Analisis penanganan madidihang di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat

(1)

SUKABUMI, JAWA BARAT

MUHAMMAD REZKI

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Penanganan Madidihang di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011


(3)

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat. Dibimbing oleh SUGENG HARI WISUDO dan JOHN HALUAN.

Madidihang merupakan komoditas unggulan di PPN Palabuhanratu, penangkapan madidihang di PPN Palabuhanratu menggunakan kapal long line dan kapal pancing tonda. Pada kedua kapal menerapkan perlakuan yang berbeda saat melakukan penanganan madidihang sebagai hasil tangkapannya, sehingga menentukan kualitas madidihang. Penelitian ini mengarah pada pengamatan fisik madidihang dari kedua kapal dengan mengamati penanganan madidihang yang diterapkan pada kapal long line dan kapal pancing tonda, kemudian mengamati pengaruh penanganan terhadap mutu madidihang yang didaratkan dan selanjutnya menentukan penanganan yang tepat untuk kapal penangkap di PPN Palabuhanratu. Metode yang digunakan adalah: uji organoleptik, peta kendali, diagram pareto, dan diagram sebab akibat. Pengamatan pada beberapa bagian tubuh madidihang yang didaratkan kapal long line dengan menggunakan uji organoleptik, mata madidihang memiliki nilai rata-rata 7,6, dinding perut 8,45, konsistensi 9,dan bau 8. Uji organoleptik pada madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda, mata madidihang memiliki nilai rata-rata 7,6, dinding perut 7,6, konsistensi 8 dan bau 8. Penanganan yang diterapkan kapal long line lebih baik berdasarkan pada tampilan madidihang yang lebih cemerlang sera minim goresan dan proporsi cacatnya (berdasarkan pada bobot madidihang kurang dari 17 kg) lebih kecil, sebesar 5% daripada kapal pancing tonda, tampilan kurang cemerlang dan terdapat banyak goresan pada tubuh madidihang yang didaratkan dan proporsi cacatnya lebih besar (berdasarkan pada bobot madidhang kurang dari 17 kg), yaitu 27%.


(4)

Hak cipta IPB, Tahun 2011

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan sesuatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.


(5)

SUKABUMI, JAWA BARAT

MUHAMMAD REZKI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(6)

Nama : Muhammad Rezki

NRP : C44061381

Mayor : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si Prof.Dr. Ir. John Haluan, M. Sc NIP 19660920 199103 1 001 NIP 19460527 197412 1 001

Diketahui :

Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP: 19621223 198703 1 001


(7)

Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Desember-Januari 2010 dan 2011 ini adalah Penanganan Madidihang dengan judul “Analisis Penanganan Madidihang di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Jawa Barat, Sukabumi“.

Penilitan ini bertujuan: 1) mengidentifikasi penanganan yang diterapkan pada kapal penangkap madidihang di PPN Palabuhanratu, 2) menentukan pengaruh penanganan terhadap mutu madidihang yang didaratkan di PPN Palabuhanratu dan 3) menentukan bentuk penanganan yang tepat pada kapal penangkap madidihang di PPN Palabuhanratu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan penulisan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Muhammad Rezki


(8)

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayah dan ibu tercinta, atas semua dukungan baik moril dan materil serta Lina, Ridha, Rahmi, Zahra yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

2. Bapak Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo Msi. dan Bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, kritikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

3. Ibu Dr. Ir. Tri Wiji Nurani Msi. sebagai penguji tamu yang telah memberikan masukan dan kritikan yang membangun dan Bapak Dr. Ir. Muhammad Imron Msi. selaku Ketua komisi Pembimbing yang telah membantu penulis dalam mengkoreksi kesalahan penulisan serta masukan yang membangun.

4. Pak Bebey, Pak Karma, di (Pos Pelayanan Terpadu) Posyandu PPN Palabuhanratu serta Pak Eka selaku kepala TU Palabuhanratu yang telah banyak berkonstribusi dalam berbagi data dan ide dengan penulis mengenai penanganan di pelabuhan.

5. Mas Toni sebagai pengurus kapal long line , Pak Alex sebagai wakil nahkoda, Pak Ndang, Pak Nana dan seluruh ABK kapal long line dengan ramah dan baik hati dalam berbagi data, cerita dan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi penulis saat melakukan penelitian di PPN Palabuhanratu.

6. Ana yang telah menemani dan menyemangati penulis baik dalam keadaan susah dan senang.

7. Teman-teman PSP 43 ( Mukhlis, Troy, Bayu, Rahman, Dedi, Ongkrek, Arif, Rizki AB, Rusdi, Hanif, Ghini, Fatra, Alfian, Rian, Cesar, Yasa, Firman, Adit, Intan, Ratih, Alvi, Mardia, Maria, Enur Patah, Gea, Lala, Viona, Iniez, Neney, Septi, Septa, Siska M, Cum’s, Alina, Ari W, Riyanti Cathwrigth, Nanda, Tante Icha, Mertha Suneo, Selly, Anggi, Indah Merauke, Esther, Riema, Refi, Ciwied, Qbee, Amii, Ina, Miauu, Ncekk, Ike, Pipih, Utiey, Riski MS, dan Shinta cantik).

8 Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuannya kepada penulis.


(9)

Penulis dilahirkan di Desa Birem Puntung, Langsa, Aceh Timur pada tanggal 20 Oktober 1987 dari Bapak Drs. H. Juanda Usman M.Si dan Ibu Dra. Hj. Faulina Yakob. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara.

Penulis lulus SMA Negeri 1 Sigli pada tahun 2006 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institusi Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, aktif di Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Perikanan Tangkap (HIMAFARIN) pada tahun 2007/2008. Pada tahun 2009, penulis menjadi MC pada Seminar Perikanan yang diselenggarakan oleh HIMAFARIN, selain itu juga penulis cukup aktif dalam kepanitian pada event di IPB dan FPIK, seperi Pelatihan Jurnalistik with METRO TV, PORIKAN, dan lain-lain. Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Analisis Penanganan Madidihang di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat”.


(10)

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karekteristik Umum Madidihang (Thunnus albacares) ... 3

2.1 .1 Klasifikasi dan deskripsi ... 3

2.1.2 Habitat dan daerah penyebaran ... 4

2.2 Sifat Alami Madidihang Segar ... 5

2.3 Definisi Mutu ... 6

2.3.1 Penentuan mutu tuna layak ekspor ... 6

2.4 Kapal Penangkap Madidihang di PPN Palabuhanratu ... 7

2.4.1 Kapal long line ... 8

2.4.2 Kapal pancing tonda ... 11

2.4.3 Perawatan alat tangkap ... 14

3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15

3.2 Bahan dan Alat ... 15

3.3 Metode Penelitian ... 15

3.3.1 Lembar periksa untuk identifikasi tipe cacat madidihang ... 16

3.3.2 Uji organoleptik ... 16

3.3.3 Peta kendali ... 17

3.3.4 Diagram pareto ... 19

3.3.5 Diagram sebab akibat ... 20

3.4 Pengumpulan Data ... 21

4. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Topografi dan Geografi ... 22

4.2 Keadaan Iklim dan Musim ... 23

4.3 Keadaan Umum Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. 23 4.3.1 Keorganisasian PPN Palabuhanratu ... 24

4.3.2 Visi dan misi PPN Palabuhanratu ... 25

4.3.3 Fungsi PPN Palabuhanratu ... 26

4.4 Produksi dan Nilai Produksi Ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu ... 28


(11)

ii 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian... ... 32

5.1.1 Produksi madidihang di PPN Palabuhanratu ... 32

5.1.2 Penanganan madidihang pada kapal long line ... 33

5.1.3 Penanganan madidihang pada kapal pancing tonda ... 49

5.2 Pembahasan ... 63

5.2.1 Trend produksi madidihang di PPN Palabuhanratu ... 63

5.2.2 Penanganan madidihang yang didaratkan kapal long line dan kapal pancing tonda di PPN Palabuhanratu ... 64

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 79

6.2 Saran ... ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81


(12)

iii Halaman

1 Lembar periksa sederhana ... 16

2 Lembar uji organoleptik ... 16

3 Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan laut di PPN Palabuhanratu ... 28

4 Produksi per jenis ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tahun 2005-2009 ... 29

5 Nilai produksi per jenis ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tahun 2005-2009 ... 31

6 Total produksi madidihang yang didaratkan di PPN Palabuhanratu dari tahun 2005-2009 ... 32

7 Proporsi tipe cacat dengan jumlah cacat madidihang yang didaratkan kapal long line di PPN Palabuhanratu ... 40

8 Pengamatan organoleptik pada beberapa bagian tubuh madidihang yang didaratkan kapal long line di PPN Palabuhanratu ... 43

9 Perbandingan jumlah madidihang yang tidak layak ekspor dengan beberapa batasan pengendalian yang didaratkan kapal long line ... 44

10 Proporsi tipe cacat dengan jumlah cacat madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda di PPN Palabuhanratu ... 55

11 Pengamatan organoleptik pada beberapa bagian tubuh madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda di PPN Palabuhanratu ... 57

12 Perbandingan jumlah madidihang yang tidak layak ekspor dengan beberapabatasan pengedalian yang didaratkan kapal pancing tonda ... 59

13 Pengaruh ukuran es terhadap kecepatan pendinginan ... 67

14 Penyimpanan dalam suhu -1o– 0oC ... 70


(13)

iv Halaman

1 Ikan tuna sirip kuning ( Thunnus albacares) ... 3

2 Hubungan suhu air laut dengan suhu adaptasi beberapa jenis tuna ... 5

3 Diagram pareto ... 20

4 Diagram sebab akibat ... 21

5 Struktur keorganisasian PPN Palabuhanratu ... 25

6 Diagram alir persiapan penanganan pembongkaran madidihang pada kapal long line ... 35

7 Proses pengurangan debit air di dalam palka ... 36

8 Proses penghancuran es ... 36

9 Pemasangan terpal untuk melindungi madidihang dari sinar matahari . 37 10 Proses pembongkaran madidihang dari dalam palka ... 38

11 Proses pemindahan madidihang melalui conveyor ... 39

12 Madidihang diangkat ke dalam mobil boks berpendingin ... 39

13 Diagram pareto madidihang (Thunnus albacares) yang didaratkan kapal long line ... 41

14 Tampilan beberapa bagian tubuh madidihangyangdidaratkan kapal long line di PPN Palabuhanratu, (1) mata, (2) dinding perut ... 42

15 Peta kendali madidihang(Thunnus albacares) yang didaratkan kapal long line ... 45

16 Diagram alir penanganan madidihang segar pada kapal long line ... 48

17 Tubuh madidihang dibasuh dengan lap yang telah dibasahi dengan air bersih ... 52

18 Penimbangan madidihang ... 52

19 Es dimasukkan ke dalam bagian insang ... 53

20 Diagram alir penanganan madidihang saat pembongkaran pada kapal pancing tonda ... 53

21 Diagram pareto madidihang (Thunnus albacares) yang didaratkan kapal pancing tonda ... 55

22 Tampilan beberapa bagian tubuh madidihangyangdidaratkan kapal pancing tonda di PPN Palabuhanratu, (1) mata, (2) dinding perut ... 56


(14)

v 24 Diagram alir penanganan madidihang segar pada kapal pancing tonda . 62 25 Grafik produksi madidihang dari tahun 2005-2009 di PPN

