Pupuk Organik untuk Pertumbuhan Bibit Jabon (Anthocephalus cadamba miq.) dan Ketahanannya Terhadap Penyakit

PUPUK ORGANIK CAIR UNTUK PERTUMBUHAN
BIBIT JABON (Anthocephalus cadamba Miq.)
DAN KETAHANANNYA TERHADAP PENYAKIT

ARDIANSYAH PUTRA

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pupuk Organik Cair
untuk Pertumbuhan Bibit Jabon (Anthocephalus cadamba miq.) dan
Ketahanannya Terhadap Penyakit” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri
dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya
ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya
melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Ardiansyah Putra
NIM E44070010

ABSTRAK
ARDIANSYAH PUTRA. Pupuk Organik Cair untuk Pertumbuhan Bibit Jabon
(Anthocephalus cadamba miq.) dan Ketahanannya Terhadap Penyakit. Dibimbing
oleh ELIS NINA HERLIYANA dan ACHMAD.
Pasokan kayu dari hutan alam yang semakin menurun dan semakin
banyaknya lahan marginal mengharuskan adanya pembangunan hutan tanaman
baik HTI maupun hutan rakyat. Hal ini dilakukan supaya dapat memenuhi
permintaan komoditas kayu yang semakin meningkat. Pohon jabon (Anthocepalus
cadamba Miq.) memiliki prospek yang cukup baik karena tergolong pohon yang
cepat tumbuh pada berbagai tipe tanah. Prospek pemasaran kayu jabon cukup baik
dengan teknik silvikultur yang relatif mudah. Penggunaan pupuk anorganik yang
terus menerus cenderung merusak tanah, baik struktur maupun kesuburan tanah.
Oleh karena itu penggunaan pupuk organik cair merupakan sebuah solusi untuk
tetap menjaga kesuburan tanah, walaupun digunakan terus menerus. Tujuan

penelitian ini adalah mengetahui pengaruh aplikasi pupuk organik cair (POC)
dengan dosis berbeda untuk pertumbuhan bibit jabon di persemaian dan untuk
mengetahui pengaruhnya pada ketahanan bibit jabon terhadap serangan penyakit
di persemaian. Sebagai perlakuan adalah pupuk organik cair yang digunakan
untuk bibit jabon yang terdiri dari kontrol yang tidak diberi pupuk (A), POC
dengan dosis 0.5 mL 100 mL-1 air atau konsentrasi 0.5%, dengan jumlah 20 mL
tan-1 (B), POC dengan dosis 0.75 mL 100 mL-1 air atau konsentrasi 0.75%, dengan
jumlah 20 mL tan-1 (C), dan pupuk kandang 250 gram tan-1 (D). Pemupukan
dibagi ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu bagian akar, batang dan daun. Dari hasil
penelitian didapatkan bahwa pupuk organik cair dengan konsentrasi 0.5% adalah
yang terbaik dibanding konsentrasi lainnya dengan pertambahan tinggi sebesar
13.38 cm dan pertambahan diameter sebesar 2.94 cm. Penggunaan pupuk organik
cair dengan konsentrasi 0.5% cukup optimal untuk ketahanan bibit jabon terhadap
serangan penyakit bercak pada daun, yaitu tahan atau tingkat kerusakan 2.56%.
Kata Kunci : Bibit Jabon, Penyakit, Pupuk Organik Cair

ABSTRACT
ARDIANSYAH PUTRA. Liquid Organic Fertilizer for Seedlings Growth Jabon
(Anthocephalus cadamba Miq.) And Resistance Against Disease. Supervised by
ELIS NINA HERLIYANA dan ACHMAD.

Wood supplied from natural forests decreasing and marginal land increasing
and requires the development of both timber plantations and community forest.
This is done in order to meet the increasing demand for wood commodities. Jabon
tree (Anthocepalus cadamba Miq.) has good prospects because of relatively fastgrowing trees in a variety of soil types. Jabon wood has pretty good marketing
prospects with silviculture techniques that are relatively easy. The use of
inorganic fertilizers continuously tends to destroy soil, soil structure and soil
fertility. Therefore the use of liquid organic fertilizer is a solution to keep the
fertility of the soil, even though used continuously. The purpose of this study was
to determine the effect of application of organic manure (POC) with different
doses for growth of the seedlings in the nursery jabon and to determine its effect
on resistance to disease of Jabon seedlings in the nursery. As the treatment was
liquid organic fertilizer which is used to seedlings Jabon consisting of a controls
that is not fertilized (A), POC with a dose of 0.5 mL 100 mL-1 water or
concentration of 0.5%, with the number 20 mL tan-1 (B), POC with a dose of 0.75
mL 100 mL-1 water or concentration of 0.75%, with the amount of 20 mL of tan-1
(C), and 250 grams of manure tan-1 (D). Fertilization is divided into 3 (three)
parts, namely the roots, stems and leaves. The result showed that the liquid
organic fertilizer with a concentration of 0.5% was the best compared to other
concentration with high accretion at 13.38 cm and a diameter of accretion 2.94
cm. The use of liquid organic fertilizer with a concentration of 0.5% was optimal

for seedling resistance to disease Jabon spots on the leaves, which are resistant or
damage rate 2.56%.
Keywords: Anthocephalus cadamba, Disease, Organic Fertilizer

