Isolasi Kolagen dari Kulit Ikan Patin (Pangasius sp.).

331

ISOLASI KOLAGEN DARI KULIT IKAN PATIN
(Pangasius sp.)

ST. KHADIJAH HARDYANTI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

333

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Isolasi Kolagen dari
Kulit Ikan Patin (Pangasius sp.) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
St. Khadijah Hardyanti
NIM B04100166

ABSTRAK
ST. KHADIJAH HARDYANTI. Isolasi Kolagen dari Kulit Ikan Patin (Pangasius
sp.). Dibimbing oleh KUSDIANTORO MOHAMAD dan I KETUT MUDITE
ADNYANE.
Permintaan gelatin yang bersumber dari kolagen terus meningkat dari tahun
ke tahun. Kulit ikan dapat dimanfaatkan sebagai sumber kolagen alternatif untuk
menggantikan kolagen dari hewan darat seperti sapi atau babi terkait dengan
kekhawatiran isu penyakit bovine spongiform encephalopathy, penyakit mulut dan
kuku, serta keagamaan/kehalalan. Penelitian ini bertujuan menjajaki metode
isolasi dan mengevaluasi kualitas kolagen dari kulit ikan patin (Pangasius sp.)
secara kualitatif dan kuantitatif. Kolagen diekstraksi dari kulit ikan patin
menggunakan natrium sitrat, kemudian penghitungan konsentrasi dan kemurnian
(rasio A260/A280) dilakukan dengan spektrofotometer, pendeteksian jaringan

kolagen dengan pewarnaan Cason’s trichrome, serta penentuan pola pita dan berat
molekul protein hasil isolasi dengan sodium dodecyl sulphate polyacrilamid gel
electrophoresis (SDS-PAGE). Efisiensi hasil isolasi kolagen ikan patin dalam
penelitian ini diperoleh sebesar 2.75 ± 1.32 mg/g kulit (0.28%) dengan
konsentrasi kolagen rata-rata 4.90 ± 1.92 mg/mL dan tingkat kemurnian rata-rata
1.32 ± 0.03. Kolagen hasil isolasi dari kulit ikan patin menunjukkan positif
terhadap pewarnaan Cason’s trichrome sama seperti kolagen kulit sapi komersial,
tetapi dengan potongan jaringan yang lebih kecil. Berdasarkan hasil SDS-PAGE,
kolagen hasil isolasi dari kulit ikan patin memiliki dua pita protein yang sama dan
satu pita protein yang berbeda dengan kolagen kulit sapi komersial.
Kata kunci: isolasi, kolagen, kulit ikan patin, Pangasius sp.

335

ABSTRACT
ST. KHADIJAH HARDYANTI. Isolation of Collagen from Catfish (Pangasius
sp.) Skin. Supervised by KUSDIANTORO MOHAMAD and I KETUT MUDITE
ADNYANE.
Demand of gelatin derived from collagen has been increased over the
years. Skin of fish can be used as an alternative source for collagen to avoid the

issue of bovine spongiform encephality (BSE), foot-and-mouth disease (FMD),
and religion. This study aims to explore the method of collagen isolation and
evaluate the quality of collagen isolated from skin of catfish (Pangasius sp.)
qualilatively and quantitatively. Collagen extracted from the catfish’s skin using
sodium citrate extraction, and then its concentration and purity (A260/A280 ratio)
measured by spectrophotometer. Then, the presence of collagen tissue was
detected by Cason's trichrome staining and the banding pattern and molecular
weight proteins were detected by sodium dodecylsulphate polyacrilamid gel
electrophoresis (SDS-PAGE). This study showed that the efficiency of the
isolated collagen catfish is 2.75 ± 1.32 mg/g skin (0.28%) with an average
collagen concentration of 4.90 ± 1.92 mg/mL and level of purity of 1.32 ± 0.03.
Collagen isolated from catfish skin showed positive for Cason's trichrome
staining, as well as commercial calfskin collagen, but with a smaller tissue pieces.
Based on SDS-PAGE method, collagen isolated from catfish have two similar
protein bands and one different band compared to the commercial calfskin
collagen.
Keywords: catfish skin, collagen, isolation, Pangasius sp.

337


ISOLASI KOLAGEN DARI KULIT IKAN PATIN
(Pangasius sp.)

ST. KHADIJAH HARDYANTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

339

3311


PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Isolasi
Kolagen dari Kulit Ikan Patin (Pangasius sp.)” dapat diselesaikan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Drh. Kusdiantoro
Mohamad, MSi, PAVet dan Drh. I Ketut Mudite Adnyane, MSi, PhD, PAVet
selaku dosen pembimbing penelitian yang senantiasa memberikan dukungan,
saran, motivasi, serta masukan dalam pengerjaan penelitian ini. Terima kasih
kepada Drh. Wahono Esthi Prasetyaningtyas, MSi, PAVet serta almarhumah Dr.
Drh. Ita Djuwita, MPhil, PAVet(K) atas saran dan pengetahuan yang diberikan
selama ini. Terima kasih kepada ayah, ibu, kakak, adik atas kasih sayang dan doa
yang dilimpahkan kepada penulis. Terima kasih kepada segenap staf di
Laboratorium Embriologi dan Laboratorium Layanan dan Pendidikan yang telah
mengajarkan banyak hal. Tidak lupa pula penulis sampaikan terima kasih kepada
penghuni Cendana 53 yang telah menjadi keluarga baru selama penulis
menyelesaikaan pendidikan di Bogor. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada sahabat D’Angel Crew serta teman-teman seperjuangan di IPB,
khususnya di Fakultas Kedokteran Hewan dan teman-teman yang tidak bisa
disebutkan satu persatu.
Pada akhirnya penulis sadar bahwa karya ini masih jauh dari kata sempurna,

oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan pengetahuan
bagi pembaca.