Palabuhanratu. ... 63


(15)

vi Halaman

1 Peta PPN Palabuhanratu ... 85

2 Daerah penangkapan madidihang kapal long line berbasis di PPN Palabuhanratu ... 86

3 Peta penangkapan madidihang kapal pancing tonda ... 87

4 Kapal kapal long line ... 88

5 Kapal pancing tonda ... 89

6 Alat tangkap long line ... 90

7 Alat tangkap kapal pancing tonda ... 91

8 Contoh perhitungan peta kendali np madidihang (Thunnus albacares) kapal long line ... 92

9 Contoh perhitungan peta kendali np madidihang (Thunnus albacares) kapal pancing tonda ... 93

10 Diagram sebab akibat penanganan madidihang saat di kapal long line . 94 11 Diagram sebab akibat penanganan madidihang yang didaratkan kapal long line saat pembongkaran di pelabuhan ... 95

12 Diagram sebab akibat penanganan madidihang saat di kapal pancing tonda ... 96

13 Diagram sebab akibat penanganan madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda saat pembongkaran di pelabuhan... 97

14 Standardisasi pembobotan madidihang berdasarkan Gross Ton kapal... 98


(16)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wilayah Indonesia berada di antara dua wilayah penangkapan yang banyak memiliki sumberdaya perikanan seperti tuna. Stok ikan tuna di perairan Indonesia berada di barat Sumatra, selatan Jawa, Bali, lalu Nusa Tenggara, Laut Banda, Laut Flores, kemudian Selat Makassar, Laut Maluku, Teluk Tomini, Laut Sulawesi, utara Irian Jaya, dan Laut Arafura. Khusus wilayah perairan Indonesia timur, spesies di wilayah ini lebih beragam karena merupakan bagian dari wilayah penangkapan Samudera Pasifik bagian barat (Suharno & Santoso, 2008).

Salah satu komoditi unggulan perikanan yang diekspor Indonesia adalah ikan tuna. Ikan tuna memiliki beberapa jenis diantaranya yakni tuna sirip kuning

(madidihang), albakora (albacore), tuna mata besar (bigeye), tuna sirip biru

(bluefin), tuna sirip biru selatan (southern bluefin). Salah satu produk tuna yang paling banyak diekspor Indonesia adalah madidihang segar.

Salah satu produk tuna yang paling banyak diekspor Indonesia adalah madidihang segar. Madidihang segar merupakan salah satu komoditi utama dalam perdagangan hasil perikanan dunia. Secara garis besar pasar madidihang segar dunia terbagi dalam empat pasar, yaitu Jepang, Amerika Serikat, Uni Eropa dan diluar ketiga wilayah tersebut. Pasar impor madidihang segar dunia masih tergantung pada tiga pasar besar, yaitu Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Pasar Jepang merupakan pasar terbesar dunia untuk komoditi madidihang segar sedangkan pemasok utama madidihang segar Jepang adalah Indonesia (Suharno & Santoso, 2008).

Jepang merupakan negara tujuan utama ekspor madidihang segar Indonesia yang mempunyai nilai paling besar yaitu sebesar USD 26.524.050 pada tahun 2004, sedangkan pada tahun 2005 sebesar USD 18.431.574 dan pada tahun 2006 menjadi USD 23.600.760 dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa sebagai negara importir madidihang segar Indonesia (Suharno & Santoso, 2008).

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu memiliki dua komoditas unggulan utama, salah satu diantaranya adalah madidihang. Hasil


(17)

tangkapan madidihang salah satu terbesar di PPN Palabuhanratu. Hasil tangkapan madidihang banyak didistribusikan ke Jakarta untuk dicek kualitasnya, sekaligus diekspor ke berbagai negara. Hasil tangkapan madidihang membutuhkan penanganan yang tepat agar tetap terjaga kesegaran dan kualitasnya, hal ini disebabkan karena madidihang segar mempunyai mutu yang sangat labil, namun permasalahanya adalah terdapat perbedaan dalam penanganan madidihang di PPN Palabuhanratu, ini dapat dilihat dari beberapa kapal penangkap madidihang seperti

kapal long line dan kapal pancing tonda. Pada setiap kapal memiliki cara

masing-masing dalam penanganan madidihang sehingga menghasilkan mutu yang berbeda pula.

Berdasarkan masalah-masalah tersebut di atas, maka perlu untuk melakukan penelitian mengenai penanganan ikan tuna khususnya madidihang secara benar dan berdasarkan standar penanganan yang telah baku. Oleh karena itu maka dilakukan penelitian tentang “Analisis Penanganan Madidihang di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Jawa Barat, Sukabumi”.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan :

1 Mengidentifikasi penanganan yang diterapkan pada kapal penangkap

madidihang di PPN Palabuhanratu.

2 Menentukan pengaruh penanganan terhadap mutu madidihang yang didaratkan di PPN Palabuhanratu.

3 Menentukan bentuk penanganan yang tepat pada kapal penangkap madidihang di PPN Palabuhanratu.

1.3 Manfaat

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1 Memberikan gambaran proses penanganan madidihang saat di kapal dan

saat di pelabuhan.

2 Memberikan informasi mengenai penanganan madidihang saat di kapal dan


(18)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Umum Madidihang (Thunnus albacares) 2.1.1 Klasifikasi dan deskripsi

Ikan tuna sirip kuning atau madidihang (Thunnus albacares) merupakan

ikan pengembara samudera, mengarungi samudera dengan bergerombol. Madidihang merupakan perenang cepat karena bentuk tubuhnya yang dinamis. Madidihang dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1 Ikan tuna sirip kuning ( Thunnus albacares)

Menurut Ditjen (1990) ikan tuna sirip kuning atau madidihang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Ordo : Percomorphi

Famili : Scombridae

Genus : Thunnus

Spesies : Thunnus albacares

Madidihang memiliki ciri-ciri yaitu bentuk badan yang memanjang, bulat seperti cerutu. Tapisan insang 26-34 pada busur insang pertama. Memiliki dua cuping/lidah di antara kedua sirip perutnya. Jari-jari keras sirip punggung pertama 13-14, dan 14 jari-jari lemah pada sirip punggung kedua, diikuti 8-10 jari sirip tambahan. Kemudian sirip dubur berjari-jari lemah 14-15, lalu 7-10 jari-jari sirip tambahan. Satu lunas kuat pada batang sirip ekor diapit dua lunas kecil pada

   


(19)

ujungnya. Untuk jenis-jenis dewasa, sirip punggung kedua dan dubur tumbuh sangat panjang, sirip dada cukup panjang. Badan bersisik kecil-kecil, korselet (jalur sisik khusus yang mengelilingi badan di daerah sekitar sirip dada) bersisik agak besar tetapi tidak nyata. Termasuk ikan buas, predator, karnivor, dapat mencapai 195 cm, umumnya 50-150 cm, hidup bergerombol kecil (Ditjen, 1990).

Warna tubuh madidihang bagian atas berpadu antara hitam dan keabu-abuan, kuning perak pada bagian bawah, sirip-sirip punggung, perut. Sirip tambahan kuning cerah berpinggiran gelap. Pada perut terdapat kurang lebih 20 garis putus-putus warna putih pucat melintang (Ditjen,1990).

2.1.2 Habitat dan daerah penyebaran

Setiap jenis ikan tuna mempunyai kebiasaan/kesukaan pada suhu air laut yang berbeda-beda, sehingga untuk menentukan daerah penangkapan tuna harus disesuaikan dengan suhu air sesuai dengan jenis ikan tuna yang akan ditangkap, sedangkan madidihang menyukai suhu perairan yang hangat seperti laut tropis (Partosuwiryo, 2008).

Beberapa jenis tuna lainnya seperti bluefin sering dijumpai pada laut

subtropis dan laut dengan suhu seperti di Samudera Pasifik Utara dan Samudera

Atlantik Utara, sedangkan daerah ruaya bluefin biasanya melalui Samudera

Atlantik. Pada bigeye banyak ditemukan pada perairan bersuhu hangat di Atlantik

dan Samudera Pasifik. Ikan tuna jenis ini memiliki sifat begerombol, ikan pelagis besar, diperkirakan spesies ini pada musim migrasi dapat melakukan perjalanan yang panjang untuk mencapai tempat yang cocok untuk makan dan berkembang

biak. Gerombolan bigeye biasanya berenang pada lautan dalam pada siang hari,

sedangkan gerombolan madidihang, bluefin, dan jenis tuna lainnya berenang pada

permukaan perairan tepatnya pada perairan bersuhu hangat (Schultz, 2004). Menurut Laevastu (1981), daerah penangkapan tuna yang baik terdapat pada samudera di sekitar garis khatulistiwa dengan kondisi laut yang memiliki pergolakan arus dari bawah laut menuju permukaan dimana banyak membawa makanan untuk ikan-ikan kecil. Pada Gambar 2 akan disajikan hubungan antara


(20)

Keterangan : = Suhu (oC) penyebaran

= Suhu (oC) penangkapan

= Suhu (oC) optimum untuk penangkapan Gambar 2 Hubungan suhu air laut dengan suhu adaptasi beberapa jenis tuna

Penyebaran madidihang di Indonesia sendiri terletak pada bagian barat Samudera Pasifik Tengah, Laut Banda, kemudian Laut Sulawesi, Samudera Indonesia, lalu Selat Sunda, Laut Maluku, Barat Sumatera, dan Samudera Hindia (Ditjen,1990).

2.2 Sifat Alami Madidihang Segar

Sebagai sumber pangan, madidihang mengandung air dalam deret 70 sampai 80%, protein antara 18% sampai 20%, lemak antara 0,5% sampai lebih dari 20%, serta berbagai vitamin dan mineral. Sesudah ditangkap dan mati, secara keseluruhan madidihang akan mengalami proses penurunan mutu (proses deteriorasi), baik disebabkan oleh faktor-faktor intern (dalam tubuh madidihang) maupun faktor ekstern (lingkungan) yang menjurus pada penurunan mutu (Ilyas, 1983).

Mengingat ikan tuna segar khususnya madidihang mempunyai mutu yang sangat labil, maka untuk mempertahankan kesegaran awal selama mungkin, maka penangananya harus tangkas, cepat dan teliti, kemudian ikan secepatnya

didinginkan dengan cara menyelimuti tubuh ikan dengan es hancuran (crush iced)

atau es kepingan (flake iced). Pada kapal-kapal yang yang dilengkapi sistem

10o C 15o C 20o C 25o C 30o C 35o C

Bluefin 

Bigeye 

Madidihang 


(21)

pendinginan air laut dingin (chilled sea water) ikan segera dicelupkan dan disimpan dalam palka air laut dingin. Biasanya setiap kapal dilengkapi dengan alat pengontrol suhu sehingga suhu di palka dapat diatur sedemikian rupa sekitar

0oC (Bahar & Bahar,1991).

2.3 Definisi Mutu

Mutu merupakan totalitas dari karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang dispesifikasikan. Mutu sering diartikan sebagai segala sesuatu yang memuaskan pelanggan terhadap persyaratan atau kebutuhan yang diberikan oleh pelanggan (Gaspersz, 1997). Menurut Nasution (2004), mutu adalah sesuatu yang memenuhi atau sama

dengan persyaratan (conformance to recuirements). Komoditas ikan yang sedikit

saja dari persyaratan, maka dapat dikatakan tidak berkualitas dan dapat ditolak oleh perusahaan yang menjadi tujuan distribusi. Persyaratan itu sendiri dapat berubah sesuai dengan keinginan pelanggan, dan kebutuhan sebuah perusahaan.