PUPUK ORGANIK CAIR UNTUK PERTUMBUHAN
BIBIT JABON (Anthocephalus cadamba Miq.)
DAN KETAHANANNYA TERHADAP PENYAKIT

ARDIANSYAH PUTRA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

Judul Skripsi : Pupuk Organik untuk Pertumbuhan Bibit Jabon (Anthocephalus
cadamba miq.) dan Ketahanannya Terhadap Penyakit
Nama
: Ardiansyah Putra
NIM
: E44070010

Disetujui oleh

Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi
Pembimbing I

Prof Dr Ir Achmad, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MSi

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan
kehendak-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah berjudul
“Pupuk Organik untuk Pertumbuhan Bibit Jabon (Anthocephalus cadamba miq.)
dan Ketahanannya Terhadap Penyakit”. Karya ilmiah ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pupuk organik cair
terhadap pertumbuhan bibit jabon serta ketahanannya terhadap penyakit.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi
selaku dosen pembimbing I dan juga kepada Prof Dr Ir Achmad, MS selaku dosen
pembimbing II yang telah memberikan arahan dan bimbingan. Disamping itu
terima kasih penulis ucapkan kepada dosen penguji Dr Ir Sucahyo, MS dan ketua
sidang Dr Erianto Indra Putra, S.Hut, MSi. Selain itu penghargaan penulis
sampaikan pula kepada para staf dan dosen pengajar Departemen Silvikultur serta
teman-teman yang membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis
menyadari banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan karya ilmiah ini,

untuk itu saran dan kritikan sangat penulis harapkan. Ungkapan terimakasih juga
penulis sampaikan kepada ayah, ibu serta seluruh keluarga atas segala dukungan,
doa dan kasih sayangnnya.
Semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya. Tulisan ini masih jauh dari sempurna, saran-saran
sangat ditunggu.

Bogor, November 2013
Ardiansyah Putra

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Prosedur Penelitian, Pengamatan dan Pengambilan Data
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Sidik Ragam
Pertambahan Tinggi Bibit
Pertambahan Diameter Bibit
Nisbah Pucuk Akar
Ketahanan Bibit Terhadap Penyakit
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
vii

1
3
3
3
3
3
4
5
5
6
8
9
10
11
11
11
13
15

DAFTAR TABEL

Tabel 1Skoring tingkat kerusakan atau gejala serangan penyakit bercak
dan karat daun
5
Tabel 2 Hasil sidik ragam pengaruh pupuk organik cair terhadap semua
variabel yang diukur
6
Tabel 3 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh pupuk terhadapvariabel tinggi
bibit
7
Tabel 4 Uji lanjut Duncan pengaruh pupuk terhadapvariabel diameter
bibit jabon
8
Tabel 5 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh pupuk terhadapvariabel NPA
9
Tabel 6 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh pupuk terhadap variabel
ketahanan bibit jabon dari serangan penyakit
10
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Grafik laju pertumbuhan bibir jabon perminggu
Gambar 2 Grafik pertambahan diameter bibit jabon perminggu


7
8

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Analisis SAS 9.01 untuk Variabel Pertumbuhan Bibit
Jabon
Lampiran 2 Hasil Analisis SAS 9.01 untuk Variabel Diameter Bibit
Jabon
Lampiran 3 Analisis SAS 9.01 untuk Variabel Nisbah Pucuk Akar
(NPA)
Lampiran 4 Hasil Analisis SAS 9.01 untuk Variabel Ketahanan
Terhadap Penyakit
Lampiran 5 Dokumentasi Penelitian