Bogor, September 2014
St. Khadijah Hardyanti

3313

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


1

Manfaat Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2

Kolagen

2

Ikan Patin (Pangasius sp.)

2

(SDS PAGE)


3

METODE PENELITIAN

4

Waktu dan Tempat Penelitian

4

Alat

4

Bahan

4

Prosedur Penelitian


4

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Konsentrasi Kolagen Ikan Patin

6

Pendeteksian Jaringan Kolagen Ikan Patin

7

Berat Molekul dan Pola Pita Protein Kolagen Ikan Patin

8

SIMPULAN DAN SARAN


10

DAFTAR PUSTAKA

10

LAMPIRAN

12

RIWAYAT HIDUP

13

DAFTAR TABEL
1 Hasil pengukuran konsentrasi kolagen yang diisolasi dari kulit ikan
patin
2 Estimasi perolehan kolagen hasil isolasi per bobot kulit dan bobot
badan ikan patin


6
7

DAFTAR GAMBAR
1 Pewarnaan khusus untuk kolagen
2 Pola pita protein kolagen kulit ikan patin

8
9

DAFTAR LAMPIRAN
1 Low molecular weight protein marker yang digunakan pada SDS PAGE
2 Perhitungan berat molekul protein kulit sapi komersial dan kulit ikan
patin hasil SDS PAGE

12
12

3315

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permintaan gelatin yang bersumber dari kolagen telah meningkat dari tahun
ke tahun. Laporan terkini mengindikasikan produksi gelatin dunia mendekati
angka 326 000 ton per tahun, dimana gelatin dari kulit babi sebesar 46%, kulit
sapi sebesar 29.4%, tulang sapi sebesar 23.1%, dan sumber lain sebesar 1.5%
(Karim dan Bhat 2009). Indonesia telah mengimpor lebih dari 6 200 ton gelatin
pada tahun 2003 atau senilai US$6 962 237 dari berbagai negara (Perancis,
Jepang, India, Brazil, Jerman, Cina, Argentina, dan Australia) untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri.
Sumber utama kolagen untuk aplikasi industri adalah hewan darat seperti
sapi dan babi, tetapi sumber ini mengakibatkan kecemasan bagi pengguna karena
dapat menyebabkan wabah penyakit seperti penyakit prion bovine spongiform
encephalopathy (BSE) dan penyakit mulut dan kuku (PMK). Selain itu, kolagen
yang diekstrak dari babi tidak dapat digunakan oleh agama tertentu dengan alasan
kehalalan sehingga diperlukan sumber kolagen alternatif. Ikan merupakan salah
satu sumber alternatif kolagen karena tidak mungkin dihubungkan dengan
penyakit prion, penyakit mulut dan kuku, atau kehalalan.
Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki kekayaan laut yang
melimpah dan beragam, salah satunya adalah ikan. Kulit ikan yang difillet
dianggap sebagai produk limbah, sehingga pemanfaatan kulit ikan sebagai sumber
kolagen alternatif untuk menggantikan gelatin dari hewan mamalia (babi dan sapi)
memiliki nilai tambah dan nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Banyak masyarakat di daerah Jawa Barat yang membudidayakan ikan air
tawar, salah satunya adalah ikan patin. Data statistik kelautan dan perikanan
menunjukkan produksi budidaya ikan patin meningkat dari tahun ke tahun. Tahun
2012, produksi budidaya ikan patin di Jawa Barat sebesar 5 222 ton (KKP 2013).
Hal ini menunjukkan potensi bagi pemanfaatan kulit ikan patin (Pangasius sp.)
sebagai sumber kolagen atau gelatin.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menjajaki metode isolasi dan mengevaluasi kualitas
kolagen hasil isolasi dari kulit ikan patin (Pangasius sp.) secara kualitatif dan
kuantitatif.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan metode isolasi kolagen serta
informasi mengenai kemurnian kolagen dari kulit ikan patin (Pangasius sp.) yang
dapat digunakan sebagai matriks ekstraseluler pada kultur sel in vitro (Montesano
et al. 1983).