2.3.1 Penentuan mutu tuna layak ekspor

Ikan tuna dalam perdagangannya dikelompokkan menurut standar atau mutu

daging yang terbagi menjadi empat tingkat mutu yaitu grade A, B, C, dan D.

Pengujian tingkatan mutu ikan dilakukan dengan cara menusukkan coring tube

yaitu suatu alat berbentuk batang, tajam, dan terbuat dari besi. Coring tube

dimasukkan pada kedua sisi ikan (bagian belakang sirip atau ekor kanan dan kiri,

sehingga didapatkan potongan daging ikan tuna. Mutu dengan grade A (terbaik)

diekspor ke Jepang, grade B dan C biasanya diekspor ke Amerika dan Uni Eropa,

sedangkan grade C dan D dipasarkan lokal. Ciri-ciri untuk masing-masing grade

adalah sebagai berikut (Fadly diacu dalam Cahya, 2010): 1 Grade A

Ciri-ciri ikan tuna grade A adalah sebagai berikut:

1) Warna daging untuk madidihang tuna adalah merah seperti darah segar dan

untuk bigeye tuna dagingnya berwarna merah tua seperti bunga mawar, serta


(22)

2) Mata bersih, terang, dan menonjol; 3) Kulit normal, warna bersih, dan cerah;

4) Tekstur daging untuk madidihang tuna keras, kenyal, dan elastis dan untuk bigeye tuna dagingnya lembut, kenyal dan elastik;

5) Kondisi ikan (penampakannya) bagus dan utuh. 2 Grade B

Ciri-ciri ikan tuna grade B adalah sebagai berikut:

1) Warna daging merah, terdapat pelangi otot daging agak elastis, jaringan daging tidak pecah;

2) Mata bersih, terang dan menonjol;

3) Kulit normal, bersih, dan sedikit berlendir; 4) Tidak ada kerusakan fisik.

3 Grade C

Ciri-ciri ikan tuna grade C adalah sebagai berikut:

1) Warna daging kurang merah dan ada pelangi; 2) Kulit normal dan berlendir;

3) Otot daging kurang elastis;

4) Kondisi ikan tidak utuh atau cacat, umumnya pada bagian punggung atau dada. 4 Grade D

Cirri-ciri ikan tuna grade D adalah sebagai berikut:

1) Warna daging agak kurang merah dan cenderung berwarna coklat dan pudar; 2) Otot daging kurang elastis, lemak sedikit dan ada pelangi;

3) Teksturnya lunak dan jaringan daging pecah;

4) Terjadi kerusakan fisik pada tubuh ikan, seperti daging ikan yang sudah sobek, mata ikan yang hilang, dan kulit terkelupas.

2.4 Kapal Penangkap Madidihang di PPN Palabuhanratu

Ikan tuna sirip kuning atau lebih dikenal dengan madidihang merupakan ikan komoditas unggulan yang memiliki nilai ekonomis tinggi di pasar internasional, hal ini karena madidihang sangat diminati oleh negara-negara maju, tidak terkecuali dengan negara yang berjulukan negeri sakura yaitu Jepang.


(23)

Penangkapan besar-besaran tidak dapat dihindari oleh kapal-kapal penangkap madidihang baik dari ukuran 10 GT maupun kapal yang berukuran 250 GT.

PPN Palabuhanratu memiliki dua kapal penangkap utama ikan tuna sirip

kuning (madidihang), yaitu kapal long line dan kapal pancing tonda. Kedua kapal

tersebut sangat mendominasi dalam mendaratkan hasil tangkapan seperti madidihang ke PPN Palabuhanratu.

2.4.1 Kapal long line

1 Deskripsi kapal long line

Menurut Partosuwiryo (2008) kapal rawai tuna atau kapal long line adalah

kapal yang dipergunakan untuk menangkap ikan tuna menggunakan pancing (Lampiran 4), seperti ikan tuna sirip kuning, tuna mata besar, marlin, albakor,

tuna sirip biru, dan ikan layaran. Pengoperasian kapal long line dilakukan di

daerah perairan laut yang dalam dan lepas pantai atau samudera (lautan lepas), selain melakukan kegiatan penangkapan, kapal rawai tuna juga berfungsi sebagai kapal pengangkut ikan.

Pengoperasian kapal long line berlangsung kurang lebih selama 40-70 hari

operasi atau lebih sehingga kapal long line memerlukan fasilitas anak kapal

(ruang akomodasi). Dalam rancang bangunan kapal (ruang akomodasi). Dalam

rancang bangun kapal long line terdapat ruang gudang peralatan (boatsman store)

di bagian haluan kapal, ruang akomodasi anak kapal di bagian buritan, dan ruang

penanganan hasil tangkapan ikan di bagian tengah kapal. Kapal long line

dilengkapi dengan ruang pendingin atau penyimpan ikan bersuhu mencapai

– 60oC untuk menjamin kesegaran ikan dalam periode waktu yang cukup lama.

Ukuran kapal-kapal rawai tuna yang beroperasi di daerah perkapan perairan laut Indonesia berkisar 100-250 GT (Partosuwiryo, 2008).

Pada bagian kanan depan terdapat line hauler dan jembatan bertangga untuk

memudahkan pengangkatan ikan ke atas. Setelah penarikan gulungan tali ditempatkan pada dek bagian muka bersama pelampung. Meja ikan hasil tangkapan diletakkan pada bagian buritan dimana tali dipasang (Fyson, 1985).


(24)

2 Umpan dan alat tangkap

Sebelum kegiatan penangkapan dimulai yang perlu diperhatikan ialah adanya umpan. Umpan ini terdiri dari ikan-ikan berukuran sekitar 15 cm atau

kadang lebih, seperti lemuru (Sardinella longicep), belanak (Mullet), layang

(Decapterus spp), kembung (Rastrelliger spp), bandeng (Chanos-chanos), Pasifik

Saury (Cololabis saira). Untuk umpan-umpan yang baik umumnya bercirikan

penampang bulat atau gilik dan memiliki warna mengkilat menarik (Subani & Barus, 1989).

Menurut (Partosuwiryo, 2008) bagian-bagian alat tangkap kapal long line

secara umum (Lampiran 6) adalah sebagai berikut :

1) Tali utama

Tali utama adalah tempat bergantungnya tali cabang. Tali utama harus dibuat dari bahan yang kuat. Biasanya dipergunakan kuralon atau kremon dengan ukuran garis tengah 8 mm.

Tali utama pada tiap-tiap pancing untuk rawai besar merupakan tali tersendiri yang nantinya disambung-sambung. Pada rawai kecil, panjang satu tali utama dapat mencapai ratusan meter. Batas antartali cabang dapat dibuat simpul kupu-kupu sebagai tempat bergantungnya tiap-tiap tali cabang. Pada rawai besar satu tali utama hanya berisi satu pancing, sedangkan pada rawai kecil, satu tali utama dapat berisi berpuluh-puluh tali pancang (pancing).

2) Tali cabang

Panjang tali cabang tidak boleh dari setengah kali panjang tali utama atau jarak antara tali cabang yang menggantung pada tali utama. Hal tersebut bertujuan agar tidak terjadi saling kait (kekusutan) antar tali cabang. 3) Pancing

Ukuran pancing yang digunakan adalah pancing nomor 04, 05, dan 06 untuk rawai kecil, sedang rawai besar digunakan pancing nomor 01-03. Pancing terbuat dari baja dan dilapisi timah putih.

4) Tali pelampung

Panjang tali pelampung disesuaikan dengan kedalaman yang diinginkan selama operasi. Pada rawai besar yang operasinya di lapisan


(25)

permukaan, panjang tali pelampung kurang lebih 15-30 m. Pada rawai yang dioperasikan di lapisan dasar, biasanya digunakan rawai kecil, panjang tali pelampunya disesuaikan dengan kedalaman perairan tempat rawai tersebut dioperasikan.

5) Pelampung

Bahan pelampung yang baik terbuat dari bola kaca, oleh karena itu

biasanya disebut pelampung kaca atau glass buoy. Bahan pelampung lain

yang digunakan, yaitu pelampung berbahan polyethylene (PE). Ukuran garis

tengah untuk pelampung kaca 30-35 cm dan tebal kaca 5-7 mm.

6) Tiang bendera

Pada pelampung umunya diikatkan bendera yang berwarna kontras dengan keadaan di laut (biasanya merah) untuk mengetahui keberadaan pelapung diperairan setelah rawai dioperasikan. Untuk mengikatkan bendera tersebut diperluklan tiang, umunya dari bambu sehingga sering disebut tiang

bendera atau bamboo pole. Panjang tiang bendera kurang lebih 5-7 m

dengan ukuran garis tengah pada pangkal bambu 3-3,5 cm. Bendera diikatkan pada ujung bambu.

7) Kili-kili

Pemasangan kili-kili (swivel) pada rawai adalah suatu keharusan. Hal

tersebut bertujuan agar tali utama maupun rangkaian tali cabang tidak membelit (kusut). Fungsi kili-kili sebagai pemberat dan tali cabang tidak mudah putus.

8) Pemberat

Pemberat dipasang pada bagian bawah tiang bendera. Tujuan pemasangan pemberat agar bendera dan pelampung tanda dapat berdiri tegak karena mengimbangi gaya apung yang ada.

3 Metode penangkapan

1) Pelepasan rawai

Sebelum melakukan operasi penangkapan, seluruh perlengkapan harus dipersiapkan. Basket-basket diatur dengan rapi dan ditempatkan sedemikian rupa, begitu juga pelampung, bendera, umpan, dan perlengkapan lain. Umumnya, satu set rawai disebut dengan satu basket. Istilah basket telah menjadi istilah umum


(26)

alat penangkapan menggunakan rawai yang menyatakan jumlah rawai satu set dengan jumlah pancing tertentu. Kata basket dapat pula berarti keranjang, hal tersebut mungkin karena setelah opersai selesai, rawai digulung dan diangkat, kemudian dimasukkan ke dalam keranjang. Tiap-tiap set diikat sehingga satu ikatan rawai disebut satu basket (Partosuwiryo, 2008).

Setelah persiapan selesai, langkah selanjutnya adalah Anak Buah Kapal (ABK) mengambil posisi masing-masing sesuai dengan tugasnya, sementara itu kecepatan kapal dikurangi 3-4 mil/jam, lalu diikuti dengan pelepasan pancing. Secara garis besar kegiatan pelepasan pancing adalah sebagai berikut : mula-mula pelampung dan tiang bendera dilepas beserta tali pelampungnya, kemudian tali utama dan akhirnya tali cabang yang diikuti mata pancing yang telah diberi umpan. Tali utama tersebut kemudian dilepas dan begitu seterusnya sampai yang terakhir untuk disambungkan dengan satuan rawai berikutnya melalui tali sepotong (Subani & Barus, 1989).

2) Penarikan rawai

Penarikan rawai dilakukan 5-6 jam kemudian setelah pelepasan pancing. Biasanya dimulai jam 12.00 dan selesai menjelang matahari terbenam. Penarikan

pancing dilakukan dari bagian depan kapal dengan bantuan alat penarik (line

hauler) dalam melakukan penarikan ini dibagi juga menjadi beberapa kegiatan seperti halnya pada waktu pelepasan dan merupakan suatu sistem yang satu dengan lainnya berkaitan erat dan seirama. Secara garis besar kegiatan penarikan pancing secara berurut dimulai dari tiang bendera, pelampung, tali pelampung serta pemberat diangkat ke atas geladak kapal, lalu tali utama, tali cabang, beserta mata pancing dan begitu seterusnya sampai keseluruhan satuan pancing terangkat ke atas geladak kapal. Pada mata pancing ada ikan yang tertangkap, pengambilan ikan ke geladak kapal biasanya dilakukan oleh tiga orang, tergantung besar kecilnya ikan yang tertangkap (Subani & Barus, 1989).