13
13
13
13
14

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pasokan kayu dari hutan alam yang kian menurun dan semakin banyaknya
lahan marginal, mengharuskan adanya pembangunan hutan tanaman baik HTI
maupun hutan rakyat untuk tetap dapat memenuhi permintaan komoditas kayu
yang semakin meningkat. Khaerudin (1994) menyatakan pengembangan hutan
tanaman dilakukan untuk mengatasi degradasi lahan. Pembangunan hutan berupa
Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan program nasional melalui peraturan
pemerintah (PP) No. 7/1990 tentang Hak Pengusahaan Tanaman Industri. Pohon
jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) memiliki prospek yang cukup baik karena
tergolong pohon yang cepat tumbuh, dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah,
prospek pemasarannya cukup tinggi dengan teknik silvikultur yang mudah dan
telah diketahui.
Jabon termasuk kedalam family Rubiceae. Tanaman jabon merupakan salah
satu jenis tanaman hutan yang pertumbuhannya sangat cepat dan mampu tumbuh
subur dihutan tropis pada ketinggian maksimum 1000 mdpl. Jabon memiliki nama
yang berbeda di setiap daerah. Dinamai jabun, hanja, kelampean (Jawa); gapulai,
harapean, johan, kiuna, serebunaik (Kalimantan); bance, pute, loera, pontua,
sugemania, pekaung, toa (Sulawesi); gumpayan, kelapan, mugawe (NTB); serta
aparabire, masarambi (Papua). Penyebaran jabon di Indonesia terjadi secara alami
di hutan hujan dataran rendah tropis yang selalu hijau (tropical evergreen lowland
rain forest). Lokasi yang banyak terdapat jabon diantaranya Pulau Sumatera
(Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Palembang, Jambi, dan
Bengkulu), Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan
Papua. Pada tahun 1930, jabon diintroduksi ke Pulau Jawa (Mulyana et al 2010).
Jabon merupakan jenis pohon cepat tumbuh dengan nama dagang Kadam. A.
Cadamba Miq.
Jabon merupakan salah satu jenis tumbuhan lokal Indonesia yang berpotensi
untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman maupun untuk tujuan
lainnya, seperti reklamasi lahan bekas tambang, penghijauan dan pohon peneduh
(Mansur dan Tuheteru 2010). Pratiwi (2003) jabon akan memiliki peranan yang
cukup penting pada masa yang akan datang, terutama jika pasokan kayu
pertukangan dan industri kehutanan dari hutan alam mulai menurun.
Daun jabon merupakan daun tunggal, bertangkai panjang 1.5–4 cm dengan
helaian daun agak besar (panjang 15–30 cm dan lebar 7–8 cm). Di awal
pertumbuhannya, yakni 2–3 bulan setelah tanam, pada tanah yang subur dan
cukup air daun jabon dapat berkembang hingga berukuran panjang 68 cm dan
lebar 38 cm. Permukaan daun jabon tidak berbulu atau kadang-kadang di sebelah
bawah pada tulang daun terdapat rambut halus yang mudah lepas dan bertulang
daun sekunder jelas (10-12 pasang). Secara fisiologi, daun tanaman jabon umur 12
hari mulai memiliki kemampuan untuk melakukan fotosintesis, yakni melalui
perluasan daun secara penuh (full leaf expansion=FLE), 15% FLE daun yang
masih muda berwarna merah, 56% FLE daun berwarna hijau kemerahan, 100%
FLE berwarna hijau cerah dan pada daun tua berwarna hijau. Pada daun jabon
mengandung total klorofil 7.92 mg g-1 berat kering daun (Mansur dan Tuheteru
2010).

2
Pupuk organik atau pupuk alam merupakan hasil proses secara aerob
maupun anaerob, baik dilakukan dengan sengaja oleh manusia ataupun secara
langsung oleh alam. Adapun bahan bakunya adalah sisa-sisa tanaman, kotoran
binatang atau sisa hasil aktivitas manusia. Bahan tersebut secara lambat laun akan
mengalami proses dekomposisi membentuk humus (Setiadi 2012).
Pupuk organik cair mempunyai fungsi yang penting yaitu untuk
menggemburkan lapisan tanah permukaan (top soil), meningkatkan populasi jasad
renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air, yang keseluruhannya dapat
meningkatkan kesuburan tanah.
Disaat ini, penggunaan pupuk anorganik yang terus menerus cenderung
merusak tanah, baik struktur maupun kesuburan tanah. Oleh karena itu
penggunaan pupuk organik cair merupakan sebuah solusi untuk tetap menjaga
kesuburan tanah walaupun digunakan sesering mungkin. Selain itu, pupuk organik
cair juga memiliki bahan pengikat, sehingga larutan pupuk yang diberikan ke
permukaan tanah bisa lansung digunakan oleh tanaman. Kelebihan dari pupuk
organik cair ini adalah secara tepat mengatasi defisiensi hara, tidak masalah dalam
pencucian hara dan mampu menyediakan hara secara tepat (Setiadi 2012).
Penggunaan pupuk organik cair ini dapat mengurangi penggunaan pupuk
anorganik. Hal ini karena pupuk organik cair di samping dapat meningkatkan
ketersediaan hara dalam tanah juga dapat meningkatkan efisiensi pemupukan.
Dengan demikian penggunaan pupuk organik cair pada tanaman kehutanan dapat
mengurangi penggunaan pupuk anorganik yang dosisnya cenderung meningkat.
Penggunaan kombinasi pupuk organik dan anorganik akan memberikan beberapa
keuntungan salah satunya dapat mengurangi biaya produksi. Menurut Sutanto
(2002) kelebihan pupuk organik dan anorganik yaitu menambah kandungan hara
tanah, menyediakan semua unsur hara dalam jumlah yang seimbang. Pupuk
organik dapat meningkatkan KTK tanah dan dapat meningkatkan unsur hara
sehingga kehilangan hara dapat dicegah. Pupuk organik yang diaplikasikan
melalui daun, diduga lebih efektif karena langsung diserap oleh tanaman dengan
sedikit kehilangan dibandingkan aplikasi melalui tanah. Aplikasi pupuk cair
organik yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik maka diduga dapat
memberikan kecukupan hara yang lebih baik.
Penyakit yang dilaporkan pada jabon adalah puru akar (root-knot nematode)
Meloidogyne incognita. Serangan nematoda menyebabkan daun menguning dan
merapuhkan akar. Penyakit lainnya yang kemungkinan menyerang jabon adalah
damping off pada persemaian, anthracnose, root rot, dan dieback. Gejala yang
timbul dari penyakit lodoh adalah bibit menjadi layu, batang atau leher akan
tampak gosong dan busuk. Penyakit damping off disebabkan oleh adanya
serangan sejumlah cendawan seperti Pythium sp., Phytophthora sp., dan
Rhizoctonia sp. (Haneda 2010).
Penyakit pada tanaman jabon belum ditemukan laporan yang lengkap
mengenai jenis penyakitnya. Akan tetapi ada beberapa kasus serangan penyakit
pada jabon tetapi bukan di Indonesia. Penyakit tersebut menyerang tanaman jabon
pada saat di persemaian. Penyakit tersebut diketahui berupa damping off yang
berasal dari cendawan Fusarium sp. dan Pythium sp. di Malaysia. Jenis penyakit
lain yang pernah ditemukan di India adalah leaf blight atau hawar daun yang
disebabkan oleh Rhizoctonia sp.. Beberapa serangan penyakit pada persemaian