2

TINJAUAN PUSTAKA
Kolagen
Kolagen merupakan komponen struktural utama dari jaringan ikat putih
(white connetive tissue) yang meliputi hampir 30% dari total protein pada jaringan
dan organ tubuh vertebrata dan invertebrata. Pada mamalia, burung, dan ikan
kolagen terdapat di kulit, tendon, tulang rawan dan jaringan ikat, sedangkan pada
avertebrata kolagen terdapat pada dinding sel (Bailey dan Light 1989).
Kolagen merupakan material yang mempunyai kekuatan rentang dan
struktur yang berbentuk serat. Protein jenis ini banyak terdapat pada vertebrata
tingkat tinggi. Hampir sepertiga protein dalam tubuh vertebrata berada sebagai
kolagen. Semakin besar hewan, semakin besar pula bagian total protein yang
merupakan kolagen. Kolagen juga merupakan komponen serat utama dalam
tulang, gigi, tulang rawan, lapisan kulit dalam (dermis), tendon (urat daging) dan
tulang rawan. Selain itu, bahan di bagian dalam lensa mata tersusun dari kolagen
murni. Kolagen ada dalam semua organ yang menampilkan kekuatan dan
kekakuan (Lehninger 1993).
Molekul dasar pembentuk kolagen disebut tropokolagen yang mempunyai
struktur batang dengan BM 300 000, dimana di dalamnya terdapat tiga rantai
polipeptida yang sama panjang, bersama-sama membentuk struktur heliks. Tiap
tiga rantai polipeptida dalam unit tropokolagen membentuk struktur heliks
tersendiri, bersama-sama dengan ikatan hidrogen antara group NH dari residu
glisin pada rantai yang satu dengan group CO pada rantai lainnya. Cincin
pirolidin, prolin, dan hidroksiprolin membantu pembentukan rantai polipeptida
dan memperkuat struktur tiga heliks (Wong 1989).
Tropokolagen akan terdenaturasi oleh pemanasan atau perlakuan dengan zat
seperti asam, basa, urea, dan kalium permanganat. Selain itu, serabut kolagen
dapat mengalami penyusutan jika dipanaskan di atas suhu penyusutannya (Ts).
Suhu penyusutan (Ts) kolagen ikan adalah 45 oC. Jika kolagen dipanaskan pada
T>Ts (misalnya 65–70 oC), serabut tiga heliks yang dipecah menjadi lebih
panjang. Pemecahan struktur tersebut menjadi lilitan acak yang larut dalam air
menghasilkan gelatin. Menurut Fernandez-Diaz et al. (2001), kolagen kulit ikan
lebih mudah hancur daripada kolagen kulit hewan lainnya, dimana kedua jenis
kolagen ini akan hancur oleh proses pemanasan dan aktivitas enzim.
Ikan Patin (Pangasius sp.)
Djariah (2001) mengemukakan, ikan patin tidak mempunyai sisik, memiliki
warna tubuh putih keperak-perakan dan punggung kebiru-biruan, bentuk tubuh
memanjang serta kepala relatif kecil. Pada ujung kepala terdapat mulut yang
dilengkapi dua pasang sungut pendek. Susanto dan Amri (2002) menambahkan,
pada sirip punggung terdapat sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil
yang bergerigi dan besar di sebelah belakangnya. Sirip ekor membentuk cagak
dan berbentuk simetris, sirip dubur relatif panjang yang terletak di atas lubang
dubur terdiri dari 30-33 jari-jari lunak sedangkan sirip perutnya memiliki enam
jari-jari lunak. Sirip dada mempunyai 12-13 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari

3
keras yang berubah menjadi senjata yang dikenal dengan patil. Di bagian
permukaan punggung ikan patin terdapat sirip lemak yang berukuran kecil.
Di Indonesia, ada dua macam ikan patin yang dikenal yaitu patin lokal
(Pangasius pangasius) atau sering pula disebut jambal (Pangasius djambal) dan
patin bangkok atau patin siam (Pangasius hypophtalamus sinonim P. sutchi).
Saanin (1984) mengatakan, patin jambal memiliki sungut rahang atas lebih
panjang dari setengah panjang kepala, hidung sedikit menonjol ke muka serta
mata agak ke bawah. Sedangkan Hernowo (2001) menjelaskan, patin siam
merupakan ikan yang masuk ke Indonesia pada tahun 1972 dari Thailand.
Menurut Kordik (2005), sistematika ikan patin diklasifikasikan sebagai
berikut:
Filum
: Chordata
Kelas
: Pisces
Sub-kelas
: Teleostei
Ordo
: Ostariophysi
Sub-ordo
: Siluroidae
Famili
: Pangasidae
Genus
: Pangasius
SDS PAGE
Elektroforesis mampu memisahkan protein dengan baik berdasarkan titik
isoelektrik dan berat molekul. Salah satu jenis elektroforesis yang digunakan
secara luas saat ini adalah Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrilamid Gel
Electrophoresis (SDS PAGE). SDS PAGE dinilai lebih menguntungkan
dibandingkan elektroforesis kertas dan elektroforesis pati. Hal ini disebabkan
karena besarnya pori medium penyangga serta perbandingan konsentrasi
akrilamida dan bis-metilen akrilamida. Selain itu, gel ini bersifat transparan
(Bintang 2010).
Menurut Roe (2001) dan Ahmed (2005) SDS PAGE merupakan metode
yang cukup cepat dalam identifikasi protein dan sering digunakan untuk
memperkirakan berat molekul serta menentukan komposisi subunit dari suatu
protein murni (Deutscher 1992). Penggunaan lain SDS PAGE adalah untuk
memonitoring purifikasi protein, verifikasi konsentrasi protein, deteksi proteolisis,
deteksi modifikasi protein, dan deteksi imunopresipitasi protein (Ahmed 2005).
Mekanisme kerja SDS PAGE sama seperti elektroforesis pada umumnya
akan tetapi ditambahkan dengan sodium dodecyl sulphate (SDS) sebelum
dilakukan elektroforesis. Adanya SDS yang merupakan bahan detergen anionik
ini akan mendenaturasi protein lalu melekat kuat pada molekul yang diuraikan
tersebut. Satu molekul SDS diperkirakan mengikat dua asam amino. Molekul SDS
ini lalu menutupi permukaan protein dan membentuk jejaring muatan negatif yang
dihasilkan dari grup sulfat pada molekul SDS. Semua protein akan bermuatan
negatif dengan berat jenis yang sama sehingga protein tersebut hanya dapat
dipisahkan berdasarkan ukurannya (Hames 1998). Protein dengan berat molekul
rendah akan bergerak lebih cepat di dalam gel dibandingkan dengan protein
dengan berat molekul besar. Berdasarkan prinsip tersebut, berat molekul suatu
protein dapat diperkirakan dengan menggunakan marker protein standar yang
sudah diketahui berat molekulnya dalam gel yang sama (Ahmed 2005).

