Analisis bioekonomi multispesies untuk keberlanjutan perikanan tuna di Indonesia (kasus Palabuhanratu, IOTC area)
1 9 5 5 zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
PUSATedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL & SIDANG PLENO ISEI XVII
PEMBAHARUAN INSTITUSI EKONOMI
DAN MUTU MODAL MANUSIA
Ternate, 3 - 5 September 2014
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL & SIOANG PLENO ISEI XVII
PEMBAHARUAN INSTITUSI EKONOMI
DAN MUTU MODAL MANUSIA
Ternate, 3 - 5 September 2014
Editors: zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Sri Adiningsih
Mangara Tambunan
Hermanto Siregar
Bustanul Arifin
Ina Primiana
Yohannes Kadarusman
Ahmad Erani Yustika
Pos M. Hutabarat
Anton H. Gunawan
Denni P. Purbasari
Aviliani
Edy Suandi Hamid
Rimawan Pradiptyo
Firman S. Parningotan
Lincolin Arsyad
Nimmi Zulbainarni
Penyusun:
Y Sri Susilo
Rokhedi P.Santoso
Firman S. Parningotan
Efrilia Sukmagraha
Rian N. Sandi
Dipublikasi oleh:
Pengurus Pusat - Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia
iii
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia,
Sidang Pleno (ke-17 : 2014 : Ternate)
Prosiding Seminar Nasional dan Sidang Pleno XVII
Pembaharuan Institusi Ekonomi
dan Mutu Modal Manusia
Editor, Hermanto Siregar ... [et al.],
Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia
xxxvi & 276 him; 21 X 29,7cm
(2014)
ISBN 978-602-14722-1-7
Cetakan kedua, Desember 2014
Penerbit : Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi
Indonesia
JL Daksa IV / 9, Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12110
Telp. : +62 21 7208130/722
2463, Fax. : +62 21 720 1812
Email: isei.pusat@gmaiLcom
Hak Cipta PP - ISEI, 2013edcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
iv
KATA PENGANTAR hgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
emilihan anggota legislatif dan presiden serta wakil presiden yang akan menentukan
Indonesia dalam lima tahun ke depan sudah terlaksana dengan lancar dan aman. Pemimpin
zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
baru Indonesia sudah terpilih. Sudah saatnya seluruh rakyat Indonesia termasuk anggota
ISEI merapatkan kembali barisan untuk bersiap-siap ikut berpartisipasi secara aktif dalam
pembangunan ekonomi Indonesia untuk lima tahun ke depan. Apalagi tantangan baik dari
dalam negeri, regional maupun global sudah menghadang di depan mata. Masyarakat Ekonomi
ASEAN, kompleksitas perjanjian perdagangan baik bilateral maupun multilateral, dan berbagai
isu domestik lainnya seperti bonus demografi,ZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
M id d le I n c o m e T r a p sudah menanti untuk segera
mendapatkan respon dan tindakan dari pemerintah baru nanti.
P
Pemilihan tema "Pembaharuan Institusi Ekonomi dan Mutu Modal Manusia" pada Seminar
Nasional dan Sidang Pleno ISEI ke XVII di Ternate ini dipilih bukan tanpa alasan. Hasil C a ll f o r
P a p e r dan S m a ll R e s e a r c h yang diselenggarakan
oleh PP ISEI yang melibatkan para mahasiswa,
dosen, praktisi dan anggota ISEI daerah menegaskan urgensi untuk meningkatan kualitas institusi
ekonomi terutama lembaga, birokrasi dan kebijakan pemerintah yang akan menentukan r u le o f
t h e g a m e bagi bekerjanya sistem ekonomi secara efisien dan efektif di Indonesia. Selain itu
pembangunan modal manusia baik dari sisi kuantitas ataupun kualitas melalui pendidikan dan
kesehatan adalah sentral dalam perekonomian. Pembangunan institusi ekonomi dan manusia
di Indonesia saat ini membutuhkan sebuah akselerasi bukan sekedar b u s in e s s as u s u a l karena
Indonesia sudah tertinggal di ASEAN dan e m e r g in g c o u n t r ie s lainnya. Tanpa adanya akselerasi,
jangan mengharapkan kondisi ekonomi Indonesia akan lebih baik dalam lima tahun atau bahkan
satu dekade mendatang, karena institusi ekonomi dan mutu modal manusia penting dalam
pembangunan ekonomi Indonesia.
Tema-tema penting yang diambil dalam Sidang Pie no kali ini sangat relevan bagi pembangunan
Indonesia kedepan. Dari en am sub tema yang telah dlpillh oleh PP ISEI untuk dianalisis dan
didiskusikan lebih lanjut dalam serangkaian kegiatan yang diagendakan dalam Seminar Nasional
dan Sidang Pleno selama 3 hari ini diharapkan dapat memunculkan sebuah rekomendasi konkret
dan implementatif yang dapat berkontribusi positif terhadap akselerasi pembaharuan institusi
ekonomi dan perbaikan mutu modal manusia Indonesia. Dengan demikian PP ISEI diharapkan
bisa memberikan kontribusi yang positip dan senantiasa optimis bagi terwujudnya Indonesia
yang lebih baik tanpa mengesampingkan pemikiran yang kritis dan konstruktif.
Ketua Tim Editor
Prof. Dr. Sri Adiningsih
v
DAFTAR ISI
Kata Pengantar zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
v
vi - vii
Daftar Isi
SAMBUTAN
KETUA ISEI TERNATE
Dr. H. Burhan Abdurrahman,
SAMBUTAN
MM
viii
KETUA PANITIA PELAKSANA PUSAT
Prof. Dr. Edy Suandi Hamid .
SAMBUTAN
ix - x
KETUA UMUM PP-ISEI
Dr. Darmin Nasution......................................................................................................................
PIDATO PENUTUPAN
xi - xiii
KETUA HARlAN PP-ISEI
Dr. Muliaman D. Hadad.................................................................................................................
SAMBUTAN
xiv - xv
SULTAN TERNATE
Drs. H. Mudaffar Sjah, MSi
SAMBUTAN
GUBERNUR
xvi - xvii
MALUKU UTARA
Abdul Gani Kasuba
xviii - xix
KEYNOTE SPEECH GUBERNUR
BANK INDONESIA
Agus D. W. Martowardoyo
xx - xxxi
KEYNOTE SPEECH WAKIL MENTERI KEUANGAN
Prof. Dr. Bambang Brodjonegoro
xxxii - xxxv
KONEKTIVITAS INFRASTRUKTUR
HINGGA IMPLEMENTASI
DI INDONESIA
DARI CETAK BIRU
Dr. Agus Edy Susilo
INSTITUSI,
1 - 17
BIAYA TRANSAKSI,
DAN KINERJA EKONOMI: SEBUAH TINJAUAN TEORITIS
Prof. Lincolin Arsyad, Ph.D.
18 - 29
KESIAPAN JASA PERGURUAN
ECONOMIC COMMUNITY
TINGGI INDONESIA
MENGHADAPI
ASEAN
Prof. Dr. Edy Suandi Hamid
30 - 44
ROAD MAP MENUJU INDONESIA
KUAT, DAN BERDAULAT
SEBAGAI NEGARA MARITIM YANG MAJU, MAKMUR,
Prof. Dr. Rokhmin Dahuri
45 - 52
POTENSI DAN PENGEMBANGAN
SUB-SEKTOR
KELAUTAN DAN PERI KANAN INDONESIA
Yugi Prayanto
PEMBANGUNAN
PEMBANGUNAN
53 - 61
EKONOMI
NASIONAL: MANUSIA SEBAGAI MODAL UTAMA
Prof. Dr. Suahasil Nazara
PEMBANGUNAN
GENERASI
62 - 68
MUDA: MASA DEPAN KBE DAN EKONOMI
KREATIF
Prof. Dr. Bustanul Arifin
69 - 73
LIBERALIZATION AND TRADE SPECIALIZATION:
MANUFACTURING INDUSTRY 1990-2010
CASE STUDY OF INDONESIA'S
Endah Ayu Ningsih
74 - 86
KESIAPAN PELAKU EKONOMI DAN DAYA SAING INDONESIA
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015
& Dian V. Panjaitan
Tanti NoviantihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF
INTERNASIONAL ASEAN
INDONESIA
MENGHADAPI
DALAM PERDAGANGAN
Grisvia Agustin
PENGEMBANGAN SEKTOR BERBASIS KEPULAUAN DAN PARIWISATA BERBASIS
LlNGKUNGAN DI PROVINSI MALUKU UTARA
Chairullah Amin & Rahman D. Mustafa
vi
87 - 97
98 - 107
108 - 128
TUNA FOR LIFE: SEBUAH KAJIAN STRATEGIS
EKONOMI
KELAUTAN MALUKU UTARA
Muhadjir K. Marasaoly
,',.........................
MIDDLE INCOME TRAP DI INDONESIA:
MENGHINDARINYA
129 - 137
FAKTOR PENENTU DAN STRATEGI
Erica Novianti Lukas & Yohanes Berenika Kadarusman ... ,..........................................................
138 - 148
TOTAL FACTOR PRODUCTIVITY (TFP) SEBAGAI KEKUATAN PERTUMBUHAN EKONOMIzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZ
Dwi RahmayanihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
& FX. Sugiyanto..................................................................................................
149 - 159
ANALISIS
EKSISTENSI
Een Novritha Walewangko
PERANGKAP PENDIDIKAN
& David P.E. Saerang
DI INDONESIA
160 - 176
STRATEGI PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN NON BANK PADA MASYARAKAT
DENGAN KULTUR BUDAYA YANG KUAT. STUDI KASUS: BALI, INDONESIA
Agni Alam Awirya & Uswatun Hasanah
177 - 189
INDIKATOR DAN KARAKTERISTIK PEMBANGUNAN
IMPLEMENTASI ATAS UNDANG-UNDANG
DESA
DESA SEBAGAI
BASIS
Mulyanto.
190 - 204
PRODUKTIFKAH HUMAN CAPITAL INVESTMENT
FAKTA DESENTRALISASI FISKAL DI INDONESIA
Bambang Suprayitno, Tejo Nurseto & Supriyanto
OLEH PEMERINTAH
DAERAH?:
205 - 218
MANAJEMEN SUMBER DAYA LAUT DENGAN MENERAPKAN KAWASAN KONSERVASI
LAUT (KKL) DAN MENGADOPSI TRADISI ADAT "SASI" DI INDONESIA TIMUR
Umi Muawanah, Farhed A. Shah & Robert S. Pomeroy....................
219 - 229
ANALISIS BIOEKONOMI MULTISPESIES UNTUK KEBERLANJUTAN
DI INDONESIA (KASUS PELABUHAN RATU, IOTC AREA)
PERIKANAN TUNA
Nimmi Zulbainarni
GINI COEFFICIENTS OF EDUCATION
POPULATION CENSUS
230 - 245
IN INDONESIA:
FINDING
FROM 2010
Devanto S. Pratomo......................................................................................................................
246 - 254
PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT
TERHADAP PENURUNAN KEMISKINAN DI INDONESIA: ANALISIS EKONOMETRIKA
PANEL DATA TINGKAT PROVINSI
Heni Hasanah & Hermanto Siregar
255 - 264
INTERAKSI STRATEGIS BELANJA PEMERINTAH
COMPETITION DI PROVINSI JAWA TENGAH
DAERAH DAN YARDSTICK
Sandy Juli Maulana & Akhmad Syakir Kurnia
PERUMUSAN
HASIL DAN REKOMENDASI..............................................................................
:....
265 - 273
274 - 276
vii
ANALISIS BIOEKONOMI MULTISPES ES
UNTUKKEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA 01 INOONES A
(Kasus Palabuhanratu, IOTe Area)hgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
B y:
Dr. Nimmi ZulbainarniZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
S t a f P e n g a ja r
D e p a rte m e n
F a k u lt a s
P e m a n fa a ta n
P e r ik a n a n
S u m b e rd a y a
P e r ik a n a n
d a n I I m u K e la u t a n
Institut Pertanian Bogor zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFED
nimmiz [email protected];
[email protected]
Abstrak
Indonesia adalah negara produsen perikanan tangkap kedua terbesar di dunia setelah China
2012).
Potensi lestari ikan laut Indonesia adalah 8,1% dari potensi ikan laut dunia (FAO,
Kekayaan sumberdaya perikanan tangkap Indonesia sangat beragam dan besar.Sumber
--=-C o .::'
perikanan
tuna merupakan salah satu sumberdaya ikan yang memiliki nilai ekonomi ting~ ~
Indonesia.
Ikan Tuna/Cakalanq-Tuna/Skipjack
merupakan komoditas kedua paling besar se :udang dengan nilai ekspor pada tahun 2012 sebesar 481.742 juta US$.Palabuharatu Sukabumi ad- :-
° ~=--
salah satu wilayah penangkapan ikan Tuna di Indonesia yang termasuk pada wilayah Indian
Tuna Commission (IOTC). Terdapat 3 (tiga) jenis ikan tuna yang ditangkap di wilayah penanqkacar
ini yaitu ikan tuna big eye, albacore dan yellow fin. Agar keberlanjutan atau konservasi perik --tuna ini dapat terjaga dengan baik maka dalam pengelolaannya digunakan pengukuran
bioekonomi multispesies.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengusahaan aktual perikarar;
Tuna di Palabuhan ratu masih berada dibawah produksi lestari. Ketergantungan antar spesies _bersifat kompetisi karena perikanan tuna memiliki jenis makanan yang sam a yang masuk d-:thropik level 5 yaitu sebagai carnivora dan pemakan chepalapoda.
Hasil ini diperoleh dari :::
bioekonomi modelling dan dibuktikan oleh hasil laboratorium.Jumlah
rawai tuna yang conserv
_
minded
agar tercapai
keberlanjutan
atau konservasi
pada lampu hijau, 181 trip ( M a x im u m
t r ip ( O p e n Access=OA)
pada lampu merah ..
Y ie ld = M E V )
256
K a t a K u n c i:
B io e k o n o m i
m u lt is p e s ie s ,
tuna adalah
S u s t a in a b le
k e b e r la n ju t a n / k o n s e r v a s i,
128 trip
Y ie ld = M S V )
p e r ik a n a n
( M a x im u m
E cono
pada lampu kuning
T u n a , I n d o n e s ia ,
:;
-
IO T C
Abstract
Indonesia
is the second largest producer
of fisheries in the world after China (FAO, 2012).
Indonesia's marine fish sustainable potential is only 8.1 % of the world's marine fishes pote
(FAO, 2008), howeverits fisheries resourcesremains diverse and large. One fishery resource
:
-
high economic value in Indonesia is tuna.Tuna/Skipjack-Tuna/Skipjack
is the nation's second larg commodity after the shrimp, with export value U.S.$ 481 ,742 million in 2012. Palabuharatu.Sukabu+
in West Java Province,is one of the tuna fishing grounds in Indonesia, part of the Indian Ocean Tu Commission (IOTC) area.There are three (3) types of tuna caught in this area: big eye, albaco ~
and yellow fin.ln order to maintainsustainability
or conservation of the tuna fishery: a multlspsci bioeconomic measurement model is used. The resultsindicated that actual exploitation of tuna Palabuhanratu is under sustainable production.lnter-dependency
between different tuna species
competition- due to similar food resources, thus, placed tuna at the trophic level 5 as carnivores
and chepalapoda eaters. Results obtained from bioeconomic modeling, were proven further in c
c:
laboratory.The optimum number of long-line tuna using conservative mind-set in order to achieNMLKJIHGFEDCBA
sustainability or conservation should be equal or less than 128 t r ip s ( id e n t ic a l t o M a x im u m E c o n o m i
S u s t a in a b le Y ie ld = MSV) on the yellow lig Y ie ld = MEV) on the green light, or 181 t r ip s ( M a x im u m
and 256 trips ( O p e n A c c e s s = OA) on the red light.