3
jabon bisa dikendalikan dengan penanganan nursery, karena belum ada ancaman
yang serius dari penyakit-penyakit tersebut.
Perumusan Masalah
Kerusakan hutan sekarang ini begitu meningkat, disamping itu kebutuhan
akan kayu begitu tinggi sehingga diperlukan pembangunan hutan tanaman industri.
Jabon merupakan alternatif baik untuk dikembangkan. Penggunaan pupuk
anorganik cenderung merusak tanah, baik struktur maupun kesuburan tanah. Maka
kemudian penggunaan pupuk organik cair diharapkan dapat menjadi solusi untuk
menjaga kesuburan tanah.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menentukan pengaruh aplikasi pupuk organik cair dengan
konsentrasi berbeda pada bibit jabon di persemaian.
2. Untuk mengetahui pengaruh aplikasi tersebut pada ketahanan bibit jabon
terhadap serangan penyakit di persemaian.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Mampu memberikan informasi hasil dari penggunaan pupuk organik cair
terhadap bibit jabon.
2. Memberikan informasi mengenai konsentrasi pemupukan yang tepat dan
efisien.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Juni 2012, bertempat di
persemaian Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman jabon,
media tanam (tanah, pasir dan kompos), polibag, pupuk kandang dan pupuk
organik cair yang berasal dari Laboratorium Penyakit Hutan (Dr Ir Elis Nina
Herliyana, M.Si). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur,
handsprayer, alat penyiram, penggaris, timbangan, gelas ukur.

4

Prosedur Penelitian, Pengamatan dan Pengambilan Data
Prosedur Penelitian
Penelitian dimulai dengan menyiapkan media tanam di dalam polibag
yang terdiri atas tanah, pasir dan kompos dengan komposisi (2:1:1). Tahapan kerja
selanjutnya adalah penyiapan bibit yang berumur ± 10 hari. Kemudian bibit
tersebut disapih ke dalam media tanam yang telah disediakan. Sebagai perlakuan
adalah pupuk organik cair yang digunakan untuk bibit jabon yang terdiri dari
kontrol yang tidak diberi pupuk (A), POC dengan dosis 0.5 mL 100 mL-1 air atau
konsentrasi 0.5%, dengan jumlah 20 mL tan-1 (B), POC dengan dosis 0.75 mL
100 mL-1 air atau konsentrasi 0.75%, dengan jumlah 20 mL tan-1 (C), dan pupuk
kandang dengan dosis 250 gram tan-1(D).
Kegiatan selanjutnya adalah pemupukan, dimana pemupukan terhadap
bibit jabon di persemaian dibagi ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu bagian akar,
batang dan daun. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dimana setiap perlakuan terdapat empat
puluh ulangan.
Pemupukan dilakukan terlebih dahulu pada media tanam dalam polibag.
Pemupukan ini dilakukan 3 hari sebelum penyapihan. Setelah ini bibit disapih ke
dalam polibag. Selanjutnya pemupukan dilakukan setiap minggu pada saat
pengukuran sampai minggu kedelapan, setelah itu bibit dipanen untuk
mendapatkan nilai nisbah pucuk akar (NPA). Pemupukan menggunakan pupuk
kandang dilakukan pada saat penanaman dengan jumlah pupuk kandang sebesar
250 gram polibag-1. Selanjutnya bentuk denah penelitian di persemaian seperti
dibawah ini.
Denah Percobaan
C1

D9

C2

A2

D2

C6

A1

A5
C9
B7
C7
B3
D10
B5
D1
CA
C3
C10
B6
A10
B8
D5
A7
D4
D7
C5
D8
D3
Ket: Persemaian Rumah Kaca Departemen Silvikultur IPB

B9

B2

A4

B10
A8
D6

B1
A6
A9

C8
A3
B4

Prosedur Pengamatan dan Pengambilan Data
Peubah yang diukur adalah pertambahan tinggi semai, pertambahan
diameter semai, nisbah pucuk akar (NPA) dan ketahanan terhadap penyakit.
Tinggi semai (cm). Pengukuran tinggi semai dilakukan setelah
penyapihan, tinggi diukur setiap minggu selama 8 minggu pengukuran.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan mistar dari pangkal batang yang
sudah ditandai hingga titik tumbuh pucuk semai.
Diameter Semai (mm). Pengukuran diameter semai dilakukan dengan
menggunakan kaliper, diameter semai diukur pada pangkal yang sudah di tandai
dengan spidol permanen.Pengukuran dilakukan selama 8 minggu pengamatan.
Bobot Kering Tanaman (g). Pengukuran dilakukan pada akhir
pengamatan. Seluruh tanaman di potong (dipanen), bagian pucuk dan akar di