4
Deteksi protein dalam gel dilakukan dengan berbagai macam pewarnaan
seperti coomassie blue, silver nitrat, dan amido black. Coomassie blue merupakan
pewarnaan yang cepat dan sering digunakan untuk visualisasi protein pada gel
poliakrilamida (Bonner 2007).

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Layanan dan Pendidikan Fakultas
Kedokteran Hewan, serta Laboratorium Embriologi, Departemen Anatomi
Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari 2013 sampai dengan Mei 2014.
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan bedah steril,
botol Scott (pyrex) 50 ml dan 100 ml, gelas baker 250 mL, cawan petri kaca
berdiameter 10 cm, tabung ependorf, timbangan, kantong dialisis (ukuran
membran untuk BM 12000-14000), stirer (Jenway 1000), tabung sentrifugasi,
ultrasentrifugasi (Himac / R20A2), nanodrop spektrofotometer, elektoforesis.
Bahan
Bahan yang digunakan adalah kulit ikan patin, kolagen kulit sapi (Sigma,
USA), natrium asetat, natrium sitrat, asam asetat, NaCl 0.9%, air murni MilliQ,
Alkohol 70%, dinatrium hidrogen fosfat, dan pewarna Cason’s trichrome.
Metode Penelitian
Persiapan Bahan Baku
Bahan yang digunakan untuk isolasi kolagen berasal dari kulit ikan patin
yang diperoleh dari pasar tradisional. Kulit ikan patin dibersihkan dari lendir, lalu
kulit dipreparir menggunakan skalpel agar terpisah dari otot. Kulit ikan patin
dicuci dengan alkohol 70%, lalu dibilas 2-3 kali dengan NaCl 0.9%. Kulit ikan
patin ditimbang lalu diambil sebanyak 24 gram untuk tiga kali ulangan (masingmasing 8 gram untuk satu kali ulangan).
Isolasi Kolagen dari Kulit Ikan Patin
Isolasi kolagen dari kulit ikan patin menggunakan metode dari VoytikHarbin et al. (2011) dengan modifikasi. Kulit ikan patin yang telah ditimbang
masing-masing 8 gram kemudian dipotong kecil-kecil lalu dimasukkan ke dalam
botol Schott ukuran 50 ml yang berisi 32 ml natrium asetat, disimpan pada suhu 4

C selama satu malam. Campuran diaduk dengan magnetic stirrer selama 5-10
menit beberapa kali selama waktu pentimpanan. Campuran selanjutnya
disentrifugasi selama 30-60 menit pada 4 ᵒC dengan kecepatan 2000 rpm (700g).

5
Setelah supernatan dibuang, endapan dilarutkan kembali dengan natrium asetat
dengan volume yang sama dan prosedur diulang sebanyak tiga kali. Endapan
selanjutnya dibilas dengan air MilliQ dingin dengan volume yang sama dan
disentrifugasi selama 30-60 menit pada 4 ᵒC dengan kecepatan 2000 rpm (700g)
dan dilakukan sebanyak tiga kali.
Endapan selanjutnya diekstrak dengan 0.075 M natrium sitrat dengan
volume yang sama dan disimpan selama 15-18 jam (satu hari) pada suhu 4 ᵒC.
Campuran diaduk dengan magnetic stirrer selama 5-10 menit beberapa kali
selama proses penyimpanan untuk melarutkan kolagen. Campuran selanjutnya
disentrifugasi selama 30-60 menit dengan suhu 4 ᵒC dan kecepatan 2000 rpm (700
g). Supernatan disimpan, endapan dilarutkan kembali dengan natrium sitrat untuk
reekstraksi dengan prosedur yang sama dan diulang sampai 3 kali. Supernatan
hasil reekstraksi digabung menjadi satu. Supernatan gabungan selanjutnya
disentrifugasi selama 60 menit pada suhu 4 ᵒC dengan kecepatan 9750 rpm
(17000 g) untuk penjernihan. Supernatan dikoleksi dan endapan dibuang.
Selanjutnya supernatan didialisis dalam kantong dialysis (menahan molekul ≥ 12
kDa) secara ekstensif terhadap larutan 0.02 M dinatrium hidrogen fosfat pada
suhu 4 ᵒC selama beberapa hari atau sampai dengan 1 minggu. Larutan dinatrium
hidrogen fosfat diganti beberapa kali (setiap hari) sampai kolagen mengalami
presipitasi (penggumpalan, butiran halus berwarna putih, terlihat kasat mata).
Larutan yang mengandung butiran halus kolagen hasil ekstraksi
selanjutnya disentrifugasi selama 30-60 menit, suhu 4 ᵒC, dan kecepatan 2000 rpm
(700 g). Supernatan dibuang, endapan dibilas dengan air MilliQ dingin dengan
volume yang sama dan prosedur pembilasan diulang sampai 3 kali. Terakhir,
endapan dilarutkan dengan 0.1 M asam asetat dengan volume secukupnya (300500 µL) untuk melarutkan endapan kolagen. Larutan endapan kolagen
dipindahkan ke tabung ependorf 1.5 mL dan disimpan pada 4 ᵒC atau untuk
identifikasi kolagen.
Pemeriksaan Konsentrasi Kolagen
Konsentrasi kolagen diperiksa dengan menggunakan nanodrop
spektrofotometer pada panjang gelombang 280 nm. Masing-masing dari tiga hasil
isolasi kolagen kulit ikan patin diambil sebanyak 5 µL. Pemeriksaan larutan
sampel dilakukan dua kali (duplo) untuk mendapatkan nilai absorbansi dan
konsentrasi rata-rata.
Pendeteksian Jaringan Kolagen
Pendeteksian kolagen hasil isolasi menggunakan pewarnaan Cason’s
trichrome yang merupakan pewarnaan khusus untuk jaringan kolagen (Kiernan
1990). Kolagen hasil isolasi kulit ikan patin dan kulit sapi komersial (sebagai
kontrol) masing-masing diambil sebanyak 0.1 , kemudian diletakkan di gelas
obyek dan difiksasi kering udara. Setelah itu, sampel di rendam dalam larutan
Cason’s trichrome selama 5 menit, dicuci dengan air mengalir selama 3-5 detik,
dan dikeringkan dengan cara air diserap dengan kertas saring hingga kering.
Selanjutnya dilakukan dehidrasi cepat dalam alkohol 100% sebanyak 3 kali,
dijernihkan dalam silol, kemudian dilekatkan dengan kaca penutup. Pengamatan
jaringan kolagen dilakukan dengan mikroskop cahaya dengan perbesaran obyektif
10x.