K e y w o rd s :
230
m u lt is p e c ie s
b io e c o n o m y ,
s u s t a in a b ilit y / c o n s e r v a t io n ,
t u n a f is h e r ie s ,
I n d o n e s ia ,
IO T C
1.
Pendahuluan zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Indonesia adalah sepuluh besar negara produsen perikanan tangkap dunia, urutan kedua setelah
China (FAG, 2012). Pada tahun 2010, Indonesia masih merupakan produsen terbesar ketiga setelah
Peru. (Gambac 1..\. l;-I.a~,~, m~'\\~'\\\~'f..'f..o.'i\
\)o.'\\'No.'2;um'tl~10o.~o."?~~~o.'\\o.l;\
\al;\~¥-a"?~\ \1;\~()I;\~~\a
~anga\
besar.
Besarnya potensi tersebut seharusnya
ketergantungan
mampu menjamin
dan menghindari
Indonesia dari
kepada pihak lain sehingga kedaulatan pangan dapat dicapai.
ChinahgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Peru
Indonesia
United States of America
Japan
India
Chile
Russian Federation
Philippines
Myanmar
o
2
8
6
4
12
10
14
16
18
Million tonnes
Sumber : FAO, 2010
Gambar 1. 10 Negara Produsen Terbesar Perikanan Tangkap Dunia
Selainitu, potensi lestari ikan laut Indonesia adalah 8,1% dari potensi ikan laut dunia (FAG, 2008).
Kekayaan sumberdaya perikanan tangkap Indonesia sangat beragam dan besar. Jumlah penduduk
Indonesia lebih kurang 240 juta orang (terbesar keempat di dunia) merupakan potensi pasar domestik
yang sangat besar pula. Selain itu, posisi geoekonomi Indonesia paling strategis di dunia, 45% total
goods & commodities traded globally dg nilai US$ 1500 triliun per tahun ditransportasikan lewat Alur
Laut Kepulauan Indonesia
(UNCTAO, 2009). Pada Tahun 2010, konsumsi ikan rakyat Indonesia
mencapai rata-rata 29 kg perkapita (KKP, 2011) yang menyumbang 65% dari total asupan protein
hewani rakyat Indonesia (Puslitbang Gizi, 2011). Oi Indonesia, Pemenuhan komsumsi ikan masih
dipasok dari produksi perikanan tangkap. Akan tetapi terdapat permasalahan dalam pembangunan
perikanan tangkap berkelanjutan karena banyak stok ikan di berbagai wilayah perairan laut Indonesia
telah fully exploited atau overfishing.
Sumberdaya
perikanan
tuna merupakan salah satu sumberdaya
ikan yang memiliki nilai ekonomi
tinggi di Indonesia. Ikan Tuna/Cakalanq-Tuna/Skipjack
merupakan komoditas kedua paling besar
setelah udang dengan nilai ekspor pad a tahun 2012 sebesar 481.742 juta US$. Secara rinci target
ekspor hasil perikanan berdasarkan komoditas utama tahun 2010-2014 disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai Target Ekspor Hasil Perikanan Indonesia Berdasarkan
Komoditas Utama Tahun 2010-2014
No
1
2
3
4
KomoditiNMLKJIHGFEDCBA
v:
Nilai Ekspol' (US$ Juta)
2011
Udang-Shrimp
Tuna/Cakalang- Tuna/Skipjack
Sarden Kalenq
Ikan Dasar (Kakap Merah,Putih,
Layur, dll)
2012
2013
1.233.373
1.327.954
1.812.891
2.042.576
454.997
481.742
540.135
714.256
34.094
44.944
46.332
62.787
676.051
818.744
827.788
1.029.043
2014
231
5
6
7
8
9
10
Kerapu
Kepiting
Tilapia
Bandeng
Rumput Laut
t.ainnva
196.705
239.235
252.516
262.001
17.765
21.607
3.583
4.358
21.868
4.411
124.981
125.465
125.951
205.937
TOTAL
3.200.000
Sumber : Statistik Kementrian
242.124
333.424
300.842
3.600.000
303.398
4.200.000
302.428hgfedcbaZYXWVUTSRQPONML
318.289
27.314
126.097
372.190
5.509
5.000.000
Kelautan dan Perikanan, 2011
Jenis ikan Tuna besar yang terdapat di Indonesia adalah Ikan Madidihang (Thunnus albacares).
Albakora (T. alalunga), Tuna mata besar (T. obesus), Tuna sirip biru selatan (T. maccoyii) dan ikan
Tuna kecil meliputi Cakalang (Katsuwonus pelamis), Tongkol (Euthynnus affinis), Tongkol kecil (Auxis
thazard), Abu-abu (Thunnus tonggol). Berdasarkan Tabel1. terlihat bahwa target nilai ekspor Tuna
terus meningkat tahun dari tahun ke tahun.
Diharapkan tahun 2014 target nilai ekspor Tuna USS
714.256 yaitu meningkat sekitar lebih kurang 32,24 % dari tahun 2013.
Meningkatkan kebutuhan akan protein ikan dan target nilai ekspor perikanan Tuna, menunM
produksi ikan sehingga tekanan terhadap sumberdaya ikan juga meningkat. Worm et.al (2006
mengungkapkan
bahwa pada tahun 2048 akan terjadi kehancuran perikanan global. Pendapat
tersebut dibantah oleh Branch (2008) karena dianggap mengabaikan berbagai fa ktor, diantaranya
adalah regulasi internasional dan nasional dalam mewujudkan perikanan dunia yang berkelanjutan.
Terlepas dari perdebatan kedua pakar tersebut di atas, perikanan tangkap dihadapkan pada ancaman
kelangkaan ikan global. Hal ini diperkuat oleh laporan FAO (2012), bahwa produksi perikanan laut
dunia berfluktuasi antara 77 dan 86 juta ton dengan catatan tertinggi 86,8 juta ton pada tahun 2000
dan menurun menjadi 78,9 juta ton pada tahun 2011.
Peningkatan nilai ekspor yang cukup tinggi karena nilai ekonomis Ikan Tuna yang tinggi dan potensinya
yang sangat besar di Perairan Indonesia. Besarnya nilai ekspor ini disatu sisi akan meningkatkar:
eksploitasi terhadap perikanan tuna di Indonesia dapat mengganggu keseimbangan ekosistem tuna
dan tekanan terhadap sumberdaya secara biologi.
Apabila hal ini dilakukan terus menerus terja
maka tentusaja akan mengganggu keberlanjutan perikanan tuna sehingga kegiatan ekonomi yan£
dilakukan tidak dapat berkelanjutan. Disisi ekonomi, sumberdaya peikanan Tuna adalah sumberdaya
ekonomi dan menjadi kian penting jika ikan Tuna merupakan primadona penghasil ekspor dar.
diletakkan dalam konteks ketahanan pang an dunia. Akan tetapi pada sisi lain jika konservasi terhadap
perikanan ini tidak diperhatikan maka dikhawatirkan pemanfaatan sumberdaya perikanan ini tidak
berkesinambungan dan berkelanjutan.
Pelabuhan ratu Sukabumi adalah salah satu wilayah penangkapan ikan Tuna di Indonesia yan~
termasuk pada wilayahZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
I n d ia n O c e a n T u n a C o m m is s io n
(IOTC). Terdapat 3 (tiga) jenis ikan tu yang
ditangkap
di wilayah
penangkapan
ini yaituikan
tuna
big eye, albacore
Agar keberlanjutan atau konservasi perikanan tuna ini dapat terjaga dengan
pengelolaannya digunakan pengukuran model bioekonomi multispesies.
dan yellow
e-
baik maka dalarr;
2 . edcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Material dan Methods
2 .1 . Model Bioekonomi
Dalam transisi
Multispesies
dari spesies
tunggal
ke multi spesies,
maka penilaian
harus memonitor
perubahan dalam kelimpahan mangsa dan predator melalui survei yang tepat(ii) perubahar
dalam faktor lingkunganyang penting bagi sejarah hidup spesies dalam suatu ekosistem, dan
perubahan dalam dinamika nelayan dan armada ketika menargetkan predator, memangsa, dar
spesies yang berkompetisi. Secara garfik disajikan pada Gambar 1.
232
I
Manajemen spesies
tunggal
Bioekonomi menuju Konservasi
perikanan tangkap
multi
Manajemen
--'10...
Peningkatan
--".
Manajemen
:.
+
I
Indikator
multi
spesies,
armada
spasial perikananNMLKJIHGFEDCBA
~~
ekosistemhgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
dan titik
referensi
ketidakpastianedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
I"
Resikokelebihan
,
u m itn e fe r e n c e e o in t
(lR Ps)
•
~
•...
Model bioekonomi :
Spesiestunggal
Armada tunggal
Model bioekonomi :
Ketergantungan ekologi danteknologi
v
Keberagamanspaslal
Lingkunganmenentukanfluktuasi stok
Gambar 1.
Pendekatan
Bioekonomi Menuju Konservasi Perikanan Tangkap
(Dimodifikasi
Menurut
Seijo
ketergantungan
(2010),
terdapat
beberapa
antar ekologi dan teknologi
dari Seijo, 2010)
kasus
multispesies
dan
multi
armada
dalam
(Gambar 2).
Model bioekonomi
multi spesies yaitu memodelkan kedinamisan sebuah populasi dengan
menggunakan sebuah persamaan turunan atau selisih secara tidak langsung menunjukkan
sebuah pengabaian dari hUbungan-hubungan
interelasHnterelasi ekologis.
Pengabaian ini
dapat dibenarkan dalam beberapa kasus, khususnya apabila hanya ada satu spesies dalam
sebuah Ekosistem yang akan menjadi subjek pengeksploitasian. Dengan selalu meningkatnya
permintaan atas sumber-sumber daya yang dapat diperbaharui, bagaimana pun, model-model
spesies tunggal menjadi semakin tidak memenuhi permintaan (Clark, 1990).Paling tidak terdapat
dua tipe efek penangkapan
terhadap Ekosistem :
•
Mortalitas langsung pada spesies target dan mortalitas tambahan pada biota lainnya; dan
•
efek-efek tidak langsung yang berkaitan dengan perubahan-perubahan
aliran energi
disepanjang Ekosistem. Model-model dari spesies tunggal dapat memberikan petunjuk
pada efek yang pertama, sedangkan model-model dari multi spesies akan memberikan
petunjuk pada efek yang kedua.
ICES (ICES, 1988, 1989, 1994, 1997).
Model multi spesies diarahkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
dalam industri
perikanan. Pokok motivasi dari segala model yang muncul dalam bidang perikanan, baik tunggal
maupun multi spesies untuk memahami dan memberitahukan para pengambil keputusan akan
konsekuensi yang mung kin terjadi dari kegiatan-kegiatan penangkapan.
Ketika kepentingan membawa pendekatan Ekosistem dalam konservasi
dokumentasikan
dengan baik dalam literatur-literatur ekologi dan biologi
pendekatan ekonomi
perlu pengembangan
spesies telah di
konservasi maka
perlu dilakukan.
Berangkat dari kerangka bioekonomi yang ada maka
model multi spesies yang memberikan gambaran beberapa pendekatan
ekonomi dan dalam beberapa bagian diilustrasikan
manusia yang di observasi.
tindakan-tindakan
insentif dibalik tindakan
(a)
(b)
rm adal
K om petisi
Mangsa-
S pesies
pemangsa
~
~~hgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Sub
edcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
P em angsaS pes
ordinatSpesies
ies2
(e)
(d)
Perikanan multi
spesies:
tangkapan
sam pingan
Gambar 2. Empat Kemungkinan
Kasus Dalam Multispesies
Perikanan Tangkap dengan Ketergantungan
yang diperoleh
dan Multi Armada
Ekologi dan Teknologi (Seijo, 2010)
Berdasarkan
literatur-literatur
sebelumnya
(tinjauan pustaka) terlihat bahwa spesies
dalam penelitian ini seperti ditemukan
pada bab
perikanan tuna memiliki jenis makanan
yang samahubungan
timbal balik antar spesies diduga saling berkompetisi.
Jika terbukti
demikian maka pada penelitian ini dilakukan pula analisis model bioekonomi kompetisi.Dalam
pengelolaan sumberdaya perikanan dinamis, persamaan yang dapat menjelaskan perubahan
dari setiap stok atau biomass yang saling berkompetisi (spesies x1 dan x2) dapat diperoleh
dengan memodifikasi modellogistik menggunakan model Lotka-Volterra's (Lotka, 1925; Volterra,
1926) :NMLKJIHGFEDCBA
K , -x " ~ ~ a ,,x , ..}
"""""""""",,,,(1)
~ ' ~ r ,x ,( ZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
~ i " "r ,x ,( K , -x ,~ ~ a " x , ..)
" " " " " " " " " " " ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,( 2 )
dimana:
x1,t : Kelimpahan
spesies ke-1 yang berkompetisi dari waktu ke waktu
x2,t : Kelimpahan spesies ke-2 yang berkompetisi dari waktu ke waktu
u12 : Koefisien ketergantungan kompetisi untuk spesies ke-1 yang menunjukkan
efek dari
spesies 2 terhadap spesies 1
a21 : Koefisien ketergantungan kompetisi
efek dari
untuk spesies ke-2 yang menunjukkan
spesies 1 terhadap spesies 2
Apabila a 12 < 1, maka efek spesies 2 pada spesies 1 kurang dari efek spesies 1 pada anggotanya
sendiri. Sebaliknya, apabila a12 > 1 maka efek spesies 2 pada spesies 1 lebih besar daripada
pengaruh spesies 1 pada anggotanya sendiri. Begitu pula perlakuannya pada spesies ke-2
ditafsirkan dalam cara yang sama.
Dengan model Lotka-Volterra, untuk dua spesies yang saling berkompetisi terdapat empat kasus
yang dapat terjadi tergantung kepada daya dukung (carrying capacity) dan koefisien saling
ketergantungan.
Hal ini dapat dijelaskan dengan menentukan steady state dari persamaan
234
(1) dan (2) sam a dengan nol maka dapat diperoleh x1 dan x2, yang secara matematis dapat
ditulis:hgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
K , - NMLKJIHGFEDCBA
a l x 2 • • • • • • .• • • • • • • • • • • • • .• • • .• • .• • • • • • • • • • • .• ....• • ...• .• ..• .• .......
X l = ZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
- a 2x j
x2 =K 2
Jika
(3)
rasio daya
(4 )
dukung
lingkungan
(carrying
capacity)
setiap
koefisiesn
kompetisi
(K1/
a12, K2/a21) lebih kecil dari daya dukung lingkungan (K1 dan K2) maka salah satu spesies
dapat menjadi kompetitor dominan.
Secara rinci hubungan kompetisi antar spesies dengan
mempertimbangkan
daya dukung lingkungan dan koefisiesn ketergantungan tanpa kegiatan
eksploitasi atau penangkapan disajikan pad a Tabel 4.edcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Tabel 4. Hubungan Kompetisi Antar Spesies Dengan Mempetimbangkan
Lingkungan dan Koefisien Ketergantungan
Skenario 1 : Salah satu
spesies
dapat
menjadi
kompetitor dominan
Skenario 3 : Spesies ke-1
selalu
mengasingkan
( e x c lu d e )
spesies ke- 2
Sumber:
Sumber:
Daya Dukung
Tanpa Kegiatan Penangkapan
Skenario 2 : Spesies ke-2 selalu
mengasingkan spesies ke-1
Anderson and Carlos, 2010
Anderson and Carlos, 2010
Berdasarkan
Tabel 4, pada penelitian
ini akan dilihat bagaimana
hubungan
kompetisi
antar
spesies dengan memilih salah satu kondisi sesuai dengan skenario yang ada.