5
bungkus kertas secara terpisah, kemudian dioven pada suhun 60oC selama 2 kali
24 jam (48 jam). Setelah tercapai bobot kering konstan dilakukan penimbangan.
Dari hasil penimbangan didapat data bobot kering pucuk dan bobot kering akar.
Nisbah Pucuk Akar. Nisbah pucuk akar ditentukan dengan
membandingkan bobot kering pucuk dengan bobot kering akar.
Tingkat Ketahanan Inang terhadap penyakit berdasarkan skoring. Tingkat
kerusakan atau gejala serangan penyakit bercak dan karat daun dengan 0-9 pada
saat tananaman berumur 30 hari setelah tanam (HST) dan 60 HST pada perlakuan
di setiap ulangan.
Tabel 1 Skoring tingkat kerusakan atau gejala serangan penyakit bercak dan karat
daun
Skor

Tingkat Kerusakan/Gejalan serangan
(%)
0
0 (Tidak ada gejala)
1
1-5
3
6-12
5
13-25
7
26-50
9
51-100
Sumber: Modifikasi dari IRRI (1996)

Kriteria Ketahanan
Imun (kebal) / sangat tahan (ST)
Tahan (T)
Agak tahan (Toleran) (AT)
Agak rentan (Toleran) (AR)
Rentan (R)
Sangat Rentan (SR)

Analisis Data
Rancangan percobaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah rancangan
acak lengkap (RAL). Untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan
terhadap variabel yang diamati, dilakukan analisis keragaman yang diperoleh dari
pengolahan data menggunakan program SAS 9.1. untuk mengetahui adanya
pengaruh yang berbeda dalam masing-masing perlakuan dilakukan uji berganda
duncan pada taraf kepercayaan 95 %. Model rancangan acak lengkap (RAL) pada
penelitian ini menggunakan rumus umum (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

Dimana : i
Yij
µ
�i
� ij

Yij = µ +�i + � ij

= 1,2,3..., t dan j = 1,2,3...,r
= Respon pupuk ke-i dan ulangan ke-j
= Rataan umum pengaruh pupuk ke-i dan ulangan ke-j
= Pengaruh Pupuk ke-i
= Pengaruh acak pada perlakuan pupuk ke-i dan
ulangan ke-j

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Sidik Ragam
Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah pertambahan tinggi,
pertambahan diameter, nisbah pucuk akar, dan ketahanan terhadap serangan
penyakit. Untuk mengetahui respon pengaruh perlakuan pupuk terhadap bibit
jabon pada masing-masing media tanam, maka dilakukan sidik ragam (Tabel 2).

6
Untuk mengetahui ada tidak adanya pengaruh yang berbeda dalam masing-masing
perlakuan maka dilakukan uji Duncan.
Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 2) faktor pupuk secara umum
memiliki pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit, pertambahan
diameter, nisbah pucuk akar dan tingkat ketahanan terhadap penyakit. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa aplikasi pupuk cair organik cukup efektif
meningkatkan pertumbuhan dan tingkat ketahanan penyakit.
Cara pemberian pupuk organik cair berbeda dengan pemberian pupuk
kandang. Pupuk organik cair di aplikasikan dengan cara disemprotkan ke daun
dan juga ke tanah atau media tanam. Pupuk kandang di aplikasikan secara lansung
ke tanah saja.
Pemberian pupuk akan lebih efektif melalui daun dari pada media tanam.
Hal ini disebabkan daun mampu menyerap pupuk sekitar 90%, sedangkan akar
hanya mampu menyerap sekitar 10%. Air dan unsur hara masuk ke dalam daun
melalui lapisan kutikula (Handayani 2011).
Tabel 2 Hasil sidik ragam pengaruh pupuk organik cair terhadap semua variabel
yang diukur
Variabel
Pertambahan tinggi
Pertambahan diameter
Nisbah Pucuk Akar
Ketahanan terhadap penyakit
Keterangan:*Berpengaruh nyata (pF
0.0001
0.0001
0.0001
0.0001

Hasil ragam menunjukkan bahwa semua perlakuan pupuk terhadap bibit
pada masing-masing variabel yang diukur berpengaruh nyata, maka kemudian
dilanjutkan dengan uji duncan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pupuk
tersebut terhadap parameter yang diukur dengan dosis yang berbeda.
Pertambahan Tinggi Bibit
Tinggi semai dapat digunakan sebagai indikator maupun parameter
pertumbuhan untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuaan yang
diterapkan (Sitompul dan Guritno 1995). Tinggi semai diukur setelah semai
dipindahkan ke polibag. Pupuk organik cair yang digunakan memberikan
pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi semai jabon pada selang
kepercayaan 95% (Tabel 2). Karena itu, untuk mengetahui jenis perlakuan yang
berbeda nyata pada pemupukan yang diberikan, maka dilakukan uji duncan. Dari
hasil sidik ragam pengaruh pupuk terhadap tinggi bibit jabon pada (Tabel 2),
diketahui bahwa perlakuan berbeda nyata terhadap pengaruh pupuk dengan Pvalue (0.0001) lebih kecil dari (0.05). Untuk mengetahui perlakuan pupuk dengan
dosis manakah yang memberi pengaruh yang paling kuat terhadap pertumbuhan
tinggi bibit, maka dilakukan uji lanjut duncan (Duncan’s Multiple Range Test).
Hasil uji lanjut duncan disajikan pada Tabel 3.