6

Berat Molekul dan Pola Pita Protein Kolagen
Pengukuran berat molekul dan pola pita protein kolagen dianalisis
menggunakan SDS-PAGE menggunakan metode Laemmli (1970). Berat molekul
kolagen diukur dengan standar protein BM rendah, 10% gel pemisah dan 4% gel
penahan. Gel dirunning dalam 600 ml buffer elektroforesis pH 8.3 mengandung
192 mM glisin, 0.1% SDS, dan 24.8 mM Trisbase (Tris hidroksi amino metan).
Sebelum dimasukkan ke dalam sumur, sampel dan marker ditambahkan buffer
sampel (rasio 1:1) kemudian diinkubasi dalam air mendidih selama 1 menit.
Buffer sampel mengandung 1 gram SDS, 2 ml gliserol 50%, 2 ml bromophenol
biru 0.1%, 1.25 ml TrisCl 1 M pH 6.8 yang ditambahkan aquades hingga volume
akhir menjadi 10 ml. Total volume marker dan sampel adalah 20 µL.
Elektroforesis dijalankan dengan kondisi 100 mA, 100 volt selama 90-120 menit.
Deteksi pita protein menggunakan pewarna coomassie brilliant blue (CBB), yaitu
dalam 100 ml larutan mengandung 40% metanol, 10% asam asetat dan 0.1% CBB
R-250. Larutan peluntur yang digunakan mengandung 40% metanol dan 10%
asam asetat.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsentrasi Kolagen Ikan Patin
Kolagen ikan patin telah berhasil diisolasi. Analisis kuantitatif dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 280 nm menunjukkan konsentrasi
kolagen rata-rata 4.90 ± 1.92 mg/mL dan kemurnian dengan rasio nilai absorbansi
pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm (A260/A280) rata-rata 1.32 ± 0.03
(Tabel 1).
Tabel 1 Hasil pengukuran konsentrasi kolagen yang diisolasi dari kulit ikan patin
Sampel Kolagen
Patin 1
Patin 2
Patin 3
Rata-rata ± SD

Konsentrasi (mg/mL)
4.496
7.422
2.765
4.90 ± 1.92

A260/A280
1.30
1.32
1.35
1.32 ± 0.03

Data diperoleh dari rata-rata dua kali pengukuran (duplo), SD= simpangan baku

Efisiensi proses isolasi kolagen dari kulit ikan patin pada penelitian ini
masih rendah. Hasil estimasi menunjukkan kolagen yang diperoleh rata-rata 2.75
± 1.32 mg kolagen per gram bobot kulit atau rata-rata 85.3 ± 42.2 mg kolagen per
kilogram bobot ikan (Tabel 2).