Setelah
mengidentifikasi
ketergantungan
ekologi antar spesies saling berkompetisi
maka model
bioekonomi dapat dikembangkan dengan menggabungkan fungsi biomass pertumbuhan alami
dan fungsi penangkapan (harvest) yang sesuai untuk memperhitungkan
yang bersaing dari waktu ke waktu.
mortalitas ikan spesies
Seperti disajikan pada Tabel 4 dua situasi persaingan yang dapat terjadi adalah koeksistensi
kompetisi dan ekslusif kompetisi. Koeksistensi kompetisi terjadi ketika tanpa adanya kematian
ikan, duaspesies
hidup berdampingan dengan kelimpahan yang saling heterogen dalam
ekosistem.
Ekslusif kompetisi terjadi ketika tidak ada kematian ikan, spesies yang dominan
pada dasarnya hilang dari ekosistem.
Untuk situasi koeksistensi kompetisi maka model LotkaVolterra dapat dikembangkan
dengan memasukkan laju penangkapan kompetitor.
Fungsi
pertumbuhan biomass dari kedua spesies dari waktu ke waktu dapat dinyatakan :
Keseimbangan
~l
= r lX {
dX2
dt
= r2x21
KI - x ~ ~ a 1 2 x 2 ) - q l E 1 x 1
(K 2
x2
-
a 2 lx l)
-
K2
-
Q 2E 2X2
(5 )
..........• .• ..................
(7)
populasi untuk spesies ke-1 dan ke-2 dapat diperoleh pada saat dx1 /dt = 0 dan
dx2/dt = 0, sehingga secara simultan dapat diperoleh biomass spesies ke-1 (x1) dan spesies
ke-2 (x2):
= K 1 r ,r Z - E 1 K 1 q 1 r 2
Xl
-K 2 a 1 2 r lr 2
+ E 2K 2a12q2r1
(8 )
r lr 2 - a 1 2 a 2 1 r lr 2
X
2
= K 2 r ,r 2
- E 2K 2q2rl
r1r2
-
-
K la 2 1 r lr 2
+ E IK 1 a 2 1 q jr 2
(9)
a '2 a 2 l r l r 2
2.2. Data
Data yang digunakan dalam paper ini adalah data produksi multispesies perikanan tuna yang
ditangkap dengan alat tangkap rawai tuna. Data produksi dan trip bulanan tahun 2003 sampai
dengan tahun 2012.
235
Tabel1.
Data Produksi Multispesies
dan Trip (Rawai Tuna) Perikanan Tuna Tahun 2003-2012
Produksi Tuna (Ton)
Tahun
Bulan
2003
2004
2005
2006
2007
2008
236
Total
Trip
ProdukSizyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWV
Bigeye
Albacore
Vellowfin
Lain-Lain
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
4,6360
43,3190
4,4670
3,1300
5,6260
0,9220
2,8600
4,9050
51,2270
52,0630
73,1300
28,9000
25,4650
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
11,0250
23,3780
7,7900
3,1950
8,9050
28,7700
11,0550
16,5630
12,6090
9,2470
8,8690
6,3860
3,5950
6,2420
1,1060
1,2550
0,5700
0,1000
0,3300
0,5900
63,8360
61,3100
81,9990
35,2860
44,7210
77,6470
15,3180
9,6200
18,1010
30,2970
18,0500
26,4580
27
19
20
11
16
20
9
4
8
14
7
9
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
7,8260
7,4860
5,6210
15,4370
44,0190
25,4510
23,8040
57,4350
5,6160
6,7940
13,4900
9,5610
6,7940
11,2250
2,9600
0,1030
2,3550
0,5880
0,2300
12,9760
6,9520
14,8560
4,6350
2,0390
2,8250
2,8250
0,0000
1,0300
38,9970
85,2460
62,3700
57,0800
21,1360
31,1800
36,8100
61,2510
0,6550
0,1040
1,5550
2,1250
1,0200
0,6550
1,5900
1,6850
0,6550
0,2350
0,0000
0,3300
54,8550
33,6290
31,2100
87,9730
52,5850
107,5510
82,0850
70,3650
31,4100
45,4650
39,7700
62,7140
25
26
24
36
25
26
25
23
12
15
14
30
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
18,6990
13,7960
38,3100
6,0100
17,2900
15,4950
7,0000
26,8900
11,4400
3,6800
7,0450
102,1340
5,6970
6,6360
9,4400
3,9420
36,6590
36,7280
15,5650
6,0950
0,5650
3,5100
1,0150
3,0850
124,1110
86,2750
90,8250
36,4560
118,4970
151,6600
72,6470
63,1900
41,9900
59,8150
27,8350
111,0650
2,3980
0,9740
0,9750
0,6590
1,5900
7,6190
2,6800
1,4190
3,9550
3,3930
2,1600
8,7230
150,9050
107,6810
139,5500
47,0670
174,0360
211,5020
97,8920
97,5940
57,9500
70,3980
38,0550
225,0070
90
131
71
86
125
117
103
87
76
62
41
88
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
75,4180
29,0300
20,8200
19,7640
44,1740
82,9650
26,2950
22,0900
26,4200
7,5600
23,3090
169,4520
12,2500
4,4350
26,6850
10,8600
52,1700
23,9840
3,7750
1,9350
3,7200
0,7400
0,1890
3,0530
104,8840
64,7700
57,5510
28,7700
71,9950
70,1700
22,0770
16,9750
19,0050
4,8750
17,6490
31,1510
6,7120
5,2270
4,6220
1,9410
4,3300
6,5790
3,0250
1,5800
0,5300
0,6140
0,6500
4,8590
199,2640
103,4620
109,6780
61,3350
172,6690
183,6980
55,1720
42,5800
49,6750
13,7890
41,7970
208,5150
36
29
22
17
24
176
87
81
65
27
45
231
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
339,0500
195,9490
124,7460
71,1750
13,8000
32,1590
51,6070
51,9590
29,8540
33,6840
63,8670
213,7600
7,0050
1,5990
0,0000
0,0000
0,2000
1,2300
2,3440
1,1100
0,2900
0,3920
0,1020
44,9860
67,2580
37,1710
28,5860
14,4760
42,9530
76,8340
27,0140
32,5010
54,1100
111,3430
37,6000
6,2590
18,0830
13,1700
2,9370
0,9680
13,7340
50,4640
1,2500
0,0000
0,1570
11,8790
450,9130
240,9780
171,4150
98,8210
26,6400
86,7880
110,6380
180,3670
58,4080
66,5770
118,2360
381,9680
365
224
160
99
50
56
96
137
63
59
123
179
61
62
63
64
65
214,7780
120,6630
63,7220
66,1700
39,5340
3,2840
0,2680
0,2750
0,0000
0,3290
102,0510
52,2670
26,0660
26,2300
19,1530
2,8330
0,1800
14,2170
3,1400
0,5080
322,9460
173,3780
104,2800
95,5400
59,5240
242
102
92
81
43
4,7080
1,9550
2,0400
3,0000
0,5050
3,8050
4,4000
9,7030
52,4310
144,7930
75,7910
44,4760
61,9130
130,0250
101,4830
66
67
68
69
70
71
72
2009
2010
2011
2012
Sumber:
302,9070
8,1290
3,2470
0,2300
0,0570
0,0000
1,1000
6,5360
82,6650
31,4030
14,0250
14,9730
31,5130
11,7900
37,4860
42,7820
11,4520
5,2280
9,4060
10,5520
13,3790
13,8980
278,3690
121,8930
63,9590
86,3490
172,0900
127,7520
360,8270
114
57
29
55
69
56
139
17,8930
12,0310
5,9700
6,4120
7,3290
24,9880
30,4680
0,8790
2,2450
0,6100
12,2510
14,8950
54,2320
20,8300
26,7560
7,0140
8,2760
0,0000
14,7920
120,2640
116,6590
54,6600
60,9150
73,1470
269,2620
233,0030
180,5170
107,4790
125,7640
117,8510
187,1080
62
57
40
37
33
79
92
67
57
41
50
79
109
92
124
94
57
112
93
67
103
85
38
103
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
101,4920
161,6830
108,8480
84,2730
96,7080
103,2920
142,1910
0,0000
0,2220
0,0000
5,1530
1,9760
41,5800
20,0220
26,1810
3,7220
4,9300
0,0000
3,6540
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
201,4260
136,5370
189,3420
108,0060
101,8720
243,3890
299,7970
163,0800
122,1070
251,5450
331,4750
317,2290
8,8240
8,6360
29,6980
21,5300
61,9530
79,8110
76,0190
61,7410
23,8700
60,2270
39,2860
40,7350
28,2990
41,7940
103,6510
94,4560
100,0830
152,8560
167,2190
86,3990
40,8980
106,9350
126,2210
106,2010
24,2340
16,3200
51,4290
33,0840
63,3730
56,5510
56,9830
74,7570
23,0550
71,3720
42,5610
45,0420
262,7830
203,2870
374,1200
257,0760
'327,2810
532,6070
600,0180
385,9770
209,9300
490,0790
539,5430
509,2070
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
216,3530
91,9280
130,3510
127,8360
240,2410
168,7030
126,2930
34,4490
42,6720
80,2490
181,1970
286,9930
37,6530
5,2590
16,2550
84,4930
52,1100
25,2990
47,9730
56,4560
49,5110
39,8660
53,9360
16,7800
18,3550
33,4040
96,1750
187,9970
51,5980
28,3660
42,2440
45,3460
80,5290
40,7700
44,5310
24,4400
357,7140
150,8520
236,8230
314,1310
500,2860
356,6600
283,6460
89,4690
21,9260
13,5570
23,5530
30,3470
90,9220
134,0820
312,1370
518,6370
35
27
25
31
35
26
26
29
54
30
37
43
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
258,2040
214,3680
154,5800
110,2320
189,6400
324,4550
187,1910
44,3260
75,1400
181,7770
188,3920
182,3480
125,2070
65,2650
34,5790
30,8540
71,9790
167,8010
139,8150
79,7840
81,5750
134,1570
145,9210
189,5880
36,4650
43,9870
25,3540
20,3070
22,1410
44,2560
29,3450
20,7940
14,6370
31,0560
18,9260
27,4540
445,5660
374,5640
231,9940
173,9390
298,3990
586,1500
409,3640
231,2930
209,6740
379,4990
414,7540
422,8330
41
32
36
40
39
43
45
32
24
33
49
41
102,1610
48,0800
37,0990
48,9470
148,4620
Data Sekunder
(Pelabuhan
Fishing Ground
Perikanan
130,0050
107,3210
58,8860
13,8000
7,9690
6,8720
11,2120
13,3000
25,6900
50,9440
17,4810
12,5460
14,6390
49,6380
53,0130
86,3890
38,3220
32,5090
61,5150
23,4430
Perikanan
Tuna Samudera
'W
Palabuhanratuj
Hindia
~
-
18,7320
12,4700
15,8500
14,5590
26,4710
Diolah, 2013
Palabuhanratu,
Sukabumi
hgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFED
r-,
llr'
-~
\
...•
~
'r ;.....,
•
--'I-'
.••
_
_
_
..•.
.•...•.
,..
.r
v'
I~
""'I-""
,~
-
.
.
_o.:n1T
~ 'I :n ! I
•
L!:Q'II:./lI'.M~
~,
237
3 . edcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Hasil dan Pernbahasan zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Indonesia menjadi salah satu anggotaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
I n d ia n O c e a n T u n a C o m m is s io n
(IOTC) berdasarkan peraturan
presiden
nomor
9 tahun
2007 yang merupakan
member
ke 27 sejak 20 juni 2007.
Wilayah
penangkapan nelayan rawai tuna palabuhan ratu adalah disekitar Samudera Hindia yang merupakan
wilayah IOTC. Fishing ground tuna di perairan Samudera Hindia terletak di posisi 80- 150 LS dan
90 0 - 105 0 BT. Kapal kolekting menuju fishing ground pada posisi 100-120 LS dan 1000-1010 B
dengan lama perjalanan kurang lebih 4 hari (Kapal ukuran 27 GT).Tahapan kegiatan penangkapan
kapal rawai tuna di Palabuhanratu disajikan pada Gambar 2.
"" 3rt
~
---
--~
,w_.
---
---I!
Y~""i::::-a\l!~lIt'paiF~'ilJn'l$J
~
••
,,_V ••.p ;.! '~ ~ · .• •~•
• ~.".....=r,.:''iw -''''
,
Gambar 2. Tahapan kegiatan Penangkapan
di Palabuhanratu
r •••••••••
"'~_,-,.;d> •.• ~':
Kapal Rawai Tuna
pada wilayah IOTe
Terdapat 3 jenis tuna yang dominan tertangkap dengan rawai tuna di Perairan Palabuhanratu. Ketigc.
jenis tuna tersebut berturut-turut adalah Tuna mata besar ( B ig e y e T u n a ) , Tuna Albacore dan Tu a
Sirip Kuning ( Y e llo w F in Tuna). Hal ini menunjukkan bahwa alat tangkap rawai tuna menangka
beberapa spesies ikan yang dalam kajian ini akan dibahas hanya 3 spesies yang telah disebutkar
sebelumnya.
Oleh karena itu hari melaut rawai tuna untuk menangkap ikan-ikan per spesi
tersebut dibuat proporsional sesuai dengan proporsi produksinya yang tertangkap.
Hanya data
hasil tangkapan dan upaya penangkapan atau e f f o r t tahun 2003-2012 bulanan yang tersedia rnaka
pada penelitian ini digunakan model surplus produksi Walters dan Hilborn dan model ini pula ya ~
dapat menjelaskan karakteristik sumberdaya dan wilayah yang diteliti. Model surplus produksi i
digunakan
untuk mengestimasi
nilai-nilai parameter biologi dari multispesies sumberdaya
tuna di Pelabuhanratu rneliputi spesies Tuna Mata Besar ( B ig e y e
Kuning ( Y e llo w F in T u n a ) yang ditangkap dengan rawai Tuna.
T u n a ),
peri kana:'
Tuna Albacore dan Tuna S iric
Estimasi parameter biologi dengan metode estimasi dinamis atau dengan metode regresi rela atau model surplus produksi Walters dan Hilborn dan derivasi parameter biologinya disajikan paoa
Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 dapat langsung dilakukan derivasi parameter biologi multispesies
sumberdaya perikanan pelagis di Wilayah Pelabuhanratu.
Nilai koefisien pada persamaan Tabel ~
dapat langsung menggambarkan nilai r ( in t r in s ic g r o w t h r a t e ) dan q ( c o e f f ic ie n t c a t c h a b ilit y ) , se nilai K ( c a r r y in g c a p a c it y ) . Nilai r identik dengan nilai koefisien in t e r c e p t (a), nilai q identik dengar
koefisien variabel kedua (y ) dan nilai K diperoleh dari nilai r atau nilai koefisien intercept (a) dibag
dengan perkalian nilai koefisien variabel pertama (P) dengan nilai q atau koefisien variabel kedua (., .
Secara rinci nilai r, q, K multispesies sumberdaya
dan Hilborn disajikan pada 3.
238
perikanan pelagis dengan metode dinamis Waite ~
Tabel 2. Tahapan Analisis Parameter Biologi Dengan Menggunakan
Model Surplus Produksi
Walters dan Hilborn
Koefisien
Spesies hgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
A zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
13
No.
1.
Mata Sesar
2.
3.