7

Tabel 3 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh pupuk terhadap variabel tinggi bibit
No.

Perlakuan

Jumlah

Mean

1

Kontrol (A)

40

10.44cb

2

Pupuk organik cair 0.5 % (B)

40

13.38a

3

Pupuk organik cair 0.75 % (C)

40

11.58b

4

Pupuk Kandang (D)

40

9.67c

Dari hasil uji lanjut Duncan, dapat disimpulkan bahwa perlakuan pupuk
berbeda nyata terhadap kontrol (A) untuk nilai pertumbuhan tinggi bibit. Hal ini
di tunjukkan oleh pengelompokan duncan yang berbeda antara perlakuan dan
kontrol (A), kecuali untuk perlakuan (C) yang sama dalam grouping dengan
kontrol (A).
Tinggi semai diukur satu minggu setelah dipindahkan ke polibag. Perlakuan
pupuk organik cair yang dilakukan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
tinggi semai jabon pada selang kepercayaan 95% (Tabel 2). Karena itu, untuk
mengetahui perlakuan yang berbeda nyata pada penggunaan pupuk maka
dilakukan uji duncan (Tabel 3 dan Lampiran 1). Bibit dengan konsentrasi
pemupukan 0.5% dapat meningkatkan semai jabon lebih baik dibanding dengan
kontrol dan konsentrasi lainnya.
Riap tinggi menunjukkan perubahan tinggi yang diperoleh dari perhitungan
selisih semai akhir pengamatan dengan semai awal pengamatan. Untuk melihat
laju pertumbuhan semai jabon perminggu dapat dilihat pada (gambar 1).
25,00

Tinggi bibit (cm)

20,00
15,00
Kontrol
10,00

POC 0.5%
POC 0.75%

5,00

pupuk kandang
0,00
1

2

3

4

5

6

7

8

Minggu ke-

Gambar 1 Grafik laju pertumbuhan bibit jabon perminggu.
Berdasarkan, (Gambar 1) semua perlakuan pupuk yang digunakan
menunjukkan pertambahan tinggi setiap minggunya. Hal ini dapat disebabkan
adanya faktor genetik dan lingkungan (ruang tumbuh dan penerimaan cahaya serta
kemampuan beradaptasi dan tumbuh dengan baik dengan suatu media tanam).
Berdasarkan hasil sidik ragam (Tabel 2) faktor pupuk dan interaksi tanaman
terhadap konsentrasi pupuk memiliki pengaruh yang berbeda terhadap tinggi

8
tanaman. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini, pupuk organik cair memberikan
pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman, hal ini dapat dilihat dari laju
pertumbuhan (Gambar 1). Variabel tinggi merupakan parameter yang paling
mudah diukur sebagai indikator terhadap pengaruh perlakuan maupun pengaruh
terhadap interaksi dari luar lingkungan. Pohon jabon dapat mencapai tinggi 45 m,
dengan batang yang lurus dan silindris serta tinggi bebas cabang mencapai 25 m
(Mulyana et al 2010)
Pertambahan Diameter Bibit
Variable diameter merupakan salah satu faktor pertumbuhan. Berdasarkan
hasil sidik ragam (Tabel 1) pertumbuhan diameter pada perlakuan berbeda nyata.
Jika perlakuan pupuk yang diberi memberikan pengaruh nyata pada analisis sidik
ragam dengan selang keperrcayaan 95%, maka dilanjutkan dengan uji duncan
(Tabel 4 dan Lampiran 2).
Tabel 4 Uji lanjut Duncan pengaruh pupuk terhadap variabel diameter bibit jabon
No.

Perlakuan

Jumlah

Mean

1

Kontrol (A)

40

2.40b

2

Pupuk organik cair 0.5 % (B)

40

2.94a

3

Pupuk organic cair 0.75 % (C)

40

2.50b

4

Pupuk Kandang (D)

40

2.45b

Dari hasil uji lanjut duncan, dapat disimpulkan bahwa perlakuan pengaruh
pupuk terhadap pertambahan diameter bibit jabon berbeda nyata dengan kontrol
(A), hal ini ditunjukkan dari pengelompokan duncan yang berbeda antara
perlakuan pupuk dengan kontrol (O).
Variabel diameter merupakan salah satu faktor pertumbuhan. Berdasarkan
hasil sidik ragam (Tabel 2) pertumbuhan diameter pada perlakuan berbeda nyata,
hal ini dapat dilihat pada (Gambar 2).
7,00
6,00

Diameter bibit (cm)

5,00
4,00
Kontrol

3,00

POC 0.5%

2,00

POC 0.75%
1,00

pupuk kandang

0,00
1

2

3

4

5

6

7

8

Minggu ke-

Gambar 2 Grafik pertumbuhan diameter bibit jabon perminggu.
Hal ini diduga pemberian pupuk lebih optimal pada pertumbuhan tinggi
dibandingakan dengan pertumbuhan diameter. Seperti halnya (Lewenussa 2009)