2.4.2 Kapal pancing tonda

1 Dekripsi kapal pancing tonda

Perahu yang digunakan oleh nelayan pancing tonda di Palabuhanratu (Lampiran 5) adalah perahu tempel dari jenis congkreng (bercadik) yang memiliki


(27)

panjang 6 m dan terbuat dari bahan kayu (Nugroho, 2002). Sedangkan Pancing tonda umumnya dioperasikan dengan perahu kecil, jumlah nelayan yang mengoperasikannya sebanyak 4-6 orang yang terdiri dari satu orang nahkoda

merangkap fishing master, satu orang juru mesin 2-4 orang ABK yang

masing-masing mengoperasikan satu atau lebih pancing pada saat operasi penangkapan berlangsung. Pada umumnya panjang perahu berkisar antara 5-20 m, dengan ruang kemudi di bagian haluan kapal dan dek tempat bekerja berada pada di bagian buritan kapal (Sainsburry, 1971).

2 Umpan dan alat tangkap

Pada umumnya ikan mendeteksi mangsa melalui reseptor yang dimilkinya, dan hal ini bergantung pada jenis reseptor tertentu yang mendominasi pada jenis ikan tersebut. Oleh karena itu, pemilihan umpan disesuaikan dengan kesukaan makan ikan sasaran, dengan mempertimbangkan kemampuan ikan mendeteksi makanan (Gunarso, 1985). Pada umumnya umpan pancing tonda menggunakan

umpan tiruan, umpan palsu (imitation bait). Tetapi ada pula yang menggunakan

umpan benar (true bait) yaitu: bulu ayam, bulu domba, kain-kain berwarna

menarik, bahan dari plastik, umpan berbentuk ikan seperti cumi-cumi, ikan-ikanan, dan lain-lain (Subani & Barus, 1989)

Umpan pada pancing tonda dapat dibagi menjadi dua, umpan alami dan umpan buatan. Penggunaan umpan alami pada pancing tonda sangatlah jarang sekali dilakukan, hal ini dikarenakan oleh sifat dari umpan alami yang mudah lepas dan mudah rusak oleh gerakan air selama operasi penangkapan ikan berlangsung (Gunarso, 1985). Menurut Handriana (2007) sifat umpan alami memiliki banyak kekurangan sehingga para nelayan lebih memilih menggunakan umpan buatan dalam operasi penangkapan ikan dengan pancing tonda. Dasar pemikiran penggunaan umpan buatan adalah:

1) Harga relatif murah;

2) Dapat dipakai berulang-ulang;

3) Dapat disimpan dalam waktu yang lama;

4) Warna dapat memikat ikan;


(28)

Pancing tonda adalah alat tangkap ikan yang terdiri dari seutas tali panjang, mata pancing dan umpan. Pancing ditarik di belakang perahu motor atau kapal yang sedang bergerak maju. Pancing yang ditarik umumnya dikenal dengan

pancing tonda atau troll line. Penangkapan dengan menggunakan pancing tonda

dapat dilakukan dengan berlayar mencari kawanan ikan, atau dapat juga dilakukan sekitar rumpon (Subani & Barus, 1989).

Menurut Gunarso (1985) pancing tonda adalah alat penangkap ikan yang dioperasikan secara aktif dengan cara ditarik oleh perahu motor atau kapal kecil. Pancing tonda (pancing tarik) merupakan alat tangkap tradisional yang bertujuan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis seperti tuna, cakalang, dan tongkol yang biasa hidup dekat dengan permukaan dan mempunyai nilai ekonomis tinggi dengan kualitas daging yang tinggi.

Menurut Handriana (2007) satu unit pancing tonda terdiri atas:

1) Tali pancing yang terbuat dari polyamide (PA) monofilament No. 60 dengan

panjang 40 m per unit;

2) Mata pancing No. 7 atau 8 yang terbuat dari bahan besi sebanyak tiga buah

yang diikat menjadi satu, menggunakan simpul tipe doubel sheet band;

3) Penggulung tali dari bahan plastik dan kayu waru;

4) umpan buatan.

3 Metode penangkapan

1) Operasi penangkapan diawali dengan scouting atau pencarian gerombolan

ikan dengan melihat tanda-tanda keberadaanya seperti warna perairan, lompatan ikan cakalang, buih diperairan, gerombolan ikan lumba-lumba bahkan pada umumnya gerombolan ikan dijumpai bersama kayu-kayu maupun benda-benda yang terapung di atas permukaan air (Handriana, 2007).

2) Pengoperasian pancing tonda dimulai dari pagi hingga sore tergantung

situasi dan kondisi alam yaitu sekitar pukul 0.5.00-17.00 yang diduga pada saat itu adalah saat dimana ikan cakalang dan tuna bermigrasi untuk mencari makan.

Pengoperasiannya dimulai dengan pemasangan alat tangkap (setting) yaitu

mengulur alat tangkap perlahan-lahan ke perairan dan mengikat ujung tali pada salah satu ujung kanan atau kiri perahu dengan jarak tertentu (Handriana, 2007)


(29)

3) Selama setting, kecepatan kapal berkisar anatara 1-2 knot. Setelah setting berakhir, tali pancing yang telah direntangkan disisi kanan atau kiri perahu ditarik terus menerus menyusuri daerah penangkapan dengan kecepatan 2-4 knot dengan tujuan umpan buatan yang dipakai bergerak-gerak seperti ikan mangsa. Untuk membuat umpan lebih aktif melayang di perairan, perahu dapat dijalankan dengan arah zig-zag (Handriana, 2007).

4) Setelah umpan dimakan ikan, pemancing memberitahu juru mudi atau

nahkoda untuk menaikkan kecepatan perahu. Nahkoda kapal ikan mempercepat laju perahu, dengan tujuan agar ikan yang memakan umpan cepat tersangkut pada mata pancing dan mencegahnya terlepas kembali. Setelah diketahui dengan pasti bahwa ikan ikan tertangkap, nahkoda mengurangi kecepatan perahu kembali ke kecepatan normal. Pada saat inilah penarikan tali pancing bisa dimulai. Salah satu ABK akan menarik pancing tersebut dan menggulung tali pancing pada penggulung. Saat penarikan tali pancing harus sesuai dengan gerakan ikan, bila terlihat ikan melawan maka penarikan dihentikan sejenak, sebaliknya bila ikan terlihat kelelahan maka penarikan dapat diteruskan. Setelah ikan diangkat ke atas perahu maka pancing segera dilepas dari ikan dan pancing tersebut diulurkan

kembali ke perairan. Langkah selanjutnya seperti pada setting telah berakhir dan

begitu seterusnya sampai mendapatkan ikan kembali (Handriana, 2007).

2.4.3 Perawatan alat tangkap

Sebelum alat tangkap disimpan, dilakukan perawatan. Menurut Partosuwiryo (2008) kegiatan yang dilakukan dalam perawatan alat tangkap sebagai berikut :

1 Bersihkan tali dan pancing dari sisa umpan, darah, maupun kotoran lain.

2 Periksa tali pancing, mungkin ada yang putus. Bila ada, segera diganti atau

disambung, kemudian searah pintalan tali.

3 Alat disimpan di tempat terlindung atau tidak terkena sinar matahari

langsung serta terhindar dari minyak dan gangguan tikus, api, dan binatang lain.

4 Perawatan harus dilakukan secara rutin agar alat tangkap lebih awet atau


(30)

3 METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Sukabumi pada bulan Desember 2010.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan dan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1 Alat tulis.

2 Kamera digital.

3 Lembar kuisioner.

4 Lembar uji organoleptik.

3.3 Metode Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan metode studi kasus yang dilakukan di PPN Palabuhanratu, studi kasus yaitu pengujian secara terinci terhadap suatu objek dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci. Pada kasus ini mengamati pengaruh penanganan madidihang yang dilakukan saat di laut dan saat pembongkaran dilakukan terhadap mutu madidihang dengan

pengamatan dilakukan pada dua kapal yaitu: kapal long line dan kapal pancing

tonda. Jumlah sampel yang digunakan yaitu 20 ekor madidihang untuk uji

organoleptik dan 1092 ekor madidihang untuk peta kendali pada kapal long line

yang dihimpun dari tanggal 7-15 Desember sedangkan 20 ekor madidihang untuk uji organoleptik dan 60 ekor madidihang untuk peta kendali pada kapal pancing tonda yang dihimpun dari tanggal 1-25 Januari.


(31)

3.3.1Lembar periksa untuk identifikasi tipe cacat madidihang

Lembar periksa merupakan suatu alat sederhana yang dipergunakan untuk mengumpulkan data serta memudahkan dalam analisis berikutnya. Lembar periksa dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Lembar periksa sederhana

Tipe cacat Check Sub-total

……… IIII IIII 9

……… IIII 5

………. IIII 4

Total 18

3.3.2Uji Organoleptik

Penentuan kualitas ikan kebanyakan mengarah pada pengamatan secara visual. Tolak ukur dalam pengujian visual berupa penampakan warna, cita rasa, dan tekstur disebut uji organoleptik. Para penilai akan memberi skor pada contoh yang diamati. Lembar uji organoleptik dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Lembar uji organoleptik

Nilai Parameter Tanda-tanda

9

Mata Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih.

Insang Warna merah cemerlang, tanpa lendir dan bakteri. Daging

dan perut

Sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dagingnya utuh, bau isi perut segar.

Konsistensi Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang.

8

Mata Cerah, bola mata rata, kornea jernih.

Insang Warna merah kurang cemerlang, tanpa lendir. Daging

dan perut

Sayatan daging cemerlang, warna asli, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dinding perut dagingnya masih utuh, bau netral.

Konsistensi Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang, kadang-kadang agak lunak sesuai dengan jenisnya.

7

Mata Agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan, kornea agak keruh.

Insang Warna merah agak kusam, tanpa lendir. Daging

dan perut

Sayatan daging cemerlang, warna asli, sedikit ada pemerahan pada tulang belakang, perut agak lembek, ginjal merah mulai pudar, bau netral.


(32)

6

Tabel 2 lanjutan

Mata Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh.

Insang Merah agak kusam, sedikit lendir. Daging

dan perut

Sayatan daging masih cemerlang, di dua perut agak lembek, agak kemerahan pada tulang belakang, perut agak lembek, sedikit bau susu.

Konsistensi Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah menyobek daging dari tulang belakang.

5

Mata Bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan, kornea agak keruh. Insang Mulai ada diskolorasi merah muda, merah coklat, sedikit lendir. Daging

dan perut

Sayatan daging mulai pudar, di dua perut lembek, banyak pemerahan pada tulang belakang, bau seperti susu.

Konsistensi Agak lunak, belum ada bekas jari bila ditekan, mudah menyobek daging dari tulang belakang.

4

Mata Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi putih susu, kornea keruh.

Insang Mulai ada diskolorasi, sedikit lendir. Daging

dan perut

Sayatan daging tidak cemerlang, di dua perut lunak, pemerahan sepanjang tulang belakang, rusuk mulai lembek, bau perut sedikit asam.