7
Tabel 2 Estimasi perolehan kolagen hasil isolasi per bobot kulit dan bobot badan
ikan patin
Sampel
Patin 1
Patin 2
Patin 3
Rata-rata ± SD

Bobot kulit (g/kg ikan)
29.4
31.6
31.8
30.9 ± 1.1

Estimasi perolehan kolagen (mg)
/g kulit*
/Kg ikan
2.53
74.4
4.17
131.8
1.56
49.6
2.75 ± 1.32
85.3 ± 42.2

*Konsentrasi kolagen x volume larutan kolagen hasil isolasi (=4.5 mL), SD= simpangan baku

Konsentrasi yang diperoleh dari larutan kolagen hasil isolasi tergantung
pada volume pelarut (asam asetat) yang ditambahkan. Semakin banyak volume
yang ditambahkan, konsentrasi kolagen yang didapatkan semakin kecil. Pada
penelitian ini kolagen diencerkan dengan 500 µl pelarut dan diperoleh kolagen
dengan konsentrasi yang tinggi (4.90 ± 1.92). Sebagai contoh, dalam pembuatan
matriks kolagen untuk kultur in vitro digunakan kolagen dengan konsentrasi 3.3
mg/mL pelarut (Montesano et al. 1983). Dengan demikian, apabila kolagen hasil
penelitian ingin digunakan untuk keperluan seperti kultur in vitro, maka dengan
mudah dapat diencerkan.
Kemurnian protein diukur dengan spektrofotometer dengan melihat rasio
nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm (A260/A280).
Panjang gelombang 260 nm merupakan serapan maksimum untuk asam nukleat
sedangkan panjang gelombang 280 nm merupakan serapan maksimum untuk
protein (Bintang 2010). Protein hasil isolasi dikatakan murni apabila rasio
A260/A280 ≤ 1.0 (Promega 2009). Hasil penelitian menunjukkan kemurnian
kolagen ikan patin yang diisolasi dengan rasio A260/A280 sebesar 1.30-1.35, hal ini
berarti kolagen yang diisolasi tidak sepenuhnya murni kolagen. Kontaminasi
kemungkinan berasal dari DNA atau RNA pada saat ekstraksi jaringan kulit.
Efisiensi proses isolasi kolagen dalam penelitian ini masih rendah. Hasil
yang didapatkan pada penelitian ini yaitu rata-rata 2.75 ± 1.32 mg/g bobot kulit
(0.28%) lebih rendah dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan oleh peneliti
sebelumnya yaitu 1.27% dan 9.59% dari tulang rawan ikan hiu dengan metode
acid dan pepsin soluble extraction (Kittiphattanabawon et al. 2010). Perbedaan ini
dapat disebabkan oleh proses pengadukan (stirring) pada penelitian ini tidak
dilakukan secara terus-menerus, sebaliknya pada penelitian Kittiphattanabawon et
al. (2010) pengadukan dilakukan secara terus-menerus serta dilakukan
penambahan enzim pepsin yang dapat memecah protein menjadi molekul yang
lebih kecil, sehingga akan membantu proses ekstraksi kolagen.
Pendeteksian Jaringan Kolagen Ikan Patin
Pewarnaan kolagen dengan menggunakan pewarnaan Cason’s trichrome
menunjukkan jaringan kolagen ikan hasil isolasi seluruhnya terwarnai biru, sama
seperti pada kulit sapi komersial yang digunakan sebagai kontrol (Gambar 1).

8
Hasil pewarnaan juga menunjukkan kolagen ikan hasil isolasi berada pada
potongan lebih kecil dibandingkan dengan potongan kolagen kulit sapi komersial.
Metode trichrome digunakan untuk mengidentifikasi kolagen. Metode ini
mengidentifikasi kolagen dengan teknik pewarnaan yang menggunakan dua atau
lebih pewarna anionik yang berhubungan dengan phosphomolybdic atau asam
fosfat. Asam ini dapat dicampurkan dengan pewarna atau larutan dari reagen yang
digunakan. Kolagen diwarnai secara selektif oleh salah satu pewarna. Warna biru
pada (Gambar 1) berasal dari pewarna aniline blue yang menunjukkan adanya
jaringan kolagen, sedangkan phosphotungistic acid dan orange G mewarnai
sitoplasma dan inti sel (Kiernan 1990).

Gambar 1 Pewarnaan khusus untuk kolagen, A. Kolagen sapi komersial, B.
Kolagen ikan patin hasil penelitian. Warna biru menunjukan adanya
jaringan kolagen, pewarnaan Cason’s trichrome, bar= 100 µm
Hasil isolasi dengan teknik pewarnaan ini membuktikan bahwa warna biru
yang ditampilkan pada gambar menunjukkan positif jaringan kolagen. Hasil
penelitian menunjukkan pewarnaan trichrome tidak hanya dapat mewarnai
kolagen pada jaringan histologi (Winarsih et al. 2012), tetapi juga dapat mewarnai
kolagen hasil isolasi.
Struktur miksroskopis jaringan kolagen yang didapatkan dari hasil isolasi
ikan patin lebih kecil dan seragam dibandingkan dengan struktur jaringan kolagen
kulit sapi komersial. Kumar et al. (2011) menyatakan bahwa kolagen yang
diisolasi dari kulit dan tulang ikan memiliki struktur molekul yang lebih kecil
dibandingkan dengan kolagen yang diisolasi dari sapi atau babi sehingga lebih
mudah untuk diserap. Isolasi ini bertujuan untuk menunjang kultur in vitro,
sehingga jaringan kolagen hasil isolasi ikan patin diharapkan mampu berfungsi
sebagai substrat pada kultur dengan lebih baik.
Berat Molekul dan Pola Pita Protein Kolagen Ikan Patin
Kolagen dari kulit sapi komersial memperlihatkan adanya tiga pita protein
dengan berat molekul 112.71, 87.94, dan 83.68 kDa. Pada patin juga terdapat tiga
pita protein dengan berat molekul 112.71, 83.68, dan 72.11 kDa. Dua pita protein
yang pertama sama dengan protein dari kulit sapi komersial, sedangkan yang
ketiga berbeda (Gambar 2).