V
0,3513
(3,5334)**
-0,04407 (2,75335)**
-0,0011579 (
0,8595)
Albacore
0,4498
(3,60556)**
-0,0514796 (2,79207)**
-0,010539 (0,85345)
Sirip Kuning
0,13969
(0,302786)
-0,2370 (3,57728)**
-0,0089157 (0,7941 )
Sumber:
Statistik Perikanan Tangkap Pelabuhanratu bulanan Tahun 2003-2012 (diolah).
Keterangan: (Angka didalam kurung menunjukkan nilai t-statistik); **signifikan pada tingkat 5%
Tabel 3. Nilai Parameter Biologi Multispesies
dengan Menggunakan
No.
1.
2.
3.
Sumber:
Spesies
Sumberdaya
Perikanan Tuna
Model Surplus Produksi Walters dan Hilborn
q
K (Ton)
Albacore
0,351 3
0,4498
R
0,001 2
0,0105
6.884,01 00
829,0650
Sirip Kuning
0,139 7
0,0089
66,104 9
Mata Besar
Statistik Perikanan Tangkap Pelabuhanratu
bulanan Tahun 2003-2012
(diolah).
Serdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa nilai rspesies Albacore lebih tinggi dibandingkan
dengan spesies
lainnya berturut-turut spesies Mata Sesar, dan Sirip Kuning. Hal ini menunjukkan bahwa laju tumbuh
spesies Albacore lebih cepat dibandingkan dengan spesies lainnya sehingga kemungkinan cepat
tertangkapnya
juga tinggi.
Spesies tuna mata besar juga memiliki nilai r yang cukup tinggi dan
berdasarkan nilai K terlihat bahwa spesies tuna mata besar lebih banyak ditangkap oleh nelayan
yang melakukan kegiatan penangkapan di wilayah IOTC. Nilai q menggambarkan tingkat efisiensi
teknis dari penangkapan, spesies Tuna Albacore nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan spesies
lainnya berturut-turut spesies Sirip Kuning dan Tuna Mata Besar.
Dari penyelesaian
perhitungan
parameter biologi dengan model-model
diatas, nilai t signifikan dan
nilai koefisien determinasi yang kurang baik, akan tetapi karena tingkat ketidakpastian yang tinggi
dari pemanfaatan sumberdaya perikanan sehingga hal ini diabaikan.
Walters dan Hilborn (1976)
mengatakan bahwa hal yang biasa terjadi salah tanda dalam mengestimasi parameter fungsi surplus
produksi. Akan tetapi, tidak perlu menyarankan itu adalah kegagalan model. Kenyataan yang paling
diakui kegagalan itu adalah kegagalan data.
stok sehingga dapat saja terjadi salah tanda.
Data saja cukup untuk dapat menjelaskan
dinamika
Sejarah gangguan stok memegang peranan penting dalam memperoleh parameter model dinamis.
Lagi pula kecilnya nilai koefisien determinasi disebabkan karena faktor-faktor alam dengan tingkat
ketidakpastian yang cukup tinggi terjadi pada kegiatan penangkapan atau eksploitasi multispesies
sumberdaya perikanan pelagis.
Dengan mensubstitusikan
nilai parameter biologi dan dengan
mengetahui data seriesZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
e f f o r t untuk setiap periode maka produksi (hasil tangkapan) lestari Tuna per
spesies ikan di Pelabuharatu pun dapat diketahui. Secara grafik produksi aktual dan produksi lestari
multispesies sumberdaya perikanan Tuna di Pelabuhanratu disajikan pada Gambar 3
239
1400000
-,-----------------------------
1300000
+ ------------z ------::-------------+ -----------7 --------------------+ ----------7 -----------------
1200000
e 1100000
f1 0 0 0 0 0 0
]
900000
-g
800000
6: 7 0 0 0 0 0
t------------yt----------------+-----------H-----------------t------------:l-t----------------t------------'
600000
t-----------
500000
+ ----------
400000
+ ----------
300000
+ -----------:;:--
200000
t----------
10000~
~ ;;~ ~ ~ itii~ ~
2003
2008
_
Prod. Aktual
T ahu'l
Produksi
Lestari
(a) Tuna Mata Besar
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
2003
2010
_
Prod. Aktual
~.' ..Produksi
Lestari
(b) Tuna Albacore
8000 ,-------------------------------7000 +-----7-----------------------6000
t-------t-t-----------------------
5000
t------
4000 t- - - - - - - - ;
3000
2000
1000
o
2003
_Prod.
Aktual
Produksi Lestari
(c) Tuna Sirip Kuning
Gambar 3. Produksi Aktual dan Lestari Multispesies
di Pelabuhanratu
Sumberdaya
Perikanan Tuna
Tahun 2003-2012
Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa umumnya produksi aktual spesies Tuna Mata Besar, Tuna
Albacore, dan Tuna Sirip Kuning masih berada dibawah produksi lestari.
Dengan
mengetahui
parameter
biologi juga bisa diestimasi
biomass
atau stock masing-masing
spesies berdasarkan fungsi produksi linier. Estimasi biomass/stock
multispesies sumberdaya
perikanan pelagis di Perairan Selat Bali dapat dilihat pada Gambar 4.edcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
240 hgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
8,000.00
6,000.00
4,000.00
2,000.00 zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
~
1000
Biomass TBE
,-----------------------------------------------------
t-::::Jli-III~-- •• -
800
600
400
~ ~ --------~ ------~ ----~ --------~ ----------------
200
+-----------------------------------------------------
o
+rr~~rrn~~~TrrITTTi~IITI!rrirrilnll~ii~llrrirrilnjiTIil~!lrrirrliTIJI~IITli~irrilnli~iiTi\~irrlinji~IITllrrirriiTIIITIli~;I~irriITIiITIIi
C")
a
a
N
~
100
co
a
N
8
N
C;
a
N
N
Biomass TNA
,-----------------------------------------------------
o
-100
-P '--------t-= --- • • ...
---I'IP"--' •••
-200
+--------1-
-300
+-------~~------------------------------------------
-400
~------~=-------------------------------------------
--"IIII
~Biomass
Gambar 4. Estimasi Biomass/Stock
Multispesies
TYFedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Sumberdaya
Perikanan Tuna (Mata Besar (TBE),
Albacore (TNA), Sirip Kuning (TYF» di Palabuhanratu
Gambar 4 menunjukkan
Tahun
2003-2012
bahwa biomas Tuna di Perairan Palabuhan ratu berfluktuasi
dari tahun ke
tahun dengan fluktuasi yang cenderung dengan keragaman yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa spesies tuna merupakan ikan yang tingkat migrasinya tinggi. Apabila kegiatan penangkapan
hanya berorientasi pada spesies tunggal maka tingkat kepunahan spesies tunggal tersebut akan
terjadi lebih cepat, terjadi bila orientasi penangkapan rawai tuna hanya pada penangkapan ikan
tuna mata besar. Jika hal ini dibiarkan terjadi terus menerus maka dapat terjadi kelangkaan dari
spesies itu sendiri. Dengan mengetahui interaksi antar spesies maka dapat merubah bagaimana
pengelolaan stok akibat adanya kegiatan penangkapan.
antar spesies disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Koefisien Ketergantungan
Hasil perhitungan
Antar Spesies Multispesies
koefisien ketergantungan
Sumberdaya
Perikanan Tuna di Palabuhanratu
No.
Spesies
Koefisien Ketergantungan
1.
Tuna Mata Besar
2.
Albacore
-3,61575E -07
3.
Sirip Kuning
-1,89016E -08
Sumber:
Data sekunder
-2,07E -06
(dioiah).
241
Tabel 4 adalah nilai koefisien ketergatungan antar spesies, dengan nilai koefisien ketergantungan
bertanda negatif yang menunjukkan bahwa antarspesies yang ditangkap dengan alat tangkapZYXWVUTSRQPONMLKJIHGF
ra w a i
t u n a di Palabuhanratu
saling berkompetisi.
Hal ini dapat terjadi karena semua spesies memakan
jenis makanan yang sam a yaitu sebagai carnivora.
Analisis kebiasaan
makan dan tingkat trofik hasil tangkapan
rawai tuna di peroleh dari analisis isi
perut dari 17 sampel ikan tuna mata besar ( T h u n n u s o b e s s u s ) , dan 17 sam pel tuna sirip kuning
( T h u n n u s a lb a c a r e s ) karena hanya kedua spesies ini yang terdapat pada saat penelitian ini dilakukan.
Kebiasaan makan ikan tuna dapat dilihat dari proporsi jenis makanan, indeks kepenuhan lambung,
dan indeks hepatosomatik. Proporsi isi perut ikan tuna mata besar ( T h u n n u s o b e s s u s ) dan tuna sirip
kuning ( T h u n n u s albacares)dapat dilihat pada Gambar 5.
------
I
hgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGF
- - - - - - ,- c
I
I
I
!
Jl
~~
(a)
i
Tuna Mala Besar
(b)
Tuna Sirip KuningedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCB
Gambar 5. Proporsi isi perut ikan tuna mata besar (Thunnus obessus)
dan tuna sirip kuning (Thunnus albacares)(Data
Primer diolah, 2013)
Makanan utama ikan tuna mata besar adalah ikan dengan proporsi potongan ikan yang terdapat dalam
lambung ikan tuna sebesar 93,98 %. Ikan tembang merupakan makanan yang dapat diidentifikasi
karena belum hancur saat di temukan di lam bung tuna dengan proporsi 2,44 %. Ikan tembang
merupakan jenis ikan umpan pada perikanan rawai tuna. Proporsi isi perut ikan tuna mata besar
dengan nilai yang kecil dikategorikan kedalam makanan tambahan antara lain; potongan cangkang
kerang, potongan udang, udang-udangan, dan potongan cumi dengan proporsi masing-masing 0,0
%,0,04%,2,38%,
dan 0,74 %. Dalam isi perut ikan tuna mata besar juga ditemukan
sampah plastik
sebesar 0,42% yang mengindikasikan perairan Samudera Hindia telah tercemar oleh sampah.Sama
halnya dengan ikan tuna mata besar, makanan utama ikan tuna sirip kuning adalah ikan dengan
proporsi potongan ikan yang terdapat dalam lambung ikan tuna sebesar 96,02 %, Proporsi isi perut
ikan tuna mata besar dengan nilai yang kecil dikategorikan kedalam makanan tambahan antara
lain; potongan udang, potongan cangkang kerang, udang-udangan proporsi masing-masing 0,10
%,0,05%, dan 0,12 %, Dalam isi perut ikan tuna mata besar juga ditemukan sampah plastik dan tar
sebesar 2,52 % dan 0,02 % yang mengindikasikan
sarnpah.
perairan Samudera
0,o!000
1),1000
0.1600
Q,14~O
0,3500
J
3430
0,3000
il,mO i
•
O,:l~OO
'-'
0,1000
~
O ,~O
~
0,2000 -
1),(l6(]O
-
0,1500 -
0,0400
0,1000 ~
0,0200
0,0500
!l,oooO A
Gambar 6. Indeks kepenuhan
0
0, ס ס00 --
c
D
E
A
K ~lom pok U rnur
11
c
K elom pok
D
£
V IlIU l
lambung ikan tuna mata besar (Thunnus obessus) dan tuna siri kuning
(Thunnus albacares)
242
Hindia telah tercemar ole
berdasarkan
kelompok
umur (Data Primer diolah, 2013)
Indeks kepenuhan lambung dapat mengindikasikan waktu penangkapan karena diduga semakin
besar indeks kepenuhan lambung semakin dekat waktu ikan tersebut makan sebelum tertangkap
dan dinaikkan ke atas kapal. Indeks kepenuhan lambung terbesar terdapat pada kelompok umur C
sebesar 15,24 % sedangkan indeks kepenuhan lambung terkecil terdapat pada kelompok umur A
sebesar 0,61 %. Berdasarkan Gambar 6 diketahui bahwa ikan tuna mata besar dengan kelompok
umur C memiliki waktu makan yang dekat dengan waktu penangkapan.lndeks
kepenuhan lambung
ikan tuna sirip kuning memiliki nilai yang bervariasi terhadap kelompok umur. Kelompok umur F
menunjukan indeks kepenuhan lambung terbesar yaitu 34,30 % sedangkan kelompok umur E
menunjukkan indeks kepenuhan lambung terendah yaitu 0% dimana lambung ikan pada kelompok
umur E dalam keadaan kosong. Pada kelompok umur E diindikasikan bahwa waktu makan ikan
berbeda dengan waktu ikan tertangkap dan didaratkan diatas kapal.
Hasil tangkapan
(T h u n n u s
rawai tuna memiliki nilai trofik berkisar antara 4,66 - 4,71. Ikan Tuna mata besarZYXWVUTSRQP
merupakan ikan dengan tingkat trofik terendah. Kisaran nilai tingkat trofik hasil
obessus)
tangkapan rawai tuna secara keseluruhan masuk kedalam kategori trofik level 5 dimana pad a
tingkat trofik ini ikan hasil tangkapan memiliki kecenderungan carnivora yaitu memakan ikan dan
Cephalopoda.
Tingkat trofik 5 merupakan tingkatan trofik teratas dalam piramida makanan. Organisme dengan
tingkat trofik 5 berjumlah lebih sedikit dibandingkan dengan tingkat trofik lainya untuk menjaga
keseimbangan ekosistem. Rawai tuna menangkap jenis ikan yang keseluruhanya berada di tingkat
trofik 5. Eksploitasi yang besar terhadap ikan dengan tingkattrofik 5 akan mengganggu keseimbangan
ekosistem karena dengan berkurangnya jumlah predator akan memperbesar jumlah spesies mangsa
sehingga terjadi dominansi spesies tertentu. Oleh karenanya pembatasan produksi perlu dilakukan
agar keseimbangan ekosistem tetap terjaga. Hasil laboratorium ini membuktikan hasil perhitungan
bioekonomi diatas. Bahwa ketergantungan antar spesies tuna bersifat kompetisi karena ikan tuna
memiliki jenis makanan yang sama yaitu ikan dan Chephalopoda.edcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Tabel 5. Tingkat trofik hasil tangkapan
Nama
Tuna
Tuna
umum
mata
besar
sirip kuning
ilmiah
Thunnus
Tingkat
obessus
Thunnus
a tb a c a re s
S c o m b e ro m o ru s
Tenggiri
c o m m e rs o n i
Meka
Cucut
Nama
anjing
Sumber:
trofik
rawai tuna
Klasifikasi
trofik
.
Tingkat
trofik
4.66
TL 5
4.48
4.70
TL 5
4.48
4.71
TL 5
4.5
X ip h ia s
g t a d iu s
4.70
TL 5
4.46
A t o p ia s
v u t p in u s
4.70
TL 5
4.37
..
Data primer diolah, 2013
Model bioekonomi kompetisi dihitung dengan melihat dua kondisi kompetisi yaitu kompetisi antara
spesies TBE dengan TNA, dan spesies TBE dengan TYF (Tabel6 dan 7).
Tabel 6. Hubungan Kompetisi Spesies TBE dengan Spesies TNA
di Perairan IOTCC Pelabuhanratu
··'M #)'W )
.~hgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
""'J
Carrying Capacity - Spesies 1 (TBE)
Carrying Capacity - Spesies 2 (TNA)
Intrinsic Growth Rate - Spesies 1
Intrinsic Growth Rate - Spesies 2
Initial Biomass - Spesies 1
(Rata-rata Tahun 2003-2012)
Initial Biomass - Spesies 2
(Rata-rata Tahun 2003-2012)
Parameter Kompetisi Ketergantungan
Parameter Kompetisi Ketergantungan
Sumber.
-Spesies 1
-Spesies 2
",
..