Konsistensi Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan tetapi cepat hilang, mudah menyobek daging dari tulang belakang.

3

Mata Bola mata cekung, pupil putih susu, kornea keruh.. Insang Perubahan warna merah coklat, lendir tebal.

Konsistensi Lunak, bekas jari terlihat lama bila ditekan dan mudah menyobek daging dari tulang belakang.

2

Insang Warna merah coklat atau kelabu, lendir tebal. Daging

dan perut

Sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali pada sepanjang tulang belakang, dinding perut lunak sekali, bau asam amoniak. Konsistensi Lunak, bekas jari terlihat lama bila ditekan, mudah sekali

menyobek daging dari tulang belakang.

1

Mata Bola mata tenggelam, ditutupi lendir kuning yang tebal. Insang Warna putih kelabu, lendir tebal sekali.

Daging dan perut

Sayatan daging kusam sekali, warna merah jelas pada sepanjang tulang belakang, bau busuk.

Konsistensi Sangat lunak, bekas jari tidak mau hilang bila ditekan, mudah sekali menyobek daging dari tulang belakang.

Sumber: Dewan Standardisasi Nasional, 1992

Segar : nilai organoleptik berkisar antara 7-9

Agak segar : nilai organoleptik berkisar antara 4-6

Tidak Segar : nilai organoleptik berkisar antara 1-3 (SNI 01-2729-1992)

3.3.3Peta kendali

Bagan/peta kendali kualitas adalah grafik yang dipergunakan untuk membedakan/memisahkan hasil dari suatu proses yang berada dalam kendali dan yang tidak. Peta kendali memiliki garis tengah yang menunjukkan rata-rata


(33)

proses, sebuah garis diatasnya, disebut sebagi peta kendali atas, dan sebuah garis dibawah yang disebut sebagai peta kendali bawah. Tujuan peta kendali ialah untuk memantau suatu proses dalam rangka mengekspose kehadiran penyebab khusus yang mempengaruhi proses operasi (Herjanto, 2007).

Prosedur umum dalam menyusun bagan kendali ketidaksesuaian sebagai berikut:

1 Memilih karakteristik mutu. Jika dikehendaki pengukuran dalam proporsi

ketidaksesuaian, gunakan bagan p, namun jika dikehendaki pengukuran dalam bentuk jumlah ketidaksesuaian, gunakan bagan np. Jika menggunakan bagan p, ukuran subgroup dapat konstan atau bervariasi, namun jika menggunakan bagan np, ukuran subgroup harus sama/konstan.

2 Kumpulkan data. Sampel diambil berdasarkan subgroup, dengan ukuran

subgroup (n) sebaiknya lebih dari 50.

3 Hitung persen ketidaksesuaian dari setiap subgroup (pi) dan masukkan

kedalam lembar data.

Pi = Jumlah ketidaksesuaian (npi) x 100 % Jumlah unit dalam subgroup (ni)

4 Tentukan garis tengah (Central line,CL), batas kendali atas (Upper control

limit, UCL), dan batas kendali bawah (Lower control limit, LCL) dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

• Bagan p

CL = р =

m pi

=

mn np

UCL = p + z . бp

LCL = p - z . бp

• Bagan np

CL = np = m

np

UCL = np + б np 1 p

np 1 p


(34)

Dimana;

p = rata-rata persen ketidaksesuaian dalam sampel m = jumlah sampel (subgrup)

n = ukuran subgroup z = deviasi standar normal

бp = deviasi standar dari distribusi sampling

U P

бp =

5 Buat bagan p atau bagan np dengan memasukkan data observasi

kedalamnya. Pada bagan p (Jika n bervariasi), UCL, dan LCL tidak berbentuk garis lurus.

3.3.4Diagram Pareto

Menurut Herjanto (2007), proses pembuatan diagram pareto dapat diuraikan sebagai berikut:

Pilih beberapa faktor penyebab dari suatu masalah (bisa diketahui dari analisis sebab akibat).

1 Kumpulkan data dari masing-masing faktor dan hitung persentase kontribusi

dari masing-masing factor;

2 Susun faktor-faktor dalam urutan baru dimulai dari yang memiliki

persentase kontribusi terbesar dan hitung nilai akumulasinya;

3 Bentuk kerangka diagram dengan aksis vertikal sebelah kiri menunjukkan

frekuensi, sedangkan aksis vertikal sebelah kanan dalam bentuk kumulatif. Tinggi aksis sebelah kiri dan kanan sama;

4 Berpedoman pada aksis vertikal sebelah kiri, buat kolom secara berurutan

pada aksis horizontal yang menggambarkan kontribusi masing-masing factor;

5 Berpedoman pada aksis vertikal sebelah kanan, buat garis yang


(35)

sebelah kiri sampai 100% di ujung atas aksis sebelah kanan. Adapun pada Gambar 3 disajikan model diagram pareto.

Gambar 3 Diagram pareto

Diagram ini digunakan untuk menggambarkan tingkat kepentingan relatif antara berbagai faktor. Dengan diagram ini dapat diketahui faktor yang dominan dan yang tidak. Faktor yang dominan ialah faktor-faktor yang secara bersama-sama menguasai sekitar 70% sampai 80% dari nilai akumulasi tetapi biasanya hanya terdiri dari sedikit faktor (critical). Variabel kelas B ialah faktor-faktor yang secara bersama-sama menguasai sekitar 10% sampai 20% dari nilai total. Sedangkan variabel kelas C ialah faktor-faktor yang secara bersama-sama hanya menguasai sekitar 10% sampai 15% dari total nilai tetapi terdiri dari banyak faktor non dominan (Herjanto, 2007).

3.3.5Diagram sebab akibat

Diagram ini berfungsi untuk mengetahui penyebab permasalahan berdasarkan permasalahan yang ditimbulkan dan akibat yang ditimbulkan. Mengidentifikasikan secara tepat hal-hal yang dapat memberikan solusi terhadap suatu persoalan.

Langkah-langkah pembuatan diagram sebab akibat Ishikawa (1989), adalah sebagai berikut:

Langkah 1 : Tentukan karakteristik kualitas. Karakteristik inilah yang harus diperbaiki dan dikendalikan serta menemukan penyebab permasalahan yang ada (penyebab utama);

Langkah 2 : Tulislah karakteristik kualitas pada sisi kanan. Gambarlah panah besar dari sisi kiri ke sisi kanan;

Langkah 3 : Tulislah faktor utama yang mungkin menyebabkan karakteristik kualitas. Mengarahkan panah cabang ke panah utama. Disarankan


(36)

untuk mengelompokkan faktor penyebab yang memungkinkan

besar terhadap dispersi kedalam item-item; Langkah 4 : Pada setiap item cabang, tulislah kedalamnya faktor rinci yang

dianggap sebagai penyebab, menyerupai ranting. Pada setiap ranting tulis faktor lebih rinci untuk membuat cabang yang lebih kecil. Faktor yang lebih rinci untuk membuat cabang yang lebih kecil dapat disebut sebagai faktor penyebab akar dari suatu karakteristik mutu atau kualitas. Pada Gambar 4 disajikan model diagram sebab akibat atau diagram tulang ikan.

Manusia Peralatan

Keahlian Timbangan

Bahan baku

Karakteristik Mutu

Bahan

Gambar 4 Diagram sebab akibat

3.4 Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder.

Data primer yang dikumpulkan meliputi :

1 Pengamatan langsung di kapal saat ikan dibongkar dan ditangani; 2 Pengisian lembar periksa saat ikan dibongkar di kapal;

3 Wawancara dan pengisian kuisioner kepada petugas pelabuhan dan nelayan mengenai jumlah dan tipe cacat, penangkapan dan penanganan saat berada di

kapal long line dan pancing tonda serta di pelabuhan;

4 Pengamatan pada fisik ikan menggunakan uji organoleptik. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi :

1 Hasil produksi dan nilai produksi ikan di PPN Palabuhanratu selama 5 tahun; 2 Dokumentasi dan studi literatur yang berupa pengumpulan informasi baik

media cetak maupun media elektronik yang dapat menunjang kegiatan penelitian.


(37)

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Letak Topografi dan Geografi

Topografi wilayah Palabuhanratu adalah bertekstur kasar, sebagian besar wilayahnya merupakan dataran bergelombang dan terdiri atas daerah perbukitan, daerah aliran sungai serta pantai. Teluk Palabuhanratu berhubungan langsung dengan Samudra Hindia. Teluk Palabuhanratu merupakan teluk terbesar sepanjang pantai selatan Pulau Jawa. Panjang garis pantai kurang lebih 105 km. Ditinjau dari topografi dasar laut, perairan hingga kedalaman 200 m di teluk tersebut dapat dijumpai hingga jarak sekitar 300 m dari garis pantai. Setelah itu dasar laut menurun dengan tajam mencapai kedalaman lebih dari 600 m di bagian

tengah teluk (Pariwono et al.,1998).

Teluk Palabuhanratu berupa daerah berbukit, lereng gunung, dataran rendah, yang sempit dan banyak daerah aliran sungai. Beberapa sungai yang bermuara di Teluk Palabuhanratu antara lain sungai Cimandiri, Cibareno, Cisolok, Cimaja, Citepus, Cipalabuhan, dan sungai Cipatuguran. Banyaknya sungai yang bermuara di Teluk Palabuhanratu memberi pengaruh yang sangat besar terhadap kesuburan perairan Teluk Palabuhanratu (Prayitno, 2006).

Pelabuhan perikanan di wilayah Jawa Barat bagian selatan merupakan wilayah yang sangat potensial dalam perikanan, salah satu contoh pelabuhan perikanan itu adalah Palabuhanratu. Palabuhanratu merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di wilayah Kabupaten Sukabumi. Secara geografis,

Kabupaten Sukabumi terletak pada posisi 06˚57’-07˚25’ LS dan 106˚49’-107˚00’

BT, sedangkan Palabuhanratu berada pada 06˚57’-07˚07’ LS dan 106˚22’-106˚33’

BT (Pariwono et al.,1998).

Palabuhanratu merupakan kecamatan di wilayah kabupaten Sukabumi sejak diresmikan pada tahun 2001 dengan luas wilayah sekitar 27210,13 ha atau sekitar 6,59% dari total luas wilayah kabupaten Sukabumi. Kecamatan Palabuhanratu mempunyai satu kelurahan dengan 13 desa, dimana tujuh desa terdapat di kecamatan ini sedangkan enam desa berada di Sepena. Kecamatan Palabuhanratu berbatasan dengan kecamatan Cihideung dan Cisolok di sebelah utara, kecamatan


(38)

Ciemas di sebelah selatan, kecamatan Warung Kiara di sebelah timur dan Teluk Palabuhanratu di sebelah barat (Prayitno, 2006).

4.2 Keadaan Iklim dan Musim

Terdapat dua musim utama yang sangat mempengaruhi operasi penangkapan ikan di Teluk Palabuhanratu yaitu musim barat dan timur. Selain itu dikenal pula musim peralihan dari musim barat ke timur dan sebaliknya, biasa dikenal oleh penduduk setempat sebagai musim liwung. Musim peralihan berlangsung pada bulan Maret sampai Mei dan bulan September sampai November (Prayitno, 2006).