9

Gambar 2

Pola pita protein kolagen kulit ikan patin. Keterangan: M= low
molecular weight protein marker, S= kolagen kulit sapi komersial
(kontrol), P= kolagen dari kulit ikan patin.

Kolagen kulit sapi komersial yang digunakan sebagai kontrol pada
penelitian ini telah diketahui berasal dari kolagen tipe 1 (Sigma, USA). Kolagen
ikan patin menunjukkan berat molekul dan pita protein yang hampir sama dengan
komersial. Oleh karena itu, ikan patin dapat dikatakan berasal dari kolagen tipe 1.
Menurut Muyonga et al. (2004) kolagen tipe 1 umumnya ditemukan dalam
jaringan ikat, termasuk tendon, tulang dan kulit. Nagai dan Suzuki (2010) juga
telah melaporkan bahwa kolagen utama dari kulit ikan dan tulang mengandung
kolagen tipe 1.
Kolagen memiliki banyak aplikasi dan kegunaan. Kolagen telah banyak
digunakan untuk kepentingan biomedis, industri makanan, industri obat, dan
industri kosmetik. Lee et al. (2001) menyatakan kolagen merupakan biomaterial
yang penting bagi aplikasi medis karena sifatnya yang mudah didegradasi dengan
antigenitas yang rendah. Kolagen dalam in vitro dipergunakan sebagai tissue
engineering (Pachence 1996) diantaranya adalah pengganti jaringan kulit dan
pembawa implan untuk protein penginduksi tulang (Lee et al. 2001).
Larutan kolagen banyak dipergunakan sebagai substrat extracelluler matrix
(ECM) dalam kegiatan kultur jaringan dari berbagai organ seperti otak, hati,
pancreas, dan tulang (Sosef et al. 2005; Johansson et al. 2006; Pang dan Greisler
2010; Pierre et al. 2010).

10

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Isolasi kolagen dari kulit ikan patin berhasil dilakukan dengan efisiensi
0.28%. Kolagen yang diisolasi menunjukkan positif terhadap pewarnaan Cason’s
trichrome, memiliki dua pita protein yang sama dan satu pita protein yang berbeda
dengan kolagen kulit sapi komersial.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menguji efektivitas kolagen yang
telah diisolasi sebagai matriks ekstraseluler pada kultur sel in vitro. Peningkatan
efisiensi isolasi kolagen dapat digunakan enzim pepsin untuk memecah protein.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmed H. 2005. Principles and Reactions of Proteins Extraction, Purification,
and Characterization. USA (US): CRC Press.
Bailey AJ, Light ND. 1989. Connetive tissue in meat and meat products. Elsevier
Applied Science. London
Bintang M. 2010. Teknik Penelitian Biokimia. Jakarta (ID): Erlangga.
Bonner PLR. 2007. Protein Purification. New York (US): Tailor and Francis
Group.
Deutscher MP. 1992. Guide to Protein Purification. USA (US): Academic Pr.
Djariah AS. 2001. Budi Daya Ikan Patin. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Fernandez-Diaz MD, Montero P, Gomez-Guillen MC. 2001. Gel properties of
collagens from skin of cod (Gadus morhua) and hake (Merluccius
merluccius) and their modification by the coenhancers magnesium sulphate,
glycerol and transglutaminase. Food Chem. 74:161–167.
Hames BD. 1998. Gel Elctrophoresis of Proteins. New York (US): Oxford
University Press Inc.
Hernowo. 2001. Pembenihan Patin Skala Kecil dan Besar, Solusi Permasalahan.
Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Johansson M, Mattsson G, Andersson A, Jansson L, Carlsson PO. 2006. Islet
endothelial cells and pancreatic beta-cell proliferation: studies in vitro and
during pregnancy in adult rats. Endocrinology. 147(5):2315-2324.
Karim AA, Bhat R. 2009. Review fish gelatin: properties challenges and prospects
as an alternative to mammalian gelatins. Trends Food Sci Technol. 19:644-656.
Kiernan JA. 1990. Histological and Histochemical Methods: Theory and Practice.
Inggris (GB): Pergamon Pr.
Kittiphattanabawon P, Benjakul S, Visessanguan W, Shahidi F. 2010. Isolation
and characterization of collagen from cartilages of brownbanded bamboo shark
(Chiloscyllium punctatum) and blacktip shark (Carcharhinus limbatus). LWT –
Food Sci Technol. 43:792-800.doi:10.1016/j.lwt.2010.01.006.