9
menyatakan bahwa pada usia muda, tanaman cenderung melakukan pertumbuhan
yang cepat kearah vertikal (ke atas), pertumbuhan diameter berlangsung apabila
keperluan hasil fotosintesis untuk respirasi, pergantian daun, pergantian akar, dan
tinggi telah terpenuhi. Dengan demikian pemberian pupuk dengan konsentrasi
0.5% belum mampu memberikan hara yang lebih pada kebutuhan tanaman.
Diameter batang pohon jabon dapat mencapai 100-160 cm. Pohon Jabon di
hutan tanaman dapat mencapai kecepatan tumbuh diameter 2-3 cm tahun-1 dan
tinggi 2-3 m tahun-1 (Lembaga Biologi Nasional 1980). Pertumbuhan diameter
batang jabon dapat mencapai 10 cm tahun-1 dan dapat dipanen pada umur 5-6
tahun (Mulyana et al 2010 ).
Nisbah Pucuk Akar (NPA)
Dari hasil sidik ragam nisbah pucuk akar (NPA) bibit jabon pada Tabel 2,
diketahui bahwa perlakuan berbeda nyata terhadap pengaruh pupuk dengan Pvalue (0.0001) lebih kecil dari (0.05).Untuk mengetahui perlakuan manakah yang
menghasilkan nilai NPA paling tinggi maka dilakukan uji lanjut Duncan
(Duncan’s Multiple Range Test).
Tabel 5 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh pupuk terhadap variabel NPA
No.

Perlakuan

Jumlah

Mean

1

Kontrol (A)

40

1.13b

2

Pupuk organik cair 0.5 % (B)

40

1.73a

3

Pupuk organic cair 0.75 % (C)

40

1.47c

4

Pupuk Kandang (D)

40

1.21c

Nisbah pucuk akar merupakan perbandingan antara nilai biomassa pucuk
dan biomassa akar tanaman. Hasil sidik ragam (Tabel 2) menunjukkan bahwa
faktor pemberian pupuk memberikan pengaruh nyata terhadap nisbah pucuk akar.
Berdasarkan hasil uji lanjut duncan ditunjukkan bahwa nisbah pucuk akar
tertinggi pada perlakuan B dengan konsentrasi 0.5 % yaitu sebesar 1.73.
Nisbah pucuk akar merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan
tanaman yang menggambarkan perbandingan antara kemampuan tanaman dalam
menyerap air dan mineral dalam proses transpirasi dan luasan fotosintesis
(Lewenussa 2009). Selama pengamatan yang dilakukan pertumbuhan tanaman
yang baik dan normal ditunjukkan dengan nilai rasio pucuk-akar yang seimbang.
Hal ini mengindikasikan bahwa bagian pucuk dan akar tanaman kokoh dan tidak
mudah roboh karena sistem perakaran tanaman mampu menopang pertumbuhan
pucuknya (Handayani 2011). Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan menunjukkan
bahwa perlakuan pupuk dengan konsentrasi 0.5% memiliki nilai NPA tertinggi
sebesar 1.73. Hasil ini menunjukkan bahwa bagian pucuk tanaman berkembang
lebih baik dibandingkan akar tanaman. Menurut Rhamadani (2007), mengatakan
bibit dikatakan baik jika interval nisbah pucuk akar antara 1-3 dengan nilai bibit
terbaik.

10
Ketahanan Bibit Terhadap Serangan Penyakit
Penyakit yang ditemukan adalah penyakit bercak daun. Penyakit bercak
daun dapat disebabkan oleh beberapa cendawan patogen, yaitu seperti
Colletotrichum sp., Culvularia sp., dan Pestalotia sp. (Herliyana dan Aisyah
2013). Intensitas penyakit yaitu proporsi area tanaman yang rusak atau dikenal
bergejala penyakit karena serangan patogen dalam satu tanaman. Intensitas
penyakit menentukan tingkat serangan per tanaman dalam populasi (Sinaga, 2000).
Berdasarkan modifikasi dari metode IRRI (1996), tingkat kerusakan/gejala
serangan penyakit bercak daun mempunyai 6 tingkatan dengan skor 0/tidak ada
gejala, 1 (gejala 1-5%), 3 (gejala 6-12%), 5 (gejala 13-25%), 7 (gejala 26-50%)
dan 9 (gejala-51-100%). Tingkat ketahanan inang terhadap penyakit mempunyai
tingkatan sesuai tingkat kerusakan yaitu imun/sangat tahan (ST), tahan (T), agak
tahan (AT), agak rentan (AR), rentan (R), dan sangat rentan (SR).
Dari hasil sidik ragam ketahanan terhadap penyakit pada bibit jabon pada
Tabel 2, diketahui bahwa perlakuan berbeda nyata dengan P-value (0.0001) lebih
kecil dari (0.05). Untuk mengetahui perlakuan manakah yang menghasilkan nilai
NPA paling tinggi maka dilakukan uji lanjut duncan(Duncan’s Multiple Range
Test) (Tabel 6).
Tabel 6 Hasil uji lanjut Duncan pengaruh pupuk terhadap variabel ketahanan bibit
jabon dari serangan penyakit
No.