Periode musim barat merupakan musim hujan dimana kondisi perairan relatif buruk. Hal ini ditandai dengan besarnya ombak yang ada di perairan Palabuhanratu, sehingga menyebabkan sebagian besar nelayan tidak melaut. Kondisi ini dimanfaatkan oleh sebagian nelayan dengan kegiatan lain seperti memperbaiki perahu, memperbaiki alat tangkap atau usaha di bidang lain (Hermawati, 2005).

Periode musim timur merupakan musim kemarau dimana kondisi perairan relatif tenang. Pada kondisi ini nelayan banyak turun ke laut dan melakukan operasi penangkapan ikan, sehingga selama periode ini hasil tangkapan ikan cukup tinggi akibat dari jumlah upaya penangkapan yang tinggi (Hermawati, 2005).

4.3 Keadaan Umum Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu

PPN Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. PPN Palabuhanratu mulai dioperasionalkan pada tahun 1993. Sejak pengembangannya pada periode tahun 1993-2008, PPN Palabuhanratu telah mengalami dua tahap pembangunan, yaitu pembangunan tahap pertama pada tahun 1993 dan beroperasi sampai dengan 2002, kemudian pembangunan tahap kedua selama periode tahun 2003-2005, yang merupakan pengembangan pembangunan tahap pertama. Pembangunan pelabuhan perikanan tahap pertama ditujukan untuk menunjang aktivitas perikanan terutama untuk


(39)

penangkapan ikan dengan ukuran kapal minimal 30 GT sampai dengan 150 GT (PPN Palabuhanratu 2008).

4.3.1 Keorganisasian PPN Palabuhanratu

Surat Keputusan Menteri Kelautan dan perikanan RI No. Per/06/MEN/2007 tanggal 25 Januari tahun 2007 mengenai Organisasi dan Tenaga Kerja Pelabuhan perikanan, menimbang dan memutuskan bahwa susunan organisasi PPN Palabuhanratu adalah sebagai berikut:

1 Kepala pelabuhan perikanan, yang mempunyai wewenang melaksanakan

tugas pokok dan fungsi pelabuhan perikanan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan dan operasional pelabuhan;

2 Sub Bagian Tata Usaha, mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana

dan program, urusan tata usaha dan rumah tangga, pelaksanaan dan koordinasi pengendalian lingkungan yang meliputi keamanan, ketertiban, kebersihan, kebakaran, dan pencemaran di kawasan pelabuhan perikanan serta pengelolaan administrasi kepegawaian dan pelayanan masyarakat perikanan;

3 Seksi Tata Pengembangan, mempunyai tugas melakukan pembangunan,

pemeliharaan, pengembangan dan pendayagunaan sarana, pelayanan jasa, fasilitas usaha, pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari, pemberdayaan masyarakat perikanan, serta koordinasi peningkatan produksi;

4 Seksi Tata Operasional, mempunyai tugas melakukan pelayanan teknis

kapal perikanan dan kesyahbandaran di pelabuhan perikanan, fasilitas pemasaran dan ditribusi hasil perikanan serta penyuluhan perikanan, pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data perikanan, pengolahan sistem informasi, publikasi hasil riset, produksi, dan pemasaran hasil perikanan di wilayahnya;

5 Kelompok jabatan fungsional, yang terdiri dari jabatan fungsional pengawas

penangkapan yang mempunyai tugas melakukan kegiatan pengawasan penangkapan ikan serta jabatan fungsional kehumasan.


(40)

Kepala PPN Palabuhanratu

Kepala Sub Bag Tata Usaha

Kepala Seksi Tata Pengembangan Kepala Sub Bag Tata Usaha

Kelompok Jabatan Fungsional

Gambar 5 Struktur Keorganisasian PPN Palabuhanratu

4.3.2 Visi dan misi PPN Palabuhanratu

Visi PPN Palabuhanratu yaitu sebagai pusat pertumbuhan dan perkembangan masyarakat perikanan yang berorientasi ekspor, berwawasan lingkungan dan bernuansa wisata bahari, sedangkan misi PPN Palabuhanratu yaitu:

1 Meningkatkan kualitas pelayanan jasa dan operasional pelabuhan perikanan

(pelayanan prima);

2 Mengembangkan Pelabuhan Perikanan Nusantara menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera;

3 Membangun dan meningkatkan kualitas pasar ikan serta TPI.

4 Memusatkan segenap kegiatan perikanan dan kelautan di Pelabuhan

Perikanan (DKP Mini);

5 Mendukung pertumbuhan dan pengembangan unit bisnis perikanan terpadu

yang berstandar internasional/ Uni Eropa;

6 Mengoperasikan gedung pusat pembinaan pengelolaan dan pemasaran ikan


(41)

4.3.3 Fungsi PPN Palabuhanratu

Pelaksanaan fungsi PPN Palabuhanratu selama program revitalisasi pelabuhan perikanan dijalankan sejak periode tahun 2003-2008 adalah:

1 Sebagai tempat tambat labuh

1) Menyelenggarakan pemeliharaan fender dan bolard yang ada di dermaga, lampu suar pintu masuk kolam pelabuhan, penerangan dermaga, instalasi air darmaga;

2) Menyelanggarakan fungsi kesyahbandaran, yakni mempersiapkan tenaga syahbandar;

3) Melakukan fungsi pengawasan terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan, pemberian izin kapal keluar masuk pelabuhan;

4) Melakukan pemantauan dan pengaturan terhadap kapal yang berlabuh dan bongkar muat;

5) Menerima dan mengelola jasa tambat;

6) Memberikan kemudahan dalam hal kebutuhan sarana dan jasa komunikasi dan telekomonikasi.

2 Tempat pendaratan ikan

1) Memberikan pelayanan teknis untuk pendaratan ikan;

2) Menyediakan tenaga dan sarana pendaratan;

3) Pelayanan untuk mempertahankan mutu hasil tangkapan mutu hasil

tangkapan;

4) Alat bongkar dan alat angkut ikan hasil tangkapan lainnya;

5) Pelayanan terhadap kebutuhan tenaga dan petugas bongkar muat ikan.

3 Tempat untuk memperlancar kegiatan kapal-kapal perikanan

1) Memberikan pelayanan teknis untuk memudahkan kapal-kapal melakukan kegiatan di pelabuhan (merapat, berlabuh, bongkar muat keluar pelabuhan);

2) Melayani kebutuhan kapal (BBM, es, garam, dan perbekalan lain); 3) Memberikan dokumen perizinan surat tanda bukti lapor kedatangan/

keberangkatan kapal (STBLKK);


(42)

5) Membantu melaksanakan pemeriksaan dokumen keimigrasian ABK warga negara asing;

6) Membantu pelaksanaan pemeriksaan muatan sehubungan dengan peraturan bea dan cukai;

7) Memberikan pelayanan dalam hal kebutuhan perbekalan ABK, jasa perbengkelan dan perawatan kapal serta jas lainnya.

4 Tempat pemasaran dan distribusi hasil tangkapan 1) Menyediakan dan merawat tempat pelelangan ikan; 2) Menyediakan pasar ikan dan lapak pengecer ikan segar; 3) Menyediakan gedung perkantoran dan toko BAP. 5 Tempat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan

1) Mengadakan dan mengembangkan berbagai sarana yang mendukung

penanganan pasca penangkapan ikan (tempat/ ruangan penanganan, pengolahan dan pengepakan ikan, ruangan pendinginan, pabrik es, dll); 2) Membantu Dinas Perikanan dalam pembinaan kegiatan penanganan,

pengolahan, pengepakan dan pengangkutan hasil perikanan serta penyuluhannya sebagai upaya untuk menjamin mutu hasil perikanan; 3) Mengkoordinasikan upaya pembinaan mutu hasil perikanan bersama

Dinas Perikanan;

4) Membantu kelancaran sertifikat mutu ikan dari Dinas Perikanan;

5) Melakukan uji tes formalin pada ikan dan bekerjasama dengan Polres setempat dalam pemberantasan penggunaan formalin.

6 Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data

1) Mengkoordinasikan pengumpulan data stastistik perikanan di pelabuhan bersama dengan Dinas Perikanan;

2) Mewajibkan kepada unit usaha yang beroperasi di lingkungan pelabuhan untuk memberikan data yang diperlukan;

3) Melakukan tindakan pemeriksaan teknis kapal perikanan;

4) Melakukan pemantauan tugas dan kegiatan pemeriksaan kapal perikanan oleh petugas pengawas penangkapan ikan.


(43)

7 Tempat pelaksanaan pengawasan (MCS) sumberdaya ikan 1) Penyebaran dan pengumpulan log book;

2) Melakukan pendataan dan evaluasi terhadap log book;

3) Melakukan pendugaan stock;

4) Melakukan perhitungan Catch Per Unit Effort (CPUE); 5) Memberikan informasi tentang kondisi fishing ground.

4.4 Produksi dan nilai produksi ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu

Produksi ikan adalah banyaknya jumlah hasil tangkapan ikan yang didaratkan di suatu tempat pendaratan ikan. Sedangkan nilai produksi ikan adalah yang diberikan terhadap jumlah hasil tangkapan (satuan rupiah). Pada Tabel 3 dapat dilihat produksi dan nilai produksi ikan di PPN Palabuhanratu.

Tabel 3 Perkembangan produksi dan nilai produksi perikanan laut di PPN Palabuhanratu

Sumber : Data statistik PPN Palabuhanratu

No Tahun Pendaratan ikan

Produksi (kg) Nilai produksi (Rp)

1 2005 6.092.693 29.109.894.974

2 2006 4.493.226 30.093.475.220

3 2007 5.675.288 36.008.045.104

4 2008 4.309.573 40.169.377.325

5 2009 3.698.916 53.393.278.110

Jumlah 24.269.696 188.774.070.733

Rata-rata 4.853.939 37.754.814.147

Beradasarkan Tabel 3, kita dapat melihat perkembangan produksi tiap tahun selama lima tahun terakhir, dimulai dari tahun 2005 sampai 2009. Pada tahun 2005 produksi berada pada kisaran angka 6.092.693 kg, kemudian pada tahun berikutnya produksi menurun sebesar 1.599.467 kg. Penurunan dan kenaikan produksi ikan tiap tahunnya menjadi hal yang tidak dapat dihindari, ini dapat dilihat pada tahun 2007 dengan jumlah hasil tangkapan yang naik kembali walaupun masih berada dibawah tahun 2005. Pada tahun selanjutnya yaitu tahun 2008 pendaratan ikan mencatatkan hasil tangkapan dengan jumlah 4.309.573 kg. Penurunan yang terus menerus membuat tahun 2009 menjadi tahun terburuk dikarenakan hasil tangkapan berada pada level paling bawah diantara empat tahun


(44)

sebelumnya, faktor cuaca menjadi salah satu penyebab dalam penurunan hasil tangkapan, perubahan musim yang tidak menentu membuat nelayan harus bekerja keras untuk menangkap ikan di teluk Palabuhanratu yang dari tahun ke tahun semakin menurun.

Menurunnya produksi ikan yang didaratkan tidak semata-mata disebabkan oleh faktor iklim dan cuaca. Penurunan ini bisa terjadi, seperti cara penangkapan yang berlebihan (eksploitasi), masih kurangnya teknologi penangkapan ikan yang digunakan serta pencarian daerah penangkapan ikan yang tidak berpindah-pindah (Hermawati, 2005).