NiIai
Satijan
K1
K2
r1
r2
884,0059
829,0649
0,3513
0,4498
Ton
Ton
1/tahun
1/tahun
X1.0
099,5872
Ton
X2.0
720,0425
Ton
a12
a21
1,089
PUSATedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL & SIDANG PLENO ISEI XVII
PEMBAHARUAN INSTITUSI EKONOMI
DAN MUTU MODAL MANUSIA
Ternate, 3 - 5 September 2014
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL & SIOANG PLENO ISEI XVII
PEMBAHARUAN INSTITUSI EKONOMI
DAN MUTU MODAL MANUSIA
Ternate, 3 - 5 September 2014
Editors: zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Sri Adiningsih
Mangara Tambunan
Hermanto Siregar
Bustanul Arifin
Ina Primiana
Yohannes Kadarusman
Ahmad Erani Yustika
Pos M. Hutabarat
Anton H. Gunawan
Denni P. Purbasari
Aviliani
Edy Suandi Hamid
Rimawan Pradiptyo
Firman S. Parningotan
Lincolin Arsyad
Nimmi Zulbainarni
Penyusun:
Y Sri Susilo
Rokhedi P.Santoso
Firman S. Parningotan
Efrilia Sukmagraha
Rian N. Sandi
Dipublikasi oleh:
Pengurus Pusat - Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia
iii
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia,
Sidang Pleno (ke-17 : 2014 : Ternate)
Prosiding Seminar Nasional dan Sidang Pleno XVII
Pembaharuan Institusi Ekonomi
dan Mutu Modal Manusia
Editor, Hermanto Siregar ... [et al.],
Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia
xxxvi & 276 him; 21 X 29,7cm
(2014)
ISBN 978-602-14722-1-7
Cetakan kedua, Desember 2014
Penerbit : Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi
Indonesia
JL Daksa IV / 9, Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12110
Telp. : +62 21 7208130/722
2463, Fax. : +62 21 720 1812
Email: isei.pusat@gmaiLcom
Hak Cipta PP - ISEI, 2013edcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
iv
KATA PENGANTAR hgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
emilihan anggota legislatif dan presiden serta wakil presiden yang akan menentukan
Indonesia dalam lima tahun ke depan sudah terlaksana dengan lancar dan aman. Pemimpin
zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
baru Indonesia sudah terpilih. Sudah saatnya seluruh rakyat Indonesia termasuk anggota
ISEI merapatkan kembali barisan untuk bersiap-siap ikut berpartisipasi secara aktif dalam
pembangunan ekonomi Indonesia untuk lima tahun ke depan. Apalagi tantangan baik dari
dalam negeri, regional maupun global sudah menghadang di depan mata. Masyarakat Ekonomi
ASEAN, kompleksitas perjanjian perdagangan baik bilateral maupun multilateral, dan berbagai
isu domestik lainnya seperti bonus demografi,ZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
M id d le I n c o m e T r a p sudah menanti untuk segera
mendapatkan respon dan tindakan dari pemerintah baru nanti.
P
Pemilihan tema "Pembaharuan Institusi Ekonomi dan Mutu Modal Manusia" pada Seminar
Nasional dan Sidang Pleno ISEI ke XVII di Ternate ini dipilih bukan tanpa alasan. Hasil C a ll f o r
P a p e r dan S m a ll R e s e a r c h yang diselenggarakan
oleh PP ISEI yang melibatkan para mahasiswa,
dosen, praktisi dan anggota ISEI daerah menegaskan urgensi untuk meningkatan kualitas institusi
ekonomi terutama lembaga, birokrasi dan kebijakan pemerintah yang akan menentukan r u le o f
t h e g a m e bagi bekerjanya sistem ekonomi secara efisien dan efektif di Indonesia. Selain itu
pembangunan modal manusia baik dari sisi kuantitas ataupun kualitas melalui pendidikan dan
kesehatan adalah sentral dalam perekonomian. Pembangunan institusi ekonomi dan manusia
di Indonesia saat ini membutuhkan sebuah akselerasi bukan sekedar b u s in e s s as u s u a l karena
Indonesia sudah tertinggal di ASEAN dan e m e r g in g c o u n t r ie s lainnya. Tanpa adanya akselerasi,
jangan mengharapkan kondisi ekonomi Indonesia akan lebih baik dalam lima tahun atau bahkan
satu dekade mendatang, karena institusi ekonomi dan mutu modal manusia penting dalam
pembangunan ekonomi Indonesia.
Tema-tema penting yang diambil dalam Sidang Pie no kali ini sangat relevan bagi pembangunan
Indonesia kedepan. Dari en am sub tema yang telah dlpillh oleh PP ISEI untuk dianalisis dan
didiskusikan lebih lanjut dalam serangkaian kegiatan yang diagendakan dalam Seminar Nasional
dan Sidang Pleno selama 3 hari ini diharapkan dapat memunculkan sebuah rekomendasi konkret
dan implementatif yang dapat berkontribusi positif terhadap akselerasi pembaharuan institusi
ekonomi dan perbaikan mutu modal manusia Indonesia. Dengan demikian PP ISEI diharapkan
bisa memberikan kontribusi yang positip dan senantiasa optimis bagi terwujudnya Indonesia
yang lebih baik tanpa mengesampingkan pemikiran yang kritis dan konstruktif.
Ketua Tim Editor
Prof. Dr. Sri Adiningsih
v
DAFTAR ISI
Kata Pengantar zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
v
vi - vii
Daftar Isi
SAMBUTAN
KETUA ISEI TERNATE
Dr. H. Burhan Abdurrahman,
SAMBUTAN
MM
viii
KETUA PANITIA PELAKSANA PUSAT
Prof. Dr. Edy Suandi Hamid .
SAMBUTAN
ix - x
KETUA UMUM PP-ISEI
Dr. Darmin Nasution......................................................................................................................
PIDATO PENUTUPAN
xi - xiii
KETUA HARlAN PP-ISEI
Dr. Muliaman D. Hadad.................................................................................................................
SAMBUTAN
xiv - xv
SULTAN TERNATE
Drs. H. Mudaffar Sjah, MSi
SAMBUTAN
GUBERNUR
xvi - xvii
MALUKU UTARA
Abdul Gani Kasuba
xviii - xix
KEYNOTE SPEECH GUBERNUR
BANK INDONESIA
Agus D. W. Martowardoyo
xx - xxxi
KEYNOTE SPEECH WAKIL MENTERI KEUANGAN
Prof. Dr. Bambang Brodjonegoro
xxxii - xxxv
KONEKTIVITAS INFRASTRUKTUR
HINGGA IMPLEMENTASI
DI INDONESIA
DARI CETAK BIRU
Dr. Agus Edy Susilo
INSTITUSI,
1 - 17
BIAYA TRANSAKSI,
DAN KINERJA EKONOMI: SEBUAH TINJAUAN TEORITIS
Prof. Lincolin Arsyad, Ph.D.
18 - 29
KESIAPAN JASA PERGURUAN
ECONOMIC COMMUNITY
TINGGI INDONESIA
MENGHADAPI
ASEAN
Prof. Dr. Edy Suandi Hamid
30 - 44
ROAD MAP MENUJU INDONESIA
KUAT, DAN BERDAULAT
SEBAGAI NEGARA MARITIM YANG MAJU, MAKMUR,
Prof. Dr. Rokhmin Dahuri
45 - 52
POTENSI DAN PENGEMBANGAN
SUB-SEKTOR
KELAUTAN DAN PERI KANAN INDONESIA
Yugi Prayanto
PEMBANGUNAN
PEMBANGUNAN
53 - 61
EKONOMI
NASIONAL: MANUSIA SEBAGAI MODAL UTAMA
Prof. Dr. Suahasil Nazara
PEMBANGUNAN
GENERASI
62 - 68
MUDA: MASA DEPAN KBE DAN EKONOMI
KREATIF
Prof. Dr. Bustanul Arifin
69 - 73
LIBERALIZATION AND TRADE SPECIALIZATION:
MANUFACTURING INDUSTRY 1990-2010
CASE STUDY OF INDONESIA'S
Endah Ayu Ningsih
74 - 86
KESIAPAN PELAKU EKONOMI DAN DAYA SAING INDONESIA
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015
& Dian V. Panjaitan
Tanti NoviantihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
ANALISIS KEUNGGULAN KOMPARATIF
INTERNASIONAL ASEAN
INDONESIA
MENGHADAPI
DALAM PERDAGANGAN
Grisvia Agustin
PENGEMBANGAN SEKTOR BERBASIS KEPULAUAN DAN PARIWISATA BERBASIS
LlNGKUNGAN DI PROVINSI MALUKU UTARA
Chairullah Amin & Rahman D. Mustafa
vi
87 - 97
98 - 107
108 - 128
TUNA FOR LIFE: SEBUAH KAJIAN STRATEGIS
EKONOMI
KELAUTAN MALUKU UTARA
Muhadjir K. Marasaoly
,',.........................
MIDDLE INCOME TRAP DI INDONESIA:
MENGHINDARINYA
129 - 137
FAKTOR PENENTU DAN STRATEGI
Erica Novianti Lukas & Yohanes Berenika Kadarusman ... ,..........................................................
138 - 148
TOTAL FACTOR PRODUCTIVITY (TFP) SEBAGAI KEKUATAN PERTUMBUHAN EKONOMIzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZ
Dwi RahmayanihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
& FX. Sugiyanto..................................................................................................
149 - 159
ANALISIS
EKSISTENSI
Een Novritha Walewangko
PERANGKAP PENDIDIKAN
& David P.E. Saerang
DI INDONESIA
160 - 176
STRATEGI PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN NON BANK PADA MASYARAKAT
DENGAN KULTUR BUDAYA YANG KUAT. STUDI KASUS: BALI, INDONESIA
Agni Alam Awirya & Uswatun Hasanah
177 - 189
INDIKATOR DAN KARAKTERISTIK PEMBANGUNAN
IMPLEMENTASI ATAS UNDANG-UNDANG
DESA
DESA SEBAGAI
BASIS
Mulyanto.
190 - 204
PRODUKTIFKAH HUMAN CAPITAL INVESTMENT
FAKTA DESENTRALISASI FISKAL DI INDONESIA
Bambang Suprayitno, Tejo Nurseto & Supriyanto
OLEH PEMERINTAH
DAERAH?:
205 - 218
MANAJEMEN SUMBER DAYA LAUT DENGAN MENERAPKAN KAWASAN KONSERVASI
LAUT (KKL) DAN MENGADOPSI TRADISI ADAT "SASI" DI INDONESIA TIMUR
Umi Muawanah, Farhed A. Shah & Robert S. Pomeroy....................
219 - 229
ANALISIS BIOEKONOMI MULTISPESIES UNTUK KEBERLANJUTAN
DI INDONESIA (KASUS PELABUHAN RATU, IOTC AREA)
PERIKANAN TUNA
Nimmi Zulbainarni
GINI COEFFICIENTS OF EDUCATION
POPULATION CENSUS
230 - 245
IN INDONESIA:
FINDING
FROM 2010
Devanto S. Pratomo......................................................................................................................
246 - 254
PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT
TERHADAP PENURUNAN KEMISKINAN DI INDONESIA: ANALISIS EKONOMETRIKA
PANEL DATA TINGKAT PROVINSI
Heni Hasanah & Hermanto Siregar
255 - 264
INTERAKSI STRATEGIS BELANJA PEMERINTAH
COMPETITION DI PROVINSI JAWA TENGAH
DAERAH DAN YARDSTICK
Sandy Juli Maulana & Akhmad Syakir Kurnia
PERUMUSAN
HASIL DAN REKOMENDASI..............................................................................
:....
265 - 273
274 - 276
vii
ANALISIS BIOEKONOMI MULTISPES ES
UNTUKKEBERLANJUTAN PERIKANAN TUNA 01 INOONES A
(Kasus Palabuhanratu, IOTe Area)hgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
B y:
Dr. Nimmi ZulbainarniZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
S t a f P e n g a ja r
D e p a rte m e n
F a k u lt a s
P e m a n fa a ta n
P e r ik a n a n
S u m b e rd a y a
P e r ik a n a n
d a n I I m u K e la u t a n
Institut Pertanian Bogor zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFED
nimmiz [email protected];
[email protected]
Abstrak
Indonesia adalah negara produsen perikanan tangkap kedua terbesar di dunia setelah China
2012).
Potensi lestari ikan laut Indonesia adalah 8,1% dari potensi ikan laut dunia (FAO,
Kekayaan sumberdaya perikanan tangkap Indonesia sangat beragam dan besar.Sumber
--=-C o .::'
perikanan
tuna merupakan salah satu sumberdaya ikan yang memiliki nilai ekonomi ting~ ~
Indonesia.
Ikan Tuna/Cakalanq-Tuna/Skipjack
merupakan komoditas kedua paling besar se :udang dengan nilai ekspor pada tahun 2012 sebesar 481.742 juta US$.Palabuharatu Sukabumi ad- :-
° ~=--
salah satu wilayah penangkapan ikan Tuna di Indonesia yang termasuk pada wilayah Indian
Tuna Commission (IOTC). Terdapat 3 (tiga) jenis ikan tuna yang ditangkap di wilayah penanqkacar
ini yaitu ikan tuna big eye, albacore dan yellow fin. Agar keberlanjutan atau konservasi perik --tuna ini dapat terjaga dengan baik maka dalam pengelolaannya digunakan pengukuran
bioekonomi multispesies.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengusahaan aktual perikarar;
Tuna di Palabuhan ratu masih berada dibawah produksi lestari. Ketergantungan antar spesies _bersifat kompetisi karena perikanan tuna memiliki jenis makanan yang sam a yang masuk d-:thropik level 5 yaitu sebagai carnivora dan pemakan chepalapoda.
Hasil ini diperoleh dari :::
bioekonomi modelling dan dibuktikan oleh hasil laboratorium.Jumlah
rawai tuna yang conserv
_
minded
agar tercapai
keberlanjutan
atau konservasi
pada lampu hijau, 181 trip ( M a x im u m
t r ip ( O p e n Access=OA)
pada lampu merah ..
Y ie ld = M E V )
256
K a t a K u n c i:
B io e k o n o m i
m u lt is p e s ie s ,
tuna adalah
S u s t a in a b le
k e b e r la n ju t a n / k o n s e r v a s i,
128 trip
Y ie ld = M S V )
p e r ik a n a n
( M a x im u m
E cono
pada lampu kuning
T u n a , I n d o n e s ia ,
:;
-
IO T C
Abstract
Indonesia
is the second largest producer
of fisheries in the world after China (FAO, 2012).
Indonesia's marine fish sustainable potential is only 8.1 % of the world's marine fishes pote
(FAO, 2008), howeverits fisheries resourcesremains diverse and large. One fishery resource
:
-
high economic value in Indonesia is tuna.Tuna/Skipjack-Tuna/Skipjack
is the nation's second larg commodity after the shrimp, with export value U.S.$ 481 ,742 million in 2012. Palabuharatu.Sukabu+
in West Java Province,is one of the tuna fishing grounds in Indonesia, part of the Indian Ocean Tu Commission (IOTC) area.There are three (3) types of tuna caught in this area: big eye, albaco ~
and yellow fin.ln order to maintainsustainability
or conservation of the tuna fishery: a multlspsci bioeconomic measurement model is used. The resultsindicated that actual exploitation of tuna Palabuhanratu is under sustainable production.lnter-dependency
between different tuna species
competition- due to similar food resources, thus, placed tuna at the trophic level 5 as carnivores
and chepalapoda eaters. Results obtained from bioeconomic modeling, were proven further in c
c:
laboratory.The optimum number of long-line tuna using conservative mind-set in order to achieNMLKJIHGFEDCBA
sustainability or conservation should be equal or less than 128 t r ip s ( id e n t ic a l t o M a x im u m E c o n o m i
S u s t a in a b le Y ie ld = MSV) on the yellow lig Y ie ld = MEV) on the green light, or 181 t r ip s ( M a x im u m
and 256 trips ( O p e n A c c e s s = OA) on the red light.