Perlakuan

Jumlah

Mean

1

Kontrol (A)

40

3.52a

2

Pupuk organik cair 0.5 % (B)

40

2.56c

3

Pupuk organik cair 0.75 % (C)

40

3.06b

4

Pupuk Kandang (D)

40

3.63a

Ketahanan terhadap penyakit merupakan hasil skoring serangan penyakit
terhadap bibit jabon yang diberi pemupukan. Hasil sidik ragam (Tabel 2)
menunjukkan bahwa faktor pemberian pupuk memberikan pengaruh nyata
terhadap ketahanan serangan penyakit. Berdasarkan hasil uji lanjut duncan
ditunjukkan bahwa ketahanan inang terhadap serangan penyakit daun pada bibit
jabon yang optimal terdapat pada perlakuan B dengan konsentrasi 0.5% yaitu
sebesar 2.56 %. Hal ini berarti bahwa perlakuan menggunakan konsentrasi pupuk
tersebut berpengaruh baik terhadap ketahanannya terhadap serangan penyakit
yaitu tahan (T) berdasarkan hasil skoring yang dibuat.
Pada saat penelitian penyakit bercak daun tersebut tidak diidentifikasi jenis
patogennya, karena dari beberapa informasi yang di dapat bahwa sudah banyak
yang menemukan beberapa jenis penyakit yang menyerang jabon di pembibitan di
Bogor, Indonesia diantaranya penyakit bercak daun, hawar daun, dan mati pucuk.
Patogen penyebab penyakit pada daun tersebut sudah berhasil diidentifikasi yaitu
Rhizoctonia sp., Fusarium sp., dan Botryodiplodia sp..
Dari hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa aplikasi pupuk
organik cair pada bibit jabon di rumah kaca dapat meningkatkan pertumbuhan
bibit jabon dan meningkatkan ketahanannya terhadap penyakit daun secara nyata.
Diduga, pertumbuhan tanaman yang baik akan mempunyai korelasi berbanding

11
lurus dengan ketahanannya terhadap serangan penyakit. Selain itu pupuk organik
cair juga diduga mempunyai bahan yang dapat mencegah hama dan penyakit.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan pupuk
organik cair terhadap bibit jabon berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi,
diameter, nisbah pucuk akar dan ketahanan terhadap penyakit. Konsentrasi pupuk
organik cair 0.5% menunjukkan pertambahan tinggi sebesar 13.38 cm,
pertambahan diameter sebesar 2.94 cm, nilai ini lebih baik dari perlakuaan
konsentrasi lainnya, sehingga penggunaan pupuk organik cair dengan konsentrasi
0.5% sangat baik jika digunakan dalam pembibitan jabon.
Saran
Penggunaan pupuk organik cair baik untuk pertumbuhan semai jabon di
persemaian. Karenanya penggunaan pupuk organik cair dianjurkan pemakaiannya,
serta mempunyai ketahanan terhadap serangan penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Handayani S. 2011. Pengaruh Pupuk Daun Terhadap Beberapa Pohon Kehutanan
pada Kondisi Tergenang [Skripsi]. Bogor (ID):Departemen Silvikultur,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Haneda NF. 2010. Hama Penyakit pada Tanaman Jabon dalam Makalah
Pelatihan Peluang Investasi Hutan Rakyat Jabon. Departemen Silvikultur
Fakultas Kehutanan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Herliyana EN, Aisyah AR. 2013. Hama dan Penyakit yang berpotensi menyerang
Jabon(Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq).Makalah disampaikan pada
Seminar Nasional Kehutanan dalam rangka Dies Natalis IPB ke 50 tanggal 5
September 2013 di IICC Bogor.
Internasional Rice Research Institute [IRRI]. 1996. Standard Evaluation System of
Rice. Philippines (PH): Internasional Rice Research Institute.
Khaerudin. 1994. Pembibitan Tanaman HTI. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Lembaga Biologi Nasional LIPI. 1980. Kayu Indonesia. Jakarta (ID): Balai
Pustaka.
Lewenussa A. 2009. Pengaruh mikoriza dan Bio organik Terhadap Pertumbuhan
Bibit Cananga odorata (Lamk) Hook.fet & Thoms [Skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Mansur I, Tuheteru FD. 2010. Kayu Jabon. Jakarta (ID): Penebar Swadaya
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan. Edisi kedua. Bogor
(ID):IPB Press.
Mulyana D, Asmarahman C, Fahmi I. Panduan Lengkap Bisnis dan Bertanam
Kayu Jabon. 2010. Jakarta (ID): Agromedia.

12
Pratiwi. 2003. Prospek Pohon Jabon untuk Pengembangan Hutan
Tanaman.Buletin Penelitian Kehutanan4:62-66.
Ramadani H. 2008. Formulasi inokulum mikoriza arbuskula (FMA) dan
vermikompos dalam meningkatkan kualitas bibit jati muna (Tectona grandis
Linn f.).[Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor.
Setiadi W. 2012.Penggunaan Pupuk Organik Cair untuk Peningkatan
Produktivitas Daun Murbei (Morus sp.) Sebagai Pakan Ulat Sutra (Bombyx
mori L.) [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor.
Sinaga MS. 2000. Diktat Kuliah Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Fakultas
Pertanian. IPB
Streets RB. 1980. Dianogsis Penyakit Tanaman (Terjemahan: Iman Santoso) The
University of ArizonaPress. Tuscon – Arizona. USA
Sutanto R. 2002. Pertanian Organik. Yogyakarta (ID): Kanisius.

13
LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Analisis SAS 9.01 untuk Variabel Pertumbuhan Bibit Jabon
Sumber

DB

JK

KT

F-hit

P-val

3

311.298

103.77

15.17