
5
22.000
0
17.000
0
17.000
0
18.000
0
17.000
0
18.000
3
20.000
3
20.000
4
22.000
4
22.000
2
20.000
0
15.000
4
22.000
5
20.000
7
24.000
5
22.000
4
22.000
0
17.000
0
17.000
4
24.000
3
20.000
65
585.000
2
19.500

20
Lampiran 2 Hasil analisis regresi linier berganda
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R
R Square
Adjusted R Square
Standard Error
Observations

0,920909995
0,848075219
0,823767254
1002,866917
30

ANOVA
df

SS

Regression
Residual
Total

4
25
29

Coefficients
Intercept 14365.08226
X Variable 1 31.67678852
X Variable 2 147.2579258
X Variable 3 0.001075171
X Variable 4 666.3245165

Standard Error
914.6302219
22.34875994
319.6147143
0.000423002
138.9062296

intercept
pendapatan
jumlah tanggungan
keluarga

Significance F
MS
F
140356448.7 35089112.17 34.88877897 6.83677E-10
25143551.31 1005742.052
165500000

t Stat
15.70589067
1.417384616
0.460735752
2.541766161
4.796937607

P-value
1.84758E-14
0.168713833
0.648971146
0.017606113
6.30638E-05

Lower 95%
12481.36606
-14.3513442
-511.0009
0.000203983
380.2417815

Upper 95%
16248.79847
77.70492122
805.5167519
0.001946359
952.4072516

koefisien
14365,0822
0,0011

P value
1,85E-14
0,0176

t stat
15,7059
2,5418

simpangan
baku
914,6302
0,0004

666,3245

6,31E-05

4,7969

138,9062

Lampiran 3. Nilai estimasi WTA per kapal
Kapal
Longline
Tonda

Lower 95.0%Upper 95.0%
12481.36606 16248.8
-14.35134418 77.70492
-511.0009004 805.5168
0.000203983 0.001946
380.2417815 952.4073

WTA(Rp/bulan)/kapal WTA(Rp/bulan)/orang
907.177.3465
90.717.73465
7.257.418.772
1.451.483.754

21

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 23 Agustus 1993 dari ayah Arnas
dan ibu Rohana. Penulis adalah putri kedua dari lima bersaudara. Tahun 2011
penulis lulus dari SMA PGRI 3 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus
seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB dan diterima di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum
Avertebrata Air pada tahun 2014/2015. Penulis juga aktif mengajar les privat
bimbingan belajar BIMMA IPB hingga sekarang dan pernah aktif mengajar di
bimbingan belajar Etos Study. Penulis juga pernah aktif sebagai staf CIA FKM-C
tahun 2012/2013. Penulis juga aktif mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa
dan PKM Penelitian penulis pada tahun 2012 didanai Dikti. Penulis pernah
mendapatkan beasiswa PT.ANTAM persero sejak 2012 hingga 2015.
Bulan Juni-Juli 2013 penulis juga aktif dalam kegiatan turun desa IPB Goes
To Field Pekalongan. Selama perkuliahan penulis juga pernah aktif mengikuti
UKM Agriaswara 2011 h