K e y w o rd s :
230
m u lt is p e c ie s
b io e c o n o m y ,
s u s t a in a b ilit y / c o n s e r v a t io n ,
t u n a f is h e r ie s ,
I n d o n e s ia ,
IO T C
1.
Pendahuluan zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Indonesia adalah sepuluh besar negara produsen perikanan tangkap dunia, urutan kedua setelah
China (FAG, 2012). Pada tahun 2010, Indonesia masih merupakan produsen terbesar ketiga setelah
Peru. (Gambac 1..\. l;-I.a~,~, m~'\\~'\\\~'f..'f..o.'i\
\)o.'\\'No.'2;um'tl~10o.~o."?~~~o.'\\o.l;\
\al;\~¥-a"?~\ \1;\~()I;\~~\a
~anga\
besar.
Besarnya potensi tersebut seharusnya
ketergantungan
mampu menjamin
dan menghindari
Indonesia dari
kepada pihak lain sehingga kedaulatan pangan dapat dicapai.
ChinahgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Peru
Indonesia
United States of America
Japan
India
Chile
Russian Federation
Philippines
Myanmar
o
2
8
6
4
12
10
14
16
18
Million tonnes
Sumber : FAO, 2010
Gambar 1. 10 Negara Produsen Terbesar Perikanan Tangkap Dunia
Selainitu, potensi lestari ikan laut Indonesia adalah 8,1% dari potensi ikan laut dunia (FAG, 2008).
Kekayaan sumberdaya perikanan tangkap Indonesia sangat beragam dan besar. Jumlah penduduk
Indonesia lebih kurang 240 juta orang (terbesar keempat di dunia) merupakan potensi pasar domestik
yang sangat besar pula. Selain itu, posisi geoekonomi Indonesia paling strategis di dunia, 45% total
goods & commodities traded globally dg nilai US$ 1500 triliun per tahun ditransportasikan lewat Alur
Laut Kepulauan Indonesia
(UNCTAO, 2009). Pada Tahun 2010, konsumsi ikan rakyat Indonesia
mencapai rata-rata 29 kg perkapita (KKP, 2011) yang menyumbang 65% dari total asupan protein
hewani rakyat Indonesia (Puslitbang Gizi, 2011). Oi Indonesia, Pemenuhan komsumsi ikan masih
dipasok dari produksi perikanan tangkap. Akan tetapi terdapat permasalahan dalam pembangunan
perikanan tangkap berkelanjutan karena banyak stok ikan di berbagai wilayah perairan laut Indonesia
telah fully exploited atau overfishing.
Sumberdaya
perikanan
tuna merupakan salah satu sumberdaya
ikan yang memiliki nilai ekonomi
tinggi di Indonesia. Ikan Tuna/Cakalanq-Tuna/Skipjack
merupakan komoditas kedua paling besar
setelah udang dengan nilai ekspor pad a tahun 2012 sebesar 481.742 juta US$. Secara rinci target
ekspor hasil perikanan berdasarkan komoditas utama tahun 2010-2014 disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai Target Ekspor Hasil Perikanan Indonesia Berdasarkan
Komoditas Utama Tahun 2010-2014
No
1
2
3
4
KomoditiNMLKJIHGFEDCBA
v:
Nilai Ekspol' (US$ Juta)
2011
Udang-Shrimp
Tuna/Cakalang- Tuna/Skipjack
Sarden Kalenq
Ikan Dasar (Kakap Merah,Putih,
Layur, dll)
2012
2013
1.233.373
1.327.954
1.812.891
2.042.576
454.997
481.742
540.135
714.256
34.094
44.944
46.332
62.787
676.051
818.744
827.788
1.029.043
2014
231
5
6
7
8
9
10
Kerapu
Kepiting
Tilapia
Bandeng
Rumput Laut
t.ainnva
196.705
239.235
252.516
262.001
17.765
21.607
3.583
4.358
21.868
4.411
124.981
125.465
125.951
205.937
TOTAL
3.200.000
Sumber : Statistik Kementrian
242.124
333.424
300.842
3.600.000
303.398
4.200.000
302.428hgfedcbaZYXWVUTSRQPONML
318.289
27.314
126.097
372.190
5.509
5.000.000
Kelautan dan Perikanan, 2011
Jenis ikan Tuna besar yang terdapat di Indonesia adalah Ikan Madidihang (Thunnus albacares).
Albakora (T. alalunga), Tuna mata besar (T. obesus), Tuna sirip biru selatan (T. maccoyii) dan ikan
Tuna kecil meliputi Cakalang (Katsuwonus pelamis), Tongkol (Euthynnus affinis), Tongkol kecil (Auxis
thazard), Abu-abu (Thunnus tonggol). Berdasarkan Tabel1. terlihat bahwa target nilai ekspor Tuna
terus meningkat tahun dari tahun ke tahun.
Diharapkan tahun 2014 target nilai ekspor Tuna USS
714.256 yaitu meningkat sekitar lebih kurang 32,24 % dari tahun 2013.
Meningkatkan kebutuhan akan protein ikan dan target nilai ekspor perikanan Tuna, menunM
produksi ikan sehingga tekanan terhadap sumberdaya ikan juga meningkat. Worm et.al (2006
mengungkapkan
bahwa pada tahun 2048 akan terjadi kehancuran perikanan global. Pendapat
tersebut dibantah oleh Branch (2008) karena dianggap mengabaikan berbagai fa ktor, diantaranya
adalah regulasi internasional dan nasional dalam mewujudkan perikanan dunia yang berkelanjutan.
Terlepas dari perdebatan kedua pakar tersebut di atas, perikanan tangkap dihadapkan pada ancaman
kelangkaan ikan global. Hal ini diperkuat oleh laporan FAO (2012), bahwa produksi perikanan laut
dunia berfluktuasi antara 77 dan 86 juta ton dengan catatan tertinggi 86,8 juta ton pada tahun 2000
dan menurun menjadi 78,9 juta ton pada tahun 2011.
Peningkatan nilai ekspor yang cukup tinggi karena nilai ekonomis Ikan Tuna yang tinggi dan potensinya
yang sangat besar di Perairan Indonesia. Besarnya nilai ekspor ini disatu sisi akan meningkatkar:
eksploitasi terhadap perikanan tuna di Indonesia dapat mengganggu keseimbangan ekosistem tuna
dan tekanan terhadap sumberdaya secara biologi.
Apabila hal ini dilakukan terus menerus terja
maka tentusaja akan mengganggu keberlanjutan perikanan tuna sehingga kegiatan ekonomi yan£
dilakukan tidak dapat berkelanjutan. Disisi ekonomi, sumberdaya peikanan Tuna adalah sumberdaya
ekonomi dan menjadi kian penting jika ikan Tuna merupakan primadona penghasil ekspor dar.
diletakkan dalam konteks ketahanan pang an dunia. Akan tetapi pada sisi lain jika konservasi terhadap
perikanan ini tidak diperhatikan maka dikhawatirkan pemanfaatan sumberdaya perikanan ini tidak
berkesinambungan dan berkelanjutan.
Pelabuhan ratu Sukabumi adalah salah satu wilayah penangkapan ikan Tuna di Indonesia yan~
termasuk pada wilayahZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
I n d ia n O c e a n T u n a C o m m is s io n
(IOTC). Terdapat 3 (tiga) jenis ikan tu yang
ditangkap
di wilayah
penangkapan
ini yaituikan
tuna
big eye, albacore
Agar keberlanjutan atau konservasi perikanan tuna ini dapat terjaga dengan
pengelolaannya digunakan pengukuran model bioekonomi multispesies.
dan yellow
e-
baik maka dalarr;
2 . edcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Material dan Methods
2 .1 . Model Bioekonomi
Dalam transisi
Multispesies
dari spesies
tunggal
ke multi spesies,
maka penilaian
harus memonitor
perubahan dalam kelimpahan mangsa dan predator melalui survei yang tepat(ii) perubahar
dalam faktor lingkunganyang penting bagi sejarah hidup spesies dalam suatu ekosistem, dan
perubahan dalam dinamika nelayan dan armada ketika menargetkan predator, memangsa, dar
spesies yang berkompetisi. Secara garfik disajikan pada Gambar 1.
232
I
Manajemen spesies
tunggal
Bioekonomi menuju Konservasi
perikanan tangkap
multi
Manajemen
--'10...
Peningkatan
--".
Manajemen
:.
+
I
Indikator
multi
spesies,
armada
spasial perikananNMLKJIHGFEDCBA
~~
ekosistemhgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
dan titik
referensi
ketidakpastianedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
I"
Resikokelebihan
,
u m itn e fe r e n c e e o in t
(lR Ps)
•
~
•...
Model bioekonomi :
Spesiestunggal
Armada tunggal
Model bioekonomi :
Ketergantungan ekologi danteknologi
v
Keberagamanspaslal
Lingkunganmenentukanfluktuasi stok
Gambar 1.
Pendekatan
Bioekonomi Menuju Konservasi Perikanan Tangkap
(Dimodifikasi
Menurut
Seijo
ketergantungan
(2010),
terdapat
beberapa
antar ekologi dan teknologi
dari Seijo, 2010)
kasus
multispesies
dan
multi
armada
dalam
(Gambar 2).
Model bioekonomi
multi spesies yaitu memodelkan kedinamisan sebuah populasi dengan
menggunakan sebuah persamaan turunan atau selisih secara tidak langsung menunjukkan
sebuah pengabaian dari hUbungan-hubungan
interelasHnterelasi ekologis.
Pengabaian ini
dapat dibenarkan dalam beberapa kasus, khususnya apabila hanya ada satu spesies dalam
sebuah Ekosistem yang akan menjadi subjek pengeksploitasian. Dengan selalu meningkatnya
permintaan atas sumber-sumber daya yang dapat diperbaharui, bagaimana pun, model-model
spesies tunggal menjadi semakin tidak memenuhi permintaan (Clark, 1990).Paling tidak terdapat
dua tipe efek penangkapan
terhadap Ekosistem :
•
Mortalitas langsung pada spesies target dan mortalitas tambahan pada biota lainnya; dan
•
efek-efek tidak langsung yang berkaitan dengan perubahan-perubahan
aliran energi
disepanjang Ekosistem. Model-model dari spesies tunggal dapat memberikan petunjuk
pada efek yang pertama, sedangkan model-model dari multi spesies akan memberikan
petunjuk pada efek yang kedua.
ICES (ICES, 1988, 1989, 1994, 1997).
Model multi spesies diarahkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
dalam industri
perikanan. Pokok motivasi dari segala model yang muncul dalam bidang perikanan, baik tunggal
maupun multi spesies untuk memahami dan memberitahukan para pengambil keputusan akan
konsekuensi yang mung kin terjadi dari kegiatan-kegiatan penangkapan.
Ketika kepentingan membawa pendekatan Ekosistem dalam konservasi
dokumentasikan
dengan baik dalam literatur-literatur ekologi dan biologi
pendekatan ekonomi
perlu pengembangan
spesies telah di
konservasi maka
perlu dilakukan.
Berangkat dari kerangka bioekonomi yang ada maka
model multi spesies yang memberikan gambaran beberapa pendekatan
ekonomi dan dalam beberapa bagian diilustrasikan
manusia yang di observasi.
tindakan-tindakan
insentif dibalik tindakan
(a)
(b)
rm adal
K om petisi
Mangsa-
S pesies
pemangsa
~
~~hgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Sub
edcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
P em angsaS pes
ordinatSpesies
ies2
(e)
(d)
Perikanan multi
spesies:
tangkapan
sam pingan
Gambar 2. Empat Kemungkinan
Kasus Dalam Multispesies
Perikanan Tangkap dengan Ketergantungan
yang diperoleh
dan Multi Armada
Ekologi dan Teknologi (Seijo, 2010)
Berdasarkan
literatur-literatur
sebelumnya
(tinjauan pustaka) terlihat bahwa spesies
dalam penelitian ini seperti ditemukan
pada bab
perikanan tuna memiliki jenis makanan
yang samahubungan
timbal balik antar spesies diduga saling berkompetisi.
Jika terbukti
demikian maka pada penelitian ini dilakukan pula analisis model bioekonomi kompetisi.Dalam
pengelolaan sumberdaya perikanan dinamis, persamaan yang dapat menjelaskan perubahan
dari setiap stok atau biomass yang saling berkompetisi (spesies x1 dan x2) dapat diperoleh
dengan memodifikasi modellogistik menggunakan model Lotka-Volterra's (Lotka, 1925; Volterra,
1926) :NMLKJIHGFEDCBA
K , -x " ~ ~ a ,,x , ..}
"""""""""",,,,(1)
~ ' ~ r ,x ,( ZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
~ i " "r ,x ,( K , -x ,~ ~ a " x , ..)
" " " " " " " " " " " ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,( 2 )
dimana:
x1,t : Kelimpahan
spesies ke-1 yang berkompetisi dari waktu ke waktu
x2,t : Kelimpahan spesies ke-2 yang berkompetisi dari waktu ke waktu
u12 : Koefisien ketergantungan kompetisi untuk spesies ke-1 yang menunjukkan
efek dari
spesies 2 terhadap spesies 1
a21 : Koefisien ketergantungan kompetisi
efek dari
untuk spesies ke-2 yang menunjukkan
spesies 1 terhadap spesies 2
Apabila a 12 < 1, maka efek spesies 2 pada spesies 1 kurang dari efek spesies 1 pada anggotanya
sendiri. Sebaliknya, apabila a12 > 1 maka efek spesies 2 pada spesies 1 lebih besar daripada
pengaruh spesies 1 pada anggotanya sendiri. Begitu pula perlakuannya pada spesies ke-2
ditafsirkan dalam cara yang sama.
Dengan model Lotka-Volterra, untuk dua spesies yang saling berkompetisi terdapat empat kasus
yang dapat terjadi tergantung kepada daya dukung (carrying capacity) dan koefisien saling
ketergantungan.
Hal ini dapat dijelaskan dengan menentukan steady state dari persamaan
234
(1) dan (2) sam a dengan nol maka dapat diperoleh x1 dan x2, yang secara matematis dapat
ditulis:hgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
K , - NMLKJIHGFEDCBA
a l x 2 • • • • • • .• • • • • • • • • • • • • .• • • .• • .• • • • • • • • • • • .• ....• • ...• .• ..• .• .......
X l = ZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
- a 2x j
x2 =K 2
Jika
(3)
rasio daya
(4 )
dukung
lingkungan
(carrying
capacity)
setiap
koefisiesn
kompetisi
(K1/
a12, K2/a21) lebih kecil dari daya dukung lingkungan (K1 dan K2) maka salah satu spesies
dapat menjadi kompetitor dominan.
Secara rinci hubungan kompetisi antar spesies dengan
mempertimbangkan
daya dukung lingkungan dan koefisiesn ketergantungan tanpa kegiatan
eksploitasi atau penangkapan disajikan pad a Tabel 4.edcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Tabel 4. Hubungan Kompetisi Antar Spesies Dengan Mempetimbangkan
Lingkungan dan Koefisien Ketergantungan
Skenario 1 : Salah satu
spesies
dapat
menjadi
kompetitor dominan
Skenario 3 : Spesies ke-1
selalu
mengasingkan
( e x c lu d e )
spesies ke- 2
Sumber:
Sumber:
Daya Dukung
Tanpa Kegiatan Penangkapan
Skenario 2 : Spesies ke-2 selalu
mengasingkan spesies ke-1
Anderson and Carlos, 2010
Anderson and Carlos, 2010
Berdasarkan
Tabel 4, pada penelitian
ini akan dilihat bagaimana
hubungan
kompetisi
antar
spesies dengan memilih salah satu kondisi sesuai dengan skenario yang ada.