4.4.1 Produksi ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu

Produksi per jenis ikan adalah banyaknya jumlah hasil tangkapan per jenis ikan yang didaratkan di suatu tempat pendaratan ikan. Produksi perjenis ikan di PPN Palabuhanratu selama lima tahun dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Produksi per jenis ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu tahun 2005-2009

No Nama ikan

Rata-rata produksi ikan (kg)

tahun 2005-2009

No Nama ikan

Rata-rata produksi ikan (kg) tahun

2005-2009

1 Alu-alu 2.151 16 Lobster 1.289

2 Bawal 1.039 17 Pari 15.105

3 Baronang 196.003 18 Pedang-pedang 42.264

4 Cakalang 839.467 19 Peperek 158.167

5 Cendro 6.360 20 Sunglir 4.175

6 Cucut lanyam 19.199 21 Swangi/ camawul 5.320

7 Cumi 149 22 Tembang 706.875

8 Dencis/ sarden 2.773 23 Tenggiri 2.506

9 Deles 45.917 24 Teri 17.465

10 Eteman/ koyo 127.910 25 Tetengkek 7.432

11 Kembung 11.290 26 Tongkol 408.894

12 Kuwe 8.700 27 Bigeye tuna 960.119

13 Layang 115.912 28 Madidihang 797.871

14 Layaran 18.558 29 Udang rebon 64.186

15 Layur 192.951 30 Lainnya 73.880


(45)

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa rata-rata produksi beberapa jenis ikan terbesar yang didaratkan selama lima tahun berturut-turut dimulai tahun 2005 sampai 2009. Cakalang merupakan ikan pelagis kecil yang didaratkan di PPN Palabuharatu dengan produksi sangat melimpah diantara ikan-ikan lainnya, rata-rata produksi cakalang mencapai 839.467 kg selama lima tahun. Namun untuk

pelagis besar hanya ada dua ikan yang mendominasi, yaitu bigeye tuna dan

madidihang dengan masig-masing rata-rata produksi 14.960.119 kg dan 797.871

kg. Produksi yang melimpah pada tuna disebabkan fishing ground tuna sangat

luas dan cenderung di zona eklusif ekonomi yang jaraknya 100 sampai 200 mill dari garis pantai.

Produksi ikan di PPN Palabuhanratu terdiri dari dua jenis, yaitu produksi yang berasal dari laut dan produksi ikan yang berasal dari daerah lain melalui jalan darat. Produksi ikan yang berasal dari laut adalah ikan yang ditangkap oleh nelayan di laut menggunakan kapal perikanan, sedangkan produksi ikan yang berasal dari daerah lain adalah ikan yang dibawa dari luar pelabuhan melalui jalan darat dengan menggunakan mobil bak terbuka meliputi daerah Jakarta, Cisolok, Ujung Genteng, Binuangen, Cidaun, Loji, Lampung, Indramayu, dan Juwana (Jawa Tengah). Selain daerah-daerah tersebut, terdapat enam PPI yang memberikan konstribusi ke PPN Palabuhanratu yaitu PPI Mina Jaya-Kecamatan Surade, PPI Ujung Genteng-Kecamatan Ciracap, PPI Ciwaru-Kecamatan Ciomas, PPI Loji-Kecamatan Simpenan, PPI Cisolok-Kecamatan Cisolok dan PPI Cibangan-Kecamatan Cisolok (Yuliastuti, 2010).

4.4.2 Nilai produksi ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu

Nilai produksi ikan adalah nilai yang diberikan terhadap jumlah hasil tangkapan (satuan rupiah). Nilai produksi yang didaratkan di PPN Palabuhanratu selama lima tahun dapat dilihat pada Tabel 5.


(46)

Tabel 5 Nilai produksi per jenis ikan yang di daratkan di PPN Palabuhanratu tahun 2005-2009

No Nama ikan

Rata-rata nilai produksi ikan (Rp) tahun

2005-2009

No Nama ikan

Rata-rata nilai produksi ikan (Rp) tahun

2005-2009

1 Alu-alu 12.215.000 16 Lobster 38.248.990

2 Bawal 14.454.500 17 Pari 47.276.754

3 Baronang 242.510.504 18 Pedang-pedang 590.861.079

4 Cakalang 4.885.492.711 19 Peperek 326.663.436

5 Cendro 23.289.920 20 Sunglir 15.633.572

6 Cucut lanyam 216.114.756 21 Swangi/ camawul 24.917.845

7 Cumi 1.961.200 22 Tembang 1.511.659.136

8 Dencis/ sarden 9.005.606 23 Tenggiri 40.118.506

9 Deles 898.988.789 24 Teri 98.359.034

10 Eteman/ koyo 398.919.963 25 Tetengkek 31.803.637 11 Kembung 100.752.952 26 Tongkol 2.102.885.950

12 Kuwe 95.362.892 27 Bigeyetuna 14.591.294.681

13 Layang 475.231.768 28 Madidihang 8.623.010.739 14 Layaran 202.513.260 29 Udang rebon 165.112.330

15 Layur 1.548.054.715 30 Lainnya 422.099.921

Sumber : Data statistik PPN Palabuhanratu

Nilai produksi ikan yang terbesar berdasarkan Tabel 5 adalah ikan tuna. Kedua tuna mendominasi untuk nilai produksi yang dihimpun selama lima tahun

terakhir. Nilai produksi bigeye tuna berada pada Rp 14.591.294.681,-/tahun.

Jumlah nilai produksi yang sangat tinggi di antara ikan-ikan lainnya, hal tersebut berkaitan erat dengan permintaan pasar yang terus meningkat ke pasar internasional seperti Jepang, Uni Eropa, dan Amerika.


(47)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

 

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Produksi madidihang di PPN Palabuhanratu

Hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu memiliki kuantitas yang tergolong cukup banyak dalam hal jenis, diantaranya adalah : ikan tuna, teri, tongkol, lobster, pari, manyung, dan lain-lain. Ikan-ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu berjumlah 30 jenis ikan (PPN Palabuhanratu, 2005-2009). Total produksi madidihang di PPN Palabuhanratu dapat dilihat pada Tabel 6 yang dihimpun dari tahun 2005 sampai 2009.

Tabel 6 Total produksi madidihang yang didaratkan di PPN Palabuhanratu dari tahun 2005-2009

Bulan Total Produksi (kg)

2005 2006 2007 2008 2009

1 131.709 126.785 82.878 107.797 21.699 2 134.554 99.223 52.619 54.669 16.876 3 175.948 88.760 32.598 34.681 18.859 4 183.615 43.687 24.341 37.649 26.059 5 148.770 80.005 15.807 35.448 44.984 6 183.898 75.250 65.514 111.189 109.464 7 171.166 30.525 59.420 56.053 73.287 8 100.702 29.455 88.757 26.077 57.823 9 45.265 39.559 41.711 25.387 42.458 10 60.721 6.255 34.320 45.834 54.571 11 39.211 22.988 66.423 15.390 40.699 12 119.546 35.350 118.883 40.383 35.805 Total 1.495.105 677.842 683.271 590.557 542.584

Sumber : Data Statistik PPN Palabuhanratu

Berdasarkan Tabel 6, produksi madidihang pada tiap tahunnya mengalami pergerakan yang fluktuatif, hal tersebut menjadi hal yang dikhawatirkan bagi pengusaha kapal long line dan kapal pancing tonda yang mana hasil tangkapan utamanya adalah ikan tuna dimana salah satu jenisnya adalah madidihang. Dapat dilihat dari jumlah tangkapan yang tidak stabil setiap tahunnya, dan lebih mengarah pada penurunan produksi. Hasil tangkapan yang sangat banyak pada


(48)

lima tahun terakhir terjadi pada tahun 2005 yang mencapai total produksi sampai 1.495.105 kg, dan ironisnya terus menurun hingga 2009.

5.1.2 Penanganan madidihang pada kapal long line 1 Penanganan madidihang di kapal long line

Penanganan saat di kapal merupakan tahap berikutnya setelah penangkapan, sebelum melakukan penanganan lebih lanjut, berbagai persiapan harus dipersiapkan terlebih dahulu. Penanganan madidihang dimulai saat ikan diangkat dari air ke dek kapal, pengangkatan madidihang tidak boleh sembarangan, perlu pengalaman dan ketelitian. Mengangkat madidihang dapat menggunakan ganco, yakni dengan cara mengaitkan mata ganco pada tutup insang, namun jika ABK tidak mampu mengangkat madidihang dengan satu ganco, dapat dibantu dengan ganco yang lain dan dikaitkan pada bagian perut, hal tersebut harus dilakukan dengan hati-hati.

Madidihang yang diangkat ke dek kapal tidak semua dalam keadaan hidup, beberapa diantaranya telah mati di laut. Penanganan madidihang yang telah mati lebih mudah daripada madidihang yang masih hidup karena harus segera dimatikan, agar madidihang tidak menggelepar dengan hebat yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas daging. Cara mematikan madidihang paling cepat adalah dengan cara menusukkan alat tusuk tajam diantara dua mata madidihang, cara tersebut lebih efektif untuk mematikan madidihang daripada menggunakan martil karena ditakutkan ikan akan menggelepar lagi jika tidak dilakukan dengan sempurna dan juga dapat menimbulkan kerusakan pada bagian kepala ikan.

Langkah berikutnya setelah mematikan ikan adalah menghentikan pendarahan, lalu melakukan penyiangan, penyiangan dilakukan agar madidihang tidak terkontaminasi dengan bakteri melalui insang, oleh karena itu insang harus segera dibuang dari tubuh madidihang. Langkah selanjutnya membersihkan bagian insang dengan air kemudian menyikatnya sampai bersih dari bekas darah dan kotoran yang menempel saat penanganan di dek kapal. Mulut madidihang diikat dengan kabel nilon (nylon cable tie), ini bertujuan untuk menutup mulut madidihang sewaktu disimpan di dalam palka agar tidak merobek plastik kemasan


(49)

jika tidak dilakukan pengikatan, selanjutnya dikemas dengan plastik dan di masukkan ke dalam palka yang berisikan air laut dingin dengan suhu -1,2oC, suhu dicek terus agar tidak terjadi penurunan selama perjalanan menuju pelabuhan. Penggunaan plastik kemasan pada madidihang bertujuan untuk menghindari dari gesekan yang berlebihan dengan madidihang lainnya di dalam palka serta menjaga penampilan fisik madidihang tetap baik, cemerlang dan tidak memiliki goresan yang dapat menurunkan kualitas penampilan madidihang.

2 Penanganan madidihang di PPN Palabuhanratu

Jalur penanganan madidihang terbilang panjang, penanganannya tidak hanya di kapal saja namun akan terus berlanjut sampai penanganan di darat, tepatnya di pelabuhan. Penanganan di pelabuhan tidak kalah sibuknya dengan penanganan di kapal, kesibukan akan terlihat saat ABK mulai melakukan persiapan pembongkaran madidihang sampai pengangkatan madidihang ke dalam mobil boks berpendingin dilakukan. ABK mempunyai job discription masing-masing, agar saat bekerja tidak salah pengertian dan penumpukan dalam satu kegiatan. Kecekatan, ketelitian, dan kehati-hatian merupakan hal yang wajib dimilki oleh setiap diri ABK dalam penanganan madidihangbaik di darat maupun di laut.

Waktu kedatangan kapal long line dan pembongkaran madidihang terlebih dahulu diberitahukan oleh pengurus kapal long line kepada pihak pelabuhan bagian Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Hal tersebut diperlukan oleh petugas Posyandu untuk mencatat hasil tangkapan saat pembongkaran dilakukan baik dari jenis ikan, ukuran, maupun bobot ikan, data yang diperoleh akan diolah menjadi data statistik yang akan dikeluarkan setiap tahun.