11
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Statistik perikanan budidaya
kolam. [Internet]. [diunduh 2014 Mei 5]. Tersedia pada http://www.statistik.
kkp.go.id
Kordik MGH. 2005. Budidaya Ikan Patin, Biologi, Pembenihan dan Pembesaran.
Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusantara.
Kumar MH, Spandana V, Poonam T. 2011. Extraction and determination of
collagen peptide and its clinical importance from tilapia fish scales
Oreochromis niloticus. Int Res J Pharm. 2(10):97-99.
Laemmli UK. 1970. Cleavage of structural protein during the assembly of the
head of bacteriophage T4. Nature. 227:680-685.
Lee CH, Singla A, Lee Y. 2001. Biomedical application of collagen. J
Pharmaceutics. 22:1-22.
Lehninger LA. 1993. Dasar-Dasar Biokimia. Maggy T, penerjemah. Jakarta (ID):
Erlangga. Terjemahan dari: School of Medicine.
Montesano R, Orci L, Vassalli P. 1983. In vitro rapid organizations of endothelial
cells into capillary-like networks is promoted by collagen matriks. J Cell Biol.
97:1648-1652.
Muyonga JH, Cole CGB, Duodu KG. 2004. Characterisation of acid soluble
collagen from skins of young and adult Nile perch (Lates niloticus). Food
Chem. 85:81-89.
Nagai T, Suzuki N. 2000. Preparation and characterization of several fish bone
collagens. J Food Biochem. 24:427-436.
Pachence JM. 1996. Collagen-based devices for soft tissue repair. J Biomed.
33:35-40.
Pang Y, Greisler HP. 2010. Using a type 1 collagen-based system to understand
cell-scaffold interactions and to deliver chimeric collagen-binding growth
factors for vascular tissue engineering. J Investig Med. 58: 845-848.
Pierre C, Morrison JA, Rath P, Zigler RE, Engel LA, Fairchild CL, Shi H,
Maruniak JA, Kirk MD. 2010. Developmental cues and persistent neurogenic
potential within an in vitro neural niche. Dev Biol. 10:1-19.
Promega. 2009. Calculating Nucleic Acid or Protein Concentration. [Internet].
[diunduh 2014 Agustus 14]. Tersedia pada http://www.promega.com
Roe S. 2001. Protein Purification Techniques: A Practical Approach. Great
Britain (GB): The bath Press.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Bagian I. Jakarta (ID):
Bina Cipta.
Sosef MN, Baust JM, Sugimachi K, Fowler A, Thompkins RG, Toner M. 2005.
Cryopreservation of isolated primary rat hepatocytes enhanced survival and
long term hepatospecific function. Ann Surg. 241:125-133.
Susanto H, Amri K. 2002. Budi Daya Ikan Patin. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Voytik-Harbin, Sherry L, Zionsville, Kreger S, Richmond N, Bell B, Lafayette,
Balley J, penemu; Purdue Research Foundation. 2011 Des 27. Collagen
preparation and method of isolation. Amerika Serikat (US) 8,084,055 B2.
Winarsih W, Wientarsih I, Sutardi LN. 2012. Aktivitas salep ekstrak rimpang
kunyit dalam proses persembuhan luka pada mencit yang diinduksi diabetes. J
Vet. 13(3):242-250.
Wong DWS. 1989. Mechanism and Theory in Food Chemistry. New York (US):
Academic Pr.

12

LAMPIRAN
Lampiran 1 Low molecular weight protein marker yang digunakan pada
SDS PAGE
Nama Protein
Phosphorylase
Albumin
Ovalbumin
Carbonic anhydrase
Trypsin inhibitor
a- Lactalbumin

BM
97000
66000
45000
30000
20100
14400

Log BM
4.986771734
4.819543936
4.653212514
4.477121255
4.303196057
4.158362492

Run (cm)
4.5
4.5
4.5
4.5
4.5
4.5

Pita (cm)
0.6
1.2
2.3
3.1
3.6
4.1

Rf
0.13333
0.26667
0.51111
0.68889
0.8
0.91111

Lampiran 2 Perhitungan berat molekul protein kulit sapi komersial dan kulit ikan
patin hasil SDS PAGE
Sampel
S

P

Run
(cm)
4.5
4.5
4.5
4.5
4.5
4.5

Pita
Rf
A
b
BM
(cm)
0.3 0.06667 0.9698 51.166 112706
0.8 0.17778 0.9698 51.166 87940.9
0.9
0.2
0.9698 51.166 83683.5
0.3
0.9
1.2

0.06667 0.9698 51.166 112706
0.2
0.9698 51.166 83683.5
0.26667 0.9698 51.166 72108.5

BM
(kDa)
112.71
87.94
83.68

Jumlah
pita
3

112.71
83.68
72.11

3

13

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat pada 14
Januari 1992. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari
Muhammad Abduh dan Siti Nahariah. Penulis bersekolah dari sekolah dasar (SD)
sampai dengan sekolah menengah atas (SMA) di Kabupaten Polewali Mandar.
Sekolah Dasar Negeri 001 Polewali merupakan jenjang pendidikan pertama yang
ditempuh penulis selama enam tahun dan lulus pada tahun 2004. Jenjang
pendidikan selanjutnya adalah SMP Negeri 3 Polewali yang ditempuh selama tiga
tahun dan lulus pada tahun 2007. Setelah lulus SMP, penulis melanjutkan sekolah
di SMA Negeri 1 Polewali Kabupaten Polewali Mandar dan lulus pada tahun
2010. Penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB melalui jalur
Beasiswa Utusan Daerah (BUD) pada tahun 2010.
Selama menjadi mahasiswa FKH IPB, penulis pernah menjadi anggota
Sanggar Juara, anggota pengurus PC IMAKAHI FKH IPB, anggota Divisi
Pendidikan Himpro Ruminansia, dan pengurus Organisasi Mahasiswa Daerah
Ikatan Mahasiswa Sulawesi Selatan-Sulawesi Barat (IKAMI SulSelBar) pada
tahun kepengurusan 2011/2012. Pada tahun kepengurusan 2013/2014 penulis
menjadi ketua Divisi Pendidikan Himpro Ruminansia.