Setelah
mengidentifikasi
ketergantungan
ekologi antar spesies saling berkompetisi
maka model
bioekonomi dapat dikembangkan dengan menggabungkan fungsi biomass pertumbuhan alami
dan fungsi penangkapan (harvest) yang sesuai untuk memperhitungkan
yang bersaing dari waktu ke waktu.
mortalitas ikan spesies
Seperti disajikan pada Tabel 4 dua situasi persaingan yang dapat terjadi adalah koeksistensi
kompetisi dan ekslusif kompetisi. Koeksistensi kompetisi terjadi ketika tanpa adanya kematian
ikan, duaspesies
hidup berdampingan dengan kelimpahan yang saling heterogen dalam
ekosistem.
Ekslusif kompetisi terjadi ketika tidak ada kematian ikan, spesies yang dominan
pada dasarnya hilang dari ekosistem.
Untuk situasi koeksistensi kompetisi maka model LotkaVolterra dapat dikembangkan
dengan memasukkan laju penangkapan kompetitor.
Fungsi
pertumbuhan biomass dari kedua spesies dari waktu ke waktu dapat dinyatakan :
Keseimbangan
~l
= r lX {
dX2
dt
= r2x21
KI - x ~ ~ a 1 2 x 2 ) - q l E 1 x 1
(K 2
x2
-
a 2 lx l)
-
K2
-
Q 2E 2X2
(5 )
..........• .• ..................
(7)
populasi untuk spesies ke-1 dan ke-2 dapat diperoleh pada saat dx1 /dt = 0 dan
dx2/dt = 0, sehingga secara simultan dapat diperoleh biomass spesies ke-1 (x1) dan spesies
ke-2 (x2):
= K 1 r ,r Z - E 1 K 1 q 1 r 2
Xl
-K 2 a 1 2 r lr 2
+ E 2K 2a12q2r1
(8 )
r lr 2 - a 1 2 a 2 1 r lr 2
X
2
= K 2 r ,r 2
- E 2K 2q2rl
r1r2
-
-
K la 2 1 r lr 2
+ E IK 1 a 2 1 q jr 2
(9)
a '2 a 2 l r l r 2
2.2. Data
Data yang digunakan dalam paper ini adalah data produksi multispesies perikanan tuna yang
ditangkap dengan alat tangkap rawai tuna. Data produksi dan trip bulanan tahun 2003 sampai
dengan tahun 2012.
235
Tabel1.
Data Produksi Multispesies
dan Trip (Rawai Tuna) Perikanan Tuna Tahun 2003-2012
Produksi Tuna (Ton)
Tahun
Bulan
2003
2004
2005
2006
2007
2008
236
Total
Trip
ProdukSizyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWV
Bigeye
Albacore
Vellowfin
Lain-Lain
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
4,6360
43,3190
4,4670
3,1300
5,6260
0,9220
2,8600
4,9050
51,2270
52,0630
73,1300
28,9000
25,4650
0,0000
0,0000
0,0000
0,0000
11,0250
23,3780
7,7900
3,1950
8,9050
28,7700
11,0550
16,5630
12,6090
9,2470
8,8690
6,3860
3,5950
6,2420
1,1060
1,2550
0,5700
0,1000
0,3300
0,5900
63,8360
61,3100
81,9990
35,2860
44,7210
77,6470
15,3180
9,6200
18,1010
30,2970
18,0500
26,4580
27
19
20
11
16
20
9
4
8
14
7
9
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
7,8260
7,4860
5,6210
15,4370
44,0190
25,4510
23,8040
57,4350
5,6160
6,7940
13,4900
9,5610
6,7940
11,2250
2,9600
0,1030
2,3550
0,5880
0,2300
12,9760
6,9520
14,8560
4,6350
2,0390
2,8250
2,8250
0,0000
1,0300
38,9970
85,2460
62,3700
57,0800
21,1360
31,1800
36,8100
61,2510
0,6550
0,1040
1,5550
2,1250
1,0200
0,6550
1,5900
1,6850
0,6550
0,2350
0,0000
0,3300
54,8550
33,6290
31,2100
87,9730
52,5850
107,5510
82,0850
70,3650
31,4100
45,4650
39,7700
62,7140
25
26
24
36
25
26
25
23
12
15
14
30
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
18,6990
13,7960
38,3100
6,0100
17,2900
15,4950
7,0000
26,8900
11,4400
3,6800
7,0450
102,1340
5,6970
6,6360
9,4400
3,9420
36,6590
36,7280
15,5650
6,0950
0,5650
3,5100
1,0150
3,0850
124,1110
86,2750
90,8250
36,4560
118,4970
151,6600
72,6470
63,1900
41,9900
59,8150
27,8350
111,0650
2,3980
0,9740
0,9750
0,6590
1,5900
7,6190
2,6800
1,4190
3,9550
3,3930
2,1600
8,7230
150,9050
107,6810
139,5500
47,0670
174,0360
211,5020
97,8920
97,5940
57,9500
70,3980
38,0550
225,0070
90
131
71
86
125
117
103
87
76
62
41
88
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
75,4180
29,0300
20,8200
19,7640
44,1740
82,9650
26,2950
22,0900
26,4200
7,5600
23,3090
169,4520
12,2500
4,4350
26,6850
10,8600
52,1700
23,9840
3,7750
1,9350
3,7200
0,7400
0,1890
3,0530
104,8840
64,7700
57,5510
28,7700
71,9950
70,1700
22,0770
16,9750
19,0050
4,8750
17,6490
31,1510
6,7120
5,2270
4,6220
1,9410
4,3300
6,5790
3,0250
1,5800
0,5300
0,6140
0,6500
4,8590
199,2640
103,4620
109,6780
61,3350
172,6690
183,6980
55,1720
42,5800
49,6750
13,7890
41,7970
208,5150
36
29
22
17
24
176
87
81
65
27
45
231
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
339,0500
195,9490
124,7460
71,1750
13,8000
32,1590
51,6070
51,9590
29,8540
33,6840
63,8670
213,7600
7,0050
1,5990
0,0000
0,0000
0,2000
1,2300
2,3440
1,1100
0,2900
0,3920
0,1020
44,9860
67,2580
37,1710
28,5860
14,4760
42,9530
76,8340
27,0140
32,5010
54,1100
111,3430
37,6000
6,2590
18,0830
13,1700
2,9370
0,9680
13,7340
50,4640
1,2500
0,0000
0,1570
11,8790
450,9130
240,9780
171,4150
98,8210
26,6400
86,7880
110,6380
180,3670
58,4080
66,5770
118,2360
381,9680
365
224
160
99
50
56
96
137
63
59
123
179
61
62
63
64
65
214,7780
120,6630
63,7220
66,1700
39,5340
3,2840
0,2680
0,2750
0,0000
0,3290
102,0510
52,2670
26,0660
26,2300
19,1530
2,8330
0,1800
14,2170
3,1400
0,5080
322,9460
173,3780
104,2800
95,5400
59,5240
242
102
92
81
43
4,7080
1,9550
2,0400
3,0000
0,5050
3,8050
4,4000
9,7030
52,4310
144,7930
75,7910
44,4760
61,9130
130,0250
101,4830
66
67
68
69
70
71
72
2009
2010
2011
2012
Sumber:
302,9070
8,1290
3,2470
0,2300
0,0570
0,0000
1,1000
6,5360
82,6650
31,4030
14,0250
14,9730
31,5130
11,7900
37,4860
42,7820
11,4520
5,2280
9,4060
10,5520
13,3790
13,8980
278,3690
121,8930
63,9590
86,3490
172,0900
127,7520
360,8270
114
57
29
55
69
56
139
17,8930
12,0310
5,9700
6,4120
7,3290
24,9880
30,4680
0,8790
2,2450
0,6100
12,2510
14,8950
54,2320
20,8300
26,7560
7,0140
8,2760
0,0000
14,7920
120,2640
116,6590
54,6600
60,9150
73,1470
269,2620
233,0030
180,5170
107,4790
125,7640
117,8510
187,1080
62
57
40
37
33
79
92
67
57
41
50
79
109
92
124
94
57
112
93
67
103
85
38
103
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
101,4920
161,6830
108,8480
84,2730
96,7080
103,2920
142,1910
0,0000
0,2220
0,0000
5,1530
1,9760
41,5800
20,0220
26,1810
3,7220
4,9300
0,0000
3,6540
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
201,4260
136,5370
189,3420
108,0060
101,8720
243,3890
299,7970
163,0800
122,1070
251,5450
331,4750
317,2290
8,8240
8,6360
29,6980
21,5300
61,9530
79,8110
76,0190
61,7410
23,8700
60,2270
39,2860
40,7350
28,2990
41,7940
103,6510
94,4560
100,0830
152,8560
167,2190
86,3990
40,8980
106,9350
126,2210
106,2010
24,2340
16,3200
51,4290
33,0840
63,3730
56,5510
56,9830
74,7570
23,0550
71,3720
42,5610
45,0420
262,7830
203,2870
374,1200
257,0760
'327,2810
532,6070
600,0180
385,9770
209,9300
490,0790
539,5430
509,2070
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
216,3530
91,9280
130,3510
127,8360
240,2410
168,7030
126,2930
34,4490
42,6720
80,2490
181,1970
286,9930
37,6530
5,2590
16,2550
84,4930
52,1100
25,2990
47,9730
56,4560
49,5110
39,8660
53,9360
16,7800
18,3550
33,4040
96,1750
187,9970
51,5980
28,3660
42,2440
45,3460
80,5290
40,7700
44,5310
24,4400
357,7140
150,8520
236,8230
314,1310
500,2860
356,6600
283,6460
89,4690
21,9260
13,5570
23,5530
30,3470
90,9220
134,0820
312,1370
518,6370
35
27
25
31
35
26
26
29
54
30
37
43
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
258,2040
214,3680
154,5800
110,2320
189,6400
324,4550
187,1910
44,3260
75,1400
181,7770
188,3920
182,3480
125,2070
65,2650
34,5790
30,8540
71,9790
167,8010
139,8150
79,7840
81,5750
134,1570
145,9210
189,5880
36,4650
43,9870
25,3540
20,3070
22,1410
44,2560
29,3450
20,7940
14,6370
31,0560
18,9260
27,4540
445,5660
374,5640
231,9940
173,9390
298,3990
586,1500
409,3640
231,2930
209,6740
379,4990
414,7540
422,8330
41
32
36
40
39
43
45
32
24
33
49
41
102,1610
48,0800
37,0990
48,9470
148,4620
Data Sekunder
(Pelabuhan
Fishing Ground
Perikanan
130,0050
107,3210
58,8860
13,8000
7,9690
6,8720
11,2120
13,3000
25,6900
50,9440
17,4810
12,5460
14,6390
49,6380
53,0130
86,3890
38,3220
32,5090
61,5150
23,4430
Perikanan
Tuna Samudera
'W
Palabuhanratuj
Hindia
~
-
18,7320
12,4700
15,8500
14,5590
26,4710
Diolah, 2013
Palabuhanratu,
Sukabumi
hgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFED
r-,
llr'
-~
\
...•
~
'r ;.....,
•
--'I-'
.••
_
_
_
..•.
.•...•.
,..
.r
v'
I~
""'I-""
,~
-
.
.
_o.:n1T
~ 'I :n ! I
•
L!:Q'II:./lI'.M~
~,
237
3 . edcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Hasil dan Pernbahasan zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Indonesia menjadi salah satu anggotaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
I n d ia n O c e a n T u n a C o m m is s io n
(IOTC) berdasarkan peraturan
presiden
nomor
9 tahun
2007 yang merupakan
member
ke 27 sejak 20 juni 2007.
Wilayah
penangkapan nelayan rawai tuna palabuhan ratu adalah disekitar Samudera Hindia yang merupakan
wilayah IOTC. Fishing ground tuna di perairan Samudera Hindia terletak di posisi 80- 150 LS dan
90 0 - 105 0 BT. Kapal kolekting menuju fishing ground pada posisi 100-120 LS dan 1000-1010 B
dengan lama perjalanan kurang lebih 4 hari (Kapal ukuran 27 GT).Tahapan kegiatan penangkapan
kapal rawai tuna di Palabuhanratu disajikan pada Gambar 2.
"" 3rt
~
---
--~
,w_.
---
---I!
Y~""i::::-a\l!~lIt'paiF~'ilJn'l$J
~
••
,,_V ••.p ;.! '~ ~ · .• •~•
• ~.".....=r,.:''iw -''''
,
Gambar 2. Tahapan kegiatan Penangkapan
di Palabuhanratu
r •••••••••
"'~_,-,.;d> •.• ~':
Kapal Rawai Tuna
pada wilayah IOTe
Terdapat 3 jenis tuna yang dominan tertangkap dengan rawai tuna di Perairan Palabuhanratu. Ketigc.
jenis tuna tersebut berturut-turut adalah Tuna mata besar ( B ig e y e T u n a ) , Tuna Albacore dan Tu a
Sirip Kuning ( Y e llo w F in Tuna). Hal ini menunjukkan bahwa alat tangkap rawai tuna menangka
beberapa spesies ikan yang dalam kajian ini akan dibahas hanya 3 spesies yang telah disebutkar
sebelumnya.
Oleh karena itu hari melaut rawai tuna untuk menangkap ikan-ikan per spesi
tersebut dibuat proporsional sesuai dengan proporsi produksinya yang tertangkap.
Hanya data
hasil tangkapan dan upaya penangkapan atau e f f o r t tahun 2003-2012 bulanan yang tersedia rnaka
pada penelitian ini digunakan model surplus produksi Walters dan Hilborn dan model ini pula ya ~
dapat menjelaskan karakteristik sumberdaya dan wilayah yang diteliti. Model surplus produksi i
digunakan
untuk mengestimasi
nilai-nilai parameter biologi dari multispesies sumberdaya
tuna di Pelabuhanratu rneliputi spesies Tuna Mata Besar ( B ig e y e
Kuning ( Y e llo w F in T u n a ) yang ditangkap dengan rawai Tuna.
T u n a ),
peri kana:'
Tuna Albacore dan Tuna S iric
Estimasi parameter biologi dengan metode estimasi dinamis atau dengan metode regresi rela atau model surplus produksi Walters dan Hilborn dan derivasi parameter biologinya disajikan paoa
Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 dapat langsung dilakukan derivasi parameter biologi multispesies
sumberdaya perikanan pelagis di Wilayah Pelabuhanratu.
Nilai koefisien pada persamaan Tabel ~
dapat langsung menggambarkan nilai r ( in t r in s ic g r o w t h r a t e ) dan q ( c o e f f ic ie n t c a t c h a b ilit y ) , se nilai K ( c a r r y in g c a p a c it y ) . Nilai r identik dengan nilai koefisien in t e r c e p t (a), nilai q identik dengar
koefisien variabel kedua (y ) dan nilai K diperoleh dari nilai r atau nilai koefisien intercept (a) dibag
dengan perkalian nilai koefisien variabel pertama (P) dengan nilai q atau koefisien variabel kedua (., .
Secara rinci nilai r, q, K multispesies sumberdaya
dan Hilborn disajikan pada 3.
238
perikanan pelagis dengan metode dinamis Waite ~
Tabel 2. Tahapan Analisis Parameter Biologi Dengan Menggunakan
Model Surplus Produksi
Walters dan Hilborn
Koefisien
Spesies hgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
A zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
13
No.
1.
Mata Sesar
2.
3.