1) Persiapan pembongkaran

Kapal long line yang akan bertambat ke darmaga II di PPN Palabuhanratu biasanya datang pada pukul 3 sampai pukul 7 pagi. Kapal long line akan bersandar di darmaga tanpa ada kegiatan sementara waktu dan ABK dapat beristirahat sejenak sebelum persiapan pembongkaran dilakukan. Pembongkaran biasanya dilakukan pada siang hari sampai menjelang senja, persiapan pembongkaran dilakukan 30 menit sebelumnya. Banyak hal yang dipersiapkan


(50)

dari hal kecil, seperti mengasah pisau, menggunakan sepatu boat, sarung tangan sampai hal yang terpenting, seperti mendatangkan mobil boks berpendingin, menyediakan es curah, pemasangan terpal, dan conveyor.

Pada tahap awal dalam persiapan penanganan adalah mengurangi debit air di dalam palka dengan menggunakan alat penyedot air, tahapan ini dilakukan untuk memudahkan pengangkatan madidihang dari dalam palka saat pembongkaran nantinya. Kemudian mendatangkan mobil boks berpendingin dan mobil pengangkut es, lalu secara bertahap es mulai dihancurkan, jumlah balok es yang digunakan disesuaikan dengan banyaknya madidihang yang akan dibongkar. Perbandingan balok es yang digunakan adalah empat balok es untuk satu ekor madidihang. Pemasangan terpal disesuaikan dengan kondisi cuaca saat itu, bila pembongkaran dilakukan pada siang hari dengan kondisi hujan gerimis, pemasangan terpal tetap dilakukan untuk melindungi madidihang dari air hujan dan kenaikan suhu pada ikan, jika pembongkaran dilakukan pada waktu senja, pemasangan terpal tidak terlalu ditekankan, tergantung kondisi cuaca pada waktu itu, proses persiapan penanganan dapat dilihat pada Gambar 6 sampai 9.

Secara bertahap es mulai dihancurkan, jumlah balok es yang digunakan disesuaikan dengan banyaknya madidihang yang akan dibongkar

Es dimasukkan ke dalam boks mobil sebagai lapisan permukaan agar tidak menyentuh secara langsung pada dinding berbahan metal yang dapat menghantarkan kalor

Mobil boks berpendingin dan mobil pengangkut es disiapkan Debit air di dalam palka dikuras dengan

mengunakan alat penyedot air

Pemasangan terpal untuk melindungi madidihang dari sinar matahari

Gambar 6 Diagram alir persiapan penanganan pembongkaran madidihang pada kapal long line 


(51)

   

   

         

Gambar 7 Proses pengurangan debit air di dalam palka  

                 

      Gambar 8 Proses penghancuran es

         


(52)

   

             

        Gambar 9 Pemasangan terpal untuk melindungi madidihang dari sinar matahari  

2) Penanganan saat pembongkaran

Penanganan madidihang harus dilakukan dengan cepat, ketika persiapan telah selesai tepatnya saat es curah sudah dimasukkan ke dalam mobil boks berpendingin sebagai alas madidihang, maka pengurus kapal long line akan menginstruksikan kepada ABK untuk mengangkat madidihang dari palka untuk dilakukan proses pemindahan. Proses pembongkaran madidihang dari dalam palka dilakukan oleh 5-7 orang, tergantung bobot madidihang yang akan dibongkar. Penggunaan ganco tidak boleh sembarangan, saat mengganco harus pada bagian insang dan dibantu dengan beberapa ABK lainnya dengan mengaitkan tali pada ekor madidihang untuk mempercepat proses pemindahan. Perlakukan seperti ini dilakukan pada kapal long line yang tidak memiliki katrol sebagai alat yang berfungsi untuk mengangkat tuna dari dalam palka. Pada saat pembongkaran berlangsung sesekali madidihang terbanting dek kapal, hal tersebut terjadi karena pegangan ABK dengan plastik kemasan telepas sehingga ikan mengenai lantai kapal (dek), hal tersebut dapat berdampak pada berkurangnya kekenyalan daging ikan. Pada Gambar 10 akan disajikan proses pembongkaran madidihang dari dalam palka.


(53)

               

    Gambar 10 Proses pembongkaran madidihang dari dalam palka

Sewaktu madidihang telah diangkat dari dalam palka, alas berbusa telah disiapkan terlebih dahulu dan diletakkan di samping mulut palka. Alas busa digunakan sebagai tempat peletakan madidihang saat berada di dek kapal, lalu kemasan plastik dibuka dengan pisau, membuka plastik menggunakan pisau sebenarnya sangat berisiko akan menggores tubuh madidihang dan dapat merangsang masuknya bakteri.

Daging yang tergores akibat pisau pada tubuh ikan akan mempermudah introduksi dan serangan bakteri pembusuk, sehingga laju pembusukan jauh lebih cepat berlangsung dari pada ikan utuh normal (Ilyas, 1983), namun pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa ABK kapal long line menyobek plastik kemasan dengan sangat berhati-hati sehingga tidak ada tubuh madidihang yang terkena sayatan pisau. Kemudian dilanjutkan dengan pemotongan kabel nilon (nylon cable tie) yang mengunci mulut madidihang, lalu mengaitkan ganco pada insang untuk menarik madidihang dari dek kapal melalui conveyor ke darat. Adapun proses penarikan madidihang dari dek ke darat menggunakan conveyor dapat dilihat pada Gambar 11.


(54)

   

           

      Gambar 11 Proses pemindahan madidihang melalui conveyor

Kegiatan berikutnya setelah madidihang di darat adalah memasukkan sejumlah es kedalam insang sehingga memenuhi penutup insang, lalu ikan diangkut ke dalam mobil boks berpendingin. Selanjutnya dilakukan penaburan es pada setiap sisi tubuh madidihang sehingga terlihat seperti diselimuti oleh es. Pada Gambar 12 disajikan proses pengangkatan madidihang ke dalam mobil boks berpendingin.

   

             

    Gambar 12 Madidihang diangkat ke dalam mobil boks berpendingin


(55)

3 Penampilan fisik madidihang yang didaratkan kapal long line di PPN Palabuhanratu

Penilaian awal tuna terutama madidihang adalah dari penampilan fisik luar. Tubuh madidihang bebas dari sayatan dan goresan, bau ikan masih segar, daging ikan masih elastis bila ditekan, bobot ikan, dan tampilan ikan segar. Penilaian awal merupakan hal penting yang dilakukan sebelum pengecekan berikutnya pada ruang proses seperti pengecekan kualitas daging, warna daging, kandungan lemak, tekstur dan rasa. Madidihang yang didaratkan di PPN Palabuhanratu khususnya hasil tangkapan dari kapal long line memiliki tampilan luar yang terlihat segar, dan warna tubuh ikan terlihat sangat cemerlang.

4 Kondisi madidihang yang didaratkan kapal long line di PPN Palabuhanratu

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan wawancara dengan beberapa pihak terkait, seperti pengurus kapal long line dan petugas pelabuhan, terdapat cacat pada sejumlah madidihang yang didaratkan. Madidihang yang didaratkan beberapa diantaranya masih dibawah standar bobot yang diberlakukan yaitu 17 kg, kemudian terdapat kondisi dimana warna daging madidihang berubah kecoklatan agak kemerahan. Selain warna daging yang berubah, daging madidihang kurang kenyal, diikuti dengan warna daging yang memudar, beberapa masalah diatas tersaji pada Tabel 7 berikut.

Tabel 7 Proporsi tipe cacat dengan jumlah cacat madidihang yang didaratkan kapal long line di PPN Palabuhanratu

Tipe Cacat

Jumlah cacat (ekor)

Jumlah kumulatif

Persentase cacat (%)

Persentase kumulatif

(%)

Bobot kurang dari 17 Kg 50 50 39,37 39,37

Warna daging coklat kemerahan 40 90 31,50 70,87

Daging kurang kenyal 20 110 15,75 86,61

Warna daging memudar 17 127 13,39 100

Jumlah 127

Sumber: Hasil wawancara yang telah diolah kembali

Penanganan ikan dapat diartikan sebagai suatu tahapan yang diberikan pada ikan sejak ditangkap (diangkat) dari perairan, didaratkan, dan diangkut ke tempat pengecekan kualitas, lalu diditribusikan ke negara tujuan ekspor atau beberapa diantaranya dipasarkan lokal. Penanganan yang dilakukan harus berada pada


(1)

Lampiran 13 Diagram sebab akibat penanganan madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda saat pembongkaran di pelabuhan

Pengalaman

Tidak menggunakan media penutup (pembungkus) Pembongkaran Pengetahuan

Nelayan

Kemunduran

mutu

madidihang

Higienitas Volume palka Suhu palka Palka Mata ikan rusak

Terampil Higienitas

Material

Sarana

Kuantitas Job discription

Perubahan suhu lingkungan terhadap suhu palka

Cuaca dan iklim

Lingkungan

Penyusunan madidihang kuantitas Es

Metode

 


(2)

Lampiran 14 Standardisasi pembobotan madidihang berdasarkan Gross Ton kapal

1 Kapal long line

Data yang dihimpun selama 7 hari, kapal long line 25 GT, bobot dari 1092 ekor madidihang adalah 42.696,8 kg.

25 GT x 7 hari =   42.696,8 kg 175 GT hari = 42.696,8 kg 1 GT = 42.696,8 kg/175 hari 1 GT = 243,98 kg/hari 1 GT ≈ 244 kg/hari

Berdasarkan perhitungan, kapal long line dapat menangkap madidihang sekitar 4-5 ekor sehari jika bobot madidihang yang tertangkap 50 kg/ekor.

2 Kapal pancing tonda

Data yang dihimpun selama 25 hari, kapal pancing tonda 10 GT, bobot dari 60 ekor madidihang adalah 2.370 kg.

10 GT x 25 hari = 2.370 kg 250 GT hari = 2.370 kg 1 GT = 2.370 kg/ 250 hari 1 GT = 9,48 kg/hari 1 GT ≈ 9,5 kg/hari 

Berdasarkan perhitungan, kapal pancing tonda dapat menangkap madidihang berukuran 9,5 kg atau hanya 1 ekor dengan ukuran yang belum dewasa.


(3)

Lampiran 15 Dokumentasi penelitian

1 Kapal long line

Pemasangan conveyor Pembongkaran madidihang

Mobil boks berpendingin Kondisi boks mobil sebelum diisi es

Plastik pembungkus madidihang Plastik pembungkus madidihang dibuka


(4)

Tempat untuk meletakkan madidihang dari laut

Alat penyedot air

2 Kapal pancing tonda

Palka fiber Palka fiber diisi es curah

Balok kayu (taber) untuk meletakkan pancing tonda


(5)

3 Kondisi madidihang

Tampilan madidihang yang didaratkan kapal long line (tampilan cemerlang, minim goresan)

Tampilan madidihang yang didaratkan kapal pancing tonda (tampilan kurang cemerlang, terdapat banyak goresan)


(6)

4 Beberapa bagian tubuh madidihang yang mengalami goresan dan kulit mengelupas yang didaratkan kapal pancing tonda

Goresan pada bagian bawah insang madidihang

Goresan pada batang ekor madidihang

Goresan pada tutup insang madidihang Kulit madidihang mengelupas mendekati sirip punggung pertama