V
0,3513
(3,5334)**
-0,04407 (2,75335)**
-0,0011579 (
0,8595)
Albacore
0,4498
(3,60556)**
-0,0514796 (2,79207)**
-0,010539 (0,85345)
Sirip Kuning
0,13969
(0,302786)
-0,2370 (3,57728)**
-0,0089157 (0,7941 )
Sumber:
Statistik Perikanan Tangkap Pelabuhanratu bulanan Tahun 2003-2012 (diolah).
Keterangan: (Angka didalam kurung menunjukkan nilai t-statistik); **signifikan pada tingkat 5%
Tabel 3. Nilai Parameter Biologi Multispesies
dengan Menggunakan
No.
1.
2.
3.
Sumber:
Spesies
Sumberdaya
Perikanan Tuna
Model Surplus Produksi Walters dan Hilborn
q
K (Ton)
Albacore
0,351 3
0,4498
R
0,001 2
0,0105
6.884,01 00
829,0650
Sirip Kuning
0,139 7
0,0089
66,104 9
Mata Besar
Statistik Perikanan Tangkap Pelabuhanratu
bulanan Tahun 2003-2012
(diolah).
Serdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa nilai rspesies Albacore lebih tinggi dibandingkan
dengan spesies
lainnya berturut-turut spesies Mata Sesar, dan Sirip Kuning. Hal ini menunjukkan bahwa laju tumbuh
spesies Albacore lebih cepat dibandingkan dengan spesies lainnya sehingga kemungkinan cepat
tertangkapnya
juga tinggi.
Spesies tuna mata besar juga memiliki nilai r yang cukup tinggi dan
berdasarkan nilai K terlihat bahwa spesies tuna mata besar lebih banyak ditangkap oleh nelayan
yang melakukan kegiatan penangkapan di wilayah IOTC. Nilai q menggambarkan tingkat efisiensi
teknis dari penangkapan, spesies Tuna Albacore nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan spesies
lainnya berturut-turut spesies Sirip Kuning dan Tuna Mata Besar.
Dari penyelesaian
perhitungan
parameter biologi dengan model-model
diatas, nilai t signifikan dan
nilai koefisien determinasi yang kurang baik, akan tetapi karena tingkat ketidakpastian yang tinggi
dari pemanfaatan sumberdaya perikanan sehingga hal ini diabaikan.
Walters dan Hilborn (1976)
mengatakan bahwa hal yang biasa terjadi salah tanda dalam mengestimasi parameter fungsi surplus
produksi. Akan tetapi, tidak perlu menyarankan itu adalah kegagalan model. Kenyataan yang paling
diakui kegagalan itu adalah kegagalan data.
stok sehingga dapat saja terjadi salah tanda.
Data saja cukup untuk dapat menjelaskan
dinamika
Sejarah gangguan stok memegang peranan penting dalam memperoleh parameter model dinamis.
Lagi pula kecilnya nilai koefisien determinasi disebabkan karena faktor-faktor alam dengan tingkat
ketidakpastian yang cukup tinggi terjadi pada kegiatan penangkapan atau eksploitasi multispesies
sumberdaya perikanan pelagis.
Dengan mensubstitusikan
nilai parameter biologi dan dengan
mengetahui data seriesZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
e f f o r t untuk setiap periode maka produksi (hasil tangkapan) lestari Tuna per
spesies ikan di Pelabuharatu pun dapat diketahui. Secara grafik produksi aktual dan produksi lestari
multispesies sumberdaya perikanan Tuna di Pelabuhanratu disajikan pada Gambar 3
239
1400000
-,-----------------------------
1300000
+ ------------z ------::-------------+ -----------7 --------------------+ ----------7 -----------------
1200000
e 1100000
f1 0 0 0 0 0 0
]
900000
-g
800000
6: 7 0 0 0 0 0
t------------yt----------------+-----------H-----------------t------------:l-t----------------t------------'
600000
t-----------
500000
+ ----------
400000
+ ----------
300000
+ -----------:;:--
200000
t----------
10000~
~ ;;~ ~ ~ itii~ ~
2003
2008
_
Prod. Aktual
T ahu'l
Produksi
Lestari
(a) Tuna Mata Besar
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
2003
2010
_
Prod. Aktual
~.' ..Produksi
Lestari
(b) Tuna Albacore
8000 ,-------------------------------7000 +-----7-----------------------6000
t-------t-t-----------------------
5000
t------
4000 t- - - - - - - - ;
3000
2000
1000
o
2003
_Prod.
Aktual
Produksi Lestari
(c) Tuna Sirip Kuning
Gambar 3. Produksi Aktual dan Lestari Multispesies
di Pelabuhanratu
Sumberdaya
Perikanan Tuna
Tahun 2003-2012
Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa umumnya produksi aktual spesies Tuna Mata Besar, Tuna
Albacore, dan Tuna Sirip Kuning masih berada dibawah produksi lestari.
Dengan
mengetahui
parameter
biologi juga bisa diestimasi
biomass
atau stock masing-masing
spesies berdasarkan fungsi produksi linier. Estimasi biomass/stock
multispesies sumberdaya
perikanan pelagis di Perairan Selat Bali dapat dilihat pada Gambar 4.edcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
240 hgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
8,000.00
6,000.00
4,000.00
2,000.00 zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
~
1000
Biomass TBE
,-----------------------------------------------------
t-::::Jli-III~-- •• -
800
600
400
~ ~ --------~ ------~ ----~ --------~ ----------------
200
+-----------------------------------------------------
o
+rr~~rrn~~~TrrITTTi~IITI!rrirrilnll~ii~llrrirrilnjiTIil~!lrrirrliTIJI~IITli~irrilnli~iiTi\~irrlinji~IITllrrirriiTIIITIli~;I~irriITIiITIIi
C")
a
a
N
~
100
co
a
N
8
N
C;
a
N
N
Biomass TNA
,-----------------------------------------------------
o
-100
-P '--------t-= --- • • ...
---I'IP"--' •••
-200
+--------1-
-300
+-------~~------------------------------------------
-400
~------~=-------------------------------------------
--"IIII
~Biomass
Gambar 4. Estimasi Biomass/Stock
Multispesies
TYFedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Sumberdaya
Perikanan Tuna (Mata Besar (TBE),
Albacore (TNA), Sirip Kuning (TYF» di Palabuhanratu
Gambar 4 menunjukkan
Tahun
2003-2012
bahwa biomas Tuna di Perairan Palabuhan ratu berfluktuasi
dari tahun ke
tahun dengan fluktuasi yang cenderung dengan keragaman yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa spesies tuna merupakan ikan yang tingkat migrasinya tinggi. Apabila kegiatan penangkapan
hanya berorientasi pada spesies tunggal maka tingkat kepunahan spesies tunggal tersebut akan
terjadi lebih cepat, terjadi bila orientasi penangkapan rawai tuna hanya pada penangkapan ikan
tuna mata besar. Jika hal ini dibiarkan terjadi terus menerus maka dapat terjadi kelangkaan dari
spesies itu sendiri. Dengan mengetahui interaksi antar spesies maka dapat merubah bagaimana
pengelolaan stok akibat adanya kegiatan penangkapan.
antar spesies disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Koefisien Ketergantungan
Hasil perhitungan
Antar Spesies Multispesies
koefisien ketergantungan
Sumberdaya
Perikanan Tuna di Palabuhanratu
No.
Spesies
Koefisien Ketergantungan
1.
Tuna Mata Besar
2.
Albacore
-3,61575E -07
3.
Sirip Kuning
-1,89016E -08
Sumber:
Data sekunder
-2,07E -06
(dioiah).
241
Tabel 4 adalah nilai koefisien ketergatungan antar spesies, dengan nilai koefisien ketergantungan
bertanda negatif yang menunjukkan bahwa antarspesies yang ditangkap dengan alat tangkapZYXWVUTSRQPONMLKJIHGF
ra w a i
t u n a di Palabuhanratu
saling berkompetisi.
Hal ini dapat terjadi karena semua spesies memakan
jenis makanan yang sam a yaitu sebagai carnivora.
Analisis kebiasaan
makan dan tingkat trofik hasil tangkapan
rawai tuna di peroleh dari analisis isi
perut dari 17 sampel ikan tuna mata besar ( T h u n n u s o b e s s u s ) , dan 17 sam pel tuna sirip kuning
( T h u n n u s a lb a c a r e s ) karena hanya kedua spesies ini yang terdapat pada saat penelitian ini dilakukan.
Kebiasaan makan ikan tuna dapat dilihat dari proporsi jenis makanan, indeks kepenuhan lambung,
dan indeks hepatosomatik. Proporsi isi perut ikan tuna mata besar ( T h u n n u s o b e s s u s ) dan tuna sirip
kuning ( T h u n n u s albacares)dapat dilihat pada Gambar 5.
------
I
hgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGF
- - - - - - ,- c
I
I
I
!
Jl
~~
(a)
i
Tuna Mala Besar
(b)
Tuna Sirip KuningedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCB
Gambar 5. Proporsi isi perut ikan tuna mata besar (Thunnus obessus)
dan tuna sirip kuning (Thunnus albacares)(Data
Primer diolah, 2013)
Makanan utama ikan tuna mata besar adalah ikan dengan proporsi potongan ikan yang terdapat dalam
lambung ikan tuna sebesar 93,98 %. Ikan tembang merupakan makanan yang dapat diidentifikasi
karena belum hancur saat di temukan di lam bung tuna dengan proporsi 2,44 %. Ikan tembang
merupakan jenis ikan umpan pada perikanan rawai tuna. Proporsi isi perut ikan tuna mata besar
dengan nilai yang kecil dikategorikan kedalam makanan tambahan antara lain; potongan cangkang
kerang, potongan udang, udang-udangan, dan potongan cumi dengan proporsi masing-masing 0,0
%,0,04%,2,38%,
dan 0,74 %. Dalam isi perut ikan tuna mata besar juga ditemukan
sampah plastik
sebesar 0,42% yang mengindikasikan perairan Samudera Hindia telah tercemar oleh sampah.Sama
halnya dengan ikan tuna mata besar, makanan utama ikan tuna sirip kuning adalah ikan dengan
proporsi potongan ikan yang terdapat dalam lambung ikan tuna sebesar 96,02 %, Proporsi isi perut
ikan tuna mata besar dengan nilai yang kecil dikategorikan kedalam makanan tambahan antara
lain; potongan udang, potongan cangkang kerang, udang-udangan proporsi masing-masing 0,10
%,0,05%, dan 0,12 %, Dalam isi perut ikan tuna mata besar juga ditemukan sampah plastik dan tar
sebesar 2,52 % dan 0,02 % yang mengindikasikan
sarnpah.
perairan Samudera
0,o!000
1),1000
0.1600
Q,14~O
0,3500
J
3430
0,3000
il,mO i
•
O,:l~OO
'-'
0,1000
~
O ,~O
~
0,2000 -
1),(l6(]O
-
0,1500 -
0,0400
0,1000 ~
0,0200
0,0500
!l,oooO A
Gambar 6. Indeks kepenuhan
0
0, ס ס00 --
c
D
E
A
K ~lom pok U rnur
11
c
K elom pok
D
£
V IlIU l
lambung ikan tuna mata besar (Thunnus obessus) dan tuna siri kuning
(Thunnus albacares)
242
Hindia telah tercemar ole
berdasarkan
kelompok
umur (Data Primer diolah, 2013)
Indeks kepenuhan lambung dapat mengindikasikan waktu penangkapan karena diduga semakin
besar indeks kepenuhan lambung semakin dekat waktu ikan tersebut makan sebelum tertangkap
dan dinaikkan ke atas kapal. Indeks kepenuhan lambung terbesar terdapat pada kelompok umur C
sebesar 15,24 % sedangkan indeks kepenuhan lambung terkecil terdapat pada kelompok umur A
sebesar 0,61 %. Berdasarkan Gambar 6 diketahui bahwa ikan tuna mata besar dengan kelompok
umur C memiliki waktu makan yang dekat dengan waktu penangkapan.lndeks
kepenuhan lambung
ikan tuna sirip kuning memiliki nilai yang bervariasi terhadap kelompok umur. Kelompok umur F
menunjukan indeks kepenuhan lambung terbesar yaitu 34,30 % sedangkan kelompok umur E
menunjukkan indeks kepenuhan lambung terendah yaitu 0% dimana lambung ikan pada kelompok
umur E dalam keadaan kosong. Pada kelompok umur E diindikasikan bahwa waktu makan ikan
berbeda dengan waktu ikan tertangkap dan didaratkan diatas kapal.
Hasil tangkapan
(T h u n n u s
rawai tuna memiliki nilai trofik berkisar antara 4,66 - 4,71. Ikan Tuna mata besarZYXWVUTSRQP
merupakan ikan dengan tingkat trofik terendah. Kisaran nilai tingkat trofik hasil
obessus)
tangkapan rawai tuna secara keseluruhan masuk kedalam kategori trofik level 5 dimana pad a
tingkat trofik ini ikan hasil tangkapan memiliki kecenderungan carnivora yaitu memakan ikan dan
Cephalopoda.
Tingkat trofik 5 merupakan tingkatan trofik teratas dalam piramida makanan. Organisme dengan
tingkat trofik 5 berjumlah lebih sedikit dibandingkan dengan tingkat trofik lainya untuk menjaga
keseimbangan ekosistem. Rawai tuna menangkap jenis ikan yang keseluruhanya berada di tingkat
trofik 5. Eksploitasi yang besar terhadap ikan dengan tingkattrofik 5 akan mengganggu keseimbangan
ekosistem karena dengan berkurangnya jumlah predator akan memperbesar jumlah spesies mangsa
sehingga terjadi dominansi spesies tertentu. Oleh karenanya pembatasan produksi perlu dilakukan
agar keseimbangan ekosistem tetap terjaga. Hasil laboratorium ini membuktikan hasil perhitungan
bioekonomi diatas. Bahwa ketergantungan antar spesies tuna bersifat kompetisi karena ikan tuna
memiliki jenis makanan yang sama yaitu ikan dan Chephalopoda.edcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Tabel 5. Tingkat trofik hasil tangkapan
Nama
Tuna
Tuna
umum
mata
besar
sirip kuning
ilmiah
Thunnus
Tingkat
obessus
Thunnus
a tb a c a re s
S c o m b e ro m o ru s
Tenggiri
c o m m e rs o n i
Meka
Cucut
Nama
anjing
Sumber:
trofik
rawai tuna
Klasifikasi
trofik
.
Tingkat
trofik
4.66
TL 5
4.48
4.70
TL 5
4.48
4.71
TL 5
4.5
X ip h ia s
g t a d iu s
4.70
TL 5
4.46
A t o p ia s
v u t p in u s
4.70
TL 5
4.37
..
Data primer diolah, 2013
Model bioekonomi kompetisi dihitung dengan melihat dua kondisi kompetisi yaitu kompetisi antara
spesies TBE dengan TNA, dan spesies TBE dengan TYF (Tabel6 dan 7).
Tabel 6. Hubungan Kompetisi Spesies TBE dengan Spesies TNA
di Perairan IOTCC Pelabuhanratu
··'M #)'W )
.~hgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
""'J
Carrying Capacity - Spesies 1 (TBE)
Carrying Capacity - Spesies 2 (TNA)
Intrinsic Growth Rate - Spesies 1
Intrinsic Growth Rate - Spesies 2
Initial Biomass - Spesies 1
(Rata-rata Tahun 2003-2012)
Initial Biomass - Spesies 2
(Rata-rata Tahun 2003-2012)
Parameter Kompetisi Ketergantungan
Parameter Kompetisi Ketergantungan
Sumber.
-Spesies 1
-Spesies 2
",
..
NiIai
Satijan
K1
K2
r1
r2
884,0059
829,0649
0,3513
0,4498
Ton
Ton
1/tahun
1/tahun
X1.0
099,5872
Ton
X2.0
720,0425
Ton
a12
a21
1,089